HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

64
HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR PASIEN POLI PSIKIATRI RSUD PIRNGADI MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: ALZERESSY PUTRI NIM: 130600117 Pembimbing: Nurdiana, drg., Sp.PM Aida Fadhilla Darwis, drg., MDSc FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 Universitas Sumatera Utara

Transcript of HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Page 1: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN

SINDROM MULUT TERBAKAR PASIEN

POLI PSIKIATRI RSUD PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ALZERESSY PUTRI

NIM: 130600117

Pembimbing:

Nurdiana, drg., Sp.PM

Aida Fadhilla Darwis, drg., MDSc

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 2: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2017

Alzeressy Putri

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR

PASIEN POLI PSIKIATRI RSUD PIRNGADI MEDAN

ix + 38 halaman

Kecemasan merupakan sinyal dan peringatan terhadap adanya suatu ancaman

yang berdasarkan tingkatannya dibagi menjadi kecemasan ringan, sedang, berat, dan

berat sekali. Keadaan tersebut dapat mengganggu kehidupan seseorang dan

memengaruhi kesehatan organ tubuh seperti jantung, ginjal, paru-paru, serta rongga

mulut. Salah satu kelainan rongga mulut yang dapat dipengaruhi oleh kecemasan

yaitu Sindrom Mulut Terbakar (SMT). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

hubungan kecemasan dengan SMT. Penelitian ini merupakan penelitian survei

analitik dengan pendekatan cross sectional yang melibatkan 50 orang pasien Poli

Psikiatri RSUD Pirngadi Medan dengan gejala utama kecemasan. Pemilihan sampel

pada penelitian ini dengan teknik non probability purposive sampling. Data penelitian

dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner Hamilton Rating Scale for Anxiety

(HRS-A) dengan wawancara langsung serta melakukan anamnesis dan pemeriksaan

klinis untuk diagnosis SMT. Analisis data dilakukan dengan Fisher’s Exact test.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu dari 50 subjek, pasien yang mengalami

SMT berjumlah 6 orang (12%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan SMT

(p=0,001), sementara itu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan

berdasarkan tingkatannya dengan tipe SMT (p=1,000). Kesimpulan penelitian ini

yaitu terdapat hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan terjadinya

Universitas Sumatera Utara

Page 3: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

SMT namun tidak berhubungan dengan tipe SMT serta ditemukan SMT tipe II

sebagai kelainan yang lebih banyak dijumpai pada pasien dengan gejala utama

kecemasan.

Daftar rujukan: 48 (1994-2016)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 25 Oktober 2017

Pembimbing: Tanda tangan 1. Nurdiana, drg., Sp.PM

NIP: 19780622 200502 2 002 .................................

2. Aida Fadhilla Darwis, drg., MDSc

NIP: 19860218 201012 2 004 .................................

Universitas Sumatera Utara

Page 5: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 25 Oktober 2017

TIM PENGUJI

KETUA : Nurdiana, drg., Sp.PM

Aida Fadhilla Darwis, drg., MDSc

ANGGOTA : Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si

Indri Lubis, drg

Universitas Sumatera Utara

Page 6: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

kasih karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul

“Hubungan Kecemasan dengan Sindrom Mulut Terbakar Pasien Poli Psikiatri RSUD

Pirngadi Medan” ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis untuk

mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara.

Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada

kedua orangtua terkasih, ayah Ir. Alusdin Sinaga dan ibu dr. Dumaria Situmorang,

serta abang Daniel, ST; adik Aldoni dan Melissa atas segala doa, motivasi, perhatian,

dan harapan selama penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih

kepada Nurdiana, drg., Sp.PM dan Aida Fadhilla Darwis, drg., MDSc selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah dengan sabar, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran dalam memberikan motivasi, arahan, dan saran yang sangat

berharga yang telah diberikan untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

terimakasih kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara;

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit

Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Wilda H. Lubis, drg., M.Si dan Indri Lubis, drg selaku tim penguji

skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran yang bermanfaat kepada

penulis;

4. Amrin Thahir, drg dan Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku Dosen

Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara;

5. Seluruh Staf Pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara, khususnya staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Mulut;

6. Kepala Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan dr. Mawar Tarigan, Sp.KJ

yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis dalam pelaksanaan

penelitian;

7. Teman-teman koass di Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan yang telah

memberikan motivasi dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

8. Kelompok kecil “Gavriela Eleanor”, Kak Yuki, Sere, Eva, dan Yolanda

yang telah menjadi keluarga bagi penulis;

9. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Dina, Marianne, Naro, Aude, Kiky, Ayu,

Kurnia, Destri, Maria, Tita, Lasti, Balindo serta seluruh teman-teman stambuk 2013

yang tidak dapat disebutkan satu persatu;

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran

yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat. Tiada lagi yang

dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur, semoga kasih karunia Tuhan Yang Maha

Esa selalu menyertai kita semua.

Medan, Oktober 2017

Penulis,

(Alzeressy Putri)

NIM.130600117

Universitas Sumatera Utara

Page 8: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3 1.4 Hipotesis ........................................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 4 1.5.1 Manfaat Teoritis ............................................................................. 4 1.5.2 Manfaat Praktis .............................................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan ........................................................................................ 5 2.1.1 Defenisi Kecemasan ....................................................................... 5 2.1.2 Etiopatogenesis Kecemasan ........................................................... 5 2.1.3 Gejala Kecemasan .......................................................................... 6 2.1.4 Tingkat Kecemasan ........................................................................ 7 2.1.5 Penilaian Kecemasan ...................................................................... 8 2.2 Sindrom Mulut Terbakar (SMT) ....................................................... 9 2.2.1 Defenisi SMT ................................................................................. 9 2.2.2 Etiologi SMT .................................................................................. 9 2.2.3 Gambaran Klinis dan Klasifikasi SMT .......................................... 12 2.2.4 Diagnosis ........................................................................................ 12 2.2.5 Penatalaksanaan ............................................................................. 13 2.3 Hubungan Kecemasan dengan Sindrom Mulut Terbakar ................. 13 2.4 Kerangka Teori .................................................................................. 15 2.5 Kerangka Konsep .............................................................................. 16

Universitas Sumatera Utara

Page 9: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 17 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 17 3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................... 17 3.4 Besar Sampel ..................................................................................... 17 3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................. 18 3.5.1 Kriteria Inklusi ............................................................................... 18 3.5.2 Kriteria Eksklusi ............................................................................. 19 3.6 Variabel Penelitian ............................................................................ 19 3.6.1 Variabel Bebas ............................................................................... 19 3.6.2 Variabel Terikat .............................................................................. 19 3.7 Defenisi Operasional ......................................................................... 19 3.8 Alat dan Bahan .................................................................................. 22 3.8.1 Alat Penelitian ................................................................................ 22 3.8.2 Bahan Penelitian ............................................................................. 22 3.9 Prosedur Penelitian ............................................................................ 22 3.9.1 Pengumpulan Data ......................................................................... 22 3.9.2 Pengolahan Data ............................................................................. 22 3.10 Analisis Data ................................................................................... 23 3.10.1 Data Univariat .............................................................................. 23 3.10.2 Data Bivariat ................................................................................ 23 3.11 Etika Penelitian ............................................................................... 23

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Data Univariat ..................................................................... 25 4.1.1 Data Demografi Subjek Penelitian ................................................. 25 4.1.2 Distribusi dan Frekuensi Kecemasan ............................................. 25 4.1.3 Distribusi dan Frekuensi SMT ....................................................... 26 4.1.4 Distribusi dan Frekuensi SMT Berdasarkan Tingkat Kecemasan . 26 4.2 Analisis Data Bivariat ....................................................................... 27 4.2.1 Hubungan Kecemasan Berdasarkan Tingkatannya dengan SMT .. 27 4.2.2 Hubungan Kecemasan Berdasarkan Tingkatannya dengan Tipe

SMT ............................................................................................... 28 BAB 5 PEMBAHASAN ..................................................................................... 29 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 33 6.2 Saran .................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 35 LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Page 10: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Data demografi ....................................................................................... 25

2 Distribusi dan frekuensi kecemasan berdasarkan tingkat kecemasan .... 26

3 Distribusi dan frekuensi SMT ................................................................ 26

4 Distribusi dan frekuensi SMT berdasarkan tingkat kecemasan ............. 27

5 Hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan SMT ............. 27

6 Hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan tipe SMT ...... 28

Universitas Sumatera Utara

Page 11: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent)

3. Kuesioner Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

4. Lembar pemeriksaan

5. Persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian kesehatan (Ethical

Clearance)

6. Surat selesai penelitian dari RSUD Pirngadi Medan

7. Hasil uji statistik

8. Rincian biaya

Universitas Sumatera Utara

Page 12: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasan merupakan sinyal dan peringatan terhadap ancaman baik internal

maupun eksternal.1,2 Gejala kecemasan yang bersifat akut atau kronik merupakan

komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan.3 National Comorbidity

Study United States melaporkan bahwa satu dari empat orang memenuhi kriteria

untuk mengalami satu gangguan kecemasan dengan prevalensi rata-rata 17,7%

selama 12 bulan terakhir.1 Kecemasan sering terjadi pada anak-anak dan remaja

dengan prevalensi rata-rata 6-17%. Gangguan kecemasan yang muncul saat usia

anak-anak dan remaja biasanya akan tetap ada hingga dewasa.4 Gangguan kejiwaan

berupa kecemasan dan depresi berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2013 menunjukkan prevalensi sebesar 6% di Indonesia.5

