HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN …digilib.unila.ac.id/61409/3/SKRIPSI TANPA BAB...

84
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN SIKAP DALAM UPAYA BERHENTI MEROKOK PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG Oleh VIDI IBRAHIM PRATOMO AFFANDI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2020

Transcript of HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN …digilib.unila.ac.id/61409/3/SKRIPSI TANPA BAB...

  • HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN

    SIKAP DALAM UPAYA BERHENTI MEROKOK PADA PASIEN

    TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG

    Oleh

    VIDI IBRAHIM PRATOMO AFFANDI

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    2020

  • HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN

    SIKAP DALAM UPAYA BERHENTI MEROKOK PADA PASIEN

    TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG

    Oleh

    VIDI IBRAHIM PRATOMO AFFANDI

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

    SARJANA KEDOKTERAN

    Pada

    Program Studi Pendidikan Dokter

    Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    BANDARLAMPUNG

    2020

  • ABSTRACT

    RELATIONSHIP OF INDIVIDUAL FACTORS, FAMILY SUPPORT, AND

    ATTITUDES TOWARDS SMOKING CESSATION IN TUBERCULOSIS

    PATIENT IN PANJANG HEALTH CENTER BANDAR LAMPUNG

    By

    VIDI IBRAHIM PRATOMO AFFANDI

    Background: Indonesia is the 4th highest country in the world for Tuberculosis.

    The number of pulmonary TB cases in Bandar Lampung is quite high, in 2015 a

    figure of 2012 was obtained. Puskesmas Panjang is the Puskesmas which has the

    highest number of TB cases in Bandar Lampung. The number of cases in the

    Puskesmas Panjang Period July 2015 - August 2016 was 233 cases. Resistant

    pulmonary TB will be 1,204 times more likely to occur in TB sufferers who still

    have a smoking habit

    Method: the study was conducted in November 2019 at Panjang Health Center

    Bandar Lampung with a cross sectional study design. A sample of 38 respondents

    who had the habit of smoking after being diagnosed with TB were taken using a

    purposive total sampling technique. Data were processed using chi square test

    Results: the research results obtained a p value of 0.024 for the level of education,

    a p value of 0.004 for the duration of smoking, a p value of 0.04 for the number of

    cigarettes smoked per day, a p value of 0.003 for family support, and a p value of

    0.011.for attitudes

    Conclusions: there is a relationship between the level of education, duration of

    smoking, the number of cigarettes smoked per day, family support, and attitudes in

    smoking cessation in Tuberculosis patients at the Panjang Health Center Bandar

    Lampung

    Keywords: Tuberculosis, Smoking cessation

  • ABSTRAK

    HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN

    SIKAP DALAM UPAYA BERHENTI MEROKOK PADA PASIEN

    TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG

    Oleh

    VIDI IBRAHIM PRATOMO AFFANDI

    Latar belakang: Indonesia merupakan negara peringkat ke-4 tertinggi didunia

    pada penderita TB. Jumlah kasus TB paru di Bandar Lampung cukup tinggi, pada

    tahun 2015 didapatkan angka sebesar 2012 kasus. Puskesmas Panjang merupakan

    Puskesmas yang memiliki jumlah kasus TB tertinggi di Bandar Lampung. Jumlah

    kasus di Puskesmas Panjang Periode Juli 2015 – Agustus 2016 sebanyak 233 kasus.

    TB paru resisten akan 1,204 kali lebih besar terjadi pada penderita TB yang masih

    memiliki kebiasaan merokok

    Metode: penelitian dilakukan pada bulan November 2019 di Puskesmas Panjang

    Bandar Lampung dengan desain penelitian dengan pendekatan cross sectional.

    Sampel sebanyak 38 responden yang memiliki kebiasaan merokok setelah di

    diagnosis TB yang diambil dengan menggunakan teknik purposive total sampling.

    Data diolah menggunakan uji chi square

    Hasil: hasil penelitian didapatkan nilai p value 0,024 untuk tingkat pendidikan, p

    value sebesar 0,004 untuk lama merokok, p value sebesar 0,04 untuk jumlah rokok

    yang dihisap perhari, p value sebesar 0,003 untuk dukungan keluarga, dan p value

    sebesar 0,011untuk sikap

    Simpulan: terdapat hubungan tingkat pendidikan, lama merokok, jumlah rokok

    yang dihisap perhari, dukungan keluarga, dan sikap dalam upaya berhenti merokok

    pada pasien Tuberkulosis di Puskesmas Panjang Bandar LampunG

    Kata kunci: Tuberkulosis, Upaya berhenti merokok

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Juni 1996, sebagai anak pertama dari

    tiga bersaudara, dari Bapak Drs. Unas Affandi, M.M dan Ibu Rr. Dra. Triyati Dewi

    Astuti.

    Pendidikan Kanak-Kanak (TK) asiyah 12 diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah

    Dasar (SD) diselesaikan di SDIT Al-muqorrobin pada tahun 2008, Sekolah

    Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di MTsN 4 Jakarta selatan pada tahun 2011,

    dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAT Krida Nusantara di Bandung

    diselesaikan pada tahun 2014.

    Penulis terdaftar menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

    pada tahun 2016 melalui jalur Mandiri. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah

    aktif sebagai anggota Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran

    Universitas Lampung.

  • SANWACANA

    Segala puji bagi Allah SWT, Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,

    yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat

    menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

    Skripsi dengan judul “Hubungan Faktor individu, dukungan keluarga, dan sikap

    dalam upaya berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis di Puskesmas Panjang di

    Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

    Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menadapat masukan, bantuan,

    dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan

    ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

    yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Prof. Dr. Karomani, M.Si selaku Rektor Univesitas Lampung,

    2. Dr. Dyah Wulan SRW S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    Universitas Lampung dan selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu

    untuk membimbing serta memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini,

    terima kasih atas waktu dan kesabarannya,

    3. Prof. Sutyarso. M.Biomed selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu

    untuk membimbing serta memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

  • 4. dr. T.A Larasati S.Ked., M.Kes selaku Pembahas atas kesediaanya meluangkan

    waktu dalam membahas, memberi kriktik, saran, dan nasihat dalam penyusunan

    skripsi ini,

    5. Dr. dr. Betta Kurniawan. S.Ked., M.Kes selaku Pembimbing Akademik

    darisemester satu hingga semester tujuh, atas kesediannya memberikan bimbingan,

    nasihat, dan motivasinya selama ini dalam bidang akademik penulis,

    6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

    yang telah bersedia atas bimbingan, ilmu dan waktu yang telah diberikan dalam

    proses perkuliahan.

    7. Papiku dan Mamiku tercinta yang selalu mendoakan, mendukung dan selalu ada.

    Terima kasih atas nasihat, bimbingan, kesaharan, cinta dan kasih sayang yang

    melimpah selama ini hingga saat ini sehingga saya dapat terus maju dan berjuang

    serta bersyukur atas adanya kedua orang tua yang selalu mendukung di saat susah

    maupun senang. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menyanyangi,

    memberikan umur yang panjang, rezeki yang berlimpah, serta kebahagiaan.

    8. Adik adik tercintaku Vini dan Vici tersayang yang selalu mendoakan yang

    terbaik, dan menjadi saudara yang selalu menjadi tempat curhat, keluh kesah dan

    bercerita. Semoga Allah SWT sealu mempermudah dan memberikan kalian yang

    terbaik dan kesuksesan selalu.

    9. Nenek utiku tersayang yang selalu mendokan saya cinta dan kasih sayang yang

    melimpah selama ini. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menyanyangi,

    memberikan umur yang panjang, rezeki yang berlimpah, serta kebahagiaan.

  • 10. Irbah Nabila Aprilia yang selalu mendoakan, mendukung, membantu, atas

    semangat, kasih sayang, dukungan dan terimakasih sudah menjadi tempat disaat

    senang maupun sedih, dan atas semua bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah

    SWT meberikan lindungan, rahmat, dan kebahagiaan selalu.

    11. Andes, Rifadly, Jeff yang repot-repot dan memfasilitasi saya saya ketika berada

    di avicena. Terimakasih atas dukungan dan doa serta bantuan yang selama ini kalian

    berikan disaat senang maupun sedih. Semoga Allah SWT membalas semua

    kebaikan kalian.

    12. Terimakasih kepada sahabat-sahabatku Wanda, Arif, Emir, Ian, Panggih, umi

    squad, Dimas, Habibie, Bayu, Yoso, Agung, yang telah membantu dan memberikan

    support dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup.

    13. Terimakasih kepada sahabat-sahabatku Gokil yang sudah membantu dan

    menemani dari awal hingga akhir selama masa pre klinik berlangsung

    14. Terimakasih kepada adik-adik Pengmas BEM 2017 ku tersayang Ferdian, Dadi,

    Daniel, Valdi, Ega, Tesya, Ardilla, Stefani, Annisa yang selalu hadir di saat siding

    dan kadonya.

    15. Ibu lauren selaku pemegang program TB di Puskesmas Panjang Bandar

    Lampung yang telah membantu saya selama penelitian berlangsung.

    16. Responden penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

    berpartisipasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini,

    17. Sahabat sahabat SMP, SMA dan kuliah yang selalu memberikan semangat

    dikala semangat ini mulai turun,

  • 18. Teman-teman seperjuangan angkatan 2016 (Trigeminus) atas kebersamaannya

    selama ini, terimakasih untuk pengalaman yang ga akan dilupakan, semoga kita

    menjadi dokter yang baik dan kompeten,

    29. Adik adik angkatan 2017,2018, dan 2019, terimakasih atas dukungan dan

    doanya, semoga bisa menjadi dokter yang baik dan kompeten

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu,

    penulis mengahrapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan

    skripsi ini. Penulsi berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi

    kita semua.

