HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM )...

161
i HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM10) TERHADAP KELUHAN ASMA PADA MASYARAKAT BERISIKO DI SEKITAR TERMINAL ANTAR KOTA ANTAR PROVINSI (AKAP) KOTA PALEMBANG TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) OLEH : AGUS DWI SAPUTRA 1112101000090 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H /2017 M

Transcript of HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM )...

Page 1: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

i

HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM10) TERHADAP

KELUHAN ASMA PADA MASYARAKAT BERISIKO DI SEKITAR

TERMINAL ANTAR KOTA ANTAR PROVINSI (AKAP)

KOTA PALEMBANG TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH :

AGUS DWI SAPUTRA

1112101000090

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H /2017 M

Page 2: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Juli 2017

Agus Dwi Saputra

Page 3: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, 20 Juli 2017

AGUS DWI SAPUTRA, NIM : 1112101000090

Hubungan Pajanan Partikel Debu Terhirup (PM10) Terhadap Keluhan Asma

Pada Masyarakat Berisiko di Sekitar Terminal Antar Kota Antar Provinsi

(AKAP) Kota Palembang Tahun 2016

(xxi + 116 halaman, 34 tabel, 3 bagan, 3 gambar, 8 lampiran)

ABSTRAK

Latar Belakang : Asma merupakan penyakit inflamasi jalan napas kronik yang

berdampak serius terhadap morbiditas dan mortalitas. Terminal merupakan salah satu

lokasi padat aktivitas transportasi. Aktivitas transportasi mengemisikan PM10 dan

menjadi faktor pencetus asma.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan pajanan partikel debu terhirup (PM10) terhadap

keluhan asma pada masyarakat berisiko disekitar terminal antar kota antar provinsi

(AKAP) kota Palembang tahun 2016.

Metode : Jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi

penelitian yaitu seluruh masyarakat berisiko (sopir, kondektur, dan pedagang tetap)

yang beraktivitas dikawasan terminal AKAP kota Palembang. Responden yang diteliti

sebanyak 75 orang yang diambil menggunakan teknik simple random sampling.

Sampel PM10 ambien diambil menggunakan Dusttrak II Aerosol Monitor 8532 di tiga

titik sampling pada masing-masing terminal. Lokasi titik sampling ditentukan

menggunakan radius jarak dari titik pusat terminal. Data keluhan asma, pajanan PM10

dan karakteristik individu diukur melalui wawancara dengan kuesioner, sedangkan

data berat & tinggi badan diukur menggunakan timbangan dan microtoise. Uji Chi

Square digunakan untuk mencari hubungan pajanan PM10 dan karakteristik individu

dengan keluhan asma. Uji beda rata-rata digunakan untuk mencari hubungan waktu &

lama kerja dengan keluhan asma. Uji regresi logistik digunakan untuk mengontrol

variabel perancu.

Hasil Penelitian : Sebanyak 54,7% responden mengalami keluhan asma. Terdapat

hubungan signifikan antara keluhan asma dengan pajanan PM10 (p=0,015); status

merokok (p=0,008); jumlah batang rokok yang dihisap (p=0,017); dan riwayat

penyakit pernafasan (p=0,022). Tidak ditemukan hubungan signifikan antara keluhan

asma dengan jenis kelamin (p=0,684); tingkat pendidikan (p=0,095); status gizi

(p=0,432); waktu kerja (p=0,073) dan lama kerja (p=0,145). Analisis multivariat

menunjukkan pajanan PM10 memiliki hubungan paling dominan terhadap keluhan

asma (p=0,018; OR=3,653) setelah dikontrol variabel karakteristik individu.

Kesimpulan : Pajanan PM10 merupakan faktor paling dominan terhadap keluhan asma

pada masyarakat berisiko disekitar terminal AKAP kota Palembang. Untuk

mengurangi emisi PM10 pengelola terminal sebaiknya menempelkan stiker yang berisi

himbauan mematikan mesin ketika menunggu penumpang.

Kata kunci : Pajanan PM10, Udara Ambien, Keluhan Asma, Terminal

Daftar Bacaan : 73 (1992-2015)

Page 4: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PROGRAME STUDY OF PUBLIC HEALTH

ENVIRONMENTAL HEALTH CONCENTRATION

Undergraduate Thesis, 20 July 2017

AGUS DWI SAPUTRA, NIM : 1112101000090

The Exposure Relationship of Inhaled Dust Particles (PM10) with the Asthma

Complaints in Risk Communities Around Inter-City Inter-Provincial (AKAP)

Bus Station of Palembang City in 2016

(xxi + 116 pages, 34 tables, 3 charts, 3 pictures, 8 attachments)

ABSTRACT

Background : Asthma is a chronic airway inflammatory disease with serious impact

on morbidity and mortality. Bus station is one of locations with congested

transportation activities. Transportation activity emits PM10 which triggers asthma.

Objective : To determine the exposure relationship of inhaled dust particles (PM10)

with asthma complaints in risk communities around inter-city inter-provincial (AKAP)

bus station of Palembang city in 2016.

Methods : Quantitative research with cross sectional design. The population study

includes community at risk (driver, conductor, and fixed merchant) having activities

at the AKAP bus station area in Palembang city. As many as 75 respondents in this

research were selected using simple random sampling technique. The ambient PM10

sample was assessed using Dusttrak II Aerosol Monitor 8532 at three sampling points

in each bus station. The location of the sampling point is determined using the radius

of distance from the center point of bus station. Data on asthma complaints, PM10

exposure and individual characteristics were measured through interviews with

questionnaires, while weight and height data were measured using scales and

microtoise. Chi Square test was used to find the relationship of PM10 exposure and

individual characteristics with asthma complaints. The average difference test was

used to find correlation both time and length of work with asthma complaints. Logistic

regression tests are used to control confounding variables.

Results : A total of 54,7% of respondents have asthma complaints. There was a

significant association between asthma complaints and PM10 exposure (p=0,015);

smoking status (p=0,008); number of smoked cigarettes (p=0,017); and respiratory

disease history (p=0,022). No significant association between asthma complaints and

sex (p=0,684); education level (p=0,095); nutritional status (p=0,432); working time

(p=0,073); and length of work (p=0,145). Multivariate analysis showed PM10

exposure is the most dominant association with asthma complaint (p=0,018;

OR=3,653) after being controlled by variable of individual characteristic.

Conclusion : PM10 exposure is the most dominant factor to asthma complaints in risk

communities around AKAP bus station of Palembang city. To reduce emissions PM10,

bus station managers should stick stickers with message containing a call to shut down

the machine while waiting for passengers.

Keywords : PM10 Exposure, Ambient Air, Astma Complaint, Bus Station

Bibliography : 73 (1992-2015)

Page 5: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

v

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi

HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM10) TERHADAP

KELUHAN ASMA PADA MASYARAKAT BERISIKO DI SEKITAR

TERMINAL ANTAR KOTA ANTAR PROVINSI (AKAP)

KOTA PALEMBANG TAHUN 2016

Disusun Oleh :

AGUS DWI SAPUTRA

NIM. 1112101000090

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 20 Juli 2017

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Arif Sumantri., SKM., M.Kes

NIP. 19650808 198803 1 002

Riastuti Kusuma Wardani., SKM., MKM

NIP. 19800516 200901 2 005

Page 6: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

vi

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 20 Juli 2017

Mengetahui,

Penguji I

Yuli Amran, SKM, M.KM

NIP. 198005062008012015

Penguji II

Dewi Utami Iriani, M. Kes, Ph.D

NIP. 197503162007102001

Page 7: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Agus Dwi Saputra

Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 06 Agustus 1994

Alamat : Perum. OPI Jl. Tembesu Blok N

No. 48 RT. 41 RW. 13 Jakabaring

Kel. 15 Ulu Kec. Seberang Ulu 1

Palembang

Hp : +6289664746819

Email : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

No Institusi Periode Alamat

1 TK Kartika XI-12 Palembang 1999 s.d 2000 Jl. DI. Panjaitan No.5578,

Bagus Kuning, Kec. Plaju,

Kota Palembang, Sumatera

Selatan 30119

2 SD Negeri 95 Palembang 2000 s.d 2006 Jl. Jenderal A. Yani LR.

Sejahtera Kel. Silaberanti

Kec. Seberang Ulu 1

Palembang

3 SMP Negeri 07 Palembang 2006 s.d 2009 Jl. Jenderal A. Yani LR.

Manggis Kel. Silaberanti

Kec. Seberang Ulu 1

Palembang

4 Madrasah Aliyah (MA) Negeri

01 Palembang

2009 s.d 2012 Jl. Gubernur H. Ahmad

Bastari Jakabaring Kel. 15

Ulu Kec. Seberang Ulu 1

Palembang

5 Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

2012 s.d 2017 Jl. Ir. Haji Juanda No. 95,

Ciputat, Cempaka Putih,

Ciputat Timur, Cemp. Putih,

Ciputat Tim., Kota

Tangerang Selatan, Banten

15412

PENGALAMAN KERJA & PENGHARGAAN

Instansi Periode Tugas

Pengalaman belajar lapangan

(PBL) Puskesmas Pondok

Pucung, Kec. Pondok Aren,

Kota Tangerang Selatan,

Banten

12 Januari s.d 03 Maret 2015 Internship

Page 8: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

viii

Program Kerja Praktek PT.

Pupuk Kalimantan Timur

(Environmental Departement)

Bontang, Kalimantan Timur

20 Januari s.d 4 Maret 2016 Internship

Beasiswa santri jadi dokter

Sumatera Selatan (SJD-SS)

dinas pendidikan Provinsi

Sumatera Selatan.

2012 s.d 2017 Full Undergraduated

Scholarship Program

RIWAYAT ORGANISASI & KEPANITIAAN

Kegiatan Tahun Tugas

Seminar Nasional Kesehatan

Masyarakat “Upaya Menghadapi

Tantangan Kesehatan Masyarakat

Indonesia Post MDG’s: Healthy

People – Healthy Environment”

2015 Panitia

Studium Generale “Peningkatan

Kopetensi Sarjana Kesehatan

Masyarakat” Program Studi

Kesehatan Masyarakat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

2016 Panitia

Seminar Profesi Kesehatan

Lingkungan “Combat The

Neglected Tropical Disease

Towards a Filariasis-Free

Country by 2020”

19 November 2015 Ketua Tim Peneliti

Page 9: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu

tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa mengajarkan umatnya untuk

terus memperoleh ilmu pengetahuan yang kelak bermanfaat bagi sesamanya.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai

pihak, sehingga dapat terlaksana sesuai dengan yang telah direncanakan. Untuk itu

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Gubernur Sumatera Selatan Bapak Ir. Alex Noerdin, yang telah memberikan

beasiswa santri jadi dokter, sehingga saya bisa melanjutkan pendidikan ke Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.

2. Bapak Kemas Ahmad Sukri, Apt, MPH, selaku kepala UPTB Laboratorium

Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan.

3. Bapak Drs. Widodo, M.Pd, Selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera

Selatan.

4. Bapak Junaidi, Bapak Jatmiko serta seluru jajaran Dinas Pendidikan Provinsi

Sumatera Selatan.

5. Prof. Dr. Arif Sumantri., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran & Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing I yang

telah membantu saya dalam pemilihan judul dan nasihat serta arahan yang selalu

saya ingat.

6. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM., M.Kes., PhD, selaku Kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D, Selaku Sekretaris Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan selaku penguji II yang telah memberikan banyak masukan dalam

penulisan skripsi ini.

Page 10: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

x

8. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes, Selaku kepala Peminatan Kesehatan

Lingkungan dan Selaku Dosen Mata Kuliah Analisis Risiko Kesehatan

Lingkungan (ARKL).

9. Ibu Riastuti Kusuma Wardani., SKM., MKM selaku pembimbing II yang banyak

membantu dalam membimbing penelitian saya. Tidak pernah melepaskan saya dan

selalu memberikan semangat kepada saya.

10. Ibu Yuli Amran., SKM., MKM selaku penguji I yang telah memberikan banyak

masukan dalam penulisan skripsi ini.

11. Orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

12. Teman-teman Program Studi Keseatan Masyarakat angkatan 2012 yang saling

memberikan do’a dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

13. Teman-teman ENVIHSA 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa

memberikan dukungan dan semagat dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan.

Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna

menyempurnakan proposal skripsi ini. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 20 Juli 2017

Agus Dwi Saputra

Page 11: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... ii

ABSTRAK ................................................................................................................. iii

LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ix

DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi

DATAR TABEL ....................................................................................................... xv

DAFTAR BAGAN ................................................................................................. xviii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xix

DAFTAR ISTILAH ................................................................................................. xx

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xxi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 5

1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6

1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 6

1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7

1.5.1 Bagi Peneliti Selanjutnya ....................................................................... 7

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................... 7

1.5.3 Bagi Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan............................. 7

1.5.4 Bagi Masyarakat di Sekitar Terminal .................................................... 8

1.6 Ruang Lingkup .............................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 10

2.1 Penyakit Asma ............................................................................................. 10

2.1.1 Pengertian ............................................................................................. 10

2.1.2 Gejala dan Tanda.................................................................................. 11

2.1.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 11

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 12

2.1.5 Klasifikasi ............................................................................................ 13

Page 12: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xii

2.2 Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan ................................................ 15

2.3 Udara ........................................................................................................... 16

2.3.1 Pengertian ............................................................................................. 16

2.3.2 Komposisi ............................................................................................ 17

2.3.3 Jenis-jenis Udara .................................................................................. 17

2.3.4 Pencemaran Udara ............................................................................... 18

2.4 Partikel Debu Terhirup ................................................................................ 18

2.4.1 Pengertian ............................................................................................. 18

2.4.2 Karakteristik ......................................................................................... 19

2.4.3 Sumber ................................................................................................. 22

2.4.4 Baku Mutu Ambien .............................................................................. 23

2.5 Faktor Risiko Asma ..................................................................................... 25

2.5.1 Intake Partikel Debu Terhirup (PM10).................................................. 25

2.5.2 Pajanan Partikel Debu Terhirup (PM10) ............................................... 27

2.5.3 Karakteristik Individu .......................................................................... 32

2.5.4 Waktu Kerja ......................................................................................... 36

2.5.5 Lama Kerja ........................................................................................... 37

2.5.6 Riwayat Penyakit Pernafasan ............................................................... 37

2.5.7 Kebiasaan Merokok ............................................................................. 38

2.6 Kerangka Teori ............................................................................................ 39

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL .................... 41

3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 41

3.2 Definisi Operasional .................................................................................... 43

3.3 Hipotesis ...................................................................................................... 46

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 47

4.1 Jenis dan Desain Penelitian ......................................................................... 47

4.2 Lokasi dan Waktu ........................................................................................ 47

4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................... 48

4.3.1 Populasi ................................................................................................ 48

4.3.2 Rancangan Sampel ............................................................................... 48

4.4 Pengumpulan Data ...................................................................................... 53

4.4.1 Pengumpulan Data Konsentrasi PM10 .................................................. 53

4.4.2 Pengukuran Berat Badan ...................................................................... 55

4.4.3 Pengukuran Tinggi Badan .................................................................... 57

Page 13: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xiii

4.4.4 Penilaian Status Gizi ............................................................................ 59

4.4.5 Pengumpulan Data Jumlah Batang Rokok yang Dihisap .................... 60

4.4.6 Pengumpulan Data Keluhan Asma ...................................................... 60

4.4.7 Pengumpulan Data Riwayat Penyakit Pernafasan ............................... 61

4.5 Pengolahan Data .......................................................................................... 61

4.5.1 Manajemen Data .................................................................................. 61

4.5.2 Analisis Data ........................................................................................ 62

BAB V HASIL .......................................................................................................... 65

5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ......................................................... 65

5.1.1 Gambaran Umum Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota

Palembang ............................................................................................ 65

5.1.2 Gambaran Bus Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota

Palembang ............................................................................................ 66

5.2 Analisis Univariat ........................................................................................ 68

5.2.1 Keluhan Asma ...................................................................................... 68

5.2.2 Pajanan Partikel Debu Terhirup (PM10) ............................................... 69

5.2.3 Karakteristik Individu .......................................................................... 71

5.3 Analisis Bivariat .......................................................................................... 76

5.3.1 Hubungan Pajanan Partikel Debu Terhirup (Intake PM10) dan Keluhan

Asma .................................................................................................... 76

5.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dan Keluhan Asma ...................................... 77

5.3.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Keluhan Asma ............................. 78

5.3.4 Hubungan Status Gizi dan Keluhan Asma ........................................... 78

5.3.5 Hubungan Waktu Kerja dan Keluhan Asma ........................................ 79

5.3.6 Hubungan Lama Kerja dan Keluhan Asma ......................................... 79

5.3.7 Hubungan Status Merokok dan Keluhan Asma ................................... 80

5.3.8 Hubungan Jumlah Rokok dan Keluhan Asma ..................................... 81

5.3.9 Hubungan Riwayat Penyakit Pernafasan dan Keluhan Asma.............. 81

5.4 Karakteristik Individu yang Mempengaruhi Hubungan Pajanan Partikel

Debu Terhirup (PM10) dengan Keluhan Asma ............................................ 82

5.4.1 Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat ............................................ 83

5.4.2 Pembuatan Model Faktor Penentu ....................................................... 84

5.4.3 Uji Variabel Perancu ............................................................................ 85

Page 14: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xiv

BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................ 87

6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 87

6.1.1 Keterbatasan Desain Penelitian ............................................................ 87

6.1.2 Keterbatasan Variabel Penelitian ......................................................... 87

6.1.3 Keterbatasan Pengumpulan Data ......................................................... 87

6.2 Gambaran Keluhan Asma............................................................................ 88

6.3 Hubungan Pajanan Partikel Debu (PM10) dan Keluhan Asma .................... 90

6.4 Hubungan Jenis Kelamin dan Keluhan Asma ............................................. 92

6.5 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Keluhan Asma .................................... 94

6.6 Hubungan Status Gizi dan Keluhan Asma .................................................. 96

6.7 Hubungan Waktu Kerja dan Keluhan Asma ............................................... 97

6.8 Hubungan Lama Kerja dan Keluhan Asma ................................................. 99

6.9 Hubungan Status Merokok dan Keluhan Asma ........................................ 101

6.10 Hubungan Jumlah Batang Rokok yang Dihisap dan Keluhan Asma ....... 102

6.11 Hubungan Riwayat Penyakit Pernafasan dan Keluhan Asma ................... 103

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 105

7.1 Simpulan .................................................................................................... 105

7.2 Saran .......................................................................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 108

LAMPIRAN ............................................................................................................ 116

Page 15: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xv

DATAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gambaran

Klinis Secara Umum Pada Orang Dewasa 14

Tabel 2.2 Baku Mutu Udara Ambien Nasional PP No 41Tahun

1999 23

Tabel 2.3 Standar Baku Mutu Udara Ambien Menurut WHO 24

Tabel 2.4 Standar Udara Ambien Menurut US-EPA 24

Tabel 2.5 Keterangan Perhitungan Intake Non Karsinogenik Pada

Jalur Inhalasi 26

Tabel 2.6 Keterangan Rumus Perhitungan Dosis Referensi Pada

Jalur Pajanan Inhalasi 30

Tabel 2.7 Keterangan Rumus Perhitungan Tingkat Risiko

Kesehatan 31

Tabel 4.1 Keterangan Rumus Perhitungan Besar Sampel 49

Tabel 5.1 Data Kendaraan Bus Antar Kota Antar Provinsi Kota

(AKAP) Terminal Kota Palembang Tahun 2015 67

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Asma di

Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota

Palembang Tahun 2016

68

Tabel 5.3 Konsentrasi Partikel Debu Terhirup (PM10) Ambien

Pada 6 Titik Pengukuran di Terminal Antar Kota Antar

Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016

69

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Intake Partikel

Debu Terhirup (PM10) di Terminal Antar Kota Antar

Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016.

70

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di

Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota

Palembang Tahun 2016

71

Page 16: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xvi

Nomor Tabel Halaman

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota

Palembang Taun 2016

72

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi di

Terminal Antar Kota Antar Provinsi Kota Palembang

Tahun 2016

73

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu dan Lama

Kerja di Terminal Antar Kota Antar Provinsi Kota

Palembang Tahun 2016.

73

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Status Merokok di

Terminal Antar Kota Antar Provinsi Kota Palembang

Tahun 2016

74

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Batang

Rokok Yang Dihisap di Terminal Antar Kota Antar

Provinsi (AKAP ) Kota Palembang Taun 2016

75

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit

Napas di Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

Tahun 2016

75

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pajanan Partikel

Debu (Intake PM10) dan Keluhan Asma 76

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Keluhan Asma 77

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

dan Keluhan Asma 78

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi dan

Keluhan Asma 78

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Kerja dan

Keluhan Asma 79

Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja dan

Keluhan Asma 79

Page 17: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xvii

Nomor Tabel Halaman

Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Status Merokok dan

Keluhan Asma 80

Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Rokok yang

dihisap dan Keluhan Asma 81

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit

Pernafasan dan Keluhan Asma 81

Tabel 5.21 Kandidat Variabel Independen yang Masuk Ke dalam

Model Multivariat 83

Tabel 5.22 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda

Antara Variabel Usia, Tingkat Pendidikan, Waktu

Kerja, Lama Kerja, Status Merokok, Jumlah Batang

Rokok yang Dihisap, Riwayat Penyakit Pernafasan,

Pajanan Partikel Debu Terhirup (Intake PM10) dengan

Keluhan Asma.

84

Tabel 5.23 Hasil Analisis Multivariat antara Status Merokok dan

Pajanan Partikel Debu Terhirup (Intake PM10) 85

Tabel 5.24 Hasil Uji Variabel Perancu dengan Mengeluarkan

Variabel Status Merokok 85

Tabel 5.25 Hasil Analisis Multivariat Akhir Hubungan Pajanan

Partikel Debu Terhirup (Intake PM10) dengan Keluhan

Asma

86

Page 18: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xviii

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

Bagan 2.1 Teori Simpul 16

Bagan 2.2 Kerangka Teori 40

Bagan 3.1 Kerangka Konsep 42

Page 19: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

Gambar 4.1 Kurva Aproksimasi 51

Gambar 4.2 Peta Koordinat Titik Sampel PM10 Ambien 52

Gambar 4.3 DUSTTRAK II Aerosol Monitor 8532 53

Page 20: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xx

DAFTAR ISTILAH

AKAP : Angkutan Darat Antar Kota

AKDP : Angkutan Darat Antar Provinsi

ATSDR : Agency for Toxic Substances and Disease Registry

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

EPA : Environmental Protection Agency

IMT : Indeks Masa Tubuh

IPCS : International Programme on Chemical Safety

IRIS : Integrated Risk Information System

ISAAC : International Study of Asthma and Allergies in Childhood

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

NAAQS : National Ambient Air Quality Standars

PAH : Polysiclic Aromatic Hydrocarbon

PPOM : Penyakit Paru Obstruktif Menahun

PUDR : Polusi Udara Dalam Ruangan

PURL : Polusi Udara Luar Ruangan

UPTD : Unit Pelaksana Teknis Daerah

TBC : Tuberculosis

TSP : Total Suspended Particulate

WHO : World Health Organization

Page 21: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Izin Peminjaman Alat Laboratorium UPTB.

Laboratorium Lingkungan Provinsi Sumatera Selatan

Lampiran II : Hasil Uji Nilai Udara Ambien Terminal AKAP Kota

Palembang

Lampiran III : Instrumen Penelitian

Lampiran IV : Kerangka Sampel Penelitian

Lampiran V : Peritungan Intake Partikel Debu Terhirup (PM10)

Lampiran VI : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Lampiran VII : Output Analisis Data Penelitian

Lampiran VIII : Foto Kegiatan Penelitian

Page 22: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

1

BAB I

PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit inflamasi jalan napas kronik yang

berdampak serius terhadap morbiditas dan mortalitas di dunia. Setiap tahun

diperkirakan 300 juta orang di dunia terkena asma dan 8,5% dari penderita

tersebut meninggal akibat asma. Prevalensi asma di berbagai negara dunia

berkisar 1-18% (WHO, 2005a). Pada skala regional Asia Tenggara asma masih

menjadi masalah kesehatan. Tahun 2008 prevalensi asma di Asia tenggara

berkisar 1-6,5% (Masoli, et al., 2008).

Asma termasuk delapan masalah kesehatan paru terbesar di Indonesia.

Prevalensi asma di Indonesia terus mengalami peningkatan dari 4,2% pada

tahun 1995 menjadi 5,4 pada tahun 2003 (ISAAC, 2011). Sedangkan, menurut

laporan Riskesdas (2007), Prevalensi asma di Indonesia mencapai 3,5%.

Provinsi Sumatera Selatan memiliki prevalensi asma yang cukup tinggi. Pada

tahun 2014 prevalensi asma di Sumatera Selatan mencapai 6,67 per 10.000

penduduk (Dinkes Prov. Sumsel, 2014). Kota Palembang merupakan salah satu

kota di Sumatera Selatan yang memiliki prevalensi asma tinggi, yaitu 5,5 per

100.000 penduduk (Dinkes Kota Palembang, 2015).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 orang (sopir,

kondektur & pedagang) yang ada di sekitar Terminal Karya Jaya & Terminal

Alang-Alang Lebar didapatkan bahwa 50% responden merupakan perokok dan

40% memiliki riwayat penyakit pernafasan serta mengeluhkan gejala seperti,

batuk, sesak napas disertai bunyi (mengi) dan rasa nyeri di dada. Responden

Page 23: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

2

rata-rata telah bekerja diterminal selama 7 tahun. Lama waktu rata-rata

responden berada di terminal adalah 10 jam/hari dengan lama durasi kerja rata-

rata 7 hari/minggu.

Pencemaran udara yang terakumulasi di dalam tubuh manusia menjadi

risiko penyebab asma. Zat-zat yang berperan dalam pencemaran udara

diantaranya SO2, NO2, Pb, CO2 dan PM10. Menurut Nukman, et al. (2005),

partikel debu terhirup (PM10) memiliki tingkat risiko kesehatan lebih besar

dibandingkan zat polutan lainnya. Partikel debu terhirup (PM10) adalah istilah

umum yang digunakan untuk menjelaskan campuran kompleks partikel aerosol

yang melayang di udara dengan diameter ≤ 10 mikron (U.S. EPA, 2010 and

Harrison, 1999). Dari hasil beberapa penelitian diketahui bahwa partikel debu

(PM10) dapat mengakibatkan inflamasi pada saluran napas dan dapat memicu

terjadinya asma (Darmono, 2010; ATSDR, 2011 and U.S. EPA, 2010).

