Hubungan Antara Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan...
Transcript of Hubungan Antara Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan...
1
PENDAHULUAN
Olahraga pada hakikatnya adalah salah satu unsur yang berperan
penting dalam kehidupan manusia. Untuk menjadi sehat dan bugar,
seorang manusia mutlak harus melakukan kegiatan olahraga. Menurut
Renstrom & Roux (1988), olahraga adalah serangkaian gerak raga
yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan
hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas
hidup). Olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina
kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk
merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani, dan
sosial.
Selain memberikan banyak manfaat positif, olahraga pun dapat
memainkan peran menjadi semacam alat untuk mengharumkan nama
suatu daerah bahkan bangsa. Menilik kenyataan di atas, menjadi tidak
mengherankan apabila setiap bangsa di seluruh dunia berlomba-lomba
menampilkan atlet-atlet terbaiknya untuk mencetak prestasi di setiap
pertandingan olahraga karena tingginya prestasi olahraga akan turut
pula mendongkrak citra sebuah bangsa di kancah internasional.
Pembinaan dan latihan-latihan untuk meningkatan kemampuan
secara fisik, kognisi, maupun emosi diberikan kepada tiap atlet dalam
rangka mencapai prestasi yang maksimal. Pada bidang olahraga yang
sama, dengan perlakuan yang sama, dan menggunakan fasilitas
berlatih secara bersama, prestasi yang dihasilkan pada diri tiap atlet
berbeda. Ada atlet yang dapat memenangkan pertandingan berkali-kali
sedangkan lainnya tidak (Hutapea, 2010).
Untuk menjadi seorang atlet yang berprestasi diperlukan rasa
percaya diri, bakat, pengalaman, dan juga motivasi untuk berprestasi.
Menurut Smith (dalam Satiadarma, 2000), motivasi memiliki peran
2
yang penting dalam mempengaruhi prestasi atlet. Gill (dalam Gould &
Weinberg, 2007) menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah
orientasi individu untuk berusaha mencapai kesuksesan, bertahan saat
gagal, dan mendapatkan penghargaan saat mencapai prestasi.
Menurut Gunarsa (1989), atlet yang berprestasi tinggi hampir
tidak mungkin muncul dari hasil latihan diri sendiri. Dalam banyak hal
justru peran pelatih sangat penting dalam mencetak seorang atlet yang
berkualitas dan berprestasi tinggi. Seorang pelatih bertindak sebagai
pemimpin yang bertugas untuk mengarahkan atletnya untuk mencapai
prestasi yang setinggi-tingginya. Fungsi pelatih sebagai pemimpin
menjadi menarik, karena salah satu kunci utama dalam keberhasilan
para atlet terletak pada kemampuan seorang pelatih dalam memimpin
atletnya (Situmorang, 2008).
Zainun (1990) mengatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi motivasi berprestasi adalah kepemimpinan yang ada
dalam organisasi. Dalam sebuah organisasi terdapat dua pelaku utama
aktivitas organisasi, yaitu pimpinan dan bawahan yang dipimpinnya.
Dengan penerapan fungsi-fungsi manajemen yang tepat oleh para
pemimpin maka akan terjalin hubungan kerjasama yang baik antara
pemimpin dengan bawahannya sehingga pada akhirnya apa yang
menjadi visi, misi, dan tujuan organisasi dapat dicapai. Sejalan dengan
Zainun, Weinberg dan Gould (dalam Satiadarma, 2000)
mengungkapkan bahwa menurut teori orientasi interaksional, salah
satu faktor yang mempengaruhi motivasi adalah gaya kepemimpinan.
Menurut Nawawi (2003) ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu
otoriter, demokratis, dan kendali bebas. Gaya kepemimpinan otoriter
menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan yang bersifat
terpusat pada pemimpin (sentralistik) sebagai satu-satunya penentu,
3
penguasa, dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam
usaha mencapai tujuan organisasi. Sedangkan gaya kepemimpinan
demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan
yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan
pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab
internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. Kekuatan
kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau individu
pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif
dari setiap warga kelompok. Gaya kepemimpinan kendali bebas
(laissez faire) pada gaya kepemimpinan ini sang pemimpin praktis
tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang
berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun
dalam kegiatan kelompoknya, semua pekerjaan dan tanggung jawab
harus dilakukan oleh bawahan sendiri.