Kecemasan dapat dibedakan berdasarkan tingkatannya yaitu ringan, sedang,

berat, dan berat sekali. Tingkat kecemasan berat dan berat sekali dapat menyebabkan

perubahan fisiologis tubuh.2 Kecemasan juga dapat memengaruhi kesehatan organ

tubuh seperti jantung, ginjal, paru-paru, serta rongga mulut.6-8 Rongga mulut akan

bersifat reaktif terhadap pengaruh emosional seperti stres, kecemasan, dan depresi.8

Perubahan pada rongga mulut yang dapat dipengaruhi oleh kecemasan antara lain

liken planus, Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR), dan Sindrom Mulut Terbakar

(SMT).7,8 Penelitian Suresh et al. pada pasien dengan kecemasan diperoleh prevalensi

liken planus 5,7%, SAR 12%, dan SMT 2,87%.8

Sindrom mulut terbakar (SMT) merupakan kondisi rasa sakit dalam mulut

yang kronik, biasanya disertai dengan rasa terbakar atau panas pada lidah, bibir, dan

mukosa tanpa adanya kelainan patologik.9,10 SMT dapat diklasifikasikan menjadi 3

tipe berdasarkan variasi gejalanya. Tipe I untuk gejala yang meningkat sepanjang

hari, tipe II untuk gejala yang konstan sepanjang hari, dan tipe III untuk gejala yang

muncul secara intermiten.10 Lokasi yang paling sering terlibat SMT yaitu lidah dan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

berlangsung setidaknya 4-6 bulan.11 SMT merupakan gangguan yang biasanya terjadi

dalam rentang usia 38-78 tahun.10 Prevalensi SMT pada populasi umum yaitu 0,7-

15% dan lebih sering terjadi pada perempuan, dengan rasio perempuan dan laki-laki

adalah 7:1.10,11,12

SMT merupakan kelainan dengan etiologi yang belum diketahui secara pasti.

Gejala SMT yang bertahan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan pengaruh

buruk terhadap aktivitas penderitanya.13 Spanemberg et al. menyatakan bahwa

penderita SMT menunjukkan kualitas hidup yang rendah, dimana sindrom ini sangat

berkaitan terhadap perubahan emosional penderitanya.13 Menurut Kalati et al. pasien

SMT mengalami gangguan tidur sehingga dapat memperburuk kondisi penderitanya.

Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan insomnia, perubahan suasana hati, rasa

lelah, dan memengaruhi rasa sakit.14

Hubungan sebab-akibat antara kecemasan dengan SMT masih

diperdebatkan.15 Penelitian yang dilakukan Buljan et al. pada tahun 2008 mengenai

hubungan kecemasan, depresi, dan SMT pada 120 subjek ditemukan sebanyak 42

orang menderita SMT dengan tingkat kecemasan dan depresi lebih tinggi

dibandingkan subjek lainnya.16 Amenabar et al. pada tahun 2008 menyatakan bahwa

kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan kortisol dan berhubungan

dengan SMT. 17 Gao et al. pada tahun 2009 membandingkan kelompok SMT dengan

kelompok kontrol dan melaporkan bahwa kelompok SMT memiliki persentase

depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.12

Penelitian yang dilakukan oleh Bakhtiari et al. pada tahun 2010 tentang hubungan

SMT dan kecemasan pada usia tua di Tehran menyatakan bahwa terdapat perbedaan

kecemasan yang signifikan antara kelompok SMT dengan kelompok kontrol.18

Spanemberg et al. pada tahun 2011 mengatakan bahwa dari 40 kasus SMT dengan

rentang usia 25-81 tahun, sekitar 90% penderita SMT merasakan gelisah, tegang, dan

khawatir.19 Penelitian Suresh et al. pada tahun 2015 menunjukkan peningkatan

terjadinya SMT berdasarkan tingkat kecemasan yaitu kecemasan ringan 0%,

kecemasan sedang 25%, dan kecemasan berat 75%.8

Universitas Sumatera Utara

Page 14: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Penelitian mengenai hubungan kecemasan dengan SMT masih sedikit

dilakukan sehingga mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Penelitian mengenai hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan SMT

dan tipe SMT belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu

melakukan penelitian untuk melihat hubungan kecemasan dengan SMT pasien Poli

Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Berapakah prevalensi kecemasan berdasarkan tingkatannya pada pasien

Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan?

2. Berapakah prevalensi SMT pada pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi

Medan?

3. Berapakah prevalensi SMT berdasarkan tingkat kecemasannya pada pasien

Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan?

4. Apakah ada hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan SMT

pada pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan?

5. Apakah ada hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan tipe

SMT pada pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prevalensi kecemasan berdasarkan tingkatannya pada

pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.

2. Untuk mengetahui prevalensi SMT pada pasien Poli Psikiatri RSUD

Pirngadi Medan.

3. Untuk mengetahui prevalensi SMT berdasarkan tingkat kecemasannya pada

pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.

4. Untuk mengetahui hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan

SMT pada pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

5. Untuk mengetahui hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan

tipe SMT pada pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.

1.4 Hipotesis

1. Ada hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan SMT pada

pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.

2. Ada hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan tipe SMT pada

pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi pasien dengan

gejala utama kecemasan tentang hubungan kecemasan dengan SMT.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut

mengenai hubungan kecemasan dengan terjadinya SMT.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi dokter, dokter

gigi, dan tenaga medis lainnya baik dalam praktek pribadi maupun program

kesehatan tentang usaha promotif, preventif, dan kuratif yang dapat dilakukan untuk

mengatasi SMT pada pasien dengan gejala utama kecemasan.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

2.1.1 Defenisi Kecemasan

Istilah kecemasan berasal dari bahasa Yunani yaitu angh yang berarti suatu

keadaan terdesak.20 Defenisi kecemasan menurut Hawari adalah gangguan alam

perasaan yang ditandai dengan perasaan khawatir yang mendalam dan berkelanjutan,

tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, perilaku dapat terganggu tetapi

masih dalam batas normal.3 Kecemasan dapat disebabkan oleh stres yang berlebihan

dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama ketika seseorang merasa tidak

mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.21

Kecemasan dapat bersifat normal atau adaptif apabila memiliki manfaat.

Kecemasan yang bermanfaat misalnya yang dapat mendorong seseorang untuk

melakukan pemeriksaan medis secara reguler atau memotivasi seseorang untuk

belajar menjelang ujian.21 Kecemasan merupakan ketegangan dan antisipasi dari

adanya suatu ancaman.20 Kecemasan menjadi abnormal apabila tingkatannya tidak

sesuai dengan proporsi ancaman atau terjadi tanpa sebab. Kecemasan yang berat

dapat mengganggu kehidupan seseorang. 21

2.1.2 Etiopatogenesis Kecemasan

Kecemasan merupakan respon emosional subjektif terhadap suatu stresor atau

sumber stres.22 Beberapa hal yang dapat menjadi stresor yaitu masalah kesehatan,

hubungan sosial, ujian sekolah, pekerjaan, kondisi lingkungan, dan beberapa hal

lainnya yang merupakan sumber kekhawatiran.21

Stresor akan ditangkap melalui sistem saraf panca indra dan akan diteruskan

ke bagian pusat emosi yang disebut sistem limbik, melalui transmisi saraf atau

neurotransmitter.3 Neurotransmitter terdiri dari monoamin, asetilkolin, asam amino,

gamma-aminobutyric acid (GABA), peptida, substansi P, dan opioids. Monoamin

Universitas Sumatera Utara

Page 17: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

terdiri dari katekolamin (norepinefrin, epinefrin, dan dopamin), serotonin (5-

hydroxytryptamine), dan histamin.23 Neurotransmitter yang secara signifikan terlibat

dalam patofisiologi kecemasan adalah serotonin, norepinefrin, dan GABA.22

Serotonin memiliki fungsi dalam memberikan perasaan tenang dan mengalami

penurunan saat terjadinya kecemasan. Norepinefrin berperan dalam ekspresi

fisiologis terhadap kecemasan seperti pengaturan denyut jantung, tekanan darah,

memori, kesadaran, serta emosi dan mengalami peningkatan saat terjadinya

kecemasan. GABA merupakan neurotransmitter inhibitor yang menghalangi

penghantaran impuls di serabut saraf dan akan mengalami penurunan saat terjadinya

kecemasan.22,23 Bagian otak yang dipengaruhi oleh kecemasan dalam merespon

emosi serta menimbulkan gejala kecemasan yaitu amigdala yang berperan membuat

rasa takut, hipokampus yang berhubungan dengan daya ingat, batang otak yang

berperan dalam pernapasan dan peningkatan detak jantung, hipotalamus yang

mengaktivasi respon stres, talamus yang mengintegrasikan stimulus pancaindra, dan

basal ganglia yang menyebabkan tremor.22

2.1.3 Gejala Kecemasan

Gejala yang sering dikeluhkan orang yang mengalami kecemasan antara lain

merasa cemas, berfirasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung,

merasa tegang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian atau takut pada keramaian,

gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi,

gangguan daya ingat, serta beberapa keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot

dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.3

Gejala kecemasan dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:21

1. Gejala fisik yaitu gelisah, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat,

pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit

bernafas, jantung berdetak kencang, suara bergetar, jari-jari atau anggota tubuh

menjadi dingin, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, leher atau punggung

Universitas Sumatera Utara

Page 18: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

terasa kaku, gangguan sakit perut, panas dingin, sering buang air kecil, wajah terasa

memerah, dan merasa sensitif atau mudah marah.

2. Gejala tingkah laku yaitu berperilaku menghindar, dependen, dan mudah

terguncang.