    Bandar lampung, Desember 2019

    Penulis

    Vidi Ibrahim Pratomo Affandi

  • i

    DAFTAR ISI

    Halaman

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5

    1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 5

    1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tubercolosis ..................................................................................... 7

    2.1.1 Definisi tuberculosis ................................................................. 7

    2.1.2 Epidemiologi tuberculosis ........................................................ 8

    2.1.3 Angka kesembuhan TB dan MDR TB ................................... 10

    2.1.4 Faktor yang mempengaruhi kesembuhan TB ......................... 13

    2.2 Rokok ............................................................................................. 19

    2.2.1 Definisi rokok ......................................................................... 19

    2.2.2 Lama menghisap rokok .......................................................... 20

    2.2.3 Jumlah rokok yang dihisap perhari ........................................ 20

    2.2.4 Jenis Rokok ............................................................................ 21

    2.2.5 Kandungan Rokok .................................................................. 22

    2.2.6 Efek rokok pada kesembuhan Tubercolosis ........................... 22

    2.3 Perilaku merokok ........................................................................... 25

    2.3.1 Perilaku merokok ................................................................... 25

    2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok ......... 28

    2.3.3 Upaya berhenti merokok ......................................................... 30

  • ii

    2.5 Kerangka Teori .............................................................................. 49

    2.6 Kerangka Konsep ........................................................................... 50

    2.7 Hipotesis ........................................................................................ 50

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Jenis penelitian............................................................................... 51

    3.2 Lokasi waktu penelitian ................................................................. 51

    3.3 Populasi dan sampel penelitian ...................................................... 51

    3.4 Variabel Penelitian......................................................................... 52

    3.5 Definisi operasional ....................................................................... 53

    3.6 Pengumpulan data .......................................................................... 53

    3.7 Instrumen penelitian ...................................................................... 54

    3.8 Pengolahan dan analisis data ........................................................ 55

    3.9 prosedur penelitian......................................................................... 57

    3.10 Etika penelitian…………………………………………………..59

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran umum penelitian……………………………………...60

    4.2 Hasil penelitian…………………………………………………..61

    4.2.1 Analisa Univariat………………………………………......61

    4.2.2 Analisa bivariat..…………………………………..…….....63

    4.3 Pembahasan…………………..……………………………….....68

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Simpulan………………………..……………………………..…83

    5.2 Saran…………………………………………..………………....84

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 86

    LAMPIRAN…………………………………….…………………………92

  • iii

    DAFTAR TABEL

    Daftar tabel Halaman

    Tabel 1. Definisi dan strategi stage of change dalam transtheoretical

    model………………………………………………………………........35

    Tabel 2. Definisi operasional…………………………………………………….53

    Tabel 3.Analisis univariat faktor individu, dukungan keluarga, dan sikap terhadap

    upaya berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis di Puskesmas Panjang,

    Bandar Lampung………….…………………………………………….61

    Tabel 4.hasil analisis uji chi square hubungan tingkat pendidikan dengan upaya

    berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis…………………………….63

    Tabel 5.hasil analisis uji chi square hubungan lama merokok dengan upaya berhenti

    merokok pada pasien Tuberkulosis……………...………………………64

    Tabel 6.hasil analisis uji chi square hubungan jumlah rokok yang dihisap perhari

    dengan upaya berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis…………......65

    Tabel 7.hasil analisis uji chi square hubungan dukungan keluarga dengan upaya

    berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis…..………………………..66

    Tabel 8.hasil analisis uji chi square hubungan sikap dengan upaya berhenti

    merokok pada pasien Tuberkulosis……………..………………………67

  • iv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Stage of Change pada Transtheoretical Model……………………..33

    Gambar 2. The theory of planned behavior…………………………………..…45

    Gambar 3. Kerangka teori……………………………………………………....49

    Gambar 4. Kerangka konsep…………………………………………………....50

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pada tahun 2014 WHO memperkirakan sepertiga penduduk dunia

    terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebanyak 8,6 juta kasus

    dan 1,3 juta diantaranya meninggal karena penyakit TB. Pada tahun

    2012 menurut laporan Global Tuberculosis Report oleh WHO sekitar

    29% di Asia Tenggara, 27% di afrika dan 19% di pasifik barat.(WHO,

    2012)

    Pada tahun 2012 sebanyak 331.424 kasus TB dilaporkan. 202.319

    sebagai BTA (+) dan 104.866 sebagai BTA(-). Indonesia merupakan

    negara peringkat ke-4 tertinggi didunia dalam pengidap penyakit TB.

    Laki-laki tercatat 1,5 kali lebih banyak menderita TB dibandingkan

    perempuan serta Indonesia memiliki tingkat kesembuhan TB sebesar

    85% (Kementrian Kesehatan, 2013)

    Menurut penelitian yang dilakukan kusumawardhani terdapat

    hubungan antara akibat perilaku merokok pada pasien yang di

    diagnosis TB paru dalam pengobatan yang seharusnya berjalan dalam

    dua bulan pengecekan laboratorium bakteri negatif tetapi dikarenakan

    penderita TB yang masih merokok bakteri masih positif, ini

    disebabkan paru-paru yang telah terkontaminasi oleh bakteri TB

  • 2

    semakin parah dan menyebar oleh racun dari rokok yang mengakibat

    kan paru-paru penderita luka dan menyebabkan komplikasi serta

    penyembuhan dengan waktu yang sangat lama (Kusumawardhani et

    al, 2013)

    TB paru resisten akan 1,204 kali lebih besar terjadi pada penderita TB

    yang masih memiliki kebiasaan merokok serta akan mengakibatkan

    pengobatan yang lebih lama dibandingkan yang tidak merokok serta

    dapat menyebabkan infeksi akut yang dapat memperparah fungsi

    paru-paru dan memperluas penyebaran dari bakteri TB yang

    menyebabkan melambatnya proses penyembuhan (Mapparenta et al,

    2013)

    Empat ribu lima ratus bahan kimia yang memiliki efek karsinogenik,

    toksik, dan mutagenic terkandung di dalam rokok (Mehta, 2008).

    Mucociliary clearance diesbut mekanisme pertahanan paru dan

    merokok dapat merusak sitem pertahanan tersebut. Pajanan asap

    rokok juga dapat merangsang pembentukan mucus dan menurunkan

    pergerakan silia, yang berdampak terhadap penimbuan mukosa dan

    peningkatan risiko pertumbuhan bakteri sehingga dapat menimbulkan

    infeksi. Makrofag dalam paru berupa sel fagositosis,sehingga bakteri

    TB dapat menjadi resisten terhadap pengobatan TB Jika perilaku

    merokok pasien terus berlanjut, maka dapat memperparah penyakit

    TB paru sehingga mortalitas TB akibat merokok akan terus meningkat

    (Zainul, 2010).

  • 3

    Pasien yang mengkonsumsi rokok lebih dari 10 batang perhari

    memiliki risiko dua kali mengalami gagal pengobatan. Semakin lama

    seseorang mengkonsumsi rokok, dapat semakin memperparah

    kerusakan makrofag alveolar paru yangakan berpengaruh terhadap

    imunitas pasien yang juga akan mempengaruhi kejadian kesembuhan

    penyakit TB (Haris,2013).

    Prevalensi cukup tinggi penderita TB yang merokok dan ternyata

    merokok dapat meningkatkan gagal terapi pada pasien TB

    berdasarkan penelitian di Georgia (Magee MJ, et al., 2014). Begitu

    pula dengan penelitian pada tahun 2009 yang menyatakan adanya

    hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kejadian konversi

    sputum pasien TB paru (Zainul, 2010).

    Perilaku merupakan gabungan dari berbagai faktor baik internal,

    maupun eksternal (lingkungan) sehingga faktor penentu atau

    determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi. Perilaku manusia

    memiliki tiga aspek yaitu fisik, psikis, dan sosial. Refleksi dari

    berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak,

    minat, intensi, sikap merupakan suatu definisi dari perilaku manusia.

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Caponetto&Ricardo

    determinan yang mempengaruhi individu untuk berhenti merokok di

    kelompokkan menjadi tiga faktor yaitu karakter individu dan

    keluarga, psikologi,dan juga kognitif (Caponetto&Ricardo, 2008)

    Faktor individu berupa usia, jenis kelamin, umur pertama merokok,

  • 4

    pernah mencoba berhenti merokok, lama waktu merokok, dan jumlah

    rokok yang dihisap tiap harinya terhadap upaya berhenti merokok.

    Faktor keluarga berupa pasangan,dan dukungan keluarga terhadap

    upaya berhenti merokok terhadap, faktor kognitif yang berperan

    dalam upaya berhenti merokok adalah pengetahuan individu, rencana,

    strategi, dan perilaku sehari-hari merupakan kognitif yang terlibat

    dalam usaha sesorang untuk berhenti merokok. Beberapa informasi

    yang dapat digunakan untuk membuat seorang yang merokok akan

    menghentikan kebiasaan merokoknya antara lain adalah Informasi

    mengenai dampak kesehatan dan sosial dari merokok,dan strategi

    dalam upaya berhenti merokok. (Caponetto&Ricardo, 2008)

    Provinsi Lampung, jumlah penderita TB paru pada tahun 2013

    menunjukan angka sebesar 6.617 kasus, dengan kasus yang

    mengalami gagal konversi sekitar 11% dan kasus yang tidak sembuh

    sebesar 13% (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2014). Jumlah

    kasus TB paru di Bandar Lampung cukup tinggi, pada tahun 2015

    didapatkan angka sebesar 2012 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bandar

    Lampung, 2015). Puskesmas Panjang merupakan Puskesmas yang

    memiliki jumlah kasus TB tertinggi di Bandar Lampung. Jumlah

    kasus di Puskesmas Panjang Periode Juli 2015 – Agustus 2016

    sebanyak 233 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2016).

