HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN …digilib.unila.ac.id/61409/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN …digilib.unila.ac.id/61409/3/SKRIPSI TANPA BAB...
-
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN
SIKAP DALAM UPAYA BERHENTI MEROKOK PADA PASIEN
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG
Oleh
VIDI IBRAHIM PRATOMO AFFANDI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
-
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN
SIKAP DALAM UPAYA BERHENTI MEROKOK PADA PASIEN
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG
Oleh
VIDI IBRAHIM PRATOMO AFFANDI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2020
-
ABSTRACT
RELATIONSHIP OF INDIVIDUAL FACTORS, FAMILY SUPPORT, AND
ATTITUDES TOWARDS SMOKING CESSATION IN TUBERCULOSIS
PATIENT IN PANJANG HEALTH CENTER BANDAR LAMPUNG
By
VIDI IBRAHIM PRATOMO AFFANDI
Background: Indonesia is the 4th highest country in the world for Tuberculosis.
The number of pulmonary TB cases in Bandar Lampung is quite high, in 2015 a
figure of 2012 was obtained. Puskesmas Panjang is the Puskesmas which has the
highest number of TB cases in Bandar Lampung. The number of cases in the
Puskesmas Panjang Period July 2015 - August 2016 was 233 cases. Resistant
pulmonary TB will be 1,204 times more likely to occur in TB sufferers who still
have a smoking habit
Method: the study was conducted in November 2019 at Panjang Health Center
Bandar Lampung with a cross sectional study design. A sample of 38 respondents
who had the habit of smoking after being diagnosed with TB were taken using a
purposive total sampling technique. Data were processed using chi square test
Results: the research results obtained a p value of 0.024 for the level of education,
a p value of 0.004 for the duration of smoking, a p value of 0.04 for the number of
cigarettes smoked per day, a p value of 0.003 for family support, and a p value of
0.011.for attitudes
Conclusions: there is a relationship between the level of education, duration of
smoking, the number of cigarettes smoked per day, family support, and attitudes in
smoking cessation in Tuberculosis patients at the Panjang Health Center Bandar
Lampung
Keywords: Tuberculosis, Smoking cessation
-
ABSTRAK
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU, DUKUNGAN KELUARGA, DAN
SIKAP DALAM UPAYA BERHENTI MEROKOK PADA PASIEN
TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS PANJANG BANDAR LAMPUNG
Oleh
VIDI IBRAHIM PRATOMO AFFANDI
Latar belakang: Indonesia merupakan negara peringkat ke-4 tertinggi didunia
pada penderita TB. Jumlah kasus TB paru di Bandar Lampung cukup tinggi, pada
tahun 2015 didapatkan angka sebesar 2012 kasus. Puskesmas Panjang merupakan
Puskesmas yang memiliki jumlah kasus TB tertinggi di Bandar Lampung. Jumlah
kasus di Puskesmas Panjang Periode Juli 2015 – Agustus 2016 sebanyak 233 kasus.
TB paru resisten akan 1,204 kali lebih besar terjadi pada penderita TB yang masih
memiliki kebiasaan merokok
Metode: penelitian dilakukan pada bulan November 2019 di Puskesmas Panjang
Bandar Lampung dengan desain penelitian dengan pendekatan cross sectional.
Sampel sebanyak 38 responden yang memiliki kebiasaan merokok setelah di
diagnosis TB yang diambil dengan menggunakan teknik purposive total sampling.
Data diolah menggunakan uji chi square
Hasil: hasil penelitian didapatkan nilai p value 0,024 untuk tingkat pendidikan, p
value sebesar 0,004 untuk lama merokok, p value sebesar 0,04 untuk jumlah rokok
yang dihisap perhari, p value sebesar 0,003 untuk dukungan keluarga, dan p value
sebesar 0,011untuk sikap
Simpulan: terdapat hubungan tingkat pendidikan, lama merokok, jumlah rokok
yang dihisap perhari, dukungan keluarga, dan sikap dalam upaya berhenti merokok
pada pasien Tuberkulosis di Puskesmas Panjang Bandar LampunG
Kata kunci: Tuberkulosis, Upaya berhenti merokok
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Juni 1996, sebagai anak pertama dari
tiga bersaudara, dari Bapak Drs. Unas Affandi, M.M dan Ibu Rr. Dra. Triyati Dewi
Astuti.
Pendidikan Kanak-Kanak (TK) asiyah 12 diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah
Dasar (SD) diselesaikan di SDIT Al-muqorrobin pada tahun 2008, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di MTsN 4 Jakarta selatan pada tahun 2011,
dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAT Krida Nusantara di Bandung
diselesaikan pada tahun 2014.
Penulis terdaftar menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
pada tahun 2016 melalui jalur Mandiri. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah
aktif sebagai anggota Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
-
SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT, Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi dengan judul “Hubungan Faktor individu, dukungan keluarga, dan sikap
dalam upaya berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis di Puskesmas Panjang di
Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menadapat masukan, bantuan,
dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan
ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Karomani, M.Si selaku Rektor Univesitas Lampung,
2. Dr. Dyah Wulan SRW S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dan selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing serta memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini,
terima kasih atas waktu dan kesabarannya,
3. Prof. Sutyarso. M.Biomed selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing serta memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
-
4. dr. T.A Larasati S.Ked., M.Kes selaku Pembahas atas kesediaanya meluangkan
waktu dalam membahas, memberi kriktik, saran, dan nasihat dalam penyusunan
skripsi ini,
5. Dr. dr. Betta Kurniawan. S.Ked., M.Kes selaku Pembimbing Akademik
darisemester satu hingga semester tujuh, atas kesediannya memberikan bimbingan,
nasihat, dan motivasinya selama ini dalam bidang akademik penulis,
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
yang telah bersedia atas bimbingan, ilmu dan waktu yang telah diberikan dalam
proses perkuliahan.
7. Papiku dan Mamiku tercinta yang selalu mendoakan, mendukung dan selalu ada.
Terima kasih atas nasihat, bimbingan, kesaharan, cinta dan kasih sayang yang
melimpah selama ini hingga saat ini sehingga saya dapat terus maju dan berjuang
serta bersyukur atas adanya kedua orang tua yang selalu mendukung di saat susah
maupun senang. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menyanyangi,
memberikan umur yang panjang, rezeki yang berlimpah, serta kebahagiaan.
8. Adik adik tercintaku Vini dan Vici tersayang yang selalu mendoakan yang
terbaik, dan menjadi saudara yang selalu menjadi tempat curhat, keluh kesah dan
bercerita. Semoga Allah SWT sealu mempermudah dan memberikan kalian yang
terbaik dan kesuksesan selalu.
9. Nenek utiku tersayang yang selalu mendokan saya cinta dan kasih sayang yang
melimpah selama ini. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menyanyangi,
memberikan umur yang panjang, rezeki yang berlimpah, serta kebahagiaan.
-
10. Irbah Nabila Aprilia yang selalu mendoakan, mendukung, membantu, atas
semangat, kasih sayang, dukungan dan terimakasih sudah menjadi tempat disaat
senang maupun sedih, dan atas semua bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah
SWT meberikan lindungan, rahmat, dan kebahagiaan selalu.
11. Andes, Rifadly, Jeff yang repot-repot dan memfasilitasi saya saya ketika berada
di avicena. Terimakasih atas dukungan dan doa serta bantuan yang selama ini kalian
berikan disaat senang maupun sedih. Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan kalian.
12. Terimakasih kepada sahabat-sahabatku Wanda, Arif, Emir, Ian, Panggih, umi
squad, Dimas, Habibie, Bayu, Yoso, Agung, yang telah membantu dan memberikan
support dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup.
13. Terimakasih kepada sahabat-sahabatku Gokil yang sudah membantu dan
menemani dari awal hingga akhir selama masa pre klinik berlangsung
14. Terimakasih kepada adik-adik Pengmas BEM 2017 ku tersayang Ferdian, Dadi,
Daniel, Valdi, Ega, Tesya, Ardilla, Stefani, Annisa yang selalu hadir di saat siding
dan kadonya.
15. Ibu lauren selaku pemegang program TB di Puskesmas Panjang Bandar
Lampung yang telah membantu saya selama penelitian berlangsung.
16. Responden penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
berpartisipasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini,
17. Sahabat sahabat SMP, SMA dan kuliah yang selalu memberikan semangat
dikala semangat ini mulai turun,
-
18. Teman-teman seperjuangan angkatan 2016 (Trigeminus) atas kebersamaannya
selama ini, terimakasih untuk pengalaman yang ga akan dilupakan, semoga kita
menjadi dokter yang baik dan kompeten,
29. Adik adik angkatan 2017,2018, dan 2019, terimakasih atas dukungan dan
doanya, semoga bisa menjadi dokter yang baik dan kompeten
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengahrapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
skripsi ini. Penulsi berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
kita semua.
