HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO KURANG ...digilib.unila.ac.id/25237/2/SKRIPSI TANPA...
Transcript of HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO KURANG ...digilib.unila.ac.id/25237/2/SKRIPSI TANPA...
HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO
KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)
DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
(Skripsi)
Oleh:
METI DESTRIYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2017
HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO
KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)
DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Oleh
Meti Destriyana
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN CULTURAL AND RACE TOWARD
CHRONIC ENERGY MALNUTRITION (CEM) RISK ON WOMEN OF
CHILDBEARING AGE IN TERBANGGI BESAR DISTRICTS CENTRAL
LAMPUNG REGENCY
By
Meti Destriyana
Chronic energy malnutrition (CEM) on women of childbearing age is the high–
risk of health problem (morbidity, mortality, disability). Within wide scale, CEM
could be a threat apply to nation strength and viability. The objective of thi study
was to determine the relationship between cultural perceptions (food taboo,
marriageable age, parity) and race toward CEM risk in Terbanggi Besar, Central
Lampung Regency.
This study used cross sectional design with cluster sampling method in October–
November 2016. The sample came from women of childbearing age (20–45 years
old) in Terbanggi Besar, Central Lampung Regency with total 73 respondents
obtained by independent category analysis formula. Cultural perception variable
was gained by filling questionnaire and CEM risk was measured by upper arm
circumtance (UAC). Data was analyzed by univariate and bivariate using Fisher
test.
The results showed 4.1% of respondents CEM risk; 16,4% food taboo
respondents; 29% high–risk mariageable age respondents; 4.1% high parity
respondents; 74% Java race respondents. Results showed no significant relation
between food taboo, marriageable age, parity, race with CEM risk (p–value = >
0.05). The study conclusion was the absence of significant relationship between
perception of culture and race toward CEM risk on women of childbearing age in
Terbanggi Besar, Central Lampung regency.
Keywords: chronic energy malnutrition, cultural, race, women of childbearing
age
ABSTRAK
HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO
KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)
DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG
TENGAH
Oleh
Meti Destriyana
Kurang energi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) merupakan risiko
timbulnya masalah kesehatan (morbiditas, mortalitas dan disabilitas). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi budaya (pantang makan,
usia menikah, paritas) dan ras terhadap KEK pada WUS di Kecamatan Terbanggi
Besar, Kabupaten Lampung Tengah.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan metode
pengambilan sampel berupa cluster sampling pada bulan Oktober–November
2016. Sampel adalah WUS (20–45 tahun) di Kecamatan Terbanggi Besar,
Kabupaten Lampung Tengah yang berjumlah 73 responden yang didapatkan dari
rumus analitik kategorik tidak berpasangan. Variabel persepsi budaya didapatkan
dengan menggunakan kuesioner dan KEK didapatkan dengan mengukur lingkar
lengan atas (LiLA). Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji
mutlak Fisher.
Hasil penelitian menunjukkan 4,1% responden KEK; 16,4% responden memiliki
pantang makan; 29% responden menikah pada usia risiko tinggi; 4,1%
responden dengan paritas tinggi; 74% responden dengan ras Jawa. Hasil uji
mutlak Fisher menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara pantang
makan, usia menikah, paritas, ras dengan KEK (p–value = > 0,05). Kesimpulan
dari penelitian adalah tidak terdapatnya hubungan bermakna antara persepsi
budaya dan ras terhadap KEK pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar,
Kabupaten Lampung Tengah.
Kata kunci: kek, kurang energi kronis, persepsi budaya, ras, wus
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dilahirkan di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 07
Desember 1995, sebagai anak bungsu dari Bapak H. Mezition NS, S.E. dan Ibu
Hj. Susilawati Mursi, Am.Keb., S.ST.Klinik.
Pendidikan peneliti dimulai dari Taman Kanak–kanak (TK) Nurul Jannah
Palembang, diselesaikan pada tahun 2001, sekolah dasar (SD) diselesaikan di SD
Negeri 115 Palembang yang diselesaikan pada tahun 2007, sekolah menengah
pertama (SMP) yang diselesaikan di SMP Negeri 9 Palembang yang diselesaikan
pada tahun 2010 dan sekolah menengah atas (SMA) yang diselesaikan di SMA
Plus Negeri 17 Palembang pada tahun 2013. Pada tahun 2013, peneliti diterima di
Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
Undangan. Selama menjadi mahasiswa, peneliti pernah menjadi asisten
praktikum Patologi Anatomi pada tahun 2015–2016.
Peneliti juga pernah menerima beasiswa Dikti PPA periode 2013–2014 dan
beasiswa Yayasan Rachmat A&A Kasih periode 2016–2017. Organisasi yang
pernah peneliti ikuti adalah Forum Studi Islam Ibnu Sina periode 2013─2015
sebagai anggota Bidang Kaderisasi dan Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam &
Tanggap Darurat (PMPATD) Pakis Rescue Team periode 2013–2016 sebagai
anggota tetap Divisi Pengabdian Masyarakat.
i
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akhirat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa” (QS. Thaha: 132)
“No Guilty Pleasure”
Dengan Mengucapkan
Alhamdulillah. . .
Ku persembahkan sebuah
karya kepada
Alm. Kajong Mursi Zen
bin Muhammad Zen (alfatihah)
Papa & Mama
Terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan
selama ini
Terima kasih atas kasih sayang yang diberikan
Terima kasih sudah melahirkan, membesarkan, membimbing,
dan menemani dalam perjuangan hidup ini
ii
SANWACANA
Puji syukur tak hentinya peneliti ucapkan atas kehadirat Allah swt. karena berkat
rahmat, nikmat, dan karunia–Nya jua peneliti dapat menyelesaikan proposal
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada nabi besar Muhammad
saw. dan keluarga, serta para sahabat yang telah mendahului kita. Semoga kita
semua yang membaca termasuk dalam umatnya yang mendapat syafa’at kelak di
hari akhir, aamin yarabbal’alamin.
Skripsi dengan judul “Hubungan Persepsi Budaya dan Ras terhadap Risiko
Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih
kepada wanita usia subur di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung
Tengah yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, serta
pengalaman berharga selama penelitian sehingga proses penyusunan skripsi ini
dapat berjalan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
iii
Kepada Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku rektor Universitas Lampung;
Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung; dr. Dian Isti Angraini, S.Ked., M.P.H., selaku pembimbing
utama dan pembimbing akademik; dr. Rika Lisiswanti, S.Ked., M.Med.Ed.,
selaku pembimbing kedua; dr. Rizki Hanriko, S.Ked., Sp.PA., selaku dosen
penguji dan dosen ahli pengampu praktikum Patologi Anatomi; seluruh dosen,
staf, karyawan, dan civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran serta
nasihat dalam penyusunan skripsi ini, juga motivasi, ilmu pengetahuan, dan
bantuan selama peneliti menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Papa, Mama, Udo, Abang, Kaka Cika,
Nakan Gaza, Tamong, Nenek, Keluarga besar Mursi (Pakngah Zuhaidi, Makngah
Minar, Pakwo Mirson, Makwo Nancy, Pakngah Dedi, Makngah Novi, Cek Idir,
Cek Desi, Cek Yus, Cek Ria, Cek Jon, Cek Dilah, Cek Tikno, Cek Nevi, Paksu
Aldi, adik–adik sepupu), dan Abang Hezariman Alvarizi yang selalu ada untuk
memberikan segenap kasih sayang, motivasi, perhatian sepenuh hati, materi, dan
doa yang tak terhingga banyaknya;
Kepada semua sahabatku, Nabilah Nazalika, Naurah Nadzifah, Safitri Mukhlisah,
Deastya Arrini, Winda Pamela, Dea Ivana, Yurico Putri Noveza, Dina Septiana,
Dian Lestari, Analia Refsi Yusnita, Anugerah Indah Sari, Indira Malahayati;
Kuah Ketoprak (Sayyidatun Nisa, Faridah Alatas, Indrani Nur W.P, Nida Nabillah
Nur, Fauziah Lubis, Wahidatur Rohmah, Zahra Wafiyatunisa, Zulfa Labibah,
iv
Hanifah Hanum, Christine Yohana, Marco Manza A, Firza Syailindra, Fadel
Muhammad, Tito Tri Saputra, dan Fuad Iqbal); teman–teman tim skripsi Wanita
Subur (Meriska Cesia Putri, Mentari Olivia, dan Sutria Nirda Syati); teman–
teman asisten praktikum Patologi Anatomi periode 2015–2016 (Serafina Subagio,
Irfan Silaban, Wulan Noventi, Annisa Mardhiyyah, Dani Kartika Sari, M Agung
Yudistira, dan Nidya Tiaz Putri); BG Family (Kak Diah, Kak Marizka, Kak Indri,
Kak Radita, Ulfa, Bundo, Tipan, Widi, Lala, dan Rani); teman–teman
seperjuangan FK UNILA 2013 juga kepada kakak–kakak 2010–2012 serta adik–
adik angkatan 2014–2016; yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima
kasih sudah mengajarkan arti persahabatan, saling mendukung dan menemani di
kehidupan peneliti. Semua akan membosankan tanpa kalian! Semoga kita semua
menggapai cita–cita yang diinginkan dan menjadi dokter yang bermanfaat bagi
lingkungan.
