Hubungan Hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT), Pengguna...
Transcript of Hubungan Hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT), Pengguna...
i
Hubungan Hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT),
Pengguna PRT, dan Lembaga Penyalur PRT (LPPRT)
Kota Semarang Perspektif Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
SKRIPSI
Disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh
Devie Rakhmawati
8111415294
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“Nothing words can say that we can’t do anything, we just act like there’s
nothing to do”-Devie
Persembahan:
Karya ini saya persembahkan untuk:
1. Tentunya yang pertama adalah kedua Orang Tua saya, Bapak H. Sumono
dan Ibu Hj. Masykuriyah yang telah mendukung, memotivasi, dan
mendoakan saya untuk menyelesaikan skripsi ini
2. Untuk ketiga kakak saya, Mas Danang, Mas Danu, dan Mas Deny beserta
Kedua kakak ipar saya tersayang Mba Festy dan Teteh Arin yang
walaupun kami semua terpisah jarak namun selalu mendoakan dan
menyemangati saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Teman-teman saya Cetrong Dinda, Asih, Dita, Pipit, dan Alif , dan Teman
masa kecil saya Natalia dan Elvira, serta adik tercinta Aina dan Awalia,
dan saudara BEM FH UNNES Kabinet Serasi yang telah memotivasi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Serta untuk Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“HUBUNGAN HUKUM PEKERJA RUMAH TANGGA (PRT), PENGGUNA
PRT, DAN LEMBAGA PENYALUR PRT (LPPRT) KOTA SEMARANG
PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN”. Peneliti menyadari Penelitian ini dapat terselesaikan
atas bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu Peneliti mengucapkan
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Rodiyah, S.Pd., S.H., M.Si., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang.
3. Dr. Martitah, M.Hum., Wakil Dekan Bidang Akademik. Rasdi, S.Pd.,
M.H., Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan. Tri Sulistiyono, S.H.,
M.H., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas
Negeri Semarang.
4. Dani Muhtada, M.P.A., Ph.D., Ketua Bagian HTN-HAN Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang.
5. Tri Sulistiyono, S.H., M.H., sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, bantuan kritik, dan saran yang dengan
vii
sabar, ikhlas, dan sepenuh hati sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. Seluruh Dosen dan Staff Akademik Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang.
7. Bapak Arif selaku Staff Bidang Pelatihan Tenaga Kerja Dinas Tenaga
Kerja Kota Semarang yang telah bersedia memberikan ilmu, wawasan,
informasi secara jelas dan rinci dalam penelitian ini.
8. Bapak Rahmad dan Ibu Septi dari LPK Budi Asih yang bersedia sebagai
narasumber dalam penelitian ini.
9. Saudari Evi, Fatimah dan Uswatun yang telah bersedia menjadi informan
yang memberikan saya informasi dalam penelitian ini.
10. Kedua orang tua saya Bapak Sumono dan Ibu Masykuriyah yang telah
mendukung, memotivasi, dan mendoakan saya untuk menyelesaikan
skripsi ini.
11. Ketiga kakak saya Mas Danang, Mas Danoe, dan Mas Deny, serta kedua
kakak ipar saya Mba Festy dan Teteh Arin yang telah memberikan doa dan
memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
12. Seluruh keluarga BEM FH UNNES Kabinet Serasi yang telah memberikan
ilmu, pengalaman, dan kekeluargakan yang sangat berharga.
13. Keluarga besar CETRONG, Umik Dita, Asih, Dinda, Pipit, dan Alif yang
telah memberikan motivasi, persahabatan, dorongan sejak awal perkuliahan
hingga saat ini.
viii
14. Keluarga besar SAHABAT SULTAN Novia, Anis, Afif, Mulya, Rezal,
Dede, Apri, Ipang, Arik, Fahmi, Salman yang selalu memberikan
motivasi, persahabatan, dorongan untuk menjalankan skripsi ini.
15. Sahabat-sahabatku Natalia dan Elvira, serta adik-adikku Aina, dan Awalia
yang selalu memberikan dorongan dan semangat untuk menyelesaikan
skripsi ini.
16. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2015
dan senior yang telah memberikan dorongan dan semangat.
17. Almamater Universitas Negeri Semarang, dan Fakultas Hukum UNNES.
18. Serta semua pihak yang memberikan semangat dan berbagi ilmu
pengetahuan dalam proses penelitian ini hingga selesai.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda
kepada semuanya dan dimudahkan untuk segala urusannya. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat bermanfaat, memberikan ilmu pengetahuan, dan
wawasan khususnya bagi penulis umumnya bagi kita semua.
Semarang, 29 April 2019
Penulis
Devie Rakhmawati
NIM. 8111415294
ix
ABSTRAK
Rakhmawati, Devie. 2019. “Hubungan Hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT),
Pengguna PRT, Dan Lembaga Penyalur PRT (LPPRT) Kota Semarang
Perspektif Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”.
Skripsi. Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing: Tri Sulistiyono, S.H., M.H.
Kata Kunci: Pekerja Rumah Tangga, Pengguna PRT, Hubungan Hukum,
Hak dan Kewajiban
Di Indonesia hak untuk bekerja merupakan hak dasar setiap manusia,
bahkan diyakinkan sebagai hak asasi manusia (Pasal 28D ayat 2 UUD 1945):
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Cukuplah kuat sebenarnya alasan
Indonesia untuk membuat peraturan perlindungan bagi warga negaranya
termasuk PRT.
Teori yang digunakan ada 3 yaitu : teori negara hukum merupakan
kesetaraan kedudukan dihadapan hukum, teori pelaksanaan hukum yang
menitikberatkan pada kepastian, kemanfaatan, dan keadilan, serta teori hukum
pembangunan yang memandang hukum ketenagakerjaan sebagai hukum yang
netral.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian yuridis sosiologi. Sumber data penelitian berasal dari data primer
yaitu data yang dikumpulkan langsung dari hasil penelitian di lapangan yang
diperoleh langsung dari Disnaker Kota Semarang, Pekerja Rumah Tangga
(PRT), dan LPK Budi Asih, dan data sekuder yaitu dari Undang-Undang,
buku-buku, jurnal dan hasil penelitian lainnya, serta teori-teori hukum yang
terkait. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini yaitu wawancara, dan
studi dokumen.
Hasil penelitian dalam hubungan hukum antara PRT dengan Pengguna
PRT ditinjau dengan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 memenuhi unsur
hubungan kerja, namun kedudukan hukum PRT belum dianggap sebagai
seorang “pekerja” secara utuh. Hubungan antara PRT dengan LPPRT
merupakan hubungan antara pelatih dengan siswa. Kemudian, hubungan antara
LPPRT dengan Pengguna PRT yaitu penyedia jasa dengan Klien. Beberapa
kendala yang ditemukan yaitu, lemahnya wewenang Disnaker Kota Semarang,
lemahnya peraturan mengenai perlindungan hukum PRT, dan kurangnya
SDM.