    Pencapaian angka konversi pasien TB paru setelah pengobatan fase

    intensif di Puskesmas Panjang masih tergolong rendah yaitu sebesar

    61%, yang menunjukan bahwa puskesmas panjang belum mencapai

  • 5

    Angka Konversi Target Nasional yaitu sebesar 80% (Dinas Kesehatan

    Kota Bandar Lampung, 2016)

    1.2 Rumusan Masalah

    Dari latar belakang diatas didapatkan perumusan masalah yaitu

    adakah hubungan faktor individu, keluarga, dan kognitif dalam upaya

    berhenti merokok pada pasien TB?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan umum

    Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk

    mengetahui hubungan faktor individu, dukungan keluarga,

    dan kognitif mempengaruhi dalam upaya berhenti merokok

    pada pasien TB

    1.3.2 Tujuan khusus

    Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui hubungan lama merokok terhadap upaya

    berhenti merokok pada pasien TB

    2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan terhadap

    upaya berhenti merokok pada pasien TB

    3. Untuk mengetahui hubungan jumlah rokok yang dihisap

    perhari terhadap upaya berhenti merokok pada pasien TB

    4. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap

    upaya berhenti merokok pada pasien

    5. Untuk mengetahui hubungan sikap terhadap upaya berhenti

    merokok pada pasien TB

  • 6

    1.4 Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagi masyarakat

    Memberikan wawasan,pengetahuan,dan kesadaran akan pentingnya

    berhenti merokok pada pasien penderita TB

    2. Bagi tenaga kesehatan

    Memberikan bantuan,dan dukungan mengajak masyarakat untuk

    membantu para pasien penderita TB untuk berhenti merokok

    3. Bagi pemerintah

    Memberikan masukan,saran,dan gambaran tentang dampak buruknya

    merokok pada pasien TB dalam kehidupan bernegara yang bisa

    merugikan masyarakat dan pemerintah

    4. Bagi institusi

    Memberikan masukan kepada pemerintah terkait tentang bahayanya

    merokok pada pasien yang menderita TB

    5. Bagi peneliti

    Memberikan landasan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya

    tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam upaya berhenti

    merokok dan dampaknya pada pasien TB

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tuberkulosis

    2.1.1 Definisi tuberkulosis

    Mycobacterium tuberculosis menyebabkan penyakit menular kronis

    yang biasa disebut dengan tuberculosis. Indonesia termasuk kedalam

    tiga besar penderita tuberculosis setelah india dan cina, umumnya

    TB banyak menyerang pada negara-negara berkembang salah

    satunya adalah Indonesia (WHO, 2012).

    TB atau Tubercolosis adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan

    oleh mycobacterium Tubercolosis yang mengenai berbagai organ

    terutama organ paru-paru. Penyakit ini jika tidak tuntas

    pengobatannya atau bahkan tidak diobati dapat menyebabkan

    komplikasi yang berbahaya bahkan kematian (Kementrian

    Kesehatan, 2017).

    TB adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

    Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies

    Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M.

    bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan

    Asam (BTA).

  • 8

    Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium

    Tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas

    dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis)

    yang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB.

    Gejala utama pasien TB yaitu batuk berdahak selama dua minggu

    atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti dahak

    bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu

    makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam

    hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang dengan waktu lebih dari

    satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan

    merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus

    selalu selama 2 minggu atau lebih (Kementrian Kesehatan, 2017)

    2.1.2 Epidemiologi tuberculosis

    Secara global penderita TB pada tahun 2016 sebanyak 10,4 juta kasus

    di seluruh dunia yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk.

    Lima negara dengan kasus insidensi tertinggi yaitu India, Indonesia,

    Cina, Philiphina, dan Pakistan. Sebagian besar estimasi dari penderita

    TB banyak terjadi pada wilayah asia tenggara (45%) dimana

    Indonesia merupakan salah satunya, dan juga wilayah afrika sebesar

    25% (WHO, 2012)

    Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada

    tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah

  • 9

    kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar

    dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei

    Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi

    dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-

    negara lain. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih banyak terpapar fakto

    risiko TB misalnya adalah merokok dan kurangnya kepatuhan minum

    obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki

    yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan

    yang merokok.Berdasarkan Survei Prevalensi TB tahun 2013-2014,

    prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar

    759 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi

    TB BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun

    ke atas.(Kementrian Kesehatan, 2017)

    Pada penyakit TB, sumber infeksi adalah manusia yang mengeluarkan

    basil tuberkel dari saluran pernafasan. Kontak orang terdekat

    (misalnya dalam keluarga) menyebabkan penularan melalui droplet.

    Kerentanan penderita TB meliputi risiko memperoleh infeksi dan

    konsekuensi timbulnya penyakit setelah terjadi infeksi, sehingga bagi

    orang dengan uji tuberkulin negatif risiko memperoleh basil tuberkel

    bergantung pada kontak dengan sumber-sumber kuman penyebab

    infeksi terutama dari penderita TB dengan BTA positif. (Macfoedz,

    2008)

  • 10

    2.1.3 Angka kesembuhan TB dan MDR TB

    Penyakit tuberkulosis paru di Indonesia termasuk salah satu prioritas

    nasional untuk program pengendalian penyakit karena berdampak

    luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta sering mengakibatkan

    kematian. Kondisi tersebut mengakibatkan pemerintah Indonesia

    menetapkan suatu pedoman pengendalian tuberkulosis berbadan

    hukum. Pengendalian penyakit tuberkulosis di Indonesia diatur dalam

    Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri

    Kesehatan RI 364/MenKes/SK/V/2009. Provinsi Lampung, memiliki

    jumlah penderita TB paru pada tahun 2013 menunjukan angka sebesar

    6.617 kasus, dengan kasus yang mengalami gagal konversi sekitar

    11% dan kasus yang tidak sembuh sebesar 13% (Dinas Kesehatan

    Provinsi Lampung, 2014).

    Jumlah kasus TB paru di Bandar Lampung cukup tinggi, pada tahun

    2015 didapatkan angka sebesar 2012 kasus (Dinas Kesehatan Kota

    Bandar Lampung, 2015). Puskesmas Panjang merupakan Puskesmas

    yang memiliki jumlah kasus TB tertinggi di Bandar Lampung. Jumlah

    kasus di Puskesmas Panjang Periode Juli 2015 – Agustus 2016

    sebanyak 233 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2016).

    Pencapaian angka konversi pasien TB paru setelah pengobatan fase

    intensif di Puskesmas Panjang masih tergolong rendah yaitu sebesar

    61%, yang menunjukan bahwa puskesmas panjang belum mencapai

    Angka Konversi Target Nasional yaitu sebesar 80% (Dinas Kesehatan

    Kota Bandar Lampung, 2016).

  • 11

    Dalam menanggulangi dan mengendalikan masalah TB, WHO telah

    merekomendasikan strategi Directly Observed Tretment Shortcourse

    (DOTS) sejak tahun 1995. Fokus utama strategi DOTS adalah

    penemuan dan penyembuhan pasien. Dalam penanggulangannya,

    salah satu target penting yang harus dicapai adalah menyembuhkan

    85% kasus TB paru menular yang dapat dideteksi, dan berhasil

    setidaknya 70% kasus TB menular di masyarakat. Sedikitnya terdapat

    tiga faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB di Indonesia antara

    lain lamanya pengobatan TB minimal 6 bulan sehingga sering

    mengancam penderita untuk putus berobat, perkembangan penyakit

    Aqcuired Immune Defi ciency Syndrome (AIDS) yang makin cepat,

    dan munculnya masalah tuberculosis multi drug resistant (TB-MDR).

    Adanya fenomena TB-MDR telah memperparah keadaan penyakit TB

    dan menghambat program penanggulangan TB di dunia termasuk

    Indonesia. TB-MDR adalah salah satu jenis resistensi basil TB

    terhadap setidaknya dua obat anti tuberkulosis (OAT) lini pertama

    yaitu isoniazid dan rifampisin, dua obat OAT yang paling efektif

    (Kementrian Kesehatan RI, 2011)

    TB-MDR menjadi tantangan baru dalam program pengendalian TB

    karena penegakan diagnosis yang sulit, tingginya angka kegagalan

    terapi dan kematian. Pengobatan bagi penderita TB-MDR lebih sulit,

    dengan angka keberhasilan hanya sekitar 50% dan biaya pengobatan

    yang mahal bahkan sampai 100 kali lebih mahal dibandingkan dengan

    pengobatan TB tanpa MDR, sehingga bagi negara berkembang

  • 12

    menjadi beban yang sangat berat dalam penanggulangannya

    (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

    Adanya fenomena TB-MDR telah memperparah keadaan penyakit TB

    dan menghambat program penanggulangan TB di dunia termasuk

    Indonesia. TB-MDR adalah salah satu jenis resistensi basil TB

    terhadap setidaknya dua obat anti tuberkulosis (OAT) lini pertama

    yaitu isoniazid dan rifampisin, dua obat OAT yang paling efektif. TB-

    MDR menjadi tantangan baru dalam program pengendalian TB karena

    penegakan diagnosis yang sulit, tingginya angka kegagalan terapi dan

    kematian. Pengobatan bagi penderita TB-MDR lebih sulit, dengan

    angka keberhasilan hanya sekitar 50% dan biaya pengobatan yang

    mahal bahkan sampai 100 kali lebih mahal dibandingkan dengan

    pengobatan TB tanpa MDR, sehingga bagi negara berkembang

    menjadi beban yang sangat berat dalam penanggulangannya

    (Kementerian Kesehatan RI, 2012).

    Setiap tahun selalu muncul kasus TB-MDR baru yang dilaporkan.

    Tahun 2008 ada sekitar 440.000 kasus TB-MDR, sedangkan sejumlah

    650.000 kasus TB-MDR pada tahun 2010, kejadian TB-MDR ini

    kemudian disebut 27 high burden MBR-TB countriesoleh WHO

    Global Report, di mana Indonesia berada pada urutan 9 di bawah

    India, China, Rusia, Pakistan, Afrika Selatan, Philipina, Ukraina dan

    Kazakstan. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa MDR di

    Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2008

    jumlahnya mencapai 6.427 kasus. Angka TB-MDR diperkirakan

  • 13

    sebesar 2% dari kasus TB baru dan 20% dari kasus TB pengobatan

    ulang (WHO, 2011).

    2.1.4 Faktor yang mempengaruhi kesembuhan TB

    a. Keamanan pangan

    Kesembuhan TB pada level rumah tangga dapat dipengaruhi oleh

    keamanan pangan. Kecukupan anggaran, kecukupan makan dalam

    satu hari, dan keanekaramagan makanan dalam rumah tangga

    adalah indicator yang dapat digunakan untuk mengevauasi

    keamanan pangan. Terdapat empat kriteria yang dijadikan sebagai

    pengukuran kecukupan makan per hari, yaitu: melewatkan salah

    satu waktu makan, tidak makan seharian karena tidak tersedianya

    makanan dengan rentan 4 minggu,

    mengurangi porsi makan, dan mengalami penurunan berat badan

    karena kekurangan makanan. Indikator kecukupan anggaran untuk

    kesediaan makanan terbagi menjadi dua yaitu cukup dan tidak

    cukup. Dikategorikan cukup apabila anggaran pangan cukup untuk

    membeli pangan dan dikategorikan tidak cukup apabila tidak

    mempunyai anggaran pangan. Indicator keanekaragaman makanan

    apabila keluarga tersebut mengkonsumsi makanan yang bervariasi

    dan dengan gizi yang seimbang (Bickel et al., 2000).