3. Gejala kognitif yaitu khawatir tentang sesuatu, ketakutan terhadap sesuatu

yang terjadi dimasa depan, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan

ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa

dikendalikan, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, khawatir saat

ditinggal sendirian, dan sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran.

2.1.4 Tingkat Kecemasan

Kecemasan merupakan hal yang normal atau abnormal tergantung tingkat dan

durasi terjadinya, serta bagaimana seseorang menanggapinya.2 Tingkat kecemasan

terbagi atas:

1. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan merupakan perasaan yang timbul akibat suatu peristiwa

yang memerlukan perhatian khusus.2 Kecemasan ini berhubungan dengan

pengalaman menegangkan dalam merespon peristiwa sehari-hari.24 Kecemasan ini

akan menstimulasi peningkatan sensori dan membantu seseorang untuk belajar,

menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi dirinya

sendiri.2 Kecemasan ringan mempersiapkan seseorang untuk bertindak dan biasanya

memotivasi seseorang untuk membuat suatu perubahan dalam mencapai

tujuannya.2,24

2. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang merupakan kecemasan yang mengganggu sehingga

seseorang dapat merasa gugup atau gelisah.2 Kecemasan ini mengakibatkan kesulitan

untuk berkonsentrasi dan menjadi kurang waspada terhadap peristiwa yang terjadi

disekitarnya.22 Namun, seseorang dengan kecemasan ini mampu memproses

informasi yang didapat, menyelesaikan masalah, dan dapat fokus pada sesuatu hal

jika diarahkan untuk melakukannya.2,24

Universitas Sumatera Utara

Page 19: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

3. Kecemasan berat

Seseorang dengan kecemasan berat memiliki masalah dalam berpikir dan

mempertimbangkan.2 Perhatian menjadi sangat terbatas dan sulit untuk

menyelesaikan suatu tugas.22 Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci

dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi ketegangan.24 Gejala fisik yang dapat terjadi biasanya adalah sakit

kepala, palpitasi, dan insomnia. Gejala emosional yang dirasakan adalah

kebingungan, takut, dan perasaan menyeramkan.22

4. Kecemasan panik atau berat sekali

Kecemasan ini merupakan kecemasan yang hebat yang dirasakan seseorang.

Seseorang dengan kecemasan ini tidak memiliki kemampuan untuk fokus, terjadi

kesalahpahaman, dan kehilangan hubungan dengan realita sehingga dapat mengalami

delusi atau halusinasi.22 Kecemasan panik dihubungkan dengan perasaan mengerikan

yang diyakini dapat mengancam kehidupan, perasaan takut menjadi gila atau

kehilangan kendali.22 Individu yang mengalami kecemasan ini tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Periode yang berkepanjangan dari

kecemasan ini dapat menyebabkan kelelahan bahkan kematian.24

2.1.5 Penilaian Kecemasan

Tingkat kecemasan seseorang yang terbagi atas ringan, sedang, berat, atau

berat sekali dapat diketahui dengan menggunakan instrumen yang disebut Hamilton

Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Instrumen ini terdiri dari 14 kelompok gejala

dimana setiap kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Setiap

kelompok gejala diberi penilaian angka antara 0-4, yang artinya adalah nilai 0 = tidak

ada gejala (keluhan), nilai 1 = gejala ringan, nilai 2 = gejala sedang, nilai 3 = gejala

berat, nilai 4 = gejala berat sekali.3

Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh orang yang telah dilatih

untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai

dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan berdasarkan hasil penjumlahan

tersebut dapat diketahui tingkat kecemasan seseorang. Tingkat kecemasan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

berdasarkan total nilai yaitu tidak ada kecemasan = <14, kecemasan ringan = 14-20,

kecemasan sedang = 21-27, kecemasan berat = 28-41, dan kecemasan berat sekali =

42-56.3

Instrumen ini bukan dimaksudkan untuk menegakkan diagnosa gangguan cemas.

Diagnosa gangguan cemas ditegakkan dari pemeriksaan klinis oleh dokter atau

psikiater.3

2.2 Sindrom Mulut Terbakar (SMT)

2.2.1 Defenisi SMT

Sindrom Mulut Terbakar (SMT) didefinisikan sebagai nyeri sensasi terbakar

pada lidah atau mukosa oral tanpa adanya lesi pada rongga mulut.25 Sensasi terbakar

dapat terjadi unilateral atau bilateral dan cenderung berkurang saat makan atau

minum.26 International Association for the Study of Pain menyatakan SMT sebagai

kelainan khusus dengan karakteristik rasa terbakar kronis di rongga mulut atau rasa

nyeri tanpa adanya perubahan mukosa.27 SMT disebut juga stomatopirosis (sensasi

mulut terbakar), glossopirosis (sensasi lidah terbakar), stomatodinia (nyeri pada

mulut), glossodinia (nyeri pada lidah), dan disestesia oral (gangguan sensasi).18

2.2.2 Etiologi SMT

SMT merupakan kelainan pada rongga mulut yang kronis dan memiliki

gambaran klinis yang kompleks sehingga etiologinya dianggap multifaktorial.25

Etiologi SMT dapat dikelompokkan menjadi faktor lokal, sistemik, dan

psikogenik.26,28

1. Faktor lokal

a. Gigitiruan

Gigitiruan yang dihubungkan dengan SMT umumnya dipengaruhi oleh desain

dan bahan gigitiruan.25 Desain gigitiruan yang tidak tepat dapat menimbulkan sensasi

terbakar pada mulut karena peningkatan stres fungsional terhadap otot rongga

mulut.26 Gejala mulut terbakar ditemukan pada 50% pasien dengan desain gigitiruan

yang salah.29 Bahan gigitiruan juga dapat menyebabkan sensasi terbakar pada mukosa

Universitas Sumatera Utara

Page 21: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

mulut.26 Monomer sisa pada bahan gigitiruan akrilik merupakan salah satu penyebab

terjadinya SMT.10 Monomer methyl-methacrylate yang digunakan dalam pembuatan

gigitiruan menunjukkan reaksi positif terhadap tes tempel (patch test).25 Penggantian

gigitiruan pada pasien dapat menyembuhkan gejala SMT sebanyak 25%.29

b. Infeksi Rongga Mulut

Infeksi rongga mulut yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme

dikaitkan dengan SMT, terutama Candida albicans.30 Candida dapat menyebabkan

SMT dengan invasi ke jaringan mukosa, menyebabkan hipersensitivitas, atau dengan

memproduksi toksin.31

c. Xerostomia

Prevalensi SMT dengan keluhan xerostomia sekitar 46%-67%.32 Xerostomia

merupakan perasaan subjektif dimana mulut terasa kering. Xerostomia adalah simtom

yang sering dihubungkan dengan perubahan kualitas dan kuantitas saliva akibat

penyakit sistemik, pemakaian obat-obatan, dan radioterapi. Pasien dengan xerostomia

sering mengeluhkan bahwa mulutnya terasa kering dan terbakar.26

d. Kebiasaan parafungsional

Kebiasaan parafungsional seperti bruxism dan menjulurkan lidah dapat

menstimulasi terjadinya SMT.29 Kebiasaan parafungsional memungkinkan terjadinya

perubahan neuropatik yang dapat menyebabkan gejala SMT. Aktivitas parafungsional

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti stres, karakteristik kepribadian, dan

kejiwaan.32

2. Faktor Sistemik

a. Defisiensi vitamin dan mineral

Defisiensi vitamin B1, B2, B6, B12, zat besi, dan asam folat dapat

dihubungkan dengan SMT. Pasien dengan defisiensi nutrisi mengalami SMT

sebanyak 2-33%.29 Defisiensi asam folat yang dihubungkan dengan angular cheilitis

dan glossodinia dapat mengakibatkan terjadinya SMT. Lidah akan mengalami atrofi

papila, hingga permukaan lidah menjadi licin dan berkilat.25 Defisiensi asam folat dan

vit B12 dapat menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan rasa

sakit dan terbakar di rongga mulut.33

Universitas Sumatera Utara

Page 22: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

b. Diabetes melitus

Hubungan antara SMT dengan diabetes melitus ditemukan pada 2-10%

pasien.29 SMT merupakan salah satu gejala dari diabetes yang seringkali dihubungkan

dengan xerostomia dan kandidiasis.25,26 Penderita diabetes lebih rentan mengalami

infeksi kandida yang dapat menimbulkan sensasi terbakar pada rongga mulut.25

Diabetes yang terkontrol dapat meningkatkan penyembuhan SMT.29

c. Perubahan hormon

Perubahan hormon dianggap sebagai faktor yang penting dalam terjadinya

SMT.10 Prevalensi perempuan perimenopause dan postmenopause yang datang ke

klinik kesehatan untuk gejala SMT sekitar 90% dan diketahui bahwa rasa nyeri akan

muncul dari 3 tahun sebelum, hingga 12 tahun setelah menopause.10,32 Gejala SMT

merupakan akibat dari penurunan hormon estrogen selama menopause.10 Produksi

hormon estrogen yang menurun dapat menyebabkan perubahan pada rongga mulut

sehingga menyebabkan gejala SMT.29

d. Obat-obatan

Obat antihipertensi merupakan obat-obatan yang paling berperan

mengakibatkan SMT, khususnya angiotensin converting enzyme inhibitors – ACE

inhibitors (contohnya: captropil, enalapril, lisinopril), diuretik, dan obat beta

blockers.29,30 Pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitors dapat mengalami glossitis.

Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya

xerostomia.26 Obat-obatan memiliki peran dalam mengurangi aliran saliva dengan

mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit.34

3. Faktor Psikogenik

Terdapat perdebatan mengenai kecemasan dan depresi sebagai penyebab atau

akibat terhadap nyeri dan sensasi terbakar di mulut.32 Beberapa gangguan psikologis

atau kejiwaan berperan dalam terjadinya SMT yaitu takut terhadap kanker, depresi,

gangguan kepribadian, dan kecemasan kronis.29 SMT dikatakan sebagai salah satu

gejala kecemasan dan depresi yang ditimbulkan oleh stres psikologis.26 Pasien SMT

berdasarkan fungsi psikologisnya akan sulit untuk berkonsentrasi, mudah merasa

pusing, dan memiliki perasaan yang sedih.29

Universitas Sumatera Utara

Page 23: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

2.2.3 Gambaran Klinis dan Klasifikasi SMT

Gejala utama SMT adalah timbulnya rasa terbakar atau rasa nyeri pada

mukosa oral, terjadi perubahan persepsi rasa atau disgeusia, dan xerostomia.35,36

Gejala lain dari SMT antara lain timbulnya rasa haus, sakit kepala, serta nyeri pada

sendi temporomandibular (TMJ), leher, bahu, dan otot suprahioid.36 Rasa terbakar

biasanya terjadi di 2/3 anterior lidah, diikuti oleh dorsum lidah, lateral lidah, anterior

palatum keras, dan mukosa labial. Rasa nyeri terjadi secara spontan tanpa faktor

penyebab yang dapat diidentifikasi. Rasa nyeri dapat berlanjut selama 4-6 bulan

dengan intensitas keparahan yang bervariasi. Lebih dari 70% pasien SMT mengalami

perubahan persepsi rasa yang biasanya dapat berupa rasa pahit, metalik, atau

campuran.35

Sindrom mulut terbakar dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan variasi dari

gejalanya. SMT tipe I memiliki gejala yang tidak muncul pada pagi hari yang akan

meningkat sepanjang hari dimana intensitas keparahan akan memuncak pada sore

hari.29,36 SMT tipe II ditandai dengan gejala konstan yang terjadi disepanjang hari.29,36

SMT tipe III digambarkan dengan gejala yang dapat muncul secara intermiten dan

terjadi pada tempat yang tidak biasa seperti pada mukosa bukal, dasar mulut,

tenggorokan, dan leher.29,36 Tipe I (35%) biasanya dihubungkan dengan penyakit

sistemik seperti defisiensi nutrisi dan diabetes melitus. Tipe II (55%) biasanya

dihubungkan dengan gangguan psikogenik sedangkan tipe III (10%) dihubungkan

dengan reaksi alergi atau faktor lokal.10,36

2.2.4 Diagnosis

Diagnosis SMT dapat dilakukan dengan anamnesis yaitu menanyakan riwayat

medis pasien. Informasi dari pasien yang dapat diperoleh yaitu mengenai onset nyeri

yang dirasakan secara tiba-tiba atau intermiten, perasaan nyeri yang meningkat

sepanjang hari, nyeri bilateral pada mulut, mulut terasa kering dan terbakar,

perubahan pengecapan, dan perasaan nyeri yang berkurang saat makan atau tidur.25

Selanjutnya, pemeriksaan klinis tidak menunjukkan perubahan pada rongga mulut.36

Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan seperti pemeriksaan darah, pengukuran

Universitas Sumatera Utara

Page 24: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

sekresi saliva, swab untuk kultur mikrobiologis, pemeriksaan faktor lokal seperti

kesalahan pada gigitiruan, dan pemeriksaan psikologis.26,36

2.2.5 Penatalaksanaan

Melakukan edukasi kepada pasien merupakan hal yang penting. Pasien dapat

diberi penjelasan mengenai kondisi yang diderita dan meyakinkan bahwa SMT

bukanlah suatu kelainan pada rongga mulut yang ganas.37,38 Metode psikologis dapat

berguna dalam mengatasi gejala SMT pada pasien.38 Pasien dengan gejala yang parah

biasanya membutuhkan terapi obat. Terapi obat yang dinyatakan sangat membantu

adalah tricyclic antidepressants (TCA) dosis rendah seperti amitriptilin, doxepin, atau

clonazepam.37 Penggunaan obat antidepresan efektif untuk pasien dengan atau tanpa

depresi. Obat lain yang dapat digunakan adalah dosulepin, fluoxetine, gabapentin,

nortriptilin, dan trazodone. 27

2.3 Hubungan Kecemasan dengan Sindrom Mulut Terbakar

Kecemasan dapat memengaruhi produksi hormon dalam sistem endokrin.21

Respon emosional atau kecemasan akan diteruskan ke bagian pusat emosi yang

disebut sistem limbik.3 Hipotalamus yang merupakan bagian dari sistem limbik, akan

melepas suatu hormon yang menstimulasi kelenjar pituitari didekatnya untuk

menghasilkan adrenocorticotrophic hormone (ACTH). ACTH selanjutnya

menstimulasi kelenjar adrenal yang berlokasi di atas ginjal. Lapisan terluar kelenjar

adrenal yang disebut korteks adrenal melepas sekelompok kortikosteroid yaitu

kortisol dan kortison di bawah pengaruh ACTH.21

Penelitian Amenabar et al. menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara level kortisol saliva dengan SMT, sekitar 50 % pasien SMT dengan

kecemasan mengalami peningkatan kortisol 1,4 kali dibandingkan dengan orang

normal.17 Pelepasan kortisol yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya

hipokortikolisme di dalam tubuh. Kortisol berperan terhadap jaringan saraf dalam

regenerasi dan proteksi, level kortisol yang tinggi atau rendah dapat merusak jaringan

saraf. Hormon steroid salah satunya yaitu kortisol, menstimulasi perubahan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

neuropatik yang menimbulkan gejala SMT. Interaksi antara eferen saliva, gustatori,

dan aferen somatik terjadi pada SMT. Degenerasi dari serabut saraf aferen gustatori

primer dan hilangnya kontrol hambatan pada aferen somatik mulut merupakan

penyebab terjadinya sensasi terbakar.39 Penelitian imunohistokimia yang dilakukan

oleh Lauria et al. menyatakan bahwa terjadi kehilangan epitel dan serabut saraf

subpapiler pada pasien dengan SMT. Degenerasi akson pada saraf dapat menginduksi

sensitifitas serabut saraf dan meningkatkan persepsi nyeri.40

Universitas Sumatera Utara

Page 26: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

2.4 Kerangka Teori

Kecemasan

Perubahan

Sindrom Mulut

Terbakar

(SMT)

Ringan Sedang Berat Berat sekali

Tingkat Kecemasan

Liken

Planus

Stomatitis

Aftosa

Rekuren

(SAR)

Sistemik

Jantung Ginjal Paru-paru

Rongga Mulut

Universitas Sumatera Utara

Page 27: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

2.5 Kerangka Konsep

Kecemasan

- Tingkat kecemasan

Ringan

Sedang

Berat

Berat sekali

Sindrom Mulut Terbakar

(SMT)

- Tipe SMT

Tipe I

Tipe II

Tipe III

Universitas Sumatera Utara

Page 28: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu survei analitik untuk mencari hubungan

antar variabel. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara variabel independen (kecemasan) dan variabel dependen

(SMT). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu melakukan

observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu dimana subjek hanya

diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat

pemeriksaan tersebut.41 SMT merupakan efek dan kecemasan merupakan faktor

risiko yang akan dianalisis hubungannya pada penelitian ini.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli Psikiatri Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi

(RSUD Pirngadi) Medan. Pemilihan rumah sakit ini dilakukan karena RSUD

Pirngadi merupakan salah satu pusat rujukan di Medan serta terdapat Poli Psikiatri

dengan jumlah pasien yang banyak. Berdasarkan survei pendahuluan diperoleh data

jumlah pasien dengan diagnosis kecemasan dalam 5 tahun terakhir (2012-2016) yaitu

855 orang. Penelitian dilakukan pada 31 Juli sampai 31 Agustus 2017.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah pasien yang melakukan perawatan di Poli

Psikiatri RSUD Pirngadi Medan. Sampel dalam penelitian ini merupakan pasien

dengan gejala utama kecemasan yang melakukan perawatan di Poli Psikiatri RSUD

Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

3.4 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis satu

populasi pada data proporsi:42

n=[Zα √Po (1-Po)+Zβ √Pa (1-Pa)]2

(Pa-Po)2

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

Zα = nilai sebaran normal baku pada α tertentu (1,96)

Zβ = nilai sebaran normal baku pada β tertentu (1,282)

Po = proporsi penelitian sebelumnya yaitu 35%16

Pa = perkiraan proporsi penelitian 15%

n=�1,96�0,35(1-0,35)+1,282�0,15(1-0,15)�

2

(0,15-0,35)2

n=[0,934+0,457]2

0,04

n=1,9390,04

n=48,5 →50 orang

Jumlah sampel minimum yang didapat adalah 50 orang dengan teknik

pengambilan sampel non probability purposive sampling yaitu subjek dalam populasi

tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat terpilih yang didasari oleh

kriteria yang ditentukan oleh peneliti.41

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut:

3.5.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien Poli Psikiatri dengan gejala utama kecemasan yang diketahui

berdasarkan rekam medis.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

2. Pasien yang tidak menopause dan tidak memiliki riwayat penyakit sistemik

seperti diabetes melitus (DM), pasien yang tidak sedang mengonsumsi obat-obatan

angiotensin converting enzyme inhibitors – ACE inhibitors, seperti: captopril,

enalapril, dan lisinopril.

