HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KUNJUNGAN BALITA …
Transcript of HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KUNJUNGAN BALITA …
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KUNJUNGAN BALITA KE
POSYANDU DI DESA DLANGU KECAMATAN BUTUH KABUPATEN
PURWOREJO
Disusun oleh:
Titis Sensussiana S.Kep.,M.Kep
Yuniar Ika Fajarini, S.Kep.,MPH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
DUTA GAMA KLATEN
2018
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KUNJUNGAN BALITA KE
POSYANDU DI DESA DLANGU KECAMATAN BUTUH KABUPATEN
PURWOREJO
INTISARI
Titis Sensussiana, Yuniar Ika Fajarini
Latar Belakang: Pelayanan yang di dapatkan di posyandu khususnya balita yaitu:Pemantauan Status
Gizi (penimbangan), pemberian imunisasi, konseling dan pelayanan anak diare. Penyakit pada balita
yang tidak dilakukan imunisasi penularan penyakit TBC,tetanus, hepatitis B, polio, difteri dan
campak . kartu menuju sehat atau atau yang sering disingkat dengan KMS adalah kartu yang penting
di gunakan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita untuk memberi imunisasi
pemberian vaksin BCG, DPT, Hepatitis B, polio, dan campak.
Tujuan Penelitan: Untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu dengan kunjungan balita ke
posyandu di Desa Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo.
Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah obsevasional, pendekatan
crossectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita di RW 01 dan RW 02 di
Desa Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo yang berjumlah 45 orang, dengan teknik
sampling total sampling. Instrumen penelitian kuesioner. analisis data menggunakan spearmen rank.
Hasil: Karakteristik responden umur sebagian besar 28-38 tahun, pendidikan tinggi, pekerjaan lebih
dari 8 jam, penghasilan tinggi dan jumlah anak besar.
Kesimpulan: Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa tiadak ada hubungan umur ibu dengan
kunjungan keposyandu karena nilai p=0,126(>0,05). Karakteristik pendidkan ada hubungan antara
pendidikan dengan kunjungan keposyandu dangan nilai p=0,020 (p<0,05). Sedangkan karakteristik
pekerjaan ada hubungan pekerjaan dengan kunjungan posyandu dengan nilai p=0,000(p<0,05).
Karakteristik pengahasialan ada hugungan dengan kunjungan posyndu dengan nilai p=0,005(p<0,05).
Karakteristik jumlah adak ada hubungan dengan kunjungan posyandu dengan nilai p=0,023(p<0,05).
Kata kunci: Karakteristik, Kunjungan Keposyandu
PENDAHULUAN
Angka kematian balita (AKABA)
merupakan jumlah kematian balita 0-5
tahun per 1.000 kelahiran hidup dalam
kurun waktu satu tahun. Angka kematian
balita menggambarkan tingkat
permasalahan kesehatan balita, tingkat
pelayanan KIA/Posyandu. Angka kematian
balita di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
sebesar 11,50/1.000 kelahiran hidup dan
untuk tahun 2012 meningkat menjadi
11,85/1.000 kelahiran hidup. Jika
dibandingkan dengan cakupan yang di
harapakan dalam Millenium Development
Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu
23/1.000 kelahiran hidup, angka kematian
balita Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
sudah melampaui target(http://www.dinkes
jatengprov.go.id)
Angka kematian balita (AKABA)
Kabupaten Purworejo pada tahun 2011
sebesar 16,5/1.000 kelahiran hidup, tahun
2010 sebesar 13,5/1.000 kelahiran hidup,
tahun 2009 sebesar 13,2/1.000 kelahiran
hidup sedangkan tahun 2008 sebesar
9,68/1000 kelahiran hidup. Jika
dibandingkan dengan indikator Millenium
Development Goals (MDGs) ke-4 tahun
2015 yaitu 17/1.000 kelahiran hidup
(http://www.dinkespurworejo.go.id)
Pelayanan yang didapatkan di
Posyandu khususnya balitayaitu:
Pemantauan Status Gizi (penimbangan),
pemberian imunisasi, konseling dan
pelayanan anak diare. Pemantauan status
gizi (penimbangan) adalah berat badan
merupakan ukuran antropometri yang
terpenting dan paling sering digunakan
pada bayi baru lahir (neonates). Berat
badan digunakan untuk mendiagnosa bayi
normal atau BBLR. Dikatakan BBLR
apabila berat badan bayi lahir di bawah
2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada
masa balita berat badan dapat
dipergunakan untuk melihat pertumbuhan
fisik atau status gizi (Nyoman Dkk, 2002).
Pemberian imunisasi diberikan pada
umur 0-7 hari: imunisasi HB 0, umur 1
bulan: imunisasi BCG dan Polio 1, umur 2
bulan: imunisasi DPT/ HB 1 dan Polio 2,
umur 3 bulan:DPT/ HB 2 dan Polio 3,
umur 4 bulan: DPT/ HB 3 dan Polio 4, dan
umur 9 bulan: campak. Konseling adalah
diskusi kelompok dengan orangtua atau
keluarga anak balita untukmemotivasi
orangtua balita agar terus melakukan pola
asuh yang baik pada anaknya dengan
menerapkan prinsip asih, asah dan asuh.
Membimbing orangtua melakukan
pencatatan terhadap berbagai hasil
pengukuran dan pemantauan kondisi anak
balita serta menyampaikan informasi pada
orangtua agar menghubungi kader apabila
ada permasalahan terkait dengan anak
balitanya. Sedangkan Pelayanan anak diare
dilakukan dengan pemberian ASI bila
balita masih menyusui, diberi air matang
dan cairan makanan (air sayur, air tajin
atau oralit), diberikan makanan, cuci
tangan pakai sabun sebelum dan sesudah
makan dan sesudah buang air besar
(http;//www.promkes.depkes.go.id)
Menurut Soetjiningsih (dalam
Nursalam, 2008) disebutkan bahwa Kartu
Menuju Sehat atau yang sering disingkat
dengan KMS adalah kartu yang penting
digunakan untuk memantau pertumbuhan
dan perkembangan balita, KMS yang ada
untuk saat ini adalah KMS balita, yaitu
kartu yang memuat grafik pertumbuhan
serta indikator perkembangan yang
bermanfaat untuk mencatat dan memantau
tumbuh kembang balita setiap bulannya,
dari sejak lahir sampai berusia 5 tahun
dengan demikian KMS dapat diartikan
sebagai rapor kesehatan gizi dan catatan
riwayat kesehatan imunisasi di antaranya
yaitu: imunisasi BCG memberikan
kekebalan aktif terhadap penyakit
tumberkulosis (TBC), penyakit tetanus
merupakan salah satu infeksi yang
berbahaya karena mempengaruhi sistem
urat saraf dan otot. Pemberian imunisasi
DPT, imunisasi hepatitis B untuk
mencegah penyakit yang disebabkan virus
hepatitis B yang berakibat pada hati,
imunisasi polio memberikan kekebalan
terhadap penyakit polio, Imunisasi DPT
memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit difteri, imunisasi campak
memberikan kekebalan aktif dan bertujuan
untuk melindungi terhadap penyakit
campak (Marimbi, 2010).
Posyandu merupakan kegiatan
kesehatan dasar yang diselenggarakan
untukmasyarakat yang dibantu oleh
petugas kesehatan di wilayah kerja
puskesmas, dimana program ini dapat
dilaksanakan di balai dusun, balai
Kelurahan, dan tempat yang mudah
didatangi oleh masyarakat.Tujuan
pelayanan posyandu adalah untuk
menurunkan angka kematian balita yang
masih cukup tinggi, meskipun dari tahun
ketahun sudah dapat diturunkan, untuk
meningkatkan peran dan kemampuan
masyarakat dalam mengembangakan
kegiatan kesehatan untuk menunjang
tercapainya masyarakat sehat dan sejahtera
terutama pada balita khususnya untuk itu
perlu adanya keaktifan orang tua dalam
mengunjungi posyandu yang di
selengarakan setiap satu bulan sekali
diberikan oleh pemberi pelayanan
kesehatan (Sulistyorini, dkk 2010).
Pelayanan posyandu dikenal dengan
nama “sistem 5 meja“ di mana kegiatan di
masing-masing meja mempunyai kegiatan
khusus.Sistem 5 meja tidak berarti bahwa
posyandu harus memiliki 5 buah meja
untuk pelaksanaannya tetapi kegiatan
posyandu tersebut harus mencakup 5
pokok kegiatan diantaranya adalah; 1)meja
pendaftaran balita; 2) meja penimbangan
balita; 3) meja pencatatan hasil
penimbangan; 4) penyuluhan dan
pelayanan gizi bagi ibu balita, dan; 5)
pelayanan kesehatan oralit (Sulistyorini,
dkk 2010).