Bandar lampung, Desember 2019
Penulis
Vidi Ibrahim Pratomo Affandi
-
i
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tubercolosis ..................................................................................... 7
2.1.1 Definisi tuberculosis ................................................................. 7
2.1.2 Epidemiologi tuberculosis ........................................................ 8
2.1.3 Angka kesembuhan TB dan MDR TB ................................... 10
2.1.4 Faktor yang mempengaruhi kesembuhan TB ......................... 13
2.2 Rokok ............................................................................................. 19
2.2.1 Definisi rokok ......................................................................... 19
2.2.2 Lama menghisap rokok .......................................................... 20
2.2.3 Jumlah rokok yang dihisap perhari ........................................ 20
2.2.4 Jenis Rokok ............................................................................ 21
2.2.5 Kandungan Rokok .................................................................. 22
2.2.6 Efek rokok pada kesembuhan Tubercolosis ........................... 22
2.3 Perilaku merokok ........................................................................... 25
2.3.1 Perilaku merokok ................................................................... 25
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok ......... 28
2.3.3 Upaya berhenti merokok ......................................................... 30
-
ii
2.5 Kerangka Teori .............................................................................. 49
2.6 Kerangka Konsep ........................................................................... 50
2.7 Hipotesis ........................................................................................ 50
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian............................................................................... 51
3.2 Lokasi waktu penelitian ................................................................. 51
3.3 Populasi dan sampel penelitian ...................................................... 51
3.4 Variabel Penelitian......................................................................... 52
3.5 Definisi operasional ....................................................................... 53
3.6 Pengumpulan data .......................................................................... 53
3.7 Instrumen penelitian ...................................................................... 54
3.8 Pengolahan dan analisis data ........................................................ 55
3.9 prosedur penelitian......................................................................... 57
3.10 Etika penelitian…………………………………………………..59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran umum penelitian……………………………………...60
4.2 Hasil penelitian…………………………………………………..61
4.2.1 Analisa Univariat………………………………………......61
4.2.2 Analisa bivariat..…………………………………..…….....63
4.3 Pembahasan…………………..……………………………….....68
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan………………………..……………………………..…83
5.2 Saran…………………………………………..………………....84
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 86
LAMPIRAN…………………………………….…………………………92
-
iii
DAFTAR TABEL
Daftar tabel Halaman
Tabel 1. Definisi dan strategi stage of change dalam transtheoretical
model………………………………………………………………........35
Tabel 2. Definisi operasional…………………………………………………….53
Tabel 3.Analisis univariat faktor individu, dukungan keluarga, dan sikap terhadap
upaya berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis di Puskesmas Panjang,
Bandar Lampung………….…………………………………………….61
Tabel 4.hasil analisis uji chi square hubungan tingkat pendidikan dengan upaya
berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis…………………………….63
Tabel 5.hasil analisis uji chi square hubungan lama merokok dengan upaya berhenti
merokok pada pasien Tuberkulosis……………...………………………64
Tabel 6.hasil analisis uji chi square hubungan jumlah rokok yang dihisap perhari
dengan upaya berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis…………......65
Tabel 7.hasil analisis uji chi square hubungan dukungan keluarga dengan upaya
berhenti merokok pada pasien Tuberkulosis…..………………………..66
Tabel 8.hasil analisis uji chi square hubungan sikap dengan upaya berhenti
merokok pada pasien Tuberkulosis……………..………………………67
-
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Stage of Change pada Transtheoretical Model……………………..33
Gambar 2. The theory of planned behavior…………………………………..…45
Gambar 3. Kerangka teori……………………………………………………....49
Gambar 4. Kerangka konsep…………………………………………………....50
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2014 WHO memperkirakan sepertiga penduduk dunia
terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebanyak 8,6 juta kasus
dan 1,3 juta diantaranya meninggal karena penyakit TB. Pada tahun
2012 menurut laporan Global Tuberculosis Report oleh WHO sekitar
29% di Asia Tenggara, 27% di afrika dan 19% di pasifik barat.(WHO,
2012)
Pada tahun 2012 sebanyak 331.424 kasus TB dilaporkan. 202.319
sebagai BTA (+) dan 104.866 sebagai BTA(-). Indonesia merupakan
negara peringkat ke-4 tertinggi didunia dalam pengidap penyakit TB.
Laki-laki tercatat 1,5 kali lebih banyak menderita TB dibandingkan
perempuan serta Indonesia memiliki tingkat kesembuhan TB sebesar
85% (Kementrian Kesehatan, 2013)
Menurut penelitian yang dilakukan kusumawardhani terdapat
hubungan antara akibat perilaku merokok pada pasien yang di
diagnosis TB paru dalam pengobatan yang seharusnya berjalan dalam
dua bulan pengecekan laboratorium bakteri negatif tetapi dikarenakan
penderita TB yang masih merokok bakteri masih positif, ini
disebabkan paru-paru yang telah terkontaminasi oleh bakteri TB
-
2
semakin parah dan menyebar oleh racun dari rokok yang mengakibat
kan paru-paru penderita luka dan menyebabkan komplikasi serta
penyembuhan dengan waktu yang sangat lama (Kusumawardhani et
al, 2013)
TB paru resisten akan 1,204 kali lebih besar terjadi pada penderita TB
yang masih memiliki kebiasaan merokok serta akan mengakibatkan
pengobatan yang lebih lama dibandingkan yang tidak merokok serta
dapat menyebabkan infeksi akut yang dapat memperparah fungsi
paru-paru dan memperluas penyebaran dari bakteri TB yang
menyebabkan melambatnya proses penyembuhan (Mapparenta et al,
2013)
Empat ribu lima ratus bahan kimia yang memiliki efek karsinogenik,
toksik, dan mutagenic terkandung di dalam rokok (Mehta, 2008).
Mucociliary clearance diesbut mekanisme pertahanan paru dan
merokok dapat merusak sitem pertahanan tersebut. Pajanan asap
rokok juga dapat merangsang pembentukan mucus dan menurunkan
pergerakan silia, yang berdampak terhadap penimbuan mukosa dan
peningkatan risiko pertumbuhan bakteri sehingga dapat menimbulkan
infeksi. Makrofag dalam paru berupa sel fagositosis,sehingga bakteri
TB dapat menjadi resisten terhadap pengobatan TB Jika perilaku
merokok pasien terus berlanjut, maka dapat memperparah penyakit
TB paru sehingga mortalitas TB akibat merokok akan terus meningkat
(Zainul, 2010).
-
3
Pasien yang mengkonsumsi rokok lebih dari 10 batang perhari
memiliki risiko dua kali mengalami gagal pengobatan. Semakin lama
seseorang mengkonsumsi rokok, dapat semakin memperparah
kerusakan makrofag alveolar paru yangakan berpengaruh terhadap
imunitas pasien yang juga akan mempengaruhi kejadian kesembuhan
penyakit TB (Haris,2013).
Prevalensi cukup tinggi penderita TB yang merokok dan ternyata
merokok dapat meningkatkan gagal terapi pada pasien TB
berdasarkan penelitian di Georgia (Magee MJ, et al., 2014). Begitu
pula dengan penelitian pada tahun 2009 yang menyatakan adanya
hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kejadian konversi
sputum pasien TB paru (Zainul, 2010).
Perilaku merupakan gabungan dari berbagai faktor baik internal,
maupun eksternal (lingkungan) sehingga faktor penentu atau
determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi. Perilaku manusia
memiliki tiga aspek yaitu fisik, psikis, dan sosial. Refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak,
minat, intensi, sikap merupakan suatu definisi dari perilaku manusia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Caponetto&Ricardo
determinan yang mempengaruhi individu untuk berhenti merokok di
kelompokkan menjadi tiga faktor yaitu karakter individu dan
keluarga, psikologi,dan juga kognitif (Caponetto&Ricardo, 2008)
Faktor individu berupa usia, jenis kelamin, umur pertama merokok,
-
4
pernah mencoba berhenti merokok, lama waktu merokok, dan jumlah
rokok yang dihisap tiap harinya terhadap upaya berhenti merokok.
Faktor keluarga berupa pasangan,dan dukungan keluarga terhadap
upaya berhenti merokok terhadap, faktor kognitif yang berperan
dalam upaya berhenti merokok adalah pengetahuan individu, rencana,
strategi, dan perilaku sehari-hari merupakan kognitif yang terlibat
dalam usaha sesorang untuk berhenti merokok. Beberapa informasi
yang dapat digunakan untuk membuat seorang yang merokok akan
menghentikan kebiasaan merokoknya antara lain adalah Informasi
mengenai dampak kesehatan dan sosial dari merokok,dan strategi
dalam upaya berhenti merokok. (Caponetto&Ricardo, 2008)
Provinsi Lampung, jumlah penderita TB paru pada tahun 2013
menunjukan angka sebesar 6.617 kasus, dengan kasus yang
mengalami gagal konversi sekitar 11% dan kasus yang tidak sembuh
sebesar 13% (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2014). Jumlah
kasus TB paru di Bandar Lampung cukup tinggi, pada tahun 2015
didapatkan angka sebesar 2012 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bandar
Lampung, 2015). Puskesmas Panjang merupakan Puskesmas yang
memiliki jumlah kasus TB tertinggi di Bandar Lampung. Jumlah
kasus di Puskesmas Panjang Periode Juli 2015 – Agustus 2016
sebanyak 233 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2016).
Pencapaian angka konversi pasien TB paru setelah pengobatan fase
intensif di Puskesmas Panjang masih tergolong rendah yaitu sebesar
61%, yang menunjukan bahwa puskesmas panjang belum mencapai
-
5
Angka Konversi Target Nasional yaitu sebesar 80% (Dinas Kesehatan
Kota Bandar Lampung, 2016)
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas didapatkan perumusan masalah yaitu
adakah hubungan faktor individu, keluarga, dan kognitif dalam upaya
berhenti merokok pada pasien TB?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan faktor individu, dukungan keluarga,
dan kognitif mempengaruhi dalam upaya berhenti merokok
pada pasien TB
1.3.2 Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan lama merokok terhadap upaya
berhenti merokok pada pasien TB
2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan terhadap
upaya berhenti merokok pada pasien TB
3. Untuk mengetahui hubungan jumlah rokok yang dihisap
perhari terhadap upaya berhenti merokok pada pasien TB
4. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap
upaya berhenti merokok pada pasien
5. Untuk mengetahui hubungan sikap terhadap upaya berhenti
merokok pada pasien TB
-
6
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat
Memberikan wawasan,pengetahuan,dan kesadaran akan pentingnya
berhenti merokok pada pasien penderita TB
2. Bagi tenaga kesehatan
Memberikan bantuan,dan dukungan mengajak masyarakat untuk
membantu para pasien penderita TB untuk berhenti merokok
3. Bagi pemerintah
Memberikan masukan,saran,dan gambaran tentang dampak buruknya
merokok pada pasien TB dalam kehidupan bernegara yang bisa
merugikan masyarakat dan pemerintah
4. Bagi institusi
Memberikan masukan kepada pemerintah terkait tentang bahayanya
merokok pada pasien yang menderita TB
5. Bagi peneliti
Memberikan landasan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam upaya berhenti
merokok dan dampaknya pada pasien TB
-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Definisi tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan penyakit menular kronis
yang biasa disebut dengan tuberculosis. Indonesia termasuk kedalam
tiga besar penderita tuberculosis setelah india dan cina, umumnya
TB banyak menyerang pada negara-negara berkembang salah
satunya adalah Indonesia (WHO, 2012).