    Daya tahun tubuh yang rendah dapat meningkatkan faktor resiko

    terjadinya penyakit TB, diantaranya adalah infeksi HIV/AIDS dan

    malnutrisi. Virus HIV akan merusak daya tahan tubuh dan

    merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang pasien terinfeksi TB

  • 14

    untuk menjadi sakit TB (TB aktif). Bila jumlah orang yang

    terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan

    meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan

    meningkat.(Kementrian Kesehatan, 2017)

    b. Akses ke fasilitas kesehatan

    Ketersediaan sarana transportasi dan jangkauan dari fasilitas

    kesehatan merupakan indicator akses ke fasilitas kesehatan (Barker

    etal.2002;Soeparman,2001). Tersedianya transportasi baik

    transportasi umum maupun pribadi merupakan indicator dari

    ketersediaan sarana transportasi (Barker et al.,2002). Jangkauan

    dapat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu letak sarana, geografi,

    serta demografi. Fasilitas pelayanan kesehatan yang letaknya jauh

    bisa mengurangi akses. Kondisi geografi berupa pegunungan,

    hutan dan kepulauan juga akan mempersulit penderita untuk

    mendapatkan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor

    demografi berupa belum atau tidak mandirinya penderita seperti

    pada pasien anak, lansia dan ibu hamil dapat mempersulit penderita

    untuk mendapat akses ke fasilitas pelayanan kesehatan

    (Soeparman, 2001).

    c. Kondisi rumah dan pekerjaan

    Kejadian kesembuhan dan konversi sputum TB dapat dipengaruhi

    oleh kondisi rumah yaitu ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban

    udara, pencahayaan rumah, dan suhu. bakteri Mycobacterium

  • 15

    tuberculosis akan sulit mati bila rumah tidak memenuhi syarat

    rumah sehat yang akan berakibat pada meningkatnya risiko

    penularan dan kejadian gagal konversi sputum (Achmadi, 2012).

    Pekerjaan seperti supir, buruh, tukang becak yang memiliki

    lingkungan kerja yang buruk jika dibandingkan dengan pekerja

    kantor akan mendukung terjadinya penularan bakteri TB (Arsin et

    al, 2004).

    d. Usia

    Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada kejadian TB

    paru. Risiko untuk mendapatkan TB paru dapat dikatakan seperti

    halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya,

    menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memliki daya

    tahan terhadap TB paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa

    muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok

    menjelang umur tua. Infeksi TB paru aktif meningkat secara

    bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi TB paru

    biasanya mengenai umur dewasa muda. Di Indonesia

    diperkirakan 75% penderita TB paru adalah kelompok umur

    produktif yaitu 15-50 tahun (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

    Penelitian yang dilakukan di NTB dengan desain kasus kontrol.

    Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa kelompok kasus paling

    banyak terdapat pada kelompok umur 11-55 tahun (71,1%)

    (Ketut, 2013)

  • 16

    e. Jenis kelamin

    Laki-laki lebih umum terkena, kecuali pada perempuan dewasa

    muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang

    menurunkan resistensi. Risiko TB paru terutama menyerang

    laki- laki. Jumlah penderita TB paru laki-laki hampir dua kali

    lipat dibandingkan jumlah penderita TB paru pada perempuan,

    yaitu 42,3% pada laki-laki dan 28,9% pada perempuan. TB paru

    lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan

    perempuan karena laki-laki sebagian besar mempunyai

    kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB

    paru (Ruswanto, 2010).

    f. Tingkat pendidikan

    Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap

    pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang

    memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru

    sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan

    mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat.

    Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi

    terhadap jenis pekerjaannya (Ruswanto, 2010).

    Berdasarkan data hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa

    proporsi penderita TB paru paling banyak diderita pada orang

    yang tidak pernah sekolah yaitu sebesar 0,5%. Penelitian yang

    dilakukan di Pati dengan desain kasus kontrol melaporkan

  • 17

    bahwa proporsi pendidikan terakhir responden yang paling

    banyak adalah tidak tamat SD sebesar 31,1% (Rusnoto, 2008).

    g. Perilaku sehat

    1. HIV, DM, Malnutrisi

    Mekanisme penyakit HIV yaitu Virus mencari sel CD4

    dan mereplikasikan diri. Sel CD4 merupakan target utama

    HIV untuk menghancurkan sistem imun tubuh. Jumlah

    CD4 semakin menurun, imun tubuh ikut menurun. Pada

    penyakit Diabetes memiliki mekanisme yaitu Kerusakan

    fungsi neutrophil, dan penurunan cell-mediated immunity.

    Sedangkan pada malnutrisi terjadi Kerusakan cell-

    mediated immunity, peningkatan kolonisasi, dan

    kerusakan imunitas humoral (Soedidjo, 2007)

    Keadaan status gizi dan penyakit infeksi merupakan

    pasangan yang terkait. Penderita infeksi sering mengalami

    anoreksia, penggunaan waktu yang berlebih, penurunan

    gizi atau gizi kurang akan memiliki daya tahan tubuh yang

    rendah dan sangat peka terhadap penularan penyakit. Pada

    keadaan gizi yang buruk, maka reaksi kekebalan tubuh

    akan menurun sehingga kemampuan dalam

    mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi seperti TB

    paru menjadi menurun. Demikian juga sebaliknya

    seseorang yang menderita penyakit kronis, seperti TB

  • 18

    umumnya status gizinya mengalami penurunan (Soedidjo,

    2007).

    2. Alkohol

    Efek toksik alkohol pada sistem imun membuat seseorang

    lebih rentan akan infeksi bakteri TB. Terjadi gangguan

    fungsi makrofag dan sistem imun yang diperantarai sel

    (kedua sistem ini bersifat esensial pada respon penjamu

    terhadap infeksi kuman TB) Pada pengonsumsian alkohol

    baik akut maupun kronik. Selain itu juga terjadi inhibisi

    dari TNF, NO, formasi granuloma, IL-2, IFN gamma, dan

    proliferasi CD4, sehinga proses destruksi dari mycobacteria

    menjadi terhambat. Di samping itu juga alkohol dapat

    mempengaruhi sistem imun melalui defisiensi makro dan

    mikro nutrien, terjadinya keganasan, dan juga melalui

    perubahan tingkah laku sosial seseorang (Lonroth K, 2008).

    3. Merokok

    Barier utama saluran pernapasan dalam melawan agen

    lingkungan adalah sel epitel pernapasan bekerja dengan

    cara menyapu partikel keluar dalam lapisan epitel,

    memfagositosis juga merekrut sel imun lain. Efek lain dari

    merokok adalah meningkatnya permebealitas epitel

  • 19

    pernapasan dan meganggu serta menghambat

    muccociliary clearance pada saluran pernapasan serta bisa

    membahayakan integritas barrier. Perubahan bentuk sel

    epitel dapat terjadi karena adanya supresi epitel

    pernapasan dan secara kronik dapat menyebabkan

    inflamasi akibat pajanan dari asap rokok (Bates, 2007)

    2.2 Rokok

    2.2.1 Definisi rokok

    Suatu kegiatan yang membakar ujungnya hingga membara sampai

    asapnya dapat dihirup dengan ujung yang lain disebut merokok.

    Ada 2 jenis bentuk rokok yang biasa dijual yaitu dalam bentuk

    kertas dan kotak hal ini memungkinkan kemasan rokok dapat

    disimpan dalam kantong maupun saku dan dalam beberapa tahun

    terakhir sudah terdapat informasi akan bahaya merokok pada

    bungkusan rokok. (Jaya, 2009)

    Indonesia berdasarkan peraturan pemerintah RI nomor 19 tahun

    2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan mendefinisikan

    bahwa merokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus

    termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang terbuat dari Nicotania

    Tobacum, Nicotania Rustica, atau sintesis lainnya yang

    mengandung nikotin, tar atau tanpa bahan tambahan.

  • 20

    2.2.2 Lama menghisap rokok

    Semakin lama seseorang memiliki riwayat merokok maka

    pengaruh dalam kesehatan semakin besar. Hal ini disebabkan

    karena rokok memiliki dose- response effect, artinya makin muda

    usia merokok maka akan makin besar pengaruhnya bagi kesehatan

    (Bustan,2007). Dari segi klinis, lama merokok berisiko terhadap

    masuknya kuman Mycobacterium Tuberculosis karena paparan

    kronis terhadap asap rokok dapat merusak makrofag alveolar paru-

    paru sehingga mempengaruhi kekebalan sel T yang berfungsi

    membedakan jenis pathogen, dan untuk meningkatkan kekebalan

    setiap kali tubuh terpapar oleh patogen (Achmadi, 2012).

    2.2.3 Jumlah rokok yang dihisap perhari

    WHO mendefinisikan bahwa merokok aktif adalah aktifitas

    menghisap rokok secara rutin minimal satu batang per hari. Perokok

    aktif adalah seseorang yang merokok satu batang atau lebih

    sekurang-kurangnya selama 1 tahun. Bagi perokok yang tidak setiap

    hari merokok di kategorikan sebagai perokok sosial, sementara yang

    disebut mantan perokok (former smoker) adalah perokok yang telah

    meninggalkan kebiasaan merokoknya selama satu bulan terakhir.

  • 21

    2.2.4 Jenis Rokok

    Rokok merupakan suau produk convienence yaitu suatu produk yang

    dibeli konsumen secara terus menerus dan tanpa harus banyak

    pertimbangan dalam membelinya. Di Indonesia rokok merupakan

    suatu produk yang kontroversi dan unik karena merupakan barang

    yang banyak dicari oleh orang banyak. Ada beberapa jenis olahan

    tembakau yang sudah beredar lama di Indonesia yaitu;(TCSC

    IAKMI, 2013)

    a. Rokok putih adalah rokok yang paling banyak di komsumsi di

    dunia. Rokok putih ini berisi hanya daun tembakau yang diberi

    saus untuk mendapatkan rasa dan aroma tertentu seperti mentol

    dan digulung dengan menggunakan penggulung kertas dan

    biasanya ujungnya diberi filter.

    b. Rokok kretek adalah rokok yang untuk mendapatkan efek rasa

    dan aroma tertentuk berasal dari daun tembakau yang diberi saus

    tembakau. Kandungan utama cengkeh adalah eugenol yang

    merupakan anastetik lokal yang mengakibatkan setiap hisapan

    rokok menjadi lebih berbahaya.

