HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya...

52
HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS KESEHATAN DAN PRESTASI AKADEMIK ANAK USIA SEKOLAH DIMAS BAGUS ARIEF FIKRI AZIZ DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Transcript of HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya...

Page 1: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS

KESEHATAN DAN PRESTASI AKADEMIK

ANAK USIA SEKOLAH

DIMAS BAGUS ARIEF FIKRI AZIZ

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 2: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

vi

Page 3: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Status Gizi

(TB/U) dengan Status Kesehatan dan Prestasi Akademik Anak Usia Sekolah

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Dimas Bagus A.F.A.

NIM I14110010

Page 4: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti
Page 5: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

ABSTRAK

DIMAS BAGUS A.F.A. Hubungan Status Gizi (TB/U) dengan Status Kesehatan

dan Prestasi Akademik Anak Usia Sekolah. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara status gizi

(TB/U) dengan status kesehatan dan prestasi akademik siswa kelas 4, 5, dan 6 SD

di Desa Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan

adalah cross sectional study, dengan subjek penelitian berjumlah 76 orang yang

terdiri atas 38 contoh berstatus gizi normal dan 38 contoh berstatus gizi stunting.

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata tinggi badan, status gizi (TB/U),

tinggi badan ibu, pendapatan keluarga, tingkat kecukupan zat gizi (energi dan zat

gizi), dan status kesehatan (frekuensi dan lama sakit) pada contoh dengan status

gizi stunting signifikan lebih rendah dibandingkan dengan contoh normal (p <

0.1). Terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan tingkat

kecukupan energi dan protein; pendapatan keluarga dengan tingkat kecukupan zat

gizi (energi, protein, zat besi, vitamin A, vitamin C, dan seng); besar keluarga

dengan tingkat kecukupan zat gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin C, dan

seng); tinggi badan ibu dan tingkat kecukupan zat gizi (energi dan zat gizi)

dengan status gizi (TB/U); serta status gizi (TB/U) dengan status kesehatan

(frekuensi dan lama sakit). Semakin baik status gizi (TB/U), maka semakin baik

pula status kesehatan (semakin rendah frekuensi dan lama sakit) contoh.

Kata kunci: anak usia sekolah, prestasi akademik, status gizi, dan status

kesehatan.

ABSTRACT

DIMAS BAGUS A.F.A. The Association between Nutritional Status (H/A) and

Health Status and Academic Achievement in School-Aged Children. Supervised

by SITI MADANIJAH.

The aims of this study was to determine the association between nutritional

status (H/A) and health status and also between nutritional status (H/A) and

academic achievement of student in 4th, 5th, and 6th grade in Sukamakmur

Village, Bogor district. The design was a cross sectional study with 76 subjects,

consisting of 38 normal subjects and 38 stunting subjects. The result showed that

average subject’s height; subject’s nutritional status (H/A); mother’s height;

family income; nutritional adequacy level (energy and nutrients); and health status

(frequency and period of illness) in stunting subjects were significantly lower than

normal subjects (p < 0.1). There was a significant correlation between mother’s

education and nutritional adequacy level (energy and protein); family income and

nutritional adequacy level (energy, protein, iron, vitamin A, vitamin C, and zinc);

household size and nutritional adequacy level (energy, protein, vitamin A, vitamin

C, and zinc); mother’s height and nutritional status (H/A) and also nutritional

adequacy level (energy and nutrients) and nutritional status (H/A); and also

nutritional status (H/A) and health status (frequency and period of illness).

Page 6: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

viii

Therefore, subjects with higher nutritional status (H/A) tend to have better health

status (lower frequency and period of illness).

Key words: academic achievement, health status, nutritional status, and school-

age children.

Page 7: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS

KESEHATAN DAN PRESTASI AKADEMIK

ANAK USIA SEKOLAH

DIMAS BAGUS ARIEF FIKRI AZIZ

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 8: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

x

Page 9: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

Judul : Hubungan Status Gizi (TB/U) dengan Status Kesehatan dan

Prestasi Akademik Anak Usia Sekolah

Nama : Dimas Bagus Arief Fikri Aziz

NIM : I14110010

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 10: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

xii

Page 11: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 sampai Februari 2015 ini

adalah stunting, dengan judul Hubungan Status Gizi (TB/U) dengan Status

Kesehatan dan Prestasi Akademik Anak Usia Sekolah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS

selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing dan memberi

saran kepada penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Faisal Anwar, MS, atas

kesediaannya sebagai dosen pemandu seminar dan penguji pada ujian skripsi.

Terima kasih kepada rekan-rekan penelitian, pihak Sekolah SD Sukamakmur 01

dan 02, dan pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan

terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Supangat dan Ibu Asiqatul Alwiyah

selaku orang tua penulis yang telah memberikan doa dan dukungan kepada

penulis selama penyelesaian karya ilmiah ini. Selain itu, ucapan terima kasih

disampaikan kepada teman-teman Departemen Gizi Masyarakat angkatan 48 dan

pihak-pihak yang telah memberikan doa serta dukungan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

Dimas Bagus A.F.A.

Page 12: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti
Page 13: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

Latar Belakang .................................................................................................... 1

Perumusan Masalah ............................................................................................. 2

Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3

Hipotesis...............................................................................................................3

Manfaat Penelitian ............................................................................................... 4

KERANGKA PEMIKIRAN....................................................................................4

METODE PENELITIAN.........................................................................................7

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ............................................................... 7

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh................................................................ 7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...................................................................... 8

Pengolahan dan Analisis Data ............................................................................. 9

Definisi Operasional ......................................................................................... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 11

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................. 11

Karakteristik Contoh ......................................................................................... 13

Status Gizi ......................................................................................................... 15

Karakteristik Keluarga ...................................................................................... 16

Konsumsi Pangan...............................................................................................20

Status Kesehatan.................................................................................................26

Prestasi Akademik..............................................................................................27

Hubungan antar Variabel....................................................................................29

SIMPULAN DAN SARAN...................................................................................32

Simpulan.............................................................................................................32

Saran .................................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

Page 14: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

x

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 9

2 Sebaran contoh berdasarkan usia dan status gizi 13

3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi 14

4 Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan status gizi 14

5 Sebaran contoh berdasarkan status gizi 15

6 Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua dan status gizi 16

7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua dan status gizi 17

8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dan status gizi 18

9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan status gizi 19

10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua dan status gizi 19

11 Sebaran contoh berdasarkan tinggi badan ibu dan status gizi 20

12 Rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh berdasarkan status gizi 21

13 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh 21

14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi 23

15 Rata-rata frekuensi konsumsi pangan contoh 25

16 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit dan status gizi 26

17 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi, lama sakit, dan status gizi 27

18 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik dan status gizi 28

19 Sebaran contoh berdasarkan metode belajar dan status gizi 28

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 6

2 Kerangka pengambilan contoh 8

Page 15: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan kesehatan

merupakan salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia. Faktor gizi

memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan.

Meningkatnya derajat kesehatan akan meningkatkan kualitas SDM menjadi SDM

yang sehat, cerdas, dan produktivitas kerja tinggi.

Indonesia yang merupakan negara berkembang masih menghadapi masalah,

yaitu rendahnya status kesehatan dan gizi masyarakat. Masalah gizi di Indonesia

bukan hanya masalah gizi kurang, namun masalah gizi lebih pun juga melanda

Indonesia. Salah satu masalah gizi kurang yaitu kependekan (stunting). Stunting

merupakan gangguan pertumbuhan linear yang disebabkan oleh masalah gizi

kurang kronis yang terjadi pada anak-anak di negara berkembang. Stunting dapat

menjadi suatu indikasi terjadinya masalah kesehatan masyarakat karena

berhubungan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas. Stunting

(kurang gizi kronis) dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi suatu negara

sebesar 8%. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan produktivitas kerja,

kemampuan kognitif, dan penurunan masa pendidikan (Horton dan Steckel 2013).

Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak

umur 5–12 tahun adalah 30.7 % (12.3 % sangat pendek dan 18.4 % pendek).

Prevalensi sangat pendek terendah di DI Yogyakarta (14.9 %) dan tertinggi di

Papua (34.5%). Persentase anak laki-laki pendek usia 6 tahun sebesar 27.7% dan

perempuan sebesar 25.5% dan angka tersebut semakin meningkat sampai usia 12

tahun sebesar 37.7% (laki-laki) dan 34.9% (perempuan) (Balitbangkes 2013).

Prevalensi anak stunting usia sekolah (6-12 tahun) di Jawa Barat mencapai 34.2%

yang terdiri atas13.9% sangat pendek dan 20.3% pendek (Balitbangkes 2010). Stunting erat kaitannya dengan status sosial ekonomi (Supariasa et al.

2001). Menurut data Riskesdas 2010, prevalensi stunting di daerah pedesaan lebih

tinggi dibanding di perkotaan dengan selisih 8.5%. Hasil kajian Sandjaja et al.

(2013) berdasarkan survei pada 7211 anak 0.5-12 tahun di Indonesia

menunjukkan bahwa prevalensi stunting di wilayah perkotaan sebesar 25.2% dan

39.2% di wilayah pedesaan. Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi

stunting menurut pekerjaan paling tinggi pada petani/nelayan/buruh sebesar 40%.

Tingkat kesejahteraan di Kabupaten Bogor masih tergolong rendah, hal ini dapat

dilihat dari jumlah keluarga miskin yang ada di pedesaan maupun di perkotaan.

Keluarga miskin yang ada di pedesaan sebesar 38,7%, sedangkan dikawasan

perkotaan jumlah keluarga miskin mencapai 28,8%. Jumlah keluarga miskin di

Kabupaten Bogor lebih banyak tinggal di pedesaan yang erat kaitannya dengan

sektor pertanian (Balitbangkes 2010). Menurut Khuwaja et al. (2005), pekerjaan

ayah sebagai petani menjadi faktor risiko stunting anak sekolah dasar di Pakistan.

Terdapat hubungan kuat antara kemiskinan rumah tangga dan pendapatan per

kapita dengan tinggi badan anak sekolah dasar di Afrika Selatan (Tinnaeus dan

Ngidi 2011).

Page 16: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

2

Masalah stunting dapat menghambat perkembangan anak dengan dampak

negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Kerusakan yang

diakibatkan oleh anak pendek tidak dapat dirubah (Horton dan Steckel 2013).

Anak stunting berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama

pendidikan yang menurun, dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa.

Anak-anak stunting menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh

menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat, dan

lebih rentan terhadap penyakit (Horton dan Steckel 2013). Victora et al. (2008)

menyimpulkan dari hasil studi kohort The Maternal and Child Undernutrition

Study Group bahwa ukuran bayi lahir yang kecil dan stunting pada masa anak-

anak berhubungan dengan tinggi badan dewasa yang rendah, penurunan massa

tubuh tanpa lemak, rendahnya masa sekolah, berkurangnya fungsi intelektual,

berkurangnya pendapatan, dan berat bayi lahir yang rendah dari ibu yang stunting

pada masa anak-anak.

Penelitian pada anak usia sekolah yang mengalami stunting menunjukkan

buruknya tes perhatian, memori kerja, belajar, dan kemampuan visuospasial.

Stunting mempengaruhi proses perkembangan kognitif yang sedang berlangsung

pada masa usia sekolah (Kar et al. 2008). Hasil penelitian di Kabupaten

Bengkayang Bidayuh, Kalimantan Barat pada anak sekolah yang berusia 7-8

tahun menunjukan bahwa anak yang stunting berat memiliki skor IQ yang lebih

rendah dibandingkan dengan anak yang mengalami stunting ringan (Webb dan

Block 2005). Hasil penelitian Mukudi (2003) yang meneliti pengaruh status gizi

pada pencapaian skor akademik di sekolah dasar di Kenya menunjukkan bahwa

anak perempuan yang kurang gizi mencapai skor tes yang lebih rendah.

Stunting memiliki konsekuensi negatif jangka panjang pada kesehatan.

Prevalensi stunting yang cukup tinggi banyak ditemui di lingkungan yang

dikarakteristikkan dengan prevalensi penyakit infeksi yang tinggi (de Onis dan

Blossner 2003). Stunting mengurangi daya tahan tubuh sehingga dapat

meningkatkan derajat keparahan penyakit infeksi, misalnya malaria (Verhoef et

al. 2002). Hubungan signifikan antara malaria dan stunting ditemukan dari hasil

penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga et al. 2004). Oleh karena

itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

stunting dengan status kesehatan dan prestasi akademik anak usia sekolah.

Perumusan Masalah

Stunting (kurang gizi kronis) dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi suatu

negara sebesar 8%. Anak stunting berhubungan dengan prestasi pendidikan yang

buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang

dewasa. Anak-anak stunting menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk

tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat

dan lebih rentan terhadap penyakit (Horton dan Steckel 2013). Berdasarkan latar

belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik anak yang stunting dan normal (umur, jenis kelamin,

dan uang saku) dan karakteristik keluarga (umur orang tua, besar keluarga,

pendidikan dan pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita, serta tinggi ibu)?

Page 17: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

3

2. Bagaimana perilaku konsumsi (jenis, frekuensi, dan jumlah) pangan anak

sekolah dasar yang stunting dan normal?

3. Bagaimana perbedaan antara prestasi akademik anak sekolah dasar yang

stunting dengan anak yang normal?

4. Bagaimana hubungan antara status gizi (TB/U) dan prestasi akademik anak

usia sekolah?

5. Apa saja penyakit yang pernah diderita oleh anak sekolah dasar yang stunting

dan normal?

6. Bagaimana perbedaan status kesehatan (lama dan frekuensi) anak sekolah

dasar yang stunting dengan anak yang normal?

7. Bagaimana hubungan antara status gizi (TB/U) dan status kesehatan anak usia

sekolah?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan mengkaji status kesehatan dan prestasi

akademik anak usia sekolah yang stunting dan normal.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi dan membedakan karakteristik anak yang stunting dan

normal (usia, jenis kelamin, dan uang saku) dan karakteristik keluarga (umur

orang tua, besar keluarga, pendidikan dan pekerjaan orang tua, pendapatan per

kapita, serta tinggi badan ibu).