Menurut Riskesdas Provinsi
Yogyakarta tahun 2010, dalam penelitian
Kristiani (2012), Kunjungan ke Posyandu
menunjukan secara Nasional cakupan
penimbangan balita (pernah ditimbang di
posyandu sekurang-kurangnya satu kali
dalam satu bulan)sebesar 74,5%. Frekuensi
kunjungan balita ke posyandu semakin
berkurang dengan semakin meningkatnya
umur anak. Sebagai gambaran proporsi
anak usia 6-11 bulan yang ditimbang di
Posyandu 91,3%, pada anak usia 12-23
bulan turun menjadi 83,6% dan pada usia
24-35 bulan turun menjadi 73,3%
(http://www.google.com/journal.
respati.ac.id)
Tingkat partisipasi masyarakat
memeriksakan kesehatan balitanya ke
posyandu masih rendah. Kondisi ini salah
satunya dipengaruhi oleh cara pandang
orang tua yang merasa anaknya tidak perlu
lagi dibawa ke posyandu seiring
bertambahnya umur, selain itu minimnya
kepercayaan para orang tua terhadap
kinerja kader posyandu. Berdasarkan Data
Riskesdas 2010, bahwa 50% balita
Indonesia tidak melakukan penimbangan
teratur di posyandu, riset menunjukkan
kecenderungan semakin bertambahnya
umur seorang balita maka tingkat
kunjungan ke posyandu untuk melakukan
penimbangan rutin semakin menurun
(http://www.beritasatu.com)
Dalam penelitian (Wahyutomo,
2010), Dilihat dari permasalahan yang ada
dimasyarakat terutama pada bayi maupun
balita, maka ibudiharapkan mempunyai ciri
khusus atau sifat khas yang sesuai dalam
perwatakan tertentu (karakteristik). Seiring
dengan begitu banyak masalah yang
muncul, maka karakteristik mempunyai
kedudukan yang strategis untuk
membangun kepribadian individu dalam
masyarakat demi memajukan peradaban
yang lebih maju (http://emprin.uns.ac.id )
Manfaat posyandu bagi masyarakat
merupakan kemudahan untuk mendapatkan
informasi dan pelayanan kesehatan bagi
anak balita dan ibu, pertumbuhan anak
balita terpantau sehingga tidak menderita
kurang gizi atau gizi buruk. Bayi dan anak
balita mendapatkan kapsul vitamin A, dan
bayi memperoleh imunisasi lengkap
(Sulistyorini, dkk2010).
Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal
16 Maret 2014, dengan mengadakan
wawancara kepada 2 kader mengenai
kunjungan balita ke posyandu dan 5 ibu
balita mengenai karakteristik ibu yang
berkunjung ke posyandu.Dari hasil
wawancara pada 2 kaderdidapatkan 45
balita yang ikut posyandu dengan tingkat
kehadiran 70% dari 45 balita. Sedangkan
hasil wawancara pada 5 ibu balita
mengenai karakteristik ibu yang
berkunjung ke Posyandu didapatkan 3 ibu
berpendidikan SMP, pekerjaan lebih dari 8
jam/hari dengan mengikuti kegiatan
posyandu sebanyak 8 kali selama 1 tahun
terakhir dan 2 ibu berpendidikan SMA,
pekerjaan minimal 7 jam/hari dengan
mengikuti kegiatan posyandu sebanyak 6
kali selama 1 tahun terakhir.
Berdasarkan uraian diatas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti tentang
“Hubungan Karakteristik Ibu Dengan
Kunjungan Balita ke Posyandu di Desa
Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten
Purworejo”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
peneliti adalah observasional bersifat
analisis. Desain penelitian yang digunakan
peneliti adalah cross sectional analitik.
Yang dimaksud desain cross sectional
analitik dalam penelitian ini adalah peneliti
akan meneliti karakteritik ibu dengan
kunjungan balita ke posyandu di Desa
Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten
Purworejo. Data yang berkaitan dengan
karakteristik ibu dan kunjungan balita ke
posyandu diambil secara lansung dalam
waktu yang bersamaan dan sekali tidak
diulang (Notoatmodjo, 2010). Penelitian
ini dilaksanakan di Desa Dlangu
Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo.
Populasi dalam penelitian ini adalah
ibu yang memiliki balita di RW I dan RW
II di Desa Dlangu Kecamatan Butuh
Kabupaten Purworejo yang berjumlah 45
orang. Pengambilan sampel dengan total
sampling yaitu semua anggota populasi
dijadikan sebagai sampel. Jadi sampel
dalam penelitian ini sebanyak 45 orang.
Instrumen penelitian yang
digunakan peneliti dalam pengumpulan
data adalah kuesioner. Kuesioner
karakteristik ibu terdapat di dalam data
umum. Sedangkan instrumen kunjungan
ibu balita ke posyandu dalam satu tahun
dari bulan Mei 2013 sampai bulan Mei
2014, dilihat dari Kartu Menuju Sehat
(KMS) serta catatan daftar (register
kunjungan) hadir yang dimiliki oleh kader
posyandu.Analisi statistik berupa univariat
dan analisis bivariat. Analisis bivariat
dengan menggunakan korelasi Spearmen
Rank.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Karakteristik ibu balita
Tabel 4.1
Karakteristik Ibu Berdasarkan Umur,
Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan dan
Jumlah Anak di Desa Dlangu Kecamatan
Butuh Kabupaten Purworejo
No Karakteristik Frekuensi (%)
1 Umur
17-27 tahun
28-38 tahun
39-48 tahun
15 (33,30)
18 (40,00)
12 (26,70)
2 Pendidikan
Dasar
Menengah
Tinggi
10 (22,20)
21 (46,70)
14 (31,10)
3 Pekerjaan
Kurang 8 jam
Lebih dari 8 jam
19 (42,20)
26 (57,80)
4 Penghasilan
Tinggi
Cukup
Rendah
21 (46,70)
17 (37,60)
7 (15,60)
5 Jumlah anak
Kecil
Besar
22 (48,90)
23 (51,10)
N = 45
Berdasarkan tabel 4.1 di atas
bahwa umur ibu paling banyak adalah
ibu yang berumur 28-38 tahun yaitu 18
responden (40,00%). Sedangkan sisanya
ibu yang berumur 39-48 tahun jumlah
paling sedikit yaitu 12 responden
(26,7%) dan ibu yang berumur 17-27
tahun sebanyak 15 responden (33,30%).
Berdasarkan tabel 4.1 di atas bahwa
Pendidikan ibu paling banyak adalah
ibu dengan pendidikan menengah yaitu
21 respoden (46,70%) sedangkan
sisanya pendidikan dasar yaitu 10
responden (22,20%) dan tinggi
sebanyak 14 responden (31,10).
Berdasarkan tabel 4.1 di atas
bahwa Pekerjaan ibu paling banyak
adalah ibu dengan pekerjaan terikat
waktu lebih dari 8 jam yaitu 26
responden (57,80%) dan paling sedikit
pekerjaan ibu yang terikat waktu kurang
dari 19 responden (42,20). Sedangkan
tabel 4.1 di atas bahwa Penghasilan ibu
paling banyak adalah tinggi atau >
1.075.000 yaitu 21 orang (46,70%),
sedangkan sisanya penghasilan cukup
sebanyak 17 responden (37,60%) dan
penghasilan rendah < 1.075.000 yaitu 7
responden (15,60%).
Berdasarkan tabel 4.1 di atas
bahwa jumlah anak ibu paling banyak
adalah jumlah besar syaitu 23
responden (51,10%) dan paling sedikit
jumlah kecil yaitu 22 responden
(48,90%).
2. Kunjungan ibu balita ke Posyandu
Tabel 4.2
Kunjungan ibu balita ke Posyandu di Desa
Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten
Purworejo
Kunjungan Ibu
Balita ke Posyandu
Frekuensi (%)
Baik ≥ 8 kali 28 (62,20%)
Tidak Baik < 8 kali 17 (37,80%)
Jumlah 45 100,00)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat
diketahui bahwa ibu balita yang
berkunjung ke posyandu sebagian besar
baik atau ≥ 8 kali∕tahun yaitu sebanyak
28 responden (62,2%). Sedangkan yang
tidak baik atau ≤ 8 kali∕tahun sebanyak
17 responden (37,80%).
3. Hubungan karakteristik ibu dengan
kunjungan balita ke Posyandu di Desa
Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten
Purworejo
Tabel 4.3
Hubungan karakteristik ibu dengan
kunjungan balita ke Posyandu di Desa
Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten
Purworejo.
Karateristik
Kunjungan
Posyandu
rho p Baik
Tidak
Baik
F % F %
Umur
17-27 tahun
28-38 tahun
39-49 tahun
9
16
3
20
35.6
6.7
6
2
9
13.3
4.4
20
0.231
0.126
Pendidikan
Tinggi
Menengah
Rendah
9
13
6
20
28.9
13.3
1
8
8
2.2
17.8
17.8
0.345
0.020
Pekerjaan
< 8 jam
> 8 jam
18
10
40
22.2
1
16
2.2
35.6
0.573
0.000
Penghasilan
Tinggi
Cukup
Kurang
16
12
0
35.6
26.7
0
5
5
7
11.1
11.1
15.6
0.416
0.005
Jumlah
anak
Kecil
Besar
10
18
22.2
40
12
5
26.7
11.1
0.338
0.023
Berdasarkan tabel 4.3 diatas
bahwa variabel karakteristik umur ibu
balita tidak menunjukan hubungan
dengan kunjungan balita ke posyandu
dimana nilai rho = 0,231 dan p= 0,126
> 0,05 sedangkan variabel pendidikan
,pekerjaan, penghasilan dan jumlah
anak terdapat hubungan dengan
kunjungan balita ke posyandu dimana
nilai rho = 0,345, 0,573, 0,416 0,338
dan p = 0,020, 0,000, 0,005 0,023<0,05.
Pembahasan
Berdasarkan data diatas dapat
dilihat bahwa tidak ada hubungan umur ibu
dengan kunjungan posyandu karena nilai p
= 0,126 (>0,05). Hasil ini sesuai
menunjukan umur responden tidak
berpengaruh pada kunjungan posyandu,
karena pada umur berapapun tetap saja
melakukan kunjungan posyandu dengan
baik. Keadaan ini karena ibu merasa
anaknya sudah mendapatkan imunisasi
lengkap dan perkembangan sosial anak
makin bertambah.