TB atau Tubercolosis adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan
oleh mycobacterium Tubercolosis yang mengenai berbagai organ
terutama organ paru-paru. Penyakit ini jika tidak tuntas
pengobatannya atau bahkan tidak diobati dapat menyebabkan
komplikasi yang berbahaya bahkan kematian (Kementrian
Kesehatan, 2017).
TB adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M.
bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA).
-
8
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium
Tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas
dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis)
yang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB.
Gejala utama pasien TB yaitu batuk berdahak selama dua minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang dengan waktu lebih dari
satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan
merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus
selalu selama 2 minggu atau lebih (Kementrian Kesehatan, 2017)
2.1.2 Epidemiologi tuberculosis
Secara global penderita TB pada tahun 2016 sebanyak 10,4 juta kasus
di seluruh dunia yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk.
Lima negara dengan kasus insidensi tertinggi yaitu India, Indonesia,
Cina, Philiphina, dan Pakistan. Sebagian besar estimasi dari penderita
TB banyak terjadi pada wilayah asia tenggara (45%) dimana
Indonesia merupakan salah satunya, dan juga wilayah afrika sebesar
25% (WHO, 2012)
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada
tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah
-
9
kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei
Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-
negara lain. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih banyak terpapar fakto
risiko TB misalnya adalah merokok dan kurangnya kepatuhan minum
obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki
yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan
yang merokok.Berdasarkan Survei Prevalensi TB tahun 2013-2014,
prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar
759 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi
TB BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun
ke atas.(Kementrian Kesehatan, 2017)
Pada penyakit TB, sumber infeksi adalah manusia yang mengeluarkan
basil tuberkel dari saluran pernafasan. Kontak orang terdekat
(misalnya dalam keluarga) menyebabkan penularan melalui droplet.
Kerentanan penderita TB meliputi risiko memperoleh infeksi dan
konsekuensi timbulnya penyakit setelah terjadi infeksi, sehingga bagi
orang dengan uji tuberkulin negatif risiko memperoleh basil tuberkel
bergantung pada kontak dengan sumber-sumber kuman penyebab
infeksi terutama dari penderita TB dengan BTA positif. (Macfoedz,
2008)
-
10
2.1.3 Angka kesembuhan TB dan MDR TB
Penyakit tuberkulosis paru di Indonesia termasuk salah satu prioritas
nasional untuk program pengendalian penyakit karena berdampak
luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta sering mengakibatkan
kematian. Kondisi tersebut mengakibatkan pemerintah Indonesia
menetapkan suatu pedoman pengendalian tuberkulosis berbadan
hukum. Pengendalian penyakit tuberkulosis di Indonesia diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Keputusan Menteri
Kesehatan RI 364/MenKes/SK/V/2009. Provinsi Lampung, memiliki
jumlah penderita TB paru pada tahun 2013 menunjukan angka sebesar
6.617 kasus, dengan kasus yang mengalami gagal konversi sekitar
11% dan kasus yang tidak sembuh sebesar 13% (Dinas Kesehatan
Provinsi Lampung, 2014).
Jumlah kasus TB paru di Bandar Lampung cukup tinggi, pada tahun
2015 didapatkan angka sebesar 2012 kasus (Dinas Kesehatan Kota
Bandar Lampung, 2015). Puskesmas Panjang merupakan Puskesmas
yang memiliki jumlah kasus TB tertinggi di Bandar Lampung. Jumlah
kasus di Puskesmas Panjang Periode Juli 2015 – Agustus 2016
sebanyak 233 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2016).
Pencapaian angka konversi pasien TB paru setelah pengobatan fase
intensif di Puskesmas Panjang masih tergolong rendah yaitu sebesar
61%, yang menunjukan bahwa puskesmas panjang belum mencapai
Angka Konversi Target Nasional yaitu sebesar 80% (Dinas Kesehatan
Kota Bandar Lampung, 2016).
-
11
Dalam menanggulangi dan mengendalikan masalah TB, WHO telah
merekomendasikan strategi Directly Observed Tretment Shortcourse
(DOTS) sejak tahun 1995. Fokus utama strategi DOTS adalah
penemuan dan penyembuhan pasien. Dalam penanggulangannya,
salah satu target penting yang harus dicapai adalah menyembuhkan
85% kasus TB paru menular yang dapat dideteksi, dan berhasil
setidaknya 70% kasus TB menular di masyarakat. Sedikitnya terdapat
tiga faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB di Indonesia antara
lain lamanya pengobatan TB minimal 6 bulan sehingga sering
mengancam penderita untuk putus berobat, perkembangan penyakit
Aqcuired Immune Defi ciency Syndrome (AIDS) yang makin cepat,
dan munculnya masalah tuberculosis multi drug resistant (TB-MDR).
Adanya fenomena TB-MDR telah memperparah keadaan penyakit TB
dan menghambat program penanggulangan TB di dunia termasuk
Indonesia. TB-MDR adalah salah satu jenis resistensi basil TB
terhadap setidaknya dua obat anti tuberkulosis (OAT) lini pertama
yaitu isoniazid dan rifampisin, dua obat OAT yang paling efektif
(Kementrian Kesehatan RI, 2011)
TB-MDR menjadi tantangan baru dalam program pengendalian TB
karena penegakan diagnosis yang sulit, tingginya angka kegagalan
terapi dan kematian. Pengobatan bagi penderita TB-MDR lebih sulit,
dengan angka keberhasilan hanya sekitar 50% dan biaya pengobatan
yang mahal bahkan sampai 100 kali lebih mahal dibandingkan dengan
pengobatan TB tanpa MDR, sehingga bagi negara berkembang
-
12
menjadi beban yang sangat berat dalam penanggulangannya
(Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Adanya fenomena TB-MDR telah memperparah keadaan penyakit TB
dan menghambat program penanggulangan TB di dunia termasuk
Indonesia. TB-MDR adalah salah satu jenis resistensi basil TB
terhadap setidaknya dua obat anti tuberkulosis (OAT) lini pertama
yaitu isoniazid dan rifampisin, dua obat OAT yang paling efektif. TB-
MDR menjadi tantangan baru dalam program pengendalian TB karena
penegakan diagnosis yang sulit, tingginya angka kegagalan terapi dan
kematian. Pengobatan bagi penderita TB-MDR lebih sulit, dengan
angka keberhasilan hanya sekitar 50% dan biaya pengobatan yang
mahal bahkan sampai 100 kali lebih mahal dibandingkan dengan
pengobatan TB tanpa MDR, sehingga bagi negara berkembang
menjadi beban yang sangat berat dalam penanggulangannya
(Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Setiap tahun selalu muncul kasus TB-MDR baru yang dilaporkan.
Tahun 2008 ada sekitar 440.000 kasus TB-MDR, sedangkan sejumlah
650.000 kasus TB-MDR pada tahun 2010, kejadian TB-MDR ini
kemudian disebut 27 high burden MBR-TB countriesoleh WHO
Global Report, di mana Indonesia berada pada urutan 9 di bawah
India, China, Rusia, Pakistan, Afrika Selatan, Philipina, Ukraina dan
Kazakstan. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa MDR di
Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2008
jumlahnya mencapai 6.427 kasus. Angka TB-MDR diperkirakan
-
13
sebesar 2% dari kasus TB baru dan 20% dari kasus TB pengobatan
ulang (WHO, 2011).
2.1.4 Faktor yang mempengaruhi kesembuhan TB
a. Keamanan pangan
Kesembuhan TB pada level rumah tangga dapat dipengaruhi oleh
keamanan pangan. Kecukupan anggaran, kecukupan makan dalam
satu hari, dan keanekaramagan makanan dalam rumah tangga
adalah indicator yang dapat digunakan untuk mengevauasi
keamanan pangan. Terdapat empat kriteria yang dijadikan sebagai
pengukuran kecukupan makan per hari, yaitu: melewatkan salah
satu waktu makan, tidak makan seharian karena tidak tersedianya
makanan dengan rentan 4 minggu,
mengurangi porsi makan, dan mengalami penurunan berat badan
karena kekurangan makanan. Indikator kecukupan anggaran untuk
kesediaan makanan terbagi menjadi dua yaitu cukup dan tidak
cukup. Dikategorikan cukup apabila anggaran pangan cukup untuk
membeli pangan dan dikategorikan tidak cukup apabila tidak
mempunyai anggaran pangan. Indicator keanekaragaman makanan
apabila keluarga tersebut mengkonsumsi makanan yang bervariasi
dan dengan gizi yang seimbang (Bickel et al., 2000).