  • 22

    2.2.5 Kandungan Rokok

    Rokok setidaknya dimana didalamnya terdapat sekitar 4000 bahan

    kimia, dan 40 kandungan zat tersebut dapat menyebabkan kanker.

    Terdapat 2 golongan besar dalam rokok yaitu gas dan juga partikel.

    CO atau karbonmonoksida adalah komponen gas terbesar,

    sedangkan nikotin dan tar adalah komponen partikel terbanyak. Tar

    merupakan kumpulan bahan kimia dalam komponen pada asam

    rokok setelah dikurangi nikotin dan air, bahan inilah yang

    mengandung bahan-bahan karsinogenik. Sementara nikotin adalah

    bahan adiktif yang dapat membuat seseorang menjadi ketagihan,

    daun tembakau mengandung 1 – 3 % nikotin didalamnya.(Aditama,

    1997)

    2.2.6 Efek rokok pada kesembuhan Tubercolosis

    Empat ribu lima ratus lebih berada pada kandungan asap rokok yang

    memiliki efek toksik, karsinogenik,dan mutagenik. Nikotin dan tar

    memiliki efek imunosupresif dimana mempengaruhi respon

    kekebalan tubuh yang bisa meningkatkan kerentanan terhadap

    berbagai macam infeksi yang menyerang. Efek imunosupresif akan

    semakin besar dengan semakin meningkatnya kadar tar dan nikotin

    di dalam tubuh.(Mehta et al, 2008)

    Salah satu faktor resiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular

    adalah merokok, merokok juga dapat menyebabkan kematian yang

    berkaitan penyakit pada serebrovaskular, infeksi saluran napas

  • 23

    bawah, PPOK, TB, dan kanker saluran napas .(DiGiacomo et al,

    2011)

    Barier utama saluran pernapasan dalam melawan agen lingkungan

    adalah sel epitel pernapasan bekerja dengan cara menyapu partikel

    keluar dalam lapisan epitel, memfagositosis juga merekrut sel imun

    lain. Efek lain dari merokok adalah meningkatnya permebealitas

    epitel pernapasan dan meganggu serta menghambat muccociliary

    clearance pada saluran pernapasan serta bisa membahayakan

    integritas barrier. Perubahan bentuk sel epitel dapat terjadi karena

    adanya supresi epitel pernapasan dan secara kronik dapat

    menyebabkan inflamasi akibat pajanan dari asap rokok. (Bates,

    2007).

    Meningkatnya mortalitas TB sebesar 2,8 kali diakibatkan oleh

    kebiasaan merokok seperti penelitian yang dilakukan Dublin bahwa

    merokok memiliki hubungan yang bermakna terhadap

    memanjangnya waktu koversi kuman TB pada pasien yang sedang

    menerima terapi OAT (Wijaya, 2012)

    TB paru resisten akan 1,204 kali lebih besar terjadi pada penderita

    TB yang masih memiliki kebiasaan merokok serta akan

    mengakibatkan pengobatan yang lebih lama dibandingkan yang

    tidak merokok serta dapat menyebabkan infeksi akut yang dapat

    memperparah fungsi paru-paru dan memperluas penyebaran bakteri

    tuberculosis yang menyebabkan melambatnya proses

    penyembuhan.(Mapparenta et al, 2013)

  • 24

    Rusaknya mekanisme pertahanan paru yang disebut mucociliary

    clearance diakibatkan oleh kebiasaan merokok. Untuk menahan

    infeksi agar tidak mengalami kerusakan akibat paparan asap rokok

    terdapat bulu-bulu getar dan bahan lainnya didalam paru-paru dalam

    mekanismenya. Meningkatnya tahanan jalan napas menyebabkan

    pembuluh darah di paru-paru akan mudah bocor dan merusak

    makrofag yang merupakan sel yang dapat memfagosit bakteri

    patogen yang disebabkan oleh asap rokok. (Zainul, 2010).

    Pasien yang mengkonsumsi rokok lebih dari 10 batang perhari

    memiliki risiko dua kali mengalami gagal terapi OAT. Semakin lama

    seseorang mengkonsumsi rokok, dapat semakin memperparah

    kerusakan makrofag alveolar paru yang akan berpengaruh terhadap

    imunitas pasien yang juga akan mempengaruhi kejadian

    kesembuhan penyakit TB (Haris, 2013).

    Prevalensi cukup tinggi penderita TB yang merokok dan ternyata

    merokok dapat meningkatkan gagal terapi pada pasien TB

    berdasarkan penelitian di Georgia (Magee MJ, et al, 2014). Begitu

    pula dengan penelitian pada tahun 2009 yang menyatakan adanya

    hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kejadian konversi

    sputum pasien TB paru (Zainul M, 2010).

  • 25

    2.3 Perilaku merokok

    2.3.1 Perilaku merokok

    Merokok adalah kebiasaan yang diasosiasikan dengan suatu urutan

    ritual. Suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian

    menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat

    menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang

    disekitarnya disebut perilaku merokok (Peters&Morgans, 2002)

    Ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan management of affect

    theory menurut silvan &Tomkins, keempat tipe tersebut adalah:

    1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.

    a. Pleasure relaxation

    Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan

    kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah

    minum kopi atau makan.

    b. Simulation to pick them up.

    Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk

    menyenangkan perasaan.

    c. pleasure of handling cigarette.

    Kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok.

    2. Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negativ.

    Untuk mengurangi perasaan negativ dalam dirinya banyak orang

    yang melampiaskannya dengan merokok. Contohnya merokok

    bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai Solusi. Orang

  • 26

    menggunakan rokok bila merasa perasaan tidak enak muncul,

    dengan harapan perasaan mereka akan lebih baik

    3. Tipe perokok yang adiktif.

    Merupakan Perokok yang sudah adiksi atau kecanduan,biasanya

    jika seseorang sudah adiksi maka akan menambah dosis rokok

    yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang

    dihisapnya berkurang.

    4. Tipe kebiasaan merokok.

    Merokok bukan untuk tujuan mengendalikan perasaan mereka,

    tetapi karena sudah menjadi perilaku.

    Menurut Leventhal dan Cleary(1980,dalam P.Wesley schultz,

    1998)) terdapat beberapa tahapan dalam merokok, yaitu:

    a. Tahap prepatory

    Tahap persiapan muncul sebelum seseorang mencoba untuk

    merokok. Tahap ini melibatkan pengembangan sikap dan

    intensitas terhadap perilaku merokok dan citra yang muncul

    pada observasi pribadi terhadap orang dewasa yang merokok

    khususnya orang tua maupun kenalan dan kesan yang terbentuk

    dari iklan rokok atau media yang ada di masyarakat. Levental

    dan Clearly1980, dalam P.Wesley schultz, 1998) menyatakan

    bahwa tiga bentuk sikap yang meningkatkan ketertarikan

    individu untuk merokok, yaitu image, pola kecemasan, dan

    pemahaman merokok pada individu. Image tangguh atau keren

    saat merokok dianggap menarik bagi dewasa muda atau remaja

  • 27

    yang ingin dipandang menjadi individu yang mandiri, dewasa,

    tangguh , dan menentang peraturan.

    b. Tahap intiation

    Banyak perokok memulai perilaku merokok pada umur

    remaja, yaitu dibawah umur 18 tahun. Pada masa remaja

    diketahui bahwa desakan dari teman sebaya memegang

    peranan penting dalam sebuah perilaku khususnya perilaku

    merokok. Penelitian yang dilakukan oleh (Flay, dkk, 1983

    dalam Sheridan & Radmacher,1992) menemukan bahwa 90%

    diantara para remaja telah mencoba merokok paling tidak

    sekali dan 50% diantaranya didamping oleh teman sebayanya.

    Oleh karena itu, faktor penting dalam tahap ini adalah

    pengaruh desakan teman sebaya dan kurangnya kemampuan

    individu pada masa remaja untuk menolak tawaran merokok.

    c. Tahap becoming a smoker

    Tidak semua orang yang mencoba merokok akan menjadi

    perokok tetap namun 70%-90% remaja yang merokok 4 batang

    atau lebih akan menjadi perokok tetap (Kaplan, 1993). Pada

    tahap ini individu akan melibatkan konsep terhadap perilaku

    merokok sebagai contoh, rutinitas merokok atau

    kecenderungan pada sebuah produk rokok (Kaplan, 1993).

    d. Tahap maintance of smoking

    Tahap ini merupakan tahap terakhir dimana tahap psikologis

    dan Mekanisme biologis tingkat kencanduan nikotin yang

  • 28

    sudah stabil saling membentuk pola perilaku yang sama.

    Robert M. Kaplan Menyatakan bahwa proses menuju tahap

    ini kurang lebih memakan waktu merokok selama dua tahun,

    alasan merokok mulai diarahkan untuk mengurangi perasaan

    gelisah atau gangguan kecemasan dibandingkan dengan

    sosial confidence. Selain itu, banyak individu

    mempertahankan rokok, karena menurut mereka rokok

    mempunyai makna yang mendalam. Para perokok

    menganggap bahwa merokok dapat membuat mereka lebih

    bersemangat, lebih waspada, lebih terjaga, lebih konsentrasi

    atau lebih dewasa (Kaplan, 1993).

    2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok

    Banyak fakor yang mempangaruhi kebiasaan merokok seperti faktor

    lingkungan sosial di sekitarnya, kondisi biologis maupun psikologis

    perokok itu sendiri (P.Wesley schultz, 1998). Ada beberapa faktor

    menurut (Baraja,2008) terbagi kedalam beberapa golongan dan

    saling terkait satu dan lainnya yaitu:

    1. Faktor Genetik

    Kecenderungan untuk merokok adalah sesuatu faktor yang

    diwarisi bersama sama serta faktor genetik sebagai penentu

    timbulnya kebiasaan merokok dan penyakit kanker.

  • 29

    2. Faktor Kepribadian (personality)

    Untuk memprediksi apakah seorang akan menjadi perokok dapat

    dilakukan tes-tes. Studi observasi dan pengamatan lebih

    bermanfaat untuk melihat kepribadian orang yang merokok.