Berbeda dengan Nawawi, menurut Burns (1978) terdapat dua
gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan transaksional dan
transformasional. Gaya kepemimpinan transaksional didasarkan pada
otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Sedangkan gaya
kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang
pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan
tanggung jawab mereka lebih dari yang diharapkan. Menurut
Yammarino dan Bass (1990), gaya kepemimpinan transformasional
merupakan gaya kepemimpinan yang mengartikulasikan visi masa
depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara
yang intelektual, dan menaruh perhatian pada perbedaan-perbedaan
yang dimiliki oleh bawahannya. Menurut Burn (dalam Bass, 1985)
kepemimpinan transformasional merupakan perluasan dari
kepemimpinan karismatik; menciptakan visi, dan lingkungan yang
4
memotivasi para bawahan untuk berprestasi melampaui harapan.
Situmorang (2008) menyatakan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan
yang paling baik. Gaya kepemimpinan hendaknya disesuaikan dengan
keadaan dan kebutuhan yang ada di lapangan.
Dalam penelitian ini, subjek yang akan diteliti adalah atlet
olahraga cabang kempo di Provinsi Jawa Tengah. Olahraga kempo
memiliki nama asli Shorinji Kempo dan atlet Kempo disebut kenshi.
Kempo adalah beladiri yang semula berasal dari India yang kemudian
berkembang pesat di daratan Cina dan kini berpusat di Jepang.
Olahraga kempo memiliki ciri bertahan yang dipengaruhi oleh dasar
falsafah untuk tidak menyakiti terlebih dahulu. Berdasarkan doktrin
ini, mempengaruhi pula susunan beladiri Kempo, sehingga gerakan
teknik selalu dimulai dengan mengelak atau menangkis serangan
dahulu, baru kemudian membalas. Selanjutnya disesuaikan menurut
kebutuhan, yakni menurut keadaan serangan lawan (PERKEMI, 1990)
Di Indonesia kempo berkembang pada tahun 1966 dengan
terbentuknya PERKEMI (Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia),
dan sejak PON IX tahun 1976 di Jakarta, kempo termasuk salah satu
cabang olahraga yang dipertandingkan. Kempo sudah ada sejak lama,
namun baru berkembang pembinaan dan pelatihannya.
Prestasi tim kempo Indonesia dapat dilihat pada kejuaraan dunia
kempo di Jepang pada tahun 2005 lalu, Indonesia meraih posisi kedua
untuk memperebutkan juara umum (dalam Majalah Tempo Online, 24
Oktober 2005) serta menempati posisi pertama pada kejuaraan dunia
kempo saat menjadi tuan rumah pada tahun 2009 yang lalu (dalam
Kompas.com, 31 Juli 2009). Indonesia menjadi tuan rumah pada Sea
Games XXVI 2011 dan kempo menjadi salah satu cabang olahraga
yang pertama kali ditampilkan di salah satu event olahraga bergengsi
5
ini. Meskipun baru pertama kali ditampilkan dalam Sea Games, tim
kempo Indonesia boleh berbangga karena dapat menjadi juara umum
setelah menyisihkan tujuh negara yang mengikuti cabang olahraga ini
(dalam suarapembaruan.com, 21 November 2011).
Kempo di Jawa Tengah berkembang sejak tahun 1968 dan telah
mengirim atlet-atletnya dalam Kejuaraan Nasional Kempo, Kejuaraan
Nasional antar Mahasiswa Kempo, dan Pekan Olahraga Nasional
namun belum pernah menjadi juara umum, hanya beberapa atlet yang
meraih prestasi (Handayani dan Novianto, 2006).
Berdasarkan wawancara dengan Pengurus Provinsi PERKEMI
Jawa Tengah, prestasi maksimal sulit dicapai karena sulitnya
menyatukan visi dan komitmen setiap atlet. Kepribadian atlet yang
beragam (seperti malas berlatih, mudah emosional, ingin menonjolkan
diri bahkan ada yang sangat disiplin) membuat pelatih mengalami
kesulitan.
Hubungan antara tipe kepribadian atlet dengan motivasi
berprestasi pernah diteliti sebelumnya oleh Hutapea (2010) pada atlet
kempo di DKI Jakarta yang menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan motivasi berprestasi ditinjau dari tipe kepribadian.
Selanjutnya Hutapea mengatakan, untuk meningkatkan motivasi
berprestasi atlet, selain memperhatikan kebutuhan individu yang
bersangkutan, faktor situasional seperti gaya kepemimpinan pelatih,
fasilitas, dan hasil yang pernah dicapai sebelumnya juga harus
diperhatikan. Di PERKEMI Jawa Tengah terdapat berbagai jenis gaya
kepemimpinan pelatih (otoriter, demokratis, transformasional, dan
sebagainya), oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang
persepsi terhadap gaya kepemimpinan pelatih terhadap motivasi
berprestasi atlet.
