Hubungan Antara Tingkat Kecerdasan Spiritual Dengan Dep

121
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN STROKE DI RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA Oleh : Neru Adi Putra G1D010066 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PURWOKERTO 2014

description

eg3rfvwrfvc wdc

Transcript of Hubungan Antara Tingkat Kecerdasan Spiritual Dengan Dep

  • HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL

    DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN STROKE DI

    RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA

    PURBALINGGA

    Oleh :

    Neru Adi Putra

    G1D010066

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

    JURUSAN KEPERAWATAN

    PURWOKERTO

    2014

  • iii

    PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak

    terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan

    atau kesarjanaan lain di perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, tidak

    terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain

    kecuali tertulis di acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

    Purwokerto, Februari 2014

    Neru Adi Putra

    NIM. G1D010066

  • iv

    PERSEMBAHAN

    Allah SWT, tempatku berlindung, tempat ku berkeluh, tempat ku memuja,tempat ku

    berharap, tempat ku meminta.

    Orang Tuaku,Bapak Satiman (alm) dan Ibu Rumini yang tak pernah lupa member

    segala dukungan dan kasih sayang selama hidupku ini. Untuk adik ku tersayang Roy Dwi

    Kuncoro. Keluargaku adalah alasanku untuk semangat, kekuatanku untuk berhasil.

    Untuk Bapak Arif Setyo Upoyo dan bapak Yuli Dwi Hartanto, terimakasih atas

    bimbingan, doa, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Untuk Ibu Atyanti Isworo

    selaku penguji terimakasih atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk

    menyempurnakan penyusunan skripsi ini. Ibu Lutfatul Latifah sebagai wakil komisi

    skripsi.Terima kasih untuk semuanya...

    Untuk teman-temanku 2010 yang selalu memberikan keceriaan, semangat, dan dukungan

    selama kuliah. Untuk sahabat - sahabat terbaikku (Gembel Federation) terimakasih atas doa

    dan semangat untukku. Untuk teman dekat ku terima kasih untuk doa dan motivasinya.

    Terimakasih untuk keluarga besar FKIK Keperawatan UNSOED, dosen-dosen

    keperawatan, bapendik, kakak-kakak, dan adik-adik tingkatku yang telah mengisihari-hariku.

  • v

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Neru Adi Putra

    Tempat, tanggallahir : Banyumas, 6 Juli 1990

    Alamat : Desa Tinggarjaya RT 01/ RW 12. Kec. Jatilawang. Kab.

    Banyumas

    Email : [email protected]

    Riwayat Pendidikan : 1. SD N 2 Tinggarjaya

    2. SMP N 1 Jatilawang

    3. SMA N 1 Jatilawang

    4. Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

    Tahun Angkatan 2010

  • vi

    PRAKATA

    Puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik

    dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul

    Hubungan Antara Tingkat Kecerdasan Spiritual dengan Tingkat Depresi pada

    Pasien Stroke Di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ini dengan

    baik dan lancar.

    Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-

    pihak yang mempunyai andil besar dalam pelaksanaan penelitian ini, ucapan

    terima kasih peneliti sampaikan kepada:

    1. Dr. Warsinah, M.Si, Apt, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-

    Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.

    2. Dr. Saryono, S.Kp., M,.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan

    Universitas Jenderal Soedirman.

    3. Arif Setyo Upoyo, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing

    pertama yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran

    untuk bimbingan penyusunan karya tulis ilmiah ini.

    4. Yuli D. Hartanto, S.Kep. Ns selaku dosen pembimbing kedua yang

    telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk bimbingan

    penyusunan karya tulis ilmiah ini.

    5. Atyanti Isworo S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen penguji

    karya tulis ilmiah ini.

  • vii

    6. Direktur RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang telah

    memberikan izin penelitian.

    7. Seluruh staf Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokterran dan Ilmu-Ilmu

    Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman yang telah banyak

    membantu dalam banyak hal yang berkaitan dengan karya tulis ini.

    8. Ibunda tercinta Rumini, adik ku tersayang Roy Dwi Kuncoro, tidak ada

    kata yang dapat mewakili ucapan rasa terima kasih dan syukurku atas

    semua yang telah diberikan.

    9. Terima kasih untuk Trisna Dwijayanti yang telah memberikan

    semangat, dukungan, dalam proses pembuatan karya tulis ini.

    10. Terima kasih juga atas semua bantuan dan dukungan dari teman-teman

    seperjuangan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

    Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan penelitian

    ini, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran supaya penulisan karya tulis ilmiah

    ini menjadi hasil yang lebih baik. Semoga penelitian ini mendapat ridho Alloh

    SWT dan bermanfaat bagi kita semua

    Purwokerto, Februari 2014

    Neru Adi Putra

    G1D010066

  • viii

    ABSTRAK

    HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN

    TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN STROKE DI RSUD Dr. R.

    GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

    Neru Adi Putra1, Arif Setyo Upoyo2, Yuli Dwi Hartanto3

    Latar belakang : Stroke dapat menyebabkan gangguan neuropsikiatrik negatif

    seperti depresi. Masalah tersebut sering muncul setelah serangan stroke yang

    disebut dengan Post Stroke Depresion (PSD). Kejadian PSD bervariasi antara

    20% - 60%. Kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap mekanisme koping.

    Seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi lebih mampu mengatasi

    masalah hidup yang mengakibatkan depresi.

    Tujuan : Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kecerdasan

    spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke.

    Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan

    pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan Desember 2013 sampai

    dengan Januari 2014. Populasi penelitian adalah pasien stroke di RSUD dr. R.

    Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Teknik sampling penelitian adalah

    Consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 60 Responden. Instrumen

    penelitian menggunakan kuisioner kecerdasan spiritual dan instrumen Hamilthon

    Rating Scale for Depresion. Analisis data menggunakan uji rank spearman

    Hasil : Analisis menunjukan p = 0.000 dan koefisien korelasi (r) adalah 0,489.

    Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecerdasan spiritual

    dengan tingkat depresi pada pasien stroke.

    Kata Kunci : Kecerdasan Spiritual, Depresi, Stroke.

  • ix

    ABSTRACT

    THE CORRELATION BETWEEN SPIRITUAL QUOTIENT AND

    DEPRESSION POTENTIAL LEVEL OF STROKE PATIENTS IN RSUD

    DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

    Neru Adi Putra1, Arif Setyo Upoyo2, Yuli Dwi Hartanto3

    Background: Stroke can cause negative psychiatric disorder such of depression.

    Post stroke depression ( PSD ) is a kind of depression which happened after a

    stroke. The possibility of PSD occurs is between 20% up to 60%. The spiritual

    quotient influences the coping mechanism. A person, who has high spiritual

    quotient, will be more capable to solve their problems in life which are sometimes

    caused depression.

    Purpose: The aim of this research is to find out the relationship between the

    spiritual quotient level and a depression level on stroke patients.

    Method: This research used cross sectional method. The research was conducted

    from December 2013 to January 2014. Population this research were stroke

    patients in RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Sampling method

    research was consecutive sampling with 60 respondents. The instruments used in

    this research were spiritual quotient questionnaire and Hamilton Rating Scale

    Instrument for Depression. Non parametric rank spearman was used to analyze the

    data.

    Results: The analysis show p = 0.000 and coefficient correlation ( r ) 0,489.

    Conclusion: There is a significant correlation between spiritual quotient levels

    with the depression potential level of the stoke patients.

    Password: Spiritual quotient, Stroke, Depression.

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL . i

    HALAMAN PENGESAHAN. .. ii

    HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN . iii

    PERSEMBAHAN.. iv

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP v

    PRAKATA vi

    ABSTRAK.. viii

    DAFTAR ISI. x

    DAFTAR TABEL xiii

    DAFTAR GAMBAR xiv

    DAFTAR LAMPIRAN . xv

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ... 1

    B. Rumuasan Masalah. 5

    C. Tujuan Penelitian 5

    D. Manfaat Penelitian.. 6

    E. Keaslian Penelitian. 7

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori 9

    1. Stroke ... 9

  • xi

    a. Pengertian Stroke .. 9

    b. Klasifikasi Stroke .. 10

    c. Faktor Risiko Stroke .. 11

    d. Etiologi ..................... 12

    e. Patofisiologi ... 12

    f. Tanda dan Gejala .. 14

    g. Pemeriksaan Diagnostik 15

    h. Penalataksanaan Medis . 17

    i. Komplikasi 19

    2. Depresi.. 21

    a. Definisi Depresi . 21

    b. Faktor Penyebab Depresi ... 22

    c. Depresi Pada Pasien Stroke ... 24

    d. Gambaran Klinis Depresi Post Stroke 25

    e. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Depresi Post Stroke 26

    3. Kecerdasan Spiritual. 29

    a. Definisi Kecerdasan Spiritual .... 29

    b. Faktor faktor Kecerdasan Spiritual 31

    c. Kriteria Orang Memiliki Kecerdasan Spiritual.. 32

    d. Manfaat Kecerdasan Spiritual 33

    B. Kerangka Teori . 34

    C. Kerangka Konsep 35

    D. Hipotesis 36

  • xii

    BAB III. METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian .. 37

    B. Populasi dan Sampel . 37

    C. Variabel Penelitian . 39

    D. Definisi Oprasional ... 41

    E. Instrumen Penelitian 41

    F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen . 43

    G. Langkah - Langkah Penelitian .. 44

    H. Pengolahan dan Analisa Data ... 45

    I. Etika Penelitian .. 48

    J. Jadwal Kegiatan Penelitian. 49

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian 50

    B. Pembahasan. 55

    C. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian. 70

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan.. 71

    B. Saran 72

    DAFTAR PUSTAKA..

    LAMPIRAN

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    3.1 Definisi Operasional 41

    3.2 Jenis item pertanyaan... 42

    3.3 Interprestasi Uji Korelasi Spearman Rank . 47

    3.4 Jadwal Kegiatan Penelitian . 49

    4.1 Tabel Karakteristik Responden. 52

    4.2 Tingkat Kecerdasan Spiritual 53

    4.3 Tabel Tingkat Depresi 54

    4.4 Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Tingkat Depresi 55

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    2.1 Gambaran Patofisiologi Stroke . 14

    2.2 Kerangka Teori Penelitian 34

    2.3 Kerangka Konsep Penelitian 35

  • xv

    HALAMAN LAMPIRAN

    Lampiran 1. Surat Izin Survei Penelitian RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata

    Purbalingga

    Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Dari RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata

    Purbalingga

    Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari RSUD Dr. R.

    Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

    Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden

    Lampiran 5. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

    Lampiran 6. Kuesioner Penelitian

    Lampiran 7. Analisis Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Kecerdasan

    Spiritual

    Lampiran 8. Hasil Uji Validitas Instrumen Kecerdasan Spiritual

    Lampiran 9. Hasil Reabilitas Kuesioner Instrumen Kecerdasan Spiritual

    Lampiran 10. Karakteristik Responden

    Lampiran 11. Tingkat Kecerdasan Spiritual Responden

    Lampiran 12. Tingkat Depresi Pasien Stroke

    Lampiran 13. Hasil Analisis Data Penelitian

    Lampiran 14. Lembar Konsultasi Skripsi Pembimbing I

    Lampiran 15. Lembar Konsultasi Skripsi Pembimbing II

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Stroke adalah suatu gangguan kehilangan fungsi serebral yang

    disebabkan terhentinya suplai darah ke otak, yang menimbulkan tanda dan

    gejala sesuai dengan daerah fokal yang mengalami gangguan (Smeltzer &

    Bare, 2005). Penderita stroke akan mengalami beberapa kecacatan yang

    disebabkan kerusakan pada bagian otak. Penyakit ini terjadi pada semua

    kelompok umur akan tetapi akan meningkat pada usia 55 85 tahun (Morris &

    Schroeder, 2001).

    Kejadian stroke menurut American Heart Asotiation (AHA) 2013

    kejadian kematian karena stroke mencapai 23% dari jumlah penderita stroke.

    Rata rata setiap 4 menit terjadi kematian yang diakibatkan stroke. Prevalensi

    stroke di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

    adalah delapan perseribu penduduk atau 0,8 persen. Dari jumlah total penderita

    stroke di Indonesia, sekitar 2,5% atau 250 ribu orang meninggal dunia dan

    sisanya cacat ringan maupun berat. Penderita stroke di Indonesia disebabkan

    iskemik sebesar 52,9%, perdarahan intraserebral (hemoragik) 38,5 %, emboli

    7,2% dan perdarahan subaraknoid 1,4 % (Dinata, Safrita, & Sastri, 2013).

    Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Rekam Medik di

    RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga pada tanggal 11 Oktober

  • 2

    2013, pada tahun 2012 jumlah kunjungan pasien stroke sebanyak 2560. Pada

    tahun 2013 periode Januari sampai dengan September jumlah kunjungan

    pasien stroke sebanayak 2420. Data ini menunjukan bahwa angka stroke di

    RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga sangat tinggi.

    Stroke dapat menimbulkan gangguan neuropsikiatrik negatif. Gangguan

    ini mempengaruhi fungsi sosial, kualitas hidup dan pemulihan fungsi motorik

    pada penderita stroke. Kejadian gangguan neuropsikiatrik diantaranya adalah

    depresi, gangguan kecemasan, bingung, dan psikosis sering terjadi setelah

    stroke. Kejadian neuropsikiatrik yang paling dominan terjadi pada stroke

    adalah depresi (Altieri, et al., 2012).

    Post Stroke Depresion (PSD) adalah depresi yang terjadi setelah

    serangan stroke. Depresi pada pasien stroke diakibatkan karena

    ketidakberdayaan fisik yang diakibatkan oleh penurunan kemampuan motorik

    (Morris & Schroeder, 2001). Angka kejadian PSD bervariasi antara 20% -

    60%. Huff, Ruhrmann, dan Sitzer (2001 ) mengemukakan kejadian depresi

    pada pasien stroke sekitar 30 40 %. Pada penelitian yang dilakukan Carole,

    dkk (2011), dari 2477 responden yang mengalami depresi adalah 19 % atau

    sekitar 478, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Altieri, dkk (2012)

    menunjukan angka 41% mengalami PSD.

    Berdasarkan survai yang dilakukan di RSUD dr. R. Goeteng

    Taroenadibrata Purbalingga tanggal 12 - 13 Oktober 2013 dengan

    menggunakan kuesioner Hamilton Rating Scale for Depresion (HRSD)

    didapatkan data yang menunjukan sebagian besar pasien stroke mengalami

  • 3

    depresi. Dari survai tersebut diketahui 5 dari 8 orang penderita stroke

    mengalami depresi dengan rincian 2 orang mengalami depresi ringan, 1 orang

    depresi sedang dan 2 orang mengalami depresi berat.

    Salah satu upaya untuk mencegah depresi adalah dengan pendekatan

    spiritual (Robby, 2013). Kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap mekanisme

    koping seseorang, sehingga seseorang harus mengasah kemampuan kecerdasan

    spiritual guna membangun mekanisme koping yang konstroketif (Putra, 2012).

    Perkembangan yang baik dalam aspek spiritual dapat menjadikan seseorang

    lebih bisa memaknai kehidupan dan memiliki penerimaan diri terhadap

    kondisinya sehingga memberikan respon positif terhadap perubahan-perubahan

    yang terjadi pada dirinya (Nurmaafi, 2013).

    Kecerdasan spiritual mempengaruhi perilaku seseorang dalam berespon.

    Kecerdasan spiritual dapat digunakan dalam masalah yang krisis dalam hidup

    seseorang. Kecerdasan spiritual merupakan dimensi untuk mendapatkan

    kekuatan ketika menghadapi depresi, penyakit fisik dan masalah psikis

    seseorang (Zohar & Marshall, 2007). Kecerdasan spiritual penting untuk bisa

    memaknai hidup. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan mampu

    menghadapi pilihan dan kenyataan hidup yang baik ataupun buruk serta

    menghadapi permasalahan yang ada tiba- tiba (Agustin, 2001).

    Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan

    makna atau nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita

    dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai

    bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan

  • 4

    dengan yang lain (Agustin, 2001). Seseorang yang memiliki spiritualitas yang

    tinggi akan mempunyai manfaat yaitu menjadikan orang lebih kreatif, mampu

    mengatasi masalah dalam hidup yang mengakibatkan depresi, dapat

    menyatukan hal hal yang besifat intrapersonal dan interpersonal. Selain itu

    kecerdasan spiritual juga menjadikan manusia yang apa adanya dan memberi

    potensi untuk terus berkembang. Kecerdasan spiritual dapat digunakan saat

    masalah krisis yang membuat kita merasa kehilangan keteraturan diri dan

    mampu menghadapi pilihan dan realitas yang ada dan untuk mencapai

    kematangan pribadi (Zohar & Marshall, 2007).

    Berdasarkan latar belakang kejadian depresi pada penderita stroke dan

    peran kecerdasan spiritual dalam kehidupan seseorang. Serta tingginya

    kejadian depresi pada penderita stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

    Purbalingga. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian hubungan antara

    tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke di RSUD

    dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

    B. Rumusan Masalah

    Stroke akan menimbulkan dampak berupa depresi karena

    ketidakberdayaan fisik yang diakibatkan oleh penurunan kemampuan motorik.

    Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan mampu menghadapi

    pilihan dan kenyataan hidup yang baik ataupun buruk serta menghadapi

    permasalahan yang ada tiba- tiba yang mengakibatkan depresi.

    Dari permasalahan permasalahan di atas peneliti merumuskan masalah

  • 5

    penelitian apakah ada hubungan tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat

    depresi pada pasien stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

    Purbalingga.

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

    tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke di

    RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

    2. Tujuan Khusus

    Tujuan khusus penelitian ini antara lain :

    a. Mengetahui karakteristik umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

    status pekerjaan, dan lama kejadian stroke responden pasien stroke di

    RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

    b. Mengetahui gambaran tingkat kecerdasan spiritual pada pasien stroke

    c. Mengetahui gambaran tingkat depresi pada pasien stroke

    d. Mengetahui tingkat hubungan kecerdasan spiritual dengan tingkat

    depresi pada pasien stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

    Purbalingga.

  • 6

    D. Manfaat penelitian

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

    pihak.

    1. Peneliti

    Bagi peneliti penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh

    pengetahuan baru mengenai hubungan tingkat kecerdasan spiritual dengan

    tingkat depresi pada pasien stroke.

    2. Instansi Pendidikan

    Manfaat penelitian bagi instansi pendidikan adalah untuk

    mengembangkan pengetahuan dalam pembelajaran tentang stroke, serta

    pengaruh kecerdasan spiritual terhadap depresi yang terjadi setelah stroke.

    3. Rumah sakit

    Manfaat penelitian bagi rumah sakit dapat dijadikan masukan dan

    pertimbangan rumah sakit agar memperhatikan aspek kecerdasan spiritual

    dalam pembuatan SOP. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan

    pasien untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

    4. Penelitian selanjutnya

    Penelitian ini dapat bermanfaat sebagi sumber referensi penelitian

    selanjutnya mengenai faktor faktor yang mempengaruhi depresi pada

    pasien stroke serta upaya untuk menangani depresi tersebut.

  • 7

    E. Keaslian Penelitian

    Penelitian yang berkaitan dengan tingkat spiritualitas atau depresi pada

    pasien stroke antara lain :

    1. Wahyuni (2008) Pengaruh Layanan Konseling Dalam Menurunkan

    Tingkat Depresi Pasca Stroke Di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

    Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan penurunan depresi

    pasca stroke. Penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen dengan

    membandingkan kelompok eksperimen dan kelompok control. Teknik

    sampling yang digunakan adalah teknik sampling accidental sampling.

    Analisis data menggunakan Independent t-test, sedangkan Paired sample t-

    test digunakan untuk menguji pengaruh layanan konseling dalam

    menurunkan depresi pada penilaian yang kedua (post test). Semua uji

    statistik dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% (alfa : 0,05). Hasil

    penelitian ini diperoleh terhitung sebesar= 11,781 dengan p (sig.) sebesar=

    0,000 dapat dinyatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna penurunan

    depresi pasca stroke di RS Bethesda Yogyakarta setelah perlakuan

    menggunakan konseling.

    2. Retnasari, Kristiyawati, dan Solechan (2012) Hubungan Tingkat

    Ketergantungan Activity Daily Living dengan Depresi Pada Pasien Stroke

    Di RSUD Tugurejo Semarang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui

    hubungan antara tingkat ketergantungan ADL dengan depresi pada pasien

    stroke Di RSUD Tugurejo Semarang. Metode penelitian deskriptif

  • 8

    korelatif. Menggunakan purposiv sampling dengan jumlah 20 responden.