    3. Faktor kejiwaan ( psychodynamic)

    Terdapat dua teori bahwa merokok itu adalah suatu kegiatan

    kompensasi dari kehilangan kenikmatan oral yang dini atau

    adanya suatu rasa rendah diri. Pendapat ahli lainnya berpendapat

    bahwa merokok adalah suatu pemuas kebutuhan oral yang tidak

    dipenuhi semasa bayi atau semasa kecil. Kegiatan ini biasanya

    dilakukan sebagai pengganti merokok pada mereka yang sedang

    mencoba berhenti merokok.

    4. Faktor sensorimotorik

    Kegiatan merokok disebabkan oleh kegiatan merokok sendiri

    bukan efek psikososial atau farmakologinya. Dalam suatu

    penelitian menunjukan bahwa membuka, mengambil dan

    memegang sebatang rokok, lalu menyalakannya, menghisap dan

    mengeluarkan asap sambil mengamati merupakan aspek-aspek

    yang penting untuk seorang perokok sebasar 11%.

    5. Faktor farmakologis

    Nikotin mencapai otak dalam waktu singkat, pada menit pertama

    sejak dihisap. Cara kerja bahan ini sangat kompleks. Pada dosis

    yang sama dengan yang didalam rokok, bahan ini dapat

    menimbulkan stimulasi dan rangsangan di satu sisi tetapi juga

  • 30

    relaksasi di sisi lainnya. Efek ini tergantung bukan saja pada dosis

    dan kondisi tubuh seseorang, tetapi juga pada suasana hati (mood)

    dan situasi. Oleh karena itu, bila kita sedang marah atau takut,

    efeknya adalah menenangkan. Tetapi dalam keadaan lelah atau

    bosan, bahan itu akan merangsang dan memacu semangat.

    2.3.3 Upaya berhenti merokok

    Perilaku merupakan gabungan dari berbagai faktor baik internal,

    maupun eksternal sehingga faktor penentu atau determinan perilaku

    manusia sulit untuk dibatasi. Terdapat 3 aspek perilaku manusia

    yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Refleksi dari berbagai gejala

    kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, intensi,

    dan sikap merupakan suatu definisi dari perilaku manusia

    (Caponetto, 2008)

    Program berhenti merokok idealnya merupakan bagian terpadu dari

    upaya pelayanan kesehatan dan sebaiknya didukung oleh kebijakan

    kesehatan lainnya antara lain pelarangan iklan rokok,

    mencantumkan peringatan pada kemasan rokok, meningkatkan

    cukai rokok, dan melarang penjualan rokok pada anak-anak, ruang

    umum, kewajiban membayarkan kompensasi akibat rokok, class

    action sampai ke pemberlakuan undang-undang anti rokok

    (Aditama, 2004) Terdapat 70% perokok di USA ingin berhenti

    merokok selama mereka merokok. Empat puluh satu persen diantara

    sudah mencoba berhenti merokok dalam 12 bulan terakhir, namun

  • 31

    hanya 7 % dapat berhenti merokok pada satu tahun kedepan(Britton,

    2004).

    Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan berhenti merokok

    antara lain jenis kelamin umumnya laki-laki, umur dewasa, ekonomi

    menengah ke atas, rendahnya konsumsi alkohol , sedikitnya jumlah

    rokok per hari, waktu pertama kali merokok di pagi hari di atas satu

    jam setelah bangun tidur, riwayat merokok masa lalu, keinginan

    yang kuat untuk berhenti merokok dan tidak ada perokok lain dalam

    rumah tangga.(Chandola T & Head J, 2004)

    Terdapat cara teoritis yang dapat menjelaskan tahapan tahapan

    dalam berhenti merokok, dimana berhenti merokok merupakan

    upaya untuk mengubah suatu kebiasaan. Teori ini menjadi basis

    untuk mengembangkan intervensi yang efektif untuk

    mempromosikan perubahan kebiasaan kesehatan. Untuk berhenti

    merokok digambarkan dengan menggunakan tahapan perubahan

    atau yang lebih dikenal sebagai Transtheoretical (Prochaska&

    Diclemente, 1984)

    Berdasarkan transtheoretical rencana perokok untuk berhenti

    merokok dibedakan atas 5 tahap, pada tahap pertama perokok masih

    belum percaya bahwa merokok akan menimbulkan masalah bagi

    kesehatannya bahkan perokok menolak untuk berhenti merokok

    atau tahapan precontemplation. Pada tahap contemplation perokok

    mulai menyadari dan berkeinginan untuk menghentikan kebiasaan

    merokok. Setelah itu tahap preparation perokok diajak untuk

  • 32

    mempersiapkan dan merencanakan kapan mulai berhenti merokok,

    hal ini meliputi penetapan tanggal dan hari berhenti merokok dan

    cara yang dipilih untuk menghentikan kebiasan berhenti merokok.

    Pada tahap Action perokok dibantu untuk membuat rencana berhenti

    merokok dengan menetapkan tanggal untuk berhenti merokok dalam

    satu minggu kedepan, memberitahu dan meminta dukungan dari

    keluarga tetangga dan teman akan keinginannya untuk berhenti

    merokok. Pada tahap ini juga dapat diantisipasi berbagai kendala

    untuk berhenti merokok antara lain gejala withdrawal dan

    kemungkinan relaps dengan cara

    1. Menjauhkan rokok dari lingkungan.

    2. Identifikasi situasi resiko tinggi relaps dengan mendiskusikan

    pengalaman berhenti dimasa lalu bagaimana kendala dan cara

    menghadapinya

    Tahap Maintenance melakukan evaluasi kepada perokok baik pada

    minggu pertama bulan pertama dan selanjutnya secara berkala

    berikan pujian bilamana sudah berhenti merokok dan bila pasien

    masih merokok diskusikan keadaan yang membuatnya masih

    merokok, masalah yang dihadapi, evaluasi farmakologi dan

    pertimbangkan rujukan untuk pengobatan intensif. Tahapan-

    tahapan di atas bersifat fleksibel, terkadang ada orang yang tidak

    sampai ke tahapan maintenance tapi kembali ke tahapan

  • 33

    precontemplation karena beberapa faktor penghambat, seperti

    lingkungan, ekspektasi dan lainnya.

    Sumber Prochaska&Clemente, 1984

    Gambar 1. Stage of Change pada Transtheoretical Model

    Berdasarkan tahapan-tahapan dalam stages of changes perokok

    dikelompokkan dalam 3 kelompok utama dalam tahapan dalam

    berhenti merokok yakni (Ginting, 2011)

    1. Perokok dalam fase prekontemplasi sebanyak 40% dimana

    perokok tersebut tidak berfikir untuk berhenti merokok

    (unwilling to stop smoking). Mereka tidak menyadari bahayanya

    merokok

  • 34

    2. Perokok berada dalam fase kontemplasi sebanyak 40 %, dimana

    perokok sedang berada dalam fase ambivalen atau dissonansi

    kognitif. Sudah ada keinginan perokok (willing to stop smoking)

    untuk berhenti merokok serta mencari informasi bagaimana

    caranya untuk berhenti merokok namun masih terdapat beberapa

    kendala atau masih belum siap perokok untuk membuat

    komitmen dalam berhenti merokok.

    3. Perokok yang berada pada fase tahapan determinasi (persiapan)

    sebanyak 20%, dimana artinya ia siap untuk berhenti merokok

    pada bulan yang akan datang dan sudah melakukan tahapan –

    tahapan awal untuk berhenti merokok, misalnya ia sudah

    mengatakan pada orang lain mengurangi jumlah banyak rokok

    berimajinasi seakan ia sudah tidak merokok lagi walau sudah

    pernah mencoba berhenti merokok

  • 35

    Tabel 1. Definisi dan strategi stage of change dalam transtheoretical

    model

    Tahapan Definisi Strategi

    Precontemplation Tidak peduli terhadap

    bahaya merokok dan

    tidak berkeinginan

    untuk berhenti

    merokok

    Meningkatkan

    kepedulian tentang

    penting berhenti

    merokok serta

    mempertimbangkan

    risiko dan keuntungan

    yang akan didapat dari

    merokok

    Contemplation Berfikir untuk berhenti

    merokok di masa

    depan

    Motivasi dan membuat

    rencana yang spesifik

    Preparation Membuat perencanaan

    untuk berhenti serta

    menentukan tanggal

    untuk berhenti

    Membantu

    mengembangkan

    rencana tindak lanjut

    untuk berhenti merokok

    Action Upaya berhenti

    merokok

    Membantu mengatasai

    masalah, mendukung

    dan memberikan

    kekuatan positif

    Mantainance Mempertahankan

    untuk berhenti

    merokok

    Membantu ex smoker

    untuk tetap bertahan

    dengan memilih koping

    yang tepat alternatif dan

    terus menerus untuk

    Memotivasi

    Sumber:adaptation stage of change by the communication initiative

    (http://www.cominit.com/ctheories/sld-2920.html)

    Perokok yang berada pada masa prekontemplasi, terpapar informasi

    informasi bahaya merokok sehingga memiliki pengetahuan yang

    cukup bahwa rokok dapat menyebabkan penyakit serius dikemudian

    hari. Pengetahuan yang baik mengenai dampak bahaya merokok

    bagi kesehatan akan membuat perokok beranjak dari tahap

    prekontemplasinya. Pada perjalanan selanjutnya sangat

    dimungkinkan adanya permintaan atau dorongan berhenti merokok

    orang orang yang berada di sekitar perokok seperti pasangan

    http://www.cominit.com/ctheories/sld-2920.html

  • 36

    hidupnya, anak-anak orang tua atau teman sepergaulannya.

    Permintaan tersebut akan semakin meningkatkan keinginannya

    untuk berhenti merokok atau perokok berada dalam tahap

    kontemplasi(Hughes, 2003).

    Ketika sudah mulai muncul keluhan terhadap kondisi kesehatannya,

    perokok selain mendapatkan terapi juga dinasihati untuk berhenti

    merokok, hal ini akan menjadi pemicu kesiapannya dalam berhenti

    merokok. Pada skenario ini dokter merasa menjadi posisi kunci

    namun kenyataannya hal itu merupakan efek kumulatif dari

    permintaan sebelumnya dari orang orang yang berada di sekitarnya

    sehingga tidak perlu mengharapkan agar dokter memberikan nasihat

    pada setiap tahapnya (Hughes, 2003).