2. Mengidentifikasi dan membedakan perilaku konsumsi (jenis, frekuensi, dan

jumlah) anak sekolah dasar yang stunting dengan anak yang normal.

3. Mengidentifikasi dan membedakan status kesehatan dan prestasi akademik

anak yang stunting dengan anak yang normal.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak (uang saku) dan karakteristik

keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan per kapita, dan besar keluarga)

dengan konsumsi pangan anak.

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga (tinggi badan ibu) dan

konsumsi pangan anak dengan status gizi.

6. Menganalisis hubungan antara status gizi (TB/U) dengan status kesehatan dan

prestasi akademik anak.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan antara karakteristik anak, karakteristik keluarga, perilaku

konsumsi, status kesehatan, dan prestasi akademik anak yang stunting dengan

anak yang normal.

2. Terdapat hubungan antara karakteristik anak (uang saku) dan karakteristik

keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan per kapita, dan besar keluarga)

dengan konsumsi pangan anak.

3. Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga (tinggi badan ibu) dan

konsumsi pangan anak dengan status gizi.

Page 18: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

4

4. Terdapat hubungan antara status gizi (TB/U) dengan status kesehatan dan

prestasi akademik anak.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi

bahwa masalah stunting pada anak sebaiknya menjadi perhatian baik di kalangan

pemerintah sebagai pembuat kebijakan maupun pihak swasta dan masyarakat

terutama orang tua. Gambaran dari penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya

pemberian stimulus yang tepat untuk perkembangan anak, baik pada prestasi

pendidikan dan status kesehatannya. Selain itu, dukungan gizi serta pola asuh

makan yang tepat sangat dibutuhkan oleh anak guna menciptakan pertumbuhan

dan perkembangan yang optimal sehingga terwujudnya sumber daya manusia

yang berkualitas di masa mendatang.

KERANGKA PEMIKIRAN

Anak-anak lebih sering terlihat seperti anak yang hiperaktif dan susah untuk

dikontrol. Penelitian ini menggunakan subjek anak-anak Sekolah Dasar (SD)

karena anak SD masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan khususnya

perkembangan kognitif. Selain itu, anak SD juga terlihat sangat aktif bermain

dengan teman-temannya dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sehingga

dikhawatirkan anak-anak akan lebih sering terkena penyakit, seperti diare.

Perkembangan otak pada anak sangat cepat pada tahap prenatal dan

berlanjut setelah lahir. Pada masa anak-anak, lingkungan juga memiliki pengaruh

yang penting dalam perkembangan dan pertumbuhan sistem saraf pusat.

Kekurangan gizi pada masa kanak-kanak berdampak serius pada perkembangan

otak terutama pada jaringan saraf dan penyimpangan perilaku seperti kesulitan

belajar dan retardasi mental (UNICEF 2001). Kekurangan gizi yang

menggambarkan keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan

berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita adalah status gizi TB/U

(stunting), hal ini memberikan gambaran fungsi pertumbuhan atau tinggi badan

yang dilihat dari keadaan pendek (stunting).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi, khusunya status

gizi TB/U, yaitu karakteristik keluarga dan karakteristik anak. Karakteristik

keluarga meliputi umur orang tua, besar keluarga, pendidikan orang tua,

pendapatan keluarga, dan tinggi badan ibu. Karakteristik orang tua, seperti umur

orang tua terutama ibu berpengaruh kepada kualitas pengasuhan serta pengalaman

dan kematangan ibu dalam pola pengasuhan dan penentuan makan anak. Menurut

Senbanjo et al. (2011), besar keluarga menentukan pemenuhan kebutuhan

makanan. Semakin banyak anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah,

semakin kecil jumlah pangan yang diperoleh anak. Shi et al. (2005) juga

menyatakan bahwa karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh (pendidikan)

memiliki hubungan yang signifikan positif dengan asupan dan tingkat kecukupan

energi. Selain itu, menurut Suharjo (2003), tingkat pendapatan juga akan

Page 19: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

5

mempengaruhi riwayat pemberian ASI pada anak dan kecukupan konsumsi

pangan pada suatu rumah tangga yang akan mempengaruhi asupan dan status gizi

anak. Status gizi anak akan berdampak pada perkembangan anak, khususnya

prestasi akademik.

Prestasi akademik adalah hasil pendidik terhadap proses belajar dan hasil

belajar siswa (Atkinson et al. 2000). Effendi (2012) menyatakan bahwa ada

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi akademik, di antaranya status

gizi, faktor psikologi (minat, bakat, motivasi), faktor sosial, dan pendekatan

belajar (metode dan strategi belajar). Menurut Agustini et al. (2013), selain status

gizi, faktor genetik, dan lingkungan bisa menjadi faktor yang mempengaruhi

prestasi akademik. Namun, faktor lingkungan yang paling banyak berpengaruh

pada prestasi akademik.

Faktor sosial yang mempengaruhi prestasi akademik anak meliputi umur

orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga

yang dimasukkan dalam karakteristik keluarga. Pendapatan per kapita keluarga

menggambarkan tingkat sosial ekonomi keluarga. Kemiskinan akan menyebabkan

keterbatasan keluarga dalam menyediakan berbagai fasilitas bermain sehingga

dapat menyebabkan otak anak kurang mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat

menghambat perkembangannya. Menurut Puspitasari (2008) bahwa semakin

tinggi pendapatan keluarga, maka pola asuh belajar yang diberikan orang tua

semakin baik sehingga prestasi akademik anak semakin baik pula.

Anak-anak stunting menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk

tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat

dan lebih rentan terhadap penyakit (Horton dan Steckel 2013). Kemungkinan hal

yang diteliti adalah riwayat status kesehatan. Anak-anak biasanya aktif bermain

dan berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah. Hal itu membuat anak-anak

menjadi mudah untuk terkena penyakit, misalnya diare. Karakteristik anak yang

terdiri atas usia dan jenis kelamin mempengaruhi kekebalan tubuh anak. Pada

aspek usia, semakin bertambahnya usia anak, daya tahan tubuh anak biasanya

semakin meningkat. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki

biasanya memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat daripada anak perempuan.

Bagan kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

Page 20: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

6

Keterangan:

= Variabel yang diteliti

= Variabel tidak diteliti

= Hubungan antar variabel yang dianalisis

= Hubungan antar variabel yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan status gizi dengan status kesehatan

Riwayat

pemberian

ASI pada anak

Asupan

- TKE & zat gizi

lain

Status Kesehatan

Status Gizi (TB/U)

Karakteristik keluarga:

- Besar keluarga

- Umur orang tua

- Pendidikan orang tua

- Pekerjaan orang tua

- Pendapatan orang tua

Prestasi

Akademik

Karakteristik

anak:

- Jenis kelamin

- Umur

- Urutan Lahir

- Uang Saku

Faktor genetik:

- Tinggi badan ibu

Konsumsi

Pangan:

- Jenis Pangan

- Frekuensi

- Jumlah

Page 21: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

7

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian

dilakukan di SD Sukamakmur 01 dan 02, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten

Bogor yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan cukup banyaknya

kejadian anak sekolah dasar yang stunting di daerah tersebut. Penelitian

berlangsung di bulan Januari-Februari 2015.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Teknik pemilihan SD dilakukan secara purposive. Populasi dalam penelitian

ini adalah anak SD kelas 4, 5, dan 6. Penentuan contoh dilakukan dengan

penerapan kriteria inklusi, yaitu contoh memiliki ibu yang tinggal dalam satu

rumah, tinggal di Desa Sukamakmur, serta ibu dan contoh bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian. Jumlah minimal contoh yang digunakan

berdasarkan perhitungan dari rumus Lemeshow dan David (1997).

n = (Z2

1-α/2 x p x q x N) / (d2 (N-1)+ Z

21-α/2 x p x q)

n = [1.962 x 0.342 x (0.658) x 261] / [0.15

2 x (261-1)+(1.96

2 x 0.342 x 0.658)]

n = 33.60

Keterangan:

n = besar contoh yang akan diteliti

Z21-α/2 = nilai z skor pada 1-α/2 dengan tingkat kepercayaan 95% (1.96)

p = estimasi prevalensi stunting di Jawa Barat, yaitu sebesar 34.2% (Riskesdas 2010)

N = total populasi contoh

d = ketelitian atau presisi, yaitu 15%.

Berdasarkan perhitungan, maka contoh minimal yang dibutuhkan adalah 34

contoh untuk masing-masing kelompok anak stunting dan normal. Untuk

mengantisipasi jika terjadi drop out pada masing-masing kelompok, maka jumlah

minimal contoh ditambah sebanyak 10%. Jadi, jumlah minimal untuk masing-

masing kelompok adalah 38 contoh sehingga total contoh dalam penelitian ini

adalah 76 contoh. Kerangka pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan siswa kelas 4, 5, dan 6

sebagai contoh adalah pada kelas 4, 5, dan 6 anak berada pada tahap kemampuan

komunikasi, penggunaan bahasa dan pengembangan pemikiran logis, sedangkan

pada tahap sebelumnya, yakni kelas 1, 2 dan 3 anak berada pada tahap

pengembangan membaca, menulis dan kemampuan matematik. Berdasarkan hal

tersebut, diharapkan pada tahap kedua yakni ketika berada di kelas 4, 5, dan 6,

siswa telah menguasai tugas perkembangan di tahap pertama sekolah dasar

sehingga memudahkan pelaksanaan penelitian. Selain itu, siswa kelas 4, 5, dan 6

sudah mulai aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan sehingga hal tersebut dapat

dijadikan sebagai acuan yang berkaitan dengan status kesehatan anak.

Page 22: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

8

drop out (n=28) drop out (n=25)

Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

mencakup karakteristik keluarga, karakteristik anak, status gizi anak, status

kesehatan anak/riwayat penyakit anak, dan frekuensi konsumsi pangan anak.

Pengambilan data dilakukan melalui metode pengamatan langsung dan

wawancara menggunakan kuesioner kepada anak dan ibu anak, serta pengukuran

langsung kepada anak-anak. Data sekunder adalah prestasi akademik, data

mengenai kondisi umum geografis, karakteristik demografi, dan sosial ekonomi

masyarakat yang diperoleh dari data sekolah dan kantor desa setempat.

Karakteristik keluarga terdiri atas besar keluarga, umur orang tua,

pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita keluarga, besar

keluarga, dan tinggi badan ibu. Karakteristik anak meliputi usia, jenis kelamin

anak, urutan lahir anak, dan uang saku.

Total populasi kelas 4, 5, 6

N = 261

SD Sukamakmur 01

n = 131

SD Sukamakmur 02

n = 130

Normal

n = 74

Stunting

n = 29

Normal

n = 70

Stunting

n = 35

Pemilihan sampel berdasarkan

kriteria inklusi dan Simple

Randomized Sampling

Normal

n = 19

Kelas 4 = 8

Kelas 5 = 7

Kelas 6 = 4

Stunting

n = 19

Kelas 4 = 6

Kelas 5 = 7

Kelas 6 = 6

Normal

n = 19

Kelas 4 = 5

Kelas 5 = 8

Kelas 6 = 6

Stunting

n = 19

Kelas 4 = 6

Kelas 5 = 9

Kelas 6 = 4

SD Sukamakmur 01 SD Sukamakmur 02

Page 23: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

9

Status kesehatan anak meliputi ada tidaknya penyakit yang dialami anak

dalam satu bulan terakhir, serta lama dan frekuensi sakitnya. Data pola asuh

makan anak meliputi riwayat pemberian ASI pada anak. Sedangkan frekuensi

konsumsi pangan menggambarkan kebiasaan konsumsi pangan yang penting bagi

tumbuh kembang anak, dalam satu bulan terakhir. Data status gizi anak

dikumpulkan menggunakan data antropometri melalui pengukuran tinggi badan.

Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Indikator Cara pengumpulan

data

Primer

Karakteristik

Keluarga

- umur orang tua

- pendidikan orang tua

- pekerjaan orang tua

- pendapatan per kapita

keluarga

Wawancara

dan

Antropometri

- besar keluarga

- tinggi badan ibu

Karakteristik Anak - usia

- jenis kelamin anak

- uang saku

Wawancara

Status Kesehatan

Anak

- jenis penyakit yang dialami

anak dalam satu bulan

terakhir

- lama sakit

- frekuensi sakit

Wawancara

Pola Asuh Makan Riwayat Pemberian ASI pada anak Wawancara

Konsumsi Pangan Food Recall 2x24 jam Wawancara

Kebiasaan konsumsi pangan dalam

satu bulan

Wawancara

Antropometri - TB/U Antropometri

Sekunder

Prestasi Akademik Nilai ujian enam bulan terakhir Data Sekolah

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan Microsoft

Excel 2007 dan Statistical Packages for the Social Sciences (SPSS) versi 16.0 for

windows. Berat badan dan tinggi badan anak dikonversikan ke dalam bentuk nilai

terstandar (z-skor) dengan menggunakan software WHO Anthro plus. Kemudian

dibandingkan menurut indeks TB/U dan IMT/U untuk anak usia 5-19 tahun.

Status gizi berdasarkan indeks TB/U adalah sangat pendek (z-skor < -3 SD),

pendek (-3SD ≤ z-skor < -2SD), normal (z-skor ≥ -2SD). Status gizi berdasarkan

indeks IMT/U adalah sangat kurus (z-skor < -3SD), kurus (-3 SD ≤ z-skor < -2

SD), normal (-2 SD ≤ z-skor < +2 SD), dan gemuk (z-skor ≥ +2 SD) (WHO

Page 24: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

10

2007). Data uang saku per hari dikategorikan menjadi kecil (≤ Rp4 000) dan besar

(> Rp4 000) sesuai dengan rataan dari seluruh contoh.

Karakteristik keluarga meliputi usia orang tua, tinggi badan ibu, besar

keluarga, tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua, serta pendapatan per kapita

keluarga. Usia orang tua dikelompokkan dewasa muda (20-29 tahun), madya (30-

49 tahun), dan lanjut (≥ 50 tahun) (WNPG 2004). Tinggi badan ibu dikategorikan

menjadi < 145 cm dan ≥ 145 cm (ACC/SCN 1992). Besar keluarga

dikelompokkan berdasarkan kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), besar (≥ 8

orang) (BKKBN 1997). Pendidikan dan pekerjaan orang tua dikelompokkan

berdasarkan jenjang pendidikan dan pekerjaan. Pendapatan keluarga

dikelompokkan menjadi miskin (≤ Rp285 076) dan tidak miskin (> Rp285 076)

(BPS 2014).