    Hasil penelitian menunjukan hubungan yang signifikan antara depresi

    dengan ADL pasien stroke.

    3. Dwijayanto (2010) Hubungan Kecerdasan Spiritual Dengan Motivasi

    Hidup Orang HIV/AIDS. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ada

    hubungan spiritual dengan motivasi hidup orang HIV/AIDS. Penelitian ini

    menggunakan metode kuantitatif. Sampel penelitian diambil dengan

    menggunakan incidental sampling. Instrumen yang digunakan dalam

    penelitian adalah kuesioner yang bisa diukur dengan menggunakan skala.

    Analisis statistik yang digunakan adalah Korelasi Product moment. Hasil

    penelitian menunjukan adanya hubungan positif antara kecerdasan

    spiritual dengan motivasi hidup HIV.

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori

    1. Stroke

    a. Pengertian Stroke

    Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,

    cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung

    24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata

    mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik

    (Mansjoer, 2000). Menurut WHO (world Health Organitation) Stroke

    merupakan gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak

    dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang

    berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat mengakibatkan kematian,

    disebabkan gangguan peredaran darah otak.

    Price & Wilson (2006) menjelaskan pengertian dari stroke

    adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat

    pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri

    otak. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian

    stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh

    sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli,

    trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran

    darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

  • 10

    b. Klasifikasi Stroke

    Secara umum di klinis dikenal 2 jenis stroke yaitu stroke iskemik

    (non hemoragik) dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik dibagi

    menjadi stroke trombolik dan stroke embolik. Stroke trombolik

    diakibatkan karena faktor - faktor darah dimana pembuluh darah yang

    menyempit. Stroke embolik terjadi karena tertutupnya secara mendadak

    arteri otak oleh sumbatan atau benda asing yang terbawa oleh darah.

    Stroke hemoragik yaitu suatu gangguan peredaran darah otak yang

    ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan

    subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran,

    pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil

    mengecil, dan kaku kuduk (Prasetya, 2002).

    Klasifikasi stroke ditentukan berdasarkan atas manifestasi klinis,

    proses patologi pada otak dan lesinya. Klasifikasi pada stroke

    berdasarkan manifestasi klinisnya tebagi menjadi Transient ischemic

    attack (TIA), Stroke in evolution (SIE), Reversible ischemik stroke

    neorogikal deficit (RIND), Completed stroke. Klasifikasi stroke

    berdasarkan proses patologisnya dapat dibedakan menjadi infark,

    perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid. Pembagian stroke

    berdasar tempat lesi serebral yaitu berada di sistem karotis dan sistem

    vertebra basiler (Prasetya, 2002).

  • 11

    c. Faktor Risiko Stroke

    Faktor risiko yang dapat menimbulkan stroke sama seperti faktor

    risiko yang menyebabkan penyakit jantung dan saling berhubungan satu

    antara keduannya. Contohnya tekanan darah tinggi yang diakibatkan

    kolesterol tinggi signifikan risiko untuk penyakit jantung (Goldszmidt &

    Caplan, 2010).

    Faktor risiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:

    1) Yang tidak dapat diubah

    Faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis

    kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung

    koroner, dan fibrilasi atrium.

    2) Yang dapat diubah

    Faktor risiko stroke yang dapat diubah diantaranya hipertensi,

    diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,

    kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

    Faktor risiko stroke dibagi menjadi definite, possible dan disease

    maker. Faktor risiko definite diantaranya merokok, konsumsi alkohol,

    konsumsi narkoba, umur, jenis kelamin, ras dan genetik. Faktor risiko

    possible diantaranya penggunaan kontrasepsi oral, diet, tipe personal

    lokasi geografi, iklim, cuaca, sosial ekonomi, inaktifasi fisik, obesitas,

    lemak yang berlebihan. Faktor risiko disease maker diantaranya

    hipertensi, penyakit jantung, TIA, peningkatan hematokrit, Diabetes

  • 12

    militus, Carotid Bruit, Elevated fibrinogen concentration dan sakit kepala

    migren.

    d. Etiologi

    Smeltzer & Bare (2002) menyatakan stroke biasanya diakibatkan

    dari salah satu empat kejadian diantaranya thrombosis, embolisme

    serebral, iskemia, hemoragi serebral. Thrombosis yaitu bekuan darah di

    dalam pembuluh darah otak atau leher. Embolisme serebral merupakan

    bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh

    yang lain. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Hemoragi

    serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke

    dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibat dari keempat

    kejadian tersebut mengakibatkan penghentian suplai darah ke otak,

    yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan,

    berpikir, memori, bicara, atau sensasi.

    e. Patofisiologi

    Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti

    yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik,

    kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai

    dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering

    terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis interna.

    Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas

    atau cedera pada otak melalui empat mekanisme yaitu Penebalan

  • 13

    dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran

    darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan

    mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak. Pecahnya dinding

    arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan

    (hemorrhage). Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah

    yang menekan jaringan otak. Edema serebri yang merupakan

    pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak (Smeltzer &

    Bare, 2005).

    Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit

    perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan

    melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan

    cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area

    dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai

    pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-

    jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks

    akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,

    penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta

    arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama

    berlangsungnya peristiwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi

    sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan

    darah arteri. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang

    tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi

    kerusakan jaringan secara permanen (Smeltzer & Bare, 2005).

  • 14

    Gambar 2.1 Gambaran patofisiologi stroke

    Sumber (Wanhari, 2008).

    f. Tanda dan Gejala

    Tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau

    kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya

    sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau

    Perdarahan arteri / Oklusi

    Pelebaran arteri kontra lateral

    Penurunan tekanan perfusi

    vaskularisasi distal

    Iskemi

    Anoreksia

    Metabolisme Anaerob

    Metabolism asam

    Asidosis lokal

    Pompa natrium gagal

    Edema dan nekrosis

    Sel mati secara progresif

    (defisit fungsi otak)

    Pompa natrium dari kalium

    Natrium dan air masuk ke sel

    Aktifitas elektrik Terhenti

    Edema intra sel

    Edema ekstra sel

    Perfusi jaringan serebral

    terganggu

  • 15

    kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri

    kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit

    memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu

    mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan

    hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih (Smeltzer & Bare,

    2005).

    g. Pemeriksaan Diagnostik

    Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit

    stroke adalah:

    1) Pemeriksaan fisik dan riwayat pasien

    Dalam penegakan diagnosa pemeriksaan riwayat dan

    pemerikasaan fisik sangatlah penting. Pemeriksaan riwayat pasien

    dapat dilakukan pada keluarga apabila penderita stroke mengalami

    gangguan dalam komunikasi. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan

    berupa tes fungsi neurogi (Goldszmidt & Caplan, 2010).

    2) Angiografi serebral

    Angiografi serebral merupakan tindakan non invasif dengan

    mnggambarkan pembuluh darah (Goldszmidt & Caplan, 2010).

    Angiografi serebral digunakan untuk membantu menentukan

    penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstrokesi

    arteri atau adanya titik oklusi/ rupture (Smeltzer & Bare, 2005).

  • 16

    3) Imaging Studies

    CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah

    teknik yang digunakan untuk menggambarkan anatomi serebral

    pada penderita stroke. penggambaran daerah serebral digunakan

    untuk melihat gambaran prognosis stroke (Goldszmidt & Caplan,

    2010). CT- scan digunakan untuk menggambarkan adanya edema,

    hematoma, iskemia, dan adanya infark. MRI dapat menunjukkan

    daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi

    arteriovena (Smeltzer & Bare, 2005).

    4) Pungsi Lumbal

    Pungsi lumbal digunakan untuk mengetahui adanya tekanan

    normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA

    (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas.

    Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah

    menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan

    intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis

    sehubungan dengan adanya proses inflamasi (Smeltzer & Bare,

    2005).

    5) Ultrasonografi Doppler

    Ultrasonografi Doppler merupakan tindakan non invasif

    dengan menggunakan glombang suara. Ini digunakan untuk

    menggambarkan visualisasi stroketur dan aliran darah dalam tubuh

    (Goldszmidt & Caplan, 2010). Ultrasonografi doppler digunakan

  • 17

    dalam diagnostik untuk mengidentifikasi penyakit atau gangguan

    pada arteriovena (Smeltzer & Bare, 2005).

    6) EEG (Electroencephalography)

    EEG digunakan untuk mengidentifikasi penyakit didasarkan

    pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi

    yang spesifik (Smeltzer & Bare, 2005).

    7) Sinar X

    Sinar X digunakan untuk menggambarkan perubahan

    kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang

    meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral

    (Smeltzer & Bare, 2005).

    h. Penatalaksanaan Medis

    Penatalaksaan medis menurut menurut meliputi diuretik,

    antikoagulan, dan antitrombosit (Smeltzer & Bare, 2005). Diuretik

    untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3

    sampai 5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan digunakan untuk

    mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam

    sistem kardiovaskuler. Pemberian antitrombosit berupa upaya

    revaskularisasi. Penggunaan antitrombosit karena trombosit memainkan

    peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi

    dalam pembuluh darah. Pemberian trombolitik dapat diberikan melalui

    intravena maupun intraarteri. Tindakan ini digunakan pada tipe stroke

    non hemoragik (Yuniadi, 2010).

  • 18

    Adapun terapi yang dapat dilakukan salah satunya Therapeutic

    hipotermia merupakan terapi neuroprotection yang efektiv pada stroke

    iskemik akut. Terapi ini adalah membuat keadaan pasien dalam

    keaadaan suhu dibawah normal agar mengurangi metabolism tubuh

    terutama di otak dengan menggunakan pendingin. Terapi ini dilakukan

    setelah terjadinya iskemik pada serebral dengan tanda gejala kerusakan

    pada daerah fokal yang mengalami iskemi (Worp, Macleod, & Kollmar,

    2010).

    Penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan pada penderita stroke

    adalah dengan cara pembedahan. Tujuan dari pembedahan adalah

    memperbaiki aliran darah menuju ke otak. Penatalaksanaan

    menggunakan prosedur carotid ende rectomy, atau ulseratif erosclerotic

    plaque pada carotid artery yang dihilangkan (Goldszmidt & Caplan,

    2010).