    Pada pasien yang memulai program berhenti merokok dalam tahap

    persiapan, secara menakjubkan akan menunjukan bahwa 94% dari

    pasien tersebut tidak merokok di enam bulan berikutnya. Persentase

    ini akan menjadi lebih tinggi 66% untuk tidak merokok jika pasien

    menerima pengingatan dan konseling secara rutin dari tenaga

    kesehatan. Program konseling berhenti merokok secara khusus tidak

    memiliki efek yang signifikan pada pasien yang berada pada tahap

    prekontemplasi dan kontemplasi. Jadi dapat disimpulkan

    berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan pengamatan secara

    terus menerus selama 18 bulan menunjukkan bahwa jumlah

  • 37

    keberhasilan yang berhenti merokok adalah perokok berada pada

    tahap siap berhenti merokok (Prochaska & DiClemente, 1992).

    Berdasarkan penelitian yang disampaikan Chandolla, terdapat

    beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan berhenti

    merokok seperti terlambat umur mulai merokok, pernah mencoba

    mencoba berhenti merokok dalam jangka waktu yang lama, tidak

    cemas dan depresi, rendahnya ketergantungan nikotin, tidak

    mengkonsumsi alkohol, menikah, tidak mempunyai anggota

    keluarga yang merokok di rumah atau di tempat kerja.(Caponnetto

    & Polosa, 2008). Selain itu alasan utama perokok berhenti merokok

    adalah faktor organisasi keagamaan dan keluarga (Fazwani &

    Triratnawati 2005)

    Keseluruhan faktor-faktor diatas yang paling berpengaruh adalah

    kebiasaan merokok setiap hari dan waktu pertama kali merokok di

    pagi hari. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan

    oleh Caponetto & Ricardo pada tahun 2008 menyatakan bahwa

    determinan yang mempengaruhi individu untuk berhenti merokok di

    kelompokkan menjadi 3 faktor yaitu:

    1. Karakteristik individu dan keluarga

    a. Jenis kelamin

    Laki-laki memiliki peluang untuk berhenti merokok yang lebih

    besar dibandingkan wanita seperti yang dikatakan dalam

    penelitian fiore pada tahun 2000

  • 38

    b. Usia

    Perokok usia muda banyak yang memiliki keinginan untuk

    berhenti merokok. Akan tetapi, mereka kesulitan untuk

    mengubah kebiasaan ini walaupun jumlah rokok yang dihisap

    tidak terlalu banyak yang disebabkan karena mereka sudah

    ketergantungan akan nikotin dan hal ini merupakan hal yang

    sulit.

    c. Umur pertama merokok.

    Semakin muda umur seseorang pertama kali memulai merokok

    maka akan semakin tinggi juga tingkat ketergantungan akan

    nikotin. diketahui bahwa usia mulai merokok sebagian besar

    kasus adalah 10-19 tahun (72,7%). Hal ini sesuai dengan

    penelitian yang dilakukan di Thailand (Ariyothai,2004) dengan

    desain kasus control yang melaporkan bahwa usia mulai

    merokok kasus TB paling banyak ditemukan pada usia 15-20

    tahun Maka dari itu diperlukan langkah yang komprehensif agar

    program berhenti merokoknya berhasil. Pada umur 35 sampai

    44 tahun merupakan umur yang banyak manfaat nya untuk

    berhenti merokok ( Jah&Chaloupka,2000).

    d. Jumlah rokok yang dikonsumsi

    Menurut Smet (1994) perokok yang dapat diklasifikasikan

    menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok

    tersebut adalah :

  • 39

    1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 20 batang rokok

    dalam sehari.

    2. Perokok sedang yang menghisap 11 s.d 20 batang rokok dalam

    sehari.

    3. Perokok ringan yang menghisap 1s.d 10 batang rokok dalam

    sehari.

    e. Lama merokok

    Semakin lama seseorang merokok maka akan semakin tinggi

    tingkat kadar nikotin dan tar didalam tubuh. Kandungan rokok

    membuat seseorang tidak mudah berhenti merokok, karena dua

    alasan, yaitu faktor ketergantungan atau adiksi pada nikotin, dan

    faktor psikologis yang merasakan adanya kehilangan suatu

    kegiatan tertentu jika berhenti merokok. Seseorang yang

    meneruskan kebiasaan merokok akan memberikan dampak bagi

    kesehatan(Ogden,2000)

    f. Pernah untuk mencoba berhenti merokok

    Perokok yang sudah mencoba berhenti untuk berhenti merokok

    lebih dari 5 hari dan perokok yang memiliki keinginan untuk

    berhenti merokok maka memiliki peluang lebih besar untuk

    berhenti merokok pada masa depannya.

    g. Pasangan

    Karena rokok banyak tidak diterima di lingkungan sekitarnya

    maka perokok akan cenderung untuk berhenti ketika memikirkan

  • 40

    lingkungan yang ada disekitarnya. Penelitian terakhir yang

    dilakukan di Inggris bahwa faktor sosial demografi yang sangat

    kuat dalam prediksi berhenti pekerja adalah pergaulan sosial

    dipekerjaan, dukungan sosial, dukungan dari masyarakat dan

    adanya perokok lain dalam keluarga, khususnya status menikah

    dan tingkat dukungan dari anggota keluarga menjadi faktor

    penting dalam keberhasilan berhenti merokok (Chandola

    T&Head J , 2004)

    Dukungan dari pasangan dapat berperan secara langsung melalui

    perilaku modeling. Pasangan dapat mempengaruhi perokok untuk

    berhenti merokok dengan berperilaku tidak merokok sehingga

    dapat memperkuat intensi untuk berhenti merokok (Sarafino,

    1990).

    h. Dukungan sosial(keluarga)

    Dukungan yang paling efektif adalah dukungan sosial yang

    berasal dari pasangannya, khususnya pada pria (House, Robbin,

    Metzner, & Wickrama dalam Taylor, 1999). Menurut Sidney

    Cobb, orang dengan dukungan sosial percaya bahwa mereka

    dicintai, diperhatikan, berharga, bernilai, dan merasa menjadi

    suatu bagian dari jaringan sosial seperti keluarga. Individu yang

    merasa dicintai dan dihargai maka harga dirinya juga akan

    meningkat (Antonia & Kerry, 2006).

  • 41

    i. Sosial ekonomi

    Prevalensi merokok sudah menurun dalam 30 tahun terakhir

    terutama pada negara-negara maju namun belum terjadi

    penurunan yang signifikan pada golongan masyarakat yang

    belum mampu. Kelompok masyarakat yang kurang mampu

    memiliki intensi untuk berhenti merokok yang lebih rendah

    daripada pada masyarakat yang mampu secara ekonomi. Hal ini

    mengakibatkan adanya kesenjangan angka harapan hidup pada

    masyarakat yang mampu dan kurang mampu secara ekonomi.

    2. Faktor psikologi

    a. Depresi

    Perokok yang menggunakan terapi anti depresan memiliki

    hubungan yang kuat dengan tingkat kesuksesan berhenti merokok

    dengan tingkat depresi.

    b. Kecemasan

    Kecemasan perlu mendapatkan perhatian khusus pada program

    berhenti merokok. Serta perokok mendapatkan masukan

    mengenai tingkat kecemasannya dan kemungkinan

    peningkatnnya dalam minggu pertama setelah berhenti merokok

    c. Tingkat ketergantungan nikotin

    Suatu zat kimia utama pada kandungan rokok yang dapat

    menyebabkan orang menjadi ketergantungan adalah nikotin.

    Nikotin adalah suatu zat yang dapat mencetuskan euforia saat

    digunakan dan dapat mengakibatkan withdrawl bila tidak

    digunakan serta mempengaruhi mood dan penampilan Karena

  • 42

    nikotin merupakan suatu zat psiaktif. Mekanisme kerja nikotin

    dalam tubuh adalah setelah 15 detik menghisap rokok kadar

    nikotin dalam darah akan meningkat tajam, meningkatnya

    pelepasan dopamine akan diaktifkan oleh bolus nikotin yang

    mengaktifkan sistem brain reward system. Nikotin

    mempengaruhi banyak neutransmitter dan merangsang reseptor

    asetilkolin pada neuron yang berisi dopamin. Stimulasi reseptor

    asetilkolin inilah yang menyebabkan timbunan dopamin dipusat

    brain reward system. (Peters&Morgan, 2002).

    Perasaan senang seperti yang ditumbulkan oleh aktivitas seksual

    disebabkan oleh aktifasi brain reward system.(Peters&Morgan,

    2002). Turunnya kadar nikotin secara bertahap sampai pada satu

    titik withdrawl akan diikuti oleh kadar puncak yang hanya dapat

    dihilangkan dengan menghisap rokok. Selanjutnya

    ketergantungan nikotin timbul dari hubungan temporal antara

    ritual menghisap rokok dan input sensorik dengan stimulasi

    berkurang dan hilangnya withdrawl (Peters and Morgan, 2002).

    d. Ketergantungan alkohol

    Ketergantungan alkohol baik pada tingkat yang ringan maupun

    sedang dapat menurunkan kesuksesan seseorang untuk berhenti

    merokok jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki

    ketergantungan alkohol

  • 43

    3. Sikap

    Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku.

    Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan

    suatu perilaku tertentu. Intensi adalah suatu fungsi dari beliefs dan

    atau informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa

    menampilkan suatu perilaku tertentu akan mengarahkan pada suatu

    hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena waktu. Semakin

    lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar kecenderungan

    terjadinya perubahan intensi. Kepercayaan-kepercayaan atau beliefs

    ini disebut dengan behavioral beliefs. Seorang individu akan berniat

    untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya

    secara positif. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan

    individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku

    (behavioral beliefs), ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap

    konsekuensinya (outcome evaluation). Sikap-sikap tersebut

    dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku

    dan dihubungkan dengan norma subjektif dan perceived behavioral

    control ( Ajzen, 2005).

    Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs

    yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk

    menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang

    termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan

    normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat

    menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa

  • 44

    orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya

    melakukan hal itu. Orang lain yang penting tersebut bisa pasangan,

    sahabat, dokter, dan sebagainya. Hal ini diketahui dengan cara

    menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang

    penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia

    menampilkan perilaku yang dimaksud ( Ajzen, 2005).

    Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk memprediksi

    perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawah kendali individu

    dengan penambahan penentu intensi berperilaku yang ke-tiga, yaitu

    perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor

    yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam

    mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai kekuasaan

    yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku).

    PBC mengindikasikan bahwa intensi seseorang dipengaruhi oleh

    bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk

    menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki

    control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang akan

    memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki

    persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu

    perilaku(Ajzen, 2005).