Aktivitas transportasi merupakan salah satu sumber utama pencemaran

partikel debu terhirup (PM10). Pemakaian BBM dan BBG oleh kendaraan

bermotor mengemisikan debu dengan ukuran beragam. Di Indonesia saat ini

rata-rata konsumsi solar 7,2 juta kl sedangkan premium mencapai 12 juta kl

per tahun. Tingginya konsumsi solar & premium disebabkan oleh

meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Pada tahun 2012 jumlah kendaraan

di Indonesia mencapai 94.373.324 dan pada tahun 2013 meningkat menjadi

104.118.969 (BPS, 2014). Sedangkan jumlah kendaraan di kota Palembang

tahun 2013 mencapai 2.525.915 kemudian pada tahun 2014 mengalami

peningkatan menjadi 2.525.915 (Ditlantas Polda Sumsel, 2013). Terus

meningkatnya jumlah kendaraan di Indonesia menyebabkan udara kota-kota

Page 24: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

3

besar semakin tercemar. Udara kota Palembang misalnya, mengandung

partikel debu terhirup (PM10) pada kisaran 230 µg/m3/24 jam, angka ini sudah

berada di atas baku mutu udara ambien yang dipersyaratkan 150 µg/m3/24 jam.

Konsentrasi tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia.

Berdasarkan hasil penelitian Purwana (1999), partikel debu terhirup (PM10)

pada konsentrasi 70 µg/m3 secara biologis sudah dapat menimbulkan

gangguan pernafasan pada manusia.

Terminal sebagai tempat berkumpul kendaraan sangat berpotensi

menjadi sumber pencemaran partikel debu terhirup (PM10). Terminal Alang-

Alang Lebar & Terminal Karya Jaya merupakan terminal angkutan penumpang

tipe A di kota Palembang yang melayani angkutan bus kota, angkutan darat

dalam provinsi (AKDP), angkutan darat antar provinsi (AKAP) dan angkutan

kota (Latif & Suhirkam, 2013). Dari hasil pengamatan setiap harinya terdapat

130 kendaraan yang masuk ke terminal Karya Jaya dengan rata-rata frekuensi

kedatangan 26 kendaraan/jam. Sedangkan untuk terminal Alang-Alang Lebar

setiap harinya terdapat 150 kendaraan yang masuk ke terminal dengan rata-rata

frekuensi kedatangan 31 kendaraan/jam. Banyaknya jumlah kendaraan yang

masuk & tingginya frekuensi kedatangan kendaraan di terminal Karya Jaya dan

terminal Alang-Alang Lebar membuat populasi yang berada di sekitar terminal

(sopir, kondektur dan pedagang kaki lima) berisiko untuk terpajan partikel

debu terhirup (PM10) dan terkena penyakit asma. Berdasarkan penelitian

Marpaung (2012) dan Nukman, et al. (2005) mengatakan bahwa responden

yang menghabiskan sebagian besar aktivitasnya di luar ruangan (pedagang,

kondektur dan pedagang) memiliki risiko terkena penyakit pernafasan seperti

Page 25: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

4

asma, gangguan fungsi paru dan Infeksi saluran pernafasan (ISPA) lebih besar

dibandingkan dengan responden yang sebagian besar aktivitasnya di dalam

ruangan (pegawai dan ibu rumah tangga).

Penelitian dengan desain cross sectional study pada kota industri

yang berada di Slovakia, menghasilkan model regresi logistik yang

menunjukkan peningkatan signifikan pengunjung rumah sakit karena keluhan

asma, yang berhubungan dengan peningkatan polusi partikel debu udara

dengan OR sebesar 2,16 (CI 1,01-4,60) (Arbecs, et al., 2001). Sedangkan

berdasarkan hasil penelitian Marpaung (2012), didapatkan hasil bahwa intake

partikel debu terhirup mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kejadian

asma pada pedagang tetap di terminal terpadu kota Depok (pvalue = 0,007; OR

6,5 (CI 1,65-25,48). Pada penelitian Yulaekah (2007), menunjukkan bahwa

faktor karakteristik individu (jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status gizi)

berhubungan dengan penyakit asma. Sedangkan pada penelitian Carpenito

(2009), mendapatkan hasil bahwa riwayat penyakit pernafasan dan kebiasaan

merokok berhubungan dengan kejadian asma.

Berdasarkan pernyataan di atas maka peneliti tertarik untuk melihat

hubungan pajanan partikel debu terhirup (PM10) terhadap keluhan asma pada

masyarakat berisiko di sekitar terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota

Palembang tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah

Udara ambien di terminal AKAP kota Palembang tidak aman bagi

kesehatan pekerja karena mengandung 230 µg/m3 PM10. Responden yang

bekerja selama 10 jam/hari dengan lama durasi kerja 7 hari/minggu menerima

Page 26: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

5

asupan partikel debu terhirup (PM10) sebesar 0,0344 mg/kg/hari. Angka ini

jauh diatas nilai dosis referensi (RfC) PM10 sebesar 0,03 mg/kg/hari. Artinya

responden yang beraktivitas di sekitar terminal berisiko mengalami penyakit

gangguan pernafasan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Risk Quotient (RQ)

sebesar 1,147 (Rahman, 2007).

Hasil perhitungan ini diperkuat oleh keluhan masyarakat di sekitar

terminal AKAP kota Palembang. Masyarakat di sekitar terminal AKAP kota

Palembang mengeluhkan gejala yang mirip dengan asma seperti batuk, sesak

napas yang disertai bunyi (mengi) dan rasa nyeri di dada. Maka dari itu,

penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana hubungan

pajanan partikel debu terhirup (PM10) terhadap keluhan asma pada masyarakat

berisiko di sekitar terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang

tahun 2016.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan asma pada masyarakat berisiko di sekitar

terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016.

2. Bagaimana gambaran pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10) dan

karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, waktu

kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang rokok yang di hisap, dan

riwayat penyakit pernafasan) pada masyarakat berisiko di sekitar terminal

antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016.

3. Bagaimana hubungan antara pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10)

dan karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan,

waktu kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang rokok yang di hisap,

Page 27: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

6

dan riwayat penyakit pernafasan) terhadap keluhan asma pada masyarakat

berisiko di sekitar terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota

Palembang tahun 2016.

4. Bagaimana hubungan antara pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10)

terhadap keluhan asma pada masyarakat berisiko di sekitar terminal antar

kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016 setelah di kontrol

dengan variabel karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi, tingkat

pendidikan, waktu kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang rokok

yang di hisap, dan riwayat penyakit pernafasan).

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan pajanan partikel debu terhirup (PM10) terhadap

keluhan asma pada masyarakat berisiko di sekitar terminal antar kota antar

provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan asma pada masyarakat berisiko di sekitar

terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016.

2. Diketahuinya gambaran pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10) dan

karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, waktu

kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang rokok yang di hisap, dan

riwayat penyakit pernafasan) pada masyarakat berisiko di sekitar terminal

antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016.

3. Diketahuinya hubungan antara pajanan partikel debu terhirup (Intake

PM10) dan karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi, tingkat

Page 28: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

7

pendidikan, waktu kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang rokok

yang di hisap, dan riwayat penyakit pernafasan) terhadap keluhan asma

pada masyarakat berisiko di sekitar terminal antar kota antar provinsi

(AKAP) kota Palembang tahun 2016.

4. Diketahuinya hubungan antara pajanan partikel debu terhirup (Intake

PM10) terhadap keluhan asma pada masyarakat berisiko di sekitar terminal

antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016 setelah di

kontrol dengan variabel karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi,

tingkat pendidikan, waktu kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang

rokok yang di hisap, dan riwayat penyakit pernafasan).

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat memberikan informasi terkait faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan asma, sehingga dapat menjadi dasar

pengembangan penelitian selanjutnya.

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Informasi dari penelitian ini dapat menjadi bahan tambahan ilmu guna

pengembangan kopetensi dan kemampuan mahasiswa program studi kesehatan

masyarakat.

1.5.3 Bagi Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan

Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan masukan untuk

mengembangkan program manajemen lalu lintas dan transportasi di Terminal

Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) kota Palembang.

Page 29: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

8

1.5.4 Bagi Masyarakat di Sekitar Terminal

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

masyarakat di sekitar terminal (sopir, kondektur & pedagang) untuk

berpartisipasi aktif dan mandiri dalam usaha pencegahan asma dan risiko

pencemaran partikel debu terhirup (PM10).

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pajanan partikel

debu terhirup (PM10) terhadap keluhan asma di wilayah terminal antar kota

antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016. Penelitian ini

dilaksanakan di Terminal Karya Jaya dan Terminal Alang-Alang Lebar Kota

Palembang pada bulan September s.d Desember 2016. Sasaran penelitian ini

adalah seluruh masyarakat bersisiko yang ada di sekitar terminal. Adapun

masyarakat berisiko disekitar terminal yang dimaksud adalah sopir, kondektur

dan pedagang tetap dengan kios permanen dan semi permanen yang

beraktivitas disekitar kawasan terminal antar kota antar provinsi (AKAP) Kota

Palembang. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode probability sampling dengan menggunakan teknik

simple random sampling.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desan cross

sectional study. Dalam pengukuran data primer peneliti menggunakan

timbangan badan dan microtoise untuk mengukur berat badan dan status gizi.

Dusttrak II Aerosol Monitor 8532 untuk mengukur konsentrasi partikel debu

terhirup (PM10) yang di pinjam dari UPTB Laboratorium Lingkungan Dinas

Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan data

Page 30: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

9

gejala asma, lama kerja, masa kerja, karakter individu (usia, jenis kelamin, dan

tingkat pendidikan), riwayat penyakit pernafasan, status merokok, dan jumlah

rokok yang di hisap di ukur menggunakan kuesioner dengan metode

wawancara.

Page 31: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2

2.1 Penyakit Asma

2.1.1 Pengertian

Asma didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika terjadi gangguan pada

sistem pernafasan yang menyebabkan penderita mengalami mengi (wheezing),

sesak napas, batuk, dan sesak di dada terutama ketika malam hari atau dini hari.

Sedangkan definisi berbeda dikemukakan oleh Kowalak (2011), asma

merupakan gangguan inflamasi (peradangan) pada jalan napas yang ditandai

oleh obstruksi aliran udara dan respon jalan napas yang berlebihan terhadap

berbagai bentuk rangsangan (Depkes RI, 2009).

Asma merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Menahun

(PPOM), yaitu penyakit paru jangka panjang yang ditandai oleh peningkatan

resistensi jalan napas. Menurut Canadian Lung Association, asma dapat

muncul karena reaksi terhadap faktor pencetus yang mengakibatkan inflamasi

saluran pernafasan atau reaksi hipersensitivitas. Faktor tersebut akan

menyebabkan kambuhnya asma sehingga berakibat pada kesulitan bernafas

pada penderita (ISAAC, 2011).

Secara medis, asma sulit disembuhkan, hanya saja penyakit ini dapat

dikontrol sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pengendalian asma

dilakukan dengan menghindari faktor pencetus, yaitu segala hal yang

menyebabkan timbulnya gejala asma. Faktor pencetus asma terbagi menjadi

dua kelompok, yaitu genetik, diantaranya antopi/alergi bronkus, eksim; faktor

Page 32: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

11

pencetus lingkungan, seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, asap dapur,

pembakaran sampah, tungau, dan bulu binatang (Dharmayanti, et al., 2015).

2.1.2 Gejala dan Tanda

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak yang

disertai bunyi mengi (wheezing), batuk berulang terutama pada malam hari dan

menjelang pagi, dada terasa berat apabila terpapar udara dingin, debu, dan asap

rokok, susah tidur, mudah lelah saat melakukan aktifitas fisik ringan, denyut

nadi yang cepat dan peningkatan produksi keringat (Depkes RI, 2009).

Bunyi mengi (wheezing) sering terdengar pada saat ekspirasi. Berat

ringannya mengi (wheezing) tergantung pada cepat atau lambatnya aliran udara

yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot

pernafasan, bunyi mengi (wheezing) akan terdengar lebih lemah atau bahkan

tidak terdengar sama sekali (Dharmayanti, et al., 2015).

Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi

duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut.

Posisi ini dapat juga dijumpai pada penderita Penyakit Paru Obstruktif

Menahun (PPOM). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernafasan

cuping hidung yang sesuai dengan irama napas (Asmadi, 2008). Frekuensi

pernafasan terlihat meningkat, otot bantu pernafasan ikut aktif dan penderita

tampak gelisah (ISAAC, 2011).

2.1.3 Pemeriksaan Fisik

Secara umum untuk mendiagnosis asma diperlukan pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari

normal sampai didapatkannya kelainan. Selain itu, perlu diperhatikan tanda-

Page 33: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

12

tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering

ditemukan adalah mengi (wheezing), tetapi pada sebagian penderita asma tidak

didapatkan mengi diluar serangan (Depkes RI, 2009). Pada serangan asma

umumnya terdengar mengi, disertai tanda-tanda lain, pada asma yang sangat

berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest). Penderita yang mengalami

serangan asma, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :

1. Inspeksi : penderita terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas

cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal), sianosis.

2. Palpasi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan berat

dapat terjadi pulsus paradoksus)

3. Perkusi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata.

4. Auskultasi : ekspirasi memanjang dan mengi (wheezing)

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Untuk beberapa kasus, diagnosa asma dengan wawancara dan

pemeriksaan fisik saja masih belum cukup. Hal ini disebabkan karena banyak

keadaan atau penyakit yang menyerupai asma. Disamping itu gejala asma juga

bervariasi (Maranatha, 2011). Diperlukan pemeriksaan penunjang dalam

memastikan diagnosis. Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang untuk

penyakit asma :

1. Pemeriksaan spirometri

Pemeriksaan spirometri bertujuan untuk menunjukkan adanya

penyempitan jalur napas. Pemeriksaan spirometri tidak saja berguna untuk

diagnosis asma, tetapi juga bermanfaat untuk menilai beratnya

penyempitan saluran napas dan menilai hasil pengobatan. Pada asma

Page 34: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

13

kronik pemeriksaan spirometri juga dilakukan berulang-ulang untuk

mencari kombinasi obat yang dapat memberikan hasil pengobatan terbaik

(Sundaru, 2007).

2. Pemeriksaan rontgen

Pemeriksaan rontgen adalah bertujuan untuk melihat adanya penyakit

paru lain seperti tuberkulosis atau komplikasi asma seperti infeksi paru atau

pecahnya alveoli (pneumothoraks). Pemeriksaan rontgen ini cupup

dilakukan sekali dan baru diulang bila terdapat kecurigaan adanya penyakit

lain atau komplikasi dari asma (Rengganis, 2008).

3. Pemeriksaan tes kulit

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan alergen sebagai pencetus

serangan asma. Uji tusuk kulit (skin prick test) dapat menunjukkan adanya

antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut dapat membantu anamnesis

dan mencari faktor pencetus asma (Sundaru, 2007).

4. Uji provokasi bronkus

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya

kelebihan aktivitas (hiperaktivitas) bronkus. Sebenarnya uji provokasi

bronkus kurang memberikan informasi klinis. Hal ini disebabkan karena

pada pasien yang sensitif dapat menimbulkan obstruksi saluran napas.

Selain itu juga pada dosis yang tinggi juga dapat menimbulkan respon

alergi tanpa asma (Rengganis, 2008).

2.1.5 Klasifikasi

Klasifikasi asma dapat dilakukan berdasarkan tiga hal, yaitu etiologi,

derajat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma

Page 35: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

14

berdasarkan derajat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan

penatalaksanaan jangka panjang, semaking berat penyakit asma maka semakin

tinggi tingkat pengobatan yang perlu dilakukan. Berdasarkan derajat penyakit

asma dibagi menjadi empat yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis Secara

Umum Pada Orang Dewasa

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru

Intermitten Bulanan APE ≥ 80%

- Gejala< 1x/minggu

- Tanpa gejala diluar

serangan

- Serangan singkat

≤ 2 kali sebulan

Persisten Ringan Mingguan APE > 80%

- Gejala >1x/minggu

tetapi <1x/hari

- Serangan dapat

mengganggu aktivitas

dan tidur

> 2 kali sebulan

Persisten Sedang Harian APE 60-80%

- Gejala setiap hari

- Serangan dapat

mengganggu aktivitas

dan tidur

- Membutuhkan

bronkodilator setiap

hari

> 2 kali sebulan

Persisten Berat Kontinyu APE ≤ 60%

- Gejala terus menerus

- Sering kambuh

- Aktivitas fisik terbatas

Sering

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan

di Indonesia, 2004

Page 36: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

15

2.2 Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan

Patogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan dalam suatu

model atau paradigma. Paradigma tersebut menggambarkan hubungan interaksi antara

komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia.

Hubungan interaktif tersebut digambarkan oleh Achmadi (2008) melalui teori simpul.

Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui pemahaman yang baik tentang

patoginesis penyakit berbasis lingkungan. Tanpa memahami patogenesis

penyakit atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan, sulit melakukan

pencegahan.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa kejadian penyakit merupakan

hasil dari hubungan interaktif antara manusis dan perilakunya serta komponen

lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Perilaku masyarakat yang

merupakan salah satu cerminan budaya merupakan bentuk variabel

kependudukan, yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan dan lain sebagainya.

Kajian penyakit pada hakikatnya dipengaruhi oleh variabel kependudukan dan

variabel lingkungan. Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan

kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul oleh Achmadi (2008)

berikut :

Page 37: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

16

Bagan 2.1 Teori Simpul (2008)

Pada Bagan 2.1 patogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat

diuraikan ke dalam 5 simpul, yaitu simpul 1 sebagai sumber penyakit; simpul

2 sebagai komponen lingkungan sebagai media transmisi penyakit; simpul 3

adalah variabel kependudukan; sedangkan simpul 4 adalah penyakit berbasis

lingkungan dan simpul 5 adalah variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap

masing-masing simpul.

2.3 Udara

2.3.1 Pengertian

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang

mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan.

Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan. Namun, kualitas

udara yang baik sangat diperlukan oleh manusia, karena dapat mempengaruhi

kesehatan manusia itu sendiri. Menurunnya kualitas udara akibat terjadinya

pencemaran di suatu wilayah seringkali baru dirasakan setelah dampaknya

Page 38: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

17

menyebabkan gangguan kesehatan pada makhluk hidup, termasuk manusia

(Fardiaz, 1992).

2.3.2 Komposisi

Udara terdiri dari campuran beberapa macam gas yang

perbandingannya tidak tetap, namun tergantung pada keadaan suhu udara,

tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Komposisi normal udara terbagi atas

gas nitrogen 78,08%, oksigen 20,9%, karbon dioksida 0,03%, dan selebihnya

terdiri dari gas argon, neon, kripton, xenon, dan helium (Sumantri, 2010).

Menurut Irianto (2014) komposisi udara bersih dan kering pada

umumnya tersusun atas nitrogen (780,900 ppm), oksigen (209,400 ppm), argon

(9,300 ppm), karbon dioksida (318 ppm), karbon monoksida (0,1 ppm), helium

(5,2 ppm), kripton (1 ppm), xenon (0,008 ppm), nitrogen oksida (0,0001 ppm),

hidrogen (0,5 ppm), metana (1,5 ppm), ozon (0,02 ppm), neon (18 ppm), sulfur

dioksida (0,0002 ppm), dan amonia (0,01 ppm).

2.3.3 Jenis-jenis Udara

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 tentang

pengendalian pencemaran udara, udara terbagi menjadi udara ambien dan

udara emisi. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan

troposfer yang berada yang berada di dalam wilayah yuridiksi Republik

Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk

hidup dan lingkungan hidup lainnya. Sedangkan udara emisi adalah zat, energi

dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk

dan/atau dimasukkan ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak

mempunyai sebagai potensi sebagai udara pencemar.

Page 39: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

18

2.3.4 Pencemaran Udara

Berdasarkan keputusan Menteri Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup RI. No. KEP-03/MENKLH/II/1991, pencemaran udara

adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau

komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga

kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara

menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Polusi udara terdiri atas polusi udara dalam ruangan (PUDR), polusi

udara luar ruangan (PURL) dan polusi udara akibat dari lingkungan kerja.

Pencemaran udara dapat terjadi dimana-mana, misalnya di dalam rumah,

sekolah, kantor atau yang sering disebut pencemaran dalam ruangan. Selain

itu, gejala secara kumulatif juga terjadi di luar ruangan mulai dari tingkat

lingkungan rumah, perkotaan, hingga tingkat regional, bahkan saat ini sudah

menjadi gejala global (Hidayat, et al., 2012).

2.4 Partikel Debu Terhirup

2.4.1 Pengertian

Faktor lingkungan merupakan salah satu pencetus asma. Faktor

pencetus lingkungan seperti asap kendaraan bermotor dapat mengemisikan

beberapa zat pencemar udara seperti SO2, NO2, Pb, CO2 dan PM10.

Berdasarkan hasil penelitian Nukman, et al (2005), diketahui bahwa partikel

debu terhirup (PM10) memiliki tingkat risiko kesehatan lebih besar

dibandingkan zat polutan lainnya. Partikel debu terhirup (PM10) adalah istilah

umum yang digunakan untuk menjelaskan campuran kompleks partikel aerosol

yang melayang di udara.

Page 40: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

19

Polusi partikel debu terhirup terdiri dari sejumlah komponen penyusun,

yaitu asam (seperti nitrat dan sulfat), bahan kimia organik, logam, dan partikel

tanah atau debu. Berdasarkan ukurannya partikel debu terhirup terbagi menjadi

beberapa katagori, yaitu total suspended particulate matter (TSP), PM10, dan

PM2,5. Total suspended particulate matter (TSP) adalah partikel dengan ukuran

diameter 0,1 hingga 30 mikrometer. TSP mencakup partikel halus (fine

particle), partikel kasar (coarse particle), dan partikel sangat kasar

(supercoarse particle). PM10 merupakan partikel dengan diameter hingga 10

mikrometer. (U.S. EPA, 2010 and Harrison, 1999).

Partikel debu terhirup (PM10) ini juga sering disebut sebagai inhalable

particles, respirable particulate, respirable dust dan inhalable dust. Penamaan

ini didasarkan karena PM10 merupakan kelompok partikel debu terhirup yang

dapat diinhalasi dan respirable spesifik sebagai salah satu prediktor kesehatan

(Koren, 2003). Sedangkan PM2,5 adalah partikel debu terhirup yang berukuran

sampai dengan 2,5 mikrometer. Komponen kimia dari PM2,5 juga berbeda

dengan partikel kasar (coarse dan supercoarse particle). Komposisi utama dari

PM2,5 adalah sulfat, nitrat, komponen organik, dan komponen amonium

(WHO, 2005a).

2.4.2 Karakteristik

Partikel debu terhirup (PM10) merupakan partikel aerosol yang terdiri

dari ion organik, senyawa organik, senyawa logam, elemen karbon dan

senyawa lain. Partikel debu terhirup merupakan komponen normal di udara,

namun karena jumlah dan paparannya yang berlebihan, partikel debu terhirup

berubah menjadi zat pencemar di udara. Tidak jarang pencemaran udara yang

Page 41: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

20

diakibatkannya berdampak buruk bagi kesehatan (U.S. EPA, 2010). Untuk

mencegah dampak buruk pencemaran tersebut, diperlukan pemahaman tentang

karakteristik dari partikel debu terhirup itu sendiri. Berikut adalah beberapa

karakteristik partikel debu terhirup yang terkait langsung dengan kesehatan.

1. Karakter Fisika

Menurut Wark & Warner (1981) dalam Gertrudis (2010), sifat

pengendapan dan sifat optis terhadap cahaya sangat menentukan

karakteristik fisik partikel debu terhirup. Sifat pengendapan partikel debu

terhirup memiliki peran penting dalam proses self clearing untuk

menghilangkan partikel pencemar dari atmosfir. Sedangkan sifat optis

partikel debu terhirup terhadap cahaya dapat mengakibatkan reduksi

visibilitas. Partikel yang memiliki rentang gelombang cahaya tampak

(0,38-0,76 µm) merupakan yang efektif dalam mereduksi visibilitas.

2. Karakter Kimia

Perbedaan komposisi kimia ditunjukkan secara nyata pada perbedaan

ukuran partikel debu terhirup di udara (Finlayson, et al., 1986). Komposisi

kimia partikel debu terhirup terbagi menjadi :

a. Partikulat Organik

Polysiclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) merupakan contoh

partikel debu terhirup yang mengandung senyawa organik. Polysiclic

Aromatic Hydrocarbon (PAH) termasuk ke dalam partikel halus dan

umumnya berasal dari pembuangan sisa pembakaran kendaraan

bermotor. Senyawa organik ini dapat masuk kesaluran pernafasan

Page 42: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

21

sehingga dapat menyebabkan karsinogenik dan mutagenik pada

manusia.

b. Partikulat Anorganik

Senyawa anorganik bisa terdapat pada partikel halus dan

partikel kasar. Komposisi kimia partikel debu terhirup pada suatu

tempat tidak selalu sama. Perubahan-perubahan dinamika udara juga

dapat mempengaruhinya. Ketika diukur pada waktu yang berbeda

hasilnya tidak selalu sama (Darmono, 2010).

3. Karakter Biologi

Partikel debu terhirup di atmosfir dapat mengandung virus, bakteri,

jamur, alga, protozoa dan serbuk sari. Mikroorganisme tidak dapat

bertahan lama di atmosfir karena kurangnya nutrien dan adanya pengaruh

radiasi ultraviolet cahaya matahari. Namun benerapa organisme dapat

membentuk spora sehingga dapat menyesuaikan diri dalam dispersi udara

dan dapat ditemukan pada ketinggian di atas 2000 meter. Menurut Soemirat

(2000) dalam Gertrudis (2010), kecepatan angin dan kelembaban udara

mempengaruhi lamanya mikroba berada di udara. Sedangkan aktifitas

lingkungan setempat sangat mempengaruhi banyaknya jumlah mikroba di

udara, seperti tanah yang subur akan didapat lebih banyak mikroba

dibandingkan dengan tanah yang tertutup tanaman. Dapat disimpulkan

penularan mikroorganisme melalui udara bebas cukup sulit, kecuali

penyakit yang disebabkan oleh mikroba berspora dan virus.

Page 43: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

22

2.4.3 Sumber

Partikel debu dapat bersumber dari antropogenik maupun alami dan

juga dapat ditemukan dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan (outdoor).

Partikel debu terhirup (PM10) biasanya bersumber dari aerosol skunder yang

terbentuk dari konversi gas terhadap partikel. Partikel debu terhirup (PM10)

juga dapat berasal dari hasil pembakaran, rekodensasi material organik, dan

uap logam (WHO, 2003).

Partikel debu berdasarkan asal pembentukannya dapat dibagi menjadi

sumber alami dan sumber antropogenik. Sumber alami dapat berasal dari

aktivitas vulkanis, partikel hasil pembakaran di alam, debu dari tanah, pasir

pantai, dan partikel-partikel biologi dari tumbuhan seperti serbuk sari, spora

dan lain-lain. Sumber antropogenik banyak berasal dari aktivitas manusia

seperti emisi cerobong dari proses industri, pertambangan, kegiatan pertanian,

dan manufaktur lainnya (World Bank Group, 1998).

Selain itu sumber partikel debu juga dapat dibedakan berdasarkan

pergerakannya, yaitu sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Pengendalian Pencemaran Udara, sumber emisi bergerak adalah sumber emisi

yang dapat bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari

kendaraan bermotor. Sedangkan sumber tidak bergerak adalah sumber emisi

yang tetap pada suatu tempat. Sumber tidak bergerak biasanya banyak terdapat

pada industri-industri yang memiliki cerobong emisi.

