Hubungan Keperibadian Dan Sikap Keagamaan
-
Upload
mayora-ulfa -
Category
Documents
-
view
44 -
download
0
description
Transcript of Hubungan Keperibadian Dan Sikap Keagamaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebah istilah yang sangat kompleks dimana memaknai sebuah kata
tersebut melalui kaca mata yang di gunakan. Sebelum isltilah ini muncul
tentunya ada sebuah Disiplin ilmu yang menyebabkan istilah tersebut muncul
yaitu Psikologi, atau lebih Simpleks lagi Psikologi kepribadian.
Selain itu ada jugak yang mempunyai pendapat bahwa, Munculnya istilah
kepribadian itu dari ilmu jiwa agama, dimana istilah itu pengambilanya di
sesuaikan dengan ruang metafisik yaitu Jiwa. kepribadian mewakili
karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan
perilaku yang konsisten.
Dalam teori-teori kepribadian, kepribadian terdiri dari antara lain trait dan
tipe (type). Trait sendiri dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang
menggambarkan unit/dimensi dasar dari kepribadian. Trait menggambarkan
konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda.
Sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait.
Tidak jarang juga aspek-aspek tersebut merupakan pertentangan-
pertentangan antara satu dengan yang lainya, sehingga terjadi kepecahan
pribadi. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity
dan generality yang lebih besar daripada trait.
Dari pembahasan di atas sangat menarik bila di bahas lebih detail tentang
bagaimana ruang lingkup sebuah tema tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian kepribadian?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem utama dalam kepribadian?
3. Apa yang dimaksud dengan sikap keagamaan?
4. Bagaimana hubungan keperibadian dan sikap keagamaan ?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana pengertian kepribadian
2. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan sistem utama dalam
kepribadian
3. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan sikap keagamaan
4. Untuk mengetahui Bagaimana hubungan keperibadian dan sikap
keagamaan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terorganisir dan terdiri
atas disposisi-disposisi psikis serta fisis yang memberikan kemungkinan-
kemungkinan untuk membedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi
yang lainya.
Disposisi itu ialah kesediaan kecenderungan-kecenderungan untuk
bertingkah laku tertentu, yang sifatnya lebih kurang, tetap atau konstan, dan
terarah pada tujuan tertentu (bahasa latin deposito = ketentuan, ketetapan).
Selain itu juga satu kesatuan organisasi jasmani dan rohani yang dinamis,
yang selalu akan mengalami perubahan dan perkembangan.
Kepribadian merupakan satu struktur totalitas atau struktur unitas multipleks,
dimana seluruh aspek-aspeknya berhubungan erat satu sama lainya.
Aspek-aspek tersebut merupakan satu harmoni yang bekerja sama dengan
yang lainya. Tidak jarang juga aspek-aspek tersebut merupakan
pertentangan-pertentangan antara satu dengan yang lainya, sehingga terjadi
kepecahan pribadi.
Satu totalitas itu bukan hanya merupakan satu penjumlahan dari bagian-
bagian, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagikan dan
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainya. Namun demikian semua
aspek kepribadian itu harus dilihat dalam hubungan konteksnya, sehingga
bisa berwujud satu kesatuan yang terorganisir.
Sehingga dengan demikian setiap orang itu mempunyai kepribadianya
sendiri yang khas, yang tidak identik, diganti atau disubstitusikan dengan
orang lain. Jadi ada ciri-ciri atau sifat-sifat individual pada aspek-aspek
psikisnya yang bisa membedakan dengan yang lainya.
3
B. Sistem Utama Dalam Kepribadian
Suatu model struktural yang tidak lagi menggambarkan fungsi mental
sebagai terdiri dari subsistem-subsistem yang terpisah dan dibatasi secara
kaku.
Model struktural menggambarkan pikiran manusia sebagai campuran atau
gabungan dari kekuatan-kekuatan di mana bagian-bagiandari kepribadian
sadar juga dapat mengandung isi tak sadar. Model struktural yang di maksud
adalah Id, Ego, Super Ego. Dimana memasukkan semua fungsi mental yang
sebelumnya diberikan kepada ketidaksadaran dan keprasadaran.
Pembagian jiwa menjadi tiga bagian ini tidak menggantikan model
topografis, tetapi model ini membantunya untuk menjelaskan gambaran-
gambaran mental menurut fungsi-fungsi atau tujuan-tujuanya.