Asupan energi dan zat gizi diperoleh dari metode food recall 2x24 jam dan

dibandingkan dengan AKG 2013 untuk mendapatkan tingkat kecukupan energi

dan zat gizi. Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan

zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah (Hardinsyah dan Briawan 1994):

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan:

KGij = Penjumlahan energi dan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan

yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan energi dan zat gizi i dari bahan makanan j

BDDj = % bahan makanan j yang dapat dimakan

Tingkat kecukupan merupakan persentase konsumsi aktual anak dengan

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Secara umum tingkat kecukupan

zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994):

TKGi = (Ki/AKGi) x 100% Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan energi dan zat gizi i

AKGi = Kecukupan energi dan zat gizi i yang dianjurkan

Ki = Konsumsi energi dan zat gizi i

Kategori tingkat kecukupan energi dan protein dikelompokkan menjadi

defisit (< 90%), normal (90-119%), dan kelebihan (≥ 120%) (Depkes 2003).

Kategori vitamin dan mineral dikelompokkan menjadi kurang (< 77%) dan cukup

(≥ 77%) (Gibson 2005). Selain itu, frekuensi konsumsi pangan diperoleh dari

metode Food Frequency Questionaires (FFQ) melalui pengisian kuesioner oleh

contoh yang mendapat penjelasan dan bimbingan dalam pengisiannya.

Status kesehatan diperoleh dari data frekuensi dan lama sakit yang

dikategorikan menurut nilai median yang telah dihitung. Kategori tingkat

morbiditas (frekuensi dan lama sakit) dapat dikelompokkan menjadi rendah (≤

nilai median) dan tinggi (> nilai median) (Untoro et al. 2005). Frekuensi sakit

dikategorikan rendah jika ≤ 2x/bulan sedangkan lama sakit ≤ 7 hari. Prestasi

akademik dilihat dari rata-rata nilai ujian mata pelajaran pada semester ganjil

tahun ajaran 2014/2015, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS.

Rata-rata nilai tersebut dikelompokkan ke dalam kategori kurang (< 60), cukup

(60-69), lebih dari cukup (70-79), dan baik (≥ 80) (Depdiknas 2008).

Page 25: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

11

Analisis univariat (deskriptif) dilakukan terhadap semua variabel. Uji beda

dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney untuk data yang tidak tersebar

normal sedangkan uji T-test untuk data yang tersebar normal. Analisis bivariat,

yaitu menganalisis keberadaan hubungan yang dilakukan dengan uji korelasi.

Data yang tersebar normal menggunakan uji hubungan Pearson, sedangkan data

yang tidak tersebar normal menggunakan uji hubungan Spearman.

Definisi Operasional

Anak Usia Sekolah adalah anak berusia 6-12 tahun. Contoh dalam penelitian

berada pada kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar.

Keluarga adalah unit terkecil dalam sosial masyarakat yang terikat oleh

hubungan pernikahan serta hubungan darah atau adopsi, terdiri atas ayah,

ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu atap.

Pekerjaan Orang Tua adalah pekerjaan utama orang tua (ayah dan ibu) yang

memberikan penghasilan bagi keluarga.

Tingkat Pendidikan Orang Tua adalah pendidikan formal terakhir yang pernah

diikuti ayah atau ibu contoh, yang ditandai dengan surat tanda tamat

belajar/ijazah, tanpa memperhitungkan lama tinggal kelas. Pendidikan orang

tua dikategorikan menjadi Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan

Perguruan Tinggi.

Tingkat Pendapatan Keluarga adalah penghasilan per bulan yang diperoleh dari

pendapatan utama dan tambahan orang tua.

Besar Keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri atas keluarga kecil

(<4 orang), sedang (5-7 orang) dan besar (>8 orang).

Status Kesehatan Anak adalah ada atau tidaknya penyakit infeksi yang diderita

oleh anak dalam satu bulan terakhir serta lama dan frekuensi sakitnya.

Pola Asuh Makan Anak adalah kemampuan orang tua (pengasuh) dalam

pemberian ASI pada anak.

Frekuensi Konsumsi Pangan adalah kebiasaan konsumsi masing-masing jenis

pangan sumber protein hewan dalam satu bulan terakhir.

Prestasi Akademik adalah gambaran mengenai penguasaan anak terhadap materi

pelajaran di sekolah. Prestasi akademik diukur melalui rata-rata nilai ujian

enam bulan terakhir dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika,

IPA, dan IPS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Sukamakmur merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan

Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan sebagai ibu kota

Kecamatan Sukamakmur. Desa Sukamakmur di sebelah utara berbatasan dengan

dengan Desa Sukajaya, Kecamatan Jonggol, di sebelah timur Desa Sukamakmur

berbatasan dengan Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur, di sebelah selatan

Page 26: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

12

Desa Sukamakmur berbatasan dengan Kecamatan Cisarua dan Kecamatan

Megamendung sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibadak dan

Desa Pabuaran. Jarak tempuh dari desa Sukamakmur ke pusat fasilitas terdekat

adalah ± 12 Km, jarak ke kantor kecamatan adalah ± 0.5 Km, jarak ke ibu kota

kabupaten ± 31 Km, sedangkan jarak ke ibu kota propinsi ± 120 Km, dan jarak ke

ibu kota negara ± 64 Km.

Luas wilayah Desa Sukamakmur adalah ± 1 643.61 ha2. Wilayah Desa

Sukamakmur terdiri atas perumahan/pemukiman dan pekarangan, persawahan,

ladang/ hutan, perkebunan rakyat, kehutanan, kolam/tambak, sungai, pasar,

lapangan olah raga, perbukitan, tempat pemakanan umum, dan lain-lain. Desa

Sukamakmur terbagi menjadi 4 dusun yang terdiri atas 8 RW (Rukun Warga) dan

18 RT (Rukun Tetangga). Struktur organisasi dan tata kerja pemerintahan desa

terdiri atas pemerintahan Desa Sukamakmur, lembaga-lembaga kemasyarakatan,

dan kependudukan. Pemerintahan Desa Sukamakmur terdiri atas kepala desa,

sekertaris desa, kepala dusun, P3N, dan anggota BPD. Sedangkan lembaga

kemasyarakatannya ada anggota LPM, TP PKK, LINMAS, ketua RT dan RW.

Data kependudukan sampai dengan akhir bulan Maret 2014 meliputi jumlah

penduduk di Desa Sukamakmur adalah 6 458 orang yang terdiri atas penduduk

laki-laki sebanyak 3 223 dan penduduk perempuan sebanyak 3 235. Kepala

Keluarga di desa ini berjumlah 2 029 kepala keluarga. Sebagian besar penduduk

desa Sukamakmur beragama islam dan hanya beberapa orang yang beragama

khatolik. Mata pencaharian penduduk Desa Sukamakmur umumnya adalah petani

baik petani padi, kopi, pisang, cengkeh, palawija, petani serabutan, dan petani

perikanan. Selain petani, mata pencaharian lain di Desa Sukamakmur antara lain

pedagang seperti pedagang sembako, nasi, kelontong, alat bangunan, dan lain-

lain. Kemudian, ada peternak di antaranya peternak sapi, kambing, dan ikan.

Selain itu, pekerjaan lainnya adalah wiraswasta, pengrajin, tukang bagunan,

penjahit, tukang ojek, sopir, bengkel, dan buruh pabrik. Data pemerintahan Desa

Sukamakmur tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk berdasarkan

pendidikan yang ditamatkan yaitu sebanyak 670 orang tidak tamat SD, 563 orang

tamat SD, 502 orang tamat SMP, 405 orang tamat SMA, 3 orang tamat akademi, 9

orang sarjana muda, dan 7 orang tamat perguruan tinggi. Data tersebut

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Desa Sukamakmur cukup rendah.

Beberapa sarana telah ada di Desa Sukamakmur, di antaranya sarana

pemerintahan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana

umum, dan fasilitas perekonomian/perdagangan. Sarana kesehatan yang ada di

Desa Sukamakmur adalah puskesmas sebanyak 1 buah, posyandu 6 buah, tenaga

bidan 1 orang, bidan desa 1 orang, dan 3 dokter termasuk di antaranya dokter

puskesmas dan dokter gigi. Puskesmas yang terdekat merupakan UPT Puskesmas

kecamatan Sukamakmur. Jumlah posyandu di Desa Sukamakmur adalah 6 buah

posyandu yang terdiri atas posyandu Mawar 1 sampai dengan Mawar 6.

Posyandu ini terlaksana berkat bantuan para kader yang berjumlah sekitar 34

orang dan 1 orang bidan desa. Sarana pendidikan di Desa Sukamakmur terdiri atas

3 TK/ PAUD, 5 SD/ MI, 5 Madrasah Diniah, 2 SLTP/ MTS, dan 8 Pondok

Pesantren. Sarana pemerintahan terdiri atas 1 unit gedung kantor desa, 1 unit

gedung kantor BPD, 5 Pos Kamling, dan 1 Pos Kamdes. Fasilitas perekonomian

di Desa Sukamakmur terdiri atas pasar desa, terminal bayangan, toko, kios pupuk,

toko material, warung/kios, dan sebagainya.

Page 27: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

13

Menurut data kesehatan Desa Sukamakmur tahun 2013, cakupan

pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di Desa Sukamakmur adalah K/S

(58.8%), D/S (58.1%), N/S (52.6%) dan N/D (94.4%). Artinya banyaknya bayi

yang datang ke posyandu dan ditimbang serta tingkat partisipasi kegiatan

posyandu masih rendah. Berdasarkan data BPB (Bulan Penimbangan Balita)

tahun 2013 diketahui balita gizi sangat kurang sebesar 1.3%, balita gizi kurang

sebesar 5.7%, gizi normal 90.7%, dan gizi lebih sebesar 2.3%.

Masalah kesehatan lain di Desa Sukamakmur adalah masalah kesehatan

lingkungan, terutama dalam rumah sehat, sarana air bersih (SAB), jamban

keluarga (JAGA), dan saluran pembuangan air limbah (SPAL). Berdasarkan data

tahun 2013, cakupan rumah sehat hanya mencapai 18%, saluran air besih sebesar

80%, jamban keluarga sebesar 25%, dan saluran pembuangan air limbah sebesar

18%. Artinya, di Desa Sukamakmur masih perlu adanya sosialisasi terkait dengan

kesehatan lingkungan terutama lingkungan keluarga.

Karakteristik Contoh

Subjek dalam penelitian ini adalah anak SD kelas 4, 5, dan 6. Karakteristik

contoh yang diamati dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan uang

saku. Subjek yang diamati sebanyak 76 orang yang berasal dari dua sekolah yang

berbeda, yaitu SD Sukamakmur 01 dan SD Sukamakmur 02.

Usia

Rata-rata usia baik pada contoh stunting dan normal adalah 11 tahun.

Proporsi usia 12-14 tahun pada contoh stunting (42%) lebih banyak daripada

contoh normal (31%). Hasil menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan

prevalensi stunting akan semakin meningkat sejalan dengan peningkatan usia,

walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar usia kedua kelompok

contoh (p > 0.1) (Tabel 3). Hasil ini sejalan dengan penelitian Arifin (2015)

bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar usia kelompok stunting dan

normal. Akan tetapi, hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Yasmin et al.

(2014) dan Friedman et al. (2005) bahwa peningkatan prevalensi kejadian

stunting berbanding lurus dengan peningkatan usia. Hasil analisis Yasmin et al.

(2014) menunjukkan bahwa semakin bertambah usia, maka rata-rata nilai z-skor

TB/U akan semakin menjauh dari nilai mediannya. Sebaran usia contoh dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan usia dan status gizi

Karakteristik Stunting Normal Total p-value

1)

n % n % n %

8-9 tahun 1 2.6 4 10.5 5 6.6

0.140 10-12 tahun 28 73.7 30 79.0 58 76.3

13-14 tahun 9 23.7 4 10.5 13 17.1

Total 38 100 38 100 76 100

Median (Min, Max) 11 (9,14) 11 (8,14) 11 (8,14) 1)

uji Mann-Whitney

Page 28: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

14

Usia pada contoh stunting lebih dewasa dibandingkan dengan contoh

normal. Hal ini dapat menunjukkan bahwa terdapat contoh stunting yang

mengalami keterlambatan usia masuk sekolah dan tidak naik kelas. Hal tersebut

sesuai dengan analisis Daniels dan Adair (2004) bahwa anak stunting

berhubungan dengan keterlambatan usia masuk sekolah, tidak naik kelas, prestasi

belajar rendah, dan drop out.

Jenis Kelamin

Presentase jumlah anak perempuan dan laki-laki pada analisis ini hampir

sama, yaitu perempuan sebesar 48.7% dan laki-laki sebesar 51.3%. Proporsi

perempuan pada contoh normal (47.4%) lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki

(52.6%). Berbeda dengan contoh stunting, proporsi perempuan dan laki-laki sama

besar, yaitu 50%. Sebaran jenis kelamin contoh dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi

Karakteristik Stunting Normal Total p-value

1)

n % n % n %

Laki-laki 19 50 20 52.6 39 51.3 0.818

Perempuan 19 50 18 47.4 37 48.7

Total 38 100 38 100 76 100 1)

uji chi-square

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antar jenis kelamin kedua kelompok (p > 0.1). Hal ini sejalan dengan hasil analisis

Arifin (2015) dan Dekker et al. (2010) bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara stunting dengan jenis kelamin anak. Namun, berbeda dengan

Yasmin et al. (2014) dan El Hioui et al. (2011) di mana prevalensi stunting lebih

tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dan memiliki perbedaan

yang signifikan.