Berdasarkan tabel 4.3 bahwa
variabel karakteristik pendidikan terdapat
hubungan dengan kunjungan posyandu
dengan nilai rho = 0,345 dan p =
0,020<0,05. Hal ini dikarenakan semakin
tinggi pendidikan maka semakin baik
kunjungan posyandu. Menurut Suharjo
(dalam Hidayati, 2008) disebutkan bahwa
rendahnya tingkat pendidikan erat
kaitannya dengan perilaku ibu dalam
memanfaatkan sarana kesehatan
(posyandu). Tingkat pendidikan ibu yang
rendah mempengaruhi penerimaan
informasi sehingga pengetahuan tentang
posyandu terbatas. Semakin tinggi
pendidikan ibu, mortalitas dan morbiditas
akan semakin menurun. Sehingga semakin
tinggi tingkat pendidikan ibu maka
kesadaran untuk berkunjung ke posyandu
semakin aktif. Tingkat pendidikan juga
berkaitan dengan pengetahuan yang juga
merupakan faktor yang mempengaruhi
perilaku ibu balita membawa balitanya ke
posyandu. Menurut Mubarak (2007),
pendidikan berarti bimbingan yang di
berikan seseorang pada orang lain terhadap
suatu hal agar mereka dapat memahami.
Berdasarkan tabel 4.3 bahwa
variabel karakteristik pekerjaan terdapat
hubungan dengan kunjungan balita ke
posyandu dengan nilai rho = 0,573 dan p =
0,000<0,05. Hasil menunjukkan bawa
peran ibu yang berkerja dan tidak bekerja
sangat berpengaruh terhadap perawatan
keluarga. Menurut Husnaini (1989),
menyebutkan bahwa peran ibu yang
bekerja dan yang tidak bekerja sangat
berpengaruh terhadap perawatan keluarga.
Hal ini dapat lihat dari waktu yang
diberikan ibu untuk mengasuh dan
membawa anaknya berkunjung ke
posyandu masih kurang karena waktunya
akan habis untuk menyelesaikan semua
pekerjaan. Bekerja merupakan kegiatan
yang menyita waktu. Bagi ibu-ibu bekerja
akan mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan keluarga dan waktu untuk
mengasuh anak akan berkurang. Menurut
Wawan (2010), pekerjaan dapat di kaitkan
dengan pendidikan seseorang maksudnya
adalah seseorang dengan pendidikan yang
tinggi maka pengetahuan seseorang akan
semakin luas sehingga pekerjaan yang
diperoleh sesuai dengan apa yang
diinginkan.
Berdasarkan tabel 4.3 bahwa
variabel karakteristik penghasilan terdapat
hubungan dengan kunjungan balita ke
posyandu dengan nilai rho = 0,416 dan p =
0,005<0,05). Penghasilan mempunyai
hubungan dengan kunjungan ke posyandu,
karena semakin tinggi penghasilan maka
akan semakin baik dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan dalam hal ini
kunjungan balita ke posyandu . Menurut
Biro Pusat Statistik 2007 (dalam
Wahyutomo, 2010), penghasilan adalah
penghasilan yang diperoleh keluarga dalam
satu bulan yang dapat dikategorikan dalam
penghasilan yang kurang, cukup maupun
penghasilan tinggi yang nantinya akan
berpengaruh dalam memantau tumbuh
kembang balita.
Berdasarkan tabel 4.3 bahwa
variabel karakteristik anak jumlah anak
terdapat hubungan dengan kunjungan
balita ke posyandu dengan nilai rho =
0,338 dan p = 0,023<0,05. Hasil ini
menunjukkan bahwa jumlah anggota
keluarga akan mempengaruhi kehadiran
ibu yang mempunyai anak balita untuk
hadir di posyandu. Menurut Hurlock
(2005) bahwa semakin besar keluarga
maka semakin besar pula permasalahan
yang akan muncul di rumah terutama
untuk mengurus kesehatan anak. Dalam
kaitannya dengan kehadirannya ke
posyandu seorang ibu akan sulit mengatur
waktu untuk hadir ke posyandu karena
waktunya akan habis untuk member
perhatian dan kasih sayang dalam
mengurus anak-anak dirumah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan di Desa Dlangu Kecamatan
Butuh Kabupaten Purworejo sebagai
berikut :
1. Karakteristik dari 45 responden di Desa
Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten
Purworejo : bahwa umur yang
terbanyak yaitu 28-38 tahun sebanyak
18 responden (40,00%), pendidikan ibu
yang banyak yaitu pendidikan
menengah sebanyak 21 responden
(46,70%), pekerjaan ibu yang terbanyak
yaitu lebih dari 8 jam sebanyak 26
responden (57,80%), penghasilan ibu
yang terbanyak yaitu dalam kategori
tinggi sebanyak 21 responden (46,70%)
dan jumlah anak yang terbanyak dalam
kategori besar sebanyak 23 responden
(51,10%).
2. Kunjungan balita ke posyandu di Desa
Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten
Purworejo termasuk kategori baik ≥ 8
kali dalam setahun sebanyak 28
responden (62,20%).
3. Variabel karakteristik umur ibu balita
tidak menunjukan hubungan dengan
kunjungan balita ke posyandu di mana
nilai rho = 0,231 dan p = 0,126 > 0,05.
Sedangkan variable pendidikan,
pekerjaan penghasilan dan jumlah anak
terdapat hubungan dengan kunjungan
balita ke posyandu di mana nilai rho=
0,345, 0,573, 0,416 0,338 dan p= 0,020,
0,000, 0,005 0,023<0,05.
Saran
1. Bagi pengembangan IPTEK
Penelitian ini dapat menjadi bahan
kajian bagi pengembangan ilmu
pengetahuan tentang hubungan
karakteristik dengan kunjungan
posyandu.
2. Bagi institusi pendidikan STIKES Duta
Gama Klaten
Diharapakan hasil Penelitian ini bisa di
jadikan kajian pustaka, sehingga dapat
menambah refrensi mengenai
pentingnya karakteristik ibu untuk
meningkatkan kunjungan balita ke
posyandu.
3. Bagi profesi keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai literature dalam pengembangan
bidang profesi keperawatan khususnya
bidang profesi keperawatan anak
mengenai hubungan karakteristik
dengan kunjungan posyandu.
4. Bagi responden
Ditujukan kepada ibu balita di Desa
Dlangu Kecamatan Butuh Kabupaten
Purworejo agar mempertahankan
kunjungan balita ke posyandu untuk
meningkatkan derajat kesehatan balita.
5. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menambah
pengalaman dalam membuat karya tulis
ilmiah yang dapat dijadikan dasar untuk
mengadakan penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ayo Keposyandu Setiap Bulan. 2012.
Jakarta. Sujudi.
http;//www.promkes.depkes.go.id.
Fatimah 2013. Hubungan Peran Kader
dengan Upaya Peningkatan
Pelayanan Posyandu di Desa Kali
Kebo Kecamatan Trucuk Kabupaten
Klaten.Skripsi.S1 KeperawatanStikes
Duta Gama.
Hidayat A.A.A. 2011. Metode Penelitian
Keperawatan Dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Maedika.
Hidayati. 2008. Hubungan Pendidikan dan
Kunjungan ke Posyandu. http: www.
Bascommetro.com
Husnaini, 1989. Status Pekerjaan Ibu.
http://digilib.unimus.ac.id/
Hurlock, 2005. Jumlah Anak dalam
Anggota keluarga.
http://digilib.unimus.ac.id/
Kesehatan, 2010. Jakarta.
http://www.beritasatu.com/
Kunjungan, 2007 Jawa Tengah, Dinas
Kesehatan.http://digilib.unimus.ac.id
/;
Kristiani. 2012. Hubungan Antara
Penyapihan Pola Pemberian Makan
dan Frekuensi Kunjungan Posyandu
Dengan Status Gizi Balita Usia 12 –
60 Bulan di Desa Gari Kecamatan
Wonosari Kabupaten Gunung
Kidul.Skripsi Kesehatan Masyarakat
Universitas Respati Yogyakarta.
Kristina. 2011.Hubungan Pengetahuan Ibu
Tentang Posyandu dengan Tingkat
Kehadiran Pada Penimbangan Balita
di Posyandu Kemuning Desa
Kauman Pandak Bantul.Skripsi. S1
Keperawatan Stikes Duta Gama
Klaten.
Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang,
Status Gizi Dan Imunisasi Dasar
Pada Balita.Yogyakarta: Nuha
Medika.
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Prilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan
Bayi Dan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Nyoman. 2002. Penilaian status gizi.
Jakarta: EGC.
Prasetyawati, A. E. 2012. Kesehatan Ibu
Dan Anak(KIA)Dalam Millenium
Development Goals (MDGs).
Yogyakarta: Nuha Medika.
Pudjiadi, S. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada
Anak. Edisi keempat. Jakarta:
FKUI.Profil Kesehatan. 2012.Jawa
Tengah, Dinas
Kesehatan.http://www.Dinkes
jatengprov.go.id.
Poerdji, S. 2002. Faktor-faktor yang
Berhubungan Dengan Kunjungan
Balita ke Posyandu. http: www.
Bascommetro.com
Profil Kesehatan. 2012.Jawa Tengah,
Dinas Kesehatan.http://www.Dinkes
Jatengprov.go.id.
Rohman, A. 2009. Memahami Pendidikan
dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:
Laksbang Mediatama.
Sulistyorini, C. I dkk (2010). Posyandu
dan Desa Siaga. Bantul: Muha
Medika
Sugiyono. 2010. StatistikUntuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Undang-Undang Republik Indonesia,
2003. Jenjang Pendidikan.
Jakarta.http://www. dikti.go.id.
Wawan. A., dan Dewi, M 2011. Teori dan
Pengukuran Pengetahuan, Sikap,
dan Prilaku Manusia. Yogyakarta:
Nuha Medika.
PENGARUH ORIENTASI PASIEN BARU TERHADAP TINGKAT KECEMASAN
PASIEN DI RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU KABUPATEN KLATEN
Disusun oleh:
dr. Husein Prabowo,MPH
Titis Sensussiana S.Kep.,M.Kep
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
DUTA GAMA KLATEN
2018
PENDAHULUAN
Orientasi pasien baru adalah
pemberian informasi kepada pasien baru
berkaitan dengan proses keperawatan yang
akan dilakukan oleh rumah sakit. Tujuan
dilakukan orientasi salah satunya
memenuhi hak pasien ketika di rumah
sakit. Orientasi terhadap pasien baru
merupakan usaha memberikan
informasi/sosialisasi kepada pasien dan
keluarga tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan pelayanan selama di
rumah sakit (Ragusti, 2008).