Terakhir kepada alamamaterku tercinta (SDN 115 Palembang, SMPN 9
Palembang, SMA Plus N 17 Palembang, dan Universitas Lampung) atas semua
ilmu akademik dan non–akademik yang telah diajarkan selama ini, semoga ilmu
yang telah peneliti miliki dapat diaplikasikan sebaik–baiknya di kemudian hari
dan turut membanggakan nama almamater.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Akan tetapi
peneliti berharap agar skripsi ini dapat digunakan sebaik–baiknya dan dapat
bermanfaat bagi orang banyak.
Bandar Lampung, 18 Januari 2017
v
Peneliti
Meti Destriyana
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.3.1 Tujuan Umum 5
1.3.2 Tujuan Khusus 6
1.4 Manfaat Penelitian 6
1.4.1 Manfaat Praktis 6
1.4.2 Manfaat Teoritis 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wanita Usia Subur (WUS) 8
2.2 Status Gizi dan Kurang Energi Kronis 10
2.3 Faktor–Faktor yang Memengaruhi KEK pada WUS 13
2.3.1 Persepsi Budaya 16
2.3.2 Ras 19
2.4 Hubungan antara Persepsi Budaya dan Ras terhadap
Risiko KEK pada WUS 19
2.5 Kerangka Teori 27
2.6 Kerangka Konsep 28
2.7 Hipotesis 28
vi
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian 29
3.2 Desain Penelitian 29
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 29
3.4 Subjek Penelitian 30
3.4.1 Populasi 30
3.4.2 Sampel 30
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian 33
3.5.1 Variabel Bebas 33
3.5.2 Variabel Terikat 33
3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian 34
3.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data 35
3.7.1 Instrumen Penelitian 35
3.7.2 Metode Pengumpulan Data 35
3.8 Alur Penelitian 36
3.9 Pengolahan dan Analisis Data 37
3.9.1 Pengolahan Data 37
3.9.2 Analisis Data 37
3.9.2.1 Analisis Univariat 37
3.9.2.2 Analisis Bivariat 38
3.10 Etika Penelitian 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 39
4.1.1 Analisis Univariat 39
4.1.2 Analisis Bivariat 43
4.2 Pembahasan 46
4.2.1 Uji Univariat 46
4.2.1.1 Kurang Energi Kronis 46
4.2.1.2 Pantang Makan 47
4.2.1.3 Usia Menikah 48
4.2.1.4 Paritas 49
4.2.1.5 Ras 49
4.2.2 Uji Bivariat 50
4.2.2.1 Hubungan antara Pantang Makan dan KEK 50
4.2.2.2 Hubungan antara Usia Menikah dan KEK 53
4.2.2.3 Hubungan antara Paritas dan KEK 55
4.2.2.4 Hubungan antara Ras dan KEK 57
4.3 Keterbatasan Penelitian 62
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan 63
5.2 Saran 64
DAFTAR PUSTAKA 65
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi KEK Dewasa berdasarkan IMT 11
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian 34
3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Sosio–Demografi
Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 39
4. Distribusi Frekuensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada
WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 40
5. Distribusi Frekuensi Pantang Makan pada WUS di Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 41
6. Distribusi Frekuensi Usia Menikah WUS di Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 41
7. Distribusi Frekuensi Paritas WUS di Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 42
8. Distribusi Frekuensi Ras WUS di Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 42
9. Hubungan Pantang Makan dengan Risiko Kurang Energi
Kronis (KEK) pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah 43
10. Hubungan Usia Menikah dengan Risiko Kurang Energi
Kronis (KEK) pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah 44
viii
11. Hubungan Paritas dengan Risiko Kurang Energi
Kronis (KEK) pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah 45
12. Hubungan Ras dengan Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada
WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 45
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori Modifikasi Faktor Risiko (Ekologi) terhadap
Status Gizi/KEK 27
2. Kerangka Konsep Hubungan Persepsi Budaya dan Ras
terhadap Risiko KEK pada WUS 28
3. Alur Penelitian 36
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Ethical Clearance
2. Surat Izin Penelitian
3. Lembar Informasi & Informed Consent
4. Kuesioner
5. Data Responden
6. Hasil Uji Validitas
7. Hasil Pengolahan Data Komputer
8. Dokumentasi Penelitian
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sejak tahun 1991 hingga 2007
mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Namun, Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) kembali mencatat
kenaikan AKI yang signifikan pada tahun 2012, yakni dari 228 menjadi 359
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Di samping itu, Angka Kematian
Bayi (AKB) mengalami penurunan sejak tahun 1991 dari 68 per 1.000
kelahiran hidupmenjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007,
sedangkan tahun 2012 mencapai 32 per 1.000 kelahiran hidup. Baik AKI
maupun AKB tidak berhasil mencapai target Millenium Depelopment Goals
(MDGs) pada tahun 2015, yaitu AKI 102 per 100.000 kelahiran hidup dan
AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup (Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional, 2015; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015; Badan
Pusat Statistik dkk, 2013).
Salah satu penyebab tingginya AKI dan AKB adalah meningkatnya risiko
kurang energi kronis (KEK). KEK merupakan suatu keadaan ibu menderita
kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan pada wanita usia subur dan ibu hamil
2
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Sedangkan wanita usia
subur (WUS) merupakan wanita dengan keadaan reproduksinya yang
berfungsi dengan baik antara umur 20–45 tahun (Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2015).
Kekurangan energi kronis pada WUS sedang menjadi fokus pemerintah dan
tenaga kesehatan sekarang ini. Hal ini dikarenakan seorang WUS memiliki
risiko tinggi untuk melahirkan anak yang akan menderita KEK dikemudian
hari. Selain itu, kekurangan gizi menimbulkan masalah kesehatan
(morbiditas, mortalitas dan disabilitas), juga menurunkan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) suatu bangsa. Dalam skala yang lebih luas,
kekurangan gizi dapat menjadi ancaman bagi ketahanan dan kelangsungan
hidup suatu bangsa (Mboi, 2013).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 didapatkan angka prevalensi
risiko KEK di Indonesia adalah 31,3% pada wanita hamil dan 20,8% pada
WUS. Di Provinsi Lampung sendiri 21,3% pada wanita hamil dan 17,6%
pada WUS. Sedangkan di Kabupaten Lampung Tengah sendiri risiko KEK
sangat tinggi, bahkan melebihi angka nasional yaitu 52,8% pada wanita hamil
dan 21,3% pada WUS (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013;
Oemiati dkk, 2013). Kecamatan Terbanggi Besar merupakan kecamatan yang
memiliki potensi di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
Terbanggi Besar memiliki wilayah sebesar 208,65 km2
dan penduduk 106.234
jiwa dengan kepadatan 509 jiwa/km2 (Pemerintah Kabupaten Lampung
Tengah, 2012). Kemudian yang menjadi alasan dipilihnya sebagai lokasi
3
penelitian adalah jumlah WUS terbanyak berdasarkan data sekunder, yaitu
sebanyak 19.506 WUS berusia 15–49 tahun di wilayah Puskesmas Bandar
Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Peneliti
berasumsi akan lebih mudah untuk menjaring responden penelitian di wilayah
tersebut (data sekunder, 2016).
Faktor–faktor yang memengaruhi KEK pada WUS terbagi menjadi dua, yaitu
faktor internal dan eksternal. Internal (individu/keluarga) yaitu genetik,
obstetrik, seks. Sedangkan eksternal adalah gizi, obat–obatan, lingkungan,
dan penyakit (Supariasa dkk, 2012).
Salah satu faktor internal berupa genetik dengan ras termasuk di dalamnya.
Ras merupakan sifat–sifat dan karakteristik yang diturunkan secara genetik
dari generasi ke generasi yang dipercaya menjadi penting oleh orang dengan
dan berpengaruh kuat dalam masyarakat (White, 2012). Sedangkan faktor
eksternal mencakup lingkungan yang secara luas meliputi budaya. Persepsi
budaya adalah pemikiran yang melalui tahapan seleksi, organisasi, dan
interpretasi meliputi nilai–nilai, keyakinan, strategi, harapan berlangsung
secara komprehensif yang menentukan tindakan, sikap dan kebiasaan
seseorang (Kastanakis dan Voyer, 2014).
Penelitian mengenai faktor–faktor yang berhubungan dengan kekurangan
energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kecamatan Kamoning dan
Tambelangan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013
mendapatkan hasil bahwa 69,2% ibu hamil dengan KEK menikah pada usia
< 20 tahun. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia menikah
4
dengan kejadian KEK. Namun, hampir semua ibu hamil dengan KEK
menikah pada usia < 20 tahun dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya yang
dimaksud adalah menikah muda (< 16 tahun) dengan alasan takut jadi
perawan tua (Mahirawati, 2014).
Disamping itu, Hidayati (2011) dalam penelitiannya mengenai hubungan
antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko
kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011 memperoleh hasil bahwa ibu hamil memiliki
pantang makanan selama kehamilan yaitu sebesar 30,6%. Dari hasil analisis
bivariat diperoleh hubungan yang bermakna antara risiko KEK dengan
budaya pantang makanan.