3. Pasien yang tidak memakai gigitiruan.

4. Pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien Poli Psikiatri yang tidak kooperatif.

2. Pada rongga mulut pasien ditemukan lesi yang berhubungan dengan

terjadinya SMT.

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecemasan.

3.6.2 Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah SMT.

3.7 Definisi Operasional

Variabel

Penelitian

Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala

Ukur

Kecemasan Kecemasan merupakan

ketegangan dan

antisipasi dari adanya

suatu ancaman.20

Melihat

diagnosis pada

rekam medis

Rekam medis Kategorik

dengan

data

nominal

yaitu ya

atau tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 31: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Tingkat

kecemasan

Kecemasan ringan:

Tingkat kecemasan

yang dinilai

berdasarkan instrumen

HRS-A dengan total

nilai 14-20.3

Kecemasan sedang:

Tingkat kecemasan

yang dinilai

berdasarkan instrumen

HRS-A dengan total

nilai 21-27.3

Kecemasan berat:

Tingkat kecemasan

yang dinilai

berdasarkan instrumen

HRS-A dengan total

nilai 28-41.3

Kecemasan berat sekali:

Tingkat kecemasan

yang dinilai

berdasarkan instrumen

HRS-A dengan total

nilai 42-56.3

Pengisian

kuesioner

dengan

penjumlahan

skor dari 14

kelompok

pertanyaan.

Kuesioner

HRS-A

Kategorik

dengan

data

ordinal

yaitu

tingkat

kecemasan

Sindrom

Mulut

Terbakar

Kondisi rasa sakit

dalam mulut yang

kronik, disertai rasa

terbakar atau panas

Anamnesis

dan

pemeriksaan

klinis untuk

Lembar

pemeriksaan,

kaca mulut

Kategorik

dengan

data

nominal

Universitas Sumatera Utara

Page 32: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

(SMT) dalam rongga mulut

selama 4-6 bulan yang

terdapat pada lidah,

palatum, bibir, mukosa

bukal dan labial, atau

dasar mulut tanpa

disertai lesi mukosa

atau tanda klinis

lainnya.9,11

melihat ada

tidaknya lesi

pada rongga

mulut

yaitu ya

atau tidak

Tipe SMT SMT Tipe I:

Gejala tidak muncul

pada pagi hari dan akan

meningkat sepanjang

hari dimana intensitas

keparahan akan

memuncak pada sore

hari. 29,36

SMT Tipe II:

Gejala konstan yang

terjadi disepanjang

hari.29,36

SMT Tipe III:

Gejala yang muncul

secara intermiten dan

terjadi pada tempat

yang tidak biasa seperti

pada leher29,36

Anamnesis Lembar

pemeriksaan

Kategorik

dengan

data

nominal

yaitu tipe

I, tipe II,

atau tipe

III.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

3.8 Alat dan Bahan

3.8.1 Alat

1. Rekam medis

2. Kuesioner Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

3. Lembar pemeriksaan

4. Alat tulis

5. Alat diagnostik (kaca mulut, sonde, pinset)

3.8.2 Bahan Penelitian

1. Masker

2. Sarung tangan

3. Desinfektan

3.9 Prosedur Penelitian

3.9.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada pasien Poli Psikiatri dengan gejala utama

kecemasan yang dilihat dari rekam medis. Pasien diberikan penjelasan tentang

penelitian yang akan dilakukan dan menanyakan apakah pasien bersedia untuk

menjadi subjek penelitian. Setelah pasien setuju menjadi subjek penelitian, pasien

diminta menandatangani informed consent. Selanjutnya dilakukan wawancara

langsung untuk memperoleh tingkat kecemasan subjek penelitian, dengan bantuan

dari perawat yang bertugas di Poli Psikiatri. Setelah itu untuk mendiagnosis SMT,

dilakukan anamnesis dengan mengajukan pertanyaan dan pemeriksaan intraoral untuk

melihat apakah ada lesi pada rongga mulut subjek.

3.9.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dengan menggunakan sistem manual dan komputerisasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

3.10 Analisis Data

3.10.1 Data Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian. Data univariat disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi:

1. Data Demografi.

2. Distribusi dan frekuensi kecemasan berdasarkan tingkat kecemasan.

3. Distribusi dan frekuensi SMT.

4. Distribusi dan frekuensi SMT berdasarkan tingkat kecemasan.

3.10.2 Data Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan dua variabel yaitu variabel

bebas dan variabel terikat yang diduga berhubungan atau berkolerasi. Data bivariat

disajikan dalam bentuk tabel meliputi tabulasi silang antara kecemasan dengan SMT.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan Fisher’s Exact test untuk

mengetahui:

1. Hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan SMT.

2. Hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan tipe SMT.

Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diputuskan:

• Menolak Ho, jika diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel atau nilai p ≤ α (0,05).

• Menerima Ho, Jika diperoleh nilai X2 hitung < X2 tabel atau p > α (0,05).

3.11 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut:

1. Ethical Clearance

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik

Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun

nasional, diperlukan untuk memenuhi aspek legal tatacara penelitian yang telah

disepakati.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada subjek kemudian

menjelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta

menjelaskan manfaat yang diperoleh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan

penelitian. Bagi subjek yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar

persetujuan (informed consent) agar dapat berpartisipasi dalam penelitian.

3. Kerahasiaan

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti karena data yang ditampilkan dalam bentuk data kelompok bukan data

pribadi subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Data Univariat

4.1.1 Data Demografi Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan pada 50 pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.

Data demografi subjek penelitian menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak

dibandingkan perempuan dengan jumlah 29 orang (58%) laki-laki dan 21 orang

(42%) perempuan. Berdasarkan kelompok usia, subjek yang berusia ≥ 45 tahun

berjumlah 21 orang (42%), 35-44 tahun berjumlah 15 orang (30%), 25-34 tahun

berjumlah 12 orang (24%), serta 18-24 tahun berjumlah 2 orang.

Tabel 1. Data Demografi

Karakteristik Frekuensi (n=50) Persentase (%)

1. Jenis Kelamin

a. Laki-laki

b. Perempuan

29

21

58

42

2. Usia

a. 18-24 tahun

b. 25-34 tahun

c. 35-44 tahun

d. ≥ 45 tahun

2

12

15

21

4

24

30

42

4.1.2 Distribusi dan Frekuensi Kecemasan

Data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek dengan kecemasan

ringan berjumlah 39 orang (78%) sedangkan subjek dengan kecemasan sedang

Universitas Sumatera Utara

Page 37: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

berjumlah 11 orang (22%). Tidak ditemukan subjek dengan kecemasan berat dan

berat sekali.

Tabel 2. Distribusi dan Frekuensi Kecemasan Berdasarkan Tingkat Kecemasan

Kecemasan Frekuensi (n) Persentase (%)

Kecemasan ringan

Kecemasan sedang

Kecemasan berat

Kecemasan berat sekali

39

11

0

0

78

22

0

0

Total 50 100

4.1.3 Distribusi dan Frekuensi Sindrom Mulut Terbakar (SMT)

Tabel 3 menunjukkan distribusi dan frekuensi SMT pada pasien Poli Psikiatri

di RSUD Pirngadi Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 orang subjek,

6 orang (12%) mengalami SMT sedangkan 44 orang lainnya (88%) tidak mengalami

SMT.

Tabel 3. Distribusi dan Frekuensi SMT

SMT Frekuensi (n) Persentase (%)

Ya

Tidak

6

44

12

88

Total 50 100

4.1.4 Distribusi dan Frekuensi SMT Berdasarkan Tingkat Kecemasan

Berdasarkan tabel 4 dibawah ini dapat diketahui bahwa pasien dengan

kecemasan ringan yang mengalami SMT yaitu 1 orang (2%) sedangkan pasien

dengan kecemasan sedang yang mengalami SMT yaitu 5 orang (10%). Tidak

diperoleh data SMT pada kecemasan berat dan berat sekali.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Tabel 4. Distribusi dan Frekuensi SMT Berdasarkan Tingkat Kecemasan

Kecemasan

SMT

Frekuensi (n) Persentase (%)

Ringan

Sedang

Berat

Berat sekali

1

5

0

0

16,67

83,33

0

0

Total 6 100

4.2 Analisis Data Bivariat

4.2.1 Hubungan Kecemasan Berdasarkan Tingkatannya dengan SMT

Tabel 5 menunjukkan hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan

SMT yang diuji dengan Fisher’s Exact test dan mendapatkan nilai p < 0,05 yaitu

0,001 maka Ho ditolak. Oleh karena itu pada penelitian ini menunjukkan ada

hubungan yang bermakna antara kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan SMT.

Tabel 5. Hubungan Kecemasan Berdasarkan Tingkatannya dengan SMT

Kecemasan

SMT

p Ya Tidak

Frekuensi

(n)

Persentase

(%)

Frekuensi

(n)

Persentase

(%)

Ringan

Sedang

Berat

Berat sekali

1

5

0

0

2

10

0

0

38

6

0

0

76

12

0

0

0,001

Total 6 12 44 88

Universitas Sumatera Utara

Page 39: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

4.2.2 Hubungan Kecemasan Berdasarkan Tingkatannya dengan Tipe SMT

Tabel 6 menunjukkan hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan

tipe SMT yang diuji dengan Fisher’s Exact test dan mendapatkan nilai p=1,000 maka

Ho diterima (p>0,05). Oleh karena itu pada penelitian ini menunjukkan tidak ada

hubungan yang bermakna antara kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan tipe

SMT.