6
Penelitian lain dilakukan oleh Leonardo (2007) di PB Panorama
Solo menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif
antara motivasi berprestasi atlet dengan gaya kepemimpinan
transformasional pelatih. Semakin tinggi persepsi terhadap gaya
kepemimpinan transformasional pelatih, maka semakin tinggi pula
motivasi berprestasi atlet. Subjek yang digunakan pada penelitian
Leonardo adalah atlet bulutangkis. Menurut (Harsono, 1988), atlet bulu
tangkis membutuhkan konsentrasi tinggi sedangkan pada penelitian
yang peneliti lakukan, peneliti menggunakan atlet kempo yang
merupakan olahraga beladiri dan dibutuhkan agresivitas yang lebih.
Atlet pada olahraga bulutangkis tidak bersentuhan fisik langsung
dengan lawan mainnya. Sedangkan pada olahraga kempo terjadi
kontak fisik langsung dengan lawan mainnya sehingga lebih rentan
terhadap tekanan mental. Seperti yang diungkapkan oleh Simon dan
Marten (dalam Hardy dkk, 1999), kecemasan bertanding akan lebih
tinggi pada olahraga kontak daripada olahraga non-kontak. Dengan
adanya intimasi antara pelatih dengan atlet secara signifikan dapat
mereduksi kecemasan atlet tersebut (Lee, 1993).
Dari beberapa gaya kepemimpinan yang sudah disebutkan di
atas, peneliti mengambil gaya kepemimpinan transformasional untuk
diteliti. Alasan peneliti mengambil gaya kepemimpinan tersebut karena
pada gaya kepemimpinan transformasional pemimpin berhubungan
langsung dengan bawahan dibanding dengan gaya kepemimpinan yang
lain, selain itu gaya kepemimpinan transformasional dapat menjawab
kebutuhan yang ada di dalam PERKEMI Jawa Tengah, seperti
menyamakan visi dalam berkempo, serta menciptakan lingkungan
yang memotivasi para atlet untuk berprestasi dengan maksimal. Di
samping itu, gaya kepemimpinan transformasional ini juga dapat
7
menciptakan hubungan baik antara pelatih dengan atlet pada olahraga
kempo (seperti yang sudah dijelaskan di atas, atlet pada olahraga ini
rentan terhadap kecemasan saat bertanding). Adanya hubungan yang
baik tersebut, dapat menekan tingkat kecemasan atlet pada saat
bertanding sehingga atlet dapat menampilkan performa terbaiknya dan
berprestasi dengan maksimal.
Rumusan Permasalahan
Rumusan permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini
adalah apakah ada hubungan positif antara persepsi terhadap gaya
kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi berprestasi
atlet kempo di PB PERKEMI Jawa Tengah.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui hubungan positif
antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional pelatih
dengan motivasi berprestasi atlet kempo di PERKEMI Jawa Tengah.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini, secara teoritis diharapkan dapat
memberikan sumbangan bagi perkembangan psikologi terutama
Psikologi Industri & Organisasi dan Psikologi Olahraga. Manfaat
praktis Bagi PERKEMI Jawa Tengah, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan gaya
kepemimpinan transformasional di PERKEMI Jawa Tengah guna
meningkatkan motivasi berprestasi atlet. Bagi pelatih, hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai gaya
kepemimpinan transformasional dan motivasi berprestasi atlet,
sehingga dapat memaksimalkan kepemimpinan pelatih serta motivasi
berprestasi atlet yang dibina. Bagi atlet, hasil penelitian diharapkan
8
dapat memberikan gambaran mengenai gaya kepemimpinan
transformasional pelatih dengan motivasi berprestasi atlet, sehingga
atlet dapat memaksimalkan motivasi berprestasinya
TEORI
Teori Motivasi Berprestasi
Menurut Winkel (dalam Uno, 2010) motif adalah daya
penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu,
demi mencapai tujuan tertentu. Motivasi merupakan dorongan yang
terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan
tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut
Alderman (dalam Satiadarma, 2000), motivasi sebagai suatu
kecenderungan untuk berperilaku secara selektif ke suatu arah tertentu
yang dikendalikan oleh adanya konsekuensi tertentu, dan perilaku
tersebut akan bertahan sampai sasaran perilaku dapat dicapai.