Daya tahun tubuh yang rendah dapat meningkatkan faktor resiko
terjadinya penyakit TB, diantaranya adalah infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi. Virus HIV akan merusak daya tahan tubuh dan
merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang pasien terinfeksi TB
-
14
untuk menjadi sakit TB (TB aktif). Bila jumlah orang yang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan
meningkat.(Kementrian Kesehatan, 2017)
b. Akses ke fasilitas kesehatan
Ketersediaan sarana transportasi dan jangkauan dari fasilitas
kesehatan merupakan indicator akses ke fasilitas kesehatan (Barker
etal.2002;Soeparman,2001). Tersedianya transportasi baik
transportasi umum maupun pribadi merupakan indicator dari
ketersediaan sarana transportasi (Barker et al.,2002). Jangkauan
dapat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu letak sarana, geografi,
serta demografi. Fasilitas pelayanan kesehatan yang letaknya jauh
bisa mengurangi akses. Kondisi geografi berupa pegunungan,
hutan dan kepulauan juga akan mempersulit penderita untuk
mendapatkan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor
demografi berupa belum atau tidak mandirinya penderita seperti
pada pasien anak, lansia dan ibu hamil dapat mempersulit penderita
untuk mendapat akses ke fasilitas pelayanan kesehatan
(Soeparman, 2001).
c. Kondisi rumah dan pekerjaan
Kejadian kesembuhan dan konversi sputum TB dapat dipengaruhi
oleh kondisi rumah yaitu ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban
udara, pencahayaan rumah, dan suhu. bakteri Mycobacterium
-
15
tuberculosis akan sulit mati bila rumah tidak memenuhi syarat
rumah sehat yang akan berakibat pada meningkatnya risiko
penularan dan kejadian gagal konversi sputum (Achmadi, 2012).
Pekerjaan seperti supir, buruh, tukang becak yang memiliki
lingkungan kerja yang buruk jika dibandingkan dengan pekerja
kantor akan mendukung terjadinya penularan bakteri TB (Arsin et
al, 2004).
d. Usia
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada kejadian TB
paru. Risiko untuk mendapatkan TB paru dapat dikatakan seperti
halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya,
menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memliki daya
tahan terhadap TB paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa
muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok
menjelang umur tua. Infeksi TB paru aktif meningkat secara
bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi TB paru
biasanya mengenai umur dewasa muda. Di Indonesia
diperkirakan 75% penderita TB paru adalah kelompok umur
produktif yaitu 15-50 tahun (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
Penelitian yang dilakukan di NTB dengan desain kasus kontrol.
Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa kelompok kasus paling
banyak terdapat pada kelompok umur 11-55 tahun (71,1%)
(Ketut, 2013)
-
16
e. Jenis kelamin
Laki-laki lebih umum terkena, kecuali pada perempuan dewasa
muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang
menurunkan resistensi. Risiko TB paru terutama menyerang
laki- laki. Jumlah penderita TB paru laki-laki hampir dua kali
lipat dibandingkan jumlah penderita TB paru pada perempuan,
yaitu 42,3% pada laki-laki dan 28,9% pada perempuan. TB paru
lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan karena laki-laki sebagian besar mempunyai
kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB
paru (Ruswanto, 2010).
f. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang
memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru
sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan
mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat.
Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi
terhadap jenis pekerjaannya (Ruswanto, 2010).
Berdasarkan data hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa
proporsi penderita TB paru paling banyak diderita pada orang
yang tidak pernah sekolah yaitu sebesar 0,5%. Penelitian yang
dilakukan di Pati dengan desain kasus kontrol melaporkan
-
17
bahwa proporsi pendidikan terakhir responden yang paling
banyak adalah tidak tamat SD sebesar 31,1% (Rusnoto, 2008).
g. Perilaku sehat
1. HIV, DM, Malnutrisi
Mekanisme penyakit HIV yaitu Virus mencari sel CD4
dan mereplikasikan diri. Sel CD4 merupakan target utama
HIV untuk menghancurkan sistem imun tubuh. Jumlah
CD4 semakin menurun, imun tubuh ikut menurun. Pada
penyakit Diabetes memiliki mekanisme yaitu Kerusakan
fungsi neutrophil, dan penurunan cell-mediated immunity.
Sedangkan pada malnutrisi terjadi Kerusakan cell-
mediated immunity, peningkatan kolonisasi, dan
kerusakan imunitas humoral (Soedidjo, 2007)
Keadaan status gizi dan penyakit infeksi merupakan
pasangan yang terkait. Penderita infeksi sering mengalami
anoreksia, penggunaan waktu yang berlebih, penurunan
gizi atau gizi kurang akan memiliki daya tahan tubuh yang
rendah dan sangat peka terhadap penularan penyakit. Pada
keadaan gizi yang buruk, maka reaksi kekebalan tubuh
akan menurun sehingga kemampuan dalam
mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi seperti TB
paru menjadi menurun. Demikian juga sebaliknya
seseorang yang menderita penyakit kronis, seperti TB
-
18
umumnya status gizinya mengalami penurunan (Soedidjo,
2007).
2. Alkohol
Efek toksik alkohol pada sistem imun membuat seseorang
lebih rentan akan infeksi bakteri TB. Terjadi gangguan
fungsi makrofag dan sistem imun yang diperantarai sel
(kedua sistem ini bersifat esensial pada respon penjamu
terhadap infeksi kuman TB) Pada pengonsumsian alkohol
baik akut maupun kronik. Selain itu juga terjadi inhibisi
dari TNF, NO, formasi granuloma, IL-2, IFN gamma, dan
proliferasi CD4, sehinga proses destruksi dari mycobacteria
menjadi terhambat. Di samping itu juga alkohol dapat
mempengaruhi sistem imun melalui defisiensi makro dan
mikro nutrien, terjadinya keganasan, dan juga melalui
perubahan tingkah laku sosial seseorang (Lonroth K, 2008).
3. Merokok
Barier utama saluran pernapasan dalam melawan agen
lingkungan adalah sel epitel pernapasan bekerja dengan
cara menyapu partikel keluar dalam lapisan epitel,
memfagositosis juga merekrut sel imun lain. Efek lain dari
merokok adalah meningkatnya permebealitas epitel
-
19
pernapasan dan meganggu serta menghambat
muccociliary clearance pada saluran pernapasan serta bisa
membahayakan integritas barrier. Perubahan bentuk sel
epitel dapat terjadi karena adanya supresi epitel
pernapasan dan secara kronik dapat menyebabkan
inflamasi akibat pajanan dari asap rokok (Bates, 2007)
2.2 Rokok
2.2.1 Definisi rokok
Suatu kegiatan yang membakar ujungnya hingga membara sampai
asapnya dapat dihirup dengan ujung yang lain disebut merokok.
Ada 2 jenis bentuk rokok yang biasa dijual yaitu dalam bentuk
kertas dan kotak hal ini memungkinkan kemasan rokok dapat
disimpan dalam kantong maupun saku dan dalam beberapa tahun
terakhir sudah terdapat informasi akan bahaya merokok pada
bungkusan rokok. (Jaya, 2009)
Indonesia berdasarkan peraturan pemerintah RI nomor 19 tahun
2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan mendefinisikan
bahwa merokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus
termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang terbuat dari Nicotania
Tobacum, Nicotania Rustica, atau sintesis lainnya yang
mengandung nikotin, tar atau tanpa bahan tambahan.
-
20
2.2.2 Lama menghisap rokok
Semakin lama seseorang memiliki riwayat merokok maka
pengaruh dalam kesehatan semakin besar. Hal ini disebabkan
karena rokok memiliki dose- response effect, artinya makin muda
usia merokok maka akan makin besar pengaruhnya bagi kesehatan
(Bustan,2007). Dari segi klinis, lama merokok berisiko terhadap
masuknya kuman Mycobacterium Tuberculosis karena paparan
kronis terhadap asap rokok dapat merusak makrofag alveolar paru-
paru sehingga mempengaruhi kekebalan sel T yang berfungsi
membedakan jenis pathogen, dan untuk meningkatkan kekebalan
setiap kali tubuh terpapar oleh patogen (Achmadi, 2012).
2.2.3 Jumlah rokok yang dihisap perhari
WHO mendefinisikan bahwa merokok aktif adalah aktifitas
menghisap rokok secara rutin minimal satu batang per hari. Perokok
aktif adalah seseorang yang merokok satu batang atau lebih
sekurang-kurangnya selama 1 tahun. Bagi perokok yang tidak setiap
hari merokok di kategorikan sebagai perokok sosial, sementara yang
disebut mantan perokok (former smoker) adalah perokok yang telah
meninggalkan kebiasaan merokoknya selama satu bulan terakhir.
-
21
2.2.4 Jenis Rokok
Rokok merupakan suau produk convienence yaitu suatu produk yang
dibeli konsumen secara terus menerus dan tanpa harus banyak
pertimbangan dalam membelinya. Di Indonesia rokok merupakan
suatu produk yang kontroversi dan unik karena merupakan barang
yang banyak dicari oleh orang banyak. Ada beberapa jenis olahan
tembakau yang sudah beredar lama di Indonesia yaitu;(TCSC
IAKMI, 2013)
a. Rokok putih adalah rokok yang paling banyak di komsumsi di
dunia. Rokok putih ini berisi hanya daun tembakau yang diberi
saus untuk mendapatkan rasa dan aroma tertentu seperti mentol
dan digulung dengan menggunakan penggulung kertas dan
biasanya ujungnya diberi filter.
b. Rokok kretek adalah rokok yang untuk mendapatkan efek rasa
dan aroma tertentuk berasal dari daun tembakau yang diberi saus
tembakau. Kandungan utama cengkeh adalah eugenol yang
merupakan anastetik lokal yang mengakibatkan setiap hisapan
rokok menjadi lebih berbahaya.
-
22
2.2.5 Kandungan Rokok
Rokok setidaknya dimana didalamnya terdapat sekitar 4000 bahan
kimia, dan 40 kandungan zat tersebut dapat menyebabkan kanker.
Terdapat 2 golongan besar dalam rokok yaitu gas dan juga partikel.