Partikel debu terhirup (PM10) yang biasanya terbentuk dari proses-

proses mekanik seperti penghancuran, penggilingan, pembakaran, dan

Page 44: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

23

suspensi debu. Proses mekanik seperti ini banyak dilakukan oleh kegiatan-

kegiatan industri pertambangan, pabrik semen, pertanian, konstruksi, dan

aktifitas trasportasi. Selain itu juga dapat berasal dari kegiatan pertanian, lahan

yang tidak tertutup, dan evaporasi air laut yang terbawa oleh angin. Namun

sumber terbesar PM10 lebih banyak berasal aktivitas trasportasi, pembangkit

listrik bahan bakar minyak bumi, proses metalugi, dan pabrik semen (World

Bank Group, 1998).

2.4.4 Baku Mutu Ambien

Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi,

atau komponen unsur pencemar yang masih ditenggang keberadaannya di

udara bebas. Baku mutu udara ambien lingkungan diatur oleh Peraturan

Pemerintah No 41 tahun 1999 tentang pemantauan kualitas udara :

Tabel 2.2 Baku Mutu Udara Ambien Nasional PP No 41Tahun 1999

No Parameter Waktu

Pengukuran

Baku Mutu

(µg/m3)

Metode

Analisa

Pralatan

1 PM10 24 jam 150 Gravimetric Hi-Vol

2 PM2,5 24 jam 65 Gravimetric Hi-Vol

1 tahun 15

3 TSP 24 jam 230 Gravimetric Hi-Vol

1 tahun 90

Sumber : PP No 41 Tahun 1999

Selain ini WHO dan lembaga pengendalian lingkungan Amerika

Serikat (US Environmental Protection Agency) tidak lagi menggunakan Total

suspended particulate matter (TSP) sebagai indikator pencemaran udara.

World Health Organization dan US Environmental Protection Agency saat ini

Page 45: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

24

menggunakan PM10 dan PM2,5 sebagai indikator. WHO (2005b) menetapkan

standar baku mutu udara ambien untuk partikel debu yaitu :

Tabel 2.3 Standar Baku Mutu Udara Ambien Menurut WHO

No Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu (µg/m3)

1 PM10 24 jam 50

1 tahun 20

2 PM2,5

24 jam 25

1 tahun 10

Sumber :

Berbeda dengan standar US Environmental Protection Agency (US-

EPA) menetapkan standar pencemaran udara dalam National Ambient Air

Quality Standars (NAAQS) Tahun 1990.

Tabel 2.4 Standar Udara Ambien Menurut US-EPA

No Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu (µg/m3)

1 PM10 24 jam 150

2 PM2,5 24 jam 35

1 tahun 15

Sumber : National Ambient Air Quality Standars (NAAQS), 1990

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Purwana (1999), nilai

konsentrasi partikel debu terhirup (PM10) tertinggi yang paling sensitif dan

spesifik untuk menduga terjadinya gangguan pernafasan adalah 70 µg/m3.

WHO, Air Quality Guidelines for Particulate Matter, Ozone, Nitrogen

Dioxide and Sulfur Dioxide, 2005b

Page 46: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

25

2.5 Faktor Risiko Asma

2.5.1 Intake Partikel Debu Terhirup (PM10)

Intake partikel debu terhirup (PM10) adalah banyaknya jumlah asupan

partikel debu terhirup (PM10) yang diterima oleh responden perberat rata-rata

sampel setiap harinya. Secara teori intake berhubungan langsung dengan risiko

pajanan partikel debu terhirup (PM10). Semakin tinggi tingkat asupan partikel

debu terhirup (PM10) pada seseorang maka tingkat risiko pajanan partikel debu

terhirup juga semakin besar. Dengan tingginya risiko pajanan partikel debu

terhirup (PM10) maka peluang seseorang untuk terkena penyakit asma menjadi

semakin besar.

Hasil penelitian Marpaung (2012) mendapatkan hasil bahwa variabel

intake partikel debu terhirup berhubungan dengan kejadian asma pada

pedagang tetap di sekitar terminal terpadu kota Depok. Pedagang tetap yang

memiliki nilai intake diatas nilai dosis referensi memiliki peluang 6,5 kali lebih

tinggi untuk terkena penyakit asma dibandingkan dengan pedagang tetap yang

memiliki nilai intake di bawah nilai dosis referensi. Sedangkan berdasarkan

hasil analisis multivariat didapatkan hasil bahwa intake partikel debu terhirup

mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kejadian asma pada pedagang

tetap di terminal terpadu kota Depok (pvalue = 0,007; OR 6,5 (CI 1,65-25,48).

Pada penelitian ini nilai intake partikel debu terhirup (PM10) diukur dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

........................................................................... (1)

Page 47: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

26

Tabel 2.5 Keterangan Perhitungan Intake Non Karsinogenik Pada Jalur Inhalasi

Notasi Arti Notasi Satuan Nilai Default

Intake (Ink) Jumlah konsentrasi agent

risiko yang masuk ke dalam

tubuh manusia dengan berat

badan tertentu setiap

harinya

mg/kgxhari Tidak ada nilai default

Konsentrasi (C) Konsentrasi agent risiko

pada media udara

mg/m3 Tidak ada nilai default

Laju inhalasi (R) Banyaknya volume udara

yang masuk setiap jamnya

dihitung dengan persamaan

y = 5,3 Ln (x) – 6,9

(Nukman, et al., 2005)

m3/jam - Dewasa (> 13

tahun) = 0,83

m3/ jam

- Anak-anak (6-

12 tahun) =

0,5 m3/jam

Waktu pajanan (tE) Lamanya atau jumlah jam

terjadinya pajanan setiap

harinya

Jam/hari - Pajanan pada

pemukiman =

24 jam/hari

- Pajanan pada

lingkungan

kerja = 8

jam/hari

- Pajanan pada

sekolah dasar

= 6 jam/hari

Frekuensi pajanan (fE) Lamanya atau jumlah hari

terjadinya pajanan setiap

tahunnya

Hari/tahun - Pajanan pada

pemukiman =

350 hari/tahun

- Pajanan pada

lingkungan

kerja = 250

hari/tahun

Page 48: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

27

Notasi Arti Notasi Satuan Nilai Default

Durasi pajanan (Dt) Lamanya jumlah tahun

terjadinya pajanan

Tahun Risidensial (pemukiman)

/pajanan seumur hidup =

30 tahun

Berat badan (Wb) Berat badan manusis/

populasi/ kelompok

populasi

Kg - Dewasa

Indonesia =

55 kg

- Anak-anak =

15 kg

Waktu rata-rata (tavg) Priode waktu rata-rata

untuk efek non karsinogen

Hari 30 tahun x 365 hari/tahun =

10.950 hari

2.5.2 Pajanan Partikel Debu Terhirup (PM10)

Partikel debu terhirup (PM10) merupakan salah satu faktor lingkungan

pencetus asma. Pajanan partikel debu terhirup merupakan salah satu zat alergen

yang dapat menginduksi respon inflamasi pada saluran napas. Bila seseorang

menghirup partikel debu terhirup (PM10), terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE

orang tersebut meningkat. Kemudian partikel debu terhirup (PM10) berikatan

dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini

berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator

yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan

bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding

bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan

spaseme otot polos bronkiolus, sehingga mengakibatkan inflamasi dan

penyempitan saluran napas.

Berdasarkan studi ekologi di Brazil pada tahun 2003-2004, konsentrasi

total suspended particle (TSP) yang juga mencakup PM10 berhubungan dengan

Sumber : Pedoman Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan, 2012

Page 49: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

28

kasus asma yang tercatat di rumah sakit Araraquara, Brazil. Selain itu,

penelitian dengan desain cross sectional study pada kota industri yang berada

di Slovakia, menghasilkan model regresi logistik yang menunjukkan

peningkatan signifikan pengunjung rumah sakit karena keluhan asma, yang

berhubungan dengan peningkatan polusi udara (TSP) dengan OR sebesar 2,16

(CI 1,01-4,60) (Arbecs et al., 2001).

Suatu penelitian di Taiwan yang menggunakan database diagnosis

asma rumah sakit yang diperoleh dari database National Health Insurance dari

tahun 2001 hingga 2002 dan data konsentrasi pencemaran udara, yaitu NO2,

SO2, CO, O3 dan PM10 yang diperoleh dari Departemen Perlindungan

Lingkungan melalui 71 stasiun pemantau kualitas udara. Data ini kemudian

dianalisis dengan kolerasi Spearman’s dan menunjukkan polutan udara yang

paling kuat hubungannya dengan kejadian asma di rumah sakit adalah PM10

(Yeh et al., 2011).

Pada penelitian ini pajanan partikel debu terhirup (PM10) di ukur

dengan menggunakan analisis risiko. Analisis risiko (risk assessment) adalah

kegiatan estimasi penilaian dan pemahaman terhadap suatu risiko yang relevan

terhadap proyek, aktivitas, dan situasi yang ada, menilai sebab akibatnya,

dampak potensial (sosial, ekonomi, lingkungan, kesehatan, atau keselamatan)

dan karakteristik suatu risiko pada waktu tertentu. Sedangkan risiko sendiri

adalah Risiko merupakan suatu keadaan yang memberikan kemungkinan

terjadinya dampak terhadap suatu objek atau besarnya peluang suatu bahaya

menjadi kenyataan untuk terjadi (Kolluru, et al., 1996 and Rahman, 2007).

Page 50: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

29

Menurut Depkes RI (2012) analisis risiko merupakan sebuah proses

untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada kesehatan manusia,

termasuk juga identifikasi terhadap keberadaan faktor ketidakpastian,

penelusuran pada pajanan tertentu, memperhitungkan karakteristik yang

melekat pada agen yang menjadi perhatian dan karakteristik dari sasaran yang

spesifik. Dalam bidang kesehatan lingkungan analisis risiko ini sering

digunakan untuk mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan

mendiskripsikan masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan

penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah

lingkungan yang bersangkutan.

Pajanan partikel debu terhirup (PM10) dinyatakan dengan nilai Risk

Quotient (RQ) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan Excess Risk (ECR) untuk

efek-efek karsinogenik. RQ dihitung dengan membagi asupan (Intake) risk

agent dengan dosis referensi (RfC/RfD). Dosis referensi didefinisikan sebagai

toksisitas kuantitatif non karsinogenik yang menyatakan estimasi dosis pajanan

harian yang diperkirakan tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan

meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat (IPCS, 2004 and IRIS, 2013).

Dosis referensi terbagi menjadi dua, yaitu untuk pajanan ingesti dan pajanan

inhalasi. Untuk pajanan ingesti disebut dengan reference dose (RfD) dan untuk

pajanan inhalasi disebut dengan reference concentration (RfC). Dosis

referensi didapatkan dari nilai NOAEL (No Observed Adverse Effect Level)

atau LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect Level). NOAEL adalah dosis

tertinggi suatu zat pada studi toksisitas kronik atau subkronik yang secara

statistik atau biologis tidak menunjukkan efek merugikan pada hewan uji atau

Page 51: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

30

manusia sedangkan LOAEL merupakan dosis terendah yang masih

menimbulkan efek. Secara numerik NOAEL selalu lebih rendah dari pada

LOAEL. Adapun rumus perhitungan matematisnya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.6 Keterangan Rumus Perhitungan Dosis Referensi Pada Jalur

Pajanan Inhalasi

Notasi Arti Notasi Satuan

Dosis referensi

(RfD/RfC)

Dosis risk agent yang terhirup per

kilogram (Kg) berat badan per hari

mg/kgxhari

Uncertainty

Factor (UF)

Faktor ketidakpastian dengan UF1 = 10

untuk variasi sensitivitas dalam

populasi manusia, UF2 = 10 untuk

ekstrapolasi dari hewan ke manusia,

UF3 = 10 bila menggunakan NOAEL

yang diturunkan dari uji subkronik,

UF4 = 10 bila menggunakan LOAEL.

Tidak ada satuan

Modifying

Factor (MF)

Faktor modifikasi yang bernilai 1-10

untuk mengakomodasi kekurangan

atau kelemahan studi

Tidak ada satuan

Sumber : Pedoman Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan, 2012

Selain nilai dosis referensi yang dikeluarkan oleh EPA dalam

Integrated Risk Information System (IRIS), Agent for Toxic Substances and

Disease Registry (ATSDR) menggunakan pendekatan No Observed Adverse

Effect Levels / Uncertainty Factor (NOAEL/UF) untuk memperoleh Minimum

Risk Levels (MRLs) dari sebuah substansi bahaya. MRLs didefinisikan sebagai

estimasi pajanan harian pada manusia terhadap bahan kimia yang dianggap

.............................. (2)

Page 52: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

31

tidak merugikan selama durasi pajanan tertentu. MRLs diperoleh untuk durasi

paparan akut (1-14 hari), intermediate ( lebih dari 14-364 hari), dan kronik

(lebih dari 365 hari) dengan jalur pajanan inhalation dan ingestion.

Nilai dosis referensi dan MRLs ditujukan sebagai standar screaning

yang dapat membantu profesi kesehatan membuat keputusan prefentif.

Dikarenakan keterbatasan data dan kasus, beberapa nilai dosis referensi dan

MRLs dapat berasal dari penelitian hewan dikarenakan penelitian pada

manusia sangat kurang dan adanya batasan kode etik objek penelitian. Namun

ATSDR dan IRIS mengasumsikan manusia memiliki sensitivitas lebih tinggi

dibandingkan dengan binatang dalam mendapati efek merugikan dari sebuah

bahan berbahaya. Nilai dosis referensi dan MRLs bisa jadi seratus kali lipat di

bawah level yang ditunjukkan pada tingkat non-toksik di laboratorium hewan

(ATSDR, 2013).

Sedangkan perhitungan nilai Risk Quotient (RQ) yang digunakan untuk

mengukur pajanan partikel debu terhirup (PM10) dihitung dengan

menggunakan rumus matematis sebagai berikut :

Tabel 2.7 Keterangan Rumus Perhitungan Tingkat Risiko Kesehatan

Notasi Arti Notasi Satuan

Risk Quotient

(RQ)

Besarnya tingkat risiko kesehatan yang

diperoleh dari perbandingan antara

intake dengan dosis atau konsentrasi

referensi dari agent risiko

Tidak ada satuan

........................................................................ (3)

Page 53: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

32

Notasi Arti Notasi Satuan

Intake (Ink) Jumlah konsentrasi agent risiko yang

masuk ke dalam tubuh manusia dengan

berat badan tertentu setiap harinya

mg/kgxhari

Dosis referensi

(RfD/RfC)

Dosis risk agent yang terhirup per

kilogram (Kg) berat badan per hari

mg/kgxhari

Sumber : Pedoman Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan, 2012

Baik intake maupun RfD atau RfC harus spesifik untuk bentuk spesi

kimia risk agent dan jalur pajanannya. Risiko kesehatan dinyatakan ada dan

perlu dikendalikan jika RQ >1. Namun apabila RQ ≤1, risiko tidak perlu

dikendalikan tetapi perlu dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak lebih dari

satu.

2.5.3 Karakteristik Individu

1. Usia

Risiko penyakit asma meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Faktor usia mempengaruhi tingkat elastisitas paru sehingga berakibat pada

otot paru mengencang dan produksi dahak meningkat. Hal ini memicu

timbulnya gejala berupa dada yang terasa sesak, sulit bernafas, mengi dan

batuk.

Pada penelitian Yulaekah (2007), menunjukkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara paparan debu terhirup dengan penyakit asma pada

kelompok usia 31-40 tahun. Sedangkan pada kelompok usia 20-30 tahun

tidak ada hubungan antara paparan partikel debu dengan penyakit asam.

Page 54: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

33

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko penyakit asma. Jenis

kelamin laki-laki memiliki tingkat sensitivitas tinggi untuk terkena asma.

Laki-laki membutuhkan energi jauh lebih besar dari pada perempuan.

Untuk memecah zat nutrisi menjadi energi pada proses metabolisme

diperlukan oksigen. Hal ini membuat laki-laki memerlukan oksigen lebih

banyak dari pada perempuan. Menurut Pearce (2009) kebutuhan oksigen

normal laki-laki sebesar 4-5 liter dan pada perempuan sebesar 3-4 liter.

Besarnya kebutuhan oksigen pada laki-laki berbanding lurus dengan laju

respirasi. Hal ini ditunjukkan pada angka default laju respirasi untuk wanita

dan laki-laki pada usia 19-65 tahun masing-masing 11,3 m3/hari dan 15,2

m3/hari. Besarnya laju respirasi pada laki-laki membuatnya rentan

menerima asupan partikel debu terhirup (PM10) lebih banyak dari pada

perempuan. Pada penelitian Darmayanti et al (2015), menunjukkan bahwa

responden laki-laki berisiko 2,11 kali berisiko menderita penyakit asma

dibandingkan responden perempuan.

Hal ini berbanding terbalik dengan luas saluran pernapasan. Perempuan

memiliki luas saluran pernapasan yang lebih kecil dibandingkan laki-laki.

Ketika perempuan terpapar partikel debu terhirup (PM10) akan

meningkatkan permeabilitas sel epitel dan memicu respon terjadinya

peradangan pada saluran napas. Respon peradangan tersebut akan

menghambat jalan napas dan memicu timbulnya gejala asma.

Page 55: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

34

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya

persepsi dan perilaku kontrol terhadap penyakit asma (Priyanto, 2009).

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula pengetahuan

terhadap faktor pencetus, gejala, cara pencegahan, dan penanggulangan

penyakit asma. Tingginya pengetahuan seseorang berhubungan dengan

persepsi dan perilaku kontrol terhadap penyakit asma (Atmoko, et al.,

2011).

Lawrence Green menganalisis perilaku manusia melalui tingkatan

kesehatan. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor

perilaku (Behavior Causes) dan faktor di luar perilaku (Non-Behaviour

Causes). Pada kasus ini perilaku responden dipengaruhi oleh faktor

perilaku. Faktor perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga faktor, yaitu faktor

predisposisi (Predisposing Factors) yang terwujud dalam pengetahuan

sikap, dan kepercayaan responden akan bahaya pajanan partikel debu

terhirup (PM10). Faktor pendukung (Enabling Factors) yang terwujud pada

ketersediaan masker sebagai alat pencegahan terhadap pajanan partikel

debu terhirup (PM10). Faktor pendorong (Renforcing Factors) yang

terwujud pada perilaku pengelola terminal yang melakukan uji emisi

terhadap kendaraan-kendaraan di terminal (Notoatmodjo, 2010).

4. Status Gizi

Status gizi berbanding lurus dengan sistem imunitas (Oemiati, et al.,

2010). Sistem imunitas adalah satu sistem dalam tubuh yang terdiri dari

sel-sel yang berkerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan

Page 56: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

35

benda asing yang masuk ke dalam tubuh (Carpenito, 2009). Sistem

imunitas yang baik dapat menghalangi pajanan partikel debu terhirup

(PM10) menimbulkan respons peradangan pada saluran pernapasan.

Respon peradangan pada saluran pernapasan dapat menimbulkan efek

edema lokal pada dinding bronkiolus, sekresi mukus yang kental di dalam

lumen yang berakibat pada penyempitan saluran napas yang pada akhirnya

dapat memicu timbulnya keluhan asma.

Beberapa hipotesis menyatakan bahwa nilai indeks masa tubuh (IMT)

dapat meningkatkan risiko refluks gastroesofagus, meningkatkan inflamasi

dan menurunkan kapasitas residu fungsional paru yang semuanya itu dapat

memperburuk gejala asma. Semakin besar nilai indeks masa tubuh (IMT)

maka semakin semakin besar risiko asmanya. Hipotesis ini didukung oleh

hasil penelitian yang dilakukan oleh Jacobs (1992) dan Contes (2001)

dimana fungsi paru seseorang menurun seiring dengan peningkatan berat

badan setelah variabel umur, tinggi badan, ras, jenis kelamin, dan status

merokok.

Selain itu obesitas memberikan beban tambahan pada thoraks dan

abdomen berupa peregangan berlebihan. Otot pernapasan bekerja lebih

keras. Jumlah energi yang dibutuhkan dalam proses pernapasan bertambah.

Jumlah energi diukur dengan banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh

otot-otot pernapasan untuk tiap liter ventilasi. Semakin besar nilai Indeks

Masa Tubuh (IMT), maka kian berat kerja dari saluran pernapasan.

Pengukuran status gizi menggunakan IMT hanya berlaku untuk orang

dewasa yang berusia di atas 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi,

Page 57: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

36

anak-anak, dan remaja. Untuk menghitung nilai IMT dapat dihitung dengan

rumus berikut :

2.5.4 Waktu Kerja

Semakin lama responden berada di kawasan terminal maka semakin

besar asupan partikel debu terhirup (PM10) yang dia terima. Apabila asupan

partikel debu terhirup (PM10) yang diterima melebihi dosis referensi akan

berakibat pada timbulnya keluhan asma. Keluhan asma yang timbul sebagai

hasil manifestasi dari respons inflamasi yang ditimbulkan oleh partikel debu

terhirup (PM10). Inflamasi pada saluran pernapasan menimbulkan efek

penyempitan saluran napas yang memicu timbulnya gejala asma.

Tidak signifikannya hubungan antara waktu kerja dan keluhan asma

pada beberapa penelitian kemungkinan disebabkan oleh faktor genetika. Faktor

genetika berhubungan dengan tingkat ekskresi partikel debu terhirup (PM10) di

dalam tubuh (Darmono, 2010). Terdapat beberapa jenis gen tertentu yang khas

dimiliki oleh seseorang dapat mengekskresikan partikel debu terhirup (PM10).

Kemampuan mengekskresikan partikel debu terhirup (PM10) ini yang

kemungkinan mengakibatkan responden tidak mengalami keluhan asma

meskipun dia telah bekerja dalam waktu yang cukup lama. Penelitian di

Amerika mendapatkan hasil bahwa pekerja dengan pajanan harian partikel

debu terhirup yang rendah berhubungan dengan timbulnya penyakit asma

(Thaller, 2008).

Page 58: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

37

2.5.5 Lama Kerja

Keluhan asma sangat berkaitan dengan lamanya waktu pajanan

terhadap partikel debu terhirup (PM10). Semakin lama responden berada di

kawasan terminal maka semakin besar asupan partikel debu terhirup (PM10)

yang dia terima. Apabila asupan partikel debu terhirup (PM10) yang diterima

melebihi dosis referensi akan berakibat pada timbulnya keluhan asma. Keluhan

asma yang timbul sebagai hasil manifestasi dari respons inflamasi yang

ditimbulkan oleh partikel debu terhirup (PM10). Inflamasi pada saluran

pernapasan menimbulkan efek penyempitan saluran napas yang memicu

timbulnya gejala asma.

Tidak signifikannya hubungan antara lama kerja dan keluan asma pada

beberapa penelitian kemungkinan diakibatkan oleh faktor genetika. Faktor

genetika berhubungan dengan tingkat ekskresi partikel debu terhirup (PM10) di

dalam tubuh. Terdapat beberapa jenis gen tertentu yang khas dimiliki oleh

seseorang dapat mengekskresikan partikel debu terhirup (PM10). Kemampuan

mengeluarkan partikel debu terhirup (PM10) ini menyebabkan waktu tinggal

(retensi) partikel debu terhirup (PM10) di dalam paru menjadi lebih singkat

(Darmono, 2010).

2.5.6 Riwayat Penyakit Pernapasan

Penyakit pernapasan lain seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA), alergi, TBC, bronkitis dan efisema juga mempengaruhi kejadian asma.

Riwayat penyakit pernapasan berkaitan dengan penurunan kualitas otot

pernafasan. Kualitas otot-otot pernafasan berbanding lurus dengan

permeabilitas saluran pernafasan. Permeabilitas saluran pernafasan yang

Page 59: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

38

terganggu dapat berakibat pada menurunnya fungsi organ pernafsan.

Penurunan fungsi pernafasan inilah yang dapat mengakibatkan keluhan asma.

Responden yang tidak memiliki riwayat penyakit pernafasan memiliki peluang

yang lebih kecil untuk mengalami keluhan asam dibandingkan dengan yang

memiliki riwayat penyakit pernafasan. Berdasarkan penelitian Darmayanti et

al (2015), menunjukkan bahwa responden yang memiliki riwayat penyakit

pernafasan berisiko 2,11 kali untuk menderita penyakit asma.

2.5.7 Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok sangat mempengaruhi pembersihan mukosiliaris

saluran pernafasan serta membentuk sekresi yang lebih kental dan lengket

(Sabiston, 1995). Merokok menyebabkan lebih dari 4000 zat kimia berefek

langsung pada sistem pernafasan sehingga perokok akan mengalami batuk

kronis, Peningkatan produksi sputum, dispnea, dan penurunan kapasitas paru.

Kesemua hal tersebut dapat memperberat keluhan asma.

Patogenesi asma melibatkan pelepasan Reactive Oxygen Species (ROS)

dan faktor inflamasi karena meningkatnya permeabilitas endothel. ROS

bersifat toksik karena dapar merusak struktur enzim, menghancurkan formasi

ATP dan DNA. Meskipun ROS dikenal hanya terdapat pada makhluk hidup,

namun studi yang dilakukan di Taipei oleh Huang (2005)menemukan bahwa

ROS ditemukan dominan pada partikel debu terhirup yang dihasilkan rokok.

Reactive Oxygen Species (ROS) pada partikel debu terhirup inilah yang diduga

menjadi salah satu sumber utama untuk insiden asma yang tinggi pada perokok.

Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap maka kebiasaan merokok ini terbagi

menjadi dua kelompok, berdasarkan Indeks Brinkman terdiri dari perokok

Page 60: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

39

berat ≥ 600 dan perokok ringan < 600. Adapun perhitungan Indeks Brinkman

adalah sebagai Berikut :

2.6 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan pada subbab

sebelumnya, maka peneliti membuat kerangka teori berdasarkan teori simpul

dalam menggambarkan hubungan pajanan partikel debu terhirup (PM10)

terhadap keluhan asma pada populasi berisiko disekitar terminal antar kota

antar provinsi (AKAP) kota Palembang. Hubungan antara variabel independen

(pajanan partikel debu terhirup) dan variabel dependen (keluhan asma)

diuraikan ke dalam 4 simpul. Pada simpul pertama menggambarkan sumber

partikel debu terhirip (PM10). Partikel debu terhirup dihasilkan melalui sumber

bergerak (kepadatan kendaraan) dan sumber tidak bergerak (industri,

pembakaran lahan, pembakaran hutan, dan pembakaran sampah). Simpul ke

dua menggambarkan komponen lingkungan.