Praktik orientasi dilakukan saat
pertama kali pasien datang (24 jam
pertama) dan kondisi pasien sudah tenang.
Orientasi diberikan pada pasien dan
didampingi anggota keluarga yang
dilakukan di kamar pasien dengan
menggunakan format orientasi.
Selanjutnya pasien diinformasikan untuk
membaca lebih lengkap format orientasi
yang ditempelkan di kamar pasien.
Perawat memberi tahu tentang jadwal
kegiatan rutin ruangan antara lain waktu
makan, mandi, kunjungan dokter dan
waktu besuk. Namun demikian, praktik
orientasi ini banyak yang tidak dilakukan
oleh perawat. Secara umum perawat
menerima pasien rawat inap dari instalasi
gawat darurat, melakukan anamnesa atas
pasien kemudian melakukan beberapa
tindakan seperti menyiapkan kamar dan
sebagainya, sementara memperkenalkan
diri, membacakan hak-hak pasien dan
sebagainya tidak dilakukan
(http://digilib.unimus.ac.id/).
Hak-hak pasien ini dapat
dilakukan oleh perawat melalui orientasi
yang dilakukan oleh perawat terhadap
pasien baru. Orientasi pasien baru
merupakan kontrak antara perawat dan
pasien/keluarga dimana terdapat
kesepakatan antara perawat dengan
pasien/keluarganya dalam memberikan
Asuhan Keperawatan. Kontrak ini
diperlukan agar hubungan saling percaya
antara perawat dan pasien/keluarga dapat
terbina (Nining, 2008).
Sebagian besar pasien yang belum
dilakukan orientasi mengalami tingkat
kecemasan sedang yang meliputi perasaan
cemas, ketegangan, dan ketakutan. Pasien
saat sakit sebelum diberikan orientasi
seringkali mengalami kecemasan,
kecemasan ini bukan hanya dialami oleh
pesien tetapi juga keluarga. Hal ini dapat
disebabkan kerena ketidaktahuan tentang
kegiatan yang ada di rumah sakit dan
memerlukan penjelasan lebih lanjut
(Purwadarminta, 1999 dalam Wellem,
2013).
Faktor ketidaktahuan dapat
menimbulkan kecemasan bagi pasien
terutama bagi pasien yang belum pernah
masuk rumah sakit. Gejala kecemasan baik
yang sifatnya akut maupun kronik
(menahun) merupakan komponen utama
bagi hamper semua gangguan kejiwaan
(psychiatric disorder). Diperkirakan
jumlah mereka yang menderita kecemasan
ini baik akut maupun kronik mencapai 5%
dari jumlah penduduk, dengan
perbandingan antara wanita dan pria 2
banding1. Dan diperkirakan antara 2% -
4% diantara penduduk Disuatu saat dalam
kehidupanya pernah mengalami gangguan
cemas (PPDGJ-II, Rev. 1983 dalam
Hawari, Dadang 2011).
Dari hasil penelitian Poltekes
Kemenkes Makasar menunjukan ada
pengaruh orientasi terhadap tingkat
kecemasan pasien, hal ini dapat dilihat dari
nilai P 0,003 pada kelompok kasus dengan
standar deviasi 0,612 dan pada kelompok
kontrol nilai P 0,004 dengan standar
deviasi 0,690 sehingga disimpulkan bahwa
ada pengaruh antara orientasi terhadap
tingkat kecemasan pasien. Berdasarkan
hasil tersebut disarankan kepada perawat
untuk melaksanakan protap program
orientasi bagi pasien baru yang akan
dirawat dan masih perlu diadakan
penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
orientasi terhadap tingkat kecemasan
pasien yang bersifat lebih spesifik
(http//.PolitekniKesehatanMakassar.htm).
Dampak tidak ada pemberian
orientasi dari perawat kepada pasien dapat
dilihat dari kebingunagan pasien dan
keluarga tentang tempat pelayanan rumah
sakit misalnya, kasir, ruang pengambilan
obat dan ruang perawat. Dapat juga pasien
dan keluarga bingung atau tidak tahu
tentang siapa dokter yang memeriksa,
nama perawat yang merawat pasien.
Berdasarkan survei di lapangan yang
dilakukan oleh peneliti pasien yang masuk
rumah sakit sering mengalami kecemasan
dari kecemasan tingkat ringan sampai berat
(Hawari, 2011).
Peneliti dapat menyimpulkan
bahwa orientasi pasien baru sangat perlu
dilakukan oleh perawat, karena pasien baru
akan mengalami kecemasan ketika berada
di lingkungan baru RSU karena ketidak
tahuan pasien dan keluarga mengenai
kegiatan yang ada di rumah sakit.
Kecemasan sering di alami oleh
kebanyakan orang, ketika individu berada
dalam suatu lingkungan sosial yang baru
atau berada dalam lingkungan sosial yang
berbeda dengan lingkungan sosial di mana
individu biasa berada. Woody dan
Rodriguez dalam jurnal berjudul „Self-
Focused Attention and Social Anxiety in
Social Phobics and Normal Controls‟
menyatakan bahwa jika seseorang
mengamati dirinya sendiri dalam interaksi
sosial dan menyadari adanya perbedaan
antara current state dan tujuan, dan
perbedaan ini tidak diseimbangkan maka
kecemasan kemungkinan akan dialami,
terutama apabila perbedaan ini
dipersepsikan sebagai
ancaman. (Rodriguez, 2000 dalam yhu
yhu, 2012). Selain itu perawat telah
memenuhi hak pasien ketika perawat telah
melakukan orientasi kepada pasien.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit
PKU Muhamadiayah Delanggu Kabupaten
Klaten, didapatkan hasil dari 10 pasien
dapat diketahui bahwa, yang mengalami
tingkat kecemasan sedang 40%, ringan
30% dan berat 30%. Maka penulis
bermaksud mengadakan penelitian tentang
“Pengaruh Pemberian Orientasi Pasien
Baru Dari Perawat Terhadap Tingkat
Kecemasan Pasien Di RSU PKU
Muhamadiyah Delanggu“.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan
termasuk penelitian Survey Analitik dengan
ramcangan cross sectional dalam
penelitian ini adalah peneliti akan meneliti
pengaruh orientasi pasien baru terhadap
tingkat kecemasan pasien di RSU PKU
Muhamadiyah Delanggu.
Adapun populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh Pasien baru yang
berjumlah 770 pasien setiap bulanya.
Sampel pada penelitian ini adalah
semua pasien baru yang memenuhi kriteria
peneliti, Pengambilan sampel pada
penelitian ini secara insidental. Sampling
incidental adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan/incidental bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel. Bila dipandang orang yang
kebetulan ditemui itu cocok sebagai
sumber data Sugiono (2012) dengan
kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Pasien baru yang berada di bangsal
rawat inap PKU Muhammadiyah
Delanggu
2. Karakteristik pasien di tentukan Umur
> 17 tahun.
3. Bersedia menjadi responden.
Variabel bebas pada penelitian ini
adalah Orientasi Pasien baru serta variabel
terikatnya adalah tingkat kecemasan
pasien.
Orientasi pasien baru adalah kegiatan
pengenalan kepada pasien yang baru
masuk di ruang rawat inap meliputi:
a. Tempat
b. Kunjungan
c. Tata ruang
d. Praktek dokter
e. Tarif
f. Fasilitas
Dengan menggunakan Kuisoner yang
berupa Lembar observasi yang berbentuk
checklist dengan 13 pernyataan dengan
kategori jawaban Ya kode 2, tidak kode 1
Kategori : Baik jika skor 10-12, Sedang
jika skor 7-9, Kurang jika skor < 6. Cemas
adalah Kondisi yang dirasakan pasien saat
pelayanan di rumah sakit. Kuisioner
Berupa lembar observasi untuk mengetahui
tingkat kecemasan dengan HRS-A. <14
tidak ada kecemasan, 14-20 Kecemasan
ringan, 21-27 Kecemsan sedang, 28-41
Kecemasan berat, 42-56 Kecemasan berat
sekali.
Untuk memudahkan analisa peneliti
menggunakan alat computer. Hasil
penghitungan tiap-tiap pertanyaan
dibandingkan dengan tabel nilai pearson
produck moment. Untuk menilai
pertanyaan kuisioner valid atau tidak
tergantung dari taraf signifikan (r tabel)
yaitu 0,05. Apabila rhitung > rtabel 0,05
berarti bahwa item pertanyaan valid dan
dapat dipergunakan jika rhitung < rtabel 0,05
maka pertanyaan tidak valid. Setelah
dialkukan uji validitas dari 13 item soal
terdapat 6 item soal yang valid diantaranya
adalah soal no 1, 2, 6, 9, 10, 12. Sedangkan
ada item yang tidak valid diantaranya
adalah nomor 3, 4, 5, 7, 8, 11, 13.
Sehingga peneliti akan menggunakan 6
item soal untuk digunakan sebagai alat
ukur dalam penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Karakteristik pasien baru berdasarkan
karakteristik umur, pendidikan dan
pekerjaan
Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Baru
berdasarkan Umur di
RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat
diketahui bahwa mayoritas pasien
berumur 41- 50 tahun seabanyak 40
responden (45,45%), dan minoritas
pasien berumur < 30 sebanyak 4
responden (4,54%).