Tabel 6. Hubungan Kecemasan Berdasarkan Tingkatannya dengan Tipe SMT

Kecemasan

SMT

p Tipe I Tipe II Tipe III

Frekuensi

(n)

Persentase

(%)

Frekuensi

(n)

Persentase

(%)

Frekuensi

(n)

Persentase

(%)

Ringan

Sedang

Berat

Berat sekali

0

0

0

0

0

0

0

0

1

4

0

0

16,66

66,67

0

0

0

1

0

0

0

16,66

0

0

1,000

Total 0 0 5 83,33 1 16,66

Universitas Sumatera Utara

Page 40: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

BAB 5

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian ini subjek dengan jenis kelamin laki-laki (58%) lebih

banyak dibandingkan subjek dengan jenis kelamin perempuan (42%). Hasil penelitian

yang diperoleh berbeda dengan data National Comorbidity Study yang menyatakan

bahwa kecemasan lebih banyak terjadi pada perempuan (30,5%) dibandingkan

dengan laki-laki (19,2%).1 Gangguan kecemasan pada umumnya lebih banyak terjadi

pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 2:1.22 Berdasarkan penelitian

yang dilakukan de Lijster et al. gangguan kecemasan lebih banyak terjadi pada subjek

berjenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki dengan persentase 70,55% dan

29,45%.43 Perbedaan hasil penelitian yang diperoleh tersebut dapat disebabkan karena

perbedaan metodologi penelitian. Perempuan yang telah mengalami menopause

dieksklusikan sebagai subjek pada penelitian ini karena menopause merupakan salah

satu faktor etiologi SMT.

Rentang usia terjadinya kecemasan bervariasi. Data yang diperoleh dari hasil

penelitian ini yaitu pada kelompok usia ≥ 45 tahun berjumlah 21 orang (42%) lebih

banyak dibandingkan dengan subjek pada kelompok usia lainnya. Menurut data yang

dilaporkan WHO, gangguan kecemasan di Brazil dan Belanda juga lebih banyak

terjadi pada kelompok usia ≥ 45 tahun. 44 Gangguan kecemasan dapat terjadi jika

seseorang tidak mampu menyesuaikan diri untuk menanggulangi penyebab

kecemasan yang dialaminya seperti masalah hubungan sosial, pekerjaan, lingkungan

yang buruk, keuangan, menopause, atau trauma. Kecemasan dapat terjadi pada siapa

saja tergantung dengan respon atau reaksinya terhadap penyebab kecemasan

tersebut.3

Kecemasan dapat dibagi berdasarkan tingkatannya yaitu ringan, sedang, berat,

dan berat sekali.2 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek paling banyak

dengan kecemasan ringan berjumlah 39 orang (78%). Hasil ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Mykletun et al. di Norwegia pada tahun 2009 dari 15,5%

Universitas Sumatera Utara

Page 41: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

orang yang mengalami kecemasan diperoleh 9,9% kecemasan ringan, 4,6%

kecemasan sedang, serta 1% kecemasan berat.45 Kecemasan ringan merupakan

kecemasan yang umum terjadi. Kecemasan ini membantu seseorang untuk

memecahkan masalah, berpikir, bertindak, atau melindungi dirinya misalnya

membantu murid untuk fokus dalam persiapan ujiannya.2 Penanganan pada pasien

dengan kecemasan berat dan berat sekali bertujuan untuk menurunkan kecemasan

sampai tingkat ringan atau sedang.24 Subjek dalam penelitian ini sebagian besar

merupakan pasien Poli Psikiatri yang telah ditangani serta melakukan kontrol secara

berkala sehingga kecemasan berat dan berat sekali tidak diperoleh dalam penelitian

ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi dan frekuensi SMT pada

pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan dengan kecemasan yaitu 12%. Penelitian

Suresh et al. pada pasien dengan kecemasan yang mengalami SMT yaitu 2,87%

sedangkan penelitian Aditya et al. pada pasien dengan gangguan mental yang

mengalami SMT yaitu 9,5%.7,46 Perbedaan dalam prevalensi tersebut dapat terjadi

karena adanya perbedaan dalam mendiagnosis SMT.15 Penelitian ini menegakkan

diagnosis SMT dengan menanyakan pada pasien tentang rasa terbakar yang dirasakan

tanpa adanya kelainan pada mukosa mulut sedangkan pada penelitian lainnya

ditanyakan juga tentang xerostomia dan perubahan persepsi rasa pada rongga

mulutnya.

Penelitian tentang SMT dengan tingkat kecemasan masih sangat jarang

dilakukan. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa pasien dengan kecemasan sedang

yang mengalami SMT yaitu 5 orang (10%) lebih banyak dibandingkan pasien dengan

kecemasan ringan yaitu 1 orang (2%). Penelitian Suresh et al. di India pada tahun

2014 diperoleh pasien dengan kecemasan berat yang mengalami SMT 75%,

kecemasan sedang 25%, kecemasan ringan 0% sedangkan penelitian Amenabar et al.

di Brazil pada tahun 2008 pada pasien SMT diperoleh kecemasan ringan 30%, sedang

6,7%, dan berat 13,3%7,17 Kecemasan dapat menyebabkan perubahan pada kondisi

rongga mulut.8 Tingkat kecemasan yang meningkat dapat memperparah kondisi tubuh

seseorang termasuk rongga mulutnya.2

Universitas Sumatera Utara

Page 42: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Hubungan sebab-akibat antara kecemasan dengan SMT masih

diperdebatkan.15 Penelitian yang dilakukan Buljan et al. menunjukkan bahwa adanya

hubungan antara kecemasan dengan SMT dengan nilai p<0,01 dan adanya korelasi

yang kuat (r=0,547) antara level kecemasan dengan keparahan SMT.16 Hasil yang

diperoleh pada penelitian ini dari hasil analisis bivariat, mengenai hubungan

kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan SMT adalah p=0,001 maka Ho ditolak,

artinya ada hubungan yang bermakna antara kecemasan berdasarkan tingkatannya

dengan SMT. Kecemasan dapat terjadi karena adanya respon terhadap suatu stresor

seperti masalah kesehatan, hubungan sosial, ujian sekolah, pekerjaan, kondisi

lingkungan, dan beberapa hal lainnya yang merupakan sumber kekhawatiran.21,22

Respon emosional atau kecemasan akan diteruskan ke bagian pusat emosi yang

disebut sistem limbik.3 Hipotalamus yang merupakan bagian dari sistem limbik, akan

melepas suatu hormon yang menstimulasi kelenjar pituitari didekatnya untuk

menghasilkan adrenocorticotrophic hormone (ACTH). ACTH selanjutnya

menstimulasi kelenjar adrenal yang berlokasi di atas ginjal. Lapisan terluar kelenjar

adrenal yang disebut korteks adrenal melepas sekelompok kortikosteroid yaitu

kortisol di bawah pengaruh ACTH.21 Kortisol pada seseorang yang mengalami

kecemasan akan meningkat. Kortisol berperan terhadap jaringan saraf dalam

regenerasi dan proteksi, level kortisol yang tinggi atau rendah dapat merusak jaringan

saraf. Hormon kortisol dapat menstimulasi perubahan neuropatik yang menimbulkan

gejala SMT. Interaksi antara eferen saliva, gustatori, dan aferen somatik terjadi pada

SMT. Degenerasi dari serabut saraf aferen gustatori primer dan hilangnya kontrol

hambatan pada aferen somatik mulut merupakan penyebab terjadinya sensasi terbakar

pada rongga mulut.39

Berdasarkan variasi gejalanya SMT dibagi menjadi tipe I, tipe II, dan tipe

III.15,29 SMT tipe I memiliki gejala yang meningkat sepanjang hari, SMT tipe II

ditandai dengan gejala konstan yang terjadi sepanjang hari, dan SMT tipe III

digambarkan dengan gejala yang muncul secara intermiten.36 Hasil analisis bivariat

pada penelitian ini, mengenai hubungan kecemasan berdasarkan tingkatannya dengan

tipe SMT menunjukkan nilai p=1,000 maka Ho diterima yaitu tidak terdapat

Universitas Sumatera Utara

Page 43: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

hubungan yang bermakna antara tingkat kecemasan dengan tipe SMT. Hasil

penelitian ini diperoleh prevalensi SMT tipe II sebanyak 83,33%. Penelitian yang

dilakukan Kohorst et al. menunjukkan bahwa prevalensi SMT tipe II yang diperoleh

sebanyak 69,2% lebih banyak dibandingkan tipe I (11,8%) maupun tipe III (8,9%).47

Penelitian yang dilakukan Eli et al. menyatakan bahwa pasien dengan kecemasan

yang mengalami SMT tipe II sebanyak 88%.48 SMT tipe II merupakan gejala yang

paling banyak terjadi pada pasien dengan kecemasan.35 Menurut literatur, SMT tipe I

berhubungan dengan penyakit sistemik seperti diabetes melitus, tipe II berhubungan

dengan kecemasan, dan tipe III berhubungan dengan reaksi alergi dan faktor

lokal.10,36 Pada penelitian ini tidak diperoleh SMT tipe I karena pasien dengan riwayat

penyakit sistemik dieksklusikan dari penelitian ini sedangkan tipe III diperoleh

sebanyak 16,66%. Hal tersebut dapat terjadi karena pasien tidak menyadari adanya

riwayat alergi yang dideritanya.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan:

1. Distribusi dan frekuensi kecemasan ringan pada pasien Poli Psikiatri

RSUD Pirngadi Medan yaitu 78% lebih banyak dibandingkan kelompok kecemasan

lainnya.

2. Distribusi dan frekuensi SMT pada pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi

Medan yaitu 12%.