Saran dari penulis yaitu, LPK Budi Asih seharunya melaksanakan tugas
sebagaimana mestinya, dan peran pemerintah yaitu tindakan tegas dari
Disnaker Kota Semarang serta Pemerintah sudah seharunya mengesahkan
RUU PRT agar perlindungan hukum PRT lebih terjamin.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiv
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ............................................................................ 7
1.3. Pembatasan Masalah ........................................................................... 7
1.4. Rumusan Masalah ............................................................................... 8
xi
1.5. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8
1.6. Manfaat Penelitian .............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 11
2.1. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 11
2.2. Landasan Teori .................................................................................... 14
2.2.1.Teori Negara Hukum……………………………………………. 14
2.2.2.Teori Pelaksanaan Hukum……………………………………… 17
2.2.3.Teori Hukum Pembangunan……………………………………. 20
2.3. Landasan Konseptual .......................................................................... 23
2.3.1.Pengertian Hubungan Hukum ...................................................... 23
2.3.2.Tinjauan Umum Hubungan Kerja ................................................ 23
2.3.3.Perjanjian Kerja ............................................................................ 25
2.3.4.Tinjauan Umum PRT.................................................................... 26
2.3.5.Pengguna PRT (Majikan)……………………………………….. 29
2.3.6.Lembaga Penyalur PRT (LPPRT)……………………………… 30
2.3.7.Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia……………. . 32
2.4.Kerangka Berfikir................................................................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 35
3.1. Pendekatan Penelitian ......................................................................... 35
3.2. Jenis Penelitian .................................................................................... 36
3.3. Fokus Penelitian .................................................................................. 37
3.4. Lokasi Penelitian ................................................................................. 37
xii
3.5. Sumber Data ........................................................................................ 38
3.6. Teknik Pengambilan Data ................................................................... 39
3.7. Validitas Data ...................................................................................... 41
3.8. Analisis Data ....................................................................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 46
4.1. Deskripsi Fokus Penelitian .................................................................. 46
4.1.1. Kota Semarang………………………………………………. 46
4.1.2. Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang…………………………. 48
4.1.3. Lembaga Pelatihan Kerja (LPK Budi Asih)…………………. 50
4.2. Hubungan Hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT), Pengguna PRT,
dan Lembaga Penyalur PRT (LPPRT) Kota Semarang…………… 53
4.2.1. Hubungan Hukum Antara PRT dengan Pengguna PRT…… 54
4.2.2. Hubungan Hukum Antara PRT dengan LPPRT…………… 69
4.2.3. Hubungan Antara LPPRT dengan Pengguna PRT………… 78
4.3. Kendala Dalam Pelaksanaan Hubungan Hukum Pekerja Rumah Tangga
(PRT), Pengguna PRT, dan Lembaga Penyalur PRT (LPPRT) Kota
Semarang……………………………………………………............ 88
BAB V PENUTUP…………………..……………………………………… 95
5.1. Simpulan………………………………………………………….. 95
5.2. Saran……………………………………………………………… 97
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 99
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
PRT : Pekerja Rumah Tangga
ART : Asisten Rumah Tangga
LPPRT : Lembaga Penyalur Pekerja Rumah Tangga
LPK : Lembaga Pelatihan Kerja
PHK : Pemutusan Hubungan Kerja
ILO : International Labour Organization
BPS : Badan Pusat Statistik
SOP : Standar Operasional Prosedur
SDM : Sumber Daya Manusia
SIULPRT : Surat Izin Usaha Lembaga Penyalur PRT
UUK : Undang-Undang Ketenagakerjaan
PKWT : Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
PKWTT : Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
HAM : Hak Asasi Manusia
UU : Undang-Undang
JALA PRT : Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga
RUU PPRT : Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja
Rumah Tangga
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Obyek Hukum Dalam Hubungan Kerja
Bagan 2.2 Kerangka Berfikir
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Disnaker Kota Semarang
Bagan 4.2 Alur hubungan Hukum antara LPPRT dengan Majikan
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kasus Kekerasan PRT
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 4.1 Perjanjian Antara PRT dengan Pengguna PRT
Tabel 4.2 Hak dan Kewajiban PRT
Tabel 4.3 Perbandingan Permenaker PPRT dengan RUU PPRT
Tabel 4.4 Komparisi Wewenang Pemerintah
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Kota Semarang
Gambar 4.2 Izin Penyelenggaraan Pelatihan LPK Budi Asih
Gambar 4.3 Susunan Organisasi LPK Budi Asih Semarang
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian
Lampiran 3. Instrumen Penelitian Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang
Lampiran 4. Instrumen Penelitian PRT
Lampiran 5. Instrumen Penelitian LPPRT
Lampiran 6. Surat Pernyataan Kesanggupan Bekerja (PRT)
Lampiran 7. Perjanjian antara LPPRT dengan Pengguna PRT
Lampiran 8. Foto Wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia hak untuk bekerja merupakan hak dasar setiap
manusia (Pasal 27 ayat (2) UUD Tahun 1945): “Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”,
bahkan diyakinkan sebagai hak asasi manusia (Pasal 28D ayat 2 UUD
1945): “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Cukuplah kuat
sebenarnya alasan Indonesia untuk membuat peraturan perlindungan
bagi warga negaranya apapun jenis pekerjaannya agar mendapat
pekerjaan dan penghidupan yang layak dari pekerjaan tersebut, tak
terkecuali adalah Pekerja Rumah Tangga (PRT) (Agusmidah, 2017: 21)
Status hukum atau kedudukan hukum PRT masih semu hingga
dapat dikatakan sebagai seorang “pekerja”. Pelaksanaan kesepakatan
atau kontrak kerja PRT dengan majikan yang di dalamnya mencakup
pekerjaan, hari kerja, jam kerja, dan upah yang diterima belum
maksimal. Selain itu, hampir tidak ada PRT di Indonesia yang
mendapatkan jaminan perlindungan sosial (asuransi kesehatan dan
kecelakaan kerja). Hal ini terjadi karena PRT masih dianggap oleh
masyarakat sebagai “pembantu” bukan sebagai “pekerja”.Disamping itu,
kedudukan dari Pengguna PRT sendiri bukan merupakan perusahaan
2
melainkan perseorangan.Perbedaan kedudukan ini sangat berpengaruh
dalam pelaksanaan hubungan kerja dari kedua belah pihak.
Ada baiknya sebelum terjadi perikatan hukum antara Pengguna
dengan PRT, hendaknya dibuat sebuah perjanjian kerja, yang bentuknya
bisa berupa lisan, namun lebih baik jika berbentuk tertulis, yang dapat
menjadi alat bukti jika suatu saat diperlukan. Dalam perjanjian kerja ini,
ditulis secara lengkap dan rinci mengenai job description dari pekerja
rumah tangga, upah yang diterima pekerja, fasilitas untuk pekerja, hak
dan kewajiban dari majikan maupun dari pekerja, penentuan hari libur
dan cuti, berapa lama waktu pekerja tersebut bekerja di rumah tersebut,
dan hal-hal lain yang jika dianggap penting dapat dituliskan dalam
perjanjian kerja tersebut. Menurut Ian Macneil yang dikutip dalam
jurnal yang berjudul “Employment as a Relation Contract”, dijelaskan
bahwa:
“Relational contract theory holds that agreements are not
always transactional occasions where by parties exchange only value.
Relational contract theorizes that parties to contracts develop a
relationship between one another that incorporates planning, trust,
and solidarity that foar exceed the therms of the originals document.
Relational contract theory emphasizes the importance of therms
outside of the written document that may arise through interpersonal
commercial contract, relational contract theory has influenced law
3
and society, law and economics, libertarian and liberal communitarian
thinking” (Robert, 2005: 151-152).
Jadi dalam pembuatan suatu perjanjian kerja ataupun kontrak
kerja bukan hanya berdasarkan peraturan yang berlaku, namun
kesesuaian antara pihak yang terlibat langsung di dalam perjanjian dan
hal apa saja yang akan mereka luruskan agar tidak terjadi
kesalahpahaman dikemudian harinya. Selain itu, Ian Macneil juga
menjelaskan bahwa, dalam membuat suatu perjanjian kerja atau kontrak
kerja harus mengedepankan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal ini sesuai dengan penjelasan pada Permenaker No. 2 Tahun 2015
Pasal 5 yaitu : “Pengguna PRT dan PRT Wajib membuat Perjanjian
Kerja tertulis atau lisan yang memuat hak dan kewajiban dan dapat
dipahami oleh kedua belah pihak serta diketahui oleh Ketua Rukun
Tetangga atau dengan sebutan lain”. Sedangkan menurut Undang-
Undang No 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan, pengertian perjanjian
kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang menurut syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban
para pihak. (Soepomo, 1987: 23)
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
sendiri belum cukup mengatur detail tentang PRT.Hak dan kewajiban
PRT dalam pelaksanaannya menjadi kabur karena belum ada sumber
hukum yang dapat menjadi payung hukum yang kuat bagi PRT.
