Hukum Halal

12
BAB II KONSEP ISLAM TENTANG MAKANAN HALAL ِA. Pengertian dan Dasar hukum makanan halal Secara etimologi makanan adalah memasukkan sesuatu melalui mulut.1 Dalam bahasa arab makanan berasal dari kata at-ta’am ( مﻟﻟﻟﻟا) dan jamaknya al-atimah ( ﻟﻟﻟﻟا) yang artinya makan-makanan.2 Sedangkan dalam ensiklopedi hukum Islam yaitu segala sesuatu yang dimakan oleh manusia, sesuatu yang menghilangkan lapar.3 artinya yang ( ال ل ح ل ا) arab bahasa dari berasal Halal membebaskan, memecahkan, membubarkan dan membolehkan. Sedangkan dalam ensiklopedi hukum Islam yaitu:segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakannya, atau sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara’.4 Sedangkan menurut buku petunjuk teknis sistem produksi halal yang diterbitkan oleh DEPAG menyebutkan bahwa; makanan adalah: barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau diminum oleh manusia, serta bahan yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman. Sedangkan halal adalah: sesuatu yang boleh menurut ajaran Islam.5 1 Proyek Perguruan Tinggi Agama /IAIN di Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Fiqih, Jakarta 1982, hlm.525. 2 Adib Bisri dan munawwir AF; kamus Indonesia Arab; pustaka progressif; Surabaya; 1999. hlm 201 3 Abdul Aziz dahlan et al; Ensiklopedi hukum Islam 4 Ibid 5 Bagian proyek sarana dan prasarana produk halal direktorat Jenderal bimbingan masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Petunjuk teknis pedoman sistem produksi halal, Departemen Agana RI, Jakarta, 2003. hlm. 3. 16 17 Jadi pada intinya makanan halal adalah: makanan yang baik yang dibolehkan memakannya menurut ajaran Islam , yaitu sesuai dalam

description

hukum tentang kehalalan produk

Transcript of Hukum Halal

Page 1: Hukum Halal

BAB IIKONSEP ISLAM TENTANG MAKANAN HALALA. Pengertian dan Dasar hukum makanan halalSecara etimologi makanan adalah memasukkan sesuatu melaluimulut.1 Dalam bahasa arab makanan berasal dari kata at-ta’am ( ماعطلا )dan jamaknya al-atimah ( ةمطألا ) yang artinya makan-makanan.2Sedangkan dalam ensiklopedi hukum Islam yaitu segala sesuatu yangdimakan oleh manusia, sesuatu yang menghilangkan lapar.3artinya yang ( الحالل ) arab bahasa dari berasal Halalmembebaskan, memecahkan, membubarkan dan membolehkan.Sedangkan dalam ensiklopedi hukum Islam yaitu:segala sesuatuyang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakannya, atausesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara’.4

Sedangkan menurut buku petunjuk teknis sistem produksi halalyang diterbitkan oleh DEPAG menyebutkan bahwa; makanan adalah:barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau diminum oleh manusia,serta bahan yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman.Sedangkan halal adalah: sesuatu yang boleh menurut ajaran Islam.5

1 Proyek Perguruan Tinggi Agama /IAIN di Pusat Direktorat Pembinaan PerguruanTinggi Agama Islam, Ilmu Fiqih, Jakarta 1982, hlm.525. 2 Adib Bisri dan munawwir AF; kamus Indonesia Arab; pustaka progressif; Surabaya;1999. hlm 2013 Abdul Aziz dahlan et al; Ensiklopedi hukum Islam4 Ibid5 Bagian proyek sarana dan prasarana produk halal direktorat Jenderal bimbinganmasyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Petunjuk teknis pedoman sistem produksi halal,Departemen Agana RI, Jakarta, 2003. hlm. 3.1617Jadi pada intinya makanan halal adalah: makanan yang baik yangdibolehkan memakannya menurut ajaran Islam , yaitu sesuai dalam AlQur’an dan Al- hadits. Sedangkan pengertian makanan yang baik yaitusegala makanan yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh, dapatmenimbulkan nafsu makan dan tidak ada larangan dalam Al Qur’anmaupun hadits. Tetapi dalam hal yang lain diperlukan keterangan yanglebih jelas berdasarkan ijma’dan Qiyas(ra’yi/ijtihad) terhadap sesuatunash yang sifatnya umum yang harus digali oleh ulama agar kemudiantidak menimbulkan hukum yang syub-had (menimbulkan keraguraguan). Dan para ulama telah ijma’ tentang halalnya binatang-binatangternak seperti unta, sapi, dan kambing serta diharamkannya segalasesuatu yang bisa menimbulkan bahaya baik dalam bentuk keracunan,timbulnya penyakit atau adanya efek sampingan (side-effect). Dengandemikian sebagia ulama’ memberikan keterangan tentang hukum-hukummakanan dan minuman.6