CO atau karbonmonoksida adalah komponen gas terbesar,
sedangkan nikotin dan tar adalah komponen partikel terbanyak. Tar
merupakan kumpulan bahan kimia dalam komponen pada asam
rokok setelah dikurangi nikotin dan air, bahan inilah yang
mengandung bahan-bahan karsinogenik. Sementara nikotin adalah
bahan adiktif yang dapat membuat seseorang menjadi ketagihan,
daun tembakau mengandung 1 – 3 % nikotin didalamnya.(Aditama,
1997)
2.2.6 Efek rokok pada kesembuhan Tubercolosis
Empat ribu lima ratus lebih berada pada kandungan asap rokok yang
memiliki efek toksik, karsinogenik,dan mutagenik. Nikotin dan tar
memiliki efek imunosupresif dimana mempengaruhi respon
kekebalan tubuh yang bisa meningkatkan kerentanan terhadap
berbagai macam infeksi yang menyerang. Efek imunosupresif akan
semakin besar dengan semakin meningkatnya kadar tar dan nikotin
di dalam tubuh.(Mehta et al, 2008)
Salah satu faktor resiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular
adalah merokok, merokok juga dapat menyebabkan kematian yang
berkaitan penyakit pada serebrovaskular, infeksi saluran napas
-
23
bawah, PPOK, TB, dan kanker saluran napas .(DiGiacomo et al,
2011)
Barier utama saluran pernapasan dalam melawan agen lingkungan
adalah sel epitel pernapasan bekerja dengan cara menyapu partikel
keluar dalam lapisan epitel, memfagositosis juga merekrut sel imun
lain. Efek lain dari merokok adalah meningkatnya permebealitas
epitel pernapasan dan meganggu serta menghambat muccociliary
clearance pada saluran pernapasan serta bisa membahayakan
integritas barrier. Perubahan bentuk sel epitel dapat terjadi karena
adanya supresi epitel pernapasan dan secara kronik dapat
menyebabkan inflamasi akibat pajanan dari asap rokok. (Bates,
2007).
Meningkatnya mortalitas TB sebesar 2,8 kali diakibatkan oleh
kebiasaan merokok seperti penelitian yang dilakukan Dublin bahwa
merokok memiliki hubungan yang bermakna terhadap
memanjangnya waktu koversi kuman TB pada pasien yang sedang
menerima terapi OAT (Wijaya, 2012)
TB paru resisten akan 1,204 kali lebih besar terjadi pada penderita
TB yang masih memiliki kebiasaan merokok serta akan
mengakibatkan pengobatan yang lebih lama dibandingkan yang
tidak merokok serta dapat menyebabkan infeksi akut yang dapat
memperparah fungsi paru-paru dan memperluas penyebaran bakteri
tuberculosis yang menyebabkan melambatnya proses
penyembuhan.(Mapparenta et al, 2013)
-
24
Rusaknya mekanisme pertahanan paru yang disebut mucociliary
clearance diakibatkan oleh kebiasaan merokok. Untuk menahan
infeksi agar tidak mengalami kerusakan akibat paparan asap rokok
terdapat bulu-bulu getar dan bahan lainnya didalam paru-paru dalam
mekanismenya. Meningkatnya tahanan jalan napas menyebabkan
pembuluh darah di paru-paru akan mudah bocor dan merusak
makrofag yang merupakan sel yang dapat memfagosit bakteri
patogen yang disebabkan oleh asap rokok. (Zainul, 2010).
Pasien yang mengkonsumsi rokok lebih dari 10 batang perhari
memiliki risiko dua kali mengalami gagal terapi OAT. Semakin lama
seseorang mengkonsumsi rokok, dapat semakin memperparah
kerusakan makrofag alveolar paru yang akan berpengaruh terhadap
imunitas pasien yang juga akan mempengaruhi kejadian
kesembuhan penyakit TB (Haris, 2013).
Prevalensi cukup tinggi penderita TB yang merokok dan ternyata
merokok dapat meningkatkan gagal terapi pada pasien TB
berdasarkan penelitian di Georgia (Magee MJ, et al, 2014). Begitu
pula dengan penelitian pada tahun 2009 yang menyatakan adanya
hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kejadian konversi
sputum pasien TB paru (Zainul M, 2010).
-
25
2.3 Perilaku merokok
2.3.1 Perilaku merokok
Merokok adalah kebiasaan yang diasosiasikan dengan suatu urutan
ritual. Suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian
menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang
disekitarnya disebut perilaku merokok (Peters&Morgans, 2002)
Ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan management of affect
theory menurut silvan &Tomkins, keempat tipe tersebut adalah:
1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
a. Pleasure relaxation
Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan
kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah
minum kopi atau makan.
b. Simulation to pick them up.
Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk
menyenangkan perasaan.
c. pleasure of handling cigarette.
Kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok.
2. Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negativ.
Untuk mengurangi perasaan negativ dalam dirinya banyak orang
yang melampiaskannya dengan merokok. Contohnya merokok
bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai Solusi. Orang
-
26
menggunakan rokok bila merasa perasaan tidak enak muncul,
dengan harapan perasaan mereka akan lebih baik
3. Tipe perokok yang adiktif.
Merupakan Perokok yang sudah adiksi atau kecanduan,biasanya
jika seseorang sudah adiksi maka akan menambah dosis rokok
yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang
dihisapnya berkurang.
4. Tipe kebiasaan merokok.
Merokok bukan untuk tujuan mengendalikan perasaan mereka,
tetapi karena sudah menjadi perilaku.
Menurut Leventhal dan Cleary(1980,dalam P.Wesley schultz,
1998)) terdapat beberapa tahapan dalam merokok, yaitu:
a. Tahap prepatory
Tahap persiapan muncul sebelum seseorang mencoba untuk
merokok. Tahap ini melibatkan pengembangan sikap dan
intensitas terhadap perilaku merokok dan citra yang muncul
pada observasi pribadi terhadap orang dewasa yang merokok
khususnya orang tua maupun kenalan dan kesan yang terbentuk
dari iklan rokok atau media yang ada di masyarakat. Levental
dan Clearly1980, dalam P.Wesley schultz, 1998) menyatakan
bahwa tiga bentuk sikap yang meningkatkan ketertarikan
individu untuk merokok, yaitu image, pola kecemasan, dan
pemahaman merokok pada individu. Image tangguh atau keren
saat merokok dianggap menarik bagi dewasa muda atau remaja
-
27
yang ingin dipandang menjadi individu yang mandiri, dewasa,
tangguh , dan menentang peraturan.
b. Tahap intiation
Banyak perokok memulai perilaku merokok pada umur
remaja, yaitu dibawah umur 18 tahun. Pada masa remaja
diketahui bahwa desakan dari teman sebaya memegang
peranan penting dalam sebuah perilaku khususnya perilaku
merokok. Penelitian yang dilakukan oleh (Flay, dkk, 1983
dalam Sheridan & Radmacher,1992) menemukan bahwa 90%
diantara para remaja telah mencoba merokok paling tidak
sekali dan 50% diantaranya didamping oleh teman sebayanya.
Oleh karena itu, faktor penting dalam tahap ini adalah
pengaruh desakan teman sebaya dan kurangnya kemampuan
individu pada masa remaja untuk menolak tawaran merokok.
c. Tahap becoming a smoker
Tidak semua orang yang mencoba merokok akan menjadi
perokok tetap namun 70%-90% remaja yang merokok 4 batang
atau lebih akan menjadi perokok tetap (Kaplan, 1993). Pada
tahap ini individu akan melibatkan konsep terhadap perilaku
merokok sebagai contoh, rutinitas merokok atau
kecenderungan pada sebuah produk rokok (Kaplan, 1993).
d. Tahap maintance of smoking
Tahap ini merupakan tahap terakhir dimana tahap psikologis
dan Mekanisme biologis tingkat kencanduan nikotin yang
-
28
sudah stabil saling membentuk pola perilaku yang sama.
Robert M. Kaplan Menyatakan bahwa proses menuju tahap
ini kurang lebih memakan waktu merokok selama dua tahun,
alasan merokok mulai diarahkan untuk mengurangi perasaan
gelisah atau gangguan kecemasan dibandingkan dengan
sosial confidence. Selain itu, banyak individu
mempertahankan rokok, karena menurut mereka rokok
mempunyai makna yang mendalam. Para perokok
menganggap bahwa merokok dapat membuat mereka lebih
bersemangat, lebih waspada, lebih terjaga, lebih konsentrasi
atau lebih dewasa (Kaplan, 1993).
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok
Banyak fakor yang mempangaruhi kebiasaan merokok seperti faktor
lingkungan sosial di sekitarnya, kondisi biologis maupun psikologis
perokok itu sendiri (P.Wesley schultz, 1998). Ada beberapa faktor
menurut (Baraja,2008) terbagi kedalam beberapa golongan dan
saling terkait satu dan lainnya yaitu:
1. Faktor Genetik
Kecenderungan untuk merokok adalah sesuatu faktor yang
diwarisi bersama sama serta faktor genetik sebagai penentu
timbulnya kebiasaan merokok dan penyakit kanker.
-
29
2. Faktor Kepribadian (personality)
Untuk memprediksi apakah seorang akan menjadi perokok dapat
dilakukan tes-tes. Studi observasi dan pengamatan lebih
bermanfaat untuk melihat kepribadian orang yang merokok.
3. Faktor kejiwaan ( psychodynamic)
Terdapat dua teori bahwa merokok itu adalah suatu kegiatan
kompensasi dari kehilangan kenikmatan oral yang dini atau
adanya suatu rasa rendah diri. Pendapat ahli lainnya berpendapat
bahwa merokok adalah suatu pemuas kebutuhan oral yang tidak
dipenuhi semasa bayi atau semasa kecil. Kegiatan ini biasanya
dilakukan sebagai pengganti merokok pada mereka yang sedang
mencoba berhenti merokok.