Permenaker No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan PRT hanya
4
mengatur secara umum mengenai hak dan kewajiban dari PRT,
Pengguna PRT, dan LPPRT.Namun, hal-hal seperti besaran upah,
bagaimana perlindungan hukum, dan bagaimana penyelesaian
perselisihan tidak diatur di dalam Permenaker No. 2 Tahun 2015.Oleh
karena itu, perlunya peran pemerintah untuk segera membuat Undang-
Undang yang sudah mencakup segala hal dalam perlindungan hukum
bagi PRT.Salah satunya dengan mengesahkan RUU PRT.
PRT merupakan pekerjaan yang tergolong dalam pekerjaan
sektor informal yang berdasarkan data tahun 2014 dari Kepala Badan
Pusat Statistik (BPS), Suryamin, pihaknya persentase pekerja formal
hanya 39 persen dari total pekerja, sementara sisanya 61 persen adalah
informal pekerja pada Februari 2013. Pada bulan Februari 2014, jumlah
pekerja formal meningkat menjadi 40 persen dari total pekerja
sementara itu sisa 60 persen bekerja sebagai pekerja informal
(sindonews.com 5 Mei 2014) (Sulistiyono, 2016: 59).
Hasil analisa data Survey Tenaga Kerja Nasional (Sakernas)
tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 2.555.000 PRT berusia
15 tahun ke atas yang bekerja di dalam negeri di Indonesia dan 1,7 juta
diantaranya bekerja di pulau Jawa (Technical Report:The Estimation of
Total Domestic Workers in Indonesia, ILO, 2013), Sementara itu Warga
Negara Indonesia yang bekerja di Luar Negeri (pekerja migran) tahun
2006-2012 tercatat sebanyak 3,9 juta. Sebagian besar adalah perempuan,
bekerja di sektor informal (BNP2TKI, 2012), diperkirakan yang bekerja
5
sebagai PRT mencapai lebih dari 80% (ILO, 2012; World Bank, 2008).
Sekitar 75% PRT di Indonesia adalah perempuan dan sebagian besar
berasal dari kawasan pedesaan dan umumnya berpendidikan rendah.
Saat ini Indonesia belum ada peraturan hukum yang melindungi hak-hak
PRT sebagai pekerja seperti kepastian tentang batasan jam kerja, hari
libur, upah minimum dan syarat kerja, dan sebagainya. Analisa terhadap
data Sakernas tahun 2012 menunjukkan bahwa proporsi PRT yang
bekerja lebih dari 40 jam seminggu jauh lebih banyak daripada pekerja
pada umumnya, namun rata-rata penghasilan PRT jauh di bawah rata-
rata penghasilan pekerja pada umunya (ILO, 2013). Analisa terhadap
data Sakernas ini juga menunjukkan bahwa 63% PRT bekerja 7 hari
dalam seminggu menunjukkan bahwa tidak ada hari libur mingguan
bagi mereka.
Alasan lain bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah
banyaknya terjadi kekerasan terhadap PRT di Indonesia. Kekerasan
terhadap PRT ini mayoritas dilakukan oleh Pengguna PRT (Majikan)
mereka sendiri.Berdasarkan data dari Jaringan Nasional Advokasi
Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), kasus kekerasan atau penyiksaan
terhadap PRT pada tahun 2016, sebagai berikut:
6
Tabel 1.1 Data Kasus Kekerasan PRT
DATA KASUS KEKERASAN – PENYIKSAAN TERHADAP
PRT TAHUN 2016
Jenis Kasus Multi
Kekerasan
Psikis, Fisik,
Ekonomi,
Trafficking,
Berakibat Fatal,
Luka Parah
Multi
Kekerasan,
Psikis, Fisik,
Ekonomi
Kekerasan
Ekonomi,
Upah Tidak
Dibayar
Total = 228 45 102 81
Sumber:https://www.ilo.org/jalaprtactivities
Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti memilih judul.
“HUBUNGAN HUKUMPEKERJA RUMAH TANGGA (PRT),
PENGGUNA PRT, DAN LEMBAGA PENYALUR PRT (LPPRT)
KOTA SEMARANG PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”
7
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat
diperoleh pengidentifikasian masalah sebagai berikut :
1. Masih banyaknya masalah ketenagakerjaan di Indonesia
2. Kebijakan yang terkait Pekerja Rumah Tangga belum menyentuh
secara detail dan belum sesuai dari keadaan yang terjadi atau fakta
di lapangan
3. Masih banyak terjadi kekerasan dan eksploitasi tenaga kerja
terutama pada PRT yang ada di Indonesia
4. Kurangnya pemahaman mengenai kedudukan hukum, hak dan
kewajiban, serta kesejahteraan yang ada pada PRT dilihat dari
statusnya sebagai pekerja dan dilihat dari perspektif Hukum
Ketenagakerjaan
5. Minimnya tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah
ketenagakerjaan khususnya yang terjadi pada Pekerja Rumah
Tangga (PRT).
1.3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas agar penelitian terfokus
pada permasalahan yang diangkat maka penulis merasa perlu untuk
melakukan pembatasan atas identifikasi permasalahan tersebut, yang
meliputi :
8
1. Hubungan hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT), Pengguna PRT,
dan Lembaga Penyalur PRT (LPPRT) kota Semarang perspektif
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Kendala dalam pelaksanaan hubungan hukum Pekerja Rumah
Tangga (PRT), Pengguna PRT, dan Lembaga Penyalur PRT
(LPPRT) Kota Semarang
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT),
Pengguna PRT, dan Lembaga Penyalur PRT (LPPRT) Kota
Semarang perspektif Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan ?
2. Apakah kendala dalam pelaksanaan hubungan hukum antara
Pekerja Rumah Tangga (PRT), Pengguna PRT, dan Lembaga
Penyalur PRT (LPPRT) Kota Semarang ?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikanhubungan hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT),
Pengguna PRT, dan Lembaga Penyalur PRT (LPPRT) Kota
9
Semarang perspektif Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
2. Menemukan kendala dalam pelaksanaan hubungan hukum Pekerja
Rumah Tangga (PRT), Pengguna PRT, dan Lembaga Penyalur
PRT (LPPRT) Kota Semarang
1.6. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat bermanfaat dan
berguna karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat
yang diambil dari penelitian. Adapun manfaat yang diharapkan penulis
dari penelitian ini antara lain :
1. Penelitian ini bermanfaat untuk menemukan bahwa masih banyak
permasalahan terkait PRT. Kedudukan hukum PRT, hak dan
kewajiban PRT yang masih dipandang sebelah mata. Dengan adanya
temuan peneliti tentang hal tersebut, maka kedudukan PRT dan hak
PRT akan menjadi fokus masyarakat untuk memandang PRT
sebagai seorang “pekerja” dan menjadi fokus Pemerintah selaku
pembuat kebijakan untuk lebih segera membuat kebijakan terkait
kedudukan hukum, hak dan kewajiban PRT secara detail agar
menjadi suatu perlindungan hukum bagi PRT.
10
2. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi sebagai tambahan
atau pengembangan ilmu hukum yaitu Hukum Ketenagakerjaan
terhadap teori yang sedang dikaji oleh peneliti, yaitu teori Negara
hukum, pelaksanaan hukum, dan hukum pembangunan dalam
pelaksanaan hubungan hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT),
Pengguna PRT, dan LPPRT. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi dibidang karya ilmiah serta bahan
masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam
melakukan penelitian sehingga penulis dapat mengembangkan teori
yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang sudah dilakukan oleh
penelitian sebelumnya menjadi suatu penelitian baru. Karna penelitian
dan kajian tentang Hukum Ketenagakerjaan telah banyak dituangkan ke
dalam bentuk tulisan, buku, maupun penelitian lain, maka untuk
menjaga orisinalitas tulisan yang telah dibuat oleh Penulis, maka
penulis perlu memaparkan beberapa penelitian-penelitian terdahulu
yang ada kaitannya dan relevansinya dengan masalah pada tulisan yang
akan menjadi objek penelitian untuk menghindari terjadinya kesamaan
dalam pembahasan dengan penelitian yang telah ada sebelumnya,
seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini :
12
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
Judul / Nama
Peneliti Persamaan Perbedaan Kebaruan
1
Tanggung Jawab
Pengguna Jasa PRT
Dengan
Pemenuhan
Kesejahteraan PRT
(Studi Kasus di
Kelurahan Gunung
Terang Kecamatan
Langkapura Bandar
Lampung)
(Skripsi)
Oleh:
Arrum Mulia
Anasis
Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu
Politik
Universitas
Lampung
(2017)
Sama-sama
membahas mengenai
PRT dilihat dari sisi
tenaga kerjanya.