Page 2: Hukum Halal

B. Dasar Hukum Makanan HalalPrinsip pertama yang ditetapkan Islam, pada asalnya : segalasesuatu yang diciptakan Allah itu halal.tidak ada yang haram, kecualijika ada nash (dalil) yang shahih (tidak cacat periwayatannya) dan sharih(jelas maknanya) yang mengharamkannya.7 Sebagaimana dalam sebuahkaidah fikih :6 Hussein Bahresy, Pedoman Fiqh Islam, Surabaya, Al-Ikhlas, 1981, hlm. 303.7 Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam, Solo, Era Intermedia, 2003, hlm.36.18

األصل فى األشياء اإلباحة حتى يدل الدليل على تحريمهArtinya : Pada asalnya, segala sesuatu itu mubah (boleh) sebelum adadalil yang mengharamkannya.”8

Para ulama, dalam menetapkan prinsip bahewa segala sesuatuasal hukumnya boleh, merujuk pada beberapa ayat dalam al Qur’an :

هو الذي خلق لكم مافى االرض جميعاArtinya : Dialah yang menciptakan untuk kalian segala sesuatu di bumi.(Al-Baqarah:29).9Dari sinilah maka wilayah keharaman dalam sysriat Islamsesungguhnya sangatlah sempit, sebaliknya wilayah kehalalan terbentangsangat luas, jadi selama segala sesuatu belum ada nash yangmengharamkan atau menghalalkannya, akan kembali pada hukumasalnya, yaitu boleh yang berada di wilayah kemaafan Tuhan.Dalam hal makanan, ada yang berasal dari binatang dan ada pulayang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Ada binatang darat dan ada pulabinatang laut. Ada binatang suci yang boleh dimakan dan ada pulabinatang najis dan keji yang terlarang memakannya. Demikian jugamakanan yang berasal dari bahan-bahan tumbuhan. untuk seterusnyamarilah kita mempelajari keterangan dari Al-Qur’an dan Hadits yang8 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang, Dina Utama, 1994, cet.1,hlm.127.9 Al-Quran dan Terjemahannya, Semarang,CV. Toha Putra19menyatakan makanan dan minuman yang halal dan yang haram dankesimpulan hukum yang diambil dari pada keduanya.10

Kepedulian Allah Swt sangat besar terhadap soal makanan danaktifitas makan untuk makhluknya. Hal ini tercermin dari firmannyadalam al Qur’an mengenai kata tha’am yang berarti ”makanan” yangterulang sebanyak 48 kali dalam berbagai bentuknya. Ditambah puladengan kata akala yang berarti ”makan”sebagai kata kerja yang tertulissebanyak 109 kali dalam berbagai derivasinya, termasuk perintah”makanlah” sebanyak 27 kali. Sedangkan kegiatan yang berhubungandengan makan yaitu ”minum” yang dalam bahasa Al-Qur’an disebutsyariba terulang sebanyak 39 kali.11

Betapa pentingnya makanan untuk kehidupan manusia, makaAllah Swt mengatur bahwa aktifitas makan selalu diikuti dengan rasanikmat dan puas, sehingga manusia sering lupa bahwa makan itu

Page 3: Hukum Halal

bertujuan untuk kelangsungan hidup dan bukan sebaliknya hidup untukmakan.Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal daritumbuh-tumbuhan sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan adalah halalkecuali yang beracun dan membahayakan nyawa manusia.12

Dasar hukum Al- Qur’an tentang makanan halal diantaranya yaitu :10 H.M.K. Bakri, Hukum Pidana Dalam Islam, Solo, Ramadhani, hlm. 14311 Tiench Tirta winata, Makanan Dalam Perspektif Al Qur’an Dan Ilmu Gizi” Jakarta,Balai Penerbit FKUI, 2006, hlm.112 Bagian proyek sarana dan prasarana produk halal, Direktorat Jenderal BimbinganMasyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal,Jakarta, Departemen Agama RI, 2003. hlm. 720

rلrوو rمزا راممك uالz طuيااللهr ح قuك z ول ااالله uقrواتبا{ذي uن ال .نuومنؤبه م متاArtinya ”dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apayang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertakwalah kepadaAllah yang kammu beriman kepadaNya”. QS. Al- Mai’dah 88)13.Juga dalam surat An- Nahl

rلrو { رفuك rمزامما z طuيااللهr ح قuك uال z ول rراشبا مانعوكrن ت {ه متاالله ان� ك .نuودبعت اياArtinya : Makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telahdiberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jikakamu hanya kepadan-Nya menyembah. (QS. An-Nahl).14

