Hubungan Antara Motivasi dan Kinerja Perawat Pendahuluan
Transcript of Hubungan Antara Motivasi dan Kinerja Perawat Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 mengamanatkan
bahwa dalam rangka melaksanakan upaya kesehatan, diperlukan sumber daya
kesehatan yang memadai. Sumber daya kesehatan tersebut meliputi tenaga kesehatan
yang bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan
bidang keahlian dan status kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.
(Anonim, 1992)
Perawat bekerja diseluruh tatanan pelayanan kesehatan baik dirumah sakit,
klinik-klinik kesehatan dan masyarakat luas. Kualitas pelayanan keperawatan,
khususnya pelayanan kesehatan masyarakat sangat menentukan kualitas pelayanan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. (Kepmenkes No. 279,2006). Adapun
tugas pokok perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan
keperawatan individu, keluarga, kelompok, masyarakat dalam upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan serta
pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang
keperawatan/kesehatan. (Kepmen PAN No. 94, 2001) Perawat merupakan profesi
kesehatan terbesar di dunia, 60% tenaga kesehatan di Indonesia adalah perawat,
bekerja selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu untuk merawat dan
melayani masyarakat. (Achir Yani, 2008). Selain menjalankan tugas
keperawatan,perawat juga melakukan tugas non keperawatan meliputi : 78 % perawat
melakukan diagnosis penyakit, 79 % menulis resep, 87 % melakukan tindakan
pengobatan, 43 % melakukan tindakan kebidanan, 39 % melakukan tindakan
persalinan, 31 % melakukan perawatan nifas, 41 % melakukan kegiatan kebersihan,
35 % melakukan tugas administrasi (Ilham, 2008).
Mutu sumber daya kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini
tercermin dari kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang belum
optimal. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004
ditemukan 23,2% masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Jawa dan Bali
menyatakan tidak atau kurang puas terhadap pelayanan rawat jalan yang
diselenggarakan oleh rumah sakit pemerintah di kedua pulau tersebut (Anonim, 2004)
Dalam hal peningkatan tenaga keperawatan, Carpetino (1999) mengemukakan
bahwa perkembangan pelayanan keperawatan saat ini telah melahirkan paradigma
keperawatan yang menuntut adanya pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini
dapat dilihat dari adanya dua fenomena sistem pelayanan keperawatan yakni
perubahan sifat pelayanan dari fakasional menjadi profesional dan terjadinya
pergeseran fokus pelayanan asuhan keperawatan. Fokus asuhan keperawatan berubah
dari peran kuratif dan promotif menjadi peran promotif, pereventif,kuratif dan
rehabilitatif. Disiplin dan motivasi tenaga keperawatan yang baik dalam pelayanan
kesehatan bagi masyarakat merupakan harapan bagi semua pengguna pelayanan.
Disiplin dan motivasi yang rendah akan berdampak negatif, karena pengguna jasa
pelayanan akan meninggalkan Puskesmas dan beralih ketempat pelayanan kesehatan
lainnya. Untuk itu diperlukan tenaga perawat yang profesional yang dapat
memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, efisien dan bermutu.
Di Indonesia, perawat profesional baru mencapai 2% dari total perawat yang
ada. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Filipina yang sudah mencapai
40% dengan pendidikan strata satu dan dua (Ilyas, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Keperawatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan World Health Organization
(WHO) tahun 2000 di Provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi
Utara, Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menemukan bahwa
70% perawat dan bidan selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan,
39,8% masih melakukan tugas-tugas kebersihan, 47,4% perawat dan bidan tidak
memiliki uraian tugas dan belum dikembangkan monitoring dan evaluasi kinerja
perawat dan bidan khususnya mengenai keterampilan, sikap, kedisiplinan dan
motivasi kerjanya (Ahmad Jaiz,2007)
Penelitian tentang waktu kerja produktif personil Puskesmas di Indonesia
ditemukan bahwa waktu kerja produktif personil adalah 53,2% dan sisanya 46,8%
digunakan untuk kegiatan non produktif. Dari 53,2% kinerja produktif, hanya
13,3% waktu yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan, sedangkan
sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang pelayanan kesehatan
(Ilyas,2001).
Di kabupaten Ngawi pada tahun 2008, dari 304 tenaga perawat Puskesmas
56,3% (171 orang) adalah tamatan Diploma III Keperawatan, 39,8 % (121 orang)
adalah tamatan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), sisanya hanya 3,9 % (12
orang) berpendidikan D-4 dan Sarjana Keperawatan. (Bank Data Dinas Kesehatan
Ngawi, 2008). Jika asumsi profesionalisme ditentukan oleh tingkat pendidikan
minimal D-3 Keperawatan, maka dikabupate Ngawi baru 60,2% tenaga perawat
profesional.
Sejauh ini, belum ada penelitian yang mengangkat tentang hubungan antara
motivasi dan kinerja perawat di Puskesmas di Kabupaten Ngawi.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis akan melaksanakan penelitian tentang
hubungan motivasi dan kinerja perawat di Puskesmas Geneng Kabupaten Ngawi
tahun 2009.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara motivasi dan kinerja perawat di Puskesmas
Geneng kabupaten Ngawi.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengatahui hubungan antara motivasi dan kinerja perawat di Puskesmas
Geneng Kabupaten Ngawi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui motivasi dari perawat di Puskesmas Geneng Kabupaten Ngawi
2. Mengetahui kinerja dari perawat di Puskesmas Geneng Kabupaten Ngawi
3. Mengetahui tingkat hubungan antara motivasi dan kinerja perawat di
Puskesmas Geneng Kabupaten Ngawi
4. Mengidentifikasi penyebab stres/stressor pada perawat di Puskesmas
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan hubungan antara motivasi dan kinerja
perawat di Puskesmas Geneng Kabupaten Ngawi sehingga dapat digunakan sebagai
kerangka dalam pengembangan ilmu manajemen keperawatan yang berhubungan
dengan kinerja perawat untuk keberhasilan mencapai tujuan pelayanan keperawatan /
kesehatan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dengan mengetahui hubungan antara stres dan kinerja perawat komunitas dapat
dijadikan sebagai bahan untuk perbaikan manajemen keperawatan/kesehatan di
Puskesmas.