Selain itu, dasar
hukumnya juga sama
menggunakan
Undang-Undang No.
13 Tahun 2003
Tentang
Ketenagakerjaan
ditambah sedikit
membahas RUU PRT
di dalamnya.
Pembahasan skripsi
saudari Arrum Mulia
Anasis ini mengacu
pada implementasi
atau pelaksanaan
perlakuan PJPRT
terhadap PRT dan
tanggungjawabnya.
Sedangkan penulis
mengkaji tentang
hubungan kerja,
kedudukan hukum,
serta pelaksanaan
perjanjian antara PRT
dan pemberi kerja.
Landasan yuridis yang
digunakan dalam
penelitian ini hanya
menggunakan RUU
Perlindungan PRT
sedangkan penulis
menggunakan UU No
13 Tahun 2003
Tentang
Ketenagakerjaan dan
Permenaker No 2
Tahun 2015 tentang
Perlindungan PRT.
Kebaruan dari
skrisi ini mengkaji
tentang hubungan
kerja, kedudukan
hukum, serta
pelaksanaan
perjanjian antara
PRT dan pemberi
kerja. Landasan
yuridis yang
digunakan dalam
penelitian ini
menggunakan
aturan terbaru
tentang PRT yaitu
Permenaker No 2
Tahun 2015
tentang
Perlindungan PRT.
2
Perlindungan Penelitian yang
dilakukan oleh saudari
Penelitian yang
dilakukan oleh saudari
Kebaruan dari
penelitian yang
13
Hukum Terhadap
Upah, Waktu Kerja
Pekerja Rumah
Tangga Ditinjau
dari Permenaker
No 2 Tahun 2015
Tentang
Perlindungan
Pekerja Rumah
Tangga
(Skripsi)
Oleh:
Riris Marito
Marbun
Fakultas Hukum
Universitas
Sriwijaya
Palembang
(2017)
Riris Marito Marbun
fokus kepada
penelitian terkait
perlindungan hukum
mengenai upah, dan
waktu kerja yang di
laksanakan oleh
Pekerja Rumah
Tangga. Penelitian
saudara Riris ini
berkaitan dengan
penelitian ini yang
juga fokus
menggunakan
Permenaker No 2
Tahun 2015 Tentang
Perlindungan Hukum
PRT.
Riris Marito Marbun
fokus kepada
penelitian terkait
perlindungan hukum
mengenai upah, dan
waktu kerja yang di
laksanakan oleh
Pekerja Rumah
Tangga. Sedangkan
penelitian yang
dilakukan oleh penulis
adalah fokus terhadap
hubungan hukum
antara PRT, Pengguna,
dan LPPRT yang
mana menggunakan
dasar hukum Undang-
Undang No 13 Tahun
2013 Tentang
Ketenagakerjaan dan
Permenaker No. 2
Tahun 2015
dilakukan oleh
penulis adalah
fokus terhadap
hubungan hukum
antara PRT,
Pengguna, dan
LPPRT yang mana
menggunakan
dasar hukum
Undang-Undang
No 13 Tahun 2013
Tentang
Ketenagakerjaan.
Jadi terdapat
perbedaan yang
nyata yaitu di
bagian fokus
pembahasan dan
dasar hukumnya
3
Analisis Yuridis
Kedudukan dan
Perlindungan
Hukum Pekerja
Rumah Tangga
(PRT) Dilihat Dari
Perspektif
Peraturan
perudang-undangan
Bidang
Ketenagakerjaan
(Thesis)
Oleh:
Tri Dian April
Sesa, S.H.
Thesis ini
menitikberatkan pada
analisis yuridis
kedudukan dan
perlindungan hukum
Pekerja Rumah
Tangga di lihat dari
persfektif peraturan
perundang undangan
ketenagakerjaan.
Penelitian ini
menggunakan metode
penelitian yuridis
normatif.
Pendekatan penelitian
saudari Tri Dian
menggunakan yuridis
normatif. Sedangkan
penelitian dari penulis
menggunakan
pendekatan penelitian
yuridis sosiologis yang
beracuan pada hasil
wawancara yang
diperoleh dari
informan secara
langsung dan
dibandingkan dengan
teori hukum dan
bahan-bahan hukum
lainnya.
Kebaruan dari
penelitian ini
adalah fokus
mengkaji tentang
bagaimana
pelaksanakan
hubungan hukum
daripada ketiga
belah pihak yaitu
PRT, LPPRT, dan
Majikan
berdasarkan
Perspektif UU No.
13 Tahun 2003.
14
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Negara Hukum
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, sebagai berikut: “Negara
Indonesia Negara hukum”. Negara hukum dimaksud adalah negara yang
menegakan supremasi hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan
dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggung jawabkan.Dengan
penjelasan tersebut, maka yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah
Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada
warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya
kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada
keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia
menjadi warga Negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang
sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan
bagi pergaulan hidup antar warga negaranya (Kusnardi dkk, 1988: 153)
Menurut Aristoteles:
Fakultas Hukum
Universitas
Tanjungpura
Program Magister
(2016)
15
“yang memerintah dalam Negara bukanlah manusia sebenarnya,
melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya
hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan
yang akan menentukan baik tidaknya suatu peraturan undang-
undang dan membuat Undang-Undang adalah sebagian dari
kecakapan menjalankan pemerintahan Negara. Oleh karena itu
Menurut Aristoteles bahwa yang penting adalah mendidik
manusia menjadi warga Negara yang baik, karena dari sikapnya
yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga negaranya”
Secara umum, dalam setiap Negara yang menganut paham
Negara hukum, selalu berlakunya tiga prinsip dasar, yakni supremasi
hukum (supremacy of law), kesetaraan di hadapan hukum (equality
before the law), dan penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan
dengan hukum (due process of law). ‘
Prinsip penting dalam Negara hukum adalah perlindungan yang
sama (equal protection) atau persamaan dalam hukum (equality before
the law). Perbedaan perlakuan hukum hanya boleh jika ada alasan yang
khusus, misalnya anak-anak yang di bawah umur 17 tahun mempunyai
hak yang berbeda dengan anak-anak yang di atas 17 tahun.Perbedaan ini
ada alasan yang rasional. Tetapi perbedaan perlakuan tidak dibolehkan
jika tanpa alasan yang logis, misalnya karena perbedaan warna kulit,
gender agama dan kepercayaan, sekte tertentu dalam agama, atau
perbedaan status seperti antara tuan tanah dan petani miskin. Meskipun
demikian, perbedaan perlakuan tanpa alasan yang logis seperti ini
16
sampai saat ini masih banyak terjadi di berbagai Negara termasuk di
Negara yang hukumnya sudah maju sekalipun.