Ayat-ayat diatas bukan saja menyatakan bahwa mengkonsumsiyang halal hukumnya wajib karena merupakan perintah agama, tetapimenunjukkan juga hal tersebut merupakan salah bentuk perwujudan darirasa syukur dan keimanan kepada Allah. Sebaliknya, mengkonsumsiyang tidak halal dipandang sebagai mengikuti ajaran syaitan.Sebenarnya Dalam Al Qur’an makanan yang di haramkan padapokoknya hanya ada empat yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 173.

rملuيع مرا حمإن ملuحو مالدةu وتيال�م ك�خترير و rهل{ به لغمال �ه فuميا أ طrرن اضر اللu عاغ� وب رغuي �مال ر غuفrور ه إن{ الل�هلuيع اد� فuال إث حيم“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu (memakan)bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketikadisembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidakmenginginkannya, tidak (pula) melampaui batas, makasesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS.Al-Baqoroh {2} : 173).15

Page 4: Hukum Halal

13 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit.14

Ibid.15 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit.21Dalam ayat ini telah dijelaskan bahwa makanan yang diharamkandiantaranya :1. bangkai, yang termasuk kategori bangkai adalah hewan yang matidengan tidak disembelih ; termasuk didalamnya hewan yang matitercekik, dipukul, jatuh, ditanduk dan diterkam oleh hewan buas, kecualiyang sempat kita menyembelihnya, hanya bangkai ikan dan belalang sajayang boleh kita makan.2. Darah, sering pula diistilahkan dengan darah yang mengalir, maksudnyaadalah darah yang keluar pada waktu penyembelihan (mengalir)sedangkan darah yang tersisa setelah penyembelihan yang ada padadaging setelah dibersihkan dibolehkan. Dua macam darah yangdibolehkan yaitu jantung dan limpa.3. Babi, apapun yang berasal dari babi hukumnya haram baik darahnya,dagingnya, maupun tulangnya.4. Binatang yang ketika disembelih menyebut selain nama Allah.Jadi dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat produk pangan halalmenurut syariat Islam adalah :a. Halal dzatnyaa. Halal cara memperolehnyab. Halal dalam memprosesnyac. Halal dalam penyimpanannyad. Halal dalam pengangkutannya22e. Halal dalam penyajiannya.16

B. Syarat-Syarat dan Kriteria Makanan Halal Menurut IslamDalam hal makanan sebenarnya ada dua pengertian yang bisa kitakategorikan kehalalannya yaitu halal dalam mendapatkannya dan halal dzatatau subtansi barangnya. Halal dalam mendapatkannya maksudnya adalahbenar dalam mencari dan memperolehnya. Tidak dengan cara yang haramdan tidak pula dengan cara yang batil. Jadi, makanan yang pada dasardzatnya halal namun cara memperolehnya dengan jalan haram seperti;mencuri, hasil korupsi dan perbuatan haram lainnya, maka secara otomatisberubah status hukumnya menjadi makanan haram. Namun penelitian inihanya akan membahas tentang makanan halal dari segi dzatnya atau subtansibarangnya.Makanan halal secara dzatiyah (subtansi barangnya), menurut sayyidsabiq dibagi dalam dua kategori, yaitu jamad (benda mati)dan hayawan(binatang).17

Yang termasuk makanan dan minuman yang halal adalah :1. Bukan terdiri dari atau mengandung bagian atau benda dari binatangyang dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya atau yang tidakdisembelih menurut ajaran Islam.16 Bagian proyek sarana dan prasarana produk halal, Direktorat Jenderal Bimbingan