Komponen lingkungan yang berperan sebagai media transmisi asma

adalah partikel debu terhirup (PM10) dan faktor meteriologi (suhu, arah angin,

kelembaban, dan kecepatan angin). Pada simpul ke tiga menggambarkan

variabel demografi. Pada penelitian ini variabel demografi yang berperan

adalah faktor host (usia, berat badan, jenis kelamin, waktu kerja, lama kerja,

riwayat penyakit pernafasan, status gizi, tingkat pendidikan, status merokok,

dan jumlah rokok yang di hisap. Sedangkan, pada simpul ke empat

Indeks Brinkman (IB)

Jumlah batang rokok yang dihisap per hari x Durasi merokok (Tahun)

Page 61: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

40

mengganbarkan dampak kesehatan. Dampak kesehatan pada penelitian ini

adalah keluhan asma. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Bagan 2.2 Kerangka Teori

Teori Simpul (Achmadi, 2008)

Sumber

- Bergerak

- Tidak bergerak

Komponen Lingkungan

- Partikel debu terhirup

(PM10)

- Faktor meteriologi

Demografi

- Karakteristik

individu

Dampak

- Keluhan asma

Page 62: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

41

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pajanan partikel

debu terhirup (PM10) terhadap keluhan asma pada masyarakat berisiko di

sekitar terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016.

Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah pajanan partikel debu terhirup

(PM10) yang meliputi intake partikel debu terhirup (PM10) dan variabel keluhan

asma. Sedangkan variabel karakteristik individu yang meliputi jenis kelamin,

status gizi, tingkat pendidikan, waktu kerja, lama kerja, status merokok, jumlah

rokok yang dihisap dan riwayat penyakit napas sebagai faktor perancu

(Confounder factors). Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak

diteliti diantaranya sumber partikel debu (pembakaran lahan, pembakaran

sampah, dan keberadaan industri), usia, berat badan, dan karakteristik

partikulat debu.

Sumber partikel debu (pembakaran lahan, pembakaran sampah, dan

keberadaan industri) tidak diteliti karena sangat jarang ditemukan aktivitas

demikian di sekitar wilayah terminal. Variabel usia tidak diteliti karena

sebagian besar sopir, kondektur dan pedagang tetap di terminal antar kota antar

provinsi (AKAP) kota palembang berada pada usia produktif (17-65 tahun).

Alasan variabel berat berat badan dan karakteristik partikulat debu (PM10)

tidak diteliti karena variabel tersebut telah digambarkan oleh variabel intake

partikel debu terhirup (PM10).

Page 63: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

42

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil PM10 sebagai variabel

independen utama karena potensi pencemaran udara oleh PM10 sangat tinggi

di terminal. Tingginya polusi PM10 diterminal berasal dari proses pembakaran

bahan bakar, terutama bahan bakar solar. Selain itu juga sifat PM10 yang dapat

melayang di udara dalam waktu yang cukup lama sehingga PM10 dapat

menimbulkan potensi gangguan pernafasan lebih besar dibandingkan polutan

lainnya.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Pajanan Partikel Debu

Terhirup (PM10) :

Intake Partikel Debu

Keluhan Asma

Karakteristik Individu :

- Jenis kelamin

- Status gizi

- Tingkat pendidikan

- Waktu kerja

- Lama kerja

- Status merokok

- Jumlah batang rokok

yang di hisap

- Riwayat penyakit

pernafasan

Page 64: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

43

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala

Ukur

1 Keluhan Asma Keadaan ada atau tidaknya

gejala asma seperti sesak napas,

rasa sesak di dada yang di alami

oleh responden.

Wawancara Kuesioner 0. Tidak

1. Iya

Ordinal

2 Pajanan Partikel Debu

Terhirup (PM10)

Tingkat kosenterasi PM10 yang

di hirup responden per berat

badan per hari.

Perhitungan Intake

PM10

Software

Pengolah Angka

0. ≤ RfC (0,03 mg/kg/hari)

1. > RfC (0,03 mg/kg/hari)

Sumber : Louvar & Louvar,

1998

Ordinal

4 Jenis Kelamin Ciri-ciri penampilan fisik

seseorang yang menunjukkan

perbedaan antara laki-laki dan

perempuan.

Wawancara Kuesioner 0. Laki-Laki

1. Perempuan

Ordinal

5 Status Gizi Keadaan tubuh sebagai akibat

dari kecukupan zat gizi yang

dilihat dari hasil perhitungan

indeks masa tubuh (IMT).

Pengukuran Microtoise dan

timbangan berat

badan

a) Gizi kurang (IMT <

18,5)

b) Gizi baik (IMT 18,5 ≤

24,99)

c) Gizi lebih (IMT ≥ 25)

0. Normal = (b)

1. Tidak normal = (a) & (c)

Ordinal

Page 65: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

44

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala

Ukur

Sumber: Marpaung, 2012

6 Tingkat Pendidikan Pendidikan formal yang telah

dicapai responden

Wawancara Kuesioner 0. Tinggi (SMA dan

Perguruan Tinggi)

1. Rendah (Tidak sekolah,

SD, dan SMP)

Sumber: Marpaung, 2012

Ordinal

7 Waktu Kerja Waktu kerja responden dihitung

dari jumlah jam responden

berada di terminal.

Wawancara Kuesioner Jam Rasio

8 Lama Kerja Lamanya waktu responden telah

bekerja diterminal dalam tahun.

Wawancara Kuesioner Tahun Rasio

9 Status Merokok Kebiasaan merokok pada

responden

Wawancara Kuesioner 0. Tidak merokok

1. Merokok

Ordinal

10 Jumlah Rokok yang

Dihisap

Banyaknya rokok yang dihisap

responden yang diperoleh dari

hasil perhitungan jumlah batang

rokok yang dihisap perhari

dikali durasi lama merokok.

Wawancara Kuesioner 0. Perokok ringan (Indeks

Brinkman < 600)

1. Perokok berat (Indeks

Brinkman ≥ 600)

Sumber: Tana, 2007

Ordinal

11 Riwayat Penyakit

Pernafasan

Kondisi pernah atau sedang di

diagnosa satu atau lebih

Wawancara Kuesioner 0. Tidak ada

1. Ada

Ordinal

Page 66: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

45

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala

Ukur

penyakit berikut antara lain

ISPA, alergi, TBC, bronkitis dan

efisema.

Page 67: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

46

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10) dan

karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, waktu

kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang rokok yang di hisap, dan

riwayat penyakit pernafasan) terhadap keluhan asma pada masyarakat

berisiko di sekitar terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota

Palembang tahun 2016.

2. Ada hubungan antara pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10) terhadap

keluhan asma pada masyarakat berisiko di sekitar terminal antar kota antar

provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016 setelah di kontrol dengan

variabel karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan,

waktu kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang rokok yang di hisap,

dan riwayat penyakit pernafasan).

Page 68: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

47

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain cross

sectional study (potong lintang). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan pajanan partikel debu terhirup (PM10) terhadap keluhan asma pada

masyarakat berisiko di sekitar terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota

Palembang tahun 2016. Dalam penelitian ini variabel dependen (keluhan asma)

dan variabel independen (intake partikel debu terhirup (PM10), jenis kelamin,

status gizi, tingkat pendidikan, berat badan, waktu kerja, lama kerja, status

merokok, jumlah rokok yang dihisap, serta riwayat penyakit pernafasan)

diamati pada waktu yang sama.

Studi cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dan efek, dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan

pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek pada saat pemeriksaan. Namun

hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang

sama (Notoatmodjo, 2002).

4.2 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian ini dilakukan di dua Terminal Antar Kota Antar

Provinsi (AKAP) kota Palembang. Adapun kedua terminal tersebut adalah

Terminal Karya Jaya , Jl. Sriwijaya Raya Km. 14, Karya Jaya, Palembang dan

Page 69: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

48

Terminal Alang-Alang Lebar, Jl. Bypass, Alang-Alang Lebar, Palembang.

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober hingga bulan Desember

2016.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat berisiko yang

ada di sekitar terminal dengan usia ≥ 17 tahun. Adapun populasi berisiko

disekitar terminal yang dimaksud adalah sopir, kondektur dan pedagang tetap

dengan kios permanen dan semi permanen yang beraktivitas di sekitar kawasan

Terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang.

Kriteria Eksklusi

1) Keluarga memiliki riwayat asma

2) Pernah di diagnosa asma oleh tenaga kesehatan

4.3.2 Rancangan Sampel

Sampel didefinisikan sebagai bagian dari populasi yang dianggap

mewakili keadaan populasi yang sebenarnya. Dalam penelitian ini diambil dua

jenis sampel. Sampel tersebut adalah udara ambien (outdoor) dalam ukuran

partikel debu terhirup < 10 µm (PM10) dan sampel masyarakat sebagai

responden.

Page 70: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

49

4.3.2.1 Sampel Masyarakat

Masyarakat yang dijadikan sampel adalah masyarakat berisiko (sopir,

kondektur, dan pedagang tetap) yang beraktivitas di dalam kawasan

terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang. Perhitungan

besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus estimasi dua proporsi

sebagai berikut :

Tabel 4.1 Keterangan Rumus Perhitungan Besar Sampel

Notasi Arti Notasi Nilai

Default

N Jumlah sampel minimum yang diperlukan -

Z1-α Derajat kepercayaan pada confidence interval (CI)

95%

1,96

Z1-β Kekuatan uji pada 80% 0,84

P1 Proporsi terpapar partikel debu terhirup (PM10) dan

menderita asma (Marpaung, 2012)

0,92

P2 Proporsi yang tidak terpapar partikel debu terhirup

(PM10) dan menderita asam(Marpaung, 2012)

0,63

P Rata-rata proporsi kelompok 1 dan kelompok 2 0,80

Dari rumus di atas maka besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini

sebesar :

n =1,96 {√2𝑥0,8(1 − 0,8) + 0,84 √0,92 (1 − 0,917) + √0,63 (1 − 0,629)}2

(0,92 − 0,63)2

n = 32 orang

Page 71: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

50

Berdasarkan perhitungan diperoleh 32 x 2 = 64 sampel. Untuk

mencegah kehilangan sampel maka jumlah sampel ditambah 15% dari total

sampel. Total sampel dalam penelitian ini adalah 64 + 11 = 75 orang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode probability

sampling dengan menggunakan teknik simple random sampling. Simple

random sampling adalah salah satu teknik pengambilan sampel di mana

peneliti memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota

populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel (Sunyoto & Setiawan,

2013). Pembuatan frame sampel dilakukan dengan cara mendata masing-

masing sopir, kondektur dan pedagang tetap yang beraktivitas di kawasan

terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) kota Palembang. Setelah itu

baru dibuat frame sampelnya berupa nomer dan nama responden kemudian

dilakukan randomisasi sampel dengan menggunakan metode kocokan.

4.3.2.2 Sampel Udara

Penentuan jumlah titik sampling udara sangat ditentukan oleh faktor

jumlah penduduk dan tingkat pencemaran. Secara teknis, penetapan jumlah

titik sampling ditentukan dengan menggunakan kurva aproksimasi seperti

pada gambar di bawah ini :

Page 72: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

51

Gambar 4.1 Kurva Aproksimasi (2012)

Pada Gambar 4.1 terlihat jumlah maksimum dan minimum titik

sampling udara untuk masing-masing kelas populasi. Pada penelitian ini

jumlah populasi yang berada di kawasan terminal antar kota antar provinsi

(AKAP) kota Palembang diperkirakan kurang dari 100.000 jiwa dan

tingkat pencemaran tergolong tinggi karena terdapat lebih dari satu sumber

potensial pencemaran PM10. Berdasarkan katagori tersebut maka hanya

diperlukan 3 titik pemantauan udara.

Lokasi titik sampling udara ditentukan dengan radius yang berbeda-

beda. Hal ini mengacu pada SK Menteri KLH No.2/Men.LH/1998 bahwa

sampling di ukur pada radius berbeda-beda. Setiap radius dinyatakan

dengan ring dan jarak antara ring ditentukan sebesar 50 m dari titik pusat

terminal (Mean Coordinate) (Novirsa, 2012). Penentuan titik sampling

Page 73: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

52

juga mempertimbangkan faktor meteorologi seperti arah angin. Lokasi titik

sampling yang diambil pada penelitian ini digambarkan pada peta berikut :

Sumber : Google Earth

Gambar 4.2 Peta Koordinat Titik Sampel PM10 Ambien

Keterangan :

Ring 1 (Radius 50 meter)

Ring 2 (Radius 100 meter)

Ring 3 (Radius 150 meter)

Titik pusat terminal (Mean Coordinate)

Titik sampling udara (Sampling Point)

Prosedur Pengukuran

Pengukuran konsentrasi PM10 udara ambien menggunakan alat HVAS

(High Volume Air Sampler) dengan metode analisis gravimetri. Alat HVAS

(High Volume Air Sampler) diperoleh dari laboratorium kimia udara Balai

Teknik Kesehatan Lingkungan Kota Palembang. Konsentrasi PM10 pada

masing-masing titik sampling di ukur pada waktu bersamaan.

Page 74: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

53

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Pengumpulan Data Konsentrasi PM10

Konsentrasi PM10 pada udara ambien Terminal Antar Kota Antar

Provinsi Kota Palembang diukur menggunakan Dusttrak II Aerosol Monitor

8532 yang merupakan metode referensi yang disarankan oleh US EPA. Alat

ini menggunakan baterai, memunculkan data dalam bentuk log, menggunakan

laser fotometer dengan prinsip hamburan cahaya sehingga dapat memberikan

pembacaan masa aerosol secara real-time namun juga harus terlindung dari

sinar cahaya materi secara langsung. Minimal waktu pengukuran pada

Dusttark adalah 15 menit untuk melihat konsentrasi dalam waktu 8 jam

(Lestari, 2009).

Gambar 4.3 DUSTTRAK II Aerosol Monitor 8532

(Sumber: http://www.modus.zgora.pl, diakses 2 Januari 2017)

A. Langkah-langkah pengambilan sampel PM10 di Terminal Antar Kota

Antar Provinsi Kota Palembang (AKAP)

1) Menentukan 3 titik sampel pada masing-masing terminal.

2) Menempatkan peralatan sampling pada daerah yang aman.

Page 75: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

54

3) Menempatkan Dusttrak berjarak 1 m sampai 5 m dari tepi jalur

kendaraan di dalam terminal dengan ketinggian 1,5 m sampai 2 m dari

permukaan tanah.

B. Metode Sampling Dengan Dusttrak II

Pengukuran PM10 pada udara ambien di terminal dilakukan

menggunakan metode pengukuran sewaktu pada 3 titik sampel di masing -

masing terminal, priode waktu pengukuran pada masing-masing titik

adalah 30 menit.

1) Prosedur umum : Sampel diperoleh dengan penarikan udara dengan

volume tertentu melalui inlet Dusttrak II. Hasil pengukuran langsung

dapat dilihat pada monitor dan tersimpan di dalam memori Dusttrak II.

2) Volume udara : Sebanyak 60 liter volume udara dikumpulkan selama

30 menit/titi dengan flow rate 2 liter per menit.

3) Peralatan sampling : Peralatan sampling adalah Dusttrak II dengan inlet

untuk PM10 yang telah dikalibrasi dengan Rotameter.

C. Langkah-Langkah Sampling

1) Melakukan kalibrasi Dusttrak II dengan rotameter sebelum digunakan.

2) Memperhatikan indikator baterai dengan memastikan indikator baterai

menunjukkan kondisi diatas 90% sebelum mulai melakukan

pengukuran dan mengantisipasi kekurangan daya dengan membawa

charger ke tempat pengukuran.

3) Sesampainya di lokasi, memberitahu petugas terminal dan kemudian

meletakkan Dusttrak II di tempat yang akan diukur dan menyalakan

alat.

Page 76: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

55

4) Menunggu sampai Dusttrak II mencatat konsentrasi PM10 di udara

sesuai pengaturan yang telah dilakukan.

5) Menetralkan kembali Dusttrak dari debu pengukuran dengan

melakukan Zero Cal selama 1 menit sebelum melakukan pengukuran.

6) Melakukan kalibrasi dengan rotamater

7) Setelah selesai, lihat file yang ada menggunakan software

TRAKPROTM di komputer dan grafik yang ditampilkan.

4.4.2 Pengukuran Berat Badan

Persiapan

1) Ambil timbangan dari kotak karbon dan keluarkan dari bungkus

pelastiknya

2) Pasang baterai pada bagian bawah alat timbang (Perhatikan Posisi Baterai)

3) Pasang 4 (empat) kaki timbangan pada bagian bawah alat timbang (Kaki

Timbangan Harus Dipasang Dan Tidak Boleh Hilang).

4) Letakan alat timbang pada lantai yang datar

5) Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, lakukan kalibrasi pada alat

timbang dengan menggunakan anak timbang yang mempunyai berat tetap.

6) Responden yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket

serta mengeluarkan isi kantong yang berat seperti kunci.

Prosedur Penimbangan Responden Dewasa

1) Aktifkan alat timbang dengan cara menekan tombol sebelah kanan (Warna

Biru). Mula-mula akan muncul angka 888,88, dan tunggu sampai muncul

angka 0,00. Bila muncul bulatan (O) pada ujung kiri kaca display, berarti

timbangan siap digunakan.

Page 77: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

56

Aktifkan dengan menekan

tombol biru (sebelah kanan)

Muncul angka 888,88

(belum siap digunakan)

Muncul angka 0,00 dengan

bulatan di kiri atas

(telah siap digunakan)

2) Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah

alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca.

3) Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, sikap tenang

(Jangan Bergerak-Gerak) dan kepala tidak menunduk (Memandang Lurus

ke Depan).

4) Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan tunggu sampai angka

tidak berubah (Statis).

5) Catat angka yang terakhir (ditandai dengan munculnya tanda bulatan O

diujung kiri atas kaca display) dan isikan pada kuesioner.

6) Minta responden turun dari alat timbang

7) Alat timbang akan off secara otomatis.

8) Untuk menimbang responden berikutnya, ulangi prosedur 1 s/d 7.

Demikian pula untuk responden berikutnya.

Page 78: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

57

4.4.3 Pengukuran Tinggi Badan

Persiapan (Cara Memasang Microtoise)

1) Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di

dinding agar tegak lurus.

2) Letakkan alat pengukuran di lantai yang datar tidak jauh dari dandul

tersebut dan menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau

tonjolan (rata).

3) Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang bandul

yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca menunjukkan

angka 0 (Nol). Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban pada bagian

atas microtoise.

4) Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perekat pada

posisi sekitar 10 cm dari bagian atas microtoise.

Page 79: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

58

Prosedur Pengukuran Tinggi Badan

1) Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup

kepala).

2) Pastikan alat geser berada diposisi atas.

3) Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.

4) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit

menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.

5) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas.

6) Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.

Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam

keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada

dinding.

7) Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih

besar (ke bawah ) Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala)

pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.

8) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus

berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar.

Page 80: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

59

9) Catat dan isikan ke dalam kuesioner.

4.4.4 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi dilakukan dengan cara menghitung nilai Indeks

Masa Tubuh (IMT). Melalui IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang

dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Pengukuran status gizi menggunakan

IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia di atas 18 tahun dan tidak

dapat diterapkan pada bayi, anak-anak, dan remaja. Untuk menghitung nilai

IMT dapat dihitung dengan rumus berikut :

Posisi kepala, punggung, pantat, betis dan tumit yang benar. Pandangan lurus kedepan.

Page 81: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

60

4.4.5 Pengumpulan Data Jumlah Batang Rokok yang Dihisap

Data jumlah batang rokok yang dihisap oleh responden dikumpulkan

dengan menggunakan kuesioner dengan metode wawancara. Pertanyaan pada

kuesioner tersebut meliputi lama responden merokok dalam tahun dan jumlah

batang rokok yang dihisap responden setiap harinya. Kemudian data tersebut

dihitung dengan menggunakan rumus indeks brinkman (BI) yang terdiri dari

perokok berat ≥ 600 dan perokok ringan < 600. Adapun perhitungan Indeks

Brinkman adalah sebagai Berikut :

4.4.6 Pengumpulan Data Keluhan Asma

Pada penelitian ini keluhan asma didefinisikan sebagai sebagai hasil

dari interpretasi keadaan ada atau tidaknya gejala dan faktor pencetus asma

yang dialami oleh responden yang diukur menggunakan kuesioner dengan

metode wawancara. Pada kuesioner pertanyaan terkait keluhan asma

dikodekan oleh variabel D01 hingga variabel D04. Keempat pertanyaan

tersebut merupakan pertanyaan tertutup dan setiap pertanyaan diberi score 0

untuk jawaban tidak dan 1 untuk jawaban ya. Total score dari masing-masing

pertanyaan menentukan ada atau tidaknya keluhan asma. Responden dikatakan

mengalami keluhan asma jika total scorenya lebih besar dari 0. Sedangkan

responden dikatakan tidak memiliki keluhan asma jika total scorenya sama

dengan 0 (Depkes RI, 2007).

Indeks Brinkman (IB)

Jumlah batang rokok yang dihisap per hari x Durasi merokok (Tahun)

Page 82: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

61

4.4.7 Pengumpulan Data Riwayat Penyakit Pernafasan

Pada penelitian ini riwayat penyakit pernafasan didefinisikan sebagai

hasil dari interpretasi keadaan ada atau tidaknya gejala penyakit sinusitis,

bronkitis, emfisema, TBC dan riwayat penyakit pernafasan lainnya yang

dialami oleh responden yang diukur menggunakan kuesioner dengan metode

wawancara. Pada kuesioner pertanyaan terkait riwayat penyakit pernafasan

dikodekan oleh variabel C01 hingga variabel C05. Kelima pertanyaan tersebut

merupakan pertanyaan tertutup dan setiap pertanyaan diberi score 0 untuk

jawaban tidak dan 1 untuk jawaban ya. Total score dari masing-masing

pertanyaan menentukan ada atau tidaknya riwayat penyakit pernafasan.

Responden dikatakan memiliki riwayat penyakit pernafasan jika total scorenya

lebih besar dari 0. Sedangkan responden dikatakan tidak memiliki riwayat

penyakit pernafasan jika total scorenya sama dengan 0.

4.5 Pengolahan Data

4.5.1 Manajemen Data

Seluruh data yang dikumpulkan baik melalui kuesioner maupun data hasil

perhitungan dan pengukuran akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1) Data Coding, merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan memberi

kode pada masing-masing kelas sesuai dengan tujuan pengumpulan data

yang dilakukan pada saat membuat kuesioner.

2) Data Editing, merupakan kegiatan pengecekan isian kuesioner pada saat

dilapangan, apakah jawaban pada kuesioner sudah lengkap, jelas dan

relevan, dan konsisten.

Page 83: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

62

3) Data Entry, merupakan kegiatan memasukkan data dari kuesioner ke dalam

program komputer atau fasilitas analisis data.

4) Data Cleaning, merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

di entry, apakah ada kesalahan atau tidak.

4.5.2 Analisis Data

1) Analisis Univariat

Merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi

antara variabel dependen (keluhan asma) dan variabel independen (intake

partikel debu terhirup (PM10), jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan,

dan berat badan, lama kerja, waktu kerja, status merokok, jumlah rokok

yang dihisap, dan riwayat penyakit pernafasan). Pada analisis ini, data

dibedakan berdasarkan jenis variaber, yaitu variabel numerik dan variabel

katagori. Setelah dianalisis kemudian data disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik.

2) Analisis Bivariat

Merupakan analisis yang digunakan untuk menghubungkan variabel

dependen (keluhan asma) dengan variabel independen (intake partikel debu

terhirup (PM10), jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, berat badan,

waktu kerja, lama kerja, status meroko, jumlah rokok yang dihisap, dan

riwayat penyakit pernafasan). Karena hasil ukur variabel dependen dan

variabel independen berjenis katagorik dan numerik maka analisis bivariat

yang digunakan adalah uji chi-square untuk variabel yang berjenis

katagorik. Uji chi-square digunakan untuk menjawab pertanyaan terkait

hubungan antara risiko paparan partikel debu terhirup (PM10), intake

Page 84: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

63

partikel debu (PM10), karakter individu (jenis kelamin, tingkat pendidikan,

dan status gizi), riwayat penyakit pernafasan, status merokok, dan jumlah

batang rokok yang di hisap dengan keluhan asma pada masyarakat berisiko

di sekitar terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang.

Sedangkan uji t digunakan untuk variabel berjenis numerik. Uji t digunakan

untuk menjawab pertanyaan terkait hubungan antara waktu kerja dan lama

kerja dengan keluhan asma pada masyarakat berisiko di sekitar terminal

antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang.

Keputusan diterima atau ditolaknya hipotesis didasarkan oleh nilai

pvalue. Hipotesis dinyatakan diterima apabila nilai pvalue ≤ 0,05. Antinya

terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Sedangkan hipotesis dinyatakan ditolak apabila nilai pvalue > 0,05. Artinya

tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Kemudian besarnya risiko variabel independen terhadap variabel dependen

dinyatakan oleh nilai OR (Odds Ratio). Hasil dari analisis bivariat disajikan

dalam bentuk tabel.

3) Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara beberapa

variabel independen dengan dependen pada waktu yang bersamaan.

Analisis ini menggunakan analisis regresi logistik ganda yang bertujuan

untuk mengestimasi secara valid pengaruh pajanan partikel debu terhirup

(intake PM10) dengan keluhan asma setelah dikontrol oleh variabel

perancu. Variabel perancu dalam penelitian ini adalah variabel

karakteristik individu.

Page 85: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

64

Analisis ini dilakukan dengan melalui beberapa tahap. Tahap pertama

mulai dengan melakukan uji bivariat masing-masing variabel untuk

menyeleksi variabel yang akan dimasukkan dalam analisis regresi logistik

ganda. Bila hasil uji p nilai p ≤ 0,25 maka variabel tersebut dapat masuk

kedalam model multivariat. Sebaliknya jika nilai p > 0,25 maka variabel

tersebut dikeluarkan dari pemodelan.

Pada tahap selanjutnya dilakukan pembuatan model faktor penentu.

Bila hasil uji bernilai p ≤ 0,05 maka variabel tersebut dapat masuk ke dalam

model selanjutnya. Sebaliknya jika nilai p > 0,05 maka variabel tersebut

dikeluarkan dari pemodelan. Pengeluaran variabel dilakukan bertahap

mulai dari variabel yang memiliki nilai p paling besar.

Kemudian dapat dilakukan evaluasi dengan membandingkan koefisien

atau OR masing-masing pada model dengan dan tanpa perancu tersebut.

Jika perbedaan tersebut > 10%, bearti perancu tersebut tidak dapat

dikeluarkan dari model karena akan mengganggu estimasi koefisien

perancunya. Dengan kata lain variabel tersebut merupakan konfonding

untuk variabel lain.

Page 86: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

65

BAB V

HASIL PENELITIAN

5

5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota

Palembang

Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang terdiri

dari dua terminal, yaitu Terminal Karya Jaya dan Terminal Alang-Alang

Lebar. Terminal Karya Jaya adalah terminal penumpang tipe A pertama yang

dibangun di kota Palembang. Terminal ini dibangun berdasarkan izin

penentuan lokasi dari Meteri Perhubungan melalui Surat Keputusan Nomor :

56/AJ.106/DRJD/ 98 tentang Penentuan Lokasi Terminal Penumpang tipe A

di Kota Palembang, Desa Karya Jaya, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kota

Palembang.