Berdasarkan tabel 4.1 bisa dikatakan
Umur pasien di RSU PKU
Muhammadiyah Delanggurata rata-
rata adalah berumur 41 – 50 tahun, di
umur tersebut merupakan usia dimana
seseorang sudah renta terhadap suatu
penyakit. Akan tetapi di umur tersebut
proses berfikirnya dalam menagkap
suatu hal baru sangat matang. Bisa
dikatakan dalam menerima orientasi
pasien sangatbaik. Hal ini diperkuat
juga pendapat Huclok (1998) dalam
No Umur Frekwensi Prosentase
1 < 30 4 4,54
2 30 – 40 37 42,04
3 41 – 50 40 45,45
4 > 50 7 7,95
Jumlah 88 100,00
buku Wawan dan Dewi (2011) yang
berpendapat bahwa semakin cukup
umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir.
Tabel 4.2 Karakteristik Pasien
Baru berdasarkan
pendidikan di RSU PKU
Muhammadiyah
Delanggu. No Pendidikan Frekwensi Prosentase
1 SD 24 30,68
2 SMP 49 55,68
3 SMA 15 17,04
Jumlah 88 100,00
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat
diketahui bahwa mayoritas pasien
berpendidikan SMP sebanyak 49
responden (55,1%), dan minoritas
SMA sebanyak 15 responden (16,9%).
Berdasarkan tabel 4.2 bisa dikatakan
mayoritas pendidikan pasien di RSU
PKU Muhammadiyah delanggu adalah
SMP, hal tersebut di dukung dengan
wilayah di sekitar Rumah sakit yang
mayoritas bekerja sebagai Petani.
Pendidikan seseorang berpengaruh
terhadap penerimaan informasi, tidak
dipungkiri makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima
informasi. Informasi yang dimaksud
adalah informasi yangdiberikan
perawat tentang informasi yang ada di
rumah sakit sehingga pasien tidak
merasakan kecemasan. Hal ini
diperkuat oleh Wawan Dan Dewi
(2011) semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah dalam
penerimaan informasi.
Tabel 4.3 Karakteristik Pasien Baru
berdasarkan pekerjaan di
RSU PKU Muhammadiyah
delanggu No Pekerjaan Frekwensi Prosentase
1 Buruh 39 44,31
2 Petani 31 35,22
3 Wiraswata 17 19,31
4 PNS 1 1,13
Jumlah 88 100,00
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4.3 mayoritas
pekerjaan pasien buruh sebanyak 39
responden (43,8%), dan minoritas
pekerjaan pasien adalah PNS sebanyak
1 responden (1,1%).
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dikatakan
mayoritas pekerjaan Pasien di RSU
PKU Muhamaadiyah Delanggu adalah
sebagai buruh dan petani. semakin
mapan pekerjaan seseorang maka
semakin membuat orang tersebut
percaya diri akan kehidupanya. Sebagai
contoh pekerjaan buruh dan petani
beda dengan yang bekerja sebagai
PNS, pekerjaan buruh dan petani tidak
mendapatkan pension atau masa
depanya tidak bisa menhasilkan jika
sudah berhenti bekerja lain halnya
dengan PNS yang masa tuanya
mendapatkan pensiunan. Hal ini
dukung dengan teori Kreitner dan
kinicky (2004) menyatakan bahwa
masa kerja yang lama cenderung
membuat pegawai lebih merasa betah
dalam organisasi, hal ini disebabkan
diantaranya adalah telah beradaptasi
dengan lingkungan yang lama sehingga
pegawai merasa anman dengan
pekerjaanya. Penyebab lain juga
dikarenakn ada kebijakan dari instasnsi
atau perusahaan mengenai jaminan
hidup hari tua.
b. Gambaran Orientasi pasien baru di
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu
Tabel 4.4 Gambaran implentasi Orientasi
Pasien Baru di RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu
No Oriestasi
Pasien baru
Frekwensi Prosentase
1 Baik 50 56,81
2 Sedang 37 42,04
3 Kurang 1 1,13
Jumlah 88 100,0
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4.4 mayoritas
Orientasi pasien baru di RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu baik
sebanyak 50 responden (56,2%), dan
minoritas Orientasi Kurang sebanyak 1
responden (1,1%).
Berdasarkan tabel 4.4 bisa dikatakan
bahwa Orientasi yang tiangkap rata rata
pada pasien Baik. Sebab, setiap pasien
yang datang dirumah sakit wajib
diberikan orientasi pasien baru. Pasien
mempunyai hak yang harus di penuhi
oleh perawat. Hal ini diperkuat dengan
dan kewajiban pasien dalam UU No 44
2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32
UU 44/2009) menyebutkan bahwa
setiap pasien mempunyai hak
Memperoleh informasi tentang hak dan
kewajiban pasien. - Memperoleh
layanan yang manusiawi, adil, jujur,
dan tanpa diskriminasi.
c. Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien
Baru di RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu
Tabel 4.5 Gambaran Tingkat Kecemasan
Pasien Baru di RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu.
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4.5 Mayoritas pasien
baru mengalami tingkat kecemasan
cemas ringan sebanyak 49 responden
(55,1%), dan minoritas tidak cemas
sebanyak 39 responden (43,8%).
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dikatakan
bahwa mayoritas pasien baru yang
berada di RSU PKU Muhammadiyah
delanggu mengalami tingkat
kecemasan ringan. Karna, semakin
seseorang tidak tau tentang aturan dan
tempat yang baru dia tinggali maka
seseorang tersebut akan mengalami
kecemasan. Pasien baru yang datang di
rumah sakit secara langsung akan
merasa kebingungan akan tempat arau
fasillitas yang ada di rumah sakit
tersebut serta peraturan yang harus
ditaati, hal tersebut yang membuat
pasien merasa cemas. Hal ini diperkuat
dengan teori (PPDGJ-II, Rev. 1983
dalam Hawari, Dadang 2011) faktor
ketidaktahuan dapat menimbulkan
kecemasan bagi pasien terutama bagi
pasien yang belum pernah masuk
rumah sakit. Gejala kecemasan baik
yang sifatnya akut maupun kronik
(menahun) merupakan komponen
utama bagi hampir semua gangguan
kejiwaan (psychiatric disorder).
d. Analisis bevariate digunakan untuk
mengetahui keeratan hubungan antara
dua variabel dan untuk mengetahui
arah hubungan yang terjadi. Koefisian
korelasi sederhana menunjukan
seberapa besar hubungan yang terjadi
antara dua variabel.
Pengaruh Orientasi Pasien Baru dengan
Tingkat Kecemasan Di RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu.
Tabel 4.6 Pengaruh Orientasi Pasien Baru
dengan Tingkat Kecemasan Di
RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu
No Tingkat
kecemasan
Frekwensi Prosentase
1 Tidak
Cemas
39 43,8
2 Cemas
ringan
49 55,1
Total 88 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan hasil
bahwa nilai sig 0,00 < 0,05 maka Ho
ditolak yang artinya ada pengaruh
orientasi pasien baru dengan tingkat
kecemasan pasien di RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu.
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dikatakan
semakin baik Orientasi yang di
dapatkan seseorang maka semakin
rendah pula tingkat kecemasan yang
dialami. Pasien baru jika dari awal
masuk sudah mendapatkan orientasi
maka pasien tersebut tidak mengalami
kebingungan dengan lingkungan baru
yang di tempati. Serta pasien tersebut
tidak akan mengalami kecemasan. Hal
ini di dukung dengan teori hawari
(2011) bahwa orientasi pasien baru
sangat perlu dilakukan oleh perawat,
karena pasien baru akan mengalami
kecemasan ketika berada di lingkungan
baru RSU karena ketidak tahuan pasien
dan keluarga mengenai kegiatan yang
ada di rumah sakit. Kecemasan sering
di alami oleh kebanyakan orang, ketika
individu berada dalam suatu
lingkungan sosial yang baru atau
berada dalam lingkungan sosial yang
berbeda dengan lingkungan sosial di
mana individu biasa berada.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian akan memakan banyak waktu
karna tidak semua pasien mau mengisi
kuisioner yang ada di rumahsakit. Hal
tersebut yang menyebabkan peneliti
mengalami dalam mengumpulkan hasil
kuisioner dengan cepat.
a. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode
pengambilan jawaban responden
menggunakan kuisioner, pada penelian
selanjutnya diharapkan mampu
menggunakan metode yang lebih
Test Statistics
Orientasi
Chi-Square 62.905a
Df 2
Asymp. Sig. .000
a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The
minimum expected cell frequency is 45.7.
bervariasi supaya dapat dibandingkan
hasil penelitianya
b. Tempat penelitian pada penelitian
cukup luas sehingga Peneliti perlu
membagi ruangan yang akan diteliti,
dan memilih karakteristik didalamnya
sehingga Peneliti mendapatkan apa
yang diinginkan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
Pengaruh Orientasi pasien baru dengan
Tingkat Kecemasan Pasien di RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan karakteristik umur
responden mayoritas berumur 41-50
tahun sebanyak 40 responden (45,45%
) dan minoritas < 30 tahun sebanyak 4
responden ( 4,45%) , berdasarkan
tingkat pendidikan mayoritas SMP
(55,1%) minoritas SMA (16,9%), dan
berdasarkan pekerjan mayoritas Buruh
(43,8%) dan minoritas PNS (1,1%).
2. Berdasarkan gambaran Orientasi pasien
baru di RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu mayoritas orientasi nya Baik
(56,2%).
3. Berdasarkan gambaran tingkat
kecemasan pasien baru di RSU PKU
Muhammadiyah delanggu, mayoritas
mengalami tingkat kecemasan ringan
(55,1%).
4. Ada pengaruh Orientasi pasien baru
dengan tingkat kecemasan di RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu. Hal ini
didukung dengan hasil pengolahan data
dengan Chi-square mendapatkan nilai
sig 0,00<0,05 Ho ditolak. Artinya ada
pengaruh Orientasi Pasien Baru
terhadap Tingkat Kecemasan di RSU
PKU Muhammadiyah Delanggu
SARAN
1. Bagi RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu
Diharapkan dapat mempertahankan
pelayanan pemberian orientasi pasien
baru di RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu.