Page 5: Hukum Halal

Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Tanya Jawab Seputar Poduki Halal, Jakarta, 2003,hlm 1717 Thobieb Al-asyhar, bahaya makanan harambagi kesehatan jasmani dan rohani,Jakarta, Al mawardi prima, cet.1, 2003, hlm.125.232. Tidak mengandung sesuatu yang digolongkan sebagai najis menurutajaran Islam.3. Dalam proses, menyimpan dan menghidangkan tidak bersentuhan atauberdekatan dengan makanan yang atidak memenuhi persyaratan sebagaimana huruf a, b, c, dan d di atas atau benda yang dihukumkan sebagainajis menurut ajaran Islam.18

C. Sistem dan Prosedur Penetapan Produk HalalProduk-produk olahan, baik makanan, minuman, obat-obatan, maupunkosmetika, kiranya dapat dikategorikan dalam kelompok mutasyabihat(syubhat), apalagi jika produk tersebut berasal dari negeri yangpenduduknya mayoritas non muslim, sekalipun bahan bakunya berupabarang suci dan halal. Sebab, tidak tertutup kemungkinan dalam prosespembuatannya tercampur atau menggunakan bahan-bahan yang haram atautidak suci. Dengan demikian, produk-produk olahan tersebut bagi umatIslam jelas bukan merupakan persoalan sepele, tetapi merupakan persoalanbesar. Maka wajarlah jika umat Islam sangat berkepentingan untukmendapatkan ketegasan tentang status hukum produk-produk tersebut,sehingga apa yang akan mereka konsumsi tidak menimbulkan keresahan dankeraguan.Semua persoalan-persoalan tersebut harus segera mendapatjawabannya. Membiarkan persoalan tanpa jawaban dan membiarkan umat18 Bagian proyek sarana dan prasarana produk halal direktorat Jenderal bimbinganmasyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal,Departemen Agana RI, Jakarta, 2003. hlm. 824dalam kebingungan atau ketidakpastian tidak dapat dibenarkan, baik secarasyar’i maupun secara i’tiqodi. Atas dasar itulah, para ulama dituntut untuksegera mampu memberikan jawaban dan berupaya memberikan kehausanumat akan kepastian ajaran Islam berkenaan dengan persoalan yang merekahadapi itu, terutama mengenai produk-produk yang akan dikonsumsi.Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan wadah musyawarahpara ulama Zu’ama, dan cendekiawan muslim dipandang sebagai lembagapaling berkompeten dalam pemberian jawaban masalah sosial keagamaan(ifta) yang senantiasa timbul dihadapi masyarakat Indonesia. Hal inimengingat bahwa lembaga ini merupakan wadah bagi semua umat islamIndonesia yang beraneka ragam kecenderungan dan madzhabnya, olehkarena itu fatwa yang dikeluarkan oleh MUI diharapkan dapat diterima olehseluruh kalangan dan lapisan masyarakat, serta diharapkan pula dapatmenjadi acuan pemerintah dalam pengambilan kebijaksanaan.Salah satu wujud nyata dari upaya MUI adalah dengan dibentuknyalembaga pengkajian pangan, obat-obatan, dan kosmetika Majelis Ulama

Page 6: Hukum Halal

Indonesia (LP. POM MUI). Fungsi dari lembaga ini adalah melakukanpenelitian, audit dan pengkajian secara seksama dan menyeluruh terhadapproduk-produk olahan. Hasil penelitiannya kemudian dibawa ke komisifatwa untuk membahas dalam sidang komisi dan kemudian difatwakanhukumnya, yakni fatwa halal, jika sudah diyakini bahwa produk25bersangkutan tidak mengandung unsur-unsur benda-benda haram ataunajis.19

rملuيع مرا حمإن ملuحو مالدةu وتيال�م ك�خترير و rهل{ به لغمال �ه فuميا أ رغuي طrرن اضر اللu عاغ� وب �مال حيمر غuفrور ه إن{ الل�هلuيع اد� فuال إث“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu (memakan)bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih)disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaanterpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya, tidak (pula)melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, MahaPenyayang” (QS. Al-Baqoroh {2} : 173).20