4. Faktor sensorimotorik
Kegiatan merokok disebabkan oleh kegiatan merokok sendiri
bukan efek psikososial atau farmakologinya. Dalam suatu
penelitian menunjukan bahwa membuka, mengambil dan
memegang sebatang rokok, lalu menyalakannya, menghisap dan
mengeluarkan asap sambil mengamati merupakan aspek-aspek
yang penting untuk seorang perokok sebasar 11%.
5. Faktor farmakologis
Nikotin mencapai otak dalam waktu singkat, pada menit pertama
sejak dihisap. Cara kerja bahan ini sangat kompleks. Pada dosis
yang sama dengan yang didalam rokok, bahan ini dapat
menimbulkan stimulasi dan rangsangan di satu sisi tetapi juga
-
30
relaksasi di sisi lainnya. Efek ini tergantung bukan saja pada dosis
dan kondisi tubuh seseorang, tetapi juga pada suasana hati (mood)
dan situasi. Oleh karena itu, bila kita sedang marah atau takut,
efeknya adalah menenangkan. Tetapi dalam keadaan lelah atau
bosan, bahan itu akan merangsang dan memacu semangat.
2.3.3 Upaya berhenti merokok
Perilaku merupakan gabungan dari berbagai faktor baik internal,
maupun eksternal sehingga faktor penentu atau determinan perilaku
manusia sulit untuk dibatasi. Terdapat 3 aspek perilaku manusia
yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Refleksi dari berbagai gejala
kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, intensi,
dan sikap merupakan suatu definisi dari perilaku manusia
(Caponetto, 2008)
Program berhenti merokok idealnya merupakan bagian terpadu dari
upaya pelayanan kesehatan dan sebaiknya didukung oleh kebijakan
kesehatan lainnya antara lain pelarangan iklan rokok,
mencantumkan peringatan pada kemasan rokok, meningkatkan
cukai rokok, dan melarang penjualan rokok pada anak-anak, ruang
umum, kewajiban membayarkan kompensasi akibat rokok, class
action sampai ke pemberlakuan undang-undang anti rokok
(Aditama, 2004) Terdapat 70% perokok di USA ingin berhenti
merokok selama mereka merokok. Empat puluh satu persen diantara
sudah mencoba berhenti merokok dalam 12 bulan terakhir, namun
-
31
hanya 7 % dapat berhenti merokok pada satu tahun kedepan(Britton,
2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan berhenti merokok
antara lain jenis kelamin umumnya laki-laki, umur dewasa, ekonomi
menengah ke atas, rendahnya konsumsi alkohol , sedikitnya jumlah
rokok per hari, waktu pertama kali merokok di pagi hari di atas satu
jam setelah bangun tidur, riwayat merokok masa lalu, keinginan
yang kuat untuk berhenti merokok dan tidak ada perokok lain dalam
rumah tangga.(Chandola T & Head J, 2004)
Terdapat cara teoritis yang dapat menjelaskan tahapan tahapan
dalam berhenti merokok, dimana berhenti merokok merupakan
upaya untuk mengubah suatu kebiasaan. Teori ini menjadi basis
untuk mengembangkan intervensi yang efektif untuk
mempromosikan perubahan kebiasaan kesehatan. Untuk berhenti
merokok digambarkan dengan menggunakan tahapan perubahan
atau yang lebih dikenal sebagai Transtheoretical (Prochaska&
Diclemente, 1984)
Berdasarkan transtheoretical rencana perokok untuk berhenti
merokok dibedakan atas 5 tahap, pada tahap pertama perokok masih
belum percaya bahwa merokok akan menimbulkan masalah bagi
kesehatannya bahkan perokok menolak untuk berhenti merokok
atau tahapan precontemplation. Pada tahap contemplation perokok
mulai menyadari dan berkeinginan untuk menghentikan kebiasaan
merokok. Setelah itu tahap preparation perokok diajak untuk
-
32
mempersiapkan dan merencanakan kapan mulai berhenti merokok,
hal ini meliputi penetapan tanggal dan hari berhenti merokok dan
cara yang dipilih untuk menghentikan kebiasan berhenti merokok.
Pada tahap Action perokok dibantu untuk membuat rencana berhenti
merokok dengan menetapkan tanggal untuk berhenti merokok dalam
satu minggu kedepan, memberitahu dan meminta dukungan dari
keluarga tetangga dan teman akan keinginannya untuk berhenti
merokok. Pada tahap ini juga dapat diantisipasi berbagai kendala
untuk berhenti merokok antara lain gejala withdrawal dan
kemungkinan relaps dengan cara
1. Menjauhkan rokok dari lingkungan.
2. Identifikasi situasi resiko tinggi relaps dengan mendiskusikan
pengalaman berhenti dimasa lalu bagaimana kendala dan cara
menghadapinya
Tahap Maintenance melakukan evaluasi kepada perokok baik pada
minggu pertama bulan pertama dan selanjutnya secara berkala
berikan pujian bilamana sudah berhenti merokok dan bila pasien
masih merokok diskusikan keadaan yang membuatnya masih
merokok, masalah yang dihadapi, evaluasi farmakologi dan
pertimbangkan rujukan untuk pengobatan intensif. Tahapan-
tahapan di atas bersifat fleksibel, terkadang ada orang yang tidak
sampai ke tahapan maintenance tapi kembali ke tahapan
-
33
precontemplation karena beberapa faktor penghambat, seperti
lingkungan, ekspektasi dan lainnya.
Sumber Prochaska&Clemente, 1984
Gambar 1. Stage of Change pada Transtheoretical Model
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam stages of changes perokok
dikelompokkan dalam 3 kelompok utama dalam tahapan dalam
berhenti merokok yakni (Ginting, 2011)
1. Perokok dalam fase prekontemplasi sebanyak 40% dimana
perokok tersebut tidak berfikir untuk berhenti merokok
(unwilling to stop smoking). Mereka tidak menyadari bahayanya
merokok
-
34
2. Perokok berada dalam fase kontemplasi sebanyak 40 %, dimana
perokok sedang berada dalam fase ambivalen atau dissonansi
kognitif. Sudah ada keinginan perokok (willing to stop smoking)
untuk berhenti merokok serta mencari informasi bagaimana
caranya untuk berhenti merokok namun masih terdapat beberapa
kendala atau masih belum siap perokok untuk membuat
komitmen dalam berhenti merokok.
3. Perokok yang berada pada fase tahapan determinasi (persiapan)
sebanyak 20%, dimana artinya ia siap untuk berhenti merokok
pada bulan yang akan datang dan sudah melakukan tahapan –
tahapan awal untuk berhenti merokok, misalnya ia sudah
mengatakan pada orang lain mengurangi jumlah banyak rokok
berimajinasi seakan ia sudah tidak merokok lagi walau sudah
pernah mencoba berhenti merokok
-
35
Tabel 1. Definisi dan strategi stage of change dalam transtheoretical
model
Tahapan Definisi Strategi
Precontemplation Tidak peduli terhadap
bahaya merokok dan
tidak berkeinginan
untuk berhenti
merokok
Meningkatkan
kepedulian tentang
penting berhenti
merokok serta
mempertimbangkan
risiko dan keuntungan
yang akan didapat dari
merokok
Contemplation Berfikir untuk berhenti
merokok di masa
depan
Motivasi dan membuat
rencana yang spesifik
Preparation Membuat perencanaan
untuk berhenti serta
menentukan tanggal
untuk berhenti
Membantu
mengembangkan
rencana tindak lanjut
untuk berhenti merokok
Action Upaya berhenti
merokok
Membantu mengatasai
masalah, mendukung
dan memberikan
kekuatan positif
Mantainance Mempertahankan
untuk berhenti
merokok
Membantu ex smoker
untuk tetap bertahan
dengan memilih koping
yang tepat alternatif dan
terus menerus untuk
Memotivasi
Sumber:adaptation stage of change by the communication initiative
(http://www.cominit.com/ctheories/sld-2920.html)
Perokok yang berada pada masa prekontemplasi, terpapar informasi
informasi bahaya merokok sehingga memiliki pengetahuan yang
cukup bahwa rokok dapat menyebabkan penyakit serius dikemudian
hari. Pengetahuan yang baik mengenai dampak bahaya merokok
bagi kesehatan akan membuat perokok beranjak dari tahap
prekontemplasinya. Pada perjalanan selanjutnya sangat
dimungkinkan adanya permintaan atau dorongan berhenti merokok
orang orang yang berada di sekitar perokok seperti pasangan
http://www.cominit.com/ctheories/sld-2920.html
-
36
hidupnya, anak-anak orang tua atau teman sepergaulannya.
Permintaan tersebut akan semakin meningkatkan keinginannya
untuk berhenti merokok atau perokok berada dalam tahap
kontemplasi(Hughes, 2003).
Ketika sudah mulai muncul keluhan terhadap kondisi kesehatannya,
perokok selain mendapatkan terapi juga dinasihati untuk berhenti
merokok, hal ini akan menjadi pemicu kesiapannya dalam berhenti
merokok. Pada skenario ini dokter merasa menjadi posisi kunci
namun kenyataannya hal itu merupakan efek kumulatif dari
permintaan sebelumnya dari orang orang yang berada di sekitarnya
sehingga tidak perlu mengharapkan agar dokter memberikan nasihat
pada setiap tahapnya (Hughes, 2003).