    Terapi lain yang dapat dilakukan pada rehabilitasi stroke

    diantaranya terapi okupasi, terapi bicara, fisioterapi dan hipnosis.

    Terapi okupasi dilakukan untuk mengembalikan kemandirian dalam

    pemenuhan aktifitas sehari-hari, kemampuan fungsional (Krug &

    McCormack, 2009). Terapi fisik adalah terapi yang dilakukan untuk

    melatih kekuatan otot pasien dengan meggunakan latihan. Gangguan

    bicara pada pasien yan mengalami Disatria dan Afasia dapat dilakukan

    terapi wicara untuk memperbaiki komunikasi pasien (Goldszmidt &

    Caplan, 2010). Hipnosis pada penderita stroke dilakukan untuk

  • 19

    meningkatkan pergerakan, kekuatan otot pada penderita stroke. selain

    itu hypnosis juga mereduksi spasicity dari paretic upper limb

    (Diamond, Davis, Schaechter, & Howe, 2006).

    i. Komplikasi

    Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke diantaranya :

    1) Hipoksia serebral

    Hipoksia serebral dapat diminimalkan dengan memberi

    oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada

    ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian

    oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta

    hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam

    mempertahankan oksigenasi jaringan (Smeltzer & Bare, 2005).

    2) Penurunan aliran darah serebral

    Penurunan aliran darah serebral ini bergantung pada

    tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah

    serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin

    penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.

    Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah

    perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area

    cedera (Smeltzer & Bare, 2005).

    3) Embolisme serebral

    Emboli serebral terjadi setelah infark miokard atau

    fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.

  • 20

    Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya

    akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat

    mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian

    trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus

    serebral dan harus diperbaiki (Smeltzer & Bare, 2005).

    4) Depresi

    Dampak lain dari stroke adalah depresi, yaitu berupa

    gangguan emosi pada pasien stroke yang sering terjadi (Retnasari,

    Kristiyawati, & Solechan, 2012). Post Stroke Depresion (PSD)

    adalah komplikasi yang paling sering. Kejadian ini dikarenakan lesi

    serebrovaskular. Masih banyak ketidakpastian mengenai

    mekanisme sebab-akibat dan faktor risiko. Pasien stroke dengan

    PSD tidak hanya memiliki tingkat kematian lebih tinggi, akan

    tetapi bisa terjadi kegagalan dalam program rehabilitasi. Akibat

    dari kegagalan program rehabilitasi akan terjadi memburuknya

    fungsional dan kualitas hidup pasien stroke (Yuniadi, 2010). Angka

    kejadian depresi pada pasien stroke bervariasi antara 20% sampai

    60% dari penderita stroke (Altieri, et al., 2012).

  • 21

    2. Depresi

    a. Definisi Depresi

    Kartono (2002) mendefinisikan depresi sebagai kemuraman

    hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang patologis

    sifatnya. Biasanya timbul oleh rasa inferior, sakit hati yang dalam,

    penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Pada umumnya mood

    yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan

    kehilangan harapan. Pada umumnya mood yang secara dominan

    muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.

    Nuri (2007) mendefinisikan depresi sebagai gangguan

    pemikiran yang mempengaruhi perasaan, motivasi dan perilaku

    dalam memandang diri, lingkungan dan masa depan dengan skema

    kognitif negatif (pesimis). Depresi ditandai oleh kesedihan

    mendalam, perasaan putus asa, menarik diri dari lingkungan sosial,

    gangguan tidur, makan, menurunnya dorongan seksual serta

    hilangnya minat dan kesenangan pada aktivitas yang biasa

    dikerjakan. Individu yang terkena depresi pada umumnya

    menunjukkan gejala psikis, gejala fisik & sosial yang khas, seperti

    murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan

    tersinggung, hilang semangat kerja, hilangnya rasa percaya diri,

    hilangnya konsentrasi dan menurunnya daya tahan.

  • 22

    Depresi adalah keadaan emosional yang ditandai kesedihan

    yang sangat, perasaan bersalah, dan tidak berharga menarik diri dari

    orang lain, kehilangan minat untuk tidur, dan hal yang tidak

    menyenangkan lainya (Nasir & Muhith, 2011). Dari beberapa

    pengertian dapat mendefinisikan depresi adalah suatu gangguan

    peasaaan hati dengan ciri sedih, merasa sendirian, putus asa, Depresi

    biasanya disertai tanda-tanda retradasi psikomotor atau kadang

    kadang agitai, menarik diri dan bisa mengakibatkan ganggua

    vegetative seperti insomnia dan anorksia.

    b. Faktor Penyebab Depresi

    Faktor yang menyebabkan depresi menurut teori Stres

    Vulnerability model diantaranya Genetika dan riwayat keluarga,

    kerentanan psikologis, lingkungan yang menekan (stresful) dan

    kejadian dalam hidup (live events), dan faktor biologis. Orang

    dengan riwayat keluarga penderita depresi makakemungkinannya

    terkena depresi akan sedikit lebih besar dibandingkan masyarakat

    pada umumnya. Kepribadian dan cara seseorang menghadapi

    masalah hidup kemungkinan juga berpernan dalam mendorong

    munculnya depresi. Orang orang yang kurang percaya diri, sering

    merasa cemas, terlalu bergantung pada orang lain atau terlalu

    mengharap pada dirisendiri, perfeksionist merupakan jenis orang

    yang gampang terkena depresi. faktor biologis depresi kadang

    muncul setelah melahirkan atau terkena infeksi virus atau infeksi

  • 23

    lainnya (Jiwo, 2012).

    Faktor menjadi penyebab depresi diantaranya faktor biologis

    dan faktor psikologis. Kedua faktor ini saling berhubungan dan

    saling mempengaruhi (Nuri, 2007)

    1) Faktor Biologis

    Secara biologis faktor yang berperan dalam depresi adalah

    neuroendokrin, dan biogentik amin. Abnormalias metabolit

    genetic amin yang sering dijimpai adalah 5 - hydroxyl

    indoleacetik acid (5-HIAA). Homovalinic acid (HVA), 3-

    Methoxcy 4- hydroxyplenyglicol (MHPG). Pada orang yang

    mengalami depresi terjadi gangguan metabolik biogenic amin

    pada darah, urin, dan cairan serebrospinal. Dari biogenic amin

    serotonin dan norepineprin merupakan neurotransmitter yang

    paling berperan dalam patofisiologi depresi. Hipotalamus

    merupakan pusat pengatur aksis neuroendokrin. Noreepineprin

    mempunyai efek inhibisi terhadap aksis HPA (aksis hipotalamus

    pitutari ardernal).

    Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi

    adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat

    mencetuskan depresi dan beberapa pasien memiliki serotonin

    yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa

  • 24

    norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi. Selain itu

    aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun.

    2) Faktor Psikologis

    Peristiwa kehidupan dapat mengkibatkan stres baik akut

    ataupun kronik. Orang depresi karena berhadapan dengan kondisi

    yang memang bisa menimbulkan depresi. Berdasarkan sigmud

    freud menyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat

    mencetuskan depresi. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan

    stres lebih sering akan mengakibatkan adanya depresi. Stres akan

    mengakibatkan perubahan biologi otak. Perubahan tersebut

    mengakibatkan adanya perubahan transmitter dan sistem pemberi

    sinyal intraneuronal. Hal ini mengakibatkan adanya risiko

    terjadinya depresi pada tahap stres berikutnya.

    c. Depresi Pada Pasien Stroke

    Depresi dapat mengenai siapa saja, tetapi orang-orang dengan

    penyakit yang serius seperti stroke memiliki risiko lebih tinggi

    (Steffens, Krishnan, Crump, & Burke, 2002). Post Stroke Depresion

    (PSD) adalah depresi yang terjadi setelah serangan stroke (Menurut

    Huff, Ruhrmann, dan Sitzer 2001). Depresi pasca-stroke merupakan

    kelainan neuropsikologis yang paling sering dijumpai setelah suatu

    serangan stroke. Beratnya depresi yang terjadi mempunyai kaitan

  • 25

    dengan lokasi lesi di otak dan depresi memberi dampak negatif

    terhadap penyembuhan stroke (Suwantara, 2004).

    Depresi pada seseorang yang mengalami stroke diakibatkan

    mengalami iskemi yang kemudian akan mengakibatkan perubahan

    aksis hipotalamus pitutari adrenal aksis simpato adrenal, dan aksis

    tiroid yang saling mempengaruhi sistem tubuh. Proses biokimiawi

    berupa abnormalitas neurotransmiter secara luas akan

    mengakibatkan terganggunya singal neuronal (Kootker, Fasotti,

    Rasquin, Heugten, & Geurts, 2012).

    Gangguan psikiatrik dapat dialami oleh pasien stroke. Kejadian

    PSD bervariasi antara 20% - 60% penderita stroke. Pada penelitian

    yang dilakukan oleh Carole dkk dari 2477 partisipan yang

    mengalami depresi adalah 19 % atau sekitar 478 (White, et al.,

    2011). Hal ini diakibatkan karena ketidak berdayaan fisik yang

    diakibatkan oleh stroke. Pada penelitian yang dilakukan oleh Altieri

    dkk menunjukan angka PSD pada penelitian yang dilakukan pada

    105 pasien 41% (43) diantaranya mengalami komplikasi PSD ini

    (Altieri, et al., 2012).

    d. Gambaran Klinis Depresi Post Stroke

    Tanda dan gejala pada pasien dengan depresi post stroke dapat

    berupa depresi ringan sampai berat. Gejala utama adalah gangguan

    afek (mood) yang disertai kriteria B dari episode depresi. Kriteria B

  • 26

    diantaranya adalah mood terdepresi hampir setiap hari yang di

    tunjukan oleh laporan subjektif atau pengamatan, hilangnya minat

    atau kesenangan secara jelas dalam semua aktifitas, kurangnya nafsu

    makan dan penurnan berat badan, insomnia atau hipersomnia, agitasi

    atau regradasi psikomotrik, rasa letih, hilang semangat, perasaan

    tidak berguna dan perasaan bersalah berlebihan, kurangnya

    kemampuan befikir atau konsentrasi dan pikiran berulang tentang

    kematian, gagasan bunuh diri atau usaha bunuh diri (Nuri, 2006).

    e. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Depresi Post Stroke

    Banyak hal yang dianggap menjadi faktor risiko timbulnya

    depresi setelah seseorang mengalami stroke. Pengukuran depresi

    post stroke seperti usia, jenis kelamin, setatus perkawinan,

    lingkungan, dukungan sosial, konseling dan keadaan penyakit.