1. Bagi penelitian selanjutnya
Diharapkan pada penelitian selanjutnya
bisa lebih menggunkan lebih banyak
responden agar data yang diperoleh
lebih signifikan.
2. Bagi institusi pendidikan
Dapat menamambah ilmu pengetahuan
tentang pengaruh orientasi pasien baru
terhadap tingkat kecemasan.
3. Bagi responden
Menambah pengalaman kepada
responden dan pengetahuan tentang
mengisi kuisioner dan terlibat dalam
sebuah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta;
Rineka Cipta.
Christina Lia, dkk. 2002. Komunikasi
Kebidanan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Drawati, R. 2014. HubunganPengetahuan
Tentang Sindrome
MenopauseDengan Kecemasan
Pada Wanita Premenopause di
Desa Ngabeyan Jatinom Klaten.
Ebta . 2012. Versi 1.3. Kamus Besar
Bahasa Indonesia (online):Diakses
12 Januari 2015
Hidayat, Alimul. A. 2007. Metode
Penelitian Keperawatan Dan
Teknik Analisa Data : Salmemba
medika Jakarta.
Hawari. D. 2011. Menegemen Stress
Cemas Dan Depresi: balai penerbit
FKUI Jakarta.
Lestary, D. 2010. Selukbeluk Menopause.
Jakarta; GaraIlmu.
Nining. 2008. Hubungan pengetahuan
perawat dengan praktik orientasi
terhadap pasien baru di ruang
rawat inap di rumah sakit bakti
wira tamtama semarang. Skripsi
Nuralita Arinda, 2009 Kecemasan pasien
rawat inap ditinjau dari persepsi
tentang layanan keperawatan di
rumah sakit : Universitas Gajah
Mada. Psicological Journal
Nursalam. 2011. Konsep dan penerapan
metodologi penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Notoatmodjo, S.2005. Metodologi
Penelitian Kesehatan: Jakarta
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi
Penelitian Kesehatan: Jakarta
Rineka Cipta.
Potter dan Perry.2005. Buku Ajar
fundamental keperawatan
Pendekatan. Praktis. Metodologo.
Riset. keperawatan. Jakarta:CV
Agung Seto.
_____. 2012. Pengaruh Orientasi
Terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Yang Dirawatdi Ruang
Interna Rsud Nabire Kabupaten
Nabire Papua. Jurnal ilmiah.
http://digilib.unimus.ac.id/
Ragusti, 2008. Hubungan Antara
Pengetahuan Dengan Praktik
Orientasi Perawat Pada Pasien
Baru Di Rumah Sakit Bhakti Wira
Tamtama Semarang. Skripsi
Ramaiah Savitri. 2003. Kecemasan
menghadapi masa bebas pada
narapidana. Karya tulis ilmiah
_____. 1996. Rational use of
benzodiazepine . World health
organitation.
Shoker, M. 2012. Pengaruh Penyuluhan
Kesehatan Terhadap
Penurunantingkat Kecemasan
Keluarga Pasien Dengancedera
Kepala (Sedang - Berat) Di Ruang
13rsu dr. Saiful Anwar Malang:
Universitas Brawijaya. Skripsi
Suliswati, 2014. Pengertian Kecemasan
dan Tingkat Kecemasan Menurut
Pendapat
Ahli.http://www.wawasanpendidika
n.com/2014/09/Pengertian-
Kecemasan-dan-Tingkat-
Kecemasan-Menurut-Pendapat-
Ahli.html
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik :
Teori dan Praktik. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
_____. SOP Pasien Baru Dan Pulang.
http//www.SOP.htm
UU No 44 tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit (Online).
Videbeck. (2008). Psychiatric Mental
Health Nursing. USA: Lippincot &
Wilkins Inc.
Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis Untuk
Profesi Perawat. Jakarta; EGC.
Wawan dan Dewi. 2011. Gambaran
Karakteristik berdasarkan Umur
dan Pengalaman kerja pasien.
Poltekes Kemenkes Sorong
Wellem. O. 2013. Pengaruh Orientasi
Terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Yang Di Rawat Di Ruangan
Internal Rsud Kabupaten Papua
Barat; Poltekes Kemenkes Sorong
Yhu yhu. 2012. Kecemasan Sosial
Dihasilkan Dari Atribusi.
https://theshadowdreams.wordpress
.com/2012/11/12/kecemasan-sosial-
dihasilkan-dari-atribusi/.
PENGARUH PELATIHAN KADER POSYANDU TENTANG PEMBUATAN NASI TIM
UNTUK BAYI USIA 9-12 BULAN TERHADAP KETRAMPILAN KADER DI DESA
NANGGULAN KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN
Disusun Oleh :
Feri Catur Yuliani, S.Kep., Ns
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) DUTA GAMA KLATEN
2018
PENGARUH PELATIHAN KADER POSYANDU TENTANG PEMBUATAN
NASI TIM UNTUK BAYI USIA 9-12 BULAN TERHADAP KETRAMPILAN
KADER DI DESA NANGGULAN KECAMATAN CAWAS
KABUPATEN KLATEN
INTISARI
Feri Catur Yuliani
Latar Belakang : Pelatihan merupakan bentuk nyata yang dapat dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan mutu kader, selain itu sebagai salah satu jawaban atas kritik masyarakat
terhadap pemerintah. Pelatihan kader dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan kader serta ketrampilan sekaligus dedikasi kader.
Tujuan : Untuk mengetahui Pengaruh Pelatihan Kader Posyandu tentang pembuatan nasi tim
untuk bayi usia 9-12 bulan terhadap Ketrampilan Kader di Desa Nanggulan Kecamatan
Cawas Kabupaten Klaten.
Metode Penelitian : Penelitian menggunakan metode pra eksperimen dengan pendekatan one
group pre test posttest. Populasi dalam penelitian ini adalah kader kesehatan di Desa
Nanggulan, Cawas, Klaten sebanyak 20 orang. Instrument menggunakan checklist, analisa
data menggunakan paired t-test
Hasil Penelitian : Ketrampilan kader mengenai pembuatan nasi tim untuk bayi usia 9-12
bulan, sebelum diberikan pelatihan di Desa Nanggulan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten
adalah 11-21. Ketrampilan kader mengenai pembuatan nasi tim untuk bayi usia 9-12 bulan
sesudah diberikan pelatihan di Desa Nanggulan, Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten adalah
17-21
Kesimpulan : Ada Pengaruh Pelatihan Kader Posyandu tentang pembuatan nasi tim untuk
bayi usia 9-12 bulan terhadap Ketrampilan Kader di Desa Nanggulan Kecamatan Cawas
Kabupaten Klaten dengan nilai = 0,000 (p<0,05).
Kata Kunci : Pelatihan, Kader, Posyandu, Nasi Tim, Bayi Usia 9-12 Bulan, Ketrampilan
PENDAHULUAN
Pembangunan bidang kesehatan
merupakan bagian dari pembangunan
nasional. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No.36 Tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 3 yaitu bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis.
Salah satu upaya mewujudkan
pembangunan bidang kesehatan pada
masyarakat Indonesia yang sehat adalah
dengan memberdayakan masyarakat. Salah
satu upaya pemberdayaan yaitu dengan
mengikutsertakan anggota masyarakat atau
kader yang bersedia secara sukarela terlibat
dalam masalah-masalah kesehatan. Kader
merupakan orang terdekat yang berada
ditengah-tengah masyarakat, yang
diharapkan dapat memegang pekerjaan
penting khususnya setiap permasalahan
yang berkaitan dengan kesehatan (Yulifah
dan Yuswanto, 2011).
Bayi usia 9-12 bulan sudah mulai
mengalami kemajuan dalam perkembangan
makan, meksipun demikian orang tua
harus memperhatikan komposisi
makanannya. Hal ini dilakukan agar bayi
memperoleh gizi yang cukup, tidak kurang
dan tidak lebih. Masa ini merupakan masa
adaptasi masa bayi memasuki masa anak-
anak. Masa ini anak mulai dikenalkan
dengan makanan yang bertekstur kental,
agak kasar dan padat seperti nasi tim. Hal
ini dimaksudkan agar bayi mulai
mengunyah ketika gigi susunya tumbuh
(Lalage, 2013).
Pelatihan kader merupakan salah satu
kegiatan untuk mempersiapkan kader agar
mampu berperan serta dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal. Dalam melakukan pelatihan
kader, pengetahuan dan keterampilan yang
dilatihkan harus disesuaikan dengan tugas
kader dalam mengembangkan program
kesehatan di desa kader. Pelatihan kader
dimaksudkan untuk meningkatkan
pengetahuan, kemauan, dan kemampuan
kader dalam pelaksanaan kegiatan yang
berkaitan dengan kesehatan (Yulifah dan
Yuswanto, 2011).
Pelatihan merupakan bentuk nyata
yang dapat dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan mutu kader, selain itu
sebagai salah satu jawaban atas kritik
masyarakat terhadap pemerintah. Pelatihan
kader dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan kader serta
ketrampilan sekaligus dedikasi kader.
Dengan demikian akan timbul kepercayaan
diri untuk melaksanakan tugas sebagai
kader dalam melayani masyarakat, baik di
posyandu maupun saat kunjungan rumah
(Hartono, 2011).
Tujuan PMBA menurut Depkes
(2010) adalah meningkatkan status gizi
dan kesehatan, tumbuh kembang dan
kelangsungan hidup anak di Indonesia. Hal
ini diperkuat dengan Undang-undang
nomor 128 tahun 2009 tentang pemberian
makanan pada bayi yang harus diberikan
setelah bayi usia 6 bulan.
