Hukum Administrasi Negara Benny Sumardiana, S.H., M.H.
-
Upload
benny-sumardiana -
Category
Documents
-
view
17 -
download
2
Transcript of Hukum Administrasi Negara Benny Sumardiana, S.H., M.H.
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH SEBAGAI
AKTUALISASI GOOD GOVENANCE DI
INDONESIA
Oleh
Benny Sumardiana, S.H., M.H.1
UNIVERSITAS DIPENOGORO
2011
PENDAHULUAN
1 Ditulis saat penulis sedang menempuh studi S2 di Universitas Diponegoro, saat ini penulis merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Keuangan
Daerah yang selanjutnya diubah oleh Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, telah
mengantarkan Indonesia memasuki proses pemerintahan desentralisasi setelah lebih dari 30
tahun berada di bawah rezim orde baru yang serba sentralistis. Implementasi kedua undang-
undang tersebut menjadi momentum perpindahan pengawasan, sumber daya fiskal, otonomi
politik dan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Selama rentang perpindahan yang lebih dari satu dasawarsa tersebut, berbagai pengalaman lokal
yang heterogen telah muncul ke permukaan, seiring longgarnya pengawasan pusat atas daerah
dan meningkatnya wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik.
Kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah merupakan kebijakan yang lahir dalam rangka menjawab dan memenuhi
tuntutan reformasi akan demokratisasi hubungan Pusat dan Daerah serta upaya pemberdayaan
Daerah. Otonomi Daerah menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 dipahami sebagai kewenangan
Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jadi dapat dipahami disini bahwa inti dari Otonomi Daerah adalah demokratisasi dan
pemberdayaan. Otonomi Daerah sebagai demokratisasi maksudnya adalah adanya kesetaraan
hubungan antara Pusat dan Daerah, dimana Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan, kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Aspirasi dan kepentingan Daerah
akan mendapatkan perhatian dalam setiap pengambilan kebijakan oleh Pusat. Good Governance
yang sering didengungkan akhir - akhir ini di dunia.
Ada tiga azas dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia yakni desentralisasi, dekonsentrasi
dan tugas pembantuan. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004, desentralisasi dimaknai
sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dekonsentrasi didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu. Sementara Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari
pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Bila kita mengkomparasikan ketiga azas pemerintahan daerah sebagaimana yang tertuang dalam
UU nomor 32 tahun 2004 dengan UU Pemerintahan Daerah era orde baru (UU Nomor 5 tahun
1974); tentunya ada perbedaan yang cukup mendasar, khususnya azas dekonsentrasi dan azas
tugas pembantuan. Azas dekonsentrasi maupun tugas pembantuan 2 bersama-sama dengan azas
desentralisasi menjadi azas pemerintahan daerah khususnya untuk kabupaten dan kotamadya
ketika itu. Penggunaan ketiganya secara bersamaan tentu saja menyebabkan simpang siurnya
kejelasan kewenangan yang dimiliki kabupaten dan kota. Dalam prakteknya azas dekonsentrasi
dan tugas pembantuan justru lebih mendominasi hubungan pusat dan daerah daripada azas
desentralisasi, sehingga tidak terjadi praktek otonomi daerah yang sesungguhnya karena
kewenangan masih dikendalikan oleh pusat mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga
pengawasannya. Daerah lebih banyak menerima dan melaksanakan kebijakan yang dibuat pusat,
bahkan tidak jarang kewenangan itupun dilaksanakan oleh wakil pemerintah pusat yang ada di
kabupaten/kotamadya yakni melalui kantor-kantor departemennya.
Sejak tumbangnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good
Governance begitu popular. Hampir di setiap event atau peristiwa penting yang menyangkut
masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidato-pidato, pejabat
negara sering mengutip kata-kata di atas. Pendeknya Good Governance telah menjadi wacana
yang kian popular di tengah masyarakat. Meskipun kata Good Governance sering disebut pada
berbagai event dan peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa
berlainan antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance
sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau
organisasial masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada
yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan
meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu sendiri.
Secara sederhana, sejumlah pihak menerjemahkan governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata
pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang
disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang
membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private sektor (sektor
swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya memahami governance adalah
memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil
society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu
menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif.
Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan
memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu
berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik
termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
Good Governance intinya adalah memperlemah kekuasaan Negara. Kebutuhan saat ini adalah
Negara yang kuat bukan Negara yang lemah. Ide pelemahan negara yang terkandung dalam good
governance jelas machiavelist, dimana dikatakan untuk memperkuat rakyat maka Negara
haruslah lemah. Ide Nicollo Machiavelli itu salah, tetapi ini pun masih di tambahi kesalahanya
menjadi : kalau ingin memperkuat pasar maka Negara harus dilemahkan. Ini adalah dasar filosofi
dari teori governance yang jarang diketahui oleh khalayak sehingga dianggapnya baik - baik saja.