Menurut Gill (dalam Gould & Weinberg, 2007), motivasi
berprestasi adalah orientasi individu untuk berusaha mencapai
kesuksesan, bertahan saat gagal, dan mendapatkan penghargaan saat
mencapai prestasi. Gunarsa (2008) mendefinisikan motivasi berprestasi
sebagai suatu dorongan yang harus ada dan penting sekali untuk
mencapai keberhasilan.
Sementara itu, McClelland (1987) mengatakan bahwa motivasi
berprestasi adalah motif yang mendorong individu untuk meraih
sukses dan bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi dengan beberapa
ukuran keunggulan yang dapat berupa prestasinya sendiri pada masa
lampau ataupun dengan orang lain.
9
Aspek-aspek Motivasi Berprestasi
McClelland (1987) mengemukakan aspek-aspek motivasi
berprestasi sebagai berikut:
a. Melakukan cara-cara baru dan kreatif
Individu menyukai pekerjaan yang menuntut usaha dan
kemampuannya, terutama pekerjaan yang menuntut
pengembangan cara-cara baru dan kreatif.
b. Bertanggung jawab
Individu memiliki rasa percaya diri dan bertanggung jawab atas
kegiatan yang dibebankan kepadanya, serta hasil yang nantinya
akan diperoleh dari perilakunya.
c. Mencari atau menggunakan umpan balik
Individu mempunyai keinginan mengetahui hasil konkret dari
usahanya sehingga dapat memperbaiki perilaku dan tidak
mengulangi di masa yang akan datang.
d. Memilih taraf resiko moderat (sedang).
Individu mampu memperhitungkan resiko yang akan diterima
dari pekerjaannya.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Menurut Suryabrata (2002) faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi berprestasi adalah sebagai berikut:
a. Faktor-faktor yang berasal dari luar individu (eksternal)
1. Faktor-faktor non sosial
Faktor-faktor non sosial adalah faktor yang berada diluar
lingkungan sosial yaitu suhu, udara, cuaca, waktu (pagi, sore
ataupun malam), tempat dan sebagainya.
10
2. Faktor-faktor sosial
Faktor-faktor sosial yang dimaksud adalah faktor manusia
(sesama manusia), baik ketika manusia itu hadir secara
langsung maupun tidak langsung.
b. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal)
1. Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis yang dimaksud adalah keadaan
jasmani fisik individu apakah dalam keadaan sehat atau sakit
(keadaan jasmani)
2. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang dimaksud disini adalah cita-cita,
motivasi, keinginan, ingatan, perhatian, pengalaman dan
motif-motif yang mendorong belajar individu. Kebutuhan
psikologis ini pada umumnya bersifat individual.
Teori Persepsi terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional
Pelatih
Persepsi menurut Robbins (2006) adalah proses yang digunakan
individu mengelola dan menafsirkan kesan inderanya dalam rangka
memberikan makna kepada lingkungannya. Atkinson & Atkinson
(1997) mengatakan bahwa persepsi merupakan proses di mana
seseorang mengorganisir dan mentrafser pola stimulus dalam
lingkungan.
Brooks dan Fahey (dalam Situmorang, 2008) menyatakan bahwa
pelatih mempunyai tugas sebagai perencana, pemimpin, teman,
pembimbing, dan pengontrol program latihan. Sedangkan atlet
mempunyai tugas melakukan latihan sesuai program yang telah
ditentukan pelatih. Seorang atlet tidak akan bisa sukses tanpa pelatih
11
yang berpengalaman, sehingga penting untuk menciptakan suatu
hubungan yang baik antara pelatih dengan masing-masing atletnya
(Cogan, 2004). Menurut Adisasmito (2007), pelatih sering berinteraksi
dengan atlet, karena itulah pelatih mempunyai peluang dan tanggung
jawab yang besar untuk mengoptimalkan prestasi atlet untuk
berprestasi.
Cogan (2004) menambahkan bahwa idealnya hubungan antara
pelatih dengan atletnya disertai dengan saling menghormati, saling
pengertian, saling mempercayai dan adanya percakapan yang bersifat
terbuka dan bersifat dua arah antara pelatih dan atletnya serta
pengungkapan perasaan dan permasalahan pribadi.