Uang Saku

Uang saku merupakan uang yang diterima siswa setiap hari saat masuk

sekolah dari orang tua sebagai pegangan untuk jajan di sekolah. Rata-rata uang

saku pada contoh stunting sebesar Rp3 000 lebih kecil dibandingkan contoh

normal, yaitu sebesar Rp4 000. Uang saku contoh dibagi menjadi dua kategori,

yaitu kecil (≤ Rp4 000) dan besar (> Rp4 000). Pengkategorian uang saku contoh

dibuat berdasarkan rataan dari seluruh contoh. Sebaran uang saku contoh dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total p-value

1)

n % n % n %

Kecil (≤ Rp4 000) 26 68.4 21 55.3 47 61.8 0.228

Besar (> Rp4 000) 12 31.6 17 44.7 29 38.2

Total 38 100 38 100 76 100

Median (Min, Max) 3 000 (2

000, 10 000)

4 000 (2

000, 10 000)

3 000 (2

000, 10 000)

1) uji Mann-Whitney

Page 29: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

15

Proporsi uang saku pada contoh stunting yang termasuk ke dalam kategori

kecil (68.4%) lebih besar dibandingkan dengan contoh normal (55.3%). Hasil

analisis menunjukkan bahwa hasil uji beda Mann-Whitney tidak menunjukkan

adanya perbedaan yang signifikan pada uang saku antar kedua kelompok (p >

0.1). Namun, terdapat kecenderungan bahwa pada contoh stunting memiliki uang

saku yang lebih kecil daripada contoh normal. Hal tersebut diperkuat oleh

kenyataan sebagian besar rata-rata pendapatan keluarga pada contoh stunting

termasuk ke dalam kategori miskin (65.8%). Hasil ini sejalan dengan penelitian

Arifin (2015) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antara dua kelompok dengan uang saku.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat gizi (Almatsier 2006). Penilaian status gizi secara antropometri

dapat menggunakan tiga indikator status gizi, yaitu berat badan menurut umur

(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB). Stunting dapat dinyatakan dengan nilai z-skor tinggi badan

menurut umur (TB/U) kurang dari -2 SD berdasarkan ketentuan yang telah

ditetapkan WHO (2007). Sebaran kategori status gizi contoh dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan status gizi

Kategori Stunting Normal Total p-value

n % n % n %

Tinggi badan (cm) 0.000

1)

Rata-rata±SD 131.1±7.1 138.4±9.9 134.7±9.3

TB/U 0.000

2)

Median (Min, Max) -2.0 (-3,-2) -1.0 (-1,1) -1.5 (-3,1)

IMT/U

Sangat kurus 1 2.6 0 0 1 1.3

0.9132)

Kurus 2 5.3 1 2.6 3 4.0

Normal 35 92.1 37 97.4 72 94.7

Total 38 100 38 100 76 100

Median (Min, Max) 0.0 (-3.0,0.0) 0.0 (-2.0,1.0) 0.0 (-3.0,1.0) 1)

uji t; 2)

uji Mann-Whitney

Tabel 5 menunjukkan bahwa contoh stunting memiliki rata-rata tinggi badan

sebesar 131.1±7.1 cm adalah signifikan lebih rendah 7 (tujuh) cm dari rata-rata

tinggi badan contoh normal sebesar 138.4±9.9 cm (p < 0.1). Selain itu, rata-rata

nilai z-skor TB/U contoh stunting (-2.0 SD) signifikan lebih rendah daripada

contoh normal (-1.0 SD) (p < 0.1). Arifin (2015) menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara rata-rata tinggi badan contoh stunting dan

contoh normal serta terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai z-

skor TB/U contoh stunting dan contoh normal pada anak usia 10-13 tahun. Hasil

yang serupa diperoleh Yasmin et al. (2014) yang menunjukkan bahwa rata-rata

tinggi badan dan nilai z-skor TB/U contoh stunting signifikan lebih rendah

Page 30: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

16

daripada contoh normal pada anak usia 6-12 tahun di delapan provinsi di

Indonesia, yaitu Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat,

Jawa Barat, Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Bali.

Pada indeks IMT/U, terdapat contoh stunting yang termasuk dalam kategori

sangat kurus sebesar 2.6% dan kurus sebesar 5.3%. Berbeda dengan contoh

normal, hanya sebesar 2.6% yang termasuk dalam kategori kurus dan sisanya

masuk dalam kategori normal (97.4%). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai z-

skor IMT/U contoh stunting tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p > 0.1)

dengan contoh normal. Hasil ini sejalan dengan Jinabhai et al. (2003) yang

menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara stunting dengan overweight

pada anak usia 8-11 tahun di Afrika Selatan. Namun, berbeda halnya dengan

Arifin (2015) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

antara status gizi IMT/U dengan stunting. Hal ini diduga karena sebagian besar

contoh stunting memiliki tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang masih

tergolong defisit sehingga tidak akan menyebabkan contoh menjadi overweight.

Karakteristik Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Karakteristik keluarga yang

diamati dalam penelitian ini adalah usia orang tua, pendidikan orang tua,

pekerjaan orang tua, besar keluarga, pendapatan per kapita, dan tinggi badan ibu.

Usia Orang Tua

Rata-rata usia ayah dan ibu keseluruhan contoh adalah 45 tahun dan 37

tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa usia ayah dan ibu pada contoh stunting

dan normal tidak terdapat perbedaan (p > 0.1). Usia orang tua dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu dewasa muda (20-29 tahun), madya (30-49 tahun), dan lanjut

(≥ 50 tahun). Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua dan status gizi dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total p-value

n % n % n %

Usia ayah

0.1461)

Dewasa muda 2 5.3 1 2.6 3 4.0

Dewasa madya 23 60.5 30 79.0 53 69.7

Dewasa lanjut 13 34.2 7 18.4 20 26.3

Median (Min,

Max)

45.5(25,70) 41.5 (27,70) 45 (25,70)

Usia ibu

0.6342)

Dewasa muda 6 15.8 6 15.8 12 15.8

Dewasa madya 29 76.3 31 81.6 60 78.9

Dewasa lanjut 3 7.9 1 2.6 4 5.3

Rata-rata±SD 36.9±8.0 36.2±6.3 36.6±7.2

Total 38 100 38 100 76 100 1)

uji Mann-Whitney; 2)

uji t

Page 31: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

17

Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata usia orang tua pada contoh stunting

lebih tua daripada contoh normal. Proporsi usia ayah pada contoh stunting yang

termasuk dalam kategori dewasa lanjut (34.2%) hampir 2 kali lipat lebih besar

daripada contoh normal (18.4%), walaupun hasil analisis uji Mann-Whitney tidak

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar dua kelompok tersebut (p >

0.1). Begitu pula dengan usia ibu pada contoh stunting yang termasuk dalam

kategori dewasa lanjut (7.9%) lebih besar daripada contoh normal (2.6%),

walaupun hasil analisis uji T-test tidak menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan antar dua kelompok tersebut (p > 0.1).

Hasil analisis ini sejalan dengan Arifin (2015) dan Yasmin et al. (2014)

bahwa usia orang tua pada kelompok contoh stunting dan normal tidak memiliki

perbedaan yang signifikan. Dekker et al. (2010) juga menyatakan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan stunting pada anak usia sekolah

di Kolombia.

Tingkat Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu karakteristik penting

yang dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi keluarga contoh. Tingkat

pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola asuh anak. Pendidikan ayah dan

ibu pada contoh stunting maksimal berada pada jenjang SMA, sementara

pendidikan ayah dan ibu pada contoh normal maksimal berada pada jenjang

perguruan tinggi. Sebaran tingkat pendidikan orang tua dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total p-value

1)

n % n % n %

Ayah

0.867

Tidak sekolah 6 15.8 8 21.1 14 18.4

SD 23 60.5 23 60.5 46 60.5

SMP 7 18.4 3 7.9 10 13.2

SMA 2 5.3 3 7.9 5 6.6

PT 0 0 1 2.6 1 1.3

Ibu

0.716

Tidak sekolah 4 10.5 7 18.4 11 14.5

SD 29 76.3 23 60.5 52 68.4

SMP 5 13.2 5 13.2 10 13.2

SMA 0 0 1 2.6 1 1.3

PT 0 0 2 5.3 2 2.6

Total 38 100 38 100 76 100 1)

uji Mann-Whitney

Tabel 7 menunjukkan bahwa proporsi ayah (21.1%) dan ibu (18.4%) pada

contoh normal yang tidak bersekolah lebih banyak daripada contoh stunting.

Selain itu, proporsi antara ayah dan ibu pada kedua kelompok yang berpendidikan

hanya sampai SD sama besar yaitu 60.5%, kecuali proporsi ibu pada contoh

stunting sebesar 76.3%. Hasil analisis uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar tingkat pendidikan orang tua kedua

kelompok (p > 0.1). Hasil ini berbeda dengan kajian dari Arifin (2015) dan

Page 32: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

18

Yasmin et al. (2014) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan ayah dan ibu

pada contoh stunting signifikan lebih rendah daripada contoh normal. Senbanjo et

al. (2011) juga mengatakan bahwa prevalensi stunting signifikan lebih tinggi pada

anak yang orang tuanya berpendidikan rendah.

Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi pendapatan keluarga yang akan

berpengaruh terhadap konsumsi pangan anak. Pekerjaan ayah dan ibu tersebar di

berbagai bidang, yaitu tidak bekerja, buruh tani/petani, jasa (tukang ojek, tukang

cukur, tukang jahit, dsb), PNS/TNI, pegawai swasta, pedagang/wiraswasta, dan

lainnya (buruh bangunan). Sebagian besar pekerjaan ayah kedua kelompok

bekerja sebagai buruh tani/petani dengan proporsi sebesar 63.2% pada contoh

stunting dan 52.6% pada contoh normal. Lain halnya dengan ayah, sebagian besar

ibu dari kedua kelompok lebih memilih tidak bekerja atau lebih memilih menjadi

ibu rumah tangga saja dengan proporsi yang sama besar, yaitu 57.9%. Proporsi

ibu yang lebih banyak memilih tidak bekerja juga ditemui oleh Arifin (2015) dan

Yasmin et al. (2014). Proporsi ayah pada contoh stunting yang tidak bekerja

sebesar 10.5%, sedangkan pada contoh normal tidak terdapat ayah yang tidak

bekerja (0%). Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dan status gizi

dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total

n % n % n %

Ayah

Tidak bekerja 4 10.5 0 0 4 5.3

Buruh tani/petani 24 63.2 20 52.6 44 57.9

Jasa 0 0 2 5.3 2 2.6

PNS/TNI 0 0 1 2.6 1 1.3

Karyawan 2 5.3 2 5.3 4 5.3

Pedagang/wiraswasta 8 21.0 9 23.7 17 22.3

Lainnya 0 0 4 10.5 4 5.3

Ibu

Tidak bekerja 22 57.9 22 57.9 44 57.9

Buruh tani/petani 10 26.3 9 23.7 19 25.0

Jasa 1 2.6 1 2.6 2 2.6

PNS/TNI 0 0 2 5.3 2 2.6

Karyawan 0 0 0 0 0 0

Pedagang/wiraswasta 5 13.2 4 10.5 9 11.9

Lainnya 0 0 0 0 0 0

Total 38 100 38 100 76 100

Hasil juga menunjukkan bahwa tingkat pekerjaan ayah cenderung lebih

tinggi dibandingkan dengan tingkat pekerjaan ibu. Hal tersebut diduga karena

proporsi pendidikan ibu pada jenjang ≤ SMP (96.1%) lebih banyak dibandingkan

ayah (92.1%). Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan ibu lebih rendah daripada

pendidikan ayah.

Page 33: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

19

Besar Keluarga

Besar kelurga menggambarkan jumlah keseluruhan anggota keluarga yang

tinggal dalam satu rumah dan tercatat dalam kartu keluarga. Besar keluarga

dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga

sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). Sebaran besar keluarga contoh

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total p-value

1)

n % n % n %

Kecil 11 29.0 16 42.1 27 35.5

0.232 Sedang 19 50.0 16 42.1 35 46.1

Besar 8 21.0 6 15.8 14 18.4

Total 38 100 38 100 76 100

Median (Min, Max) 6 (3,12) 5 (4,12) 5 (3,12) 1)

uji Mann-Whitney

Tabel 9 menunjukkan bahwa proporsi keluarga besar pada contoh stunting

(21.0%) lebih besar dibandingkan dengan contoh normal (15.8%). Selain itu,

proporsi keluarga kecil pada contoh stunting (29.0%) lebih kecil daripada contoh

normal. Hal ini menggambarkan bahwa prevalensi stunting cenderung terdapat

pada keluarga yang berjumlah lebih dari 4 orang, walaupun hasil uji Mann-

Whitney tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar besar keluarga kedua

kelompok (p > 0.1). Hasil ini sejalan dengan Arifin (2015) bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antar besar keluarga kedua kelompok contoh. Namun,

berbeda dengan Yasmin et al. (2014) yang menyatakan bahwa rata-rata besar

keluarga contoh sunting signifikan lebih besar daripada contoh normal. Begitu

pula dengan hasil analisis Senbanjo et al. (2010) bahwa prevalensi stunting

signifikan lebih tinggi pada keluarga yang jumlah anggotanya banyak.

Pendapatan per Kapita

Pendapatan orang tua merupakan penghasilan yang didapatkan orang tua per

bulan untuk menghidupi kebutuhan keluarga. Pendapatan orang tua yang didapat

selama sebulan dikonversi menjadi pendapatan per kapita per bulan. Pendapatan

orang tua dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu miskin (≤ Rp285 076) dan

tidak miskin (> Rp285 076). Sebaran pendapatan orang tua contoh dapat dilihat

pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total p-

value1)

n % n % n %

Miskin 25 65.8 18 47.4 43 56.6

0.075 Tidak

miskin

13 34.2 20 52.6 33 43.4

Total 38 100 38 100 76 100

Median

(Min, Max)

225 000 (71 429,

1 666 667)

300 000 (100

000, 1 500 000)

250 000 (71 429,

1 666 667)

1) uji Mann-Whitney

Page 34: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

20

Tabel 10 menunjukkan bahwa proporsi keluarga yang tergolong miskin

pada kelompok stunting (65.8%) signifikan lebih besar dibandingkan pada contoh

normal (47.4%) (p < 0.1). Hal ini dapat mengindikasikan bahwa prevalensi

stunting tertinggi pada keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Arifin (2015) bahwa rata-rata pendapatan keluarga pada

contoh stunting signifikan lebih rendah daripada contoh normal. Semba et al.