Pada pasien yang memulai program berhenti merokok dalam tahap
persiapan, secara menakjubkan akan menunjukan bahwa 94% dari
pasien tersebut tidak merokok di enam bulan berikutnya. Persentase
ini akan menjadi lebih tinggi 66% untuk tidak merokok jika pasien
menerima pengingatan dan konseling secara rutin dari tenaga
kesehatan. Program konseling berhenti merokok secara khusus tidak
memiliki efek yang signifikan pada pasien yang berada pada tahap
prekontemplasi dan kontemplasi. Jadi dapat disimpulkan
berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan pengamatan secara
terus menerus selama 18 bulan menunjukkan bahwa jumlah
-
37
keberhasilan yang berhenti merokok adalah perokok berada pada
tahap siap berhenti merokok (Prochaska & DiClemente, 1992).
Berdasarkan penelitian yang disampaikan Chandolla, terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan berhenti
merokok seperti terlambat umur mulai merokok, pernah mencoba
mencoba berhenti merokok dalam jangka waktu yang lama, tidak
cemas dan depresi, rendahnya ketergantungan nikotin, tidak
mengkonsumsi alkohol, menikah, tidak mempunyai anggota
keluarga yang merokok di rumah atau di tempat kerja.(Caponnetto
& Polosa, 2008). Selain itu alasan utama perokok berhenti merokok
adalah faktor organisasi keagamaan dan keluarga (Fazwani &
Triratnawati 2005)
Keseluruhan faktor-faktor diatas yang paling berpengaruh adalah
kebiasaan merokok setiap hari dan waktu pertama kali merokok di
pagi hari. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Caponetto & Ricardo pada tahun 2008 menyatakan bahwa
determinan yang mempengaruhi individu untuk berhenti merokok di
kelompokkan menjadi 3 faktor yaitu:
1. Karakteristik individu dan keluarga
a. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki peluang untuk berhenti merokok yang lebih
besar dibandingkan wanita seperti yang dikatakan dalam
penelitian fiore pada tahun 2000
-
38
b. Usia
Perokok usia muda banyak yang memiliki keinginan untuk
berhenti merokok. Akan tetapi, mereka kesulitan untuk
mengubah kebiasaan ini walaupun jumlah rokok yang dihisap
tidak terlalu banyak yang disebabkan karena mereka sudah
ketergantungan akan nikotin dan hal ini merupakan hal yang
sulit.
c. Umur pertama merokok.
Semakin muda umur seseorang pertama kali memulai merokok
maka akan semakin tinggi juga tingkat ketergantungan akan
nikotin. diketahui bahwa usia mulai merokok sebagian besar
kasus adalah 10-19 tahun (72,7%). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di Thailand (Ariyothai,2004) dengan
desain kasus control yang melaporkan bahwa usia mulai
merokok kasus TB paling banyak ditemukan pada usia 15-20
tahun Maka dari itu diperlukan langkah yang komprehensif agar
program berhenti merokoknya berhasil. Pada umur 35 sampai
44 tahun merupakan umur yang banyak manfaat nya untuk
berhenti merokok ( Jah&Chaloupka,2000).
d. Jumlah rokok yang dikonsumsi
Menurut Smet (1994) perokok yang dapat diklasifikasikan
menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok
tersebut adalah :
-
39
1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 20 batang rokok
dalam sehari.
2. Perokok sedang yang menghisap 11 s.d 20 batang rokok dalam
sehari.
3. Perokok ringan yang menghisap 1s.d 10 batang rokok dalam
sehari.
e. Lama merokok
Semakin lama seseorang merokok maka akan semakin tinggi
tingkat kadar nikotin dan tar didalam tubuh. Kandungan rokok
membuat seseorang tidak mudah berhenti merokok, karena dua
alasan, yaitu faktor ketergantungan atau adiksi pada nikotin, dan
faktor psikologis yang merasakan adanya kehilangan suatu
kegiatan tertentu jika berhenti merokok. Seseorang yang
meneruskan kebiasaan merokok akan memberikan dampak bagi
kesehatan(Ogden,2000)
f. Pernah untuk mencoba berhenti merokok
Perokok yang sudah mencoba berhenti untuk berhenti merokok
lebih dari 5 hari dan perokok yang memiliki keinginan untuk
berhenti merokok maka memiliki peluang lebih besar untuk
berhenti merokok pada masa depannya.
g. Pasangan
Karena rokok banyak tidak diterima di lingkungan sekitarnya
maka perokok akan cenderung untuk berhenti ketika memikirkan
-
40
lingkungan yang ada disekitarnya. Penelitian terakhir yang
dilakukan di Inggris bahwa faktor sosial demografi yang sangat
kuat dalam prediksi berhenti pekerja adalah pergaulan sosial
dipekerjaan, dukungan sosial, dukungan dari masyarakat dan
adanya perokok lain dalam keluarga, khususnya status menikah
dan tingkat dukungan dari anggota keluarga menjadi faktor
penting dalam keberhasilan berhenti merokok (Chandola
T&Head J , 2004)
Dukungan dari pasangan dapat berperan secara langsung melalui
perilaku modeling. Pasangan dapat mempengaruhi perokok untuk
berhenti merokok dengan berperilaku tidak merokok sehingga
dapat memperkuat intensi untuk berhenti merokok (Sarafino,
1990).
h. Dukungan sosial(keluarga)
Dukungan yang paling efektif adalah dukungan sosial yang
berasal dari pasangannya, khususnya pada pria (House, Robbin,
Metzner, & Wickrama dalam Taylor, 1999). Menurut Sidney
Cobb, orang dengan dukungan sosial percaya bahwa mereka
dicintai, diperhatikan, berharga, bernilai, dan merasa menjadi
suatu bagian dari jaringan sosial seperti keluarga. Individu yang
merasa dicintai dan dihargai maka harga dirinya juga akan
meningkat (Antonia & Kerry, 2006).
-
41
i. Sosial ekonomi
Prevalensi merokok sudah menurun dalam 30 tahun terakhir
terutama pada negara-negara maju namun belum terjadi
penurunan yang signifikan pada golongan masyarakat yang
belum mampu. Kelompok masyarakat yang kurang mampu
memiliki intensi untuk berhenti merokok yang lebih rendah
daripada pada masyarakat yang mampu secara ekonomi. Hal ini
mengakibatkan adanya kesenjangan angka harapan hidup pada
masyarakat yang mampu dan kurang mampu secara ekonomi.
2. Faktor psikologi
a. Depresi
Perokok yang menggunakan terapi anti depresan memiliki
hubungan yang kuat dengan tingkat kesuksesan berhenti merokok
dengan tingkat depresi.
b. Kecemasan
Kecemasan perlu mendapatkan perhatian khusus pada program
berhenti merokok. Serta perokok mendapatkan masukan
mengenai tingkat kecemasannya dan kemungkinan
peningkatnnya dalam minggu pertama setelah berhenti merokok
c. Tingkat ketergantungan nikotin
Suatu zat kimia utama pada kandungan rokok yang dapat
menyebabkan orang menjadi ketergantungan adalah nikotin.
Nikotin adalah suatu zat yang dapat mencetuskan euforia saat
digunakan dan dapat mengakibatkan withdrawl bila tidak
digunakan serta mempengaruhi mood dan penampilan Karena
-
42
nikotin merupakan suatu zat psiaktif. Mekanisme kerja nikotin
dalam tubuh adalah setelah 15 detik menghisap rokok kadar
nikotin dalam darah akan meningkat tajam, meningkatnya
pelepasan dopamine akan diaktifkan oleh bolus nikotin yang
mengaktifkan sistem brain reward system. Nikotin
mempengaruhi banyak neutransmitter dan merangsang reseptor
asetilkolin pada neuron yang berisi dopamin. Stimulasi reseptor
asetilkolin inilah yang menyebabkan timbunan dopamin dipusat
brain reward system. (Peters&Morgan, 2002).
Perasaan senang seperti yang ditumbulkan oleh aktivitas seksual
disebabkan oleh aktifasi brain reward system.(Peters&Morgan,
2002). Turunnya kadar nikotin secara bertahap sampai pada satu
titik withdrawl akan diikuti oleh kadar puncak yang hanya dapat
dihilangkan dengan menghisap rokok. Selanjutnya
ketergantungan nikotin timbul dari hubungan temporal antara
ritual menghisap rokok dan input sensorik dengan stimulasi
berkurang dan hilangnya withdrawl (Peters and Morgan, 2002).
d. Ketergantungan alkohol
Ketergantungan alkohol baik pada tingkat yang ringan maupun
sedang dapat menurunkan kesuksesan seseorang untuk berhenti
merokok jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki
ketergantungan alkohol
-
43
3. Sikap
Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku.
Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan
suatu perilaku tertentu. Intensi adalah suatu fungsi dari beliefs dan
atau informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa
menampilkan suatu perilaku tertentu akan mengarahkan pada suatu
hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena waktu. Semakin
lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar kecenderungan
terjadinya perubahan intensi. Kepercayaan-kepercayaan atau beliefs
ini disebut dengan behavioral beliefs. Seorang individu akan berniat
untuk menampilkan suatu perilaku tertentu ketika ia menilainya
secara positif. Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan
individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku
(behavioral beliefs), ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap
konsekuensinya (outcome evaluation). Sikap-sikap tersebut
dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku
dan dihubungkan dengan norma subjektif dan perceived behavioral
control ( Ajzen, 2005).
Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari beliefs
yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk
menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang
termasuk dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan
normatif (normative beliefs). Seorang individu akan berniat
menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa
-
44
orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya
melakukan hal itu. Orang lain yang penting tersebut bisa pasangan,
sahabat, dokter, dan sebagainya. Hal ini diketahui dengan cara
menanyai responden untuk menilai apakah orang-orang lain yang
penting tadi cenderung akan setuju atau tidak setuju jika ia
menampilkan perilaku yang dimaksud ( Ajzen, 2005).
Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk memprediksi
perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawah kendali individu
dengan penambahan penentu intensi berperilaku yang ke-tiga, yaitu
perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor
yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam
mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai kekuasaan
yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku).
PBC mengindikasikan bahwa intensi seseorang dipengaruhi oleh
bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki
control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang akan
memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki
persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu
perilaku(Ajzen, 2005).
-
45
Sumber. Ajzen, I. 2005. The theory of planned behavior. Organizational
Behavior and Human Decision Processes, 50, p. 179-211.6
Gambar 2. The theory of planned behavior
Teori Planned Behavior (perilaku yang direncanakan) mengandung
berbagai variabel yaitu :
1. Latar belakang (background factors)
Seperti (umur, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi,
suasana hati,sifat kepribadian, dan pengetahuan) mempengaruhi
sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar
belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri
seseorang, yang dalam Kurt Lewin dikategorikan ke dalam
aspek O(organism). Dalam kategori ini Ajzen, memasukkan tiga
faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi.
Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu,
-
46
sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi,
dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain
adalah umur, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan,
penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman,
pengetahuan, dan ekspose pada media (Ajzen, 2005)
2. Keyakinan perilaku (behavioral belief)
Hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku
dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau
kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu
perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku
tersebut (Ajzen, 2005)
3. Keyakinan normatif (normative beliefs/ perceived norm )
Berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara
tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat
Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui perceived
behavioral control. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial
khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan
individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan
individu (Ajzen, 2005)
4. Norma subjektif (subjective norm)
Sejauh mana seseorang memiliki intensi untuk mengikuti
pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya
(Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak
pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan
-
47
ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan
mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan
dilakukannya(Ajzen,2005)
5. Keyakinan dari dalam diri individu
bahwa suatu perilaku yang dilaksanakan (control beliefs) dapat
diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman
melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman
yang diperoleh karena melihat orang lain misalnya, teman,
keluarga dekat dalam melaksanakan perilaku itu sehingga ia
memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya.
Selain pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman, keyakinan
individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan
ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan
perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya,
dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang
menghambat pelaksanaan perilaku (Ajzen, 2005)
6. Persepsi kemampuan mengontrol tingkah laku (perceived
behavioral control) Keyakinan bahwa individu pernah
melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu,
individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku
itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan
dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki
kemampuan untuk melaksanakan perilaku tersebut. kondisi ini
-
48
dinamakan dengan “persepsi kemampuan mengontrol”
(perceived behavioral control).
beberapa informasi yang dapat digunakan untuk membuat seorang
yang merokok akan menghentikan kebiasaan merokoknya antara
lain (Caponetto&Ricardo, 2008)
a. Informasi mengenai dampak kesehatan dan sosial dari merokok.
b. Strategi spesifik (rencana) dan berlatih untuk mencapai
kesuksesan berhenti merokok.
-
49
Maintanc
e of
smoking
Being a
smoker
Faktor faktor yang mempengaruhi
kebiasaan merokok (Baraja,2008)
1. Genetic
2. Kejiwaan
3. Kepribadian
4. Sensorimotorik
5. farmakologis
prepatory
2.5 Kerangka Teori
(Wesley Schultz 1998)
(Prochaska&DiClemente, 1992)
Gambar 3. Kerangka teori
Preparation
Action
mantainance
Berhenti
merokok
Faktor faktor yang mempengaruhi upaya
berhenti merokok (Caponetto,2008)
1. Faktor individu dan keluarga:
Jenis kelamin, usia, umur pertama
merokok, pernah mencoba berhenti
merokok, pasangan,sosial ekonomi
2. Faktor Psikologi:
Depresi,kecemasan, nikotin, alcohol
3. Faktor kognitif:
Pengetahuan,rencana,strategi berhenti
merokok
1. Menurunkan sistem imun
(Mehta,2008)
2. Pengobatan TB lebih lama
(Maparenta,et al 2008)
3. Mortalitas meningkat
(Wijaya,2012)
4. Meningkatkan gagal terapi OAT
(Haris,2003)
intiation
Infeksi
TB
Contemplation
Precontemplation
Merok
ok
-
50
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 4. Kerangka konsep
2.7 Hipotesis
Dari konsep penelitian tersebut dapat dirumuskan Hipotesis sebagai
berikut:
1. Terdapat hubungan lama merokok terhadap upaya berhenti
merokok pada pasien TB
2. Terdapat hubungan jumlah rokok yang dihisap perhari terhadap
upaya berhenti merokok pada pasien TB
3. Terdapat hubungan tingkat pendidikan terhadap upaya berhenti
merokok pada pasien TB
4. Terdapat hubungan dukungan keluarga terhadap upaya berhenti
merokok pada pasien TB
5. Terdapat hubungan sikap terhadap upaya berhenti merokok pada
pasien T
Variable bebas
1. Tingkat pendidikan 2. Lama
merokok
3. Jumlah rokok yang dihisap perhari
4. Dukungan keluarga
5. Sikap
Variable terikat
Upaya berhenti merokok
-
51
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Desain penelitian dibutuhkan untuk memberikan gambaran
kondisi populasi yang sedang diteliti pada saat pengambilan
data, dimana saat pengambilan data tersebut antara variabel
dependen dan independen dilakukan pada saat yang bersamaan.
Penelitian ini menggunakan rancangan survei cross sectional,
yaitu suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi
antara faktor-faktor resiko dengan efek dengan cara
pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus dalam
suatu saat (Notoatmodjo,2010)
3.2 Lokasi waktu penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Panjang Kota
Bandar Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Bulan
November 2019
3.3 Populasi dan sampel penelitian
3.3.1 Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien penderita TB yang
memiliki kebiasaan merokok di Puskesmas Panjang
-
52
3.3.2 Sampel penelitian
Besar sampel penelitian ini diambil menggunakan total sampling
berdasarkan jumlah pasien TB laki-laki yang memiliki kebiasaan
merokok yang terdaftar sedang menjalani pengobatan
Tuberkulosis di Puskesmas Panjang
3.3.3 Kriteria inklusi dan ekslusi
3.3.3.1 Kriteria inklusi
1. Pasien penderita TB yang merokok dan sedang
menjalani terapi OAT
2. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Panjang
3.3.3.2 Kriteria ekslusi
1. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian
2. Pasien meninggal dunia
3. Pasien putus berobat
3.4 Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan
variabel independen. Adapun yang menjadi variabel dependen
adalah upaya berhenti merokok pada pasien TB dan variabel
independen adalah faktor individu dan keluarga,dan faktor
kognitif
-
53
3.5 Definisi operasional
Tabel 2. Definisi operasional
Variabel Definisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala ukur
Upaya
berhenti
merokok
mencoba
berhenti
merokok
Upaya seseorang
yang pernah
dilakukan untuk
mencoba berhenti
merokok
Kuisioner
1:tidak pernah mencoba
berhenti merokok selama
minimal 7 hari
2:pernah mencoba berhenti
merokok selama minimal 7
hari
Ordinal
Individu
Tingkat
pendidikan
Tingkat pendidikan
formal terakhir yang
telah diselesaikan
responden
kuisioner 1:tidak lulus sekolah wajib 9
tahun
2:lulus sekolah wajib 9
tahun
Ordinal
Lama merokok Lama waktu
responden memiliki
kebiasan merokok
Kuisioner 1: ≤19 tahun
2: ≥20 tahun
Ordinal
Jumlah rokok
yang dihisap
tiap hari
Rata-rata jumlah
rokok yang
dikonsumsi oleh
responden tiap hari
Kuisioner 1:≤20 batang rokok perhari
2:>20 batang rokok perhari
Ordinal
Dukungan
keluarga
Dukungan
keluarga
Dukungan yang
diberikan keluarga
kepada pasien TB
untuk berhenti
merokok
Kuisioner
1:dukungan keluarga baik;
apabila didapatkan nilai >
13 (nilai mean)
2:dukungan keluarga baik;
apabila didapatkan niali ≤
13 (nilai mean)
Ordinal
Sikap
Sikap
Perilaku,maupun
keyakinan responden
untuk berhenti merokok
kuisioner
1:sikap baik; didapatkan
nilai > 40 (nilai mean)
2:sikap kurang; didapatkan
nilai < 40 (nilai mean)
Ordinal
3.6 Pengumpulan data
Pada penelitian ini akan dilakukan pengumpulan data primer
menggunakan kuisioner dan data sekunder menggunakan rekam medis
-
54
3.7 Instrumen penelitian
Penelitian ini menggunakan instrument berupa kuisioner. Kuisioner yang
tersedia berupa pilihan ganda 7 buah tentang individu, 19 pertanyaan
tentang dukungan keluarga bersumber dari procidiano, dan 17 pertanyaa
tentang sikap. Teknik permberian skor pada dukungan keluarga
diberikan nilai 1 apabila jawaban Ya dan 0 Apabila jawaban tidak atau
tidak tahu, sedangkan pada sikap digunakan skala likert terdiri dari 4
skala apabila jawaban sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3,
tidak setuju diberi nilai 2, dan sangat tidak setuju diberi nilai 1.
3.7.1 Uji validitas
Kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini telah diuji
validitasnya dengan menggunakan pearson product moment. Hasil
uji validitas ini dikatakan valid apabila r tabel < r hitung. Kuesioner
telah melakukan uji validitas dan reliabilitas kepada 30 responden
pada Puskesmas Sukaraja
3.7.2 Uji reabilitas
Kuesioner yang telah diuji validitas kemudian diuji reabilitasnya
dengan menggunakan rumus α cronbach. Hasil uji reliabilitas
dinyatakan reliabel apabila nilai α cronbach lebih dari 60%.
3.7.3 Hasil uji validitas
Item pertanyaan dinyatakan valid apabila r yang diperoleh dari
hasil pengujian setiap item lebi