    1) Usia

    Pada penelitian yang dilakukan Carole (2011),

    menggambarkan makin tua usia pederita stroke kecenderungan

    mengalami depresi semakin besar. Depresi pasca stroke paling

    banyak dijumpai pada kelompok umur 45 64 tahun (Nuralita,

    2012). Depresi sebagai dampak dari gangguan fungsional, dan

    tidak adanya dukungan sosial.

    2) Jenis kelamin

    Bedasarkan jenis kelamin wanita lebih tinggi

    dibandingkan pria. Penelitian, penderita wanita dua kali lebih

  • 27

    banyak dibandingkan pria. Penderita wanita beratnya depresi

    berdasarkan kerusakan hemisfer kiri, gangguan kognitif dan

    riwayat gangguan psikiatrik sedangkan pada pria depresi

    dikarenakan gangguan kemampuan melakukan memenuhi

    kebutuhan fungsional (Hapsari & Ardiansyah, 2006).

    3) Lingkungan tempat tinggal pasca stroke

    Dari penelitian yang dilakukan Soertidewi (2009),

    didapatkan kejadian depresi pada penderita yang tinggal di

    rumah sakit 25%, perawatan di rumah 45%, tinggal dengan

    pasangan 31%, dan yang paling rendah adalah pda penderita

    yang tinggal sendiri sekitar 17%.

    4) Stratus pernikahan

    Status pernikahan berpengaruh terhadap kejadian

    depresi pada pasien stroke (Herlina, 2003). Persentase depresi

    post stroke diantaranya yang paling tinggi adalah pada penderita

    yang bercerai 40%, berpisah 33%, kematian pasangan 28%

    sedangkan yang belum menikah dan masih dalam status

    pernikahan lebih rendah sekitar 21% dan 20% (Soertidewi,

    2009).

    5) Status sosial

    Soertidewi (2009) menjelaskan depresi terjadi lebih

    tinggi pada status sosial yang lebih rendah 36% dibandingkan

    mereka dengan tingkat sosia yang lebih tinggi 25 %.

  • 28

    6) Tingkat ketergantungan ADL

    Tingkat ketergantungan ADL pada pasien stroke

    mengakibatkan meningkatnya kejadian depresi. Pada penelitian

    yang dilakukan ratnasary dkk, (2012) menunjukan kejadian

    depresi terjadi sebanyak 60% pada depresi sedang pada variabel

    ADL sangat tergantung sebanyak 45%. Hasil analisis yang

    dilakukan menunjukan r = 0,499, ini menunjukan adanya

    hubungan antara ketergantungan ADL dengan depresi stroke.

    Semakin tinggi ketergantungan ADL semakin tinggi tingkat

    depresi yang dialami oleh pasien stroke (Ratnasari et al., 2012).

    7) Stresor psikososial

    Aspek psikososial berupa penyesuaian sosial

    sebelum dan sesudah stroke berpengaruh terhadap terjadinya

    stroke. Penyesuaian sosial pada pasien yang mengalami depresi

    pasca stroke yaitu subyek mengalami hambatan untuk

    berperilaku sosial dan untuk menjalankan perannya karena

    beberapa faktor penghambat yaitu keterbatasan fisik pasca stroke

    (gerak motorik yang lambat serta penurunan kemampuan

    berkomunikasi), faktor psikologis subyek serta faktor lingkungan

    subyek. (Simanjuntak, 2010).

    8) Dukungan sosial

    Dukungan sosial menurunkan kejadian depresi pada

  • 29

    pasien stroke. terdapat perbedaan kelompok yang mendapatkan

    dukungan sosial dibandingkan dengan tanpa dukungan sosial

    (Anggarani, 2009).

    9) Layanan konseling

    Penelitian yang dilakukan Sri (2008)

    menggambarkan bahwa intervensi konseling pada pasien depresi

    pasca stoke, signifikan dapat menurunkan tingkat depresi pasca

    stroke.

    10) Status pekerjaan

    Pada penelitian yang dilakukan Herlina (2003),

    pada pasien yang bekerja akan mengalami kejadian depresi lebih

    tinggi dibandingkan dengan penderita yang tidak bekerja

    (Nuralita, 2012).

    3. Kecerdasan Spiritual

    a. Definisi Kecerdasan Spiritual

    Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus yang berati

    prinsip yang memvitalisasi suatu organisme. Sedangkan, spiritual

    dalam SQ berasal dari bahasa latin Sapientia (Sophia) dalam

    bahasa yunani yang berati kearifan (Zohar dan Marshall, 2001).

    Zohar dan Marshall (2001) menjelaskan bahwa spiritualitas

    tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek

    ketuhanan, sebab seorang humanis atau atheis pun dapat memiliki

  • 30

    spiritualitas tinggi. Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan

    pencerahan jiwa. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi.

    mampu memaknai hidup dengan memberi makna positif pada

    setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya.

    Dengan memberi makna yang positif akan mampu membangkitkan

    jiwa dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

    Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan

    spiritual menurut para ahli dalam zohar dan Marshall (2001) dan

    agustian (2001):

    1) Sinetar (2000)

    Kecerdasan spiritual sebagai pikiran yang mendapat

    inspirasi, dorongan, efektivitas yang terinspirasi, dan

    penghayatan ketuhanan yang semua manusia menjadi bagian di

    dalamnya.

    2) Khavari (2000)

    Kecerdasan spiritual sebagai fakultas dimensi non-

    material atau jiwa manusia. Manusia harus mengenali seperti

    adanya lalu menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad

    yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk

    mencapai kebahagiaan yang abadi.

    3) Zohar dan Marshall (2001)

    Kecerdasan spiritual sebagai kemampuan internal bawaan

    otak dan jiwa manusia yang sumber terdalamnya adalah inti

  • 31

    alam semesta sendiri, yang memungkinkan otak untuk

    menemukan dan menggunakan makna dalam memecahkan

    persoalan.

    4) Agustian (2001)

    Kecerdasan spiritual sebagai kemampuan untuk meberi

    makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui

    langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju

    manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran

    integralistik, serta berprinsip hanya karena Tuhan.

    Dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan. Spiritual adalah

    kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan seseorang

    dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta

    Tuhan dan sesama makhluk hidup karena merasa sebagai bagian dari

    keseluruhan, sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan

    hidup lebih positif.

    b. Faktor faktor Kecerdasan Spiritual

    Faktor faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual diantaranya

    (Zohar & Marshall, 2007):

    1) Sel Saraf Otak

    Otak menjadi jembatan kehidupan antara kehidupan lahir dan

    batin manusia. Hal ini dikarenakan otak manusia bersifat kompleks,

    fleksibel, adaptif, dan mampu mengorganisasikan diri, sehingga otak

    merupakan basis dari kecerdasan spiritual.

  • 32

    2) Titik Tuhan

    Titik Tuhan ditemukan pada lobus temporal serebrum. Lobus

    temporal akan meningkat bila pengalaman religious atau spiritual

    berlangsung. Bagian ini akan bercahaya ketika melakukan kegiatan

    religious yang bersifat spiritual sehingga ini yang disebut kecerdasan

    spiritual.

    c. Kriteria Orang Memiliki Kecerdasan Spiritual

    Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual berdasarkan

    teori Zohar dan Marshall (2001) diantaranya kesadaran diri, spontanitas,

    terbimbing oleh visi dan nilai, kepedulian, merayakan keragaman,

    indenpendensi terhadap lingkungan, kecenderungan untuk mengajukan

    pertanyaan, kemampuan untuk membingkai ulang, memanfaatkan

    kemalangan secara positif, rendah hati, rasa keterpanggilan, holism dan

    konektifitas.

    Kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang diyakini dan sadar akan

    tujuan hidup yang paling dalam. Kepedulian yaitu sifat ikut merasakan dan

    empati. Merayakan keragaman, yaitu menghargai perbedaan orang lain.

    Indenpendensi terhadap lingkungan yaitu keanggupan dalam mempertahan

    kan keyakinan. Kecenderungan untuk mengajukan pertayaan mendasar

    mengapa untuk mengkritisi apa yang ada. Kemampuan untuk

    membingkai ulang yaitu berfokus pada masalah untuk mencari gambaran

    yang lebih luas. Memanfaatkan kemalangan secara positif yaitu mampu

  • 33

    menghadapi permasalahan kehidupan. Rasa keterpanggilan yaitu

    terpanggil untuk melakukan sesuatu yang lebih besar, dan berterimakasih

    kepeda mereka yang pernah menolong. Holism dan konektifitas yaitu

    kesanggupan untuk melihat pola hubungan dan keterkaitan yang lebih luas

    kesadaran akan keterlibatan kuat.

    d. Manfaat Kecerdasan Spiritual

    Seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi akan mempunyai

    manfaat diantaranya menjadikan orang lebih kreatif, mampu mengatasi

    masalah dalam hidup, menyatukan hal hal yang besifat intrapeonal dan

    interpersonal. Selain itu kecerdasan spiritual menjadikan manusia yang apa

    adanya sekarang dan memberi potensi untuk terus berkembang.

    Kecerdasan spiritual dapat digunakan saat masalah krisis yang membuat

    kita merasa kehilangan keteraturan diri, mempunyai kemampuan

    beragama yang benar tanpa harus fanatik, mampu menghadapi pilihan dan

    realitas yang ada apapun bentuknya. Kecerdasan spiritual juga dapat

    digunakan untuk mencpai kematangan pribadi yang lebih utuh

    (Agustin,2001).

  • 34

    B. Kerangka Teori

    Gambar. 2.2 Kerangka Teori Penelitian

    Stroke

    Kecacatan Iskemi jaringan otak

    Perubahan aksis

    hipotalamus, adrenal

    aksis simpato adrenal,

    dan aksis tiroid

    Kehilangan pemenuhan

    kebutuhan fungsional

    Stress meningkat Gangguan

    neurotransmitter

    serotonin, epineeprin dan

    dopamin

    Mampu mengatasi

    masalah hidup yang

    mengakibatkan depresi

    Faktor penyebab depresi

    1. Biologis

    2. Psikologis

    Depresi

    Faktor yang mempengaruhi

    depresi post stroke

    1. Umur

    2. Jenis kelamin

    3. Status sosial

    4. Status pernikahan

    5. Lingkungan tempat tinggal

    pasca stroke

    Seseorang lebih kreatif

    dalam berpikir

    Kecerdasan Spiritual

  • 35

    C. Kerangka Konsep

    Kerangka konsep adalah fokus penelitian yang akan diteliti. Kerangka

    konsep terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Penelitan ini dapat

    digambarkan dengan kerangka konsep sebagai berikut.

    Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

    Keterangan :

    = Variabel yang diteliti

    = Variabel pengganggu

    Variabel Bebas

    Kecerdasan Spiritual

    Variabel Terikat

    Depresi

    Variabel Pengganggu

    Jenis kelamin

    Status sosial

    Status pekerjaan

    Status pernikahan

    Lingkungan rehabilitasi

    pasca stroke.

    Faktor biologis

    Faktor psikologis

  • 36

    D. Hipotesis

    Hipotesis merupakan kesimpulan sementara dari suatu penelitian.

    Kesimpulan sementara ini belum sempurna sehingga perlu adanya pembuktian

    dengan penelitian. Hipotesis penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah

    penelitian, maka peneliti mengambil hipotesis nol dari penelitian adalah tidak

    ada hubungan kecerdasan spiritual dengan depresi pada pasien stroke di

    RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

  • 37

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Rancangan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan

    pendekatan cross sectional. Cross sectional merupakan penelitian yang

    pelaksanaannya dilakukan secara sekaligus pada suatu saat. Penelitian ini

    digunakan untuk mengukur hubungan antara tingkat kecerdasan spiritual

    dengan tingkat depresi pada pasien stroke (Nursalam, 2003).

    2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Lokasi penelitian di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

    Purbalingga. Waktu penelitian dilakukan pada Desember 2013 sampai

    dengan Januari 2014.

    B. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti

    (Nursalam, 2003). Populasi penelitian ini adalah pasien stroke di RSUD

    dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

  • 38

    2. Sampel

    Teknik sampling yang digunakan pada penelitian adalah Consecutive

    sampling. Consecutive sampling yaitu mengambil sampel dari semua

    subyek yang datang dan memenuhi kriteria sampel sampai jumlah subyek

    terpenuhi. Teknik sampling ini merupakan teknik non probability

    sampling yang baik dan mudah dilakukan (Saryono, 2009).

    Sampel penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan ekslusi.

    Kriteria inklusi dan ekslusi pada penelitian ini yaitu :

    a. Kriteria inklusi dalam penelitian adalah :

    1) Pasien dengan diagnosa stroke non hemoragik.

    2) Bersedia menjadi responden.

    3) Usia responden 40 65 tahun.

    4) Responden dengan status menikah dengan pasangan masih hidup

    dan tinggal dalam satu rumah.

    b. Kriteria ekslusi penelitian ini yaitu :

    1) Pasien stroke dengan gangguan komunikasi.

    2) Pasien yang mengalami penurunan kesadaran (GCS

  • 39

    = .. .

    ( )+ . .

    Keterangan

    n = jumlah sampel

    2 = harga tabel chi kuadrat untuk = 1

    N = jumlah populasi

    P = Q = proporsi dalam populasi = 0,5

    d2 = ketelitian (error) = 0,05

    Berdasarkan rumus di atas maka dapat diketahui jumlah sampel

    dari penelitian ini adalah :

    n = 12.135.0,5.0,5

    0,05(135 1)+ 12.0,5.0,5

    = 57,6923

    Berdasar rumus ini maka jumlah minimal responden yang digunakan

    dalam penelitian ini sebesar 57.6923 responden dengan pembulatan

    menjadi sebesar 58 responden. Dalam pelaksanaan penelitian melibatkan

    60 responden.

    C. Variabel Penelitian

    Variabel penelitian merupakan suatu yang digunakan sebagai ciri,

    sifat, dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan dari suatu penelitian

    (Nursalam, 2003). Variabel dalam penelitian terdiri dari variabel

    independen dan variabel dependen

  • 40

    1. Variabel independent

    Variabel independent (variabel bebas) merupakan variabel yang

    menjadi sebab timbul perubahan dari variabel dependent, dapat dikatajan

    pula sebagai mempengaruhi variabel dependent. Variabel independent

    dalam penelitian ini adalah kecerdasan spiritual

    2. Variabel dependent

    Variabel dependent (variabel terikat) adalah variabel yang

    dipengaruhi yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas. Variabel

    dependent dalam penelitian ini yaitu depresi.

  • 41

    D. Definisi Operasional

    Table 3.1 Definisi Operasional

    Variabel Penelitian

    Definisi Operasional

    Cara Ukur Hasil Skala

    Kecerdasn spiritual

    kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

    Kuesioner yang diukur dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari 24 item pertanyaan. Setiap item terdiri dari jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), Kurang Setuju (KS), Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk pertanyaan favorable jawaban SS nilainya 4, S nilainya 3, KS nilainya 2, STS nilainya 1. Untuk pertanyaan unfavorable jawaban SS nilainya 1, S nilainya 2, KS nilainya 3, STS nilainya 4.

    1. Tinggi = 73 - 96

    2. Sedang = 49 - 72

    3. Rendah = 24 48

    Ordinal

    Depresi Gangguan kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang

    Questioner Hamilton Rating Scale for depression

    1. Normal = 0 7

    2. Ringan = 8 13

    3. Sedang = 14 18

    4. Berat = 19 22

    5. Sangat berat = 23 50

    Ordinal

    E. Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan

    oleh peneliti dalam kegiatan untuk mengumpulkan data dalam penelitian.

    Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner

  • 42

    merupakan jenis pengumpulan data secara formal pada subjek untuk

    menjawab pertanyaan secara tertulis. Pertanyaan data kuesioner dibedakan

    menjadi pertanyaan terstroketur dan tidak terstroketur (Nursalam, 2003).

    Kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu

    1. Kuesioner I : Kecerdasan Spiritual

    Instrumen kecerdasan spiritual pasien stroke berupa kuesioner

    yang diadopsi dari instrumen Prihatini, (2012). Untuk mencatumkan

    karakteristik responden maka dicantumkan kuesioner yang meliputi umur,

    jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Kuesioner terdiri dari 24

    pertanyaan. Setiap item terdiri dari jawaban sanagat setuju (SS), setuju

    (S), Kurang Setuju (KS), Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk penilaian

    pertanyaan favorable Jawaban SS nilainya 4, S nilainya 3, KS nilainya 2,

    STS nilainya 1. Untuk penilaian pertanyaan unfavorable jawaban SS

    nilainya 1, S nilainya 2, KS nilainya 3, STS nilainya 4. Penafsiran hasil

    skor 73 96 adalah tinggi, 49 72 sedang dan 24 48 rendah. jenis

    pertanyaan favorable dan unfavorable dapat dilihat dalam tabel 3.2.

    Tabel 3.2 Jenis item pertanyaan

    No. Jenis Pertanyaan Nomor Item pertanyaan 1 pertanyaan favorable 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 21,

    22, 23 dan 24 2 pertanyaan unfavorable 6, 8, 10, 10, 11, 12, 15 dan 18

    2. Koisioner II : Depresi

    Instrumen depresi menggunakan kuesioner yang sudah baku yaitu

    Questioner hamilton Rating scale for depression. Hasil yang didapat

  • 43

    maka didapatkan pengelompokan depresi berdasarkan skor. Pembagian

    skor depresi antara 0 50 dengan penafsiran tidak ada depresi (normal)

    skor 0 7, ringan skor 8 - 13, sedang skor 14 18, berat skor 19 -22,

    sangat berat skor 23-50.

    F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

    Validitas adalah ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau

    kesahihan suatu instrumen dalam mengumpulkan data (Nursalam, 2003).

    Reliabilitas merupakan suatu indeks yang menunjukan sejauh mana suatu

    alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan (Saryono, 2011).

    Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kecerdasan spiritual

    adalah adopsi dari kuesioner yang dibuat oleh Prihatini (2012). Untuk

    mengukur tingkat kecerdasan spiritual pada pasien stroke. Kuesioner ini

    diambil dari prinsip-prinsip, faktor yang mempengaruhi kecerdasan

    spiritual dan kriteria orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang

    dijabarkan oleh Zohar and Marshall (2007). Uji validitas dilaksanakan

    dengan menggunakan 30 item pertanyaan pada 25 orang pasien stroke.

    Hasil uji validitas didapatkan 24 ditem pertanyaan yang valid dan 6 item

    pertanyaan yang tidak valid (item nomor 2,7,14,18,20 dan 21). Hasil uji

    validitas kuesioner ini menunjukan valid, dikarenakan mempunyai nilai r

    product moment > r tabel = 0,396. Hasil perhitungan uji reliabilitas

    menggunakan Alpha Cronbach menunjukan = 0,928. Hasil diantara

    0,80 1,00 maka menunjukan instrumen sangat reliabel. Dengan hasil ini

  • 44

    maka instrumen dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan

    spiritual pada pasien stroke.

    Kuesioner yang digunakan dalam mengukur depresi menggunakan

    Questioner Hamilton Rating Scale for depression. kuesioner ini

    merupakan instrumen yang sudah baku, sehingga tidak perlu dilakukan uji

    validitas dan reliabilitas instrumen.

    G. Langkah langkah Penelitian

    1. Tahap persiapan yaitu menyiapkan proposal penelitian serta melakukan

    survai pendahuluan untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Persiapan

    ini juga disertai dengan studi literatur yang berhubungan dengan masalah

    penelitian.

    2. Penyusun proposal penelitian yang terlebih dahulu dikonsultasikan kepada

    pembimbing I dan II.

    3. Pelaksanaan ujian proposal penelitian

    4. Peneliti melakukan revisi proposal penelitian sebelum pelaksanaan

    penelitian yang kemudian dikonsultasikan kembali kepada pembimbing I,

    II, dan penguji.

    5. Peneliti meminta izin kepada kantor sub bagian mahasiswa jurusan

    keperawatan dan diteruskan ke kesbangpol kabupaten Purbalingga,

    diteruskan ke bappeda kabupaten purbalingga kemudian diserahkan

    kepada Direktur RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga untu

    mengadakan penelitian di wilayah yang akan menjadi objek penelitian.

  • 45

    6. Mendapatkan izin penelitian, peneliti mengumpulkan data sampel dari

    rekam medic RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

    7. Pelaksanaan uji validitas dan reabilitas kuesioner kepada 25 pasien stroke

    di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

    8. Pelaksanaan penelitian dengan meminta persetujuan untuk menjadi

    responden penelitian.