1. Id
Pada inti kepribadian dan sama sekali tidak disadari setiap individu
terdapat wilayah psikis yang disebut id.
Dilihat dalam perkembanganya id adalah bagian tertua dari
kepribadian. Pada mulanya segala galanya adalah id. Karena id adalah
bagian kepribadian yang sangat primitif yang sudah beroprasi sebelum
bayi berhubungan dunia luar, maka ia mengandung semua dorongan
bawaan yang tidak di pelajari psikoanalisi disebut insting-insting.
Ciri id itu sendiri disebut sebagai kawah yang penuh dengan dorongan
yang mendidih, berisi energi proses organik dari insting-insting dan
berjuang menuju ke suatu tujuan: kepuasan segera hasrat-hasratnya.
Id berada dan beroprasi dalam daerah unconscious, mewakili
subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan
erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang
digunakan untuk mengoprasikan sistem dari struktur kepribadianya.
Id beroprasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id,
kenikmatan adalah kenikmatan yang relatif inaktif atau tingkat energi
4
yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan enerji yang
mendambakan kepuasan.
Jadi ketika ada stimuli yang memicu enerji untuk bekerja sehingga
timbul tegangan enerji-Id yang beroprasi dengan prinsip kenikmatan dan
berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu kemudian
mengmbalikan diri ke tingkat energi yang rendah.
Pleasure Principle diproses dengan dua cara, tindak refleks (refleks
actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah
reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata-
dipakai untuk menangani pemuasan ransang sederhana dan biasanya
segera dapat dilakukan. Sedangkan proses primer adalah reaksi
membayangkan atau menghayal sesuatu yang dapat mengurangi atau
menghilangkan tegangan ini dipakai untuk menangani stimulus
kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting
ibunya. Proses membentuk gambaran obyek yang dapat mengurangi
tegangan, disebutnya pemenuhan hasrat (wish fulfillment), misalnya
mimpi, lamunan, dan halunisasi psikotik.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan
khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan.
Id tidak mampu membedakan benar ataupun salah, tidak tau moral. Jadi
harus di kembangkan untuk memperoleh jalan yang khayalan itu secara
nyata, yang memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru
khususnyamasalah moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id
memunculkan ego.
2. Ego
Ego adalah aku atau diri yang tumbuh dari id pada masa bayi dan
menjadi sumber dari individu untuk berkomunikasi dengan dunia luar.
Dengan adanya ego, individu dapat membedakan dirinya dari lingkungan
di sekitarnya dan dengan demikian terbentuknya inti yang
mengintegrasikan kepribadian. Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan
5
organisme yang memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan
kenyataan objektif.
Ego beroprasi mengikuti prinsip realita (reality principle) dan
beroperasi menurut proses sekunder . Usaha memperoleh kepuasan yang
dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda
kenikmatan sampai ditemukanya obyek yang nyata-nyata dapat
memuaskan kebutuhan.
Prinsip realita itu dikerjakan melalui proses sekunder (secondary
process), yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah
rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses pengujian diatas
disebut uji realita (reality testing), dari cara kerjanya dapat difahami
sebagian besar daerah operasi ego berada di kesadaran, namun ada
sebagian kecil ego beroperasi di daerah prasadar dan daerah taksadar.
Sebagai jiwa yang berhubungan dengan dunia luar, ego menjadi bagian
dari kepribadian yang mengambil keputusan atau eksekutif kepribadian.
Ego dikatakan eksekutif kepribadian karena ego mengontrol pintu-pintu
ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan ke mana ia akan
memberikan respons, dan memutuskan insting-insting manakah yang
akan dipuaskan dan bagaimana caranya.
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif, ego harus
mempertimbang-kan tuntutan-tuntutan dari id dan super ego yang
bertentangan dan tidak realistik. Disamping kedua tiran ini, ego harus
juga melaksanakan penguasa ketiga dunia luar. Dengan demikian, ego
terus menerus mendamaikan tuntutan-tuntutan id dan super ego dengan
tuntutan-tuntutan realistik dari duia luar.