Gaya kepemimpinan hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan
kebutuhan yang ada di lapangan (Situmorang, 2008). Gaya
kepemimpinan menurut Ranupanjo dan Hustan (2002) adalah pola
tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi
dengan tujuan individu dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Popper & Zakkai (1994) mendefinisikan kepemimpinan
transformasional adalah kepemimpinan yang pro aktif. Pemimpin
semacam ini melihat kondisi saat ini sebagai batu loncatan untuk
pencapaian tujuan di masa depan. Pemimpin transformasional
memiliki visi yang sangat baik, retoris, dan keterampilan manajemen
emosi yang digunakan untuk membangun ikatan emosional yang erat
dengan bawahan, dan mereka cenderung lebih berhasil dalam
menangani perubahan organisasi karena tingkat emosional bawahan
meningkat dan upaya mereka untuk mencapai visi pemimpin (Bass,
1985).
12
Dimensi Gaya Kepemimpinan Transformasional
Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan
tranformasional mempunyai empat dimensi, yaitu:
a. Idealized influence
Pemimpin bertindak sebagai role model. Mereka dihormati,
dikagumi dan dapat dipercaya. Bawahan mengidentifikasikan
mereka dan menggambarkan mereka sebagai sosok yang
menyiratkan kemampuan yang luar biasa, tekun dan penuh tekad.
Pemimpin bersedia mengambil risiko. Mereka secara konsisten
dapat diandalkan untuk melakukan hal yang benar, menampilkan
standar moral dan etika yang tinggi.
b. Inspirational motivation
Pemimpin harus dapat bertindak dengan cara memotivasi dan
memberikan inspirasi dengan menyediakan pengertian dan
tantangan kepada bawahan. Semangat dalam tim muncul, terdapat
optimisme dan antusiame dalam kelompok. Pemimpin
mendapatkan komitmen bawahan untuk terlibat dalam berbagai
pandangan ke depan, dapat menciptakan harapan dengan
komunikasi dan berbagai komitmen terhadap tujuan bersama.
c. Intellectual stimulation
Pimpinan memberikan stimulasi kepada bawahan untuk bersikap
kreatif, inovatif, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
bersifat asumsi menyelesaikan masalah dengan cara baru
(membuat pendekatan baru dalam menghadapi masalah).
Kreativitas didorong, hal ini akan meminimalisir kesalahan
menjadi isu yang dapat dikendalikan.
13
d. Individualized consideration
Pemimpin memiliki perhatian khusus pada tiap-tiap individu,
kebutuhan dan dorongan untuk prestasinya. Bawahan dan rekan
didorong untuk memanfaatkan potensi secara optimal.
Pertimbangan individu ditunjukkan ketika adanya kesempatan
terhadap pembelajaran baru dengan menciptakan iklim yang
mendukung. Perilaku pemimpin menunjukkan penerimaan
terhadap perbedaan individu. Komunikasi dua arah dibentuk
dengan interaksi dengan bawahan yang bersifat pribadi. Pemimpin
mendelegasikan tugas sebagai maksud pengembangan terhadap
bawahan. Tugas-tugas yang diberikan diperhatikan dan dilihat
apakah bawahan membutuhkan pengarahan tambahan atau
dukungan untuk menilai kemajuan tugas.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh atlet kempo di PERKEMI Jawa Tengah.
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu
pemilihan sampel yang bertitik tolak pada penilaian peneliti bahwa
sampel yang dipilih benar-benar representatif sesuai dengan tujuan
penelitian (Sugiarto dkk, 2003). Subjek dalam penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 60 orang atlet kempo yang
pernah mengikuti kejuaraan minimal tingkat provinsi dengan rentang
usia 18-30 tahun.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur berupa
skala. Skala motivasi berprestasi disusun berdasarkan aspek-aspek
motivasi berprestasi menurut McClelland (1987) yaitu melakukan
cara-cara baru dan kreatif, bertanggung jawab, mencari atau
14
menggunakan umpan balik, memilih taraf resiko moderat (sedang).
Skala gaya kepemimpinan transformasional disusun berdasarkan
aspek-aspek gaya kepemimpinan transformasional menurut Bass dan
Avolio (1994) yaitu idealized influence, inspirational motivation,
intellectual stimulation, individual consideration. Skala yang
digunakan untuk memberikan skor pada tiap item yaitu menggunakan
skala Likert dengan empat alternatif jawaban. Bentuk item dari skala
terdiri dari pernyataan pendukung (favorable) dan pernyataan tidak
mendukung (unfavorable). Untuk butir-butir jawaban favorable skor
untuk SS (Sangat Setuju) adalah 4, skor untuk S (Setuju) adalah 3, skor
untuk TS (Tidak Setuju) adalah 2, dan skor untuk STS (Sangat Tidak
Setuju) adalah 1. Untuk butir-butir jawaban unfavorable skor untuk SS
(Sangat Setuju) adalah 1, skor untuk S (Setuju) adalah 2, skor untuk
TS (Tidak Setuju) adalah 3, dan skor untuk STS (Sangat Tidak Setuju)
adalah 4.