(2008) juga menemukan bahwa pendapatan yang rendah mengakibatkan keluarga

tidak dapat mengakses makanan yang dapat memenuhi kebutuhan anak.

Tinggi Badan Ibu

Tinggi badan ibu merupakan salah satu faktor penting yang diketahui

memiliki hubungan dengan status gizi TB/U anak. Terdapat teori bahwa ibu yang

tergolong stunting akan cenderung untuk melahirkan bayi dengan berat lahir

rendah. Anak yang lahir dengan berat badan rendah cenderung mengalami

gangguan pertumbuhan selama masa kanak-kanak. Perempuan dengan tinggi

badan kurang dari 145 cm dapat dikatakan mengalami stunting (ACC/SCN 1992).

Secara keseluruhan, terdapat 13.2% ibu yang tergolong pendek (TB < 145 cm).

Rata-rata tinggi badan ibu pada contoh stunting (149.8±4.9 cm) signifikan lebih

rendah 2 cm dari contoh normal (151.9±5.2 cm) (p < 0.1).

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan tinggi badan ibu dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total p-value

1)

n % n % n %

< 145 cm 7 18.4 3 7.9 10 13.2 0.025

≥ 145 cm 31 81.6 35 92.1 66 86.8

Total 38 100 38 100 76 100

Rata-rata±SD 149.8±4.9 151.9±5.2 150.8±5.1 1)

uji Mann-Whitney

Tabel 11 menunjukkan bahwa proporsi ibu dengan tinggi badan < 145 cm

pada contoh stunting signifikan lebih tinggi dibandingkan contoh normal. Hal ini

mengindikasikan bahwa kejadian stunting dapat ditemui pada ibu dengan tinggi

badan < 145 cm. Hasil analisis ini sesuai dengan Yasmin et al. (2014) yang

menunjukkan bahwa rata-rata tinggi badan ibu contoh stunting signifikan lebih

rendah 1 cm daripada contoh normal. Dekker et al. (2010) dan Rona et al. (2003)

juga membuktikan bahwa prevalensi anak stunting signifikan lebih tinggi pada ibu

yang pendek.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor langsung yang mempengaruhi

status gizi contoh. Pada penelitian ini, konsumsi pangan yang dianalisis dari segi

kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas konsumsi pangan dilihat dari rata-rata asupan

serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi, sedangkan kualitas konsumsi pangan

dilihat dari skor Food Frequency Questionaires (FFQ).

Page 35: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

21

Kuantitas Konsumsi Pangan

Keseluruhan rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh stunting lebih

rendah daripada contoh normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antar asupan energi dan zat gizi kedua kelompok (p <

0.1). Sebaran asupan energi dan zat gizi contoh berdasarkan status gizi dapat

dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh berdasarkan status gizi

Energi dan zat gizi Asupan

p-value Stunting Normal

Energi (kkal/hari) 1 216±168 1 633±265 0.0001)

Protein (g/hari) 30.6±5.9 41.1±6.6 0.0001)

Kalsium (mg/hari) 207.0 (56.0, 688.0) 384.3±152.2 0.0002)

Fosfor (mg/hari) 272.5 (127.0, 871.0) 535.84±186.3 0.0002)

Zat Besi (mg/hari) 8.2±2.4 10.5 (5.0, 14.0) 0.0002)

Vit A (RE/hari) 1 558.0±607.5 2 229.1±561.9 0.0001)

Vit C (mg/hari) 6.5 (0.0, 38.0) 14.0 (3.0, 31.0) 0.0002)

Zn (mg/hari) 3.0 (1.0, 7.0) 4.0 (2.0, 7.0) 0.0002)

1)

uji t; 2)

uji Mann-Whitney

Tabel 13 menunjukkan rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi.

Secara keseluruhan, rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh

stunting signifikan lebih rendah daripada contoh normal (p < 0.1). Hal ini sejalan

dengan penelitian Arifin (2015) dan Yasmin et al. (2014) yang menyatakan bahwa

rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada contoh stunting

signifikan lebih rendah dibandingkan contoh normal.

Tabel 13 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh berdasarkan

status gizi

Energi dan

zat gizi

Tingkat kecukupan (%) p-value

Stunting Normal Rata-rata

Energi 76.5±7.5 91.0 (66.0, 103) 82.5±10.5 0.0001)

Protein 67.5 (50.0, 108.0) 80.2±12.9 74.1±14.2 0.0001)

Kalsium 16.5 (4.0, 57.0) 31.8±12.8 25.2±13.9 0.0001)

Fosfor 22.5 (13.0, 72.0) 42.5 (18.0, 109.0) 32.5 (13.0, 19.0) 0.0001)

Zat Besi 47.0 (26.0, 95.0) 66.1±19.9 57.9±19.6 0.0001)

Vit A 260.3±100.8 373.2±94.7 316.8±112.5 0.0002)

Vit C 12.0 (0.0, 77.0) 26.0 (7.0, 62.0) 21 (0.0, 77.0) 0.0001)

Zn 21.0 (12.0, 46.0) 34.5±8.5 29.2±9.8 0.0001)

1) uji Mann-Whitney;

2) uji t

Rata-rata tingkat kecukupan energi pada contoh stunting sebesar 76.5%

yang berarti termasuk kategori defisit sedang, sedangkan rata-rata tingkat

kecukupan energi pada contoh normal masuk dalam kategori normal (91.0%).

Berbeda halnya dengan tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan protein

pada contoh stunting masuk dalam kategori defisit berat (67.5%), sedangkan

tingkat kecukupan pada contoh normal masuk dalam kategori defisit ringan

(80.2%). Hal ini didukung dengan hasil analisis bahwa konsumsi lauk hewani

Page 36: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

22

sebagai pangan sumber protein hewani signifikan lebih tinggi (p < 0.1) pada

contoh normal dibandingkan contoh stunting.

Rata-rata tingkat kecukupan vitamin dan mineral kedua kelompok masih

tergolong defisit (< 77%) bahkan nilainya masih banyak yang kurang dari 50%,

kecuali vitamin A pada kedua kelompok dan zat besi pada contoh normal. Rata-

rata tingkat kecukupan vitamin A tergolong cukup (≥ 77%) bahkan nilainya

melebihi dari 100%. Hal tersebut diduga karena kedua kelompok mengonsumsi

sayuran sebagai pangan sumber vitamin A, meliputi bayam, kangkung, dan wortel

dengan frekuensi hampir 2 kali/hari. Selain itu, asupan vitamin A pada contoh

juga banyak bersumber dari minyak kelapa sawit disebabkan kedua kelompok

sering mengonsumsi pangan dan jajanan gorengan (tahu goreng, tempe goreng,

dan bakwan) sebanyak 1 kali/hari.

Tabel 14 menunjukkan bahwa proporsi contoh stunting dengan tingkat

kecukupan energinya tergolong normal (5.3%) 10 kali lebih kecil daripada contoh

normal (57.9%). Begitu pula dengan tingkat kecukupan protein. Proporsi contoh

stunting dengan tingkat kecukupan proteinnya tergolong normal (7.9%) 3 kali

lebih kecil daripada contoh normal (23.7%). Sebagian dari contoh stunting

(55.3%) tingkat kecukupan proteinnya tergolong defisit berat. Tingkat kecukupan

vitamin dan mineral hampir keseluruhan dari kedua kelompok tergolong kurang,

kecuali tingkat kecukupan vitamin A. Pada tingkat kecukupan seng, seluruh

contoh pada kedua kelompok tergolong kurang (< 77%). Hal ini diduga

underestimate karena belum semua jenis pangan diketahui kandungan seng

sehingga perhitungan asupan dan tingkat kecukupan seng hanya berdasarkan

pangan yang dikonsumsi contoh yang telah diketahui nilai kandungan seng. Hal

ini ditemukan pula oleh Yasmin et al. (2014).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua kelompok contoh mengalami

defisiensi multi zat gizi mikro, yaitu defisiensi zat besi, kalsium, dan fosfor.

Defisiensi zat besi dan kalsium pada kedua kelompok terjadi diduga karena

sayuran yang sering dikonsumsi mengandung fitat dan serat yang dapat

menurunkan bioavailabilitas mineral, khususnya zat besi dan kalsium. Selain itu,

contoh stunting juga signifikan lebih sedikit mengonsumsi lauk hewani yang

diketahui merupakan pangan sumber zat besi heme dengan bioavailabilitas yang

lebih tinggi (p < 0.1). Hal itulah yang menyebabkan proporsi contoh stunting

dengan tingkat kecukupan besinya tergolong cukup (5.3%) hampir 7 kali lebih

sedikit dibandingkan dengan contoh normal (34.2%). Tidak hanya itu saja. Hal ini

terjadi diduga karena kedua kelompok contoh sering mengonsumsi teh kemasan 1

kali/hari yang mengandung tanin yang diduga dapat mengganggu penyerapan zat

besi dan kalsium. Hurrel et al. (1999) menyatakan bahwa penyerapan zat besi dan

kalsium dapat terganggu karena konsumsi teh yang mengandung tanin dalam

jumlah yang cukup sering.

Tingkat kecukupan fosfor pada seluruh contoh stunting tergolong kurang

(100%), sedangkan pada contoh normal terdapat 7.9% yang tergolong cukup. Hal

ini diduga karena contoh normal lebih banyak mengonsumsi lauk hewani, seperti

ikan tongkol, ikan mas, dan hati sapi yang merupakan pangan sumber fosfor (p <

0.1). Fosfor sangat penting dalam pertumbuhan tulang anak (Frongillo 1999).

Berbeda dengan tingkat kecukupan mineral, proporsi contoh stunting

dengan tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong cukup mencapai 97.4%,

sedangkan proporsi contoh normal mencapai 100%. Namun, proporsi contoh

Page 37: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

23

stunting dengan tingkat kecukupan vitamin C yang tergolong cukup (2.6%) lebih

besar daripada contoh normal (0%). Vitamin A dan C mempengaruhi fungsi

imunitas sehingga defisiensi vitamin A dan C dapat meningkatkan risiko stunting

(Eckhardt 2006). Berikut ini adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat

kecukupan energi, zat gizi, dan status gizi yang disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi, zat gizi, dan

status gizi

Variabel Stunting Normal Total

n % n % n %

Tk. kecukupan energi

Normal 2 5.3 22 57.9 24 31.6

Defisit tingkat ringan 12 31.6 10 26.3 22 28.9

Defisit tingkat sedang 16 42.1 4 10.5 20 26.3

Defisit tingkat berat 8 21.0 2 5.3 10 13.2

Tk. kecukupan protein

Normal 3 7.9 9 23.7 12 15.8

Defisit tingkat ringan 2 5.3 11 28.9 13 17.1

Defisit tingkat sedang 12 31.6 9 23.7 21 27.6

Defisit tingkat berat 21 55.2 9 23.7 30 39.5

Tk. kecukupan kalsium

Cukup 0 0 0 0 0 0

Kurang 38 100 38 100 76 100

Tk. kecukupan fosfor

Cukup 0 0 3 7.9 3 3.9

Kurang 38 100 35 92.1 73 96.1

Tk. kecukupan Fe

Cukup 2 5.3 13 34.2 15 19.7

Kurang 36 94.7 25 65.8 61 80.3

Tk. kecukupan vit A

Cukup 37 97.4 38 100 75 98.7

Kurang 1 2.6 0 0 1 1.3

Tk. kecukupan vit C

Cukup 1 2.6 0 0 1 1.3

Kurang 37 97.4 38 100 75 98.7

Tk. kecukupan Zn

Cukup 0 0 0 0 0 0

Kurang 38 100 38 100 76 100

Total 38 100 38 100 76 100

Hasil penelitian ini sesuai dengan kajian Gibson et al. (2007) yang

menganalisis 567 anak usia 6-13 tahun di Thailand. Gibson et al. (2007)

menyatakan bahwa anak laki-laki stunting memiliki rata-rata asupan energi,

protein, kalsium, fosfor, dan seng yang lebih rendah daripada anak laki-laki

normal. Lee et al. (2012) juga mengatakan bahwa asupan protein, lemak, kalsium,

dan zat besi anak pendek lebih sedikit daripada anak normal berdasarkan

penelitiannya pada 143 anak usia 2-14 tahun di Korea Selatan. Namun, hal ini

berbeda dengan Amare et al. (2012) yang menunjukkan bahwa anak usia sekolah

Page 38: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

24

di Ethiopia pada kedua kelompok contoh tidak ada yang mengalami defisiensi

kalsium.

Kualitas Konsumsi Pangan

Kualitas konsumsi pangan pada penelitian ini dilihat dari skor Food

Frequency Questionaires (FFQ). Tabel 15 menunjukkan bahwa distribusi

kelompok pangan pada makanan pokok yang sering dikonsumsi pada kedua

kelompok contoh adalah nasi, biskuit, roti, dan mie. Rata-rata frekuensi konsumsi

nasi pada kelompok contoh normal (3 kali/hari) signifikan lebih sering daripada

contoh stunting (2 kali/hari) (p < 0.1). Berbeda halnya dengan frekuensi konsumsi

nasi, frekuensi konsumsi mie pada kedua contoh adalah sama, yaitu 7

kali/minggu. Hal ini dapat dikaitkan dengan faktor pendapatan keluarga yang

rendah sehingga dapat menurunkan kuantitas dan kualitas makanan dalam

pemilihan pangan. Kedua kelompok contoh memiliki proporsi keluarga yang

tergolong miskin dalam jumlah yang cukup besar, yaitu 65.8% pada contoh

stunting dan 47.4% pada contoh normal. Hal tersebutlah yang menyebabkan

kemungkinan terjadinya perilaku seringnya mengonsumsi mie instan. Secara

keseluruhan, frekuensi konsumsi makanan pokok tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antar kedua kelompok (p > 0.1).