Perihal di atas tidak mudah dan sering mengakibatkan tegangan
yang berat pada ego. Karena merasa dirinya di kepung oleh ketiga
kekuatan yang berbeda dan bermusuhan itu, ego menjadi cemas. Ego
kemudian mengadakan represi dan mekanisme-mekanisme pertahanan
lain untuk mempertahankan dirinya tanpa membiarkan elemen-elemen
yang mengancam masuk ke dalam kesadaran.
6
3. Super Ego
Komponen struktural ketiga kepribadian adalah super ego. Dimana
super ego adalah bagian moral atau etis dari kepribadian. Super ego
mulai berkembang pada waktu ego menginternalisasikan norma-norma
sosial dan moral. Super ego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai
dan cita-cita tradisional masyarakat, sebagaimana diterangkan orang tua
kepada anak dan dilaksanakan dengan cara memberikan hadiah atau
hukuman.
Prinsip realitas primer atau awal direpresentasikan oleh suprioritas
ayah (ayah genetis) yang melakukan penaklukan terhadap hasrat bayi
atau subjek. Di sini, figur ayah hadir sebagai “pengebiri” relasi imajiner
ibu-bayi. Sementara prinsip realitas sekunder (dalam pengertian
tingkatan, bukan kadar) direpresentasikan oleh nilai atau norma dalam
masyarakat. Nilai atau norma dalam masyarakat kristalisasi nilai kultural
dari the great man yang bekerja secara efektif melalui larangan dan
hukuman.
Larangan dan hukuman tersebut bekerja dengan dua cara, yaitu
dengan hukum tertulis (hukum legal) dan lisan (psike masa). Pada subjek,
larangan dan hukuman mengkontaminasi kesadaran dan ketidak sadaran
(berupa rasa takut dan bersalah). Incest merupakan contoh larangan
kultural yang menghambat perkembangan hasrat seksual pada kesadaran.
C. Sikap Keagamaan
Sikap keagamaan dalam agama terdiri dari berbagai pengaruh
terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, dari pendidikan yang kita
terima pada masa kanak-kanak, berbagai pendapat dan sikap orang-orang
di sekitar kita, dan berbagai tradisi yang kita terima dari masa lampau.
Mungkin kita cendrung menganggap faktor ini kurang penting dalam
perkembangan agama kita dibandingkan dengan penelitian para ahli
psikologi.
7
Tidak ada seorang pun di antara kita dapat mengembangkan sikap-
sikap keagamaan kita dalam keadaan terisolasi dari saudara-saudara kita
dalam masyarakat. Sejak masa kanak-kanak hingga masa tua kita
menerima dari perilaku orang-orang di sekitar kita dan dari apa yang
mereka katakan berpengaruh terhadap sikap-sikap keagamaan kita. Tidak
hanya keyakinan-keyakinan kita yang terpengaruh oleh faktor-faktor
sosial, pola-pola eksperesi emosianal kita pun, sampai batas terakhir, bisa
dibentuk oleh lingkungan sosial kita.
Faktor-faktor sosial juga tampak jelas dalam pembentukan
keyakinan keagamaan, tetapi secara prinsip ia tidak melalui penampilan
yang berlandasan penalaran sehingga keyakinan-keyakinan seseorang
terpegaruh oleh orang lain.
Tidak diragukan sama sekali bahwa penalaran memainkan peranan
dalam intraksi timbal-balik di antara berbagai sistem keyakinan banyak
orang, tetapi peranan jauh lebih kecil dibandingkan dengan proses-proses
psikologik lain yang non-rasional. Tidak ada seseorang pun dapat
beranggapan banwa cara untuk mengajarkan tentang Tuhan kepada anak
kecil adalah dengan mengemukakan argumen rasioanal mengenai adanya
Tuhan itu.
Pengajaran harus dilakukan lebih dahulu, sedangkan saat bagi
argumen-argumen penegasan tentang kebenaran ajaran-ajaran agama
yang diberikan oleh orang-orang terhormat (terutama bila penegasannya
diulang-ulang dan dengan penuh keyakinan) mungkin berpengaruh yang
didasarkan atas penalaran, adalah sugesti. Agar kita dapat memahami
faktor sosial dalam agama itu, kita harus menelaah psikologi segesti ini.