3. Distribusi dan frekuensi SMT berdasarkan tingkat kecemasan pasien Poli

Psikiatri RSUD Pirngadi Medan lebih banyak terjadi pada kecemasan sedang

(83,33%).

4. Ada hubungan yang signifikan antara kecemasan berdasarkan tingkatannya

dengan SMT pada pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan. (p=0,001).

5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kecemasan berdasarkan

tingkatannya dengan tipe SMT pada pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.

(p=1,000).

6.2 Saran

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu penelitian dilakukan di Poli Psikiatri

dimana kebanyakan dari pasien telah melakukan kontrol berulang sehingga

kecemasan berat dan berat sekali sulit ditemukan. Penelitian selanjutnya dapat

dilakukan dengan mengeksklusikan pasien yang telah melakukan kontrol berulang di

Poli Psikiatri atau dapat juga dilakukan di Rumah Sakit Jiwa. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut tentang hubungan

kecemasan dengan SMT. Diagnosis SMT dengan menanyakan tentang rasa nyeri

terbakar, xerostomia, dan perubahan persepsi rasa pada rongga mulut subjek dapat

dilakukan sebagai penelitian lebih lanjut. Selain itu dapat juga dilakukan penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 45: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

dengan membandingkan variabel lain yang merupakan faktor risiko dari SMT seperti

defisiensi nutrisi, pemakaian obat-obatan, atau penggunaan gigitiruan. Kerjasama

antara dokter, dokter gigi serta tenaga medis lainnya diperlukan untuk usaha

promotif, preventif, dan kuratif yang dapat dilakukan dalam mengatasi SMT pada

pasien dengan gejala utama kecemasan.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Synopsis of psychiatry. 11th ed. Philadelphia:

Wolters Kluwer, 2015: 387-8.

2. Videbeck SL. Psychiatric – mental health nursing. 5th ed. Philadelphia:

Wolters Kluwer, 2011: 226-8,234.

3. Hawari D. Manajemen stres cemas dan depresi. Edisi 2. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI, 2016: 63,78-83.

4. Clarck DA, Beck AT. Cognitive therapy of anxiety disorders. New York: The

Guilford Press, 2010: 11.

5. Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2013: 127-9.

6. Roy-Byrne et al. Anxiety disorders and comorbid medical illness. Gen Hosp

Psychiatry 2008; 30: 208-25.

7. Suresh et al. Psychosocial characteristics of oromucosal diseases in

psychiatric patients: observational study from Indian dental college. North

Am J Med Sci 2014; 6: 570-4.

8. Suresh et al. Oral mucosal diseases in anxiety and depression patients:

hospital based observational study from south India. J Clin Exp Dent 2015;

7(1): e95-9.

9. Rahmayanti F. Sindroma mulut terbakar. Indonesian J of Dent 2006; 14: 17-

21.

10. Savitha KC, Shantaraj SL. Etiology, diagnosis and management of burning

mouth syndrome: an update. J of Advanced Oral Research 2012; 3(3): 7-13.

11. Minor JS, Epstein JB. Burning mouth syndrome and secondary oral burning.

Otolaryngol Clin N Am 2011; 44: 205-19.

12. Gao J, Chen L, Zhou J, Peng J. A case-control study on etiological factors

involved in patients with burning mouth syndrome. J Oral Pathol Med 2009;

38: 24-8.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

13. Spanemberg JS, Dias AP, Barreriro BOB, Cherubini K, de Figueiredo MAZ,

Salum FG. Impact of burning mouth syndrome on quality of life. Rev Odonto

Cienc 2012; 27(3): 191-5.

14. Kalati FA, Bakhshani NM, Tahmtan B, Movahedinejad F. Association of

impaired sleep quality in patients with burning mouth syndrome: a case-

control study. Health Scope 2015; 4(2): 1-4.

15. Galli F, Lodi G, Sardella A, Vegni E. Role of psychological factors in burning

mouth syndrome: A systematic review and meta-analysis. International

Headache Society 2016; 1: 1-13.

16. Buljan D, Savic I, Karlovic D. Correlation between anxiety, depression and

burning mouth syndrome. Acta Clin Croat 2008; 47: 211-6.

17. Amenabar JM et al. Anxiety and salivary cortisol levels in patients with

burning mouth syndrome: case-control study. Oral Surg Oral Med Oral Pathol

Oral Radiol Endod 2008; 105: 460-5.

18. Bakhtiari S, Khalighi HR, Azimi S, Alavi K, Valoogerdi HA, Namazi Z.

Correlation between burning mouth syndrome and anxiety in the elderly

inmates of sanitaria in Tehran. J Dent Res Dent Clin Dent Prospect 2010;

4(2): 37-41.

19. Spanemberg JC, Archilla AR, Salobrena AC, Coppola MC, de Araujo LMA.

Burning mouth syndrome: psychological aspects of southern brazil

individuals. Revista Brasileira de Ciencias de Saude 2011; 9(27): 1-6.

20. Rachman S. Anxiety. 2nd ed. New York: Psychology Press, 2004: 1-2.

21. Nevid J, Rathus S, Greene B. Psikologi abnormal. Trans. Tim Fakultas

Psikologi UI. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003: 35-6, 164.

22. Townsend MC. Psychiatric mental health nursing. 6th ed. United States: FA

Davis Company, 2009: 15-17,563.

23. Scully C. Medical problems in dentistry. 6th ed. Singapore: Elsevier, 2012:

253-5.

24. Stuart G. Buku saku keperawatan jiwa. Trans. Kapoh R, Yudha. Jakarta:

EGC, 2006: 144.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

25. Anil S, Alsqah MN, Rajendran R. Burning mouth syndrome: diagnostic

appraisal and management strategies. Saudi Dent J 2007; 19(3): 128-38.

26. Vellappally S. Burning mouth syndrome: a review of the etiopathologic

factors and management. The J of Cont Dent Pract 2016; 17(2): 171-6.

27. Scully C. Oral and maxillofacial medicine. 2nd ed. Toronto: Elsevier, 2008:

171.

28. Ventakaraman BK. Diagnostic oral medicine. 1st ed. India: Wolters Kluwer

Health, 2013: 476-7.

29. Tseikhin AM, Moricca P, Niv D. Burning mouth syndrome: will better

understanding yield better management. Pain practice 2007; 7(2): 151-62.

30. Coculescu EC, Tovaru S, Coculescu BI. Epidemiological and etiological

aspects of burning mouth syndrome. Journal of medicine and life 2014; 7(3):

305-9.

31. Muzyka BC, de Rossi SS. A review of burning mouth syndrome. Journal

CME 1999; 64: 29-35.

32. Scala A, Checchi L, Montevecchi M, Marini I. Update on burning mouth

syndrome: overview and patient management. Crit Rev Oral Biol Med 2003;

14(4): 275-91.

33. Krasteva A, Kisselova A, Dineva V, Ivanova A, Krastev Z. Folic acid and

vitamin B12 levels in bulgarian patients with burning mouth syndrome. J of

IMAB 2013; 19(4): 422-5.

34. Nasri C, Teixeira MJ, Okada M, Formigoni G, Heir G, de Siqueira JTT.

Burning mouth complaints: clinical characteristics of a brazilian sample.

Clinics 2007; 62(5): 561-6.

35. Aravindhan R, Vidyalakshmi S, Kumar MS, Satheesh C, Balasubramanium

AM, Prasad VS. Burning mouth syndrome: a review on its diagnostic and

therapeutic approach. J Pharm Bioall Sci 2014; 6: 521-5.

36. Coculescu EC, Radu A, Coculescu BI. Burning mouth syndrome: a review on

diagnosis and treatment. J of Med and Life 2014; 7(4): 512-5.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

37. Blasberg B, Eliav E, Greenberg MS. Orofacial pain. In: Greenberg M, Glick

M, Ship JA. eds. Oral Medicine, 11th ed. India: BC Decker Inc, 2008: 284-5.

38. Nakazone PA, Nogueira AVB, de Alencar FGP, Massucato EMS. Burning

mouth syndrome: a discussion about possible etiological factors and treatment

modalities. Braz J Oral Sci 2009; 8(2): 62-6.

39. Woda A, Dao T, Gremeau-Richard C. Steroid dysregulation and stomatodynia

(burning mouth syndrome). J Orofac Pain 2009; 23: 202-10.

40. Lauria G et al. Trigeminal small-fiber sensory neuropathy causes burning

mouth syndrome. Pain 2005; 115: 332-7.

41. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 4th ed.

Jakarta: Sagung Seto, 2011: 5-7, 99-100, 130-44.

42. Hidayat AA. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta:

Salemba Medika, 2007: 66-7.

43. de Lijster JM et al. The age of onset of anxiety disorders: a meta-analysis.

Can J Psychiatry 2016; 1: 1-10.

44. World Health Organization. Cross-national comparisons of the prevalences

and correlates of mental disorders: WHO International Consortium in

Psychiatric Epidemiology. Bull World Health Organ 2000; 78(4): 413-26.

45. Mykletun A, Bjerkeset O, Overland S, Prince M, Dewey M, Stewart R. Levels

of anxiety and depression as predictors of mortality: the HUNT study. Br J

Psychiatry 2009; 195: 118-25.

46. Aditya A, Lele S. Prevalence of xerostomia and burning sensation in patients

with psychosocial disorders. J Int Dent Med Res 2011; 4(3): 111-6.

47. Kohorst JJ, Bruce AJ, Torgerson RR, Schenck LA, Davis MDP. A

population-based study of the incidence of burning mouth syndrome. In:

Kohorst JJ. Mayo Clinic Proceedings, 2014: 1545-52.