Jenis protein nabati yang sering dikonsumsi oleh kedua kelompok adalah

tahu dan tempe. Frekuensi konsumsi tahu (7 kali/minggu) pada contoh stunting

lebih rendah daripada contoh normal (10.5 kali/minggu), walaupun tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok (p > 0.1). Kelompok protein

hewani yang sering dikonsumsi oleh kedua kelompok adalah sosis, ikan teri, dan

telur ayam dengan frekuensi konsumsi paling sering sebesar 7 kali/minggu.

Kelompok bahan pangan susu dan olahannya juga termasuk ke dalam protein

hewani, yang meliputi frekuensi konsumsi keju pada kedua contoh adalah sama,

yaitu 7 kali/minggu dan hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan (p > 0.1). Selain itu, frekuensi konsumsi susu kental

manis sebagai sumber kalsium pada contoh stunting (1 kali/minggu) signifikan

lebih sedikit daripada contoh normal (6 kali/minggu) (p < 0.1). Secara

keseluruhan, frekuensi protein nabati tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p

> 0.1), sedangkan frekuensi protein hewani sebagai sumber zat besi, seng, dan

fosfor memiliki perbedaan yang cukup signifikan antar kedua kelompok (p < 0.1).

Hal ini ditemukan pula oleh Yasmin et al. (2014) bahwa konsumsi lauk hewani

pada contoh stunting signifikan lebih rendah dibandingkan dengan contoh normal.

Jenis sayur yang sering dikonsumsi pada kedua kelompok contoh adalah

bayam, kangkung, dan kacang panjang. Frekuensi konsumsi bayam pada contoh

stunting (7 kali/minggu) lebih sering daripada contoh normal (4 kali/minggu),

walaupun hasil analisis tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p >

0.1). Begitu pula dengan frekuensi konsumsi kangkung pada contoh stunting (5

kali/minggu) lebih sering dibandingkan dengan contoh normal (3 kali/minggu) (p

> 0.1). Secara keseluruhan, frekuensi konsumsi sayur sebagai sumber vitamin A

pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0.1).

Jenis buah yang sering dikonsumsi pada kedua kelompok contoh adalah

pisang, mangga, dan jeruk. Frekuensi konsumsi pisang pada contoh stunting (3

kali/minggu) signifikan lebih sedikit daripada contoh normal (7 kali/minggu) (p <

0.1). Sama halnya dengan pisang, frekuensi konsumsi jeruk sebagai sumber

Page 39: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

25

vitamin C pada contoh stunting (3 kali/minggu) signifikan lebih sedikit

dibandingkan contoh normal (4.5 kali/minggu) (p < 0.1). Secara keseluruhan,

frekuensi konsumsi buah terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0.1). Lee et al.

(2012) juga menunjukkan bahwa konsumsi buah signifikan lebih rendah pada

anak pendek dibandingkan anak normal. Frekuensi konsumsi buah juga terbukti

berhubungan positif dengan pertumbuhan linier (Ntab et al. 2005). Berikut ini

adalah Tabel 15 yang menunjukkan rata-rata frekuensi konsumsi pangan

berdasarkan status gizi.

Tabel 15 Rata-rata frekuensi konsumsi pangan berdasarkan status gizi

Kelompok pangan Frekuensi konsumsi (kali/minggu)

3)

p-value Stunting Normal

Makanan pokok

0.1851)

Nasi 14 (7, 14) 21 (0, 21)

Biskuit 7 (0, 14) 7 (0, 14)

Roti 7 (1, 14) 7 (0, 21)

Mie 7 (1, 14) 7 (2, 14)

Protein nabati

0.1412)

Tahu 7 (1, 14) 10.5 (0, 21)

Tempe 7 (1, 14) 7 (2, 14)

Protein hewani

0.0071)

Sosis 7 (0, 14) 7 (0, 14)

Ikan teri 7 (0, 21) 7 (0, 14)

Telur ayam 7 (1, 14) 7 (0, 14)

Sayur

0.8682)

Bayam 7 (0, 21) 4 (0, 21)

Kangkung 5 (0, 21) 3 (0, 14)

Kacang panjang 3 (0, 14) 4 (0, 14)

Buah

0.0001)

Pisang 3 (0, 14) 7 (2, 14)

Mangga 3 (0, 14) 7 (0, 14)

Jeruk 3 (0, 14) 4.5 (0, 14)

Susu dan hasil olahannya

0.1981)

Susu kental manis 1 (0, 14) 6 (0, 14)

Keju 7 (0, 14) 7 (0, 21)

Jajanan

0.3551)

Cilok 7 (0, 21) 7 (0, 14)

Cireng 7 (0, 14) 7 (0, 14)

Tahu goreng 7 (0, 21) 7 (1, 21)

Minuman

0.4841)

Minuman rasa 7 (0, 14) 7 (0, 14)

Teh kemasan 7 (0, 21) 7 (0, 14) 1)

uji t; 2)

uji Mann-Whitney; 3)

rata-rata(minimum, maksimum)

Jenis jajanan terdiri atas dua jenis, yaitu makanan dan minuman. Jenis

jajanan untuk makanan yang paling sering dikonsumsi pada kedua kelompok

adalah cilok, cireng, dan tahu goreng. Frekuensi konsumsi cilok, cireng, dan tahu

goreng pada kedua kelompok adalah sama, yaitu 7 kali/minggu dan hasil analisis

Page 40: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

26

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p > 0.1). Jenis jajanan untuk

minuman yang paling sering dikonsumsi pada kedua kelompok adalah minuman

rasa dan teh kemasan. Frekuensi konsumsi minuman rasa dan teh kemasan pada

kedua kelompok sama banyak, yaitu 7 kali/minggu dan hasil analisis

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0.1). Contoh

lebih sering membeli jajanan yang dibuktikan dengan frekuensi konsumsi jajanan

yang cukup sering. Menurut Madanijah et al. (2010) bahwa sebanyak 46% siswa

mengalokasikan uang saku yang diberikan oleh orang tua mereka untuk membeli

jajanan.

Status Kesehatan

Status kesehatan anak meliputi ada tidaknya penyakit yang dialami anak

dalam satu bulan terakhir, serta lama dan frekuensi sakitnya. Kemudian, data

frekuensi dan lama sakit dikategorikan menurut nilai median yang telah dihitung.

Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit dan status gizi dapat dilihat pada Tabel

16.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total

n % n % n %

Sakit 33 86.8 24 63.2 57 75.0

Tidak sakit 5 13.2 14 36.8 19 25.0

Total 38 100 38 100 76 100

Tabel 16 menunjukkan bahwa selama 1 bulan terakhir sebagian besar

contoh mengalami sakit (75.0%). Kejadian sakit pada contoh stunting (86.8%)

lebih banyak dibandingkan dengan contoh normal (63.2%). UNICEF (2001)

menyatakan bahwa penyakit infeksi merupakan salah satu faktor langsung yang

mempengaruhi status gizi. Jenis penyakit yang paling sering diderita oleh kedua

kelompok contoh adalah batuk, pilek, dan demam. Proporsi contoh stunting yang

mengalami batuk demam, dan pilek (85.5%) lebih banyak dibandingkan dengan

contoh normal (73.5%). Hal ini dapat mengindikasikan bahwa contoh stunting

lebih sering mengalami sakit selama 1 bulan terakhir daripada contoh normal.

Selain ketiga penyakit tersebut, ditemukan kejadian wabah penyakit cacar air yang

kebetulan terjadi saat penelitian. Proporsi contoh stunting yang mengalami cacar

air (6.0%) lebih besar daripada contoh normal (4.4%). Hal ini dapat

mengindikasikan bahwa contoh stunting lebih rentan terhadap penyakit. Hal ini

juga dikemukakan oleh Verhoef et al. (2002) bahwa stunting dapat mengurangi

daya tahan tubuh sehingga dapat meningkatkan resiko menderita sakit.

Frekuensi dan lama sakit kedua kelompok contoh bervariasi dari jenis

penyakit yang diderita. Proporsi contoh stunting yang frekuensi sakitnya

tergolong kategori tinggi mengalami batuk (31.8%), pilek (44.0%), dan demam

(41.7%) lebih besar daripada contoh normal (11.1%, 22.2%, dan 21.4%). Begitu

pula dengan lama sakit pada kedua kelompok contoh. Proporsi contoh stunting

yang lama sakitnya tergolong kategori tinggi mengalami batuk (45.5%), pilek

(52.0%), dan demam (50.0%) lebih besar dibandingkan dengan contoh normal

Page 41: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

27

(38.9%, 33.3%, dan 42.9%). Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa contoh

stunting mengalami lama dan frekuensi sakit dalam waktu yang cukup lama dan

sering pada penyakit infeksi (batuk, pilek, dan demam). Hal yang sama ditemukan

oleh Arifin (2015) bahwa sebagian besar contoh stunting lebih sering mengalami

sakit dan lama sakit yang cukup lama dibandingkan contoh normal. Hasil kajian

de Onis dan Blossner (2003) menyatakan bahwa prevalensi stunting yang cukup

tinggi ditemui di lingkungan dengan prevalensi penyakit infeksi yang tinggi.

Sebaran contoh berdasarkan frekuensi, lama sakit, dan status gizi dapat dilihat

pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi, lama sakit, dan status gizi

Kategori

Stunting Normal p-value1)

Frekuensi

sakit

Lama

sakit

Frekuensi

sakit

Lama

sakit Frekuensi

sakit

Lama

sakit n % n % n % n %

Rendah 15 39.5 14 36.8 26 68.4 25 65.8

0.003

0.006 Tinggi 23 60.5 24 63.2 12 31.6 13 34.2

Total 38 100 38 100 38 100 38 100

Rata-

rata

2.9±1.9 11.5 (0.0,

42.0)

1.0 (0.0,

7.0)

5.5 (0.0,

36.0)

1) uji Mann-Whitney

Tabel 17 menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi sakit contoh stunting (3

kali/bulan) signifikan lebih tinggi daripada contoh normal (1 kali/bulan) (p < 0.1).

Sama halnya dengan lama sakit. Rata-rata lama sakit contoh stunting (11.5 hari)

signifikan lebih lama dibandingkan contoh normal (5.5 hari) (p < 0.1). Hal

tersebut dapat disimpulkan bahwa frekuensi dan lama sakit pada contoh stunting

lebih tinggi daripada contoh normal. Hal ini sejalan dengan penelitian Arifin

(2015) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar frekuensi dan lama sakit

pada contoh stunting dan normal. Scrimshaw (1980) juga mengatakan bahwa anak

yang memiliki status gizi yang buruk biasanya memiliki frekuensi penyakit

infeksi lebih sering dibandingkan anak dengan status gizi baik.

Prestasi Akademik

Prestasi akademik adalah gambaran mengenai penguasaan anak terhadap

materi pelajaran di sekolah. Prestasi akademik diukur melalui rata-rata nilai ujian

dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS. Rata-rata nilai

tersebut dikelompokkan ke dalam kategori kurang (< 60), cukup (60-69), lebih

dari cukup (70-79), dan baik (≥ 80).

Tabel 18 menunjukkan bahwa rata-rata nilai ujian pada contoh stunting

sebesar 70.2±11.4 lebih rendah daripada contoh normal sebesar 72.6±10.5.

Namun, hasil analisis uji T-test tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan

antar kedua kelompok contoh (p > 0.1). Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil

kajian Arifin (2015) bahwa rata-rata nilai ujian contoh stunting signifikan lebih

rendah dibandingkan contoh normal. Proporsi prestasi akademik contoh stunting

yang tergolong kurang (31.6%) hampir 2.5 lebih besar daripada contoh normal

Page 42: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

28

(13.2%). Proporsi prestasi akademik contoh stunting yang tergolong lebih dari

cukup (34.2%) dan baik (23.7%) lebih rendah daripada contoh normal (42.1% dan

26.3%). Hal ini mengindikasikan bahwa contoh stunting memiliki prestasi

akademik yang lebih rendah dibandingkan contoh normal. Sebaran contoh

berdasarkan prestasi akademik dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total p-value

1)

n % n % n %

Kurang (< 60) 12 31.6 5 13.2 17 22.4

Cukup (60-69) 4 10.5 7 18.4 11 14.5

Lebih dari cukup (70-79) 13 34.2 16 42.1 29 38.1 0.360

Baik (≥ 80) 9 23.7 10 26.3 19 25.00

Total 38 100 38 100 76 100

Rata-rata±SD 70.2±11.4 72.6±10.5 73.0 (50.0, 93.0) 1)

uji t

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar misalnya

faktor psikologi (minat, bakat, dan motivasi), faktor sosial, dan pendekatan belajar

(metode dan strategi belajar) (Effendi 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mayoritas siswa belajar tiap malam. Namun, proporsi siswa yang belajar setiap

malam pada contoh stunting (63.2%) lebih rendah daripada contoh normal

(76.3%). Hal ini diduga dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa sehingga

rata-rata prestasi akademik contoh normal lebih tinggi daripada contoh stunting.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas siswa belajar sendiri sebesar

53.9% dan siswa belajar dibimbing oleh kakaknya sebesar 31.6%. Hal tersebut

diduga juga dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa. Sebaran contoh

berdasarkan metode belajar dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan metode belajar dan status gizi

Kategori Stunting Normal Total

n % n % n %

Waktu belajar

Belajar jika ada tugas/ujian 14 36.8 9 23.7 23 30.3

Belajar setiap malam 24 63.2 29 76.3 53 69.7

Pembimbing belajar

Kakak 12 31.6 12 31.6 24 31.6

Ayah 3 7.9 2 5.3 5 6.6

Ibu 3 7.9 3 7.9 6 7.9

Belajar sendiri 20 52.6 21 55.2 41 53.9

Total 38 100 38 100 76 100

Agustini et al. (2013) mengatakan bahwa faktor lingkungan adalah faktor

yang paling banyak berpengaruh pada prestasi belajar. Faktor lingkungan dapat

berupa lingkungan dalam (keluarga) dan lingkungan luar (teman bermain). Faktor

keluarga yang dapat mempengaruhi salah satunya adalah pendapatan keluarga.

Menurut Puspitasari (2008) bahwa semakin tinggi pendapatan ayah, maka pola

asuh belajar yang diberikan orang tua semakin baik sehingga menjadi prestasi

Page 43: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

29

akademik anak semakin baik pula. Hal tersebut didukung dengan data pendapatan

keluarga pada contoh stunting yang tergolong tidak miskin sebesar 34.2%.