    9. Pengumpulan data yaitu peneliti melakukan pengukuran melalui kuesioner

    yang ada.

    10. Data yang sudah lengkap kemudian diolah dengan menggunakan

    komputer dan menganalisis data yang telah diolah.

    11. Tahap penyusunan laporan dan penyajian hasil penelitian. Setelah

    penelitian telah dilaksanakan, kemudian disusun dalam sebuah laporan

    penelitian yang akan dipertanggungjawabkan kepada peneliti.

    12. Pelaksanaan ujian hasil penelitian.

    13. Tahap perbaikan hasil penelitian.

    H. Pengolahan dan Analisa Data

    1. Pengolahan data

    Sebelum dilakukan analisis data, sebelumya data diolah terlebih

    dahulu. Kegiatan mengolah data meliputi :

    a. Editing

    Editing adalah memeriksa pernyataan yang disarankan oleh

    pengumpul data. Tujuan dari editing adalah mengurangi kesalahan dan

  • 46

    kekurangan yang ada dalam lembar pernyataan yang telah diselesaikan

    responden.

    b. Coding

    Coding adalah mengidentifikasi jawaban dari responden ke dalam

    kategori. Klasifikasi dilakukan dengan cara member skor pada masing-

    masing jawaban berupa angka kemudian dimasukan ke dalam lembar

    jawaban agar mempermudah diolah dengan komputer.

    c. Tabulasi

    Tabulasi data adalah kegiatan memasukan hasil data peneltian

    kedalam tabel sesuai dengan kriteria untuk kemudian dianalisis.

    2. Analisis data

    a. Analisa univariat

    Analaisis univariat dilakukan pada data penelitian yang

    disajikan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi, ukuran tendensi

    sentral dan grafik. Analisa univariat dilakukan terhadap variabel

    penelitian yaitu mengetahi karkteristik responden, kecerdasan spiritual,

    dan depresi pada respoden.

    b. Analisa bivariat

    Analisis bivariat dilakukan untuk menghubungkan variabel

    bebas dan variabel terikat. Analisa bivariat untuk mengetahui

    hubungan antara kecerdasan spiritual dan depresi pada pasien stroke.

  • 47

    Variabel yang dilakukan analisis menggunakan skala data

    ordinal non parametric sehingga uji yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah korelasi Spearman Rank. Rumus yang digunakan adalah :

    rs =

    ()

    Keterangan :

    rs = koefisien korelasi spearman

    di = perbedaan skor antara dua kelompok

    n = jumlah kelompok

    Bila nilai p > 0,05 atau nilai p > , maka Ha ditolak dan Ho

    diterima. Ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara

    kecerdasan spiritual dengan depesi. Namun sebaliknya jika p < 0,05

    atau p < , maka Ha diterima dan Ho ditolak. Ini menunjukan adanya

    hubungan yang bermakna antara kecerdasan spiritual dengan depresi.

    Penafiran terhadap kekuatan hubungan dari nilai koefisien korelasi

    spearman rank dalam tabel 3.2.

    Tabel 3.3 Interprestasi uji korelasi spearman rank

    Interval korelasi Hubungan variabel

    < 0,20 0,20 - < 0,40 0,40 < 0,60 0,60 - < 0,80 0,80 1,00

    Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat

    Angka yang dihasilkan dari nilai korelasi menunjukan kekuatan

    hubungan antara dua variabel yang diuji, semakin mendekati angka 1

    maka kekuatan hubungan semakin kuat dan semakin menunju angka 0

  • 48

    maka kekuatan hubungan semakin rendah. Tanda positif dan negatif

    menunjukan sifat korelasi. Jika negatif maka hubungan antara variabel

    bersifat berlawanan arah, sedangkan apabila positif maka menunjukan

    hubungan bersifat searah.

    I. Etika Penulisan

    Etika penelitian yang digunakan pnulis dalam penelitian ini

    diantaranya :

    1. Informed consent

    Informed consent atau lembar persetujuan diberikan kepada

    responden. Peneliti menjelaskan maksud dari penelitian yang akan

    dilakukan. Setelah persetujuan disetujui responden kemudian responden

    diminta untuk mengisi kuesioner yang disediakan.

    2. Anonimity

    Kerahasiaan responden dapat terjaga melalui anonimity, bagi

    responden yang tidak bersedia untuk disebutkan idntitasnya. Dengan ini

    peneliti tidak akan mencantumkan identitas responden dalam lembar

    pengumpulan data

    3. Confidentiality

    Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti. Hanya

    kelompok data yang disajikan atau dilaporkan sebgai hasil riset dan tidak

    disampikan kepada pihak lain yang tidak terkait dalam penelitian.

  • 49

    J. Jadwal Kegiatan Penelitian

    Tabel 3.4 Jadwal Kegiatan Penelitian

    No

    Kegiatan

    Bulan

    Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    1 Persiapan penelitian

    2 Survai pendahuluan

    3 Penyusunan proposal

    4 Seminar proposal

    5 Perbaikan proposal

    6 Perijinan penelitian

    7 Pelaksanaan penelitian

    8 Pengumpulan data

    9 Pengolahan dan

    analisis data

    10 Penyusunan hasil

    11

    Seminar hasil

    penelitian

    12

    Perbaikan hasil

    penelitian

  • 50

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat kecerdasan

    spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke di RSUD dr. R.

    Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Penelitian ini dilkasanakan selama 1

    bulan pada bulan Desember 2013. Penelitian ini menggunakan kuesioner

    kecerdasan spiritual dan kuesioner Hamilthon Rating Scale For depression

    (HRSD). Penelitian ini dilakukan pada 60 responden yang ditemui di

    rawat jalan RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang sesuai

    dengan kriteria inklusi dan ekslusi.

    1. Karakteristik responden

    Karakteristik responden yang diteliti pada penelitian ini

    diantaranya Usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, pendidikan dan lama

    sakit pada penderita stroke. Hasil penlitian didapatkan data

    karakteristik responden seperti terlihat di Tabel 4.1.

    Usia responden pada penelitian didapatkan usia minimal 41

    tahun dan usia maksimal 65 tahun. Pada penelitian ini didapatkan

    kejadian stroke paling banyak pada usia 61 65 tahun sejumlah 20

    responden (33,3%). Pada penelitian ini kejadian stroke mulai

    meningkat pada rentang usia 55 60 tahun. Hal ini dapat dilihat dari

    kejadian pada usia tersebut mulai meningkat dengan jumlah 15

  • 51

    responden (25%). Dari sebagian besar responden merupakan usia tua.

    Pada penelitian ini didapatkan data jenis kelamin dengan

    persentase wanita 56,7% (34 responden) dan laki- laki 43,3% (26

    responden). Data ini menunjukan bahwa kejadian stroke pada wanita

    lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki di RSUD dr. R. Goeteng

    Taroenadibrata Purbalingga.

    Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini paling banyak

    dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 42 responden (70%). Ini

    menunjukan sebagian besar penderita stroke dalam penelitian ini

    adalah berpendidikan SD. Sedikit responden yang ditemukan dengan

    tingkat pendidikan tinggi. Hal ini ditunjukan dalam penelitian ini

    responden dengan tingkat pendidikan SLTA sejumlah 4 responden dan

    yang perguruan tinggi 1 responden

    Hasil penelitian mengenai jenis pekerjaan responden paling

    tinggi adalah petani sejumlah 19 reponden (31,7%), dan yang paling

    rendah adalah jenis pekerjaan Pegawai Negeri Sipil 2 responden 3,3%.

    Pada penelitian ini didapatkan data yang didapat menunjukan sebagian

    besar reponden memiliki pekerjaan dan sebagian kecil yang tidak

    bekerja. Hal ini dilihat dari data penelitian didapatkan perbandingan

    13,3% tidak bekerja dan 86,7% memiliki pekerjaan.

    Pada penelitian didapatkan responden paling banyak dengan

    lama sakit kurang dari 1 bulan sejumlah 23 responden (38,3%) dan

    yang paling sedikit dengan lama sakit lebih dari 5 tahun sebanyak 5

  • 52

    responden (8,3%). Hal ini menunjukan semakin lama sakit semakin

    sedikit responden yang dapat ditemui.

    Tabel 4.1 Tabel karakteristik responden

    Karakteristik responden Frekuensi Persentase

    Usia

    40-45 tahun 4 6,7

    46-50 tahun 11 18,3

    51-55 tahun 10 16,7

    56-60 tahun 15 25,0

    61-65 tahun 20 33,3

    Jenis kelamin

    Laki-laki 26 43,3

    Wanita 34 56,7

    Pendidikan

    SD 42 70,0

    SLTP 13 21,7

    SLTA 4 6,7

    Perguruan tinggi 1 1,7

    Pekerjaan

    Pegawai Negeri Sipil 2 3,3

    Wiraswasta 9 15,0

    Buruh 5 8,3

    Petani 19 31,7

    Ibu Rumah Tangga 17 28,3

    Tidak Bekerja 8 13,3

    Lama Sakit

    < 1 bulan 23 38,3

    1 bulan - 1 tahun 15 25,0

    1 tahun - 5 tahun 17 28,3

    > 5 tahun 5 8,3

    2. Tingkat kecerdasan spiritual pada pasien stroke

    Penelitian ini membagi tingkat kecerdasan spiritual menjadi 3

    yaitu tingkat kecerdasan spiritual rendah, sedang dan tinggi. Hasil dari

    penelitian mengenai tingkat kecerdasan spiritual pada pasien stroke di

  • 53

    RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dapat dilihat pada

    tabel 4.2.

    Tabel 4.2 Tingkat kecerdasan spiritual

    Tingkat kecerdasan spiritual Frekuensi Persentase

    Rendah 8 13,3

    Sedang 40 66,7

    Tinggi 12 20,0

    Jumlah 60 100

    Tabel 4.2 menunjukan hasil penelitian mengenai kecerdasan

    spiritual pada responden penelitian dengan hasil tingkat kecerdasan

    spiritual rendah sejumlah 8 responden (13,3%), tingkat kecerdasan

    spiritual sedang sebanyak 40 responden (66,7%), dan tingkat

    kecerdasan spiritual tinggi sejumlah 12 reponden (20%).