Ahli psikologi tidak mau membicarakan masalah-masalah filosofik yang
berkaitan dengan hakikat kewajiban-kewajiban filosofik yang berkaitan
dengan hakikat kewajiban-kewajiban yang disebabkan oleh hukum moral
itu. Hukum moral bisa dianggap sebagai sistem tatanan sosial yang
dikembangkan oleh suatu masyarakat dan diteruskan kepada generasi-
genarasi berikutnya melalui proses pengkondisian sosial. Di pihak lain, ia
8
juga dapat dianggap sebagai sistem kewajiban yang mengikat manusia
tanpa mempermasalahkan apakah sistem itu bermanfaat atau tidak dilihat
dari sisi sosial.
Sejumlah masyarakat menyatakan bahwa kewajiban-kewajiban ini
dikendalikan secara intuitif; sementara masyarakat-masyarakat lainnya
berpendapat bahwa kewajiban-kewajiban itu bisa didedukasikan dengan
berbagai proses penalaran, dan masyarakat-masyarakat lainnya lagi
menganggpa kewajiban-kewajibab itu diwahyukan [oleh Tuhan] secara
adikodrati. Apapun jawaban yang bisa diberikan terhadap persoalan-
persoalan etik ini, masalah yang penting bagi ahli psikologi adalah bahwa
konflik moral itu merupakan fakta psikologik yang benar-benar ada.
D. Hubungan Keperibadian Dan Sikap Keagamaan
1. Struktur kepribadian Sigmound freud
Merumuskan sistem kepribadian menjadi tiga sistem. Ketiga sistem
itu dinamainya id, ego dan super ego. Dalam diri orang yang memilki
jiwa sehat ketiga sistem itu bekerja dalam susunan yang harmonis. Segala
bentuk tujaun dan segala gerak-geriknya selalu memenuhi keperluan dan
keinginan manusia yang pokok. Sebaliknya kalau ketiga sistem itu
bekerja secara bertentangan, maka orang tersebut dinamainya sebagai
orang yang tak dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan
dirinya dan lingkingannya. Dengan kala lain efisiensinya menjadi
berkurang.
a. Id (das es)
Sebagai suatu sistem Id mempunyai fungsi menunaikan prinsip
kehidupan asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah.
Dengan kata lain Id mengemban prinsip kesenangan (Pleasure
Principle), yang tujuanya untuk membebaskan manusia dari
ketegangan dorongan naluri dasar: makamn, minum, seks dll.
9
b. Ego (das es)
Ego merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan Id
ke keadaan yang nyata. Freud menamakan misi yang di emban oleh
ego sebagai prinsip kenyataan (objektive atau reality principle).
Segala bentuk dorongan naluri dasar dari Id hany dapat direalisasi
dalam bentuk nyata melalui bantuan ego. Ego juga mengandung
prinsip kesadaran
c. Super Ego (das Uber ich)
Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur mural dan keadilan.
Maka sebagian besar Super Ego mewakili alam ideal. Tujuan Super
Ego adalah membawa individu kearah kesempurnaan sesuai dengan
pertimbangan keadilan dan moral. Ia merupakan kode modal
seseorang dan berfungsi pula sebagai pengawas tindakan yang
dilakukan oleh ego. Jika tindakan itu sesuai dengan pertimbangna
moral dan keadilan, maka ego mendapat ganjaran berupa rasa puas
atau senang. Sebaliknya jika bertentangan, maka ego menerima
hukuman berupa rasa gelisah dan cemas. Super Ego mempunyai dua
anak sistem, yaitu ego ideal dan hati nurani.
2. H.J Eysenck
Menurut Eysenck kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan
disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis
berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya, diurut dari yang paling
bawah ke yang paling tinggi adalah:
a.Specifik response, yaitu tindakan atau respon yang terjadi pada suatu
keadaan atau kejadian tertentu, jadi khusus sekali.
b. Habitual response, mempunyai corak yang lebih umum dari pada
Specifik response, yaitu respon-respon yang berulang-ulang terjadi saat
individu menghadapi kondisi atau situasi yang sama.
c.Trait, yaitu terjadi saat Habitual response yang saling berhubungan satu
sama lain dan cenderung ada pada individu tertentu.
10
d. Tipe, yaitu organisasi dalam individu yang lebih umum, lebih
mencakup lagi.