HASIL
Uji validitas dan reliabilitas tes dari dua skala menggunakan
SPSS for windows 17. Hasil analisis pada skala motivasi berprestasi
(menggunakan koefisien korelasi item total > 0,25) dari 32 item yang
diuji terdapat 26 item yang valid dengan reliabilitas α = 0,801.
Sedangkan untuk skala gaya kepemimpinan transformasional
(menggunakan koefisien korelasi item total > 0,25) dari 36 item yang
diuji terdapat 34 item yang valid dengan reliabilitas α = 0,928.
Dalam penelitian ini juga dilakukan uji normalitas untuk
mengetahui normal tidaknya distribusi data penelitian pada masing-
masing variabel. Uji normalitas dihitung menggunakan tes
Kolmogorov-Smirnov. Hasil untuk variabel motivasi berprestasi
15
sebesar 0,092 dengan p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji normalitas variabel gaya
kepemimpinan transformasional diperoleh sebesar 0,265 dengan p >
0,05. Hal ini juga menunjukkan data berdistribusi normal.
Selain itu, pada penelitian ini juga dilakukan uji linearitas untuk
menunjukkan bahwa motivasi berprestasi mempunyai korelasi yang
linear dengan gaya kepemimpinan transformasional. Hal ini terlihat
pada tabel Anova dengan nilai F sebesar 0,759 (p > 0,05).
Dari 60 atlet kempo yang menjadi sampel penelitian, 55% atlet
memiliki motivasi berprestasi yang berada pada kategori sangat tinggi,
45% atlet berada pada kategori tinggi, 0% atlet berada pada kategori
rendah dan sangat rendah atau tidak ada atlet yang termasuk dalam
kategori tersebut. Sedangkan persepsi terhadap gaya kepemimpinan
transformasional pelatih 56,7% atlet memiliki skor persepsi terhadap
gaya kepemimpinan transformasional yang berada pada kategori
sangat tinggi, 43,3% atlet berada pada kategori tinggi, 0% atlet berada
pada kategori rendah dan sangat rendah atau tidak ada atlet yang
termasuk dalam kategori tersebut.
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi menggunakan Product
Moment dari Pearson, antara motivasi berprestasi dengan persepsi
terhadap gaya kepemimpinan transformasional pelatih diperoleh
koefisien korelasi sebesar r = 0,575 dengan taraf signifikansi p < 0,05.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif dan
signifikan antara motivasi berprestasi dengan persepsi terhadap gaya
kepemimpinan transformasional pelatih.
16
PEMBAHASAN
Uji korelasi menggunakan teknik korelasi Pearson dengan
bantuan SPSS 17.0 menghasilkan r = 0,575 dengan p < 0,05. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara gaya
kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi berprestasi
atlet sehingga semakin tinggi gaya kepemimpinan transformasional
maka semakin tinggi motivasi berprestasi atlet, begitu pula sebaliknya
semakin rendah gaya kepemimpinan transformasional maka semakin
rendah pula motivasi berprestasi atlet. Hal ini menunjukkan bahwa
gaya kepemimpinan transformasional yang digunakan pada PB
PERKEMI Jawa Tengah dinilai tinggi sehingga motivasi berprestasi
yang ditunjukkan atlet juga tinggi.
Podsakoff dkk (1996) mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang
memengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku bawahan dengan terjadi
peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja,
dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam
suatu organisasi. Penelitian serupa dikemukakan Masi dan Cooke
(2000) yang meneliti gaya kepemimpinan transformasional
berpengaruh pada motivasi, komitmen dan peningkatan produktivitas
bawahan. Hal ini membuktikan bahwa penelitian ini sesuai dengan
penelitian Podsakoff dkk serta Masi dan Cooke tersebut.
Pada penelitian ini dapat diketahui rata-rata yang ditunjukkan
pada variabel motivasi berprestasi atlet sebesar 86,73 ada pada
kategori sangat tinggi, sedangkan variabel gaya kepemimpinan
transformasional rata-rata sebesar 113,68 berada pada kategori sangat
tinggi. Hal ini menunjukkan rata-rata nilai yang diperoleh dari sampel
sangat tinggi, namun berdasarkan kondisi yang peneliti temukan,
17
prestasi atlet kempo Jawa Tengah belum menempati peringkat tinggi
dalam pertandingan tingkat nasional.