Hasil ini sesuai dengan Rahmaniar (2011) dalam penelitiannya mengenai
faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi kronis
pada ibu hamil di Puskesmas Tampa Padang Kec. Kalukku Kab. Mamuju
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 mendapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara KEK dan pantang makanan. Pantang
makanan juga menjadi variabel paling dominan berdasarkan hasil uji
multivariat. Hasil penelitian kualitatif dari Alwi (2007) mengenai tema
budaya yang melatarbelakangi perilaku ibu–ibu penduduk asli (Suku
Amugme dan Kamoro) dalam pemeliharaan kehamilan dan persalinan di
Kabupaten Mimika pada tahun 2007, mendapatkan hasil bahwa kurang gizi
pada wanita selama kehamilan dan persalinan dipengaruhi oleh budaya–
budaya yang melekat pada suku–suku pedalaman di Timika.
5
Kesimpulan umum yang ditemukan bersadarkan penelitian–penelitian
terdahulu bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pantang makan,
paritas, ras terhadap risiko KEK, sedangkan untuk usia menikah tidak
memiliki hubungan bermakna dengan risiko KEK meskipun sebagian besar
ibu dengan KEK menikah pada usia muda (< 20 tahun). Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Hubungan Persepsi
Budaya dan Ras terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita
Usia Subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung
Tengah.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia
menikah, paritas) dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada
wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten
Lampung Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia
menikah, paritas) dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK)
pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah.
6
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran risiko kurang energi kronis (KEK), persepsi
budaya (pantang makan, usia menikah, paritas), dan ras pada
wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah.
2. Mengetahui hubungan persepsi budaya (pantang makan, usia
menikah, paritas) terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada
wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah.
3. Mengetahui hubungan ras terhadap risiko kurang energi kronis
(KEK) pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi
Besar Kabupaten Lampung Tengah.
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat praktis dan manfaat
teoritis.
1.4.1 Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi peneliti adalah peneliti dapat belajar cara berpikir
ilmiah yang baik dan benar dalam pengerjaan skripsi ini.
2. Bagi instansi pendidikan, diharapakan dapat menjadi sumber
pembelajaran yang valid, meningkatkan kualitas lulusan instansi,
dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.
7
3. Bagi masayarakat, umumnya masyarakat Indonesia dan terkhusus
bagi masyarakat Kabupaten Lampung Tengah diharapkan untuk
mengubah persepsi budaya dan kepercayaan terkait ras yang salah
mengenai gizi yang dapat menjadi faktor risiko KEK pada WUS.
4. Bagi pemerintah daerah, peneliti berharap agar dapat
merencanakan kebijakan/program yang mempermudah masyarakat
dalam memperoleh pengetahuan tentang gizi seimbang.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Bagi ilmu pengetahuan bidang kedokteran khususnya ilmu gizi
diharapkan dapat menjadi landasan pengetahuan bahwa terdapat
hubungan persepsi budaya dan ras terhadap risiko KEK.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wanita Usia Subur (WUS)
Wanita usia subur (WUS) merupakan wanita dengan keadaan reproduksinya
yang berfungsi dengan baik antara umur 20–45 tahun (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Perkembangan fisiologis tubuh pada
wanita usia subur ditandai dengan munculnya tanda seks primer dan
sekunder. Tanda seks primer adalah terjadinya haid pada usia remaja,
sedangkan tanda–tanda seks sekunder meliputi: pinggul melebar,
pertumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuhnya rambut di
ketiak dan sekitar kemaluan (Bakar, 2014).
Menurut Suparyanto (2011) mengenai tanda–tanda WUS antara lain:
1. Siklus Haid
Wanita yang mempunyai siklus haid teratur setiap bulan biasanya subur.
Putaran haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari sebelum
haid datang kembali, biasanya berlangsung selama 28 hingga 30 hari.
Siklus haid dapat dijadikan indikasi pertama untuk menandai seorang
wanita subur atau tidak. Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormon seks
perempuan yaitu esterogen dan progesteron. Hormon esterogen dan
progesteron menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh perempuan
9
yang dapat dilihat melalui beberapa indikator klinis seperti, perubahan
suhu basal tubuh, perubahan sekresi lendir leher rahim (serviks),
perubahan pada serviks, panjangnya siklus mestruasi (metode kalender),
dan indikator minor kesuburan seperti nyeri perut dan perubahan payudara.
2. Alat pencatat kesuburan
Ovulation thermometer merupakan alat yang dapat mencatat perubahan
suhu badan saat wanita mengeluarkan benih atau sel telur. Bila benih
keluar, biasanya termometer akan mencatat kenaikan suhu sebanyak 0,20 C
selama 10 hari.
3. Tes darah
Wanita dengan siklus haid tidak teratur, seperti datangnya haid tiga bulan
sekali atau enam bulan sekali, biasanya tidak subur. Jika dalam kondisi
seperti ini, beberapa tes darah perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab
dari tidak lancarnya siklus haid. Tes darah dilakukan untuk mengetahui
kandungan hormon yang berperan pada kesuburan wanita.
4. Pemeriksaan fisik
Untuk mengetahui seorang wanita subur, maka dapat dilihat melalui
perubahan–perubahan pada organ tubuh, seperti buah dada, kelenjar tiroid
pada leher, dan organ reproduksi. Kelenjar tiroid yang mengeluarkan
hormon tiroksin berlebihan akan mengganggu proses pelepasan sel telur.
Pemeriksaan buah dada ditujukan untuk mengetahui hormon prolaktin
dimana kandungan hormon prolaktin yang tinggi akan mengganggu proses
10
pengeluaran sel telur. Selain itu, pemeriksaan sistem reproduksi juga perlu
dilakukan untuk mengetahui sistem reproduksinya normal atau tidak.
5. Track record
Wanita yang pernah mengalami keguguran, baik disengaja ataupun tidak,
akan berpeluang tinggi untuk terjangkit kuman pada saluran reproduksi.
Kuman ini akan menyebabkan kerusakan dan penyumbatan saluran
reproduksi.
Fungsi reproduksi seorang wanita menjadi tanda bahwa kesuburannya baik
atau tidak, hal ini menjadi pertimbangan penting dalam persiapan pranikah
sebagaimana diatur dalam persiapan pranikah adalah wanita harus cukup
umur, minimal 20 tahun. Usia menikah penting dalam kesehatan reproduksi
karena usia kehamilan yang optimal berada pada rentang usia 20 sampai 35
tahun, sedangkan usia < 20 tahun atau > 35 tahun memiliki risiko tinggi KEK
serta komplikasi lebih lanjut (Mahirawati, 2014; Bakar, 2014).
2.2 Status Gizi dan Kurang Energi Kronis
Status gizi adalah ekspresi atau perwujudan dari nutrisi seseorang dalam
bentuk variabel tertentu. Variabel yang dimaksud berupa angka yang
diinterpretasikan dalam kriteria khusus untuk menentukan status gizi lebih,
baik, atau kurang (Supariasa dkk, 2012; Almatsier, 2009).
Pengertian penilaian status gizi (PSG) menurut Hartriyanti dan Triyanti
(2007) adalah interpretasi dari data yang didapatkan dari berbagai metode
untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko status gizi buruk.
Metode untuk PSG dibagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, metode secara
11
langsung yang terdiri dari penilaian tanda klinis, tes laboratorium, metode
biofisik, dan antropometri. Kedua, penilaian dengan statistik kesehatan (tidak
langsung). Kelompok terakhir adalah penilaian dengan melihat variabel
ekologi. Dari sekian banyak metode PSG, metode langsung yang paling
sering digunakan adalah antropometri.
Antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi/komposisi tubuh
(Hartriyanti dan Triyanti, 2007; Supariasa dkk, 2012). Indeks antropometri
yang umum digunakan pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) adalah
indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh merupakan alat sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT tidak dapat digunakan pada
bayi, anak, remaja, ibu hamil, olahragawan, dan orang dengan keadaan
khusus seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa dkk, 2012).
Dalam menghitung IMT digunakan parameter berat badan dan tinggi badan
yang dimasukkan ke dalam rumus berikut:
Berikut ini klasifikasi KEK berdasarkan IMT dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi KEK Dewasa bersadarkan IMT Arisman (2009)
IMT Derajat KEK
> 18,5 Normal
17,0–18,4 Ringan
16,0–16,9 Sedang
< 16,0 Berat
12
Berdasarkan penelitian di Iran, diketahui bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara lingkar lengan atas (LiLA) dengan IMT dalam mendeteksi KEK
(Khadivzadeh, 2002). Pengukuran LiLA dimaksudkan untuk mengetahui
prevalensi wanita usia subur usia 15–45 tahun dan ibu hamil yang menderita
kurang energi kronis (KEK). LiLA diukur dengan menggunakan pita LiLA
sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2007).