Istilah due process of law mempunyai konotasi bahwa segala
sesuatu harus dilakukan secara adil. Konsep due process of
lawsebenarnya terdapat dalam konsep hal-hak fundamental
(fundamental rights) dan konsep kemerdekaan/kebebasan yang tertib
(ordered liberty) Konsep due process of law yang procedural pada
dasarnya didasari atas konsep hukum tentang “keadilan yang
fundamental” (fundamental fairness). Perkembangan, due process of
law yang prosedural merupakan suatu proses atau prosedur formal yang
adil, logis, dan layak, yang harus dijalankan oleh yang berwenang,
misalnya dengan kewajiban membawa surat perintah yang sah,
memberikan pemberitahuan yang pantas, kesempatan yang layak untuk
membela diri termasuk memakai tenaga ahli seperti pengacara bila
diperlukan, menghadirkan saksi-saksi yang cukup,memberikan ganti
rugi yang layak dengan proses negosiasi atau musyarawah yang pantas,
yang harus dilakukan manakala berhadapan dengan hal-hal yang dapat
mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia, seperti
hak untuk hidup, hak untuk kemerdekaan atau kebebasan (liberty), hak
atas kepemilikian benda, hak mengeluarkan pendapat, hak untuk
beragama, hak untuk bekerja dan mencari penghidupan yang layak, hak
17
pilih, hak untuk berpergian kemana dia suka, hak privasi, hak atas
perlakuan yang sama (equal protection) dan hak-hak fundamental
lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan due process of law yang
substantif adalah suatu persyaratan yuridis yang menyatakan bahwa
pembuatan suatu peraturan hukum tidak boleh berisikan hal-hal yang
dapat mengakibatkan perlakuan manusia secara tidak adil, tidak logis
dan sewenang-wenang.
2.2.2. Teori Pelaksanaan Hukum
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia.
Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan.
Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi
dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum
yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum
inilah hukum itu menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada
tiga unsur yang selalu harus diperhatikan yaitu : kepastian hukum
(Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zwaeckmassigkeit), dan keadilan
(Gerechtigkeit).
Hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan, setiap orang
mengharapkan dapat diterapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa
yang konkrit. Hukum itu harus berlaku dan pada dasarnya tidak boleh
menyimpang. Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Masyarakat
18
mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya
kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas
menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban
masyarakat. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam
pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah manusia, maka
pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus selalu member
manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Masyarakat sangat
berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum
haruslah memenuhi keadilan. Hukum tidak identik dengan keadilan,
hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang bersifat
menyamaratakan (Sudikno Mertokusumo, 2003: 160-161).
Penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor hukumnya sendiri
Secara umum dapatlah dikatakan bahwa hukum itu adalah peraturan
hukum yang berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis.
Peraturan yang memenuhi ketiga unsur tersebut, akan dapat
berfungsi dengan baik
b. Faktor penegak hukum
Penegak hukum sebagai salah satu faktor yang menentukan proses
penegakan hukum, tidak hanya pihak-pihak yang menerapkan
hukum, tetapi juga pihak-pihak yang membuat hukum. Pihak-pihak
19
yang terkait dalam proses penegakan hukum antara lain kepolisian,
kejaksaan, kehakiman, kepengacaraan, dan pemasyarakatan.
c. Faktor sarana atau fasilitas
Tanpa adanya sarana atau fasilitas, maka penegakan hukum tidak
akan dapat berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut
antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan
yang cukup dan seterusnya. Penegak hukum merupakan golongan
panutan dalam masyarakat yang hendaknya mempunyai
kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
d. Faktor masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh sebab itu, masyarakat
berperan dalam penegakan hukum yaitu dengan adanya kesadaran
hukum masyarakat.
e. Faktor kebudayaan
Kebudayaan Indonesia mendasari adanya hukum yang berlaku di
Indonesia. Sebab kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai
yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang
merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik
20
(sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga
dihindari) (Titik Triwulan Tutik, 2006 : 223-235)
2.2.3. Teori Hukum Pembangunan
Teori Hukum Pembangunan yang digagas oleh Mochtar
Kusumaatmadja dipergunakan sebagai pengukuh pemikiran serta rambu
aplikasi dari konstruksi pandangan penulis mengenai arti penting nilai-
nilai pancasila pada peraturan-peraturan ketenagakerjaan dalam
membangun suatu bangsa, khususnya melalui pembenahan dalam
proses pembentukan hukum ketenagakerjaan di Indonesia, mengingat
keberadaan Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang. Terdapat
tiga hal baru yang dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam
dunia hukum, yaitu: konsep hukum baru, hukum sebagai sarana
pembaruan masyarakat, dan hukum ada yang bersifat netral dan tidak
netral.
Teori ini mengatakan, bahwa hukum merupakan sarana
pembaruan masyarakat didasarkan atas anggapan bahwa adanya
keteraturan atau ketertiban dalamusaha pembangunan atau pembaruan
itu merupakan sesuatu yang diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak)
perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi tersebut menurut
Mochtar adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum
dapat berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam
21
arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh
pembangunan atau pembaruan.
Hal terakhir yang dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja
adalah mengenai hukum netral dan hukum tidak netral. Kusumaatmadja
menerangkan bahwa masyarakat negara berkembang dengan suatu
sistem yang pluralistik dimana sistem dan lembaga-lembaga hukum adat
berlaku berdampingan dengan sistem lembaga-lembaga hukum Barat
dan mungkin lembaga hukum asing lainnya menghadapi suatu masalah
yang khusus. Masalah tersebut dikarenakan hukum tidak dapat
dipisahkan dari sistem-sistem nilai yang dianut oleh suatu masyarakat
(Kusumaatmadja, 2006: 88).
Hukum Ketenagakerjaan termasuk ke dalam hukum netral didasari
atas pertimbangan sebagai berikut:
a. Hubungan Hukum dan Ekonomi
Satjipto Rahardjo menyatakan, bahwa pembahasan megenai
liberalisme dan kapitalisme dalam kaitannya dengan arah
pembangunan negara selama ini dilakukan oleh para ahli ekonomi
karena fungsi ekonomi dalam masyarakat yang secara konkret
berurusan dengan produksi dan pendistribusian barang-barang. Akan
tetapi, ekonomi kurang dapat bekerja dan melakukan perencanaan
dengan baik tanpa didukung oleh tatanan normatif yang berlaku
yang tidak lain adalah hukum. Untuk Indonesia, keadaan tersebut
22
menjadi lebih tegas karena kata-kata dalam Penjelasan UUD yang
mengatakan, bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka”. Pernyataan yang cukup
mendasar tersebut dapat dianggap, bahwa “proses ekonomi di negeri
ini berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas pertimbangan
ekonomi belaka” (Rahardjo, 2006: 21).
b. Bidang-bidang yang netral memiliki interelasi dengan faktor-faktor
lain dalam masyarakat terutama faktor-faktor ekonomi, sosial dan
budaya termasuk dalam bidang-bidang yang netral seperti hukum
kontrak (Sukarmi, 2008 : 16).
c. Hukum Ketenagakerjaan Berkaitan Erat dengan Ekonomi
Inti suatu sistem perekomomian ialah bagaimana kerja diorganisasi.
Persoalan perekonomian berkenaan dengan bagaimana kerja yang
ada di dalam masyarakat diorganisasi di antara anggotanya: siapa
saja yang harus mengerahkan tenaga kerja, siapa saja yang tidak
harus bekerja, siapa saja yang mendapatkan, serta seberapa besar
bagiannya dari pembagian hasil kerja-kerja itu, dan melalui sarana
kelembagaan apa saja kerjanya golongan pekerja dicurahkan dan
hasil kerjanya dibagi-bagi di antara kelas-kelas sosial yang ada.
23
2.3. Landasan Konseptual
2.3.1. Pengertian Hubungan Hukum
Dalam hukum perdata, hubungan hukum merupakan suatu unsur
perikatan di dalam hukum kontrak. Hubungan hukum
(rechtsverhouding, legal relation) adalah hubungan yang di dalamnya
melekat hak pada salah satu pihak dan pada pihak lainnya melekat
kewajiban. Hubungan hukum dalam perikatan merupakan hubungan
yang diakui dan diatur oleh hukum itu sendiri. Antara hubungan hukum
dan hubungan sosial lainnya dalam kehidupan sehari-hari memeliki
pengertian yang berbeda, oleh karena hubungan hukm juga memiliki
akibat hukum apabila terjadi pengingkaran terhadapnya (Lukman, 2016:
6)
Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum.
Hubungan hukum yang diatur oleh hukum itu adalah hak dan kewajiban
warga, pribadi yang satu terhadap warga, pribadi yang lain dalam hidup
bermasyarakat. Hak dan kewajiban hukum setiap warga atau pribadi
dalam hidup bermasyarakat. Hak dan kewajiban tersebut tidak terpenuhi
dapat dikenakan sanksi menurut hukum (Muhammad, 2000: 2).