Sedangkan Terminal Alang-Alang Lebar adalah salah satu terminal tipe

A yang terletak di Kelurahan Alang-Alang Lebar Kecamatan Sukarame

Palembang, luas ± 5 hektar yang melayani angkutan umum seperti angkutan

antar kota dalam provinsi (AKAD), angkutan antar kota antar provinsi

(AKAP), angkutan pedesaan (Angdes) dan angkutan bus kota.

Menurut data dari Pusat Informasi Dinas Perhubungan Provinsi

Sumatera Selatan, Terminal Karya Jaya & Terminal Alang-Alang Lebar

ditetapkan sebagai terminal tipe A. Tipe A ini diberikan sesuai dengan fasilitas

pelayanan yang diberikan terhadap operator angkutan, disamping telah

memenuhi persyaratan yang ditetapkan juga rencana kebutuhan lokasi simpul

yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi yaitu rencana

Page 87: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

66

tata ruang, kepadatan lalulintas dan kepadatan jalan disekitar terminal,

kepadatan moda tarnsportasi baik mitra maupun antar moda, kodisi topografi

lokasi terminal, dan kelestarian lingkungan. Fasilitas yang dimiliki terminal

terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang antara lain sebagai berikut :

A. Fasilitas Umum

- Jalur Pemberangkatan Kendaraan Umum

- Bangunan Kantor Terminal

- Tempat Tunggu Penumpang & Pengantar

- Menara Pengawas

- Kelestarian Lingkungan

B. Fasilitas Penunjang

- Kamar Kecil / Toilet

- Mushola

- Kios

- Telepon Umum

- Tempat Penitipan Barang

- Taman

5.1.2 Gambaran Bus Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota

Palembang

Kendaraan umum Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang beroperasi

diterminal kota palembang melayani rutu perjalanan antar kota di pulau

sumatera dan pulau jawa. Adapun rute perjalanannya adalah sebagai berikut :

Page 88: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

67

Tabel 5.1 Data Kendaraan Bus Antar Kota Antar Provinsi Kota (AKAP) Terminal

Kota Palembang Tahun 2015

BUS SEDANG

No Nama PO Seat Trayek Keterangan

1 Bus Kota 24 Kertapati-Alang-Alang

Lebar

Aktif

2 Bus Koa 24 PUSRI-Terminal Alang-

Alang Lebar

Aktif

3 Trans Musi 24 Jakabaring-Terminal

Alang-Alang Lebar

Aktif

4 Trans Musi 24 Kayu Agung-Terminal

Karya Jaya

Aktif

BUS BESAR

1 Gumarang Jaya 60 Palembang-Surabaya Aktif

2 Bengkulu Indah 55 Palembang-Bengkulu Aktif

3 SUN 60 Palembang-Pekanbaru Aktif

4 PO Laju Prima 55 Palembang-Bekasi Aktif

5 Sari Harum 60 Palembang-Yogyakarta Aktif

6 Csh88 60 Palembang-Medan Aktif

7 Karamat Jati 60 Palembang-Jakarta Aktif

8 Lorena 60 Palembang-Malang Aktif

9 Pala Kencana 55 Palembang-Padang Aktif

Page 89: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

68

5.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian

terkait distribusi frekuensi keluhan asma, pajanan partikel debu terhirup (intake

PM10), karakteristik individu (jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan,

lama kerja, waktu kerja, status merokok, jumlah rokok yang dihisap, dan

riwayat penyakit pernafasan) pada masyarakat berisiko di sekitar terminal antar

kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016.

5.2.1 Keluhan Asma

Pada penelitian ini keluhan asma dilihat berdasarkan hasil wawancara

terkait tanda dan gejala asma yang pernah dialami oleh responden. Pada

kuesioner terdapat empat pertanyaan terkait keluhan asma dan setiap

pertanyaan diberi skor 0-1. Total skor dari masing-masing pertanyaan

menentukan ada atau tidaknya keluhan asma pada responden. Hasil analisis

distribusi frekuensi responden berdasarkan keluhan asma di Terminal Antar

Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016 dapat dilihat pada

Tabel 5.2 berikut ini :

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Asma di Terminal Antar Kota

Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016

Keluhan Asma Jumlah (n) Persentase (%)

Tidak 34 45,3

Iya 41 54,7

Total 75 100

Page 90: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

69

Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa distribusi keluhan asma pada

responden berbeda pada masing-masing kelompok. Sebagian besar responden

mengalami keluhan asma yaitu 41 orang (54,7%) sedangkan responden yang

tidak mengalami keluhan asma adalah sebanyak 34 orang (45,3%).

5.2.2 Pajanan Partikel Debu Terhirup (PM10)

5.2.2.1 PM10 Pada Udara Terminal

Hasil pengukuran konsentrasi partikel debu terhirup (PM10) pada udara

di Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016

digambarkan pada Tabel 5.3 berikut ini :

Tabel 5.3 Konsentrasi Partikel Debu Terhirup (PM10) Ambien Pada 6 Titik

Pengukuran di Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun

2016

Tempat Titik

Sampel

Konsentrasi Metode

Terminal Alang-Alang

Lebar Palembang

1 109 µg/Nm3

SNI 19-7119.3-2005

2 124 µg/Nm3

3 154 µg/Nm3

Terminal Karya Jaya

Palembang

1 148 µg/Nm3

2 113 µg/Nm3

3 120 µg/Nm3

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa konsentrasi PM10 ambien terendah

sebesar 109 µg/Nm3 dan konsentrasi tertinggi adalah sebesar 154 µg/Nm3.

Konsentrasi PM10 ambient terendah berada pada titik sampel pertama di

Page 91: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

70

Terminal Alang-Alang Lebar sedangkan konsentrasi PM10 ambien tertinggi

diperoleh pada titik sampel ke-3 di Terminal Alang-Alang Lebar. Apabila hasil

pengukuran konsentrasi PM10 ambien tersebut dibandingkan dengan standar

baku mutu udara ambien lingkungan yang diatur pada PP No 41Tahun 1999,

maka titik sampel ke-3 di Terminal Alang-Alang Lebar telah melewati standar

baku mutu PM10 pada udara ambient, yaitu sebesar 150 µg/Nm3.

5.2.2.2 Intake Partikel Debu Terhirup (PM10)

Pada penelitian ini pajanan partikel debu dilihat dari intake partikel

debu terhirup (PM10). Intake partikel debu terhirup (PM10) adalah tingkat

konsentrasi partikel debu terhirup (PM10) yang dihirup responden per berat

badan per hari. Intake partikel debu terhirup (PM10) dinyatakan secara

katagorik melalui pembagian RfC (Reference Concentration). Reference

Concentration didefinisikan sebagai toksisitas kuantitatif non karsinogenik

yang menyatakan estimasi dosis pajanan harian yang diperkirakan tidak

menimbulkan efek kesehatan merugikan meskipun pajanan berlangsung

sepanjang hayat. Hasil analisis distribusi frekuensi responden berdasarkan

pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10) di Terminal Antar Kota Antar

Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.4 di

bawah ini :

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Intake Partikel Debu Terhirup (PM10) di

Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016.

Intake PM10 Jumlah (n) Persentase (%)

≤ RfC 0,03 51 68

> RfC 0,03 24 32

Page 92: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

71

Intake PM10 Jumlah (n) Persentase (%)

Total 75 100

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa distribusi intake partikel debu terhirup

(PM10) didominasi oleh kelompok responden yang memiliki intake di bawah

dosis referensi partikel debu terhirup. Responden yang memiliki intake PM10

≤ RfC 0,03 yaitu 51 orang (68%) sedangkan responden yang memiliki intake

PM10 diatas RfC 0,03 yaitu sebanyak 24 orang (32%).

5.2.3 Karakteristik Individu

5.2.3.1 Jenis Kelamin

Distribusi jenis kelamin pada responden terlihat didominasi oleh laki-

laki. Responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 46 orang (61,3%),

sedangkan untuk responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 29 orang

(38,7%). Hasil analisis distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis

kelamin di Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang

Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.5 di bawah ini :

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Terminal Antar Kota

Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)

Laki-Laki 46 61,3

Perempuan 29 38,7

Total 75 100

Page 93: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

72

5.2.3.2 Tingkat Pendidikan

Distribusi tingkat pendidikan pada responden berbeda untuk masing-

masing kelompok. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan

rendah yaitu sebanyak 41 orang (54,7%), sedangkan sisanya memiliki tingkat

pendidikan tinggi sebanyak 34 orang (45,3%). Hasil analisis distribusi

frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Terminal Antar Kota

Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel

5.6 di bawah ini :

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Terminal Antar

Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Taun 2016

Tingkat Pendidikan Jumlah (n) Persentase (%)

Tinggi 34 45,3

Rendah 41 54,7

Total 75 100

5.2.3.3 Status Gizi

Distribusi status gizi pada responden didominasi oleh status gizi

normal. Responden dengan status gizi normal berjumlah 54 orang (72%),

sedangkan responden yang memiliki status gizi tidak normal berjumlah 21

orang (28%). Hasil analisis distribusi frekuensi responden berdasarkan status

gizi di Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun

2016 dapat dilihat pada Tabel 5.7 di bawah ini :

Page 94: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

73

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi di Terminal Antar Kota

Antar Provinsi Kota Palembang Tahun 2016

Status Gizi Jumlah (n) Persentase (%)

Normal 54 72

Tidak Normal 21 28

Total 75 100

5.2.3.4 Waktu dan Lama Kerja

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu dan Lama Kerja di Terminal

Antar Kota Antar Provinsi Kota Palembang Tahun 2016.

Variabel Mean Median Modus SD Min-Max 95% CI

Waktu Kerja 15,01 15 16 3,294 8-20 14,26-15,77

Lama Kerja 24,47 25 16 5,689 15-36 23,16-25,78

1) Waktu Kerja

Berdasarkan Tabel 5.8, terlihat bahwa waktu kerja terpendek adalah 8

jam dan terpanjang 20 jam. Rata-rata waktu kerja responden setiap harinya

adalah 15,01 jam (95% CI: 14,26-15,77) dengan standar deviasi 3,294 jam.

Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan banwa 95% diyakini bahwa

waktu kerja per hari responden adalah 14,26 jam sampai 15,77 jam.

Sedangkan nilai tengah waktu kerja perhari responden adalah 15 jam dan

waktu kerja yang paling sering muncul adalah 16 jam.

2) Lama Kerja

Berdasarkan Tabel 5.8, terlihat bahwa lama kerja terpendek adalah 15

tahun dan terpanjang adalah 36 tahun. Rata-rata lama kerja responden

Page 95: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

74

adalah 24,47 tahun (95% CI: 23,16-25,78) dengan standar deviasi 5,689

tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini

bahwa lama kerja responden adalah 23,16 tahun hingga 25,78 tahun.

Sedangkan nilai tengah lama kerja responden adalah 25 tahun dan lama

kerja yang paling sering muncul adalah 16 tahun.

5.2.3.5 Status Merokok

Distribusi status merokok pada responden terdistribusi merata pada

masing-masing kelompok. Responden yang memiliki kebiasan merokok

sebanyak 39 oarang (52%) dan responden yang tidak merokok sebanyak 36

orang (48%). Hasil analisis distribusi frekuensi responden berdasarkan status

merokok di Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang

Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.9 di bawah ini :

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Status Merokok di Terminal

Antar Kota Antar Provinsi Kota Palembang Tahun 2016

Status Merokok Jumlah (n) Persentase (%)

Tidak Merokok 36 48

Merokok 39 52

Total 75 100

5.2.3.6 Jumlah Rokok yang dihisap

Distribusi jumlah rokok yang dihisap pada responden didominasi oleh

perokok ringan yaitu 44 orang (58,7%), sedangkan responden yang

dikategorikan perokok berat sebanyak 31 orang (41,3%). Hasil analisis

distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah rokok yang dihisap di

Page 96: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

75

Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016

dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut :

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Batang Rokok Yang

Dihisap di Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP ) Kota Palembang

Taun 2016

Jumlah Rokok Jumlah (n) Persentase (%)

Perokok Ringan 44 58,7

Perokok Berat 31 41,3

Total 75 100

5.2.3.7 Riwayat Penyakit Pernafasan

Distribusi riwayat penyakit pernafasan pada responden didominasi oleh

kelompok yang tidak memiliki riwayat penyakit pernafasan yaitu sebanyak 49

orang (65,3%), sedangkan responden yang memiliki riwayat penyakit

pernafasan sebanyak 26 orang (34,7%). Hasil analisis distribusi frekuensi

responden berdasarkan riwayat penyakit pernafasan di Terminal Antar Kota

Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel

5.11 berikut :

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Pernafasan di

Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Tahun 2016

Riwayat Penyakit

Pernafasan

Jumlah (n) Persentase (%)

Tidak Ada 49 65,3

Page 97: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

76

Riwayat Penyakit

Pernafasan

Jumlah (n) Persentase (%)

Ada 26 34,7

Total 75 100

5.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian

terkait hubungan antara pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10) dan

karakteristik individu (jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja, waktu

kerja, status merokok, jumlah batang rokok yang dihisap, status gizi, dan

riwayat penyakit pernafasan) dengan keluhan asma pada masyarakat berisiko

di sekitar terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang tahun

2016. Berikut hasil dari analisis bivariat.

5.3.1 Hubungan Pajanan Partikel Debu Terhirup (Intake PM10) dan Keluhan

Asma

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pajanan Partikel Debu (Intake PM10)

dan Keluhan Asma

Intake PM10 Keluhan Asma P value OR (95% CI)

Tidak Iya

≤ RfC 0,03 28 (54,9%) 23 (45,1%) 0,015 3,65 (1,24-10,71)

> RfC 0,03 6 (25%) 18 (75%)

Hasil analisis hubungan antara pajanan partikel debu terhirup (Intake

PM10) dengan keluhan asma diperoleh sebanyak 28 responden (54,9%) dengan

Page 98: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

77

intake di bawah dosis referensi (RfC) PM10 tanpa keluhan asma. Sedangkan

diantara responden dengan intake diatas dosis referensi (RfC) PM10 terdapat 18

(75%) orang dengan keluhan asma. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue

sebesar 0,015 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara

intake PM10 dengan keluhan asma. Hasil uji statistik diperoleh pula nilai OR

sebesar 3,65 (95% CI = 1,24-10,71), artinya responden yang memiliki intake

PM10 diatas dosis referensi (RfC) mempunyai peluang 3,65 kali lebih besar

untuk mengalami keluhan asma dibandingkan dengan responden dengan intake

PM10 di bawah dosis referensi (RfC).

5.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dan Keluhan Asma

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Keluhan Asma

Jenis Kelamin Keluhan Asma P value OR (95% CI)

Tidak Iya

Laki-Laki 20 (43,5%) 26 (56,5%) 0,684 0,82 (0,32-2,09)

Perempuan 14 (48,3%) 15 (51,7%)

Hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan keluhan asma diperoleh

26 responden (56,5%) laki-laki dengan keluhan asma. Sedangkan pada

kelompok responden perempuan terdapat 15 orang (51,7%) dengan keluhan

asma. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue sebesar 0,684 maka dapat

disimpulkan tidak ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan

keluhan asma.

Page 99: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

78

5.3.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Keluhan Asma

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Keluhan Asma

Tingkat

Pendidikan

Keluhan Asma P value OR (95% CI)

Tidak Iya

Tinggi 19 (55,9%) 15 (44,1%) 0,095 2,19 (0,86-5,55)

Rendah 15 (36,6%) 26 (63,4%)

Hasil analisis hubungan tingkat pendidikan dengan keluhan asma

diperoleh sebanyak 19 responden (55,9%) dengan tingkat pendidikan tinggi

tanpa keluhan asma. Sedangkan pada kelompok responden dengan tingkat

pendidikan rendan terdapat 26 orang (63,4%) dengan keluhan asma. Hasil uji

statistik diperoleh nilai pvalue sebesar 0,095 maka dapat disimpulkan tidak ada

hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan keluhan asma.

5.3.4 Hubungan Status Gizi dan Keluhan Asma

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi dan Keluhan Asma

Status Gizi Keluhan Asma P value OR (95% CI)

Tidak Iya

Normal 26 (48,1%) 28 (51,9%) 0,432 1,50 (0,53-4,22)

Tidak Normal 8 (38,1%) 13 (61,9%)

Hasil analisis hubungan status gizi dengan keluhan asma diperoleh

sebanyak 28 responden (51,9%) dengan status gizi normal dengan keluhan

asma. Sedangkan pada kelompok responden dengan status gizi tidak normal

terdapat 13 orang (61,9%) dengan keluhan asma. Hasil uji statistik didapatkan

Page 100: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

79

nilai p=0,432 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan signifikan antara

status gizi dengan keluhan asma.

5.3.5 Hubungan Waktu Kerja dan Keluhan Asma

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Kerja dan Keluhan Asma

Keluhan Asma Mean SD SE pvalue N

Tidak 14,26 2,937 0,504 0,073 34

Iya 15,63 3,477 0,543 41

Rata-rata waktu kerja responden yang tidak memiliki keluhan asma

adalah 14,26 jam dengan standar deviasi 2,937 jam, sedangkan untuk responden

yang mengalami keluhan asma rata rata waktu kerjanya adalah 15,63 jam

dengan standar deviasi 3,477 jam. Hasil uji statistik didaptkan nilai p=0,073,

berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada hubungan yang signifikan antara rata-

rata waktu kerja dengan keluhan asma.

5.3.6 Hubungan Lama Kerja dan Keluhan Asma

Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja dan Keluhan Asma

Keluhan Asma Mean SD SE pvalue N

Tidak 23,41 5,332 0,914 0,145 34

Iya 25,34 5,889 0,920 41

Rata-rata lama kerja responden yang tidak memiliki keluhan asma

adalah 23,41 tahun dengan standar deviasi 5,332 tahun, sedangkan untuk

responden yang mengalami keluhan asma rata rata lama kerjanya adalah 25,34

tahun dengan standar deviasi 5,889 tahun. Hasil uji statistik didaptkan nilai

Page 101: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

80

p=0,145, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada hubungan yang signifikan

antara rata-rata lama kerja dengan keluhan asma.

5.3.7 Hubungan Status Merokok dan Keluhan Asma

Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Status Merokok dan Keluhan Asma

Status

Merokok

Keluhan Asma P value OR (95% CI)

Tidak Iya

Tidak Merokok 22 (61,1%) 14 (38,9%) 0,008 3,53 (1,36-9,18)

Merokok 12 (30,8%) 27 (69,2%)

Hasil analisis hubungan status merokok dengan keluhan asma

diperoleh sebanyak 22 responden (61,1%) dengan status tidak merokok dan

tidak memiliki keluhan asma. Sedangkan pada kelompok responden dengan

status merokok terdapat 27 orang (69,2%) dengan keluhan asma. Hasil uji

statistik diperoleh nilai pvalue sebesar 0,008 maka dapat disimpulkan ada

hubungan yang signifikan antara status merokok dengan keluhan asma. Hasil

uji statistik diperoleh pula nilai OR sebesar 3,53 (95% CI = 1,36-9,18), artinya

responden dengan status merokok mempunyai peluang 3,53 kali lebih besar

untuk mengalami keluhan asma dibandingkan dengan responden dengan status

tidak merokok.

Page 102: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

81

5.3.8 Hubungan Jumlah Rokok dan Keluhan Asma

Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Rokok yang dihisap dan

Keluhan Asma

Jumlah Rokok Keluhan Asma P value OR (95% CI)

Tidak Iya

Perokok Ringan 25 (56,8%) 19 (43,2%) 0,017 3,21 (1,20-8,55)

Perokok Berat 9 (29%) 22 (71%)

Hasil analisis hubungan jumlah batang rokok dengan keluhan asma

direroleh sebanyak 25 responden (56,8%) yang termasuk kategori perokok

ringan tanpa keluhan asma. Sedangkan pada kelompok perokok berat terdapat

22 orang (71%) dengan keluhan asma. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue

sebesar 0,017 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara

jumlah batang rokok yang dihisap dengan keluhan asma. Hasil uji statistik

diperoleh pula nilai OR sebesar 3,21 (95% CI = 1,20-8,55), artinya responden

yang termasuk kategori perokok berat mempunyai peluang 3,21 kali lebih

besar untuk mengalami keluhan asma dibandingkan dengan responden yang

termasuk kategori perokok ringan.

5.3.9 Hubungan Riwayat Penyakit Pernafasan dan Keluhan Asma

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Pernafasan dan

Keluhan Asma

Riwayat

Penyakit Napas

Keluhan Asma P value OR (95% CI)

Tidak Iya

Tidak Ada 16 (64%) 9 (36%) 0,022 3,16 (1,16-8,59)

Page 103: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

82

Riwayat

Penyakit Napas

Keluhan Asma P value OR (95% CI)

Tidak Iya

Ada 18 (36%) 32 (64%)

Hasil analisis hubungan antara riwayat penyakit pernafasan dengan

keluhan asama diperoleh sebanyak 16 responden (64%) yang tidak memiliki

riwayat penyakit pernafasan tanpa keluhan asma. Sedangkan diantara

responden yang memiliki riwayat penyakit pernafasan terdapat 32 orang (64%)

yang mengalami keluhan asma. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue sebesar

0,022 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat

penyakit pernafasan dengan keluhan asma. Hasil uji statistik diperoleh pula

nilai OR sebesar 3,16 (95% CI = 1,16-8,59), artinya responden yang memiliki

riwayat penyakit pernafasan mempunyai peluang 3,16 kali lebih besar untuk

mengalami keluhan asma dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki

riwayat penyakit pernafasan.

5.4 Karakteristik Individu yang Mempengaruhi Hubungan Pajanan Partikel

Debu Terhirup (PM10) dengan Keluhan Asma

Untuk mengetahui apakah faktor karakteristik individu mempengaruhi

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, maka perlu

dilakukan analisis multivariat. Tahapan yang dilakukan dalam analisis

multivariat meliputi pemilihan variabel kandidat multivariat, pembuatan model

penentu, tahap uji interaksi, dan uji variabel perancu.

Page 104: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

83

5.4.1 Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat

Pada penelitian ini terdapat 8 variabel perancu (jenis kelamin, tingkat

pendidikan, status gizi, waktu kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang

rokok yang dihisap, dan riwayat penyakit pernafasan) dan variabel independen

yaitu pajanan partikel debu (Intake PM10) yang diduga berhubungan dengan

keluhan asma. Tahap awal sebelum melakukan analisis multivariat dilakukan

analisis bivariat pada masing-masing variabel. Variabel dengan Pvalue <0,25

dan memiliki kemaknaan secara substansi dapat dijadikan kandidat yang akan

dianalisis untuk penilaian variabel perancu (Lapau, 2013). Hasil analisis

bivariat antar variabel di atas dengan variabel dependen dapat dilihat pada

Tabel 5.21.

Tabel 5.21 Kandidat Variabel Independen yang Masuk Ke dalam Model Multivariat

No Variabel pvalue Keterangan

1 Intake Partikel Debu Terhirup (PM10) 0,015 Kandidat

2 Jenis Kelamin 0,684 Bukan Kandidat

3 Tingkat Pendidikan 0,095 Kandidat

4 Status Gizi 0,432 Bukan Kandidat

5 Waktu Kerja 0,071 Kandidat

6 Lama Kerja 0,141 Kandidat

7 Status Meroko 0,008 Kandidat

8 Jumlah Batang Rokok yang Dihisap 0,017 Kandidat

9 Riwayat Penyakit Pernafasan 0,022 Kandidat

Page 105: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

84

Dari Tabel 5.21 diketahui bahwa terdapat dua variabel memiliki pvalue

> 0,25. Dua variabel tersebut adalah jenis kelamin dan status gizi. Dengan

demikian ke dua variabel tersebut tidak dapat masuk ke dalam analisis model

multivariat. Sedangkan tujuh variabel lainnya (Intake PM10, tingkat

pendidikan, waktu kerja, lama kerja, status merokok, jumlah batang rokok

yang dihisap, dan riwayat penyakit pernafasan) dapat masuk ke dalam analisis

multivariat.

5.4.2 Pembuatan Model Faktor Penentu

Variabel yang menjadi kandidat model dilakukan analisis bersamaan

dalam analisis multivariat. Pada analisis ini variabel yang memiliki Pwald

>0,05 dikeluarkan satu persatu dimulai dari variabel yang memiliki Pwald

tertinggi. Hasil pembuatan model faktor penentu dapat dilihat pada Tabel 5.22.

Tabel 5.22 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Antara Variabel Usia,

Tingkat Pendidikan, Waktu Kerja, Lama Kerja, Status Merokok, Jumlah Batang

Rokok yang Dihisap, Riwayat Penyakit Pernafasan, Pajanan Partikel Debu Terhirup

(Intake PM10) dengan Keluhan Asma.

No Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6

1 Pendidikan 0,404 0,391 0,380 - - -

2 Status Merokok 0,224 0,222 0,014 0,008 0,010 0,009

3 Jumlah Rokok 0,734 0,710 - - - -

4 Penyakit Napas 0,054 0,054 0,054 0,050 0,083 -

5 Waktu Kerja 0,907 - - - - -

6 Lama Kerja 0,271 0,269 0,288 0,280 0,045 -

7 Intake PM10 0,094 0,034 0,036 0,031 - 0,017

Page 106: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

85

Dari Tabel 5.22 diketahui bahwa dari 7 variabel yang dianalisis, hanya

terdapat 2 variabel yang tersisa. Tabel di atas menunjukkan bahwa kedua

variabel tersebut semuanya memiliki Pwald <0,05. Hal tersebut menunjukkan

bahwa kedua variabel tersebut merupakan variabel yang mempunyai hubungan

secara signifikan dengan keluhan asma. Hasil analisis multivariat kedua

variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.23.

Tabel 5.23 Hasil Analisis Multivariat antara Status Merokok dan Pajanan Partikel

Debu Terhirup (Intake PM10)

No Variabel Pwald Exp (B) 95% CI

1 Intake PM10 0,017 4,009 (1,284-12,513)

2 Status Merokok 0,009 3,833 (1,398-10,508)

5.4.3 Uji Variabel Perancu

Penelitian ini bertujuan untuk mencari variabel-variabel yang berperan

sebagai perancu (konfonder). Penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan nilai OR variabel independen antara sebelum dan sesudah

variabel perancu dikeluarkan. Apabila selisih OR > 10% maka variabel

tersebut dinyatakan terbukti sebagai perancu dan tetap masuk dalam model

(Lapau, 2013). Hasil analisis uji variabel perancu dapat dilihat pada Tabel 5.24.