Parameter nasional untuk menilai WUS dengan risiko KEK di Indonesia
adalah LiLA < 23,5 cm (Supariasa dkk, 2012; Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1996). Bertolak dari pernyataan di atas, penelitian
mengenai validitas ukuran LiLA terhadap IMT dalam mendeteksi risiko
kekurangan energi kronis pada wanita (20–45 tahun) di Indonesia (analisis
data Riskesdas 2007), diperoleh hasil bahwa cut–off LiLA yang paling
optimal berada pada titik 24,95 cm dengan nilai sensitivitas 85% dan
spesifisitas 75%. Nilai ini lebih besar bila dibandingkan dengan cut–off point
LiLA yang digunakan Depkes RI hingga saat ini di Indonesia dalam
mendeteksi risiko KEK, yaitu 23,5 cm (Ariyani, 2012; Ariyani dkk, 2012).
Selain IMT dan LiLA, kriteria lain yang dapat mengindikasikan seorang
WUS berisiko tinggi menderita KEK adalah berat badan (BB) < 42 kg saat
sebelum hamil, BB < 40 kg pada kehamilan trimester I, dan tinggi badan
(TB) < 145 cm karena WUS yang pendek cenderung memiliki ukuran
panggul yang kecil (disprporsi cephalo pelvic), anatomi tubuh yang pendek
akan membatasi ruang maksimal untuk pertumbuhan janin dan risiko ini
13
bertambah jika kebutuhan gizi WUS selama kehamilan tidak terpenuhi
(Kalanda, 2007; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996).
Kurang energi kronis (KEK) merupakan keadaan dimana ibu menderita
kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan pada WUS dan ibu hamil (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1996). Tanda atau gejala seseorang menderita
KEK antara lain badan lemah, muka pucat, serta perut membuncit akibat
pembesaran hepar (Adriani dan Wirjatmadi, 2012; Podja dan Kelley, 2000).
2.3 Faktor–Faktor yang Memengaruhi KEK pada WUS
Faktor–faktor yang memengaruhi KEK pada WUS terbagi menjadi dua, yaitu
faktor internal dan eksternal. Internal (individu/keluarga) yaitu genetik,
obstetrik, dan seks. Sedangkan eksternal adalah gizi, obat–obatan,
lingkungan, dan penyakit (Supariasa dkk, 2012). Genetik memegang peranan
penting seseorang menderita KEK dikarenakan kekurangan gizi pada ibu
hamil akan melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR), jika
sudah begitu anak akan sulit untuk tumbuh dengan status gizi baik,
berdasarkan hasil penelitian bahwa anak BBLR berisiko tinggi untuk
menderita KEK di masa dewasa (Supariasa dkk, 2012; Marlenywati, 2010;
Arisman, 2009).
Obstetrik dalam hal ini usia pernikahan, usia kehamilan, paritas, jarak
kehamilan, dan kesehatan ibu berperan aktif dalam menimbulkan risiko KEK
pada WUS. Usia pernikahan saat remaja maka akan menimbulkan
konsekuensi kehamilan di usia remaja pula. Wanita yang hamil pada usia
14
< 20 tahun merupakan kelompok paling rawan untuk terjadinya risiko KEK
dikarenakan terjadinya kompetisi nutrisi antara ibu hamil dan janin yang
dikandungnya, hal ini berkaitan dengan proses pertumbuhan ibu hamil yang
masih berlangsung karena usia remaja serta kebutuhan janin dalam
kandungan. Selain itu, paritas tinggi (lebih dari 3 kali) menandakan jarak
kehamilan yang pendek, hal ini berbahaya untuk ibu hamil dikarenakan waktu
pemulihan bagi rahim untuk menyokong janin berikutnya tidak optimal
begitu juga dengan kebutuhan gizi WUS yang terkuras habis selama masa
hamil dan meyusui sehingga jarak kehamilan yang berikutnya dianjurkan saat
usia anak sebelumnya minimal dua tahun (Adriani dan Wirjatmadi 2012;
Wallace et al, 2006 dalam Marlenywati, 2010). Gizi atau asupan makanan
yang kurang, baik dalam hal ketersediaan pangan atau susunan variasi
makanan yang salah serta absorpsi (metabolisme) yang buruk dapat
menyebabkan KEK pada WUS dikarenakan ketidaksesuaian antara kebutuhan
dan pemenuhan nutrisi (Almatsier, 2009).
Jika membahas tentang faktor lingkungan terhadap risiko KEK pada WUS
tentu tidak akan ada habisnya. Karena cakupannya sangatlah luas, meliputi
sosio–ekonomi, ketersediaan pangan (alam), teknologi dan budaya. Sosio–
ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran pangan.
Pendidikan merupakan hal utama dalam peningkatan sumber daya manusia
(Puli, 2014; Arisman, 2009).
15
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi
kualitas dan kuantitas makanan, karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi
diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya
konsumsi makanan yang lebih baik. Kemudian, WUS yang berperan sebagai
ibu rumah tangga (IRT) memiliki tingkat kesehatan yang lebih rendah
dibandingkan wanita yang memiliki pekerjaan dan rutinitas di luar rumah
selain berperan sebagai IRT, seperti wanita karir dan pekerja swasta aktif.
Selain itu, pola pengeluaran rumah tangga dapat mencerminkan tingkat suatu
kehidupan masyarakat, indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan adalah komposisi pengeluaran untuk makanan dan non
makanan. Kesejahteraan dikatakan baik jika persentase pengeluaran untuk
makanan semakin kecil dibandingkan dengan total pengeluaran (Puli, 2014).
Menurut Schaible dan Kauffman (2007) dalam Hidayati (2011) mengenai
hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari
besarnya dampak yang ditimbulkan terhadap status gizi itu sendiri. Artinya
jika infeksi masih akut dan derajat keparahannya masih rendah, maka tidak
akan terlalu berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Sebaliknya, jika
infeksi sudah kronis dan berlangsung lama akan dapat memengaruhi status
gizi orang tersebut sehingga dengan kata lain penyakit apapun yang bersifat
kronis akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
16
Faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya kebiasaan makan
terhadap jenis makanan tertentu, sehingga tidak jarang menimbulkan berbagai
masalah gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan secara baik bagi
yang mengonsumsinya. Faktor sosial budaya memegang peranan penting
dalam memahami sikap dan perilaku dalam menanggapi kehamilan,
kelahiran, serta perawatan bayi dan ibunya. Pandangan budaya tersebut telah
diwariskan turun–temurun dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Oleh karena itu, sekalipun petugas kesehatan menemukan bentuk perilaku
atau sikap yang terbukti kurang menguntungkan bagi kesehatan, akan tidak
mudah bagi mereka untuk mengadakan perubahan terhadapnya (Pasaribu,
2005 dalam Rahmaniar, 2011).
2.3.1 Persepsi Budaya
Persepsi budaya adalah pemikiran yang melalui tahapan seleksi,
organisasi, dan interpretasi meliputi nilai–nilai, keyakinan, strategi,
harapan berlangsung secara komprehensif yang menentukan tindakan,
sikap dan kebiasaan seseorang (Kastanakis dan Voyer, 2014).
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman
budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dengan latar
belakang etnis, suku, dan tata kehidupan sosial yang berbeda satu
dengan yang lain. Telah banyak penemuan ahli sosiolog dan ahli gizi
menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan dalam proses
terjadinya kebiasaan makan dan menu makanan itu sendiri, sehingga
tidak jarang menimbulkan masalah gizi apabila faktor makanan itu
tidak diperhatikan secara baik oleh masyarakat. Budaya di masyarakat
17
tidak terlepas dari agama dan kepercayaan yang dianutnya, hal ini turut
memengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama
Islam dan Yahudi Ortodoks mengharamkan daging babi, agama Roma
Katolik melarang makan daging setiap hari, dan Protestan melarang
pemeluknya mengonsumsi teh, kopi atau alkohol (Adriani dan
Wirjatmadi, 2012).
Terkadang faktor budaya turut memengaruhi faktor lain untuk
menimbulkan KEK pada WUS. Faktor–faktor yang dimaksud adalah
faktor obstetrik seperti usia kehamilan, paritas, jarak kehamilan, dan
jumlah anak karena adanya beberapa kepercayaan, seperti tabu
mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok usia tertentu yang
sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh
kelompok usia tersebut, seperti ibu hamil yang tabu mengonsumsi ikan
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, 2014; Adriani dan Wirjatmadi,
2012).
Pantangan makan yang salah, tetapi umum terjadi di masyarakat adalah
tidak diperbolehkannya mengonsumsi susu, kopi, atau berpuasa. Hal
ini sungguh keliru karena susu merupakan makanan yang diperlukan
untuk mencukupi kebutuhan tambahan makanan ibu hamil dengan
adanya penambahan nutrisi penting, seperti asam folat, zat besi,
kalsium, dan vitamin. Selain itu, kopi atau makanan lain yang
mengandung kafein (teh dan cokelat) boleh dikonsumsi selama usia
18
kehamilan > 12 minggu dan terbatas untuk dua cangkir per hari karena
dapat menyebabkan efek samping yang merugikan tubuh. Disamping
itu, berpuasa diperbolehkan bagi ibu hamil di trimester I selama daya
tahan tubuh ibu kuat, begitu juga trimester II dan III dengan tetap
memperhatikan penambahan 300 kkal per harinya. Disamping itu,
terdapat kepercayaan bahwa permintaan ibu hamil yang aneh–aneh
(ngidam) merupakan permintaan anak yang dikandungnya. Bila
permintaan tidak dipenuhi, maka akan terjadi sesuatu yang buruk
terhadap janin yang dikandung. Berbagai bentuk ngidam diantaranya
tidak menyukai rasa dan bau dari benda tertentu seperti alkohol, asap
rokok, kafein, bau masakan, bau parfum, dan lain–lain. Selama
keinginan ngidam tersebut tidak merugikan bagi ibu dan janin yang
dikandung maka tidak ada salahnya untuk dipenuhi (Fathonah, 2016).
Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka
buruk terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan
yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap jenis makanan tertentu,
keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat juga
berpengaruh pada pengetahuan tentang gizi di masyarakat Indonesia
(Indra dan Wulandari, 2014). Namun, menurut Wade dan Tavris
(2007) bahwa perubahan budaya merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan peningkatan berat badan di berbagai belahan dunia,
seperti peningkatan jumlah konsumsi makanan cepat saji, tingginya
kesibukan, penggunaan alat praktis seperti remote control,
19
kecenderungan mengendari mobil, kebiasaan menonton TV, dan lain–
lain.
2.3.2 Ras
Ras merupakan sifat–sifat dan karakteristik yang diturunkan secara
genetik dari generasi ke generasi yang dipercaya menjadi penting oleh
orang dan memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat (White, 2012).
Peranan ras terhadap kesukaan makanan akan berbeda dari satu bangsa
ke bangsa lain, dan dari daerah ke daerah, atau suku ke suku lain.
Makanan di negara tropik akan berbeda dengan makanan di negara
empat musim, begitu juga di Eropa, semakin ke selatan maka ciri
makanan semakin berbumbu. Begitu juga di Indonesia, kesukaan
makanan antar daerah/suku sangat beragam. Sudah terkenal jika
makanan Sumatera (khususnya Sumatera Barat) lebih pedas daripada
Jawa (khususnya Jawa Tengah) yang suka makanan manis. Sebaliknya
wilayah Timor selalu menyukai yang asin–asin (Adriani dan
Wirjatmadi, 2012; Almatsier, 2009).
2.4 Hubungan antara Persepsi Budaya dan Ras terhadap Risiko KEK pada
WUS
Penelitian mengenai risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di
Indonesia tahun 2009 mendapatkan hasil bahwa terdapat korelasi positif
antara prevalensi risiko KEK pada WUS dan ibu hamil, juga antara prevalensi
risiko KEK pada ibu hamil dengan prevalensi BBLR, dan prevalensi risiko
KEK yang lebih tinggi pada ibu hamil di daerah pedesaan. Juga terdapat
20
korelasi negatif antara usia, tingkat pendidikan, tinggi badan ibu terhadap
risiko KEK (Sandjaja, 2009).
Berdasarkan penelitian Ravishankar mengenai akibat KEK pada WUS (15–49
tahun) terhadap status gizi anak di Tamilnadu mendapatkan hasil bahwa
sebanyak 26,7% WUS dengan KEK. Meskipun begitu, terdapat hasil yang
bermakna dari pengaruh faktor tempat tinggal, pendidikan, agama, kasta, dan
kondisi standar hidup terhadap KEK pada WUS. Hasil yang kontras
ditunjukkan bahwa prevalensi KEK pada wanita kelompok hidup standar
tinggi (36,9%), perempuan Muslim (32,9%), wanita yang berpendidikan
tinggi (32,5%), dan perempuan perkotaan (25,7%). Lebih lanjut, Penelitian
ini sangat mendukung bahwa status gizi ibu bermakna memengaruhi berat
badan bayi saat lahir, yaitu 70% ibu dengan IMT rendah berpotensi untuk
melahirkan bayi dengan BBLR (2000–2500 g) (Ravishankar, 2003).
Serupa dengan penelitian di atas, penelitian Venkaiah mengenai determinan
dan tren malnutrisi pada anak dan orang dewasa di India pada bulan Februari
tahun 2004 menjelaskan bahwa faktor kasta dan suku sangat berpengaruh
terhadap angka kejadian KEK di negara–negara bagian di India terutama
daerah pedesaan, baik pada anak–anak maupun orang dewasa. Proporsi KEK
pada WUS di wilayah Madhya Pradesh, Maharashtra dan Bengal Barat
mencapai > 40%. Pada dasarnya ibu yang menderita KEK akan melahirkan
anak dengan gizi kurang, begitu pula anak yang sejak kecil sudah kurang gizi
akan menjadi orang dewasa dengan KEK. Sejalan dengan hal tersebut, pola
21
makan yang tidak cukup nutrisi (pola makan spesifik) berhubungan erat
dengan status gizi orang dewasa di India pedesaan (Venkaiah et al, 2011).
Penelitian mengenai pengaruh ibu dengan KEK terhadap status gizi anak pra
sekolah di negara–negara bagian India pada tahun 2012 mendapatkan hasil
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan usia ibu,
tempat tinggal, agama, kasta, pendidikan, pekerjaan, dan indeks kekayaan.
Karakteristik sosial–budaya dan ekonomi berperan penting dalam membentuk
status gizi wanita di India. Kecenderungan proporsi menderita masalah KEK
relatif lebih tinggi pada ibu pedesaan (40,8%) daripada ibu di perkotaan
(22,3%). Namun, agama tidak memainkan peran penting apapun dalam
tingkat prevalensi KEK, kecuali Islam. Semua agama dilaporkan hampir
memiliki proporsi yang sama dari kejadian KEK (sekitar 33%) (Radhakrishna
dan Ravi, 2004).
Hasil penelitian mengenai faktor risiko KEP pada balita di Provinsi
Luangprabang, Laos tahun 2007 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan
bermakna antara anak etnis Khmu dan kejadian. Hubungan bermakna antara
kurang gizi dan pendidikan ibu yang rendah. Hubungan bermakna antara
kurang gizi dan pengetahuan gizi ibu yang buruk dengan odds ratio sebesar
1,40 (Phengxay et al, 2007).
Di lain pihak, Telake dan Bitew (2010) dalam penelitiannya tentang
kesenjangan antara pedesaan–perkotaan pada wanita dengan KEK di Ethiopia
pada bulan November tahun 2010 mendapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan bermakna antara KEK pada WUS dengan faktor usia, paritas,
22
status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, indeks kesejahteraan, pendidikan
pasangan, pekerjaan pasangan. Hubungan bermakna antara KEK pada WUS
dengan agama (Orthodox, Islam, Protestan, dan lain–lain). WUS usia 15–19
tahun dan 40–49 tahun terutama yang tinggal di pedesaan memiliki risiko
tinggi untuk terkena KEK. Hal ini disebabkan karena ketidaksadaran remaja
perempuan akan kesehatannya. Selain itu, status gizi kurang di antara
perempuan pedesaan dapat dijelaskan sebagian oleh fakta bahwa perempuan
pedesaan usia 15–19 lebih rentan terhadap pernikahan dini dan melahirkan
anak lebih dini dibandingkan dengan perempuan di perkotaan. Disamping
itu, wanita usia 40–49 tahun relatif kurang berpendidikan dibanding wanita
yang lebih muda dan karena itu mungkin memiliki kekuatan yang rendah
dalam pengambilan keputusan sehingga menghambat kontrol mereka atas
pendapatan dan aset rumah tangga. Selain itu, wanita yang lebih tua memiliki
tingkat paritas relatif lebih tinggi yang bisa mewajibkan mereka untuk
merawat anak–anak daripada melindungi kesehatan mereka sendiri dan status
gizi nya.
Penelitian mengenai budaya pantang makan, status ekonomi dan pengetahuan
zat gizi ibu hamil dengan status gizi pada ibu hamil trimester III di
Puskesmas Welahan I Kota Jepara Provinsi Jawa Tengah pada bulan Januari
tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa terdapatnya hubungan bermakna antara
budaya pantang makan dengan status gizi ibu hamil trimester III. Namun,
tidak terdapat hubungan bermakna antara status ekonomi dan pengetahuan zat
gizi ibu hamil dengan status gizi pada ibu hamil trimester III (Susanti dkk,
2013).
23
Penelitian tentang perilaku Suku Paser terhadap pola makan pada ibu hamil
dan menyusui di Desa Lomu Kecamatan Batu Engau Kabupaten Paser
Kalimantan Timur pada bulan Juni–Juli tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa
jenis pantangan makanan yang berasal dari makanan hewani adalah ikan
kerapu, telur, daging kambing dan daging kijang. Sedangkan makanan nabati
yang dipantangkan adalah sayur keladi dan lombok. Di satu sisi, pantangan
makanan pada ibu menyusui yang berasal dari makanan hewani adalah ikan
yang diberi es batu selama 44 hari. Sedangkan dari lauk nabati, ibu menyusui
dipantang untuk mengonsumsi kacang panjang, bayam dan buah–buahan,
terutama labu dan semangka. Penyebab lahirnya pantangan dan anjuran
makanan pada ibu hamil dan menyusui adalah karena adanya keyakinan
tentang dampak dari makanan tersebut terhadap kesehatan ibu dan bayinya,
kekhawatiran tentang adanya kutukan dari nenek moyang/leluhur dan juga
kekhawatiran dikucilkan atau digunjingkan oleh keluarga dan masyarakat
(Daniyah, 2014).