  • 45

    Sumber. Ajzen, I. 2005. The theory of planned behavior. Organizational

    Behavior and Human Decision Processes, 50, p. 179-211.6

    Gambar 2. The theory of planned behavior

    Teori Planned Behavior (perilaku yang direncanakan) mengandung

    berbagai variabel yaitu :

    1. Latar belakang (background factors)

    Seperti (umur, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi,

    suasana hati,sifat kepribadian, dan pengetahuan) mempengaruhi

    sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar

    belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri

    seseorang, yang dalam Kurt Lewin dikategorikan ke dalam

    aspek O(organism). Dalam kategori ini Ajzen, memasukkan tiga

    faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi.

    Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu,

  • 46

    sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi,

    dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain

    adalah umur, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan,

    penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman,

    pengetahuan, dan ekspose pada media (Ajzen, 2005)

    2. Keyakinan perilaku (behavioral belief)

    Hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku

    dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau

    kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu

    perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku

    tersebut (Ajzen, 2005)

    3. Keyakinan normatif (normative beliefs/ perceived norm )

    Berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara

    tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat

    Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui perceived

    behavioral control. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial

    khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan

    individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan

    individu (Ajzen, 2005)

    4. Norma subjektif (subjective norm)

    Sejauh mana seseorang memiliki intensi untuk mengikuti

    pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya

    (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak

    pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan

  • 47

    ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan

    mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan

    dilakukannya(Ajzen,2005)

    5. Keyakinan dari dalam diri individu

    bahwa suatu perilaku yang dilaksanakan (control beliefs) dapat

    diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman

    melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman

    yang diperoleh karena melihat orang lain misalnya, teman,

    keluarga dekat dalam melaksanakan perilaku itu sehingga ia

    memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya.

    Selain pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman, keyakinan

    individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan

    ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan

    perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya,

    dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang

    menghambat pelaksanaan perilaku (Ajzen, 2005)

    6. Persepsi kemampuan mengontrol tingkah laku (perceived

    behavioral control) Keyakinan bahwa individu pernah

    melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu,

    individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku

    itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan

    dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki

    kemampuan untuk melaksanakan perilaku tersebut. kondisi ini

  • 48

    dinamakan dengan “persepsi kemampuan mengontrol”

    (perceived behavioral control).

    beberapa informasi yang dapat digunakan untuk membuat seorang

    yang merokok akan menghentikan kebiasaan merokoknya antara

    lain (Caponetto&Ricardo, 2008)

    a. Informasi mengenai dampak kesehatan dan sosial dari merokok.

    b. Strategi spesifik (rencana) dan berlatih untuk mencapai

    kesuksesan berhenti merokok.

  • 49

    Maintanc

    e of

    smoking

    Being a

    smoker

    Faktor faktor yang mempengaruhi

    kebiasaan merokok (Baraja,2008)

    1. Genetic

    2. Kejiwaan

    3. Kepribadian

    4. Sensorimotorik

    5. farmakologis

    prepatory

    2.5 Kerangka Teori

    (Wesley Schultz 1998)

    (Prochaska&DiClemente, 1992)

    Gambar 3. Kerangka teori

    Preparation

    Action

    mantainance

    Berhenti

    merokok

    Faktor faktor yang mempengaruhi upaya

    berhenti merokok (Caponetto,2008)

    1. Faktor individu dan keluarga:

    Jenis kelamin, usia, umur pertama

    merokok, pernah mencoba berhenti

    merokok, pasangan,sosial ekonomi

    2. Faktor Psikologi:

    Depresi,kecemasan, nikotin, alcohol

    3. Faktor kognitif:

    Pengetahuan,rencana,strategi berhenti

    merokok

    1. Menurunkan sistem imun

    (Mehta,2008)

    2. Pengobatan TB lebih lama

    (Maparenta,et al 2008)

    3. Mortalitas meningkat

    (Wijaya,2012)

    4. Meningkatkan gagal terapi OAT

    (Haris,2003)

    intiation

    Infeksi

    TB

    Contemplation

    Precontemplation

    Merok

    ok

  • 50

    2.6 Kerangka Konsep

    Gambar 4. Kerangka konsep

    2.7 Hipotesis

    Dari konsep penelitian tersebut dapat dirumuskan Hipotesis sebagai

    berikut:

    1. Terdapat hubungan lama merokok terhadap upaya berhenti

    merokok pada pasien TB

    2. Terdapat hubungan jumlah rokok yang dihisap perhari terhadap

    upaya berhenti merokok pada pasien TB

    3. Terdapat hubungan tingkat pendidikan terhadap upaya berhenti

    merokok pada pasien TB

    4. Terdapat hubungan dukungan keluarga terhadap upaya berhenti

    merokok pada pasien TB

    5. Terdapat hubungan sikap terhadap upaya berhenti merokok pada

    pasien T

    Variable bebas

    1. Tingkat pendidikan 2. Lama

    merokok

    3. Jumlah rokok yang dihisap perhari

    4. Dukungan keluarga

    5. Sikap

    Variable terikat

    Upaya berhenti merokok

  • 51

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Jenis penelitian

    Desain penelitian dibutuhkan untuk memberikan gambaran

    kondisi populasi yang sedang diteliti pada saat pengambilan

    data, dimana saat pengambilan data tersebut antara variabel

    dependen dan independen dilakukan pada saat yang bersamaan.

    Penelitian ini menggunakan rancangan survei cross sectional,

    yaitu suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi

    antara faktor-faktor resiko dengan efek dengan cara

    pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus dalam

    suatu saat (Notoatmodjo,2010)

    3.2 Lokasi waktu penelitian

    Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Panjang Kota

    Bandar Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Bulan

    November 2019

    3.3 Populasi dan sampel penelitian

    3.3.1 Populasi penelitian

    Populasi dalam penelitian ini adalah pasien penderita TB yang

    memiliki kebiasaan merokok di Puskesmas Panjang

  • 52

    3.3.2 Sampel penelitian

    Besar sampel penelitian ini diambil menggunakan total sampling

    berdasarkan jumlah pasien TB laki-laki yang memiliki kebiasaan

    merokok yang terdaftar sedang menjalani pengobatan

    Tuberkulosis di Puskesmas Panjang

    3.3.3 Kriteria inklusi dan ekslusi

    3.3.3.1 Kriteria inklusi

    1. Pasien penderita TB yang merokok dan sedang

    menjalani terapi OAT

    2. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Panjang

    3.3.3.2 Kriteria ekslusi

    1. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian

    2. Pasien meninggal dunia

    3. Pasien putus berobat

    3.4 Variabel Penelitian

    Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan

    variabel independen. Adapun yang menjadi variabel dependen

    adalah upaya berhenti merokok pada pasien TB dan variabel

    independen adalah faktor individu dan keluarga,dan faktor

    kognitif

  • 53

    3.5 Definisi operasional

    Tabel 2. Definisi operasional

    Variabel Definisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala ukur

    Upaya

    berhenti

    merokok

    mencoba

    berhenti

    merokok

    Upaya seseorang

    yang pernah

    dilakukan untuk

    mencoba berhenti

    merokok

    Kuisioner

    1:tidak pernah mencoba

    berhenti merokok selama

    minimal 7 hari

    2:pernah mencoba berhenti

    merokok selama minimal 7

    hari

    Ordinal

    Individu

    Tingkat

    pendidikan

    Tingkat pendidikan

    formal terakhir yang

    telah diselesaikan

    responden

    kuisioner 1:tidak lulus sekolah wajib 9

    tahun

    2:lulus sekolah wajib 9

    tahun

    Ordinal

    Lama merokok Lama waktu

    responden memiliki

    kebiasan merokok

    Kuisioner 1: ≤19 tahun

    2: ≥20 tahun

    Ordinal

    Jumlah rokok

    yang dihisap

    tiap hari

    Rata-rata jumlah

    rokok yang

    dikonsumsi oleh

    responden tiap hari

    Kuisioner 1:≤20 batang rokok perhari

    2:>20 batang rokok perhari

    Ordinal

    Dukungan

    keluarga

    Dukungan

    keluarga

    Dukungan yang

    diberikan keluarga

    kepada pasien TB

    untuk berhenti

    merokok

    Kuisioner

    1:dukungan keluarga baik;

    apabila didapatkan nilai >

    13 (nilai mean)

    2:dukungan keluarga baik;

    apabila didapatkan niali ≤

    13 (nilai mean)

    Ordinal

    Sikap

    Sikap

    Perilaku,maupun

    keyakinan responden

    untuk berhenti merokok

    kuisioner

    1:sikap baik; didapatkan

    nilai > 40 (nilai mean)

    2:sikap kurang; didapatkan

    nilai < 40 (nilai mean)

    Ordinal

    3.6 Pengumpulan data

    Pada penelitian ini akan dilakukan pengumpulan data primer

    menggunakan kuisioner dan data sekunder menggunakan rekam medis

  • 54

    3.7 Instrumen penelitian

    Penelitian ini menggunakan instrument berupa kuisioner. Kuisioner yang

    tersedia berupa pilihan ganda 7 buah tentang individu, 19 pertanyaan

    tentang dukungan keluarga bersumber dari procidiano, dan 17 pertanyaa

    tentang sikap. Teknik permberian skor pada dukungan keluarga

    diberikan nilai 1 apabila jawaban Ya dan 0 Apabila jawaban tidak atau

    tidak tahu, sedangkan pada sikap digunakan skala likert terdiri dari 4

    skala apabila jawaban sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3,

    tidak setuju diberi nilai 2, dan sangat tidak setuju diberi nilai 1.

    3.7.1 Uji validitas

    Kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini telah diuji

    validitasnya dengan menggunakan pearson product moment. Hasil

    uji validitas ini dikatakan valid apabila r tabel < r hitung. Kuesioner

    telah melakukan uji validitas dan reliabilitas kepada 30 responden

    pada Puskesmas Sukaraja

    3.7.2 Uji reabilitas

    Kuesioner yang telah diuji validitas kemudian diuji reabilitasnya

    dengan menggunakan rumus α cronbach. Hasil uji reliabilitas

    dinyatakan reliabel apabila nilai α cronbach lebih dari 60%.

    3.7.3 Hasil uji validitas

    Item pertanyaan dinyatakan valid apabila r yang diperoleh dari

    hasil pengujian setiap item lebi