3. Sukamto M.M
Meskipun keempat aspek itu masing-masing mempunyai fungsi,
sifat, komponen, prinsip kerja, dinamika sendiri-sendiri, namun
keempatnya berhubungan dengan erat dan tidak dapat dipisahkan.
a. Qalb
Adalah hati yang menurut istilah kata atau terminologis adalah
sesuatu yang berbolak balik (sesuatu yang lebih), berasal dari kata
Qolaba, artinya membolak-balikan. Qalb bisa diartikan hati sebagai
hati sekepal(biologis), dan juga bisa bersrti’ kehatian’ (nafsiologis).
Ada sebuah hadist nabi riwayat bukhari muslim berbunyi sebagai
berikut: “ ketehuilah bahwa didalam tubuh ada sekepal daging.
Kalau itu baik, baiklah seluruh tubuh. Kalau itu rusak- rusak lah
seluruh tubuh. Itulah qalb”
Secara nafsiologis qalb disini dapat diartikan sebagai radar
kehidupan dilaksanakan. Qalb adalah reservoir energi nafsiah yang
menggerakkan ego dan fuad. Dilihat dari beberapa segi, ada
kecenderungan bahwa teori freud tentang Id mirip dengan karakter
hati yang tidak berisi iman, yaitu qalb yang selalu menuntut kepuasan
dan menganut prinsip kesenangna (pleasure principle). Ia
menghendaki agar segala sesuatu segera dipenuhi atau dilaksanakan.
Kalau satu segi sudah terpenuhi, ia menuntut lagi yang lain, dan
begitu seterusnya. Ia menjadi anak manja dari kepribadian.
b. Fuad
Fuad adalah perasaan yang terdalam dari hati yang sering kita
sebut hati nurani (cahaya mata hati) dan berfungsi sebagai penyimpan
daya ingatan. Ia sangat sensitif terhadap gerak atau dorongan hati dan
merasakan akibatnya, kalau hati kufur, Fuad pun kufur dan
menderita. Kalau hati bergejolak karena terancam oleh bahaya atau
hati tersentuh oeh siksaan batin, fuad terasa seperti terbakar. Kalau
11
hati tenang, Fuad pun tentram dan senang. Satu segi kelebihan fuad
dibanding dengan hati ialah, bahwa fuad itu dalam situasi yang
bagaimanapun, tidak bisa dusta. Ia tidak bisa menghianati kesaksian
terhadap yang dipantulkan oleh hati dan apayang diperbuat oleh ego.
Ia berbicara apa adanya. Berbagai rasa yang dialami oleh fuad
ditutukan dalam al-quran sebagai berikut:
1) Fuad bisa bergoncang gelisah (Qs al-Qashas: 10)
Dan fuad ibu musa menjadi bingung (kosong) Hampir saja
ia membukakan rahasia (Musa), Jika aku tidak meneguhkan
hatinya, sehingga ia menjadi: orang yang beriman.
2) Dengan diwahyukannya al-quran kepada Nabi, fuad Nabi menjadi
teguh (QS al-furqan: 32)
Dan orang-orang kafir bertanya: “ mengapa al-quran tidak
diturunkan kepadanya dengan sekaligus”? Demikianlah, karena
dengan (cara) itu, Aku hendak meneguhkan fuadmu, dan aku
bacakan itu dengan tertib (sebaik-baiknya)
3) Fuad tidak bisa berdusta (QS Anm Najm: 11): Fuad tidak
berdusta tentang apa yang dilihatnya.
4) Orang yang zalim hatinya kosong (bingung). (QS Ibrahim:43):
Dengan terburu-buru sambil menundukkan kepala, mereka tidak
berkedip, tetapi fuadnya kosong (bingung)
5) Orang musrik, fuad dan pandanganya dibolak-balikan atau
diguncang (QS al-an’am: 110): Aku goncangkan fuad dan
pandangan mereka (kaum musrikin), sebagaimana jejak semula
mereka tidak mau beriman, dan aku biarkan mereka dalam
kedurhakaanya mengembara tanpa arah tertentu.
c. Ego
Aspek ini timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan
secara baik dengan dunia kenyataan (realitas). Ego atau aku bisa
dipandang sebagai eksekutif kepribadian, mengntrol cara-cara yang
ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan, memilih objek-objek yang
12
bisa memenuhi kebutuhan, mempersatukan pertentangan-pertenangan
antara qalb dengan fuad dengan dunia luar. Ego adalah derivat dari
qalb dan bukan untuk merintanginya. Kalau qalb hanya mengenal
dunia sesuatu yang subyektif dan yang objek (dunia realitas).