Weinberg dan Gould (dalam Satiadarma, 2000) mengungkapkan
bahwa menurut teori orientasi interaksional, motivasi tidak hanya
dikaji berlandaskan pada individu yang terkait (atlet yang
bersangkutan), juga tidak hanya dilandasi oleh faktor situasional,
melainkan bagaimana interaksi kedua aspek ini berlangsung.
Berdasarkan hal tersebut, ada sejumlah faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam meningkatkan motivasi atlet. Dalam diri atlet
misalnya terdapat aspek kebutuhan, minat, sasaran, dan kepribadian
atlet itu sendiri yang kesemuanya perlu mendapat perhatian. Dalam
faktor situasional, gaya kepemimpinan, fasilitas, dan hasil yang pernah
diperoleh memiliki peran signifikan sebagai pembangkit motivasi atlet.
Berbagai faktor yang ada ini harus saling mendukung untuk bisa
membangkitkan motivasi atlet untuk berprestasi.
Total sumbangan efektif dari aspek-aspek yang ada dalam
variabel gaya kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi
berprestasi atlet adalah sebesar 33,1% yang berarti masih terdapat
66,9% faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi atlet
diluar variabel gaya kepemimpinan transformasional, seperti faktor
dalam diri atlet itu sendiri (kebutuhan, minat, sasaran, dan kepribadian)
serta faktor situasional (fasilitas dan hasil yang pernah diperoleh)
sehingga kemungkinan masih dapat diteliti lebih lanjut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah
diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan
18
transformasional pelatih dengan motivasi berprestasi atlet. Gaya
kepemimpinan transformasional yang tinggi akan mengakibatkan
motivasi berprestasi yang tinggi pula pada atlet. Gaya kepemimpinan
transformasional pelatih dan motivasi berprestasi atlet kempo Jawa
Tengah berada dalam kategori sangat tinggi. Sumbangan efektif gaya
kepemimpinan transformasional pelatih terhadap motivasi berprestasi
atlet sebesar 33,1% dan sisanya 66,9% dipengaruhi oleh faktor lain.
SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan peneliti sesuai dengan hasil
penelitian, antara lain:
1. Bagi PB PERKEMI Jawa Tengah
PB PERKEMI Jawa Tengah sebaiknya dapat memotivasi
atlet untuk mempertahankan motivasi berprestasinya, dengan cara
memberikan perhatian, arahan dan bimbingan serta pembinaan
psikologis pada setiap atlet sehingga atlet bisa memaksimalkan
prestasinya. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
gambaran motivasi berprestasi dan gaya kepemimpinan
transformasional di PERKEMI Jawa Tengah.
2. Bagi pelatih
Pelatih sebaiknya dapat mempertahankan gaya
kepemimpinan transformasional yang ada. Pelatih diharapkan
dapat lebih memperhatikan kebutuhan setiap atlet serta
memperhatikan faktor-faktor lain (seperti kondisi psikologis,
kebutuhan, sasaran, dll) yang ada dalam diri atlet untuk
memaksimalkan motivasi berprestasinya.
19
3. Bagi atlet kempo Jawa Tengah
Atlet sebaiknya dapat mempertahankan motivasi berprestasi
yang sudah ada. Atlet juga diharapkan dapat lebih membuka diri
tentang kesulitan-kesulitannya dalam berlatih sehingga dapat
meningkatkan produktivitasnya.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi pihak yang tertarik untuk mengadakan penelitian
lanjut tentang topik yang serupa diharapkan memperhatikan dan
memperbaiki kekurangan yang ada guna mendapatkan
penyempurnaan dari penelitian ini. Mengingat ada 66,9% dari
hasil yang didapat menunjukkan adanya faktor lain yang
mempengaruhi motivasi berprestasi selain gaya kepemimpinan
transformasional, maka diharapkan peneliti selanjutnya dapat
mengembangkan variabel-variabel lain yang belum disertakan
dalam penelitian ini seperti faktor dalam diri atlet itu sendiri
(kebutuhan, minat, sasaran, dan kepribadian) serta faktor
situasional (fasilitas dan hasil yang pernah diperoleh).