Menurut ayat diatas, benda yang termasuk kelompok haram li-zatihsangat terbatas, yaitu darah yang mengalir dan daging babi ; sedang sisanyatermasuk kedalam kelompok haram li-ghoirih yang karena carapenanganannya tidak sejalan dengan syari’at Islam. Selain kedua benda yangdijelaskan al-Qur’an itu, benda haram li-zatih juga dijelaskan dalamsejumlah hadits Nabi ; misalnya binatang buas dan binatang bertaring, dansebagainya. Demikian juga alkohol (khamar).Untuk kepentingan penetapan fatwa halal, MUI hanya memperhatikanapakah suatu produk mengandung unsur-unsur benda haram li-zatih atauharam li-ghairih yang karena cara penanganannya tidak sejalan dengansyari’at Islam, atau tidak. Dengan arti kata, MUI tidak sampaimempersoalkan dan meneliti keharamannya dari sudut haram li-ghairih,sebab masalah ini sulit dideteksi, dan persoalannya diserahkan kepadapihak-pihak yang berkepentingan.19 Bagian proyek sarana dan prasarana produk halal direktorat Jenderal bimbinganmasyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa ProdukHalal Majelis Ulama Indonesia, Departemen Agana RI, Jakarta, 2003, hlm 720 Departemen Agama RI, 0p cit.26Prosedur dan penetapan mekanisme penetapan fatwa, sama denganpenetapan fatwa secara umum. Hanya saja, sebelum masalah tersebut(produk yang dimintakan fatwa halal) dibawa ke Sidang Komisi, LP.POMMUI terlebih dahulu melakukan penelitian dan audit ke pabrik bersangkutan.Untuk lebih jelasnya, prosedur dan mekanisme penetapan fatwa halal, secarasingkat dapat dijelaskan sebagai berikut :1. MUI memberikan pembekalan pengetahuan kepada para auditorLP.POM tentang benda-benda haram menurut syari’at Islam. Dalam halini benda haram li-zatih dan haram li-ghairih yang karena cara

Page 7: Hukum Halal

penanganannya tidak sejalan dengan syari’at Islam. Dengan arti kata,para auditor harus mempunyai pengetahuan memadai tentang bendabenda haram tersebut.2. Para auditor melakukan penelitian dan audit ke pabrik-pabrik(perusahaan) yang meminta sertifikasi halal, pemeriksaan yangdilakukan meliputi :a. Pemeriksaan secara seksama terhadap bahan-bahan produk, baik bahanbaku maupun bahan tambahan (penolong)b. Pemeriksaan terhadap bukti-bukti pembelian bahan produk.3. Bahan-bahan tersebut kemudian diperiksa di laboratorium, terutamabahan-bahan yang dicurigai sebagai benda haram atau mengandungbenda haram (najis), untuk mendapat kepastian4. Pemeriksaan terhadap suatu perusahaan tidak jarang dilakukan lebih darisatu kali, dan tidak jarang pula auditor (LP.POM) menyarankan bahkan27mengharuskan agar mengganti suatu bahan yang dicurigai atau didugamengandung bahan yang haram (najis) dengan bahan yang diyakinikehalalannya atau sudah bersertifikat halal dari MUI atau dari lembagalain yang dipandang berkompeten, jika perusahaan tersebut tetapmenginginkan mendapat sertifikat halal dari MUI5. Hasil pemeriksaan dan audit LP.POM tersebut kemudian dituangkandalam sebuah Berita Acara, dan kemudian Berita Acara itu diajukan keKomisi Fatwa MUI untuk disidangkan6. Dalam Sidang Komisi Fatwa, LP.POM menyampaikan dan menjelaskanisi Berita Acara, dan kemudian dibahas secara teliti dan mendalam olehsidang komisi7. Suatu produk yang masih mengandung bahan yang diragukankehalalannya, atau terdapat bukti-bukti pembelian bahan produk yangdipandang tidak transparan oleh Sidang Komisi, dikembalikan kepadaLP.POM untuk dilakukan penelitian atau auditing ulang ke perusahaanbersangkutan8. Sedangkan produk yang telah diyakini kehalalannya oleh Sidang Komisi,diputuskan fatwa halalnya oleh Sidang Komisi.9. Hasil Sidang Komisi yang berupa fatwa halal kemudian dilaporkankepada Dewan Pimpinan MUI untuk di-tanfz-kan dan keluarkan SuratKeputusan Fatwa Halal dalam bentuk Sertifikat Halal.Untuk menjamin kehalalan suatu produk yang telah mendapatSertifikat Halal, MUI menetapkan dan menekankan bahwa jika sewaktu28waktu ternyata diketahui produk tersebut mengandung unsur-unsur bahanharam (najis), MUI berhak mencabut Sertifikat Halal produk bersangkutan.Disamping itu, setiap produk yang telah mendapat Sertifikat Halaldiharuskan pula memperhatikan atau memperpanjang Sertifikat halalnyasetiap dua tahun, dengan prosedur dan mekanisme yang sama. Jika, setelahdua tahun terhitung sejak berlakunya Sertifikat Halal, perusahaanbersangkutan tidak mengajukan permohonan (perpanjangan) Sertifikat Halalperusahaan itu dipandang tidak lagi berhak atas sertifikat Halal, dan