Hubungan antar Variabel

Hubungan antara Karakteristik Contoh dengan Konsumsi Pangan

Indikator karakteristik contoh yang diuji hubungannya adalah uang saku.

Konsumsi pangan contoh dapat diketahui dengan tingkat kecukupan energi dan

zat gizi contoh. Hasil uji hubungan Spearman tidak menunjukkan adanya

hubungan antara uang saku contoh dengan tingkat kecukupan energi dan hampir

keseluruhan zat gizi (p > 0.1), kecuali tingkat kecukupan vitamin A. Hasil

menunjukkan bahwa hubungan antara uang saku contoh dengan tingkat

kecukupan vitamin A adalah signifikan positif dengan kekuatan yang lemah (p =

0.061, r = 0.216). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi jumlah uang saku contoh,

maka semakin tinggi pula tingkat kecukupan vitamin A contoh. Hasil ini sesuai

dengan Arifin (2015) bahwa terdapat hubungan signifikan positif dengan

kekuatan yang lemah antara uang saku contoh dengan tingkat kecukupan vitamin

A. Dengan tingginya uang saku yang diperoleh anak, maka anak akan memiliki

banyak peluang untuk membeli makanan/jajanan sehingga dapat memenuhi

tingkat kecukupan vitamin A. Hal tersebut didukung oleh data yang menunjukkan

bahwa contoh memiliki kebiasaan mengonsumsi jajanan gorengan (tahu goreng,

tempe goreng, dan bakwan) sebanyak 1 kali/hari. Selain itu, hal tersebut didukung

juga oleh data yang menunjukkan bahwa jumlah contoh stunting yang

memperoleh uang saku lebih dari Rp4 000 sebanyak 31.6%. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa uang saku contoh cenderung digunakan untuk membeli

jajanan, seperti gorengan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Andarwulan et al.

(2009) bahwa uang saku anak yang besar akan berpeluang untuk digunakan untuk

membeli jajanan baik di dalam maupun di luar sekolah.

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan Konsumsi Pangan

Indikator karakteristik keluarga yang diuji hubungannya adalah pendidikan

orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Hasil uji hubungan Spearman

bahwa pendidikan ayah tidak berhubungan secara signifikan dengan tingkat

kecukupan energi dan seluruh zat gizi (p > 0.1). Hal tersebut diduga karena

variansi data yang homogen sehingga mengakibatkan hasil uji hubungan tidak

menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikan ayah tidak dapat menjamin tingkat kecukupan energi

dan seluruh zat gizi semakin baik pula. Hal ini bertentangan dengan penelitian

Arifin (2015) bahwa pendidikan ayah berhubungan signifikan positif dengan

tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya.

Berbeda dengan pendidikan ayah, hasil analisis menunjukkan bahwa

pendidikan ibu memiliki hubungan yang signifikan positif dengan tingkat

kecukupan energi (p = 0.002, r = 0.345) dan protein (p = 0.007, r = 0.306). Hal ini

berarti bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, maka ibu akan dapat memilih

makanan yang lebih berkualitas untuk anak-anak mereka sehingga dapat

memenuhi asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein anak. Hasil ini tidak

sesuai dengan Arifin (2015) bahwa pendidikan ibu tidak berhubungan secara

Page 44: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

30

signifikan dengan tingkat kecukupan energi dan seluruh zat gizi. Shi et al. (2005)

menyatakan bahwa karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh (pendidikan)

memiliki hubungan yang signifikan positif dengan asupan dan tingkat kecukupan

energi.

Pendapatan keluarga berhubungan signifikan positif dengan tingkat

kecukupan energi (p = 0.008, r = 0.301), protein (p = 0.017, r = 0.273), zat besi (p

= 0.007, r = 0.305), vitamin A (p = 0.094, r = 0.193), vitamin C (p = 0.007, r =

0.309), dan seng (p = 0.000, r = 0.396). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi

pendapatan suatu keluarga, maka dapat membeli makanan dalam jumlah dan

kualitas yang lebih baik sehingga tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya

akan semakin baik pula. Hal ini sesuai dengan hasil analisis Arifin (2015) bahwa

terdapat hubungan yang signifikan positif antara pendapatan keluarga dengan

tingkat kecukupan vitamin A dan C.

Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan negatif antara besar keluarga dengan tingkat kecukupan energi (p =

0.032, r = -0.246), protein (p = 0.040, r = -0.236), vitamin A (p = 0.091, r = -

0.195), vitamin C (p = 0.025, r = -0.256), dan seng (p = 0.004, r = -0.329). Hal ini

berarti bahwa semakin banyak anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah,

maka semakin kecil jumlah pangan yang dikonsumsi oleh anak sehingga dapat

mengakibatkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya akan semakin

rendah pula. Hal ini bertentangan dengan hasil analisis Arifin (2015) bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara besar keluarga dengan tingkat

kecukupan energi dan zat gizi. Senbanjo et al. (2011) menyatakan bahwa semakin

banyak anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, semakin kecil jumlah

pangan yang diperoleh anak.

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi

Indikator karakteristik keluarga yang diuji hubungannya adalah tinggi badan

ibu. Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan positif antara tinggi badan ibu dengan status gizi (TB/U) (p = 0.087, r =

0.197). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi badan ibu, maka status gizi (TB/U)

anak akan semakin baik pula. Hal ini sejalan dengan Rona et al. (2003) bahwa

tinggi badan ibu berhubungan signifikan dengan tinggi badan anak usia 4-10

tahun. Menurut A&T Technical Brief (2010) bahwa perempuan stunting (< 145

cm) akan meningkatkan risiko terhadap kondisi kesehatan dan perkembangan

keturunannya.

Hubungan antara Konsumsi Pangan dengan Status Gizi

Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa tingkat kecukupan

energi (p = 0.000, r = 0.445), protein (p = 0.006, r = 0.310), kalsium (p = 0.000, r

= 0.467), fosfor (p = 0.000, r = 0.526), zat besi (p = 0.002, r = 0.356), vitamin A

(p = 0.000, r = 0.512), vitamin C (p = 0.000, r = 0.510), dan seng (p = 0.000, r =

0.572) berhubungan signifikan positif dengan status gizi (TB/U). Hal ini berarti

bahwa semakin tinggi tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya, maka nilai z-

skor TB/U contoh semakin baik pula. Hal tersebut sejalan dengan analisis Arifin

(2015) bahwa terdapat hubungan yang signifikan positif antara tingkat kecukupan

energi, vitamin A, dan vitamin C dengan status gizi (TB/U). Yasmin et al. (2014)

juga membuktikan bahwa tingkat kecukupan energi dan zat gizi berhubungan

Page 45: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

31

signifikan positif dengan status gizi (TB/U). Amare et al. (2012) menyatakan

bahwa risiko terjadinya status gizi buruk dapat disebabkan oleh asupan zat gizi

yang kurang.

Zat gizi mikro yang berperan penting dalam pertumbuhan linier anak adalah

vitamin A, kalsium, fosfor, zat besi, dan seng. Sedgh et al. (2000) menyatakan

bahwa diit kaya akan vitamin A akan menurunkan gejala stunting pada anak yang

menderita gizi kurang. Kalsium dan fosfor merupakan faktor gizi yang penting

untuk proses pertumbuhan tulang anak (Frongillo 1999). Amare et al. (2012) juga

mengatakan bahwa zat besi memiliki peranan penting dalam pertumbuhan linier

anak. Seng secara langsung mempengaruhi hormon pertumbuhan, mempengaruhi

metabolisme tulang, dan terlibat dalam sintesis DNA, serta mempengaruhi fungsi

imunitas (Eckhardt 2006). Vitamin C tidak mempengaruhi status gizi secara

langsung. Vitamin C bersama dengan vitamin A dapat mempengaruhi fungsi

imunitas sehingga defisiensi vitamin A dan C dapat meningkatkan risiko stunting

(Eckhardt 2006). Oleh karena itu, pada kelompok usia anak-anak dan remaja

memerlukan pangan kaya vitamin dan mineral yang lebih banyak dibandingkan

dengan kelompok usia lainnya sehingga pertumbuhan pada periode tersebut dapat

berlangsung maksimal.

Hubungan antara Status Gizi dengan Status Kesehatan

Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa status gizi (TB/U)

memiliki hubungan yang signifikan negatif dengan frekuensi sakit (p = 0.002, r =

-0.345) dan lama sakit (p = 0.006, r = -0.313). Hal ini mengindikasikan bahwa

semakin bagus status gizi (TB/U), maka frekuensi sakit dan lama sakit akan

semakin rendah/berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arifin (2015)

bahwa status gizi (TB/U) berhubungan signifikan negatif dengan frekuensi dan

lama sakit anak usia sekolah. Scrimshaw (1980) juga mengatakan bahwa anak

yang memiliki status gizi yang buruk biasanya memiliki frekuensi penyakit

infeksi lebih sering dibandingkan anak dengan status gizi baik.

Status kesehatan ditentukan berdasarkan frekuensi dan lama sakit. Frekuensi

dan lama sakit dapat dipengaruhi oleh status gizi (TB/U). Stunting dapat

meningkatkan risiko infeksi suatu penyakit. Hal tersebut sejalan dengan

pernyataan Verhoef et al. (2002) bahwa kondisi kekurangan gizi yang dapat

menyebabkan stunting dapat merusak daya tahan tubuh (imunitas) sehingga dapat

meningkatkan derajat keparahan malaria. Hasil penelitian Arinaitwe et al. (2012)

pada balita menunjukkan bahwa mild stunting dan severe stunting berhubungan

dengan peningkatan insiden malaria dibandingkan dengan balita yang normal.

Hubungan antara Status Gizi dengan Prestasi Akademik

Status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi

akademik siswa. Status gizi yang baik pada anak akan mendukung kemampuan

anak untuk belajar dengan baik sehingga prestasi akademik anak akan semakin

bagus. Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa status gizi (TB/U)

memiliki hubungan positif yang tidak signifikan dengan prestasi akademik (p =

0.213, r = 0.144). Hal tersebut diduga karena variansi data prestasi akademik

(nilai) yang homogen sehingga mengakibatkan hasil uji hubungan tidak

menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal tersebut bertentangan dengan

analisis Arifin (2015) yang membuktikan bahwa nilai z-skor TB/U berhubungan

Page 46: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

32

signifikan positif dengan prestasi belajar. Namun, hal ini sejalan dengan hasil

penelitian Simarmata (2014) dan Effendi (2012) yang menyatakan bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tingkat prestasi

belajar.

Walaupun pada analisis ini status gizi (TB/U) belum terbukti berhubungan

signifikan dengan prestasi akademik, namun rata-rata nilai contoh stunting lebih

rendah daripada contoh normal. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin bagus

status gizi (TB/U), maka prestasi akademik siswa akan semakin baik pula. Hal ini

didukung oleh pernyataan Miniatun (2011) bahwa kekurangan gizi akibat

kurangnya konsumsi pangan dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan

energi dan zat gizi anak sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan terganggu,

badan lebih pendek, dan terjadi ketidakmatangan pertumbuhan sel-sel otak.

Gibson (2007) juga mengatakan hal yang sama bahwa kondisi stunting merupakan

akibat dari kekurangan gizi jangka panjang dan sering mengakibatkan

perkembangan mental tertunda, prestasi sekolah yang buruk, dan kapasitas

intelektual yang terbatas. Selain status gizi, ada faktor lain yang dapat

mempengaruhi prestasi akademik, di antaranya faktor psikologi (minat, bakat, dan

motivasi), faktor sosial, dan pendekatan belajar (metode dan strategi belajar)

(Effendi 2012). Menurut Agustini et al. (2013) status gizi bukan satu-satunya

faktor yang mempengaruhi prestasi akademik, faktor lingkungan yang paling

banyak berpengaruh pada prestasi akademik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Usia contoh pada kedua kelompok adalah 11 tahun, dengan proporsi

perempuan dan laki-laki sama pada kelompok stunting, namun pada kelompok

normal, proporsi perempuan lebih kecil. Dengan uang saku yang lebih kecil, rata-

rata nilai z-skor IMT/U pada kelompok stunting juga lebih rendah, namun tidak

berbeda secara signifikan dengan kelompok normal.

Tingkat sosial ekonomi orangtua contoh kelompok stunting secara umum

lebih rendah dibanding kelompok normal, ditunjukkan dari tingkat pendidikan

(SMA dibanding PT) dan pendapatan yang lebih rendah. Namun pekerjaan

orangtua (umumnya buruh tani/petani dan ibu sebagai ibu ruma htangga), umur

dan besar keluarga relatif tidak berbeda. Contoh kelompok stunting mempunyai

ibu dengan tinggi badan signifikan lebih rendah 2 cm dari contoh normal.

Rata-rata asupan energi dan zat gizi (protein, kalsium, fosfor, zat besi,

vitamin A, vitamin C, dan seng) contoh stunting (1 216 kkal, 30.6 g, 207.0 mg,

272.5 mg, 8.2 mg, 1 558.0 RE, 6.5 mg, dan 3.0 mg) signifikan lebih rendah

daripada contoh normal (1 633 kkal, 41.1 g, 384.3 mg, 535.84 mg, 10.5 mg, 2

229.1 RE, 14.0 mg, dan 4.0 mg). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein,

kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin C, dan seng) contoh stunting (76.5%,

67.5%, 16.5%, 22.5%, 47.0%, 260.3%, 12.0%, dan 21.0%) signifikan lebih

rendah daripada contoh normal (91.0%, 80.2%, 31.8%, 42.5%, 66.1%, 373.2%,

26.0%, dan 34.5%).

Page 47: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

33

Jenis sakit yang paling sering dialami pada kedua kelompok contoh adalah

batuk, pilek, dan demam. Frekuensi dan lama sakit contoh stunting signifikan

lebih rendah daripada contoh normal, yaitu berturut-turut 3 kali dan 11.5 hari

dengan 1 kali dan 5.5 hari . Rata-rata prestasi akademik contoh stunting lebih

rendah daripada contoh normal, yaitu 70.2 dan 72.6, namun tidak berbeda secara

statistik.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan antara uang

saku contoh dengan tingkat kecukupan vitamin A, sedangkan hubungannya

dengan energi dan zat gizi lain tidak signifikan. Pendidikan ibu berhubungan

signifikan positif dengan tingkat kecukupan energi dan protein. Pendapatan

keluarga berhubungan signifikan positif dengan tingkat kecukupan energi dan zat

gizi, serta terdapat hubungan signifikan negatif antara besar keluarga dengan

tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Pendidikan ayah tidak berhubungan

signifikan dengan tingkat kecukupan energi dan seluruh zat gizi.