Tabel 5.24 Hasil Uji Variabel Perancu dengan Mengeluarkan Variabel Status

Merokok

No Variabel Gold Standard OR tanpa variabel

status merokok

∆ OR

1 Intake PM10 4,009 3,653 8,9%

Page 107: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

86

Berdasarkan Tabel 5.24 dapat diketahui bahwa setelah variabel status

merokok dikeluarkan pada uji variabel perancu, maka terdapat selisih OR

<10% yaitu 8,9% artinya variabel status merokok bukan merupakan konfonder

variabel pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10) dengan keluhan asma.

Setelah dilakukan uji perancu, variabel status merokok tidak terbukti menjadi

variabel perancu (konfonder). Hasil analisis uji perancu variabel status

merokok tidak mempengaruhi hubungan variabel pajanan partikel debu

terhirup (Intake PM10) dengan keluhan asma dapat dilihat pada Tabel 5.25.

Tabel 5.25 Hasil Analisis Multivariat Akhir Hubungan Pajanan Partikel Debu

Terhirup (Intake PM10) dengan Keluhan Asma

No Variabel pvalue Exp (B) 95% CI for Exp (B)

Lower Upper

1 Intake PM10 0,018 3,653 1,245 10,712

Dari Tabel 5.25 diketahui bahwa terdapat hubungan antara pajanan

partikel debu terhirup (Intake PM10) terhadap keluhan asma pada masyarakat

berisiko disekitar terminal antar kota antar provinsi (AKAP) kota Palembang

tahun 2016 (p=0,018) setelah dikontrol dengan variabel karakteristik individu.

Besar peluang responden yang memiliki pajanan partikel debu terhirup lebih

besar dari pada dosis referensi PM10 (>RfC 0,03) untuk mengalami keluhan

asma sebesar 3,653 kali setelah dikontrol oleh variabel karakteristik individu.

Page 108: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

87

BAB VI

PEMBAHASAN

6

6.1 Keterbatasan Penelitian

6.1.1 Keterbatasan Desain Penelitian

Desain penelitian ini cross sectional study yang mempunyai

keterbatasan tidak mampu menjelaskan hubungan sebab dan akibat (Lapau,

2013). Hal ini dikarenakan variabel bebas dan terikat dilakukan pengukuran

dalam waktu yang sama, sehingga belum dapat dipastikan variabel independen

(Pajanan Partikel Debu Terhirup) merupakan antecedent dari variabel

dependen (Keluhan Asma).

6.1.2 Keterbatasan Variabel Penelitian

Faktor keturunan (gen), suku dan ras merupakan beberapa variabel

yang diperkirakan berhubungan dengan keluhan asma, namun variabel tersebut

sulit diteliti karena harus melakukan pemeriksaan genetika yang memerlukan

biaya yang mahal. Sehingga tidak diketahui pengaruh faktor keturunan (gen),

suku dan ras terhadap keluan asma.

6.1.3 Keterbatasan Pengumpulan Data

1) Pengukuran konsentrasi PM10 ambien Terminal Antar Kota Antar Provinsi

(AKAP) Kota Palembang tidak dilakukan selama 24 jam, tetapi hanya

diukur sewaktu selama 30 menit pada siang hari. Pengukuran sewaktu

kurang dapat merepresentasikan konsentrasi 24 jam. Hal ini disebabkan

karenas keterbatasan alat penelitian.

Page 109: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

88

2) Pada pemeriksaan asma tidak dilakukan pemeriksaan fisik & pemeriksaan

penunjang, tapi hanya berdasarkan keluhan terkait gejala, tanda dan faktor

pencetus asma yang dialami oleh responden. Pemeriksaan asma

berdasarkan keluhan terkait gejala, tanda dan faktor pencetus asma masih

belum cukup karena ada beberapa penyakit yang memiliki gejala dan tanda

yang menyerupai penyakit asma. Hal ini disebabkan karena keterbatasan

dana penelitian.

6.2 Gambaran Keluhan Asma

Asma merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Menahun

(PPOM), yaitu penyakit paru jangka panjang yang ditandai oleh peningkatan

resistensi jalan napas. Menurut Canadian Lung Association, asma dapat

muncul karena reaksi terhadap faktor pencetus yang mengakibatkan inflamasi

saluran pernafasan atau reaksi hipersensitivitas. Faktor tersebut akan

menyebabkan kambuhnya asma sehingga berakibat pada kesulitan bernafas

pada penderitanya (ISAAC, 2011).

Secara umum untuk mendeteksi asma dapat dilakukan melalui

anamnesa dengan cara melihat tanda dan gejala asma yang dialami oleh

penderita. Selain melalui anamnesa, asma dapat di deteksi melalui pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik, penderita asma

ditentukan melalui inspeksi, palpasi, perkusi dan auskulasi. Dalam beberapa

kasus, diagnosa asma melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum

cukup. Hal ini disebabkan karena asma memiliki gejala yang bervariasi

(Rengganis, 2008). Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menetapkan

diagnosa. Pemeriksaan penunjang dalam diagnosa asma dapat dilakukan

Page 110: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

89

melalui pemeriksaan spirometri, pemeriksaan rontgen, pemeriksaan tes kulit,

dan uji privokasi bronkus.

Patogenesis penyakit asma secara umum dapat digambarkan dalam satu

model paradigma. Paradigma tersebut menggambarkan penyakit asma sebagai

hasil dari hubungan interaktif antara manusia dan perilakuknya serta

komponen lingkungan yang menjadi potensi dari penyakit. Perilaku

masyarakat yang merupakan salah satu cerminan budaya merupakan bentuk

variabel demografi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan lain

sebagainya. Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan ini sering

disebut dengan nama teori simpul (Achmadi, 2008).

Pada penelitian ini keluhan asma didefinisikan sebagai hasil dari

interpretasi keadaan ada atau tidaknya gejala dan faktor pencetus asma yang

dialami oleh responden yang diukur menggunakan bantuan kuesioner yang

telah tervalidasi dan reliabel. Pada kuesioner terdapat empat pertanyaan terkait

keluhan asma dan setiap pertanyaan diberi skor 0-1. Total skor dari masing-

masing pertanyaan menentukan ada atau tidaknya keluhan asma. Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan terhadap 75 responden di kawasan terminal

AKAP kota Palembang tahun 2016, diketahui bahwa sebagian besar responden

mengalami keluhan asma.

Keluhan asma tidak hadir dengan sendirinya. Terdapat faktor-faktor

yang melatarbelakangi seseorang mengalami keluhan asma. Faktor-faktor

tersebut terdiri dari faktor eksternal seperti pajanan partikel debu terhirup

(PM10). Selain itu, terdapat pula faktor internal yang merupakan karakteristik

individu (jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, waktu kerja, lama

Page 111: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

90

kerja, status merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dan riwayat penyakit

pernafasan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden menghirup partikel debu di bawah dosis referensi partikel debu

terhirup (≤ RfC 0,03). Untuk karakteristik individu sebagian besar responden

adalah laki-laki dengan status gizi normal, tingkat pendidikan rendah dan tidak

memiliki riwayat penyakit pernafasan. Rata-rata responden telah bekerja di

terminal selama 24,47 tahun dengan rata-rata waktu kerja 15,01 jam per hari.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, variabel intake partikel debu terhirup

(PM10) terbukti berhubungan dengan keluhan asma pada responden.

Hal ini membuktikan bahwa responden yang beraktivitas dikawasan

terminal AKAP kota Palembang perlu melakukan pengelolaan pajanan partikel

debu (PM10). Secara teori pengelolaan pajanan partikel debu (PM10) dapat

dilakukan melalui dua sekenario. Sekenario pertama dapat dilakukan dengan

menurunkan konsentrasi polutan dan sekenario ke dua dengan cara mengurangi

waktu kontak. Pengelolaan pajanan dengan menurunkan konsentrasi polutan

memberikan benerapa alternatif konsentrasi aman partikel debu (PM10)

menurut waktu pajanannya. Sedangkan pengelolaan pajanan dengan

mengurangi waktu kontak memberikan alternatif waktu pajanan dan frekuensi

pajanan yang aman bagi responden.

6.3 Hubungan Pajanan Partikel Debu (PM10) dan Keluhan Asma

Partikel debu terhirup (PM10) adalah istilah umum yang digunakan

untuk menjelaskan campuran kompleks partikel aerosol yang melayang di

udara. Pada penelitian ini pajanan partikel debu terhirup dilihat dari intake

partikel debu terhirup (PM10). Intake partikel debu terhirup (PM10) adalah

Page 112: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

91

tingkat konsentrasi partikel debu terhirup (PM10) yang dihirup responden per

berat badan per hari (Rahman, 2007).

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa sebagian besar responden

menerima asupan partikel debu terhirup (PM10) dibawah dosis referensi (≤ RfC

0,03). Secara teori asupan partikel debu terhirup (PM10) berkaitan dengan

timbulnya penyempitan saluran pernafasan pada penderita asma. Semakin

kecil asupan partikel debu terhirup (PM10) yang diterima seseorang maka

semakin kecil risiko mengalami keluhan asma.

Analisis tabulasi silang diketahui sebagian besar yang mengalami

keluhan asma adalah responden yang menerima asupan partikel debu terhirup

(PM10) diatas dosis referensi (> RfC 0,03). Berdasarkan hasil uji statistik

diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pajanan partikel

debu terhirup (Intake PM10) dengan keluhan asma. Dosis referensi partikel

debu terhirup (PM10) adalah estimasi dosis partikel debu terirup (PM10) yang

secara statistik atau biologis tidak menunjukan efek kesehatan pada manusia.

Apabila asupan partikel debu terhirup (PM10) yang diterima melebihi dosis

referensi akan berakibat pada timbulnya keluhan asma. Secara teori, partikel

debu terhirup (PM10) merupakan zat alergen yang dapat menginduksi respon

inflamasi pada saluran pernafasan (Gehr & Heyder, 2000). Ketika responden

menghirup partikel debu terhirup (PM10) terjadi fase sensitisasi yang berakibat

pada peningkatan antibodi IgE. Selanjutnya partikel debu terhirup (PM10)

berikatan dengan IgE dan melekat pada sel mast. Hal ini menyebabkan sel mast

berdegranulasi dan mengeluarkan beberapa mediator (Djojodibroto, 2009).

Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, eosinofil dan

Page 113: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

92

bradikinin. Hal ini akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding

bronkiolus, sekresi mukus yang kental di dalam lumen bronkiolus dan spaseme

otot polos bronkiolus yang berakibat pada penyempitan saluran napas yang

memicu timbulnya keluhan asma (Darmono, 2010).

Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pajanan partikel debu

terhirup (PM10) memiliki hubungan paling dominan terhadap keluan asam,

setelah dikontrol oleh variabel karakteristik individu. Penelitian Marpaung

(2012) mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan asupan partikel debu

terhirup memiliki pengaruh terbesar terhadap keluhan asma. Pengaruh

dominan partikel debu terhirup (PM10) terhadap keluhan asma disebabkan

karena fase sensitisasi saluran pernafasan sebagai manifestasi dari pajanan

partikel debu terhirup (PM10). Sensitisasi saluran pernafasan mengakibatkan

timbulnya peradangan pada saluran pernafasan yang memperberat kerja

saluran pernafasan.

6.4 Hubungan Jenis Kelamin dan Keluhan Asma

Pada penelitian ini jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki.

Secara teori laki-laki membutuhkan energi jauh lebih besar dari pada

perempuan. Untuk memecah zat nutrisi menjadi energi pada proses

metabolisme diperlukan oksigen. Hal ini membuat laki-laki memerlukan

oksigen lebih banyak dari pada perempuan. Menurut Pearce (2009) kebutuhan

oksigen normal laki-laki sebesar 4-5 liter dan pada perempuan sebesar 3-4 liter.

Besarnya kebutuhan oksigen pada laki-laki berbanding lurus dengan laju

respirasi. Hal ini ditunjukkan pada angka default laju respirasi untuk wanita

dan laki-laki pada usia 19-65 tahun masing-masing 11,3 m3/hari dan 15,2

Page 114: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

93

m3/hari. Besarnya laju respirasi pada laki-laki membuatnya rentan menerima

asupan partikel debu terhirup (PM10) lebih banyak dari pada perempuan.

Banyaknya asupan partikel debu (PM10) yang diterima membuat laki-laki lebih

berisiko mengalami keluhan asma.

Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa responden laki-laki

dan perempuan sama-sama mengalami keluhan asam. Berdasarkan hasil uji

statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dan keluhan asma. Penelitian Oemiati, et al. (2010) dan Sihombing, et

al. (2010) mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan penyakit asma di

Indonesia. Pada penelitian Olafsdottir (2007) mendapatkan hasil yang berbeda,

dimana C-reactive protein (CRP) yang merupakan biomarker untuk

mendeteksi asma yang mengemukakan bahwa semakin tinggi CRP maka

semakin tinggi pula risiko asma. Hubungan antara CRP dan asma ini secara

signifikan lebih besar pada laki-laki. Secara teori laki-laki memiliki laju

respirasi lebih besar dari pada perempuan, sehingga laki-laki berpeluang lebih

banyak menerima asupan partikel debu terhirup (PM10). Jika asupan partikel

debu terhirup (PM10) yang diterima melebihi dosis referensi akan berakibat

pada timbulnya keluhan asma.

Hal ini berbanding terbalik dengan luas saluran pernafasan. Perempuan

memiliki luas saluran pernafasan yang lebih kecil dibandingkan laki-laki.

Ketika responden perempuan terpapar partikel debu terhirup (PM10) akan

meningkatkan permeabilitas sel epitel dan memicu respon terjadinya

peradangan pada saluran napas. Respon peradangan tersebut akan menghambat

Page 115: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

94

jalan napas dan memicu timbulnya gejala asma. Hubungan antara jenis kelamin

dan keluhan asma masih sulit untuk dijelaskan, sehingga diperlukan penelitian

lebih lanjut lagi karena pengaruhnya yang sangat kompleks.

6.5 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Keluhan Asma

Tingkat pendidikan didefinisikan sebagai pendidikan formal yang telah

dicapai oleh responden. Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003,

pendidikan formal terdiri dari pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi. Pada penelitian ini tingkat pendidikan dikatagorikan

menjadi dua, yaitu pendidikan tinggi (SMA, diploma dan perguran tinggi) dan

pendidikan rendah (tidak sekolah s.d SMP).

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan rendah. Tingkat

pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya persepsi dan perilaku

kontrol responden terhadap penyakit asma (Priyanto, 2009). Semakin tinggi

tingkat pendidikan responden maka semakin tinggi pula pengetahuan terhadap

faktor pencetus, gejala, cara pencegahan, dan penanggulangan penyakit asma.

Tingginya pengetahuan seseorang berhubungan dengan persepsi dan perilaku

kontrol terhadap penyakit asma (Atmoko, et al., 2011).

Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yang mengalami keluhan asma memiliki tingkat pendidikan rendah.

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan dan keluhan asma. Hubungan yang tidak

signifikan pada faktor tingkat pendidikan kemungkinan disebabkan karena

proporsi responden dengan tingkat pendidikan tinggi yang tidak mengalami

Page 116: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

95

asma dan kelompok responden dengan tingkat pendidikan rendah yang

mengalami asma tidak jauh berbeda. Penelitian Oemiati, et al. (2010)

mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antar tingkat pendidikan dan keluhan asma. Tingkat

pendidikan yang rendah berakibat pada rendanya perilaku pencegahan

seseorang terhadap pajanan partikel debu terhirup (PM10).

Lawrence Green menganalisis perilaku manusia melalui tingkatan

kesehatan. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor

perilaku (Behavior Causes) dan faktor di luar perilaku (Non-Behaviour

Causes). Pada kasus ini perilaku responden dipengaruhi oleh faktor perilaku.

Faktor perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga faktor, yaitu faktor predisposisi

(Predisposing Factors) yang terwujud dalam pengetahuan sikap, dan

kepercayaan responden akan bahaya pajanan partikel debu terhirup (PM10).

Faktor pendukung (Enabling Factors) yang terwujud pada ketersediaan

masker sebagai alat pencegahan terhadap pajanan partikel debu terhirup

(PM10). Faktor pendorong (Renforcing Factors) yang terwujud pada perilaku

pengelola terminal yang melakukan uji emisi terhadap kendaraan-kendaraan di

terminal (Notoatmodjo, 2010).

Secara teori semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi

pula pengetahuan seseorang terhadap bahaya dan pencegahan pajanan partikel

debu terhirup (PM10). Pengetahuan yang tinggi tentang bahaya dan pencegahan

pajanan partikel debu berbanding lurus dengan perilaku kontrol seseorang

terhadap penyakit asma di tempat kerja.

Page 117: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

96

6.6 Hubungan Status Gizi dan Keluhan Asma

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat dari

kecukupan zat gizi yang dilihat dari hasil perhitungan indeks masa tubuh

(IMT). Pada penelitian ini status gizi dikelompokkan menjadi dua yaitu normal

jika IMT 18,5 ≤ 24,99 dan tidak normal jika IMT < 18,5 & IMT ≥ 25.

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan status gizi diketahui

bahwa responden didominasi oleh status gizi normal. Status gizi yang normal

berbanding lurus dengan sistem imunitas (Oemiati, et al., 2010). Sistem

imunitas adalah satu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel yang berkerja

sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing yang masuk

ke dalam tubuh (Carpenito, 2009). Sistem imunitas yang baik dapat

menghalangi pajanan partikel debu terhirup (PM10) menimbulkan respons

peradangan pada saluran pernafasan. Respon peradangan pada saluran

pernafasan dapat menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus,

sekresi mukus yang kental di dalam lumen yang berakibat pada penyempitan

saluran napas yang pada akhirnya dapat memicu timbulnya keluhan asma.

Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan

status gizi normal dan status gizi tidak normal sama-sama mengalami keluhan

asma. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara status gizi dan keluhan asma. Penelitian Koren (2003)

mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara status gizi dan keluhan asma. Beberapa hipotesis

menyatakan bahwa nilai indeks masa tubuh (IMT) dapat meningkatkan risiko

refluks gastroesofagus, meningkatkan inflamasi dan menurunkan kapasitas

Page 118: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

97

residu fungsional paru yang semuanya itu dapat memperburuk gejala asma.

Semakin besar nilai indeks masa tubuh (IMT) maka semakin semakin besar

risiko asmanya. Hipotesis ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan

oleh Jacobs (1992) dan Contes (2001) dimana fungsi paru seseorang menurun

seiring dengan peningkatan berat badan setelah variabel umur, tinggi badan,

ras, jenis kelamin, dan status merokok.

Selain itu obesitas memberikan beban tambahan pada thoraks dan

abdomen berupa peregangan berlebihan. Otot pernafasan bekerja lebih keras.

Jumlah energi yang dibutuhkan dalam proses pernafasan bertambah. Jumlah

energi diukur dengan banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh otot

pernafasan untuk tiap liter ventilasi. Semakin besar nilai Indeks Masa Tubuh

(IMT), maka kian berat kerja dari saluran pernafasan.

Sampai saat ini belum ada penelitian yang dapat menjelaskan secara

pasti terkait hubungan sebab akibat antara status gizi dan keluan asma.

Hubungan antara status gizi dengan asma masih harus membutuhkan banyak

penelitian karena pengaruh yang kompleks. Namun, berdasarkan hasil laporan

kasus menunjukkan bahwa rata-rata pasien yang dirawat dirumah sakit pada

kelompok obesitas lebih banyak dibandingkan dengan kelompok yang tidak

obesitas. Selain itu juga pada pasien obesitas memiliki rata-rata lama menderita

asma lebih panjang dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas.

6.7 Hubungan Waktu Kerja dan Keluhan Asma

Waktu kerja responden didefinisikan sebagai waktu kerja responden

yang dihitung dari jumlah jam responden berada di terminal. Hasil analisis

distribusi responden berdasarkan waktu kerja diketahui bahwa sebagian besar

Page 119: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

98

responden bekerja di terminal selama 15,01 jam. Menurut teori, keluhan asma

sangat berkaitan dengan lamanya waktu pajanan terhadap partikel debu

terhirup (PM10). Semakin lama responden berada di kawasan terminal maka

semakin besar asupan partikel debu terhirup (PM10) yang dia terima. Apabila

asupan partikel debu terhirup (PM10) yang diterima melebihi dosis referensi

akan berakibat pada timbulnya keluhan asma. Keluhan asma yang timbul

sebagai hasil manifestasi dari respons inflamasi yang ditimbulkan oleh partikel

debu terhirup (PM10). Inflamasi pada saluran pernafasan menimbulkan efek

penyempitan saluran napas yang memicu timbulnya gejala asma.

Hasil analisis beda rata-rata diketahui bahwa responden yang paling

banyak mengalami keluhan asma bekerja di terminal selama 15,63 jam.

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara waktu kerja dengan keluhan asma. Penelitian Soedjono

(2002) mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara waktu kerja dengan keluhan asma. Namun

hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Selvia (2011) dan Hadi (2004) masing-

masing di Terminal Bus Purwokerto dan Terminal Bus Umbulharo Yogyakarta

yang menemukan bahwa masa kerja berhubungan signifikan dengan kejadian

asma pada pedagang di terminal.

Tidak signifikannya hubungan antara waktu kerja dan keluhan asma

disebabkan karena kelompok responden yang mengalami keluhan asma dan

yang tidak mengalami keluhan asma memiliki rata-rata waktu kerja yang tidak

jauh berbeda. Kelompok responden dengan waktu kerja yang lama, namun

tidak mengalami keluhan asma kemungkinan disebabkan oleh faktor genetika.

Page 120: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

99

Faktor genetika berhubungan dengan tingkat ekskresi partikel debu

terhirup (PM10) di dalam tubuh (Darmono, 2010). Terdapat beberapa jenis gen

tertentu yang khas dimiliki oleh seseorang dapat mengekskresikan partikel

debu terhirup (PM10). Kemampuan mengekskresikan partikel debu terhirup

(PM10) ini yang kemungkinan mengakibatkan responden tidak mengalami

keluhan asma meskipun dia telah bekerja dalam waktu yang cukup lama.

Namun, pada penelitian ini belum dapat di jelaskan secara pasti hubungan

antara faktor genetik dengan keluhan asma.

Menurut Undang-Undang No 13 tahun 2003 tetang ketenagakerjaan,

untuk pekerja yang bekerja 6 hari maka jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari

dan 40 jam dalam 1 minggu. Sebagian besar responden yang bekerja di

terminal lebih dari 15 jam. Hal ini telah melebihi batas waktu kerja yang aman,

sehingga wajar kalau responden yang bekerja selama 15,63 jam mengalami

keluhan asma. Keluhan asma yang timbul sebagai hasil manifestasi dari

pajanan partikel debu terhirup (PM10). Bergantung pada dua hal, yakni kadar

partikel debu di dalam udara dan lamanya paparan berlangsung/dosis kumulatif

(WHO, 2005a). Semakin tinggi dosis kumulatif partikel debu terhirup yang

terakumulasi di dalam saluran pernafasan maka semakin besar peluang

seseorang untuk terkena penyakit asma.

6.8 Hubungan Lama Kerja dan Keluhan Asma

Lama kerja responden didefinisikan sebagai lamanya responden telah

bekerja diterminal dalam tahun. analisis distribusi responden berdasarkan lama

kerja diketahui bahwa sebagian besar responden telah bekerja di terminal

selama 24,47 tahun. Menurut teori, keluhan asma sangat berkaitan dengan

Page 121: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

100

lamanya waktu tinggal (retensi) partikel debu terhirup (PM10) di dalam paru

(Amir, 1996). Semakin lama responden bekerja di terminal maka semakin lama

pula terpajan partikel debu terhirup (PM10). Semakin lama seorang terpajan

oleh partikel debu terhirup (PM10) maka semakin lama pula waktu tinggalnya

(retensi) di dalam paru. Waktu tinggal (retensi) partikel debu terhirup (PM10)

mempengaruhi sel mast untuk terus berdegranulasi dan mengeluarkan

beberapa mediator. Beberapa mediator seperti histamin, leukotrien, eosinofil

dan bradikinin dapat menimbulkan efek edema lokal yang berakibat pada

penyempitan saluran napas. Penyempitan saluran pernafasan ini dapat

mengakibatkan timbulnya gejala asma.

Hasil analisis beda rata-rata diketahui bahwa responden yang paling

banyak mengalami keluhan asma bekerja di terminal selama 25,34 tahun.

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara lama kerja dengan keluhan asma. Penelitian Marpaung (2012)

mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara lama kerja dengan keluhan asma.

Tidak signifikannya hubungan antara lama kerja dan keluan asma

kemungkinan diakibatkan oleh rata-rata tahun kerja yang tidak jauh berbeda

antara kelompok yang mengalami keluhan asma dan yang tidak mengalami

keluhan asma. Kelompok responden yang telah lama bekerja, namun tidak

mengalami keluhan asma kemungkinan disebabkan oleh faktor genetika.

Faktor genetika berhubungan dengan tingkat ekskresi partikel debu terhirup

(PM10) di dalam tubuh. Terdapat beberapa jenis gen tertentu yang khas dimiliki

oleh seseorang dapat mengekskresikan partikel debu terhirup (PM10).

Page 122: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

101

Kemampuan mengekskresikan partikel debu terhirup (PM10) ini menyebabkan

waktu tinggal (retensi) partikel debu terhirup (PM10) di dalam paru menjadi

lebih singkat (Darmono, 2010). Namun, pada penelitian ini belum dapat di

jelaskan secara pasti hubungan antara faktor genetik dengan keluhan asma.

Sampai saat ini belum ada teori yang menyatakan lama waktu tinggal

(retensi) maksimal partikel debu terhirup (PM10) di dalam paru. Namun sudah

banyak teori yang menatakan bawah masa tinggal partikel debu terhirup

(PM10) berkaitan dengan timbulnya penyempitan saluran pernafasan pada

penderita asma. Semakin lama waktu tingga partikel debu terhirup (PM10)

maka semakin besar peluang seseorang untuk mengalami penyempitan saluran

pernafasan dan keluhan asma

6.9 Hubungan Status Merokok dan Keluhan Asma

Status merokok didefinisikan sebagai kebiasaan merokok responden.

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan status merokok diketahui

bahwa sebagian besar responden adalah perokok. Kebiasaan merokok sangat

mempengaruhi pembersihan mukosiliaris saluran pernafasan serta membentuk

sekresi yang lebih kental dan lengket (Sabiston, 1995). Merokok menyebabkan

lebih dari 4000 zat kimia berefek langsung pada sistem pernafasan sehingga

perokok akan mengalami batuk kronis, Peningkatan produksi sputum, dan

penurunan kapasitas paru. Kesemua hal tersebut dapat memperberat keluhan

asma.

Hasil tabulasi silang diketahui bahwa sebagian besar responden yang

mengalami keluan asma adalah perokok. Berdasarkan hasil uji statistik

diketaui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok dan

Page 123: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

102

keluan asma. Hasil ini sejalan dengan penelitian Suharmiati, et al. (2010) dan

Hinggins (1993) dimana prevalensi keadian asma tertinggi pada perokok aktif

dibandingkan mereka yang tidak merokok. Secara teori, patogenesi asma

melibatkan pelepasan Reactive Oxygen Species (ROS) dan faktor inflamasi

karena meningkatnya permeabilitas endothel. ROS bersifat toksik karena dapar

merusak struktur enzim, menghancurkan formasi ATP dan DNA. Meskipun

ROS dikenal hanya terdapat pada makhluk hidup, namun studi yang dilakukan

di Taipei oleh Huang (2005)menemukan bahwa ROS ditemukan dominan pada

partikel debu terhirup yang dihasilkan rokok. Reactive Oxygen Species (ROS)

pada partikel debu terhirup inilah yang diduga menjadi salah satu sumber

utama untuk insiden asma yang tinggi pada perokok.