Didalam fungsinya, Ego berpegang pada prinsip kenyataan atau
realiti principle. Tujuan prinsip kenyataan ini adalah mencari objek
yang tepat (serasi), Untuk mereduksikan keteganganya yang timbul
dalam organisme. Ia merumuskan suatu rencana pemuasan kebutuhan
dan mengujinya (biasanya dengan tindakan). Untuk mengetahui
apakah rencana tersebut berhasil atau tidak.
d. Tingkah laku
Nafsiologi kepribadian berangkat dari kerangka acuan dan asumsi
asumsi subyektif tentang tingkah laku manusia, karena menyadari
bahwa tidak seorangpun bisa bersifat objektif sepenuhnya dalam
mempelajari manusia. Tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan
pengalaman yang di sadari oleh pribadi. Kesadaran merupakan sebab
dari tingkah laku. Artinya, bahwa apa yang dipikir dan dirasakan oleh
individu itu menentukan apa yang akan dikerjakan, adanya nilai yang
dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta
menentukan tingkah lakunya.
Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku dalam
nafsiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal.
Orang yang disebut normal adalah orang yang seoptimal mungkin
melaksanakan iman dan amal soleh disegala tempat. Kebalikan dari
ketentuan itu adalah abnormal yaitu, sifat-sifat dholim, fasik, syirik,
kufur, nifak, dan sejenis itu.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terorganisir dan terdiri
atas disposisi-disposisi psikis serta fisis yang memberikan kemungkinan-
kemungkinan untuk membedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi
yang lainya.
Suatu model struktural yang tidak lagi menggambarkan fungsi mental
sebagai terdiri dari subsistem-subsistem yang terpisah dan dibatasi secara
kaku. Model struktural menggambarkan pikiran manusia sebagai campuran
atau gabungan dari kekuatan-kekuatan di mana bagian-bagiandari
kepribadian sadar juga dapat mengandung isi tak sadar. Model struktural
yang di maksud adalah Id, Ego, Super Ego. Dimana memasukkan semua
fungsi mental yang sebelumnya diberikan kepada ketidaksadaran dan
keprasadaran.
Sikap keagamaan dalam agama terdiri dari berbagai pengaruh terhadap
keyakinan dan perilaku keagamaan, dari pendidikan yang kita terima pada
masa kanak-kanak, berbagai pendapat dan sikap orang-orang di sekitar kita,
dan berbagai tradisi yang kita terima dari masa lampau. Mungkin kita
cendrung menganggap faktor ini kurang penting dalam perkembangan agama
kita dibandingkan dengan penelitian para ahli psikologi.
B. Saran
Penulis telah berusaha maksimal dengan kemampuan yang ia punya, tentu
masih banyak kekurangan yang tanpa sengaja, untuk itu penulis terbuka untuk
menerima kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan penulisan-
penulisan selanjutnya.
14
KATA PENGANTAR
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan
dan kekeliruan baik dalam penulisan maupun materi yang disajikan, oleh karena
itu kami sangat mengharapkan masukan serta kritik dan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Atas kritik dan saran
yang disampaikan nantinya kami ucapkan terima kasih.
Bengkulu, 2015
Penulis
15i
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar......................................................................................................i
Daftar Isi ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian..........................................................................3
B. Sistem Utama Dalam Kepribadian.........................................................4
C. Sikap Keagamaan...................................................................................7
D. Hubungan Keperibadian Dan Sikap Keagamaan.................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................................14
B. Saran ......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... iii
16
ii
MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA
Hubungan Kepribadian dan Sikap Keagamaan
Disusun Oleh : Purzan Supri1416713347
Dosen Pembimbing :Triyani Pujiastuti, S. Sos. I., MA. Si
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INTSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2015
17
DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta:1996), PT. RajaGrafindo Persada.
Purwanto, Yadi, Psikologi Kepribadian, (Bandung: 2007), PT. Refika Aditama.
Jalaludin, Drs. 2000. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Jalaludin, Drs. Dan Ramayulis, Drs. 1987. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta:
Kalam Mulia.
Darajat, Zakiah. 1989. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
18iii