Ketrampilan adalah kemampuan
seseorang dalam bidang tertentu yang
diperoleh melalui pengamatan langsung
maupun tidak langsung (Notoatmodjo,
2010). Ketrampilan kader dalam memasak
makanan bayi yaitu ketrampilan yang
meliputi pemilihan bahan, cara pengolahan
dan penyajiannya.
Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan Hidayad (2012) di Daerah
Terpencil Kabupaten Pacitan, Jawa Timur
didapatkan hasil bahwa pengetahuan kader
tentang memasak makanan bayi adalah
66,7 % kategori kurang. Keadaan ini
menunjukkan bahwa pengetahuan kader
masih perlu ditingkatkan misalnya dengan
melakukan pelatihan bagi kader.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di Desa Nanggulan Kecamatan
Cawas Kabupaten Klaten diperoleh data
285 dari kunjungan posyandu dari Januari -
Desember 2014 terdapat 89 orang balita
yang termasuk gizi baik. Berdasarkan
interview yang dilakukan pada bidan di
Desa Nanggulan Kecamatan Cawas
Kabupaten Klaten mengatakan bahwa
bidan pernah melakukan pendidikan
kesehatan tentang pemberian makanan
bayi dan anak yang meliputi jenis dan cara
pengolahan. Wawancara dengan 10 ibu
yang mempunyai bayi sebanyak 6 orang
ibu mengatakan bahwa jenis makanan bayi
yang diberikan adalah buatan seperti bubur
sumsum dan instan misalnya nasi tim dan
sayuran. Sedangkan 4 orang ibu
mengatakan jenis makanan yang diberikan
adalah makanan lumat yaitu nasi tim. Hasil
wawancara dan pengamatan dalam
pembuatan nasi tim dengan 10 kader
posyandu di Desa Nanggulan Kecamatan
Cawas Kabupaten Klaten didapatkan
bahwa sebanyak 6 kader sudah mengetahui
dan dapat mempraktekkan dalam
pembuatan makanan bayi usia 9-12 bulan
yaitu bisa menyebutkan 5 cara dan bahan
yang digunakan untuk membuat makanan
bayi usia 9-12 bulan yaitu nasi tim dan 4
kader belum tahu dan terampil dalam
membuat makanan bayi usia 9-12 bulan
atau nasi tim.
Berdasarkan hal tersebut di atas,
maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang ”Pengaruh Pelatihan
Kader Posyandu tentang pembuatan nasi
tim untuk bayi usia 9-12 bulan terhadap
Ketrampilan Kader di Desa Nanggulan
Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis quasi
experimental yaitu suatu penelitian dengan
melakukan kegiatan percobaan yang
bertujuan untuk mengetahui gejala atau
pengaruh yang timbul sebagai akibat dari
adanya perlakuan. Percobaan yang
digunakan berupa pelatihan terhadap suatu
variabel (Notoatmodjo, 2012). Rancangan
penelitian ini adalah one-group pra-post
test design, yaitu suatu rancangan yang
mengungkapkan hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan satu kelompok
subyek (Nursalam, 2008). Populasi adalah
keseluruhan objek penelitian atau objek
yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah
Populasi dalam penelitian ini adalah kader
kesehatan di Desa Nanggulan, Cawas,
Klaten sebanyak 20 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik total sampling yaitu
pengambilan sampel jumlah populasi
(Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam
penelitian ini adalah kader posyandu di
Desa Nanggulan Cawas Klaten sebanyak
20 responden. Analisis bivariat merupakan
analisis untuk mengetahui interaksi dua
variabel baik berupa komparatif, asosiatif,
maupun korelatif (Saryono, 2008). Analisis
bivariat dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkorelasi
(Notoatmodjo, 2012). Analisis bivariat
diuji dengan bantuan program SPSS versi
17.0.0. Penelitian ini menggunakan nilai α
sebesar 0,05 atau 5% dan tingkat
kepercayaan penelitian ini 95%.
HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden terdiri dari
umur, pendidikan dan pekerjaan
responden sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi
Frekuensi
RespondenBerdasa
rkan Karakteristik
Umur, Pendidikan
dan Pekerjaan
kader
No Karakteristik f %
1
2
3
Umur
Dewasa Muda
17-20 tahun
Dewasa
Menengah (21-
49 tahun)
Dewasa Tua >
49 tahun
0
14
6
0
70
30
1
2
3
4
Pendidikan
SD
SMP
SMA/SMK
Perguruan
Tinggi
6
6
7
1
30
30
35
5
1
2
3
4
Pekerjaan
Petani
Ibu Rumah
Tangga
Buruh
PNS
7
9
3
1
35
45
15
5
Jumlah 20 100
Sumber: Data Primer 2018
Tabel 4.1 di atas diketahui
bahwa sebagian besar umur
responden pada penelitian ini
dewasa menengah (21-49 tahun)
sebanyak 14 responden (70%)
sedangkan sebagian berada pada
kelompok dewasa tua (> 49 tahun)
tahun sebanyak 6 orang (30%).
Pendidikan responden sebagian
besar responden tamat SD sebanyak
13 orang (65%, pendidikan SMP
sebanyak 6 responden (30%) dan
sebagian kecil responden tamat
SMA/SMK yaitu hanya 7 orang
(35%). Pekerjaan diketahui bahwa
sebagian besar responden sebagai
Ibu Rumah Tangga sebanyak 9
orang (45%), sebagai petani
sebanyak 7 responden (35%),
pekerjaan sebagai buruh sebanyak 3
responden (15%) dan sebagian
kecil bekerja sebagai PNS yaitu
hanya 1 orang (5%).
b. Ketrampilan kader mengenai
pembuatan nasi tim untuk bayi usia
9-12 bulan, sebelum diberikan
pelatihan di Desa Nanggulan
Kecamatan Cawas Kabupaten
Klaten
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi
Ketrampilan kader
mengenai pembuatan nasi
tim untuk bayi usia 9-12
bulan, sebelum diberikan
pelatihan
Skor
Ketrampilan F %
Mea
n
Mi
n
Ma
x SD
11
13
14
16
18
21
4
2
6
2
4
2
20
10
30
10
20
10
15 11 21 3,146
Jumlah 20 10
0
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4.2
diketahui bahwa sebagian besar
Ketrampilan kader mengenai
pembuatan nasi tim untuk bayi usia
9-12 bulan, sebelum diberikan
pelatihan di Desa Nanggulan
Kecamatan Cawas Kabupaten
Klaten paling banyak dengan nilai
14 sebanyak 6 orang (30%).
c. Ketrampilan kader mengenai
pembuatan nasi tim untuk bayi usia
9-12 bulan sesudah diberikan
pelatihan di Desa Nanggulan,
Kecamatan Cawas Kabupaten
Klaten.
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi
Ketrampilan kader
mengenai pembuatan nasi
tim untuk bayi usia 9-12
bulan sesudah diberikan
pelatihan
Skor
Ketrampilan F %
Mea
n
Mi
n
ma
x SD
17
18
19
20
21
2
2
2
2
12
10
10
10
10
60
20 17 21 1,4
5
Jumlah 20 100
Sumber: Data Primer 2018
Berdasarkan tabel 4.3
diketahui bahwa sebagian besar
Ketrampilan kader mengenai
pembuatan nasi tim untuk bayi usia
9-12 bulan sesudah diberikan
pelatihan di Desa Nanggulan,
Kecamatan Cawas Kabupaten
Klaten paling banyak dengan nilai
21 sebanyak 12 responden (60%)
2. Analisa Bivariat
a. Uji Normalitas
Tabel 4.4 Uji Normalitas Nilai Pretest
dan Postest Ketrampilan
kader mengenai pembuatan
nasi tim untuk bayi usia 9-12
bulan
Ketrampilan Keterangan
Prestest
Posttest
0,421
0,646
Normal
Normal
Berdasarkan hasil uji
normalits maka didapatkan nilai
pada kelompok pretest adalah =
0,421 (p>0,05) jadi data normal,
sedangkan pada kelompok posttest
didapatkan nilai = 0,646 jadi data
berdistribusi normal.
Tabel 4.5 Pengaruh Pelatihan Kader
Posyandu tentang
pembuatan nasi tim untuk
bayi usia 9-12 bulan
terhadap Ketrampilan
Kader
N Rerata
± s.d
Perbed
aan
Rerata
± s.d
IK 95%
Bawah
Atas
Prete
st
Postt
est
2
0
2
0
15,00±3
,146
20,00±1
,451
5,000±
2,513
-6,174-
3,824
0,0
00
Berdasarkan tabel 4.8
diketahui bahwa nilai mean= 2,850,
t-test = 5,000 dan nilai = 0,000
(p<0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa Ho ditolak dan Ha diterima
jadi ada Pengaruh Pelatihan Kader
Posyandu tentang pembuatan nasi
tim untuk bayi usia 9-12 bulan
terhadap Ketrampilan Kader di
Desa Nanggulan Kecamatan Cawas
Kabupaten Klaten.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian mengenai Pengaruh
Pelatihan Kader Posyandu tentang
pembuatan nasi tim untuk bayi usia 9-12
bulan terhadap Ketrampilan Kader di Desa
Nanggulan Kecamatan Cawas Kabupaten
Klaten dengan nilai p = 0,000 (p<0,05).
Hasil ini didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anis (2013) Universitas
Negeri Sebelas Maret Surakarta dengan
judul “Pengaruh Pelatihan Pemberian
Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA)
Terhadap Pengetahuan, Keterampilan,
Konseling dan Motivasi Bidan Desa”.66,7
% kategori kurang.
Didukung dengan teori yang
dikemukakan oleh Pelatihan kader
dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan kader serta
ketrampilan sekaligus dedikasi kader.