6.10 Hubungan Jumlah Batang Rokok yang Dihisap dan Keluhan Asma

Jumlah batang rokok yang dihisap didefinisikan sebagai banyaknya

rokok yang dihisap responden yang diperoleh dari hasil perhitungan jumlah

batang rokok yang dihisap perhari dikali durasi lama merokok. Pada penelitian

ini jumlah batang rokok yang dihisap dikategorikan menjadi dua yaitu perokok

ringan jika IBM < 600 dan perokok berat jika IBM ≥ 600.

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan jumlah batang rokok

yang dihisap diketahui bahwa sebagian besar responden adalah perokok

ringan. Secara teori, kejadian asma juga berhubungan erat dengan jumlah

bukus rokok dan lama merokok. Sehingga perokok ringan memiliki peluang

yang lebih kecil untuk mengalami keluhan asma dibandingkan dengan perokok

berat.

Page 124: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

103

Hasil tabulasi silang diketahui bahwa sebagian besar responden yang

mengalami keluahan asma adalah perokok berat. Berdasarkan uji statistik

diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah batang

rokok yang dihisap dengan keluhan asma. Penelitian post-mortem pada 130

kasus outopsi menemukan adanya gangguan fungsi paru yang lebih besar pada

kelompok perokok berat (Bonstancil, 2005). Berdasarkan teori, Reactive

Oxygen Species (ROS) diduga menjadi pencetus keluan asma. Reactive

Oxygen Species (ROS) dominan ditemukan pada partikel debu dihasilkan

rokok. Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap maka semakin besar pula

asupan Reactive Oxygen Species (ROS). Semakin besar asupan Reactive

Oxygen Species (ROS) yang diterima maka semakin besar peluang untuk

mengalami keluhan asma. Telah kita ketahui bersama bawa rokok

mengandung lebih dari 4000 zat kimia berefek langsung pada sistem

pernafasan, sehingga perokok akan mengalami batuk kronis, peningkatan

produksi sputum, dispnea, dan penurunan kapasitas paru. Kesemua hal tersebut

dapat memperberat keluhan asma.

6.11 Hubungan Riwayat Penyakit Pernafasan dan Keluhan Asma

Riwayat penyakit pernafasan didefinisikan sebagai kondisi pernah atau

sedang di diagnosa satu atau lebih penyakit berikut antara lain ISPA, alergi,

TBC, bronkitis dan enfisema. Pada penelitian ini sebagian besar responden

tidak memiliki riwayat penyakit pernafasan. Riwayat penyakit pernafasan

berkaitan dengan penurunan kualitas otot pernafasan. Kualitas otot-otot

pernafasan berbanding lurus dengan permeabilitas saluran pernafasan.

Permeabilitas saluran pernafasan yang terganggu dapat berakibat pada

Page 125: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

104

menurunnya fungsi organ pernafsan. Penurunan fungsi pernafasan inilah yang

dapat mengakibatkan keluhan asma. Responden yang tidak memiliki riwayat

penyakit pernafasan memiliki peluang yang lebih kecil untuk mengalami

keluhan asam dibandingkan dengan yang memiliki riwayat penyakit

pernafasan.

Berdasarkan analisis tabulasi silang diperoleh hasil bahwa sebagian

besar responden yang mengalami keluhan asma adalah yang memiliki riwayat

penyakit pernafasan. Hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara riwayat penyakit pernafasan dengan keluhan asma.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Soedjono (2002) dimana riwayat penyakit

pernafasan dapat meningkatkan risiko hingga dua kali lebih besar untuk

terkena asma pada pedagang tetap di Terminal Induk Jawa Tengah. Menurut

teori, riwayat penyakit pernafasan memberikan beban tambahan pada organ-

organ pernafasan sehingga otot pernafasan bekerja lebih keras. Hal ini dapat

berakibat pada menurunya fungsi organ pernafasan sehingga pada akhirnya

dapat berakibat pada timbulnya penyakit asma.

Page 126: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

105

BAB VII

SIMPULAN & SARAN

7

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 75 responden di sekitar

Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) kota Palembang tahun 2016

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Terdapat 54,7% responden yang mengalami keluhan asma

2) Terdapat 68% responden yang menghirup partikel debu di bawah dosis

referensi partikel debu (≤ RfC 0,03). Untuk karakteristik individu sebagian

besar responden adalah laki-laki (61,3 %) dengan status gizi normal (72%),

tingkat pendidikan rendah (54,7%) dan tidak memiliki riwayat penyakit

pernafasan (65,3%). Selain itu juga diketahui 52% responden merupakan

perokok dan 58,7 % responden merupakan perokok ringan. Rata-rata

responden telah bekerja di terminal selama 24,47 tahun dengan rata-rata

waktu kerja 15,01 jam per hari.

3) Terdapat hubungan yang signifikan antara keluhan asma dengan pajanan

partikel debu terhirup (p=0,015); status merokok (p=0,008); jumlah batang

rokok yang dihisap (p=0,017); dan riwayat penyakit pernafasan (p=0,022).

Tidak ditemukan hubungan signifikan antara keluhan asma dengan jenis

kelamin (p=0,684); tingkat pendidikan (p=0,095); status gizi (p=0,432);

waktu kerja (p=0,073); dan lama kerja (p=0,145).

4) Variabel pajanan partikel debu terhirup (Intake PM10) memiliki hubungan

paling dominan terhadap keluhan asma (p=0,018; OR=3,653) setelah

dikontrol dengan variabel karakteristik individu, artinya responden yang

Page 127: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

106

menghirup partikel debu diatas dosis referensi PM10 (>RfC 0,03) lebih

berisiko 3,653 kali mengalami keluhan asma bila dibandingkan dengan

mereka yang menghirup partikel debu di bawah dosis referensi PM10 (≤

RfC 0,03).

7.2 Saran

1) Bagi Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan

- Melakukan penyuluhan penggunaan masker N95 pada sopir,

kondektur dan pedagang tetap yang beraktivitas di kawasan Terminal

Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) kota Palembang. Penggunaan

masker N95 dapat menghalangi 95% partikel debu terhirup (PM10)

yang masuk ke dalam saluran pernafasan jika digunakan dengan cara

yang benar.

- Penghijauan di kawasan Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

kota Palembang terletak dibagian belakang dengan jenis tanaman

terbanyak adalah Mahoni (Swietenia mahagoni). Hal ini kurang efektif

mengurangi pencemaran partikel debu terhirup (PM10) karena sebagian

besar aktifitas menurunkan dan menaikan penumpang berlangsung

dibagian depan terminal, sehingga penghijauan perlu ditingkatkan

pada kawasan depan Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) kota

Palembang.

- Melakukan uji emisi setiap tiga bulan sekali terhadap kendaraan-

kendaraan yang ada di Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

kota Palembang.

Page 128: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

107

- Untuk mengurangi emisi kendaraan yang disebabkan seringnya

kendaraan “ngetem” sambil menghidupkan mesin, maka pihak

Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dapat menempelkan

poster atau stiker dan mensosialisasikan gerakan untuk mematikan

mesin ketika menunggu penumpang di dalam terminal. Poster dapat

berupa pesan singkat seperti “Matikan Mesin Anda Ketika Sedang

Mengisi Penumpang”.

2) Bagi Masyarakat Berisiko disekitar Terminal

- Untuk mengurangi asupan partikel debu terhirup (PM10) masyarakat

berisiko disekitar terminal (sopir, kondektur dan pedagang tetap) dapat

melakukan pola hidup sehat sehingga mencapai berat badan ideal.

Karena secara teori besar dan kecilnya asupan partikel debu terhirup

(PM10) yang di terima seseorang berhubungan dengan massa tubuh.

- Untuk mengurangi asupan partikel debu terhirup (PM10) masyarakat

berisiko disekitar terminal (sopir, kondektur dan pedagang tetap) dapat

mengurangi waktu beraktivitas di kawasan Terminal Antar Kota Antar

Provinsi (AKAP) kota Palembang.

3) Bagi Peneliti Selanjutnya

- Peneliti selanjutna diharapkan dapat melakukan pengukuran

konsentrasi partikel debu terhirup (PM10) ambien di terminal selama

24 jam.

- Peneliti selanjutnya diharapkan juga melakukan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang dalam menentukan keluhan asma pada

responden.

Page 129: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

108

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M., 1996. Penyakit Paru Obstruktif Menahun: Polusi Udara, Rokok dan Alfa-

1-Antiripsin. Surabaya: Airlangga University Perss.

Arbecs, et al., 2001. Air Pollution from Biomass Burning and Asthma Hospital

Admissions in a Sugar Cane Plantation Area in Brazil. Journal of Epidemiologi

and Community Health, 5(61), pp. 395-400.

Asmadi, 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan

Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Atmoko, W. et al., 2011. Prevalensi Asma Tidak Terkontrol dan Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Tingkat Kontrol Asma di Poliklinik Asma Rumah Sakit

Persahabatan Jakarta. Jurnal Respirasi Indonesia, 31(2), pp. 53-60.

ATSDR, 2011. ATSDR Public Health Assessment Guidance Manual. s.l.:Health and

Human Services.

Bonstancil, et. al., 2005. Bullous Lung Disease and Cigarette Smoking : A Postmortem

Study. Marmara Medical Journal , 18(3), pp. 123-128.

BPS, 2014. Pekembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Tahun 1987-

2013. [Online] Available at: http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1413

[Diakses 9 July 2016].

Carpenito, 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Carpenito, L., 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Page 130: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

109

Contes, J. et. al., 2001. Body Mass, Fat Percentage, and Fat Free Mess as Reference

Variabel For Lung Function: Effects on Terms for Age and Sex. Thorax,

Volume 56, pp. 839-844.

Darmono, 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungannya dengan

Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI Perss.

Darmono, 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungannya dengan

Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI Perss.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Keputusan Meteri Kesehatan RI

Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Depkes RI, 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta:

Balitbangkes.Depkes RI, 2012. Pedoman Analisis Risiko Kesehatan

Lingkungan (ARKL). Jakarta: Direktorat Jendral P2PL Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia.

Dharmayanti, I., Hapsari, D. & Azhar, K., 2015. Asthma among Children in Indonesia:

Causes and Triggers. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, IX(4), pp. 320-

326.

Dinkes Kota Palembang, 2015. Profil Kesehatan Kota Palembang. Palembang: Dinas

Kesehatan Kota Palembang.

Dinkes Prov. Sumsel, 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Palembang:

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.

Page 131: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

110

Ditlantas Polda Sumsel, 2013. Laporan Perkembangan Jumlah Kendaraan di

Sumatera Selatan Tahun 2013-2014. Palembang: Dirjen Lalu Lintas Polda

Sumsel.

Djojodibroto, D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Fardiaz, 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.

Finlayson, P., B. J., J. n. P. & J., 1986. Atmospheric Chemistry : Fundamental and

Experimental Techniques. New York: Jhon Willy and Son.

Gehr & Heyder, 2000. Particle-Lung Interaction. New York : Marcel Dekker, Inc.

Gertrudis, 2010. Hubungan Antara Kadar Partikulat (PM10) Udara Rumah Tinggal

Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Sekitar Pabrik Semen PT. Indocement,

Citeureup, Tahun 2010 [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.

Hadi, B. S., 2004. Pencemaran debu Ambien, Gangguan Fungsi Paru Masyarakat

yang Berada di Dalam Sekitar Terminal Bus Umbulharjo Jogjakarta. (Tesis).

Jogjakarta: Ilmu Keseatan Kerja. Program Pasca Sarjana. Universitas Gajah

Mada.

Harrison, R. M., 1999. Understanding Our Environment An Introduction to

Environmental Chemistry and Pollution. Birmingham UK: Royal Society of

Chemistry.

Hidayat, et al., 2012. Pengaruh Polusi Udara Dalam Ruangan Terhadap Paru. CDK,

39(1), p. 189.

Page 132: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

111

Hinggins, e. a., 1993. Smoking and Lung Function in Elderly Man and Women The

Cardiovascular Health Study. JAMA, Volume 269, pp. 2741-2748.

Huang, e. a., 2005. A Study of Reactive Oxygen Species in Mainstream of Cigarette

Indoor Air. Blackwell Munksgaard, Issue 15, pp. 135-140.

IPCS, 2004. Environmental Health Criteria XXX: Principles for modelling dose-

response for the risk assessment of chemicals.. Geneva: World Health

Organization and International Programme on Chemical Safety.

IRIS, 2013. Integrated Risk Information System List of Subatnce. [Online] Available

at: http://www.epa.gov/iris/subst/index.html [Diakses 10 Januari 2016].

ISAAC, 2011. The Global Asthma Report 2011. USA: The International Study of

Asthma and Allergies in Childhod.

Jacobs, e. a., 1992. Are Race and Sex Differences in Lung Function Explained by

Frame Size ? The CARDIA Study. Am Rev Respir Dis , Volume 15, pp. 135-

140.

Kolluru, et al., 1996. Risk Assessment and management Handbook. New York:

McGrawhill inc.

Koren, 2003. Handbook of Environtmental Health Volume 1,Biological, Chemical and

Physical Agents of Environtmentally Related Disease. USA: Lewis Publishers.

Lapau, B., 2013. Metode Penelitian Kesehatan : Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,

Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.

Page 133: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

112

Latif, A. & Suhirkam, D., 2013. Analisa Kebutuhan Pelayanan Kendaraan Umum

AKDP Dalam Terminal Alang-Alang Lebar Palembang. Pilar Jurnal Teknik

Sipil, IX(2), pp. 24-32.

Lestari, F., 2009. Bahaya Kimia : Sampling dan Pengukuran Kontaminan Kimia di

Udara. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Louvar, J. & Louvar, D., 1998. Health and Environmental Risk Analysis:

Fundamentals With Applications. Upper Saddle River: Prentice Hall PTR.

Marpaung, Y. M., 2012. Pengaruh Pajanan Debu Respirable Terhadap Kejadian

Gangguan Fungsi Paru Pada Pedagang Tetap Di Terminal Terpadu Kota

Depok Tahun 2012 (Skripsi). Depok: FKM Universitas Indonesia.

Masoli, et al., 2008. Global Burden of Asthma. New Zealand: Medical Research

Institute.

NAAQS, 1990. National Ambient Air Quality Standards. [Online] Available at:

http://www3.epa.gov/ttn/naaqs/criteria.html [Diakses 10 Januari 2016].

Notoatmodjo, 2002. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Citra.

Notoatmodjo, S., 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nukman, A. et al., 2005. Analisis dan Manajemen Risiko Kesehatan Pencemaran

Udara : Studi Kasus di Sembilan Kota Besar Padat Trasportasi. Jurnal Ekologi

Kesehatan, Volume 4, pp. 270-289.

Oemiati, R., Sihombing, M. & Qomariah, 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Penyakit Asma Di Indonesia. Media Litbang Kesehatan, 20(1), pp. 41-

49.

Page 134: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

113

Pearce, E., 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.Gramedia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004. Asma Pedoman & Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Priyanto, 2009. Studi Prilaku Mengontrol Asma dan Fungsi Paru Pada Pasien Asma

yang Tidak Berobat Teratur Ke Rumah Sakit Persahabatan. (Tesis). Depok:

Departemen Pulmunologi dan Ilmu Kedokteran Respirologi FKUI.

Purwana, R., 1999. Particulate Rumah Sebagai Faktor Resiko Gangguan Pernapasan

Anak Balita (Penelitian di Kelurahan Pekojan, Jakarta) [Disertasi]. Depok:

FKM Universitas Indonesia.

Rahman, A., 2007. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan; Kajian Aspek Kesehatan

Masyarakat Dalam Studi Amdal dan Kasus-kasus Pencemaran Lingkungan.

Jakarta: BBTKL.

Rengganis, I., 2008. Diaknosi dan Tatalaksana Asama Bronkial.. Majalah Kedokteran

Indonesia Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, XI(58), pp. 444-453.

Republik Indonesia, 1991. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.KEP-03/MENKLH/II/1991.

Jakarta: Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Republik Indonesia, 1999. Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999 Tentang

Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta: Sekretaris Negara.

Republik Indonesia, 1999. Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999 Tentang

Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta: Sekretaris Negara.

Page 135: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

114

Republik Indonesia, 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretaris Negara.

Republik Indonesia, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan. Jakarta: Sekretaris Negara.

Sabiston, 1995. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Selvia, e. a., 2011. Hubungan Kadar HbCo dengan Kapasitas Vital Paru Pedangang

Terminal Bus Purwokerto. Mandala of Health, 5(2).

Sihombing, M., Alwi, Q. & Nainggolan, O., 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan

Dengan Penyakit Asma Pada Usia Lebih dari 10 Tahun Di Indonesia (Analisis

Data Riskesdas 2007). Jurnal Respirasi Indonesia, 30(2), pp. 85-91.

Soedjono, 2002. Pengaruh Kualitas Udara (Debu, COx, NOx, SOx) Terminal

Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pedagang Tetap Terminal Bus Induk

Jawa Tengah 2002. (Tesis). Semarang: Program Studi Kesehatan Lingkungan.

Program Pasca Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat: Universitas

Diponogoro.

Suharmiati, Handajani, L. & Handajani, A., 2010. Hubungan Pola Penggunaan Rokok

Dengan Tingkat Kejadian Asma. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan , 13(4),

pp. 394-403.

Sumantri, A., 2010. Kesehatan Lingkungan Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Sundaru, H., 2007. Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Page 136: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

115

Sunyoto, D. & Setiawan, A., 2013. Buku Ajar: Statistik Kesehatan Parametrik, Non

Parametrik, Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Tana, L., 2007. Merokok dan Usia Sebagai Faktor Risiko Katarak Pada Pekerja

Berusia > 30 Tahun di Bidang Pertanian. Jurnal Universa Medicina.

Thaller, et al. , 2008. Moderate Increases in Ambient PM10 and Ozone are Associated

with Lung Function Decrease in Beach Lifeguards.. Journal of Occupational

and Environmental Medicine, 2(50), pp. 11-202.

U.S. EPA, 2010. Quantitative Health Risk Assessment for Particulate Matter. North

Carolina: U.S. Environmental Protection Agency.

WHO, 2003. Health Aspects of Air Pollution with Particulate Matter, Ozone and

Nitrogen Dioxide. Bonn: Report on WHO Working Group.

WHO, 2005a. Air Quality Guidelines for Particulate Matter, Ozone, Nitrogen Dioxide

and Sulfur Dioxide: Global Update 2005. Copenhagen: WHO Regional Office

for Europe.

WHO, 2005b. Air Quality Guidelines for Particulate Matter, Ozone, Nitrogen dioxide,

and Sulfur dioxide Global Update, Summary of Risk Assessment. Copenhagen:

WHO Regional Office for Europe.

World Bank Group, 1998. Airborne Particulate Matter. USA: World Bank.

Yulaekah, S., 2007. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru Pada

Pekerja Industri Batu Kapur (Tesis). Semarang: Pascasarjana Universitas

Diponegoro.

Page 137: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

116

LAMPIRAN

Page 138: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas
Page 139: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas
Page 140: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

58

INSTRUMEN PENELITIAN

HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM10) TERHADAP

KELUHAN ASMA PADA MASYARAKAT BERISIKO DI SEKITAR

TERMINAL ANTAR KOTA ANTAR PROVINSI (AKAP)

KOTA PALEMBANG TAHUN 2016

LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Perkenalkan saya mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang sedang melakukan penelitian mengenai “ Hubungan Pajanan Parttikel Debu

Terhirup (PM10) Terhadap Keluhan Asma Pada Masyarakat Berisiko Di Sekitar

Terminal Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Kota Palembang Tahun 2016 ”.

Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat.

Oleh sebab itu, saya meminta bantuan anda untuk menjadi responden dalam

penelitian ini. Saya sangat mengharapkan kesediaan waktu anda untuk dapat saya

wawancarai serta bersedia untuk dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan.

Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Pewawancara

.............................................

(Tanda Tangan/Nama Jelas)

Responden

.............................................

(Tanda Tangan/Nama Jelas)

Page 141: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Petunjuk Pengisian : Isilah Pertanyaan singkat dan berilah lingkaran (O) atau tanda silang

(x) pada jawaban yang dipilih

A. Identitas

A01 Nama ..................................................................................

A02 Nomer Responden ....................................................................................

A03 Jenis kelamin 0. Laki-laki

1. Perempuan A03 [ ]

A04 Pendidikan 1. Tidak sekolah

2. SD

3. SMP

4. SMA

5. Diploma (D1/D2/D3)

6. Sarjana (S1/S2/S3)

A04 [ ]

B. Status merokok & jumlah rokok yang di hisap

Variabel Pertanyaan Koding

(di isi oleh peneliti)

B01 Apakah anda merokok ?

0. Tidak (lanjut ke C01 )

1. Iya

B01 [ ]

B02 Sudah berapa lama anda merokok ?

........................ Tahun B02 [ ]

B03 Berapa batang rokok yang anda hisap setiap hari ?

........................ Batang B03 [ ]

C. Riwayat penyakit pernafasan

Variabel Pertanyaan Koding

(di isi oleh peneliti)

C01 Apakah anda memiliki riwayat penyakit sinusitis

dengan gejala sebagai berikut :

a) Nyeri pada sekitar daerah wajah

b) Rasa sakit pada daerah sekitar mata

Ya Tidak

Page 142: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

c) Berkurangnya daya penciuman

d) Hidung berair dan tersumbat yang

berlangsung lebih dari satu minggu

C02 Apakah anda memiliki riwayat penyakit bronkitis

dengan gejala sebagai berikut :

a) Batuk berdahak dalam waktu yang lama

b) Sesak atau nyeri dada saat batuk

c) Sering berkeringat pada malam hari

d) Mudah lelah

Ya Tidak

C03 Apakah anda memiliki riwayat penyakit

emfisema dengan gejala sebagai berikut :

a) Kesulitan bernafas

b) Dada yang terlihat seperti barel/tong (dada

yang bulat dan menonjol)

c) Sianosis (warna kebiruan pada kuku, kulit dan

ujung jari)

Ya Tidak

C04 Apakah anda pernah memiliki riwayat penyakit

TB dengan gejala sebagai berikut :

a) Batuk lebih dari 2 minggu

b) Batuk yang mengeluarkan dahak bercampur

darah

c) Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas

Ya Tidak

C05 Apakah anda memiliki riwayat penyakit

pernafasan lainnya ?

0. Tidak

1. Iya

Sebutkan : .............................................................

C05 [ ]

D. Keluhan asma

Variabel Pertanyaan Koding

(di isi oleh peneliti)

D01 Apakah anda pernah mengalami rasa nyeri di

daerah sekitar dada ? D01 [ ]

Page 143: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

0. Tidak

1. Iya

D02 Apakah anda pernah mengalami sesak nafas ?

0. Tidak (lanjut ke pertanaan E)

1. Iya

D02 [ ]

D03 Apakah sesak nafas tersebut terjadi pada kondisi

berikut :

a) Terpapar udara dingin

b) Terpapar debu

c) Terpapar asap rokok

d) Stres/bamyak pikiran

e) Flu atau infeksi saluran pernafasan

f) Kelelahan

g) Alergi obat

h) Alergi makanan

Ya Tidak

D04 Apakah sesak nafas disertai kondisi di bawah ini :

a) Mengi (sesak nafas yang disertai suara)

b) Sesak nafas berkurang atau menghilang tanpa

pengobatan

c) Sesak nafas berkurang atau menghilang dengan

pengobatan

d) Sesak nafas lebih berat dirasakan pada malam

hari atau menjelang pagi

Ya Tidak

E. Pajanan partikel debu terhirup

Variabel Pertanyaan Koding

(di isi oleh peneliti)

E01 Sudah berapa lama anda bekerja di terminal ini ?

.............. Tahun E01 [ ]

E02 Setiap harinya, berapa lama anda bekerja di

terminal ini ?

.............. Jam (dari pukul ................ s.d ................)

E02 [ ]

Page 144: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

E03 Dalam seminggu, berapa hari anda bekerja di

terminal ini ?

.............. Hari

E03 [ ]

E04 Berapa lama anda libur/tidak bekerja di terminal

(libur lebaran/libur natal/tahun baru/mudik/urusan

pribadi) ?