Adanya otonomi daerah merupakan upaya dari Good Governance yang berjalan di Indonesia.
Indonesia bukan Negara liberal dimana swasta memiliki kebebasan yang luar biasa dalam
Negara. Namun hubungan Negara menjadi pengayom rakyat. Dimana Negara punya tujuan
mensejahterakan rakyat.
Era otonomi daerah bukan merupakan ancaman bagi upaya pengembangan industri dan
perdagangan, namun sebaliknya justru memberikan kesempatan dan dukungan bagi
pengembangan perindustrian dan perdagangan. Dengan kewenangan yang dimiliki daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya terbuka kesempatan untuk mengembangkan
perindustrian dan perdagangan secara optimal di Daerah. Di era otonomi daerah sejalan dengan
kewenangan yang dimiliki Daerah pengembangan industri dan perdagangan akan lebih efektif
jika diarahkan kepada kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi, karena pada umumnya
setiap daerah memiliki kelompok usaha jenis tersebut. Dengan kewenangan yang dimiliki
Daerah tersebut setiap daerah akan berupaya melakukan pembinaan terhadap kelompok usaha
kecil, m eneng ah dan koperasi untuk mendukung pengembangan industri dan perdagangan
sesuai dengan kondisi potensi dan kemampuan masing-masing daerah.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan tata pemerintahan yang baik adalah bertumpu pada tiga domain yaitu pemerintah,
swasta dan masyarakat, ketiga domain tersebut harus bekerja secara sinergis, yang berarti setiap
domain diharapkan mampu menjalankan perannya dengan optimal agar pencapaian tujuan
berhasil dengan efektif. Pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang
kondusif ; swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan sedangkan masyarakat berperan positif
dalam interaksi sosial, ekonomi , politik termasuk mengajak kelompok-kelompok dalam
masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Spirit dari good
governance adalah meminimalkan peran negara dan mengedepankan pasar. Hal ini sekaligus
menunjukkan betapa teori ini tidaklah mampu menempatkan dirinya, secara konseptual, pada
pihak rakyat terlebih dinegara berkembang. Kita semua sama tahu bahwa pasar hari ini dikuasai
oleh negara - negara maju. Kapital dan teknologi pengendali ekonomi dunia tidaklah berlaku
secara equal. Negara berkembang selalu saja menjadi objek dari trend ekonomi global yang
diciptakan oleh negara maju khususnya negara - negara G8. oleh karena itu keberpihakan kepada
pasar, itu erarti memberi ruang yang makin luas pada diaspora kepentingan - kepentingan negara
negara kapitalis untuk terus saja menjajah dan mengekploitasi Negara berkembang termasuk
Indonesia.
Prinsip spirit Governance adalah ingin menjamin hak - hak demokrasi ada di tangan rakyat. Tiga
sektor dalam good governance yaitu sektor pemerintahan, sektor privat, dan masyarakat
seharusnya mempunyai pembagian yang hak dan tanggungjawab bersama dan jelas yang diatur
dalam kontrak sosial, mana kontrak sosial tersebut merupakan hasil produk pengaturan bersama
yang melibatkan ketiga sektor tersebut.sistem ini dapat memberi implikasi yuridis apabila
lembaga - lembaga tersebut melalaikan fungsinya dalam mewujudkan transparansi informasi dan
akuntabilitas publik(jurnal MK vol 4 2007).
Demokrasi yang berlaku di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Bukan seperti di Negara lain
yang secara jelas mengedapkan demokrasi leberal. Dimana pasar lebih banyak berperan dalam
negara dibanding pemerintah. Meskipun dalam praktiknya negara juga menggunakan
kekuasaanya dalam mengatur pasar. Termasuk dalam pembuatan peraturan/ undang - undang.
Menkipun tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan yang dibuat adalah kebijakan yang ramah
terhadap pasar. Demokrasi di Indonesi bukan demokrasi yang bebas namun menjunjung tinggi
keadilan masyarakat.