Dengan demikian akan timbul kepercayaan
diri untuk melaksanakan tugas sebagai
kader dalam melayani masyarakat, baik di
posyandu maupun saat kunjungan rumah
(Hartono, 2011). Hasil ini didukung
dengan penelitian Hidayad (2012) di
Daerah Terpencil Kabupaten Pacitan, Jawa
Timur didapatkan hasil bahwa
pengetahuan kader tentang memasak
makanan bayi adalah 66,7 % kategori
kurang. Keadaan ini menunjukkan bahwa
pengetahuan kader masih perlu
ditingkatkan misalnya dengan melakukan
pelatihan bagi kader.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa ada Pengaruh
Pelatihan Kader Posyandu tentang
pembuatan nasi tim untuk bayi usia 9-12
bulan terhadap Ketrampilan Kader di Desa
Nanggulan Kecamatan Cawas Kabupaten
Klaten yang ditunjukkan dengan
ketrampilan kader dapat meningkat dengan
diadakannya pelatihan sehingga
pemahaman dan pengetahuan kader juga
lebih maksimal. Selain itu ketranpilan
kader akan lebih optimal jika adanya
dukungan atau motivasi, serta pelatihan
dalam hal ini adalah motivasi dan pelatihan
yang diberikan dari tenaga kesehatan atau
bidan desa setempat. Hal ini didukung oleh
Mubarak (2007), bahwa Pengalaman
adalah suatu kejadian yang pernah dialami
seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Ada kecenderungan
pengalaman yang kurang baik akan
berusaha untuk dilupakan oleh seseorang.
Namun jika pengalaman terhadap obyek
tersebut menyenangkan maka secara
psikologis akan timbul kesan yang sangat
mendalam dan membekas dalam emosi
kejiwaannya dan akhirnya dapat pula
membentuk sikap positif dalam
kehidupannya.
Penelitian ini didukung dengan hasil
sebelum dilakukan pelatihan dalam
pembuatan nasi tim terhadap ketrampilan
kader dengan skor 5,6,7 meningkat
menjadi 21 melakukan langkah-langkah
pembuatan nasi tim setelah dilakukan
pelatihan. Hasil ini sesuai dengan teori
Tujuan umum pelatihan kader posyandu
adalah meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan dedikasi kader (Hartono,
2011).
Peningkatan skor dalam penelitian
ini didukung dengan umur kader sebagian
besar adalah lebih dari 35 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa pada usia lebih dari
35 tahun merupakan suatu tahap dimana
orang usia paruh baya bertanggung jawab
terhadap sistem sosial yang berhadapan
dengan relasi kompleks. Hasil ini sesuai
dengan teori Mubarak (2007), yang
mengatakan bahwa dengan bertambahnya
usia seseorang, maka akan terjadi
perubahan pada aspek fisik dan psikologis
(mental). Pertumbuhan fisik secara garis
besar dapat dikategorikan menjadi empat,
yaitu perubahan ukuran, perubahan
proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan
timbulnya ciri-ciri baru. Hal ini terjadi
akibat pematangan fungsi organ. Pada
aspek psikologis atau mental taraf berfikir
seseorang semakin matang dan dewasa.
Hasil ini didukung dengan hasil tabel
4.1 umur responden sebagian besar adalah
lebih dari 35 tahun sebanyak 14 responden
(70%). Hasil ini menunjukkan bahwa umur
responden termasuk umur dewasa. Umur
dewasa dapat lebih matang atau lebih
bijaksana dalam melakukan suatu hal
menerima hal baru. Hasil penelitian sesuai
dengan penelitian Anis (2013) Universitas
Negeri Sebelas Maret Surakarta dengan
judul “Pengaruh Pelatihan Pemberian
Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA)
Terhadap Pengetahuan, Keterampilan,
Konseling dan Motivasi Bidan Desa bahwa
umur kader adalah lebih dari 35 tahun.
Tabel 4.2 Pendidikan responden
sebagian besar adalah SMA sebanyak 7
responden (35%). Hasil ini didukung juga
dengan pendidikan responden sebagian
besar adalah menengah yaitu SMP dan
SMA. Hal ini menunjukkan bahwa
responden telah memahami arti penting
pendidikan sehingga dapat menempuh
pendidikan hingga tingkat menengah.
Semakin tinggi pendidikan seseorang
semakin mudah pula mereka menerima
informasi, dan pada akhimya makin
banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang
tingkat pendidikannya rendah, akan
menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap penerimaan informasi
dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Dengan pengetahuan yang baik maka
seseorang akan lebih mudah dalam
menjalankan perannya (Mubarak, 2007).
Tabel 4.3 Pekerjaan responden
sebagian besar adalah ibu rumah tangga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pekerjaan kader sebagian besar adalah ibu
rumah tangga atau tidak bekerja. Hal ini
sesuai dengan teori Mubarak (2007) yang
mengatakan bahwa lingkungan pekerjaan
dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Berdasarkan hasil penelitian, teori
dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
tidak ada kesenjangan antara teori, hasil
penelitian dan penelitian terdahulu maka
dapat dikatakan bahwa pelatihan
mempunyai pengaruh meningkatkan
ketrampilan kader dalam pembuatan nasi
tim pada bayi 9-12 bulan dengan didukung
umur, pendidikan dan pekerjaan kader.
KETERBATASAN PENELITIAN
Keterbatasan dalam penelitian ini
yaitu mengalami bias seleksi dan bias
informasi. Bias seleksi yaitu kesalahan
sistematik dalam pemilihan responden atau
sampel, karena setiap penelitian yang
sifatnya probabilitas terdapat bias atau
standar error 5%, sehingga untuk
mengurangi bias seleksi, sampel ditentukan
sendiri oleh peneliti tanpa pertimbangan
dari bidan setempat.
Sedangkan bias informasi yaitu
kesalahan sistematik dalam mengamati,
memilih instrument, mengukur, membuat
klasifikasi dan membuat interpretasi serta
teknik pengambilan data atau pengisian
checklist. Dalam pengambilan data
terhadap responden, responden mengisi
data sendiri sehingga dimungkinkan terjadi
bias, untuk itu perlu dilakukan persamaan
persepsi terlebih dahulu antar numerator
agar ketika responden mengisi checklist
tidak mengalami kesulitan atau perbedaan
informasi antara numerator. Persamaan
persepsi dilakukan antar numerator tidak
hanya mengenai checklist tetapi juga
dalam persamaan materi atau informasi
yang diberikan sehingga bias yang terjadi
dapat dikurangi seminimal mungkin.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Ketrampilan kader mengenai
pembuatan nasi tim untuk bayi usia 9-
12 bulan, sebelum diberikan pelatihan
di Desa Nanggulan Kecamatan Cawas
Kabupaten Klaten dengan skor nilai
11-21, lebih dari rata-rata (15)
sebanyak 30%.
2. Ketrampilan kader mengenai
pembuatan nasi tim untuk bayi usia 9-
12 bulan sesudah diberikan pelatihan
di Desa Nanggulan, Kecamatan Cawas
Kabupaten Klaten dengan skor nilai
17-21,lebih dari rata-rata (20)
sebanyak 10%.
3. Ada Pengaruh Pelatihan Kader
Posyandu tentang pembuatan nasi tim
untuk bayi usia 9-12 bulan terhadap
Ketrampilan Kader di Desa Nanggulan
Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten
dengan nilai = 0,000 (p<0,05).
SARAN
1. Bagi Institusi STIKES Duta Gama
Klaten
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan pustaka atau
referensi untuk melakukan penelitian
sejenis, meningkatkan pengetahuan dan
wawasan bagi mahasiswa serta pembaca
pada umumnya tentang pembuatan nasi
tim untuk bayi usia 9-12 bulan.
2. Bagi Institusi Desa Nanggulan
Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan untuk
dilakukannya suatu pembinaan yang
lebih intensif kepada kader ataupun
masyarakat sehingga kader posyandu
ataupun masyarakat dapat lebih
maksimal dalam ketrampilan
pembuatan nasi tim untuk bayi usia 9-
12 bulan, dengan cara bekerja sama
dengan tenaga kesehatan dalam
melakukan pelatihan.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Dapat dijadikan sebagai masukan
sehingga dapat diambil langkah-langkah
sebagai upaya untuk peningkatan mutu
dan kualitas pelayanan terutama
pelatihan pada kader yang berkaitan
dengan pemberian pelatihan tentang
ketrampilan pembuatan nasi tim untuk
bayi usia 9-12 bulan.
4. Bagi Kader
Kader supaya tetap mempertahankan
ketrampilan dalam pembuatan
pembuatan nasi tim untuk bayi usia 9-
12 bulan sehingga dapat
mendemonstrasikan pada ibu-ibu yang
mempunyai bayi desa setempat.
5. Bagi Ibu Bayi
Ibu agar mencari informasi tentang
pembuatan nasi tim dengan cara
mengikuti pendidikan kesehatan tentang
pembuatan nasi tim
6. Bagi Masyarakat
Masyarakat agar mencari informasi
tentang pembuatan nasi tim sehingga
anak mendapatkan MP-ASI yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Pengantar
Suatu Pengantar Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
2010. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta : YBPSP.
Depkes RI, 2010. Buku Kader Posyandu
dalam Usaha Perbaikan keluarga.
Jakarta : Depkes RI.
Hartono, 2011. Promosi Kesehatan Sejarah
dan Perkembangannya di Indonesia.
Jakarta : Rineka Cipta.
Hayati. 2009. Gizi balita dan Pemberian
Makanan Tambahan. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Mubarak. 2011. Promosi Kesehatan untuk
Kebidanan. Jakarta : Salemba
Medika.
Notoatmodjo. S. 2010. Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
. 2012. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. 2008. Metodologi Penelitian.
Jakarta : Salemba Medika.
Riwikdikdo. 2012. Statistik Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
World Vision Indonesia. 2013. Panduan
Makanan Bayi dan Anak. Jakarta.
Yulifah, Rita dan Yuswanto, .J.A. 2011.
Asuhan Kebidanan Komunitas.
Jakarta : Salemba Medika.