2.3.2. Tinjauan Umum Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah hubungan hukum antara buruh dan
pemberi kerja yang memiliki unsur adanya pekerjaan, upah dan
24
perintah. Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara
buruh dengan majikan atau pemberi kerja. Hubungan kerja adalah suatu
hubungan hukum yang dilakukan oleh minimal dua subyek hukum
mengenai suatu pekerjaan. Subyek hukum yang melakukan hubungan
kerja adalah pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh. Hubungan
kerja merpakan ini dari hubungan industrial (Wijayanti A. , 2015: 55).
Unsur-unsur hubungan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka
14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah:
a. Adanya pekerjaan (arbeid) ;
b. Di bawah perintah / gezag ver houding (maksudnya buruh
melakukan pekerjaan atas perintah majikan sehingga bersifat sub-
ordinasi) ;
c. Adanya upah tertentu / loan ; dan
d. Dalam waktu (tijd) yang ditentukan (dapat tanpa batas
waktu/pension atau berdasarkan waktu tertentu)
Sedangkan obyek dalam hubungan kerja tertuang di dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja
bersama.Kedudukan perjanjian kerja adalah di bawah peraturan
perusahaan, sehingga apalbila ada ketentuan dalam perjanjian kerja
yang bertentangan dengan peraturan perusahaan maka yang berlaku
adalah peraturan perusahaan.Peraturan perusahaan yang membuat
25
adalah majikan secara keseluruhan.Perjanjian kerja secara teoritis yang
membuat adalah buruh dan majikan, tetapi kenyataanya perjanjian kerja
itu sudah dipersiapkan majikan untuk ditandatangani buruh saat buruh
diterima kerja oleh majikan.
Peraturan Perundang-undangan, Ketertiban Umum,
Kesusilaan
tidak boleh bertentangan dengan
berisi Hak dan Kewajiban
Dituangkan dalam Perjanjian Kerja/Perjanjian Kerja Bersama
Bagan 2.1 Obyek hukum dalam hubungan kerja
2.3.3. Perjanjian Kerja
Berdasarkan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (4),
perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak. Pengertian perjanjian kerja juga terdapat pada
Pasal 1601a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dengan
istilah persetujuan perburuhan: persetujuan dengan mana pihak kesatu si
buruh mengikatkan dirinya di bawah perintah pihak lain, si majikan,
Buruh Pengusaha
26
untuk sesuatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima
upah.
Perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang diadakan antara buruh
dan majikan di mana mereka saling mengikatkan diri satu sama lain
untuk bekerja sama di mana buruh berjanji akan menyelenggarakan
perintah majikan sebagai pekerjaannya dengan baik dan majikan akan
menanggung kehidupan buruh dengan baik pula, selaras menurut
kemampuan dan persetujuan mereka masing-masing. Atau perjanjian
perburuhan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh majikan di satu
pihak dengan serikat buruh dilain pihak untuk menentukan batas-batas
persyaratan kerja yang seyogyanya ditetapkan dalam perjanjian kerja
Suatu perjanjian menjadi sah jika memenui persyaratan sesuai
dengan KUHPer Pasal 1320 sebagai berikut:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Kecapakan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
2.3.4. Tinjauan Umum Pekerja Rumah Tangga (PRT)
Pekerja Rumah Tangga adalah istilah yang dipakai dalam regulasi
yang ada, akan tetapi sampai saat ini keberadaan Pekerja Rumah Tangga
sebagai pekerja tidak diterima oleh semua pihak. Pekerja Rumah
Tangga tidak diakui sebagai tenaga kerja yang sama dengan 4 (Empat)
27
tenaga kerja lainnya seperti Pegawai Negeri Sipil, pekerja pabrik,
perusahaan, dan lain-lain. Bahkan harus diakui bahwa dewasa ini
sebutan sebagai “pekerja” pun belum diterima oleh masyarakat. Pada
umumnya masyarakat lebih menerima untuk menyebut Pekerja Rumah
Tangga sebagai “Pembantu”. Oleh karena itu, Pekerja Rumah Tangga
dimasukkan dalam lingkup pekerjaan informal.
Secara khusus, pengaturan tentang Pekerja Rumah Tangga diatur
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2-15 Tentang
Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Salah satu yang unik dari
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2015 adalah aturan
dibuat bukan karena derivasi atau perintah Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan atau Peraturan Pemerintah
melainkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah yang sama sekali tidak ada keterkaitannya. Di dalam
Pasal 7 Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 disebutkan bahwa Pekerja
Rumah Tangga mempunyai hak:
a. Memperoleh informasi mengenai Pengguna;
b. Mendapatkan perlakuan yang baik dari Pengguna dan anggota
keluarganya;
c. Mendapatkan upah sesuai Perjanjian Kerja;
d. Mendapatkan makanan dan minuman yang sehat;
e. Mendapatkan waktu istirahat yang cukup;
28
f. Mendapatkan hak cuti sesuai dengan kesepakatan;
g. Mendapatkan kesempatan melakukan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya;
h. Mendapatkan tunjangan hari raya; dan
i. Berkomunikasi dengan keluarganya.
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 ayat (1) Permenaker No. 2 Tahun
2015 Tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, PRT adalah orang
yang bekerja pada orang perseorangan dalam rumah tangga untuk
melaksanakan pekerjaan kerumahtanggaan dengan menerima upah
dan/atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan berdasarkan Konvensi
ILO Nomor 189 Tahun 2011 Tentang Ketenagakerjaan, menguraikan
bahwa seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah seseorang yang
dipekerjakan dalam pekerjaan rumah tangga di dalam sebuah hubungan
kerja.
Pekerja rumah tangga dapat dibagi atas 2 (dua) bagian, yaitu
individu yang memiliki pekerjaan membantu dalam rumah tangga dan
individu yang memiliki keahlian khusus dalam bekerja/membantu suatu
pekerjaan rumah tangga. Berdasarkan dua bagian tersebut maka muncul
jenis-jenis pembantu rumah tangga berdasarkan keahlian khusus,
seperti:
1. Supir, yang bertugas mengemudikan mobil majikan
29
2. Baby Sitter atau perawat bayi dan perawat lansia
3. Tukang cuci, yang memiliki pekerjaan mencuci pakaian
4. Tukang masak, adalah yang bertugas untuk memasak makanan
bagi suatu keluarga, bahkan pada saat sekarang ini, hal ini
mengalami perkembangan dimana suatu keluarga mengambil
keputusan untuk berlangganan makanan pada suatu pihak yang
biasa dikenal dengan sebutan rantangan.
5. Tukang jaga rumah, bertugas untuk menjaga rumah beserta isinya.
6. Tukang potong rumput, yang bertugas merapihkan di halaman
rumah
2.3.5. Pengguna PRT (Majikan)
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan istilah
“majikan” mempunyai arti sebagai orang atau organisasi yang
menyediakan pekerjaan untuk orang lain berdasarkan ikatan kontrak
atau orang yang menjadi atasan (yang kuasa memerintah bawahan). Hal
itu dimaksudkan bahwa istilah atau sebutan majikan berarti seseorang
yang mempekerjakan, dan memberi upah orang lain berdasarkan
kontrak atau dalam hal ini disebut perjanjian kerja. Dalam pembahasan
kali ini kedudukan majikan diantara LPPRT, dan PRT lebih cenderung
berkaitan dengan PRT, karena dalam hal ini Majikan atau disebut
Pengguna Jasa dari LPPRT lebih mempunyai peran dalam hal
30
pengupahan, jaminan sosial, dan hal lain menyangkut hak dan
kewajiban PRT.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Pemenaker No 2 Tahun 2015 tentang
Perlindungan PRT, dijelaskan bahwa Pengguna PRT atau Pengguna jasa
adalah orang perseorangan yang mempekerjakan Pekerja Rumah
Tangga (PRT) dengan membayar upah dan/atau imbalan dalam bentuk
lain. Sedangkan, sebutan lain untuk Pengguna PRT adalah “majikan”
sebutan yang biasanya digunakan sehari-hari bagi seseorang yang
mempekerjakan PRT dirumahnya, yang kemudian PRT tersebut akan
melakukan pekerjaan yang ada di dalam rumah tangga mereka. Namun
dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan terdapat istilah pemberi kerja,
sama halnya dengan istilah yang ada di dalam Permenaker No 2 Tahun
2015 yaitu Pengguna PRT atau Pengguna jasa ialah pihak pemberi kerja
yang memberikan pekerjaan kepada PRT. Perbedaan istilah tersebut
adalah jika istilah pemberi kerja lebih tepat digunakan dalam sebuah
perusahaan atau badan hukum lainnya, sedangkan dalam pekerjaan
rumah tangga di masyarakat, istilah majikan tersebut lebih tepat
digunakan.