Di Indonesia yang merupakan negara berkembang dimana proses demokrasi tersebut masih
berlangsung mampukah bertahan dengan tuntutan good governance liberalisme pasar. Dimana
pasar yang berkembang dan pembatasan peran pemerintah dalam kehidupan negara. Tekanan
dari dunia luar terhadap Indonesia terlihat banyaknya kebijakan publik yang tidak memihak
rakyat. Negara bukan sebagai kekuatan politik yang menduduki posisi puncak di dalam
organisasi-organisasi publik, seperti presiden, menteri, parlemen, dan lain - lain. Negara
diartikan sebagai organisasi yang merepresentasikan kepentingan rakyat di wilayah tertentu dan
bersifat netral. Politik adalah sarana untuk memilih siapa yang ditugaskan untuk mengelola
kepentingan rakyat. Politik bukanlah negara apalagi rezim. Dengan demikian ide tentang
pengatan negara berbeda dengan rezim yang berkuasa.
Prinsip Good Governance
Prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) yang harus dikembangkan dalam
Implementasi kebijakan secara umum adalah:
Responsif, tanggap terhadap kebutuhan orang dan stakeholders.
Participatory, orang yang terkena dampak suatu kebijakan harus dilibatkan dalam proses
pembuatan kebijakan tersebut.
Transparant; adanya informasi yang luas atas suatu program;
Equitable; adanya akses yang sarna bagi setiap orang terhadap kesempatandan aset.
Accountable; pengambilan keputusan oleh pemerintah, sektor swasta danmasyarakat
harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat umum dan seluruh stakeholders;
Consensus Oriented, perbedaan kepentingan dimusyawarahkan untuk mencipakan
kepentingan orang banyak..
Good Governance dalam Otonomi Daerah
Upaya pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah merupakan salah salu instrumen yang merefleksikan keinginan Pemerintah unluk
melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini
dapat dilihat dari indikator upaya penegakan hukum, transparansi dan penciptaan partisipasi.
Dalam hal penegakan hukum, UU No. 32 Tahun 2004 telah mengatur secara tegas upaya hukum
bagi para penyelenggara pemerintahan daerah yang diindikasikan melakukan penyimpangan.
Dari sistem penyelenggaraan pemerintahan sekurang-kurangnya terdapat 7 elemen
penyelenggaraan pemerintahan yang saling mendukung tergantung dari bersinergi satu saran
lainnya, yaitu :
1. Urusan Pemerintahan;
2. Kelembagaan;
3. Personil;
4. Keuangan;
5. Perwakilan;
6. Pelayanan Publik dari
7. Pengawasan.
Ketujuh elemen di atas merupakan elemen dasar yang akan ditata dari dikembangkan serta
direvitalisasi dalam koridor UU No. 32 Tahun 2004. Namun disamping penataan terhadap tujuan
elemen dasar diatas, terdapat juga hal-hal yang bersifat kondisional yang akan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari grand strategi yang merupakan kebutuhan nyata dalam rangka
penataan otonomi daerah di Indonesia secara keseluruhan yaitu penataan Otonomi Khusus NAD
dari Papua, penataan daerah dari wilayah perbatasan , serta pemberdayaan masyarakat. Setiap
elemen tersebut disusun penataannya dengan langkah-langkah menyusun target ideal yang harus
dicapai, memotret kondisi senyatanya dari mengidentifikasi gap yang ada antara target yang
ingin dicapai dibandingkan kondisi rill yang ada saat ini. Meskipun dalam pencapaian Good
Governance rakyat sangat berperan, dalam pembentukan peraturan rakyat mempunyai hak untuk
menyampaikan aspirasi, namun peran negara sebagai organisasi yang bertujuan mensejahterakan
rakyat tetap menjadi prioritas. Untuk menghindari kesenjangan didalam masyarakat pemerinah
mempunyai peran yang sangat penting. Kebijakan publik banyak dibuat dengan menafikan faktor
rakyat yang menjadi dasar absahnya sebuah negara. UU no 32 tahun 2004 yang memberikan hak
otonami kepada daerah juga menjadi salah satu bentuk bahwa rakyat diberi kewenangan untuk
mengatur dan menentukan arah perkembangan daerahnya sendiri. Dari pemilihan kepala daerah,
perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU no 25 tahun 1999). Peraturan daerah pun telah
masuk dalam Tata urutan peraturan perundang - undangan nasional (UU no 10 tahun 2004).
Pengawasan oleh masyarakat
Sementara itu dalam upaya mewujudkan transparansi dalam penyelenggaran pemerintahan diatur
dalam Pasa127 ayat (2), yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan dengan
kewajiban Kepala Daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kepada Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD,
serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Dengan sistem akuntabilitas semacam ini maka terdapat keuntungan yang dapat diperoleh yakni,
akuntabilitas lebih dapat terukur tidak hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. Hal ini
merupakan antitesis sistem akuntabilitas dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana penilaian
terhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD seringkali tidak berdasarkan
pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena akuntabilitas didasarkan pada indikator kinerja
yang terukur,maka laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak mempunyai
dampak politis ditolak atau diterima. Dengan demikian maka stabilitas penyelenggaraan
pemerintahan daerah dapat lebih terjaga.
Masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai
perorangan, kelompok maupun organisasi dengan cara:
Pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme di lingkungan
pemerintah daerah maupun DPRD. Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan,
penyempurnaan baik preventif maupun represif atas masalah. Informasi dan pendapat tersebut
disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang terkait. Menurut Pasal 16
Keppres No. 74 Tahun 2001, masyarakat berhak memperoleh informasi perkembangan
penyelesaian masalah yang diadukan kepada pejabat yang berwenang. Pasal tersebut sebenarnya
berusaha untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat dalam menjalankan pengawasan.
Namun sayangnya tidak ada ketentuan tentang kewajiban pemerintah serta sanksi bagi instansi
informasi dan pendapat atau saran dari masyarakat. Dengan ketentuan seperti ini dapat dikatakan
bahwa pengawasan oleh masyarakat sangat lemah dan sulit untuk dapat berjalan secara efektif.
PENUTUP
Demokrasi yang berlaku di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Bukan seperti di Negara lain
yang secara jelas mengedapkan demokrasi leberal. Dimana pasar lebih banyak berperan dalam
negara dibanding pemerintah. Meskipun dalam praktiknya negara juga menggunakan
kekuasaanya dalam mengatur pasar. Termasuk dalam pembuatan peraturan/ undang - undang.
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan yang dibuat adalah kebijakan yang ramah
terhadap pasar. Demokrasi di Indonesi bukan demokrasi yang bebas namun menjunjung tinggi
keadilan masyarakat dan kesejahteraan rakyat. Upaya pelaksanaan tata pemerintahan yang baik,
UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah salu instrumen yang
merefleksikan keinginan Pemerintah unluk melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator upaya penegakan
hukum, transparansi dan penciptaan partisipasi. Masyarakat memiliki hak untuk melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaksanaan pengawasan oleh
masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai perorangan, kelompok maupun organisasi.
Beberapa pengalaman empirik memang telah membuktikan bahwa desentralisasi tidak selalu
berbanding lurus dengan terwujudnya good governance. Keberhasilan beberapa pemerintah
daerah dalam membangun kinerja pelayanan publiknya hingga saat ini masih bisa dihitung
dengan jari. Namun demikian pilihan untuk kembali ke arah sentralisasi tentunya bukanlah
pilihan yang bijaksana dan hanya akan bersifat kontraproduktif belaka. Pilihan pada
desentralisasi sesungguhnya haruslah disikapi dengan penuh optimisme dan menjadikannya
sebagai sebuah tantangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. H.Drs. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi, Prof.Dr. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Ali, Zainuddin, Prof. Dr. 2006. Filsafat Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Dorojatun Kuntjoro Jakti, Birokrasi di Dunia Ketiga: Alat Rakyat, Alat Penguasa, atau
Penguasa, Jurnal Prisma No.10 Tahun IX Oktober 1980, hal. 6.
Eva Etzioni and Halevy, Beureaucratic Power-A Democratic Dilemma, 1983, hal. 1.
Gie, Kwik Kian. 2006. Pikiran yang Terkorupsi, Jakarta: Kompas
Heather Sutherland, Terbentuknya Sebuah Elite Birokrasi, (Jakarta: Sinar Harapan, 1983, hal.
25).
http://www.uny.ac.id/akademik
Jurnal Konstitusi vol 4 nomor 2, juni 2007
Martin Albrow, Birokrasi terj), (Yogyakarta: Tiara Wacana 2005), hal. 42. Bagi Werber, proses
rasionalisasi dunia modern adalah lebih penting, daripada seluruh proses sosial.
Pemda Kalimantan Tengah Kerjasama Dengan KPK Untuk Wujudkan Tata Pemerintahan Yang
Baik , Jumat 16 Juni 2006.
UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Vedi R. hadiz dan Daniel Dhakidae, ed, Ilmu Sosial dan Kekuasaan di Indonesia, (Jakarta:
Equinox Publishing, 2006), hal.10.
www. Kompas. Com
www. Pikiran Rakyat.com
www. Suara Merdeka. com
Yahya Muhaimin, Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia, Jurnal Prisma No.10 Tahun IX Oktober
1980, hal. 21. sebagaimana diambli dari Max Weber, The Theory of Social and Economic
Organization.