Hasil penelitian kualitatif dari Alwi (2007) mengenai tema budaya yang
melatarbelakangi perilaku ibu–ibu penduduk asli (Suku Amugme dan
Kamoro) dalam pemeliharaan kehamilan dan persalinan di Kabupaten
Mimika pada tahun 2007 mendapatkan hasil bahwa perempuan harus lebih
mengutamakan kecukupan makanan untuk laki–laki. Meskipun ibu–ibu
kedua suku ini bekerja sangat keras demi kelanjutan hidup keluarganya, tetapi
tetap dianggap rendah 'sejajar dengan babi' dan memperoleh asupan makanan
'sisa' paling belakangan. Budaya ini sangat merugikan kesehatan ibu dan
janin/bayi karena kuantitas dan kualitas makanan ibu yang sedang hamil atau
24
sedang menyusui seharusnya ditingkatkan. Ibu dapat mengalami kelelahan
fisik dan kekurangan gizi yang dapat mengakibatkan terjadinya partus lama
dan perdarahan persalinan. Di samping itu, adanya kepercayaan untuk
mematuhi berbagai jenis makanan pantang selama kehamilan. Hampir semua
jenis makanan yang dipantangkan tersebut mengandung protein tinggi
misalnya; ikan belut yang dipercayai dapat menyebabkan bayi cacat, burung
kasuari dapat membuat mata bayi kerjap–kerjap, penyu dapat membuat jari
tangan dan kaki bayi seperti jari kura–kura, dan kelapa putih dapat membuat
tubuh bayi besar. Di satu sisi mereka hanya mau makan jenis makanan yang
biasa dimakan.
Dari hasil penelitian diketahui masih banyak tema budaya penduduk asli
Timika yang merugikan kesehatan ibu karena masih sarat dengan
diskriminasi gender dan mengabaikan hak–hak reproduksi perempuan. Cara–
cara pengobatan tradisional pun kadang bertentangan dengan pengobatan
ilmiah dan perilaku ibu–ibu dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas
dilandasi oleh beberapa tema budaya yang sangat diskriminatif dan kurang
mendukung kesehatan ibu (Alwi, 2007).
Penelitian mengenai faktor–faktor yang berhubungan dengan risiko
kekurangan energi kronik pada ibu hamil di Puskesmas Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah pada Desember 2013 hingga Januari 2014
mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan bermakna antara paritas dengan
KEK dan peningkatan risiko terjadi pada paritas sebanyak lebih dari tiga kali,
juga terdapat hubungan bermakna antara usia ibu (< 20 tahun dan > 35
25
tahun) terhadap risiko KEK. Demikian pula terdapat hubungan bermakna
antara KEK dengan pendapatan. Namun, tidak didapatkan hubungan
bermakna antara KEK dengan tingkat pendidikan ibu (Wasiso, 2014).
Penelitian mengenai faktor–faktor yang berhubungan dengan kekurangan
energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kecamatan Kamoning dan
Tambelangan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013
mendapatkan hasil bahwa 69,2% ibu hamil dengan KEK menikah pada usia
< 20 tahun. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia menikah
dengan risiko KEK. Namun, hampir semua ibu hamil dengan KEK menikah
pada usia < 20 tahun dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya yang dimaksud
adalah menikah muda (< 16 tahun) dengan alasan takut jadi perawan tua
(Mahirawati, 2014).
Penelitian mengenai analisis faktor risiko kekurangan energi kronis (KEK)
pada wanita prakonsepsi di Kota Makassar pada bulan Maret–Juni tahun 2014
diperoleh hasil bahwa penyakit infeksi memiliki hubungan dan besar risiko
yang bermakna dengan KEK. Pengetahuan gizi memiliki hubungan dan
besar risiko yang bermakna dengan KEK. Variabel yang paling besar
pengaruhnya terhadap risiko KEK adalah penyakit infeksi. Kesimpulan dari
penelitian ini bahwa penyakit infeksi merupakan faktor risiko KEK pada
wanita prakonsepsi dan pengetahuan gizi merupakan faktor protektif KEK
pada wanita prakonsepsi (Hamid dkk, 2014).
26
Bertentangan dengan penelitian di atas, penelitian mengenai hubungan antara
pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko kurang
energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang
Selatan tahun 2011 diperoleh hasil bahwa ibu hamil memiliki pantang
makanan selama kehamilan yaitu sebesar 30,6%. Dari hasil analisis bivariat
diperoleh variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan risiko
KEK adalah pola konsumsi makanan pokok, lauk hewani , lauk nabati, dan
pantang makanan. Di samping itu, variabel pola konsumsi sayuran, konsumsi
buah, penyakit tuberculosis, dan penyakit diare tidak terdapat hubungan yang
bermakna dengan risiko KEK (Hidayati, 2011).
Penelitian mengenai hubungan tingkat sosial ekonomi dengan kurang energi
kronis ( KEK ) pada ibu hamil di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul pada
bulan Maret–Mei tahun 2014 mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat
hubungan antara tingkat sosial ekonomi seperti pendidikan, pekerjaan,
pengetahuan ibu dengan risiko KEK pada ibu hamil. Namun, terdapat
hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan ibu hamil
dengan risiko KEK dan tidak KEK (Indriany dkk, 2014).
27
Keterangan
: terdapat faktor
yang diteliti
2.5 Kerangka Teori
Berdasarkan teori–teori yang dipaparkan di atas, maka peneliti
menggambarkan kerangka teori yang berhubungan pada penelitian ini pada
bagan berikut ini:
Gambar 1. Kerangka Teori Modifikasi Faktor Risiko (Ekologi) terhadap Status
Gizi/KEK (sumber: Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014; Supariasa dkk, 2012;
Arisman, 2009; Brown, 2005).
Mikrosistem
- Keluarga
- Rekan
- Agama
- Yankes
- Sekolah/
pekerjaan
Eksosistem
- Sosial
- Industri
- Media massa
- Politik
- Ekonomi
Makrosistem
Budaya
Individu
- Jenis kelamin
- Usia
- Penyakit
- Obstetri (usia menikah, paritas, jarak kehamilan)
- Ras
- etnis
Persepsi Budaya
Pantangan Makan
KEK pada
WUS
BBLR AKB AKI
Tumbuh
kembang
Produktivitas
Risiko
kehamilan
Mortalitas
28
2.6 Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2. Kerangka Konsep Hubungan Persepsi Budaya dan Ras
terhadap Risiko KEK pada WUS
2.7 Hipotesis
Adapun hipotesis yang peneliti temukan berdasarkan kepustakaan teori yang
telah dipaparkan sebelumnya adalah sebagai berikut:
Ho: tidak terdapat hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia
menikah, paritas) dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK)
pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
Ha: terdapat hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia menikah,
paritas) dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada WUS di
Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
Ras
Persepsi Budaya
(pantang makan,
usia menikah,
paritas) KEK pada
WUS
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional dengan
pendekatan studi analitik.
3.2 Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, yaitu
dengan cara pengumpulan data (pengukuran variabel independen dan
dependen) sekaligus pada suatu waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2012;
Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Tujuannya untuk mencari hubungan antara
persepsi budaya dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada
wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten
Lampung Tengah.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di enam kelurahan (Nambahdadi, Karang Endah,
Indra Putra Subing, Bandar Jaya Timur, Bandar Jaya Barat, dan Adi Jaya)
yang ada di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,
Provinsi Lampung, Indonesia pada bulan Oktober–November 2016.
3.4 Subjek Penelitian
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah sejumlah subjek besar yang
mempunyai karakteristik tertentu. Karakteristik subjek ditentukan
sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian. Populasi terjangkau
(accessible population) suatu penelitian adalah bagian dari populasi
yang dapat dijangkau oleh peneliti. Dengan kata lain, populasi
terjangkau adalah bagian populasi yang dibatasi oleh tempat dan waktu
(Sastroasmoro dan Ismael 2007; Budiarto 2003). Populasi terjangkau
untuk penelitian ini adalah semua WUS usia 20–45 tahun yang datang
ke posyandu–posyanduyang ada di wilayah Puskesmas Bandar Jaya,
Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.
3.4.2 Sampel
Dengan menggunakan teknik tersebut, maka populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dilakukan penelitian yang memenuhi
kriteria inklusi dijadikan sebagai sampel penelitian.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menandatangani informed consent.
2. WUS usia 20–45 tahun.
3. Pernah menikah dan melahirkan anak.
Kriteria eksklusi sebagai berikut:
1. Menopause
2. Riwayat PTM/kronis (gagal ginjal, DM, hipertensi, keganasan, dan
lain–lain)
3. Riwayat penyakit infeksi (diare, tuberculosis, AIDS, dan lain–lain)
4. Hamil
Menurut Dahlan (2012) bahwa rumus besar sampel untuk penelitian
analitik kategorik tidak berpasangan, adalah:
Keterangan:
n = Besar sampel
Zα = Nilai Z pada derajat kepercayaan α pada uji dua sisi (two
tail), yaitu 95% = 1,96.
Zβ = Nilai Z pada kekuatan uji 1–β, yaitu 80% = 0,842.
P = Proporsi rata–rata = (P1+P2)/2
P1 = 57% (Hidayati, 2011).