Hasil uji hubungan Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan positif antara tinggi badan ibu serta tingkat kecukupan energi dan zat

gizi dengan status gizi (TB/U). Demikian pula ada hubungan signifikan negatif

antara status gizi (TB/U) dengan frekuensi sakit dan lama sakit. Namun,

hubungan antara status gizi (TB/U) dengan prestasi akademik tidak signifikan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian bahwa masih terdapat prevalensi stunting di

daerah tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan pencegahan-pencegahan,

salah satunya dengan memenuhi asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat-zat

gizi lainnya yang dapat mendukung proses pertumbuhan linier anak. Dengan

demikian, prevalensi stunting akan berkurang sehingga kualitas SDM nantinya

akan meningkat dan hal tersebut dapat menunjang keberhasilan pembangunan

nasional bangsa. Selain itu, perlu adanya kajian lebih lanjut tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi prestasi akademik selain status gizi.

DAFTAR PUSTAKA

A&T Technical Brief. 2010. Insight why stunting matters. [Internet]. [diunduh

2014 Okt 10]. Tersedia pada: http://www.aliveandthrive.org/sites/default/

files/Brief%202%20Sept.%202010%20Why%20stunting%20matters_1.pdf.

[ACC/SCN] Administrative Committee on Coordination Sub-Committee on

Nutrition. 1992. Second Report on The World Nutrition Situation [Internet].

[diunduh 2015 Maret 31]. Tersedia pada: http://www.unscn.org/layout/

modules/resources/files/rwns2_1.pdf.

Agustini CC, Malonda NSH, Purba RB. 2013. Hubungan antara status gizi dengan

prestasi belajar anak kelas 4 dan 5 sekolah dasar di Kelurahan Maasing

Kecamatan Tuminting Kota Manado [skripsi]. Manado (ID): Universitas

Sam Ratulangi.

Page 48: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

34

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Amare B, Moges B, Fantahun B, Tafess K, Woldeyohannes D, Yismaw G, Ayane

T, Yabutani T, Mulu A, Ota O et al. 2012. Micronutrient levels and

nutritional status of school children living in Northwest Ethiopia. Nutrition

Journal. 11:108.

Andarwulan N, Madanijah S, Zulaikhah. 2009. Monitoring dan verifikasi profil

keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional 2008 [laporan

penelitian]. Bogor (ID): Southeast Asian Food and Agricultural Science and

Technology (SEAFAST) Center IPB dan Direktorat Surveilan Penyuluhan

Keamanan Pangan BPOM RI.

Arifin YN. 2015. Hubungan antara karakteristik keluarga dan konsumsi pangan

dengan status gizi dan prestasi belajar anak sekolah dasar stunting dan

normal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arinaitwe E, Gasasira A, Verret W, Homsy J, Wanzira H, Kakuru A, Sandison

TG, Young S, Tappero JW, Kamya MR et al. 2012. The association

between malnutrition and the incidence of malaria among young HIV-

infected and –uninfected Ugandan children: a prospective study. Malaria

Journal. 11:90.

Atkinson RL, Atkinson RC, Smith EE, Bem DJ. 2000. Introduction to

Psychology. New York (USA): Harcourt College Publishers.

[Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset

Kesehatan Dasar. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan RI. Badan Penelitian

dan Pengembangan.

. 2013. Laporan

Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2012. Jakarta (ID):

Kementrian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997. Gerakan

Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Tingkat kemiskinan jawa barat september

2014. BPS [Internet]. [diunduh 2015 Maret 23]. Tersedia pada:

http://jabar.bps.go.id/

Daniels MC, Adair LS. 2004. Growth in young Filipino children predicts

schooling trajectories through high school. J Nutr. 134:1439-1446.

de Onis M, Blossner M. 2003. The World Health Organization global database on

child growth and malnutrition: methodology and applications. International

Journal of Epidemiology. 32:518-26.doi:10.1093/ije/dyg099.

Dekker LH, Mora-Plazas M, Marin C, Baylin A, Villamo E. 2010. Stunting

associated with poor socioeconomic and maternal nutrition status and

respiratory morbidity in Colombian school children. Food and Nutrition

Bulletin. 31(2):242-250.

Page 49: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

35

[Depdiknas RI] Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2008.

Sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta (ID):

Depdiknas RI.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Gizi dalam Angka.

Jakarta (ID): Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta.

Eckhardt CL. 2006. FCND Discussion Paper 213 Micronutrient malnutrition,

obesity, and chronic disease in countries undergoing the nutrition transition:

potential links and program /policy implications [Internet]. [diunduh 2015

Maret 31]. Tersedia pada: http://www.ifpri.org.

Effendi F. 2012. Hubungan status gizi dengan tingkat prestasi belajar siswa kelas

X SMK Negeri 2 Indramayu [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri

Yogyakarta.

El Hioui M, Azzaoui FZ, Ahami OT, Aboussaleh Y. 2011. Nutritional status and

school achievements in rural area of Anti-Atlas, Morocco. Food and

Nutrition Sciences. 2:878-83.

Friedman JF, Phillips-Howard PA, Mirel LB, Terlouw DJ, Okello N, Vulule JM,

Hawley WA, Nahlen BL, ter Kuile F. 2005. Progression of stunting and its

predictors among school-aged children in western Kenya. European Journal

of Clinical Nutrition. 59:914-922.doi:10.1038/sj.ejcn.1602161.

Frongillo EA. 1999. Symposium: causes and etiology of stunting: introduction.

Journal of Nutrition. 129:529S-30S.

Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assesment. New York (US): Oxford

University Press.

, Manger MS, Krittaphol W, Pongcharoen T, Gowachirapant S, Bailey

KB, Winichagoon P. 2007. Does zinc deficiency play arole in stunting

among primary school children in NE Thailand? British Journal OF

Nutrition. 97:167-175.doi:10.1017/S0007114507250445.

Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.

Bogor (ID): Departemen GMSK, FAPERTA IPB.

Horton S, Steckel RH. 2013. Global Economic Losses Attributable to

Malnutrition 1990-2000 and Projections to 2050. Cambridge (UK):

Cambridge Univeristy Press.

Hurrell RF, Reddy M, D.Cook J. 1999. Inhibition of non-haem iron absorption in

man polyphenolic-containing beverages. British Journal of Nutrition.

81:289-295.

Jinabhai CC, Taylor M, Sullivan KR. 2003. Implications of the prevalence of

stunting, overweight, and obesity amongst South African primary school

children: a possible nutritional transition?. European Journal of Clinical

Nutrition. 57:358-365.doi:10.1038=sj.ejcn.1601534.

Kar BR, Rao SL, Chandramouli BA. 2008. Cognitive development in children

with chronic protein energy malnutrition. Behavioral and Brain Functions.

4:31.doi:10.1186/1744-9081-4-31.

Page 50: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

36

Khuwaja S, Selwyn BJ, Shah SM. 2005. Prevalence and correlates of stunting

among primary school children in rural areas of southern Pakistan. Journal

Tropical Pediatric. 51(2):72-7

Lee EM, Park MJ, Ahn HS, Lee SM. 2012. Differences in dietary intakes between

normal and short stature Korean children visiting a growth clinic. Clinical

Nutrition Research. 1:23-29.

Lemeshow S, David WH. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan.

Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Madanijah S, Briawan D, Kusumaningrum HD, Zulaikhah. 2010. Pengembangan

model pendidikan makanan jajanan sehat berbasis sekolah untuk tingkat

sekolah dasar [laporan penelitian]. Bogor (ID): Southeast Asian Food and

Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center dan LPPM IPB.

Miniatun S. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa

kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur [skripsi].

Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Mukudi E. 2003. Nutrition status, education participation, and school achievement

among Kenyan middle school children. Nutrition. 19:612-616.

Ntab B, Simondon KB, Milet J, Cisse’ B, Sokhna C, Boulanger D, Simondon F.

2005. A young child feeding index is not associated with either height-for-

age or height velocity in rural Senegales children. Journal of Nutrition.

135:457-464.

Nyakeriga AM, Troye-Blomberg M, Chemtai AK, Marsh K, Williams TN. 2004.

Malaria and nutritional status in children living on the coast of Kenya.

American Journal of Clinical Nutrition. 80:1604 –10.

Puspitasari F. 2008. Pengaruh faktor individu, keluarga, dan sekolah terhadap

prestasi belajar siswa sekolah dasar [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Rona RJ, Mahabir D, Rocke B, Chinn S, Gulliford MC. 2003. Social inequalities

and children’s height in Trinidad and Tobago. European Journal of Clinical

Nutrition. 57:143-150.doi:10.1038=sj.ejcn.1601508.

Sandjaja S, Budiman B, Harahap H, Ernawati F, Soekatri M, Widodo Y, Sumedi

E, Rustan E, Sofia G, Syarief SN et al. 2013. Food consumption and

nutritional and biochemical status of 5-12-years-old Indonesian children: the

SEANUTS study. British Journal of Nutrition. 110:S11-

S20.doi:10.1017/S0007114513002109.

Scrimshaw NS. 1980. Timely and appropiate complementary feeding of the

breastfed infant-an overview. Food Nutr Bull. 2(2).

Sedgh G, Guillermo H, Penelope N, Alawi el A, Wafaie WF. 2000. Dietary

vitamin A Intake and non dietary factors are associated with reversal of

stunting in children. American Society for Nutritional Science. 130:2520-

2526.

Page 51: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

37

Semba RD, de Pee S, Sun Kai, Sari M, Akhter N, Bloem MW. 2008. Effect of

parental formal education on risk of child stunting in Indonesia and

Bangladesh: a cross-sectional study. Lancet. 371:322-328.

Senbanjo IO, Oshikoya KA, Odusanya OO, Njokanma OF. 2011. Prevalence of

and risk factors for stunting among school children and adolescents in

Abeokuta, Southwest Nigeria. Journal Health Population Nutrition.

29(4):364-370.

Shi Z, Lien N, Kumar BN, Holmboe-Ottesen G. 2005. Socio-demographic

differences in food habits and preferences of school adolescent in Jiansu

Province, China. EJCN. 59:1439-1448.doi.10.1038/sj.ejcn.1602259.

Simamrmata RY. 2014. Hubungan kebiasaan sarapan dengan status gizi dan

prestasi siswa SMA N 1 Pangururan Kabupaten Samosir [skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Suharjo. 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.

Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID):

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tinnaeus IM, Ngidi ND. 2011. Stunting and obesity in childhood a reassessment

using longitudinal data from South Africa. Policy Brief Sept No 1

[UNICEF]. United Nations Children's Fund. 2001. Early Chilhood Development.

New York (USA): Oxford University Press.

Untoro J, Karyadi E, Wibowo L, Erhardt MW, Gross R. 2005. Multiple

micronutrient supplements improve micronutrient status and anemia but not

growth and morbidity of Indonesian infants: a randomized, double- blind,

placebo-controlled trial. J-Nurt. 135:639–645.

Verhoef H, West CE, Veenemans J, Beguin Y, Kok FJ. 2002. Stunting may

determine the severity of malaria associated anemia in African children.

Pediatrics. 110(4).doi: 10.1542/peds.110.4.e48.

Victora CG, Adair L, Fall C, Hallal PC, Martorell R, Richter L, Sachdev HS.

2008. The Lancet series: maternal and child undernutrition 2: consequences

for adult health and human capital. doi:10.1016/S0140-6736(07)61692-4.

Webb P, Block S. 2005. Parental IQ and cognitive development of malnourished

Indonesia children. European Joernal of Clinical Nutrition. 59:618-620

[WHO] World Health Organization. 2007. WHO child growth standards; methods

and development length/(H/A), weight-for-age, weight-for-length, weight-

for-height, and body mass index-for-age. Geneva, Switzerland (CH):

Departement of Nutrition for Health and Development.

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan

Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID): LIPI.

Yasmin G, Kustiyah L, Dwiriani CM. 2014. Risk factors of stunting among

school-aged children from eight provinces in Indonesia. Pakistan Journal of

Nutrition. 13(10):557-566.

Page 52: HUBUNGAN STATUS GIZI (TB/U) DENGAN STATUS … · penelitian kohort pada anak balita di Kenya (Nyakeriga . et al. 2004). Oleh karena . itu, berdasarkan penjelasan di atas, peneliti

38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1993 dari ayah

Supangat Adhi Kusumo S dan ibu Asiqatul Alwiyah. Penulis adalah putra kedua

dari tiga bersaudara. Penulis lulus pendidikan dasar di SD Jaya Suti Abadi pada

tahun 2005 dan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Tambun Selatan

pada tahun 2008 serta menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2011

di SMA Negeri 01 Manyar. Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi staff pengajar Landasan

Matematika (LM) dan Ekonomi Umum Klub Tutor Sebaya Asrama TPB IPB.

Selain itu, penulis juga menjadi asisten praktikum Analisis Zat Gizi Makro,

Analisis Zat Gizi Mikro, Pendidikan Gizi, dan Metodologi Penelitian Gizi pada

tahun ajaran 2014-2015. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Biro Fundrising

BEM FEMA IPB, staf Divisi Humas PSM IPB Agria Swara, dan Presidium PSM

IPB Agria Swara. Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Profesi di Desa

Sukamakmur, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor selama dua bulan dan

Internship Dietetic and Food Service di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr.

Cipto Mangunkusumo di Jakarta selama 5 minggu.

Selain kegiatan kampus, penulis juga aktif dalam kegiatan di luar kampus,

yaitu sebagai staf pengajar matematika SMA kelas X Bimbel Holistik. Penulis

juga merupakan bagian dari perkumpulan mahasiswa asal Gresik yang tergabung

dalam Himpunan Mahasiswa Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto

(HIMASURYA PLUS).