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, L. S. (2007). Mental Juara Modal Atlet Berprestasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Atkinson, R. L., Atkinson, R. C. (1997). Pengantar Psikologi 1 (judul
asli Introduction to Psychology 8th
edition). Jakarta: Erlangga
Bass, B. M. (1985). Leadership and Performance Beyond
Expectations. New York: Free Press
20
Bass, B. & Avolio, B. (1994). Improving organizational effectiveness
through transformational leadership. Thousand Oaks, CA:
Sage Publications
Burns, J. (1978). Leadership. New York: Harper & Row
Cogan, K. D. & Vidmar, P. (2004). Sport Psychology Library:
Gymnastic. New York: Data Reproductions Corporation
Gould, D. & Weinberg, R. S. (2007). Foundations of Sport and
Exercive Psychology (4th
edition). Champaign, IL: Human
Kinetics
Gunarsa, S. D. (1989). Psikologi Olah Raga. Jakarta: Gunung Mulia
____________ (2008). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: Gunung
Mulia
Handayani, C. S. & Novianto, A. (2006). 40 tahun PERKEMI:
Membangun Masyarakat Tempaan. Jakarta: PB PERKEMI
Hardy, L., Jones, G., Gould, D. (1999). Understanding Psychological
Preparation for Sport :Theory and Practice of Elite
Performers. New York: John Wiley & Sons, Inc Gould, D., &
Weinberg, R. S. (2007). Foundations of Sport and Exercive
Psychology (4th
edition). Champaign, IL: Human Kinetics
Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologi dalam
Coaching. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
21
http://edukasi.kompas.com/read/2009/07/31/18172046/Indonesia.Juara
.Umum.Kejuaraan.Dunia.Kempo
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2005/10/24/OR/mbm.2005
1024.OR117009.id.html
http://www.suarapembaruan.com/home/indonesia-juara-umum-
kempo/13828
Hutapea, B. (2010). Studi Komparatif tentang Motivasi Berprestasi
pada Atlet Kempo Propinsi DKI Jakarta Ditinjau dari
Kepribadian. Jurnal Psikobuana. 1,3. 199-209
Lee, M. (1993). Coaching Children in Sport: Principle and Practice.
London: E & FN Spon
Leonardo. (2007). Hubungan antara Gaya Kepemimpinan
Transformasional dengan Motivasi Berprestasi Atlet
Bulutangkis di PB Panorama Solo. Skripsi. Salatiga:
Universitas Kristen Satya Wacana
Masi, R. J., Cooke, R. A. (2000). Effect of Transformational
Leadership on Subordinate Motivation, Empowering Norms,
and Organizational Productivity. The International Journal of
Organizational Analysis, 8, 1. 16-47.
McClelland, C. D. (1987). Human Motivation. New York: Cambridge
University Press
22
Nawawi, H. (2003). Perencanaan SDM untuk Organisasi Profit yang
Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
PB PERKEMI. (1990). Buku Pelajaran Kyu IV. Jakarta: PB
PERKEMI
Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B. & Bommer, W. H. (1996).
Transformational leader behaviors and substitutes for
leadership as determinants of employee satisfaction,
commitment, trust, and organizational citizenship behaviors.
Journal of Management. 22. 259-298
Popper, M., & Zakkai, E. (1994). Transactional, Charismatic, and
Transformational Leadership: Conditions Conductive to Their
Predominance. Leadership And Organizational Development
Journal. 15,6. 3-7
Ranupandojo, H & Husnan, S. (2002). Manajemen Personalia.
Yogyakarta: BPFE
Robbins, S. P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks,
Kelompok Gramedia
Renstrom, P. & Roax, C. (1988). Clinical implications of sports
injuries. dalam A. Dirix, H. G. Knuttgen, & K. Tittel (Eds) The
olympic book of sports medicine. London: Blackwell
Scientific.
Satiadarma, M. P. (2000) Dasar-dasar Psikologi Olahraga, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
23
Situmorang, A. S. (2008). Gaya Kepemimpinan Pelatih Olahraga
dalam Upaya Mencapai Prestasi Maksimal. Jurnal PKR 2.
Bandung: FPOK Universitas Pendidikan Indonesia
Sugiarto, S. D., Sunaryanto, L. T., Oetomo, D. S. (2003). Teknik
Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Suryabrata, S. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Uno, H. B. (2010). Teori Motivasi dan Pengukurannya, Analisis di
Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Yammarino, F. J. and Bass, B. M., (1990). Longterm forecasting of
transformational leadership and its effects among Naval
Officers: some preliminary findings. In K.E. Clark and M.B.
Clark (Eds.). Measures of Leadeship (26-47). West Orange, NJ:
Leadership Library of America.
Zainun. (1990). Psikologi Perusahaan. Bandung: PT Bintang Jaya