Sebulan : ........................ Hari

Setahun : ........................ Hari

E04 [ ]

F. Lembar pengukuran

Variabel Hasil Pengukuran Koding

(di isi oleh Peneliti)

F01 Konsentrasi partikel debu terhirup (PM10)

1. Ring I (50 Meter)

2. Ring II (100 Meter)

3. Ring III (150 Meter)

F01 [ ]

F02 Berat badan

.............. Kg F02 [ ]

F03 Tinggi badan

.............. Cm F03 [ ]

Page 145: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

KERANGKA SAMPEL PENELITIAN

NO NAMA NO NAMA NO NAMA NO NAMA

001 Ahmad kohar 046 Heriyawan 091 Romli gose 138 Ibu sawinah

002 Martono 047 Ali Khomarudi 092 Gerardus pape 139 Deden mariyadi

003 Ibu Siti absah 048 Ibu asiyah 093 Ibu aminah 140 Effendy jakfar

004 Dullah 049 Saryoko 094 Ibu uswatun 141 Feredi

005 Ibu Haerawati 050 Warisman 095 Ahmadi 142 Ibu Ermawati

006 Nahrun 051 Adi nugraha 096 Binsar sitompul 143 Hamdan saleh

007 Rosyid 052 Ibu Nuraliyah 097 Nurrohmansyah 144 Ishak

008 Basri 053 Kuswarna 098 Ibu mariyam 145 Ibu sugiharti

009 Sunatman 054 Samuddin 099 Ibu nining 146 M. Riyansyah

010 Ibu Nina 055 Masruri 100 Ibu sulastri 147 Mujiyono

011 Zumardi 056 Dahlan 101 M. Masrun 148 Ristiyono

012 Husain amri 057 Ibu Nurazizah 102 Maskan 149 Ibu sutiyah

013 Ibu Rosmaria 058 Busmarudin 103 Pariman 150 Tarmizi

014 Sumanto 059 Yandi karim 104 Muchendi 151 Abdul bahri

015 Heriawan 060 Idhan efendi 105 Sugiman 152 Ibu tika mulyati

016 Ibu Mariyam 061 Sunaryo 106 Ibu linda rahayu 153 Ibu komariyah

017 Mustofa amri 062 Ibu lani 107 Wahyudi 154 Agus purnadi

018 Tamrin gumai 063 Ibu soliha 108 Yumansyah 155 Ibu sulastri

019 Ibu Endang 064 Ibu yanti 109 Yusup amir 156 Ardianto

020 Sunaryo 065 Ibu nana 110 Ade firmansyah 157 Arfin

021 Ibu Neneng 066 Warsiman 111 Ibu oktarina 158 Eko hardianto

022 Hendro subroto 067 Khairul anam 112 Siswanto 159 Erman

023 Ramli suyanto 068 Agus mauludin 113 Agus hendra 160 Ibu Husna

024 Ibu Mufidah 069 Riswanto 114 Rudi setiawan 161 Ibu siti daharo

025 Warsiman 070 Samsidar 115 Ali usman 162 Asnawi

026 Masran asmari 071 Suratman 116 Ibu perawati 163 Edi jaya

027 Madin 072 Ibu kirana 117 Widarno 164 Ibu badariyah

028 Saripudin 073 Umar mardianto 118 Aris pranata

029 Ibu hera 074 Amrizal 119 Candra kusuma

030 Suratman 075 Tamrin wijaya 120 Ibu samini

031 Nurhamzah 076 Rustam 121 Djaman

032 Ahmad junaidi 077 Abdul Kosim 122 Ibu titin aliya

033 Ibu karmila 078 Ibu Sulastri 123 Edy yono

034 Ibu masyem 079 Marwoto 124 Fajar uhud

035 Ibu tati 080 Badri Solihin 125 Ibu saptaningsih

036 Amar amirudin 081 Abu bakar 126 Gunawan

037 Abdul qadir 082 Idrus madani 127 Handoko

038 Romli 083 Maryanto 128 Handri yusup

039 Ibu yuyun 084 Ibu Sulistiana 129 Kashartadi

040 Suyadi 085 Kasman 130 Ibu siti ratiyah

041 Sufiyansyah 086 Abdul Rozaq 133 Jufri Hasyim

042 M. Ridwan 087 Sari gumai 134 Marwoto

043 Ahmad Toha 088 Hendra ginting 135 Edi susilo

044 Ibu idah farida 089 Ibu salamun 136 Muhtar ali

045 Ibu masnah 090 Ibu Eva 137 Ibu Musturiah

Page 146: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Lampiran Perhitungan Nilai Asupan Partikel Debu Terhirup (Intake PM10)

Nama Konsentrasi

(mg/m3)

Laju Inhalasi

(m3/jam)

Waktu

Pajanan (Jam)

Frekuensi Pajanan

(hari/tahun)

Durasi

Pajanan

(Tahun)

Berat

Badan (Kg)

Waktu Rata-rata

(Hari)

Intake PM10

(mg/kg x hari)

Kategori

Ibu Siti Absah 0,120 0,83 16 250 27 70,10 10.950 0,0140136400 ≤ RfC

Husain Amri 0,113 0,83 13 250 20 69,70 10.950 0,0079877230 ≤ RfC

Ibu Nina 0,148 0,83 18 250 28 46,13 10.950 0,0306416946 > RfC

Ibu Endang 0,148 0,83 19 250 30 50,10 10.950 0,0319082383 > RfC

Tamrin Gumai 0,113 0,83 12 250 26 69,40 10.950 0,0096267025 ≤ RfC

Hendro Subroto 0,148 0,83 19 250 34 56,55 10.950 0,0320380154 > RfC

Ibu Mufidah 0,113 0,83 13 250 18 65,50 10.950 0,0076499216 ≤ RfC

Ibu Idah Farida 0,148 0,83 18 250 29 47,11 10.950 0,0310758557 > RfC

Ahmad Junaidi 0,113 0,83 15 250 20 73,40 10.950 0,0087520063 ≤ RfC

Abdul Qadir 0,120 0,83 16 250 29 67,80 10.950 0,0155622904 ≤ RfC

Busmarudin 0,113 0,83 14 250 23 74,80 10.950 0,0092179999 ≤ RfC

Khairul Anam 0,120 0,83 15 250 20 70,40 10.950 0,0096902242 ≤ RfC

Warsiman 0,148 0,83 20 250 30 54,40 10.950 0,0309327156 > RfC

Rustam 0,120 0,83 14 250 28 74,56 10.950 0,0119554354 ≤ RfC

Ibu Masnah 0,113 0,83 8 250 28 65,80 10.950 0,0072896143 ≤ RfC

Muchendi 0,148 0,83 19 250 32 52,49 10.950 0,0324857355 > RfC

Ali usman 0,120 0,83 11 250 16 77,80 10.950 0,0051442054 ≤ RfC

Ibu Nurazizah 0,148 0,83 17 250 30 46,90 10.950 0,0304974151 > RfC

M. Masrun 0,113 0,83 11 250 16 68,90 10.950 0,0054698557 ≤ RfC

Ristiyono 0,148 0,83 20 250 34 56,22 10.950 0,0339221811 > RfC

Ibu Soliha 0,113 0,83 14 250 20 65,00 10.950 0,0092241658 ≤ RfC

Ibu Nining 0,120 0,83 12 250 24 66,95 10.950 0,0097819882 ≤ RfC

Yumansyah 0,113 0,83 16 250 15 69,50 10.950 0,0073945008 ≤ RfC

Page 147: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Nama Konsentrasi

(mg/m3)

Laju Inhalasi

(m3/jam)

Waktu

Pajanan (Jam)

Frekuensi Pajanan

(hari/tahun)

Durasi

Pajanan

(Tahun)

Berat

Badan (Kg)

Waktu Rata-rata

(Hari)

Intake PM10

(mg/kg x hari)

Kategori

Heriawan 0,113 0,83 13 250 27 74,20 10.950 0,0101294447 ≤ RfC

Ibu Oktarina 0,120 0,83 9 250 23 58,90 10.950 0,0079917204 ≤ RfC

Ibu Sutiyah 0,148 0,83 18 250 30 49,30 10.950 0,0307193865 > RfC

Nurhamzah 0,113 0,83 11 250 28 76,80 10.950 0,0085876023 ≤ RfC

Edi Jaya 0,113 0,83 11 250 18 71,67 10.950 0,0059157554 ≤ RfC

Eko Hardianto 0,148 0,83 17 250 33 50,10 10.950 0,0314044240 > RfC

Marwoto 0,148 0,83 20 250 29 53,90 10.950 0,0301790056 > RfC

Ibu Husna 0,148 0,83 19 250 31 54,80 10.950 0,0301439689 > RfC

Djaman 0,120 0,83 12 250 15 71,84 10.950 0,0056975928 ≤ RfC

Gunawan 0,148 0,83 19 250 34 59,83 10.950 0,0302816275 > RfC

Suratman 0,120 0,83 14 250 16 77,60 10.950 0,0065640446 ≤ RfC

Ibu Perawati 0,113 0,83 15 250 28 58,30 10.950 0,0154263493 ≤ RfC

Sari Gumai 0,120 0,83 11 250 20 72,13 10.950 0,0069357268 ≤ RfC

Ibu Mariyam 0,120 0,83 13 250 27 57,20 10.950 0,0139539228 ≤ RfC

Ibu Lani 0,148 0,83 18 250 29 48,34 10.950 0,0302851378 > RfC

Ardianto 0,124 0,83 9 250 18 67,30 10.950 0,0056562112 ≤ RfC

Yusup Amir 0,154 0,83 17 250 24 74,70 10.950 0,0159391172 ≤ RfC

Nurrohmansyah 0,154 0,83 19 250 30 55,30 10.950 0,0300797642 > RfC

Samuddin 0,154 0,83 17 250 35 57,70 10.950 0,0300930256 > RfC

Umar Mardianto 0,154 0,83 18 250 36 62,60 10.950 0,0302082367 > RfC

Ahmad Toha 0,154 0,83 20 250 25 45,70 10.950 0,0319284993 > RfC

Ibu Nana 0,109 0,83 16 250 25 55,80 10.950 0,0148066316 ≤ RfC

Ibu Kirana 0,124 0,83 12 250 15 59,40 10.950 0,0071205203 ≤ RfC

Agus Mauludin 0,154 0,83 18 250 29 48,90 10.950 0,0311520296 > RfC

Badri Solihin 0,124 0,83 11 250 15 66,80 10.950 0,0058040768 ≤ RfC

Abu Bakar 0,109 0,83 14 250 25 73,33 10.950 0,0098586362 ≤ RfC

Page 148: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Nama Konsentrasi

(mg/m3)

Laju Inhalasi

(m3/jam)

Waktu

Pajanan (Jam)

Frekuensi Pajanan

(hari/tahun)

Durasi

Pajanan

(Tahun)

Berat

Badan (Kg)

Waktu Rata-rata

(Hari)

Intake PM10

(mg/kg x hari)

Kategori

Erman 0,124 0,83 16 250 16 69,50 10.950 0,0086552741 ≤ RfC

Samuddin 0,109 0,83 17 250 27 67,55 10.950 0,0140351744 ≤ RfC

Sugiman 0,124 0,83 10 250 23 60,80 10.950 0,0088889390 ≤ RfC

Ibu Sugiharti 0,154 0,83 19 250 26 47,65 10.950 0,0302544141 > RfC

Ibu Linda Rahayu 0,124 0,83 13 250 24 59,70 10.950 0,0122802139 ≤ RfC

Ibu Uswatun 0,109 0,83 12 250 23 61,30 10.950 0,0092999173 ≤ RfC

Idhan Efendi 0,124 0,83 16 250 18 73,40 10.950 0,0092198126 ≤ RfC

Ibu Yanti 0,109 0,83 12 250 16 60,44 10.950 0,0065615622 ≤ RfC

Masran Asmari 0,154 0,83 18 250 33 57,74 10.950 0,0300216369 > RfC

Ali usman 0,109 0,83 9 250 20 75,40 10.950 0,0049309618 ≤ RfC

Yandi Karim 0,154 0,83 20 250 27 50,60 10.950 0,0311435378 > RfC

Siswanto 0,154 0,83 11 250 23 77,33 10.950 0,0095476659 ≤ RfC

Tarmizi 0,124 0,83 10 250 24 70,23 10.950 0,0080299759 ≤ RfC

Kuswarna 0,154 0,83 20 250 26 48,66 10.950 0,0311857320 > RfC

Ibu Yuyun 0,124 0,83 14 250 25 58,10 10.950 0,0141552511 ≤ RfC

Ibu Soliha 0,109 0,83 17 250 15 65,70 10.950 0,0080168783 ≤ RfC

Agus Hendra 0,124 0,83 12 250 26 70,30 10.950 0,0104285742 ≤ RfC

Handoko 0,109 0,83 15 250 18 57,44 10.950 0,0097091187 ≤ RfC

Ibu Titin Aliya 0,109 0,83 13 250 23 61,50 10.950 0,0100421465 ≤ RfC

Madin 0,124 0,83 16 250 24 73,33 10.950 0,0123048183 ≤ RfC

Ibu Karmila 0,109 0,83 17 250 16 59,80 10.950 0,0093950306 ≤ RfC

Ibu Samini 0,154 0,83 20 250 24 45,24 10.950 0,0309630222 > RfC

Pariman 0,154 0,83 15 250 27 76,90 10.950 0,0153692752 ≤ RfC

Siswanto 0,124 0,83 13 250 18 64,10 10.950 0,0085779497 ≤ RfC

Ibu Musturiah 0,109 0,83 16 250 25 66,12 10.950 0,0124956147 ≤ RfC

Ibu Siti Daharo 0,109 0,83 14 250 26 63,22 10.950 0,0118926153 ≤ RfC

Page 149: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

1. Hasil Uji Validitas

Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan

A03 0,358 0,312 Valid

A04 0,384 0,312 Valid

B01 0,322 0,312 Valid

C01 0,620 0,312 Valid

C02 0,615 0,312 Valid

C03 0,611 0,312 Valid

C04 0,480 0,312 Valid

D01 0,433 0,312 Valid

D02 0,587 0,312 Valid

D03 0,543 0,312 Valid

D04 0,543 0,312 Valid

2. Hasil Uji Reliabilitas

Pertanyaan Cronbach’s Alpha Konstanta Keterangan

A03 0,825 0,60 Reliabel

A04 0,823 0,60 Reliabel

B01 0,829 0,60 Reliabel

C01 0,801 0,60 Reliabel

C02 0,803 0,60 Reliabel

C03 0,802 0,60 Reliabel

C04 0,814 0,60 Reliabel

D01 0,818 0,60 Reliabel

D02 0,805 0,60 Reliabel

D03 0,809 0,60 Reliabel

D04 0,809 0,60 Reliabel

Page 150: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

3. Output SPSS

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total

Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

A03 6,30 9,252 ,358 ,825 A04 6,23 9,220 ,384 ,823 B01 6,37 9,344 ,322 ,829 C01 6,27 8,547 ,620 ,801 C02 6,17 8,695 ,615 ,803 C03 6,20 8,648 ,611 ,802 C04 6,20 8,993 ,480 ,814 D01 6,23 9,082 ,433 ,818 D02 6,17 8,764 ,587 ,805 D03 6,27 8,754 ,543 ,809 D04 6,27 8,754 ,543 ,809

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 30 69,8

Excludeda 13 30,2

Total 43 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

,827 11

Page 151: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

OUTPUT ANALISIS DATA

1. Keluhan Asma Keluhan Asma

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Tidak 34 45,3 45,3 45,3

Iya 41 54,7 54,7 100,0

Total 75 100,0 100,0

2. Pajanan Partikel Debu (Intake PM10)

Intake PM10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

<= RfC 0,03 51 68,0 68,0 68,0

> RfC 0,03 24 32,0 32,0 100,0

Total 75 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Intake PM10 * Keluhan Asma 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%

Intake PM10 * Keluhan Asma Crosstabulation

Keluhan Asma Total

Tidak Iya

Intake PM10

<= RfC 0,03 Count 28 23 51

% within Intake PM10 54,9% 45,1% 100,0%

> RfC 0,03 Count 6 18 24

% within Intake PM10 25,0% 75,0% 100,0%

Total Count 34 41 75

% within Intake PM10 45,3% 54,7% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5,888a 1 ,015 Continuity Correctionb 4,743 1 ,029 Likelihood Ratio 6,116 1 ,013 Fisher's Exact Test ,024 ,014

Linear-by-Linear Association 5,810 1 ,016 N of Valid Cases 75 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,88. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Intake PM10 (<= RfC 0,03 / > RfC 0,03) 3,652 1,245 10,712 For cohort Keluhan Asma = Tidak 2,196 1,052 4,586 For cohort Keluhan Asma = Iya ,601 ,411 ,880

N of Valid Cases 75

Page 152: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

3. Jenis Kelamin Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Laki-Laki 46 61,3 61,3 61,3

Perempuan 29 38,7 38,7 100,0

Total 75 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * Keluhan Asma 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%

Jenis Kelamin * Keluhan Asma Crosstabulation

Keluhan Asma Total

Tidak Iya

Jenis Kelamin

Laki-Laki Count 20 26 46

% within Jenis Kelamin 43,5% 56,5% 100,0%

Perempuan Count 14 15 29

% within Jenis Kelamin 48,3% 51,7% 100,0%

Total Count 34 41 75

% within Jenis Kelamin 45,3% 54,7% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,165a 1 ,684 Continuity Correctionb ,028 1 ,866 Likelihood Ratio ,165 1 ,685 Fisher's Exact Test ,812 ,433

Linear-by-Linear Association ,163 1 ,686 N of Valid Cases 75 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,15. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jenis Kelamin (Laki-Laki / Perempuan) ,824 ,324 2,095 For cohort Keluhan Asma = Tidak ,901 ,546 1,486 For cohort Keluhan Asma = Iya 1,093 ,708 1,686

N of Valid Cases 75

4. Tingkat Pendidikan

Kelompok Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Tinggi 34 45,3 45,3 45,3

Rendah 41 54,7 54,7 100,0

Total 75 100,0 100,0

Page 153: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kelompok Pendidikan * Keluhan Asma 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%

Kelompok Pendidikan * Keluhan Asma Crosstabulation

Keluhan Asma Total

Tidak Iya

Kelompok Pendidikan

Tinggi Count 19 15 34

% within Kelompok Pendidikan 55,9% 44,1% 100,0%

Rendah Count 15 26 41

% within Kelompok Pendidikan 36,6% 63,4% 100,0%

Total Count 34 41 75

% within Kelompok Pendidikan 45,3% 54,7% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2,793a 1 ,095 Continuity Correctionb 2,068 1 ,150 Likelihood Ratio 2,805 1 ,094 Fisher's Exact Test ,109 ,075

Linear-by-Linear Association 2,756 1 ,097 N of Valid Cases 75 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,41. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kelompok Pendidikan (Tinggi / Rendah) 2,196 ,868 5,556 For cohort Keluhan Asma = Tidak 1,527 ,925 2,522 For cohort Keluhan Asma = Iya ,696 ,446 1,085

N of Valid Cases 75

5. Status Gizi

Kelompok Status Gizi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Normal 54 72,0 72,0 72,0

Tidak Normal 21 28,0 28,0 100,0

Total 75 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kelompok Status Gizi * Keluhan Asma 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%

Page 154: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Kelompok Status Gizi * Keluhan Asma Crosstabulation

Keluhan Asma Total

Tidak Iya

Kelompok Status Gizi

Normal Count 26 28 54

% within Kelompok Status Gizi 48,1% 51,9% 100,0%

Tidak Normal Count 8 13 21

% within Kelompok Status Gizi 38,1% 61,9% 100,0%

Total Count 34 41 75

% within Kelompok Status Gizi 45,3% 54,7% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,617a 1 ,432 Continuity Correctionb ,278 1 ,598 Likelihood Ratio ,622 1 ,430 Fisher's Exact Test ,454 ,300

Linear-by-Linear Association ,608 1 ,435 N of Valid Cases 75 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,52. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kelompok Status Gizi (Normal / Tidak Normal) 1,509 ,539 4,226 For cohort Keluhan Asma = Tidak 1,264 ,686 2,329 For cohort Keluhan Asma = Iya ,838 ,549 1,278

N of Valid Cases 75

6. Status Merokok

Status Merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Tidak Merokok 36 48,0 48,0 48,0

Merokok 39 52,0 52,0 100,0

Total 75 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status Merokok * Keluhan Asma 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%

Status Merokok * Keluhan Asma Crosstabulation

Keluhan Asma Total

Tidak Iya

Status Merokok

Tidak Merokok Count 22 14 36

% within Status Merokok 61,1% 38,9% 100,0%

Merokok Count 12 27 39

% within Status Merokok 30,8% 69,2% 100,0%

Total Count 34 41 75

% within Status Merokok 45,3% 54,7% 100,0%

Page 155: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6,954a 1 ,008 Continuity Correctionb 5,784 1 ,016 Likelihood Ratio 7,059 1 ,008 Fisher's Exact Test ,011 ,008

Linear-by-Linear Association 6,862 1 ,009 N of Valid Cases 75 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,32. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Status Merokok (Tidak Merokok / Merokok) 3,536 1,361 9,185 For cohort Keluhan Asma = Tidak 1,986 1,160 3,402 For cohort Keluhan Asma = Iya ,562 ,355 ,890

N of Valid Cases 75

7. Jumlah Batang Rokok yang Dihisap

Jumlah Bantang Rokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Perokok Ringan 44 58,7 58,7 58,7

Perokok Berat 31 41,3 41,3 100,0

Total 75 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jumlah Bantang Rokok * Keluhan Asma 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%

Jumlah Bantang Rokok * Keluhan Asma Crosstabulation

Keluhan Asma Total

Tidak Iya

Jumlah Bantang Rokok

Perokok Ringan Count 25 19 44

% within Jumlah Bantang Rokok 56,8% 43,2% 100,0%

Perokok Berat Count 9 22 31

% within Jumlah Bantang Rokok 29,0% 71,0% 100,0%

Total Count 34 41 75

% within Jumlah Bantang Rokok 45,3% 54,7% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5,666a 1 ,017 Continuity Correctionb 4,600 1 ,032 Likelihood Ratio 5,790 1 ,016 Fisher's Exact Test ,020 ,015

Linear-by-Linear Association 5,590 1 ,018 N of Valid Cases 75

Page 156: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,05. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jumlah Bantang Rokok (Perokok Ringan / Perokok Berat) 3,216 1,209 8,556 For cohort Keluhan Asma = Tidak 1,957 1,066 3,593 For cohort Keluhan Asma = Iya ,608 ,405 ,914

N of Valid Cases 75

8. Riwayat Penyakit Pernafasan

Riwayat Penyakit Pernafasan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Tidak Ada 25 33,3 33,3 33,3

Ada 50 66,7 66,7 100,0

Total 75 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Riwayat Penyakit Pernafasan * Keluhan Asma 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%

Riwayat Penyakit Pernafasan * Keluhan Asma Crosstabulation

Keluhan Asma Total

Tidak Iya

Riwayat Penyakit Pernafasan

Tidak Ada Count 16 9 25

% within Riwayat Penyakit Pernafasan 64,0% 36,0% 100,0%

Ada Count 18 32 50

% within Riwayat Penyakit Pernafasan 36,0% 64,0% 100,0%

Total Count 34 41 75

% within Riwayat Penyakit Pernafasan 45,3% 54,7% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5,273a 1 ,022 Continuity Correctionb 4,203 1 ,040 Likelihood Ratio 5,305 1 ,021 Fisher's Exact Test ,028 ,020

Linear-by-Linear Association 5,202 1 ,023 N of Valid Cases 75 a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,33. b. Computed only for a 2x2 table

Page 157: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Riwayat Penyakit Pernafasan (Tidak Ada / Ada) 3,160 1,162 8,593 For cohort Keluhan Asma = Tidak 1,778 1,109 2,851 For cohort Keluhan Asma = Iya ,563 ,321 ,987

N of Valid Cases 75

9. Waktu & Lama Kerja

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Waktu Kerja 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0% Lama Kerja 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Waktu Kerja

Mean 15,01 ,380

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 14,26

Upper Bound 15,77

5% Trimmed Mean 15,09

Median 15,00

Variance 10,851

Std. Deviation 3,294

Minimum 8

Maximum 20

Range 12

Interquartile Range 6 Skewness -,154 ,277

Kurtosis -1,023 ,548

Lama Kerja

Mean

24,47

,657

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 23,16

Upper Bound 25,78

5% Trimmed Mean 24,42

Median 25,00

Variance 32,360

Std. Deviation 5,689

Minimum 15

Maximum 36

Range 21

Interquartile Range 9 Skewness -,087 ,277

Kurtosis -,856 ,548

Page 158: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Waktu Kerja ,100 75 ,060 ,955 75 ,009 Lama Kerja ,099 75 ,067 ,959 75 ,016

a. Lilliefors Significance Correction

Group Statistics

Keluhan Asma N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Waktu Kerja Tidak 34 14,26 2,937 ,504

Iya 41 15,63 3,477 ,543

Lama Kerja Tidak 34 23,41 5,332 ,914

Iya 41 25,34 5,889 ,920

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Waktu Kerja

Equal variances assumed

1,471 ,229 -1,820 73 ,073 -1,369 ,752 -2,869 ,130

Equal variances not assumed

-1,849 72,968 ,068 -1,369 ,741 -2,845 ,107

Lama Kerja

Equal variances assumed

,648 ,423 -1,474 73 ,145 -1,930 1,309 -4,539 ,679

Equal variances not assumed

-1,488 72,406 ,141 -1,930 1,297 -4,515 ,655

Page 159: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Uji Variabel Perancu

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a

Kel_Pendidikan ,450 ,540 ,696 1 ,404 1,569 ,545 4,518

Rokok 1,113 ,916 1,478 1 ,224 3,044 ,506 18,321

Jumlah_Rokok ,319 ,939 ,116 1 ,734 1,376 ,218 8,665

Penyakit_Nafas 1,173 ,608 3,719 1 ,054 3,232 ,981 10,650

Waktu_Kerja -,015 ,132 ,014 1 ,907 ,985 ,760 1,275

Lama_Kerja -,078 ,071 1,211 1 ,271 ,925 ,806 1,063

Intake 1,866 1,115 2,801 1 ,094 6,462 ,727 57,461

Constant ,043 2,248 ,000 1 ,985 1,044

Step 2a

Kel_Pendidikan ,459 ,535 ,737 1 ,391 1,583 ,555 4,514

Rokok 1,090 ,893 1,489 1 ,222 2,975 ,516 17,136

Jumlah_Rokok ,342 ,918 ,139 1 ,710 1,408 ,233 8,512

Penyakit_Nafas 1,173 ,609 3,711 1 ,054 3,232 ,980 10,662

Lama_Kerja -,078 ,071 1,222 1 ,269 ,925 ,805 1,062

Intake 1,780 ,841 4,481 1 ,034 5,932 1,141 30,842

Constant -,156 1,475 ,011 1 ,916 ,856

Step 3a

Kel_Pendidikan ,468 ,533 ,771 1 ,380 1,597 ,562 4,541

Rokok 1,354 ,551 6,036 1 ,014 3,873 1,315 11,407

Penyakit_Nafas 1,167 ,606 3,705 1 ,054 3,213 ,979 10,548

Lama_Kerja -,073 ,069 1,128 1 ,288 ,929 ,812 1,064

Intake 1,758 ,838 4,405 1 ,036 5,802 1,123 29,970

Constant -,263 1,442 ,033 1 ,855 ,769

Step 4a

Rokok 1,436 ,543 6,984 1 ,008 4,203 1,449 12,193

Penyakit_Nafas 1,188 ,606 3,852 1 ,050 3,282 1,002 10,754

Lama_Kerja -,074 ,069 1,167 1 ,280 ,929 ,812 1,062

Intake 1,812 ,838 4,678 1 ,031 6,121 1,185 31,612

Constant -,066 1,416 ,002 1 ,963 ,936

Step 5a

Rokok 1,359 ,528 6,633 1 ,010 3,892 1,384 10,949

Penyakit_Nafas ,969 ,558 3,010 1 ,083 2,635 ,882 7,871

Intake 1,196 ,597 4,009 1 ,045 3,305 1,026 10,652

Constant -1,497 ,558 7,212 1 ,007 ,224

Step 6a

Rokok 1,344 ,515 6,819 1 ,009 3,833 1,398 10,508

Intake 1,388 ,581 5,715 1 ,017 4,009 1,284 12,513

Constant -,906 ,409 4,892 1 ,027 ,404

Page 160: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a

Rokok 1,414 ,601 5,543 1 ,019 4,114 1,267 13,356

Intake 1,504 ,769 3,826 1 ,050 4,500 ,997 20,311

Variabel_Interaksi -,269 1,160 ,054 1 ,816 ,764 ,079 7,415

Constant -,944 ,445 4,496 1 ,034 ,389 a. Variable(s) entered on step 1: Rokok, Intake, Variabel_Interaksi.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Intake 1,295 ,549 5,567 1 ,018 3,652 1,245 10,712

Constant -,197 ,281 ,489 1 ,485 ,821 a. Variable(s) entered on step 1: Intake.

Page 161: HUBUNGAN PAJANAN PARTIKEL DEBU TERHIRUP (PM ) …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35954/1/Agus Dwi... · Bagus Kuning, Kec. Plaju, Kota Palembang, ... (PBL) Puskesmas

FOTO KEGIATAN PENELITIAN