48. Eli I, Kleinhauz M, Baht R, Littner M. Antecedents of burning mouth

syndrome (glossodynia)-recent life events vs. psychopathologic aspects. J

Dent Res 1994; 73(2): 567-72.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi,

Perkenalkan nama saya Alzeressy Putri, saat ini saya sedang menjalani

pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya

akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Kecemasan dengan

Sindrom Mulut Terbakar Pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan” yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan kecemasan dengan terjadinya sindrom mulut

terbakar (rasa terbakar/panas pada rongga mulut). Manfaat penelitian ini adalah

memberi pengetahuan kepada Bapak/Ibu tentang sensasi terbakar pada mulut yang

dapat terjadi akibat kecemasan.

Bapak/Ibu sekalian, kecemasan dapat memengaruhi kesehatan tubuh termasuk

kesehatan rongga mulut dan dapat menimbulkan rasa terbakar/ panas pada rongga

mulut. Kondisi ini sering terjadi bersamaan dengan mulut kering yang menyebabkan

kesulitan menelan makanan dan perubahan pengecapan, sehingga memerlukan

perawatan kesehatan rongga mulut yang lebih baik.

Pada penelitian ini saya akan mengikutsertakan 50 orang pasien Poli Psikiatri

dengan gejala utama kecemasan sebagai peserta. Prosedur penelitian ini adalah

dengan pengisian kuesioner yaitu melakukan wawancara langsung dan pemeriksaan

kondisi rongga mulut. Saya akan meminta Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan

yang saya berikan dan pemeriksaan rongga mulut yang akan dilakukan adalah dengan

melihat kondisi mulut Bapak/Ibu.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah bersifat sukarela. Tidak akan

terjadi efek samping dan tidak akan mengubah kondisi rongga mulut Bapak/Ibu.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan Bapak/Ibu memperoleh manfaat dengan

mengetahui hubungan kecemasan dengan terjadinya sensasi terbakar pada rongga

mulut.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Pada penelitian ini, identitas Bapak/Ibu akan disamarkan. Hanya peneliti,

anggota peneliti, dan anggota komisi etik yang bisa melihat datanya. Kerahasiaan

data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Sebagai ucapan terima kasih atas kesediaan

Bapak/Ibu untuk turut serta dalam penelitian ini saya akan memberikan imbalan

berupa permen karet xylitol yang dapat membantu produksi air liur sehingga dapat

meringankan keluhan mulut kering.

Jika Bapak/Ibu sudah mengerti isi dari lembar penjelasan ini dan bersedia

menjadi subjek penelitian, maka mohon kiranya Bapak/Ibu dapat mengisi dan

menandatangani surat pernyataan persetujuan sebagai subjek penelitian yang

terlampir pada lembar berikutnya. Apabila Bapak/Ibu mengalami keluhan maka dapat

menghubungi saya:

Nama : Alzeressy Putri

Alamat : Jl. Sei Putih Baru no.8/35

No. HP : 082273490993

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi, dan

kesediaan waktu Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.

Medan, 2017

Peneliti,

(Alzeressy Putri)

Universitas Sumatera Utara

Page 52: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : L/P

Alamat :

No.Telp/Hp :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh

kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia

berpartisipasi pada penelitian mengenai “Hubungan Kecemasan dengan Sindrom

Mulut Terbakar Pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan.”

Medan, 2017

Saksi peneliti Peserta Penelitian

( ) ( )

Mahasiswa Peneliti

(Alzeressy Putri)

Universitas Sumatera Utara

Page 53: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Lampiran 3

HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY

(HRS-A)

Nomor responden :

Nama responden :

Tanggal Pemeriksaan :

Skor : 0 = tidak ada

1 = ringan

2 = sedang

3 = berat

4 = berat sekali

Total Skor : kurang dari 14 = tidak ada kecemasan

14-20 = kecemasan ringan

21-27 = kecemasan sedang

28-41 = kecemasan berat

42-56 = kecemasan berat sekali

Universitas Sumatera Utara

Page 54: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

No. Pertanyaan 0 1 2 3 4

1. Perasaan ansietas

(cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri,

mudah tersinggung)

2. Ketegangan

(merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang,

mudah terkejut, mudah menangis, gemetar,

gelisah)

3. Ketakutan

(pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri,

pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas,

pada kerumunan orang banyak)

4. Gangguan tidur

(sukar tidur, terbangun malam hari, tidak

nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk)

5. Gangguan kecerdasan

(sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya

ingat buruk)

6. Perasaan depresi

(hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada

hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-

ubah sepanjang hari)

7. Gejala otot

(sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot, gigi

gemerutuk, suara tidak stabil)

8. Gejala sensorik

(tinitus, penglihatan kabur, muka merah atau

pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk)

Universitas Sumatera Utara

Page 55: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

9. Gejala kardiovaskuler

(denyut jantung cepat, nyeri di dada, denyut nadi

mengeras, perasaan lesu seperti mau pingsan,

detak jantung berhenti sekejap)

10. Gejala respiratori

(rasa sakit di dada, perasaan tercekik, sering

menarik nafas, nafas pendek/sesak)

11. Gejala gastrointestinal

(sulit menelan, gangguan pencernaan, nyeri

sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di

perut, rasa kembung, mual, muntah, buang air

besar lembek, kehilangan berat badan)

12. Gejala urogenital

(sering buang air kecil, tidak dapat menahan air

seni, tidak haid, darah haid berlebihan, darah haid

amat sedikit, ejakulasi dini, ereksi melemah,

impotensi)

13. Gejala otonom

(mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,

pusing, sakit kepala, bulu-bulu berdiri)

14. Tingkah laku/sikap pada wawancara

(gelisah, jari gemetar, kerut kening, muka tegang,

otot tegang, nafas pendek dan cepat, muka merah)

Jumlah Nilai Angka (Skor Total)

Universitas Sumatera Utara

Page 56: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Lampiran 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MULUT

Hubungan Kecemasan dengan Sindrom Mulut Terbakar

Pasien Poli Psikiatri RSUD Pirngadi Medan

No :

Tanggal :

A. DATA DEMOGRAFI

Nama :

Jenis Kelamin : L/P

Umur : tahun

Alamat :

No Hp :

Bacalah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dan jawab setiap pertanyaan dengan

melingkari pilihan jawaban anda.

Petunjuk

B. DIAGNOSIS SINDROMA MULUT TERBAKAR (Minor et al, 2011)

1. Apakah ada rasa nyeri terbakar yang Anda rasakan pada rongga mulut Anda

selama 4-6 bulan terakhir?

a. Ya

b. Tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 57: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

2. Bagaimanakah rasa nyeri yang Anda rasakan pada rongga mulut Anda?

a. Meningkat sepanjang hari

b. Tidak berubah atau konstan sepanjang hari

c. Kadang muncul, kadang tidak

C. PEMERIKSAAN RONGGA MULUT

1. Apakah ada lesi klinis yang ditemukan dari pemeriksaan rongga mulut ?

*diisi oleh peneliti

a. Ada

b. Tidak

Kesimpulan : *diisi oleh peneliti

A. Mengalami Sindrom Mulut Terbakar

B. Tidak mengalami Sindrom Mulut Terbakar

Tipe SMT

A. Tipe I

B. Tipe II

C. Tipe III

Universitas Sumatera Utara

Page 58: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Lampiran 5

Universitas Sumatera Utara

Page 59: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Lampiran 6

Universitas Sumatera Utara

Page 60: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Lampiran 7

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Kecemasan * SMT 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%

Tingkat Kecemasan * SMT Crosstabulation

SMT

Total ya tidak

Tingkat Kecemasan ringan Count 1 38 39

Expected Count 4.7 34.3 39.0

sedang Count 5 6 11

Expected Count 1.3 9.7 11.0

Total Count 6 44 50

Expected Count 6.0 44.0 50.0

Universitas Sumatera Utara

Page 61: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 14.947a 1 .000

Continuity Correctionb 11.161 1 .001

Likelihood Ratio 12.233 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 14.648 1 .000

N of Valid Cases 50

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.32.

b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara

Page 62: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Kecemasan * Tipe

SMT 6 12.0% 44 88.0% 50 100.0%

Tingkat Kecemasan * Tipe SMT Crosstabulation

Tipe SMT

Total Tipe II Tipe III

Tingkat Kecemasan ringan Count 1 0 1

Expected Count .8 .2 1.0

sedang Count 4 1 5

Expected Count 4.2 .8 5.0

Total Count 5 1 6

Expected Count 5.0 1.0 6.0

Universitas Sumatera Utara

Page 63: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .240a 1 .624

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .403 1 .526

Fisher's Exact Test 1.000 .833

Linear-by-Linear Association .200 1 .655

N of Valid Cases 6

a. 4 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .17.

b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara

Page 64: HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN SINDROM MULUT TERBAKAR …

Lampiran 8

RINCIAN BIAYA

1. Bahan Habis Pakai (ATK) a. Kertas A4 (1 rim) : Rp 40.000,- b. Kertas Kuarto (1 rim) : Rp 40.000,- c. Tinta Printer : Rp 200.000,- d. Desinfektan : Rp 22.000,- e. Masker : Rp 20.000,- f. Sarung tangan : Rp 47.000,-

2. Bahan Tidak Habis Pakai

a. Jasa Print : Rp 150.000,- b. Jasa Fotokopi : Rp 50.000,-

3. Biaya Statistik : Rp 350.000,-

4. Biaya survey dan penelitian : Rp 400.000,-

5. Biaya inducement @50 x Rp 3.000,- : Rp 150.000,-

Total : Rp 1.469.000,-

Universitas Sumatera Utara