Page 8: Hukum Halal

kehalalan produk-produknya diluar tanggung jawab MUI. Bagi masyarakatyang ingin mendapat informasi tentang produk (perusahaan) yang telahmendapat Sertifikat Halal MUI dan masa keberlakuannya, LP.POM MUItelah menerbitkan Jurnal Halal.21

Hasil kajian yang memerlukan fatwa MUI disampaikan kepada MUIuntuk mendapat fatwa halal. Hasil kajian yang memerlukan fatwa MUI danyang telah mendapat fatwa halal dari MUI diterbitkan sertifikat halalnya dandikukuhkan oleh Menteri Agama. Adapun prosedurnya sebagai berikut :a. Sistem Sertifikat HalalMenteri Agama melalui lembaga pemeriksa halal menyerahkansertifikat halal kepada pemohon dengan tembusan kepada badanpengawas obat dan makanan. Sertifikat halal berlaku selama dua tahundan dapat diperbarui untuk jangka waktu yang sama sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku. Menteri Keuangan atas21 Bagian proyek sarana dan prasarana produk halal direktorat Jenderal bimbinganmasyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa ProdukHalal Majelis Ulama Indonesia, op.cit., hlm 18-2029usul Menteri Agama menetapkan struktur biaya sertifikasi halal yangsama terhadap pemohon.Sertifikat halal dapat dicabut apabila pelaku usaha pemegangsertifikat yang bersangkutan melakukan pelanggaran dibidang halalsetelah diadakan pemeriksaan oleh lembaga pemeriksa halal danmendapat rekomendasi dari KHI untuk pencabutan sertifikat halal.Setiap pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat halal terhadapproduknya mencantumkan keterangan atau tulisan halal dan nomorsertifikat pada label setiap kemasan produk dimaksud.Bentuk, warna dan ukuran tentang keterangan atau tulisan halaldan nomor registrasi halal ditetapkan oleh Menteri Agama. Produkpangan, obat, kosmetika dan produk lain berasal dari luar negeri yangdimasukkan ke Indonesia berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalamkeputusan ini.Sertifikat halal yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi luarnegeri dapat diakui setelah melakukan perjanjian saling pengakuan yangberlaku timbal balik (re-ciprocal), penilaian terhadap lembaga sertifikasi,dan tempat proses produksi. Perjanjian tersebut dilaksanakan olehMenteri Agama dan badan yang berwenang di luar negeri sesuai denganketentuan yang berlaku.b. BiayaBiaya pemeriksaan, sertifikat halal, dan survailen ditanggungoleh pelaku usaha yang mengajukan permohonan. Besar biaya30pemerikasaan dan biaya sulvailen ditetapkan oleh lembaga pemeriksahalal, sedangkan biaya sertifikasi ditetapkan sesuai dengan peraturanyang berlaku. Biaya sertifikasi disetorkan ke kas negara.c. Pembinaan, Pengawasan Dan Pelaporan

Page 9: Hukum Halal

Pembinaan pelaku usaha di bidang penerapan sistem jaminanhalal dilaksanakan oleh Departemen Agama. Pengawasan terhadapproduksi, impor dan peredaran produk halal dilaksanakan oleh instansiyang berwenang.d. Landasan Hukum1. UU No. 7/1996 tentang PanganDidalam UU No. 7 tahun 1996 beberapa pasal berkaitan denganmasalah kehalalan produk pangan, yaitu dalam Bab label dan iklanpangan pasal 30, 34, dan 35.2. PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan PanganAda dua pasal yang berkaitan dengan sertifikasi halal dalam PP No.69 ini yaitu pasal 3, ayat (2), pasal 10 dan 11.3. Kepmenkes No. 924/Menkes/SK/VIII/1996 tentang perubahanatas Kepmenkes No. 82/Menkes/SK/I/1996 tentang PencantumanTulisan ”Halal” pada Label Makanan.Demikianlah sistem dan prosedur produk halal yang dilakukanoleh pemerintah dalam rangka melindungi konsumen muslim agar hanyamengkonsumsi makanan halal. Karena masalah kehalalan barang yangmereka konsumsi menyangkut diterima tidaknya ibadah seorang muslim