    3. Tingkat depresi pada pasien stroke

    Penelitian mengenai tingkat depresi pada pasien stroke

    menggunakan Hamilton Ratting Scale For Depresion (HRSD) dengan

    17 poin pertanyaan. Hasil penelitian pada pasien stroke di RSUD dr. R.

    Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dapat dilihat pada tabel 4.3.

    Tabel 4.3 tabel tingkat depresi

    Tingkat Depresi Frekuensi Persentase

    Normal 34 56,7

    Ringan 11 18,3

    Sedang 8 13,3

    Berat 7 11,7

    Jumlah 60 100

    Dari tabel 4.3 dapat dilihat angka kejadian depresi pada pasien

    stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga sejumlah

  • 54

    26 responden (43,3%) dengan rincian depresi ringan 11 responden

    (18,3%), sedang 8 (13,3%), dan berat 7 (11%). Sebanyak 34 responden

    (56,7%) hasilnya normal atau dapat dikatakan tidak mengalami

    depresi.

    4. Hubungan tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi pada

    pasien stroke

    Hubungan tingkat kecerdasan spiritual dan tingkat depresi pada

    pasien stroke dianalisis dengan uji nonparametrik rank spearman. Dari

    penelitian didapatkan hasil yang ditunjukan pada tabel 4.4

    Dari tabel 4.4 dapat diketahui hubungan tingkat kecerdasan

    spiritual dengan tingkat depresi didapatkan p = 0,000. Hasil tersebut

    menunjukan hubungan yang signifikan antara tingkat kecerdasan

    spiritual dengan tingkat depresi pada pasien stroke karena nilai p <

    ( = 0,05). Dari hasil tersebut maka peneliti menolak Ho dan

    menerima Ha yaitu ada hubungan yang signifikan antara tingkat

    kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi pada penderita stroke di

    RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

    Kekuatan hubungan tingkat kecerdasan spiritual dengan tingkat

    depresi dilihat koefisien korelasi (r) adalah 0,489. Nilai koefisien

    bernilai negative sehingga nilai dari tingkat kecerdasan spiritual

    dengan tingkat depresi bertolak belakang. Apabila variabel satu

    mempunyai nilai semakin tinggi maka variabel yang lainya akan

    mempunyai nilai yang rendah. Hal ini dapat dikatakan semakin tinggi

  • 55

    nilai kecerdasan spiritual maka semakin rendah tingkat depresi.

    Begitupun sebaliknya semakin rendah nilai tingkat kecerdasan spiritual

    maka semakin tinggi tingkat depresi. Koefisien korelasi diantara

    rentang 0,4 0,6 sehingga, kekuatan hubungan antara kecerdasan

    spiritual dan tingkat depresi pada pasien stroke sedang.

    Tabel 4.4 Hubungan Kecerdasan spiritual dengan tingkat depresi

    No. Variabel Penelitian Mean Correlation

    Coefficient (R)

    Sig. (2-tailed)

    (P)

    1 Kecerdasan Spiritual 66,0333 -0,489 0,000

    2 Tingkat Depresi 9,5833

    B. PEMBAHASAN

    1. Karakteristik responden

    a. Usia

    Usia merupakan salah satu karakteristik yang diteliti dalam

    penelitian ini. Karakteristik usia responden pada penelitian ini

    dibatasi kriteria inklusi yaitu responden penderita stroke dengan

    usia antara 40 tahun sampai dengan 65 tahun. Pada penelitian ini

    didapatkan kejadian stroke paling banyak pada usia 61 65 tahun

    sejumlah 20 responden (33,3%).

    Pada penelitian ini kejadian stroke mulai meningkat pada

    rentang usia 55 60 tahun. Hal ini dapat dilihat dari kejadian pada

    usia tersebut mulai meningkat dengan jumlah 15 responden (25%).

    Dari hasil data penelitian maka dapat dapat dikatakan semakin

    bertambahnya usia semakin meningkat kejadian stroke. Hal ini

  • 56

    diperkuat berdasarkan teori bahwa usia merupakan faktor resiko

    terjadinya stroke. Semakin bertambah usia maka semakin tinggi

    seseorang beresiko terkena stroke (Mansjoer, 2000). Hal ini juga di

    utarakan oleh Morris & Schroeder (2001) penderita stroke terjadi

    pada semua kelompok usia akan tetapi akan meningkat pada usia

    55 85 tahun. Peningkatan usia bisa menyebabkan peningkatan

    risiko stroke karena semakin banyak resiko stress oksidatif dan

    semakin luas proses arterosklerosis. Peningkatan resiko kejadian

    stroke menjadi 2 kali lebih besar pada gaya hidup seperti merokok

    (Goldszmidt & Caplan, 2010).

    b. Jenis kelamin

    Hasil penelitian yang dilakukan di Purbalingga didapatkan

    jumlah responden wanita lebih banyak dibandingkan pada laki

    laki. Hasil penelitian ini jumlah responden wanita sebanyak 34

    responden dan laki laki 26 responden.

    Hasil karakteristik jenis kelamin penelitian dipengaruhi dari

    jumlah kejadian stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

    Purbalingga yaitu angka kejadian stroke pada wanita lebih tinggi

    dibandingkan kejadian stroke pada laki laki. Data kunjungan

    penderita stroke di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

    Purbalingga tercatat pada tahun 2013 periode januari sampai

    dengan September mencapai 2420 dengan perbandingan jumlah

    penderita wanita mencapai 1312 kunjungan dan laki-laki 1108

  • 57

    kunjungan.

    Jenis kelamin berperan penting sebagai faktor risiko

    terjadinya stroke. Laki-laki memiliki risiko stroke lebih tinggi

    dibandingkan perempuan, tetapi oleh karena usia rata-rata

    perempuan lebih panjang maka pada suatu tingkat usia tertentu

    jumlah perempuan yang mengalami serangan stroke lebih banyak

    dari laki-laki (Suwantara, 2004). Peningkatan resiko pada wanita

    juga dikarenakan faktor paritas. Paritas berhubungan dengan risiko

    penyakit kardiovaskuler pada wanita usia paruh baya dan lanjut.

    Hal ini terjadi karena pada wanita paruh baya dan multiparitas

    mengalami peneurunan hormone estrogen. Dengan penurunan

    hormon estrogen menimbulkan penurunan elastisitas pembuluh

    darah sehingga dapat mengakibatkan peningkatan resiko stroke

    (Sujatmiko, 2011).

    c. Tingkat pendidikan

    Hasil penelitian didapatkan data tingkat pendidikan

    responden adalah SD sebanyak 42 responden (70%). Dari hasil

    data penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa kejadian stroke

    kebanyakan terjadi pada responden yang mempunyai pendidikan

    rendah.

    Pada penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, (2011) angka

    depresi pada seseorang yang memiliki pendidikan rendah memiliki

    tingkat depresi lebih besar dibandingkan dengan depresi yang

  • 58

    terjadi pada seseorang yang memiliki pendidikan menengah. Teori

    ini juga diperkuat oleh penelitian Niti M (2007) yang menyatakan

    tingkat pendidikan rendah merupakan faktor resiko terjadinya

    depresi. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir

    seseorang dan tingkat pengetahuan seseorang dalam menghadapi

    masalah yang menimbulkan depresi (Iliffe , 2009).

    d. Jenis pekerjaan

    Jenis pekerjaan pada penelitian ini didapatkan hasil sebagian

    besar responden bekerja sebagai petani dengan jumlah 19 reponden

    (31,7%). Dari data yang didapat menunjukan sebagian besar

    reponden memiliki pekerjaan dan sebagian kecil yang tidak

    bekerja. Hal ini dilihat dari data penelitian didapatkan

    perbandingan 13,3% tidak bekerja dan 86,7% memiliki pekerjaan.

    Status pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap

    kejadian depresi. Pada pasien yang bekerja akan mengalami

    kejadian depresi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang

    tidak bekerja (Nuralita, 2012). Status pekerjaan berpengaruh

    terhadap kejadian depresi pasien stroke. Menurut Herlina (2003)

    ada perbedaan status pekerjaan dengan kejadian depresi pada

    pasien stroke yang signifikan. Kejadian depresi pada seseorang

    yang bekerja dikarenakan gangguan aktivitas hidup sehari hari

    dan fungsi sosial yang menurun setelah terjadinya stroke. Status

    pekerjaan juga dihubungkan dengan status sosial pada penderita

  • 59

    stroke. Depresi terjadi lebih tinggi pada status sosial yang lebih

    rendah dibandingkan mereka dengan tingkat sosial yang lebih

    tinggi (Ratnasary dkk, 2012).

    e. Lama sakit

    Lama sakit salah satu yang diteliti dalam penelitian ini. Hasil

    penelitian mengenai lama kejadian sakit dibagi menjadi 4 kategori

    yaitu kurang dari 1 bulan, 1 bulan sampai dengan 1 tahun, 1 tahun

    sampai dengan 5 tahun, dan lebih dari 5 tahun. Pada penelitian

    didapatkan responden dengan lama sakit kurang dari 1 bulan 23

    responden (38,3%). Semakin lama waktu pasca stroke jumlah

    responden semakin sedikit hal ini di lihat dari lama sakit yang lebih

    dari 5 tahun sejumlah 5 responden (8,3%).

    Penurunan jumlah responden pada penelitian yang lama

    sakitnya lebih dari 1 tahun dikarenakan kepatuhan berobat

    penderita semakin berkurang seiring berjalanya pemulihan setelah

    rehabilitasi. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran penderita

    stroke mengenai pengobatan secara berkala.

    Lama serangan stroke akan berpengaruh terhadap kondisi

    depresi yang dialami oleh penderita stroke. Robinson mengatakan

    bahwa penderita stroke yang pada saat serangan akut tidak

    menunjukkan tanda-tanda depresi, pada pemeriksaan ulang yang

    dilakukan 6 bulan kemudian dijumpai sekitar 30%-nya

    memperlihatkan gejala depresi. Sementara setengah dari penderita

  • 60

    yang mengalami depresi dalam waktu 2 - 3 bulan setelah terjadinya

    serangan stroke akan tetap menunjukkan tanda-tanda depresi

    selama kurang lebih 1 tahun (Robinson, 2003).

    Lipsay dan kawan kawan mengatakan bahwa sekitar dua

    pertiga pasien depresi pasca stroke akan sembuh dalam waktu 7 8

    bulan kemudian. Akan tetapi penelitian yang dilakukan ashio dan

    wade menyatakan bahwa prevalensi depresi pasca stroke hanya