2.3.6. Lembaga Penyalur PRT (LPPRT)
Lembaga Penyalur PRT (LPPRT) merupakan sebutan atau istilah
yang ada didalam Permenaker No. 2 Tahun 2015. Namun, di
masyarakat luas lebih mengenal dengan istilah yang berbeda dan
31
beragam, contohnya seperti agen penyalur PRT, yayasan penyalur PRT,
dan sebagainya. Mayoritas LPPRT yang ada di luaran berbentuk
Yayasan, atau berbentuk Lembaga Pelatihan Kerja, yang mana LPK
tersebut mewadahi para calon PRT yang akan dipekerjakan ditempat
majikan mereka. Pelatihan yang diselenggarakan oleh LPK sesuai
dengan SOP dan terdapat monitoring dari pemerintah setempat, dalam
hal ini oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi setempat.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 4 Permenaker No 2 Tahun 2015 Tentang
Perlindungan PRT dijelaskan bahwa, Lembaga Penyalur PRT yang
selanjutnya disingkat LPPRT adalah badan usaha yang telah mendapat
izin tertulis dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk merekrut
dan menyalurkan PRT. Pada Pasal 1 ayat 5 Pemenaker No 2 Tahun
2015 disebutkan bahwa Surat Izin Usaha Lembaga Penyalur PRT yang
selanjutnya disingkat SIULSPRT adalh surat izin yang diberikan oleh
Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Klausa tersebut mempunyai arti
bahwa apabila seseorang ingin mendirikan suatu yayasan atau lembaga
penyalur Pekerja Rumah Tangga (PRT), maka harus memenuhi
persyaratan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. Dalam
pembuatan SIULPRT ini tidak dipungut biaya sehingga memudahkan
suatu lembaga akan didirikan. SIULPRT yang dibuat dpat pula
diperpanjang atau diberhentikan oleh pejabat yang telah mengeluarkan
SIULPRT tersebut apabila diketahui bahwa tidak memenuhi syarat
32
administrasi maupun dalam hal merekrut Pekerja Rumah Tangga (PRT).
LPPRT tidak diperbolehkan memungut imbalan dari PRT yang
disalurkan namun berhak mendapatkan imbalan jasa dari Pengguna PRT
itu sendiri.
2.3.7. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur mengenai
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan setelah selesainya masa
hubungan kerja. (Pitoyo, 2010: 3). Dalam hal ini, hukum
ketenagakerjaan ini tidak hanya mengatur hubungan kerja tetapi juga
terkait pengaturan di luar hubungan kerja, karena sifat dari hukum
ketenagakerjaan ini bersifat publik, terbatas, dan sederhana.
Kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam tata hukum
Indonesia terletak di bidang hukum administrasi/tata Negara, hukum
perdata, dan hukum pidana. Hubungan antara pengusaha dan pekerja
didasarkan pada hubungan hukum privat. Hubungan itu didasarkan pada
hukum privat. Hubungan itu didasarkan pada hukum perikatan yang
menjadi bagian dari hukum perdata. Pemerintah hanya berlaku sebagai
pengawas atau lebih tepatnya dapat menjalankan fungsi fasilitator
apabila ternyata dalam pelaksanaan muncul suatu perselisihan yang
tidak dapat mereka selesaikan. Selain itu, fungsi pengawasan dari
pemerintah dapat maksimal apabila secara filosofis kedudukan
33
pemerintah lebih tinggi daripada yang diawasi pekerja-pengusaha)
(Wijayanti, 2009: 14).
Terdapat 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan ketika melihat
kedudukan hukum ketenagakerjaan di dalam hukum administrasi, yaitu
subjek hukum dalam penyelenggaraan negara dan bagaimana perannya.
Subjek hukum dalam penyelenggaraan negara menyangkut 3 (tiga) hal,
yaitu pejabat, lembaga, dan warga negara. Dalam hal ini, pejabat adalh
pejabat negara yang tunduk pada ketentuan hukum administrasi.
Peranannya berkaitan dengan menjalankan fungsi negara di dalam
pembuatan peraturan atau pemberian izin (bestuur), bagaimana negara
melakukan pencegahan terhadap sesuatu hal yang dapat terjadi dan
bagaimana hukumnya. Pemerintah sebagai penyelenggara negara di
bidang ketenagakerjaan harus dapat melaksanakan ketiga fungsi tersebut
dengan baik (Wijayanti, 2009 : 14).
34
2.4. Kerangka Berfikir
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
2. Permenaker No. 2 Tahun 2015 Tentang Perlindungan PRT
Masalah :
1. Hubungan hukumPekerja
Rumah Tangga (PRT),
Pengguna PRT, dan Lembaga
Penyalur PRT (LPPRT) dalam
pelaksanaannya belum sesuai
dengan peraturan yang ada
2. Masih ada kendala dalam
pelaksanaan hubungan hukum
Pekerja Rumah Tangga (PRT),
Pengguna PRT, dan Lembaga
Penyalur PRT (LPPRT)
Metode:
1. Menggunakan
metode Yuridis-
Sosiologis yaitu
dengan
pengumpulan
data (wawancara
dan studi
dokumen)
2. Menarik
kesimpulan yang
bersifat umum
ke permasalahan
yang konkret
Teori :
1. Teori Negara
Hukum
2. Teori
Pelaksanaan
Hukum
3. Teori Hukum
Pembangunan
Pelaksanaan hubungan hukum antara PRT, Pengguna PRT, dan LPPRT sudah sesuai
dengan UU No 13 Tahun 2003 dan Permenaker No 2 Tahun 2015 dan teruraikannya faktor
kendala dari pelaksanaan hubungan hukum antara PRT, Pengguna PRT, dan LPPRT
Bagan 2.2 Kerangka Berfikir
Memberikan dampak terhadap kedudukan hukum PRT, pelaksanaan perlindungan hak-hak
PRT, dan kesejahteraan PRT sebagai seorang Pekerja
95
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang “Hubungan
Hukum PRT, Pengguna PRT, dan LPPRT Kota Semarang Perspektif
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003”, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut
1. Hubungan hukum PRT, Pengguna PRT, dan LPPRT dapat
dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a. Hubungan hukum antara PRT dengan Pengguna PRT
Ditinjau denganPasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan, unsur dalam hubungan kerja sudah
memenuhi. Namun, dalam pelaksanaannya, kedudukan hukum PRT
tidak diartikan sebagai “pekerja” secara utuh.Sehingga hak dan
kewajiban PRT juga tidak bisa disamakan dengan seorang
“pekerja” seperti pada perspektif Undang-Undang
Ketenagakerjaan.
b. Hubungan hukum antara PRT dengan LPPRT
Hubungan hukum antara kedua belah pihak merupakan
hubungan antara lembaga swasta pelatihan kerja dengan siswa yang
dilatih.Dari hubungan hukum tersebut maka timbul hak dan
96
kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut ditinjau menggunakan
Permenaker No. 2 Tahun 2015 beberapa sudah terlaksana.Namun,
adapun beberapa hal yang tidak dilaksanakan oleh lembaga yaitu
pengeluaran bukti otentik bahwa siswanya sudah selesai melakukan
pelatihan.
c. Hubungan hukum antara LPPRT dengan Pengguna PRT
Hubungan hukum antara kedua belah pihak merupakan
hubungan antara lembaga penyedia jasa tenaga kerja bidang
kerumahtanggan dengan Klien.Objek dalam hubungan hukum
tersebut adalah kedua perjanjian tertulis yang telah disepakati
bersama yang berisikan: administrasi, hak klien, kewajiban klien,
sanksi-sanksi, dan lain-lain.