P2 = 33% (Hidayati, 2011).
Q = 1-P
Q1 = 1-P1
Q2 = 1-P2
Perhitungan:
Dari hasil perhitungan diatas, maka diperoleh jumlah sampel minimal
sebanyak 66 orang. Jumlah ini ditambahkan dengan 10% dari sampel
minimal (tujuh orang) untuk meminimalisir sampel drop out atau loss to
follow up sehingga diperoleh sampel sebanyak 73 orang dari perhitungan
sebagai berikut:
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah probability sampling
yaitu setiap unsur/elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang
sama untuk dipilih menjadi sampel penelitian. Metode yang digunakan
adalah cluster sampling method yaitu sampel dipilih secara acak pada
kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, cara ini
dinilai sangat efisien bila populasi tersebar luas sehingga tidak
memungkinkan bagi peneliti untuk membuat daftar seluruh populasi
tersebut. Cluster yang diambil berasal dari kelompok–kelompok
Posyandu di bawah naungan Puskesmas Bandar Jaya. Pengambilan
sampel dipilih dengan metode simple random sampling sehingga
dimungkinkan semua subjek dalam populasi mendapat kesempatan yang
sama untuk terpilih menjadi responden sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian.
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan
memengaruhi variabel yang lain (Sopiyudin, 2012). Variabel terikat adalah
variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel dalam penelitian ini
yaitu:
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi budaya (pantang
makan, usia menikah, paritas) dan ras.
3.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Risiko kurang Energi
Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Alat Ukur Cara
Ukur
Hasil Skala
Persepsi Budaya
a. Pantang
Makan
Larangan
tertentu untuk
mengonsumsi
jenis makanan
tertentu karena
ancaman
hukuman
apabila
melanggar.
Kuesioner
Observasi
dan
Wawancara
1 = ada
2 = tidak ada
Nominal
b. Usia
Menikah
Usia WUS
pertama kali
menikah.
Kuesioner
Observasi
dan
Wawancara
1 = risiko tinggi
(< 20 atau
> 35 tahun)
2 = tidak risiko
tinggi (20–
35 tahun)
Nominal
c. Paritas
Jumlah WUS
melahirkan,
baik hidup
maupun
meninggal
Kuesioner
Observasi
dan
Wawancara
1 = tinggi (lebih
dari 3)
2 = rendah (1–
3)
Ordinal
Ras Suku bangsa
yang
diturunkan
dari generasi
ke generasi
Kuesioner Observasi
dan
Wawancara
1 = Lampung
2 = non–Lam
pung
Nominal
Kurang
Energi
Kronis
(KEK)
menderita
kekurangan
makanan yang
berlangsung
menahun
(kronis)
sehingga
menimbulkan
gangguan
kesehatan
Pita LiLA Pengukuran 1 = KEK
(< 23,5
cm)
2 = tidak KEK
(≥ 23,5 cm)
Ordinal
3.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data
3.7.1 Instrumen Penelitian
a) Alat Tulis
Adalah alat yang digunakan untuk mencatat, melaporkan hasil
penelitian. Alat tersebut adalah pulpen, kertas, pensil dan komputer.
b) Kuesioner Terstruktur
Adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian
yang terdiri dari data demografi responden dan kuesioner pantang
makan yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap 30
responden. Didapatkan delapan butir pertanyaan yang valid (nilai r–
hitung lebih besar dari r–tabel (0,361) dan dinyatakan reliabel
dengan nilai cronbach’s alpha > 0,6 (0,627).
c) Lembar informed consent
Adalah lembar persetujuan untuk menjadi responden penelitian.
d) Alat Ukur
Adalah alat yang digunakan untuk mengukur lingkar lengan atas
(LiLA) menggunakan pita LiLA dengan ketelitian 0,1 cm dan
panjang 33 cm.
3.7.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari
responden (data primer) yang meliputi:
a) Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian
b) Pengisian informed consent
c) Pengisian kuesioner
d) Pengukuran LiLA (screening KEK)
e) Pencatatan hasil pengukuran pada formulir lembar penelitian. Selain
itu, peneliti juga mengambil data sekunder berupa data demografi
wanita usia subur (WUS) di wilayah Kecamatan Terbanggi Besar.
3.8 Alur Penelitian
Gambar 3. Alur Penelitian
Pemilihan subjek penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi
Tahap
persiapan
Tahap
pelaksanaan
Tahap
pengolahan
data
Pembuatan proposal,
pengurusan surat izin etik
Pengisian informed consent
Penyebaran dan pengisian
kuesioner persepsi budaya
dan ras
Pengukuran LiLA
untuk deteksi KEK
Pencatatan hasil dan
pengumpulan data
Pengolahan dan analisis data
Analisis univariat dan bivariat
Pembahasan hasil dan
simpulan penelitian
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1 Pengolahan Data
Dalam pengolahan data dilakukan beberapa tahap, yaitu sebagai
berikut:
1. Editing yaitu memeriksa kembali kelengkapan data penelitian yang
telah dikumpulkan.
2. Coding adalah proses pemberian kode pada setiap jawaban yang
terdiri variabel risiko KEK, persepsi budaya (pantang makan, usia
menikah, paritas), dan ras sebelum dilakukan input data ke
komputer.
3. Entry yaitu memasukkan data dengan menggunakan komputer untuk
analisa lebih lanjut menggunakan komputer.
3.9.2 Analisis Data
3.9.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menyajikan dan
menggambarkan distribusi frekuensi data demografi, variabel
dependen dan independen yang diteliti dalam bentuk
presentase yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisis
univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran sosio–demografi, variabel kurang energi kronis
(KEK), persepsi budaya (pantang makan, usia menikah,
paritas), dan ras.
3.9.2.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan
hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen. Pada analisis ini digunakan Uji multak Fisher
sehingga akan diperoleh nilai P, dimana dalam penelitian ini
digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara
dua variabel dikatakan berhubungan jika mempunyai nilai p
< 0,05 dan dikatakan tidak berhubungan jika mempunyai nilai
p ≥ 0,05 yang disajikan dalam jenis tabel 2 x 2. Uji multak
Fisher adalah uji hipotesis untuk proporsi dua kelompok
dengan jumlah subyek yang sedikit. Uji ini digunakan bila
pada tabel 2 x 2 didapatkan jumlah n total < 20 atau bila
jumlah n total antara 20–40 dan terdapat nilai expected kurang
dari lima (lebih dari 20%) sehingga syarat uji Chi–Square tidak
terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2007).
3.10 Etika Penelitian
Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan Nomor Surat:
064/UN26.8/DL/2017, izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung
Tengah, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Lampung Tengah,
Puskesmas Bandar Jaya, serta informed consent dari subyek penelitian.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Adapun simpulan yang didapatkan berdasarkan kepustakaan dan hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung
Tengah yaitu yang mengalami KEK sebanyak 4,1%; yang melakukan
pantang makan sebanyak 16,4%; yang menikah pada usia risiko tinggi
sebanyak 26%; yang memiliki paritas tinggi sebanyak 26%; ras terbanyak
adalah Jawa dengan persentase 75,3%.
2. Tidak terdapat hubungan bermakna antara persepsi budaya (pantang
makan, usia menikah, paritas) dengan risiko KEK pada WUS di
Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
3. Tidak terdapat hubungan bermakna antara ras dengan risiko KEK pada
WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
64
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan simpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
peneliti dapat memberikan saran kepada beberapa pihak terlibat, sebagai
berikut:
1. Bagi peneliti sendiri, diharapkan penelitian ini dapat menjadi suatu
pembelajaran dalam meneliti yang baik dan benar di kemudian hari. Bagi
peneliti lain, diharap untuk melanjutkan penelitian di skup yang lebih luas
mengingat Kabupaten Lampung Tengah merupakan wilayah yang paling
luas dengan penduduk paling padat di Provinsi Lampung sehingga tidak
menutup kemungkinan akan memberikan hasil yang berbeda.
2. Bagi instansi pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber
pembelajaran yang valid dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi masayarakat, umumnya wanita usia subur (WUS) untuk
meningkatkan pengetahuan dengan membedakan antara fakta dan mitos
dalam pantang makan serta melaksanakan keluaga berencana (KB) sejak
awal pernikahan untuk mengurangi risiko KEK.
4. Bagi pemerintah daerah, peneliti sangat berharap untuk merencanakan
kebijakan/program yang mempermudah masyarakat dalam memperoleh
pengetahuan tentang gizi seimbang.
65
DAFTAR PUSTAKA
Adriani M, Wirjatmadi B. 2012. Pengantar gizi masyarakat. Jakarta: Kencana.
Almatsier S. 2009. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alwi Q. 2007. Tema budaya yang melatarbelakangi perilaku ibu–ibu penduduk
asli dalam pemeliharaan kehamilan dan persalinan di kabupaten
Mimika. Bulletin Penelitian Kesehatan. 35(3):137–147.
Angkupi P. 2015. Formulasi perkawinan adat Lampung dalam bentuk peraturan
daerah dan relevansinya terhadap hak asasi manusia. Jurnal Ilmu
Syari’ah dan Hukum. 49(2):315–327.