2. Kendala dalam pelaksanaan hubungan hukum antara Pekerja Rumah
Tangga (PRT), Pengguna PRT, dan Lembaga Penyalur PRT (LPPRT) di
kota Semarang ada 2 (dua) faktor, yaitu:
a. Faktor Internal
Kedudukan hukum PRT yang dalam pelaksanaannya belum
dianggap sebagai seorang “pekerja” yang hak-haknya jelas
dilindungi oleh Undang-Undang adalah kendala utama bagi
PRT.Selain itu, kendala lainnya yaitu upah yang didapat belum
sesuai dengan jam kerja yang tinggi, banyaknya pekerjaan, dan hari
97
libur yang tidak menentu.Serta kurangnya SDM yang menjadi
kendala bagi LPK Budi Asih dalam melaksanakan tugasnya sebagai
lembaga pelatihan dan penyaluran PRT.
b. Faktor Eksternal
Lemahnya wewenang Disnaker Kota Semarang dalam menangani
segala hal tentang perlindungan PRT. Dalam fungsi pengawasan,
dan penyelesaian perselisihan terhadap PRT, Disnkaer juga tidak
mempunyai wewenang akan hal tersebut.
Berdasarkan pengamatan penulis, maka kesimpulan dalam penelitian
ini yaitu, dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia saat ini masih
mengesampingkan keberadaan PRT dengan kedudukannya sebagai pekerja.
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan yang kedudukannya ada di tengah-
tengah antara korporasi dengan masyarakat terkesan telah mencederai Hak
Asasi Manusia PRT. Hak kesetaraan atau hak kesamaan kedudukan dari
PRT merupakan hal yang seharusnya menjadi fokus Pemerintah dalam
membuat kebijakan terkait ketenagakerjaan khususnya di bidang
kerumahtangaan atau pekerjaan informal lainnya.
5.2. Saran
1. Pelaksanaan hubungan hukum PRT, Pengguna PRT, dan LPPRT
seharusnya dilaksanakan sebagai berikut:
98
a. Perjanjian antara PRT dengan Pengguna PRT seharunya
berbentuk tertulis agar memiliki kekuatan yang mengikat antara
kedua belah pihak dalam pelaksanaannya;
b. LPK Budi Asih sebagai lembaga pelatihan dan penyaluran PRT
seharusnya mengeluarkan bukti tertulis bahwa PRT telah
menjalankan pelatihan di lembaganya. Bukti tertulis tersebut
akan berdampak pada ketrampilan PRT yang sudah terbukti dan
diakui bahwa PRT tersebut mempunyai kemampuan atau skill
yang dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga, dalam hubungan
hukum antara PRT dengan LPPRT tidak terkesan sepihak.
c. Perjanjian antara LPPRT dengan Pengguna PRT seharusnya
melibatkan PRT di dalamnya yang sekaligus berisi upah,
pekerjaan, hak dan kewajiban yang didapatkan oleh PRT.
sehingga secara sah LPPRT mengetahui dan bertanggungjawab
atas kinerja dari PRT yang disalurkan
2. Dalam mengatasi kendala dari pelaksanaan hubungan hukum PRT,
Pengguna PRT, dan LPPRT, maka seharusnya:
a. Pemerintah bersikap tegas untuk menangani hal-hal tersebut.
Jika telah ditemukan bahwa dalam kegiatan pelatihan dan
penyaluran tenaga kerja ada yang menyimpang dari sebagaimana
mestinya, maka Pemerintah seharusnya memberikan tindakan
99
tegas sesuai dengan wewenangnya. Jika Disnaker Kota
Semarang tidak berwenang,
b. Sudah seharusnya Pemerintah segera mengesahkan Rancangan
Undang-Undang Perlindungan PRT. Dengan disahkannya RUU
tersebut, maka kedudukan hukum, dan hak-hak PRT akan
terlindungi oleh Undang-Undang. Karena, di dalam RUU PPRT
sudah dijelaskan secara detail mengenai kedudukan hukumnya
sebagai pekerja, pelaksanaan hubungan kerja, serta hak-hak yang
didapatkan oleh PRT.
100
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ashshofa, Burhan. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek.Jakarta:Rineka Cipta.
Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta:
PTRajaGrafindo Persada.
Halim, A. Ridwan, dkk. 1987. Seri Hukum Perburuhan Aktual.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Kusumaatmadja, Mochtar. 2006. Konsep-Konsep Hukum dalam
Pembangunan.Bandung: Alumni.
Kusnardi, Muhammad. dan Ibrahim, Harmaily. 1998. Hukum Tata
Negara Indonesia. Jakarta: Sinar Bakti.
Mertokusumo, Sudikno. 2003. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Moeloeng, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Mahdi, Adnan dan Mujahidin. 2014. Panduan Penelitian Praktis Untuk
Menyusun Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung: Alfabeta.
Rood, M.G. 1989.Hukum Perburuhan. Bandung: Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran.
Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti
Pitoyo, W. 2010.Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta:
Visimedia
Rahardjo, Satjipto. 2006. Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta:
101
Kompas.
Riyanto, Yatim. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan
Kuantitatif. Surabaya: UNESA University Press.
Santoso, Lukman. 2016. Hukum Perikatan. Malang: Setara Press.
Soekanto, Soejono. 1982. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press
Soepomo, Iam.1987.Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta:
Djambatan.
Soeroso, 2006.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
________. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Sukarmi. 2008. Cyber Law Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang
Pelaku Usaha. Bandung: Pustaka Sutra
Triwulan, Titik. 2006.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher
Udiana, I Made. 2011. Rekonstruksi Pengaturan Penyelesaian Sengketa
Penanaman Modal Asing. Denpasar: Udayana University Press
Wijayanti, Asri, 2015, Hukum Ketenagakerjaan Pasca
Reformasi.Jakarta: Sinar Grafika.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang
Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 229 Tahun 2003 Tentang Tata
Cara Perizinan dan Pendaftaran Lembaga Pelatihan Kerja
102
Penelitian dan Jurnal :
Agusmidah. 2017. “Membangun Aturan Bagi Pekerja Rumah Tangga,
Mewujudkan Hak Asasi Manusia”. Jurnal Hukum Samudera
Keadilan 12 (1): 21.
Bird. C. Robert. 2005. “Employment as a Relation Contract”, Journal of
Labour and Employment.8 (1): 151-152.
Agus, Dede. 2010. “Kedudukan Perjanjian Kerja terhadap Perjanjian
Kerja Bersama dalam Hubungan Kerja”. Jurnal Yustitia. 8.
Gunawan, Made Hendra dkk. 2016. “Perlindungan Hukum Terhadap
Tenaga Kerja Dengan Adanya Non Competition Clause Dalam
Sebuah Perjanjian Kerja”. Jurnal Kertha Semaya 4 (1).
Rismawati, dkk. 2005. “Membangun Konsep Ideal Hubungan Kerja Antara
Pekerja Rumah Tangga dan Majikan Berbasis Hak-Hak Buruh
Dalam Islam”. Jurnal Perempuan 39: 2381-2382.
Sulistiyono, Tri. 2016. “The Effectiveness Of Labour Regulation In
Protecting Informal”, International Journal of Business, Economics
and Law10.
Internet :
http://fh.unnes.ac.id/2017/06/Panduan-Skripsi.pdf (diakses pada hari
Jumat, 19 Oktober 2018, pukul 19:32 WIB)
http://www.gajimu.com/konvensi-ilo-seputar-hak-pembantu-rumahtangga-
prt (diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2018, pukul 21:35 WIB)
https://www.ilo.org/jalaprtactivities (diakses pada hari Selasa 7 Mei 2019,
Pukul 20:13 WIB)