Arisman. 2009. Buku ajar ilmu gizi: gizi dalam daur kehidupan ed.2. Jakarta:
EGC.
Ariyani DE. 2012. Validitas ukuran lingkar lengan atas terhadap indeks massa
tubuh dalam mendeteksi risiko kekurangan energi kronis pada wanita
(20–45 tahun) di Indonesia (analisis data Riskesdas 2007) [skripsi].
Jakarta: Universitas Indonesia.
Ariyani DE, Achadi EL, Irawati A. 2012. Validitas lingkar lengan atas mendeteksi
risiko kekurangan energi kronis pada wanita Indonesia. Kesehatan
Masyarakat. 7(2):83–90.
Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Survei demografi
dan kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Bakar SA. 2014. Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana (dalam tanya
jawab). Jakarta: Rajawali Pers.
Brown J. 2005. Nutrition through the life cycle ed.2. USA: Thomson Wadsworth.
Budiarto E. 2003. Metodologi penelitian kedokteran: sebuah pengantar. Jakarta:
EGC.
66
Dahlan S. 2012. Seri 3 evidence based medicine: langkah–langkah membuat
proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan ed.2. Jakarta:
Sagung Seto.
Daniyah. 2014. Perilaku suku Paser terhadap pola makan ibu hamil dan menyusui
di desa Lomu kecamatan Batu Engau kabupaten Paser Kalimantan
Timur [tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2014. Gizi dan kesehatan masyarakat ed.9.
Jakarta: Rajawali Pers.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Pedoman penanggulangan ibu
hamil kekurangan energi kronis. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman pengukuran dan
pemeriksaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ensara T. 2008. Kedudukan Anak Angkat pada Masyarakat Adat Lampung
Pepadun Siwo Migo Buai Subing Studi di Kecamatan Terbanggi Besar
Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung [tesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Fathonah S. 2016. Gizi dan kesehatan ibu hamil: kajian teori dan aplikasinya.
Jakarta: Erlangga.
Hamid F, Thaha AR, Salam A. 2014. Analisis faktor risiko kekurangan energi
kronik (KEK) pada wanita prakonsepsi di kota Makassar.
Hartriyanti Y, Triyanti. 2007. Penilaian status gizi dalam gizi dan kesehatan
masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Haryani FD, Darmono SS, Maya DR. 2013. Hubungan karakteristik, tingkat
konsumsi energi, tingkat konsumsi protein, dan frekuensi periksa
kehamilan dengan pertambahan berat badan ibu hamil trimester II.
Jurnal Kedokteran Muhammadiyah: 1(2):32–41.
Hidayati F. 2011. Hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang
makanan terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di
puskesmas Ciputat kota Tangerang Selatan tahun 2011 [skripsi].
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
67
Indra D, Wulandari Y. 2014. Prinsip–prinsip dasar ahli gizi. Jakarta: Dunia
Cerdas.
Indriany, Helmyati S, Astria PB. 2014. Tingkat sosial ekonomi tidak
berhubungan dengan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil.
Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. 2(3):131–138.
Kalanda B. 2007. Maternal antropometry and weight gain as risk factor for poor
pregnancy outcomes in a rural area of Southern Malawi. Malawi
Medical Journal. 19(4):149–153.
Kartasapoetra, Marsetyo. 2010. Ilmu gizi, korelasi gizi, kesehatan dan
produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Kastanakis MN, Voyer BG. 2014. The effect of culture on perception and
cognition : a conceptual framework.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil kesehatan Indonesia
2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015. Laporan pencapaian
tujuan pembangunan milenium di Indonesia 2014. Jakarta: Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Khadivzadeh T. 2002. Mid upper arm and calf circumferences as indicators of
nutritional status in women of reproductive age. Eastern Mediterranean
Health Journal. 4–5.
Mahirawati VK. 2014. Faktor–faktor yang berhubungan dengan kekurangan
energi kronis (KEK) pada ibu hamil di kecamatan Kamoning dan
Tambelangan kabupaten Sampang provinsi Jawa Timur. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 17(2):193–202.
Marlenywati. 2010. Risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil remaja
(usia 15–19 tahun) di kota Pontianak tahun 2010 [tesis]. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Mboi N. 2013. Gizi seimbang atasi masalah gizi ganda. Departemen Kesehatan
Rrepublik Indonesia [Artikel Online] [diunduh 23 Mei 2016]. Tersedia
dari: http://www.depkes.go.id/article/view/2239/gizi–seimbang–atasi–
masalah–gizi–ganda.html.
68
Notoatmodjo S. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta.
Oemiati R, Rini KF, Utami NH, Narendro. 2013. Riskesdas dalam angka 2013
provinsi Lampung. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Pasaribu. 2005. Dalam: Rahmaniar MBA. 2011. Faktor–faktor yang berhubungan
dengan kejadian kekurangan energi kronis pada ibu hamil di puskesmas
Tampa Padang kec. Kalukku kab. Mamuju provinsi Sulawesi Barat
tahun 2011 [tesis]. Makassar: Universitas Hassanudin.
Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. 2012. Terbanggi Besar. [Artikel
Online] [diunduh 25 Desember 2016]. Tersedia dari:
http://www.lampungtengahkab.go.id.
Phengxay M, Ali M, Yagyu F, Soulivanh P, Kuroiwa C, Ushijima H. 2007. Risk
factors for protein–energy malnutrition in children under 5 years: study
from Luangprabang province, Laos. Pediatric International. (49):260–
265.
Podja K, Kelley L. 2000. International low birth weight: simposium and
workshop. in Low Birth Weight.
Puli T. 2014. Hubungan sosial ekonomi dengan kekurangan energi kronik pada
wanita prakonsepsi di kota Makassar tahun 2014 [skripsi]. Makassar:
Universitas Hassanudin.
Radhakrishna R, Ravi C. 2004. Malnutrition in India trends and determinants.
Economic and Political Weekly. 39(7):671–676.
Rahmaniar MBA. 2011. Faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian
kekurangan energi kronis pada ibu hamil di puskesmas Tampa Padang
kec. Kalukku kab. Mamuju provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 [tesis].
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Ravishankar AK. 2003. The consequence of chronic energy deficiency (CED) on
children’s nutritional status in Tamilnadu: Evidence from NFHS–II. 1–
26.
Rosmelina. 2008. Sistem Pewarisan pada Masyarakat Lampung Pesisir yang
Tidak Mempunyai Anak Laki-Laki (Studi pada Marga Negara Batin di
Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung
[tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.
69
Sandjaja. 2009. Risiko kurang energi kronis (KEK pada ibu hamil di Indonesia.
Gizi Indon. 32(2):128–138.
Saputra LY. 2015. Pernikahan amalgamasi (studi pada pasangan nikah antara
suku Jawa dan Lampung di kecamatan Metro Timur) [skripsi].
Bandarlampung: Universitas Lampung.
Sastroasmoro S, Ismael S. 2007. Dasar–dasar metodologi penelitian klinis,
Jakarta: Binarupa Aksara.
Sastroasmoro S, Ismael S. 2011. Dasar–dasar metodologi penelitian klinis ed.4.
Jakarta: Sagung Seto.
Schaible dan Kauffman. 2007. Dalam: Hidayati F. 2011. Hubungan antara pola
konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko
kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di puskesmas Ciputat kota
Tangerang Selatan tahun 2011 [skripsi]. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2012. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC.
Suparyanto. 2011. Wanita Usia Subur. [Artikel Online] [diunduh 30 Mei 2016].
Tersedia dari: http://www.wordpress.com.
Surasih H. 2006. Faktor–faktor yang berhubungan dengan keadaan kurang energi
kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten Banjarnegara tahun 2005
[skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Susanti A, Rusnoto, Asiyah N. 2013. Budaya pantang makan, status ekonomi dan
pengetahuan zat gizi ibu hamil pada ibu hamil trimester III dengan
status gizi. JIKK. 4(1):1–9.
Susanti LM. 2014. Kedudukan Istri dalam Perkawinan Jujur pada Masyarakat
Adat Lampung Pepadun di Desa Tiuh Balak di Kecamatan Baradatu
Kabupaten Way Kanan [skripsi]. BandarLampung: Universitas
Lampung
Telake DS, Bitew FH. 2010. Undernutrition among women in Ethiopia: rural–
urban disparity. DHS Working Papers. (77):1–25.
Venkaiah K, Brahmam GNV, Vijayaraghavan K. 2011. Application of factor
analysis to identify dietary patterns and use of factor scores to study
their relationship with nutritional status of adult rural populations.
Journal of Health, Population and Nutrition: 29(4):327–338.
70
Wade C, Tavris C. 2007. Psychology ed.9. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wallace JM et al. 2006. Dalam: Marlenywati. 2010. Risiko kurang energi kronis
(KEK) pada ibu hamil remaja (usia 15–19 tahun) di kota Pontianak
tahun 2010 [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Wasiso DE. 2014. Faktor–faktor yang berhubungan dengan resiko kekurangan
energi kronik pada ibu hamil di puskesmas Gunung Sugih kabupaten
Lampung Tengah [skripsi]. BandarLampung: Universitas Malahayati.
White K. 2012. Pengantar sosiologi kesehatan dan penyakit ed.3. Jakarta:
Rajawali Pers.