HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN...

21
xiv HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PENDERITA HIPERTENSI Hana Yunita Sri Kusrohmaniah INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah tidak ada hubungan antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi. Semakin tinggi manajemen diri, maka semakin rendah tingkat kecemasan pada penderita hipertensi. Sebaliknya semakin rendah manajemen diri penderita hipertensi, maka semakin tinggi tingkat kecemasan. Subjek dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang berobat di Puskesmas Ngaglik Sleman dan Puskesmas Kokap I Wates. Terdiri dari 11 Subjek yang berobat di Puskesmas Ngaglik dan 3 subjek di Puskesmas Kokap I. Alat ukur yang digunakan adalah skala manajemen diri berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Averril (1976), Bagozzi (1992) dan skala kecemasan berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Daradjat (1990), Blackburn & Davidson (1994) Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 10,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan. Korelasi Spearman’s rho menunjukkan korelasi sebesar r = -0,306; p = 0,144 (p > 0,05), yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Jadi hipotesis penelitian tidak diterima. Kata kunci : manajemen diri, tingkat kecemasan

Transcript of HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN...

xiv

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN

TINGKAT KECEMASAN PADA PENDERITA HIPERTENSI

Hana Yunita

Sri Kusrohmaniah

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah tidak ada hubungan antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi. Semakin tinggi manajemen diri, maka semakin rendah tingkat kecemasan pada penderita hipertensi. Sebaliknya semakin rendah manajemen diri penderita hipertensi, maka semakin tinggi tingkat kecemasan. Subjek dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang berobat di Puskesmas Ngaglik Sleman dan Puskesmas Kokap I Wates. Terdiri dari 11 Subjek yang berobat di Puskesmas Ngaglik dan 3 subjek di Puskesmas Kokap I. Alat ukur yang digunakan adalah skala manajemen diri berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Averril (1976), Bagozzi (1992) dan skala kecemasan berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Daradjat (1990), Blackburn & Davidson (1994) Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 10,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan. Korelasi Spearman’s rho menunjukkan korelasi sebesar r = -0,306; p = 0,144 (p > 0,05), yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Jadi hipotesis penelitian tidak diterima. Kata kunci : manajemen diri, tingkat kecemasan

xv

Pengantar

Latar Belakang Masalah

Memasuki abad ke XXII, yaitu abad dimana era jaman sudah modern dan

masyarakat Indonesia secara langsung berhadapan dengan berbagai masalah,

perubahan tingkat sosial, moneter, ekonomi dengan kadar yang semakin terpuruk

dan gaya hidup dalam dekade terakhir telah menyebabkan perubahan pola

penyakit. Saat ini penyakit degenaratif dan keganasan menjadi masalah kesehatan

utama di dunia termasuk di Indonesia (http://www.google.com. 22/02/04).

Salah satu masalah kesehatan yang saat ini banyak menjadi pembicaraan

adalah penyakit hipertensi dan aspek-aspek psikologis yang menyertainya. Pada

umumnya penderita penyakit hipertensi adalah orang-orang yang berusia di atas

40 tahun, namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia

muda. Di Amerika Serikat, sekitar seperempat jumlah penduduk dewasa

menderita hipertensi, mereka yang menderita hipertensi mempunyai resiko besar

bukan saja terhadap penyakit jantung, tetapi juga terhadap penyakit lain seperti

penyakit saraf, ginjal dan vaskular. Makin tinggi tekanan darah makin besar

resikonya (http://www.google.com. 22/02/04). Gunarsa (1998) menambahkan

bahwa hipertensi yang dialami pada usia lanjut banyak dipengaruhi oleh proses

perubahan, baik perubahan kemunduran fisik, perubahan fisiologis maupun

perubahan sosial. Perubahan-perubahan fisik bagi usia lanjut sebagai penurunan

terhadap fungsi organ yaitu dalam beraktivitas, sedangkan perubahan sosial

mempunyai dampak terhadap aktivitas sosial dalam kehidupannya.

xvi

Hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor genetik,

perubahan gaya hidup, juga akibat kondisi psikis penderita. Penderita hipertensi

mengalami kecemasan dari situasi buruk yang terjadi dari dalam dan luar dirinya,

pada setiap kejadian entah terjadi kecelakaan atau musibah yang disusul dengan

persepsi yang manifestasinya berupa rasa takut, gelisah, dan perasaan tak

menentu. Jatno (1995) mengemukakan bahwa jika hal ini berlangsung lama

seseorang akan kehilangan kontrol. Dari respon tubuhnya akan menimbulkan

respon yang mengaktivasi sistem neorohormonal. Akibatnya akan memacu saraf

simpatis dan renin angiostenin dan akan meningkatkan denyut jantung.

Kecemasan merupakan pengalaman emosional yang berlangsung singkat

dan merupakan respon yang wajar, pada saat individu menghadapi tekanan atau

peristiwa yang mengecam kehidupannya. Perbedaan antara kecemasan yang

dialami pada orang normal dan pada penderita hipertensi terlihat dari respon pada

saat menghadapi situasi, hal ini sesuai dengan Lazarus (1991) yang

mengemukakan kecemasan sebagai state anxiety yaitu gejala kecemasan yang

timbul bila individu dihadapkan pada situasi tertentu dan gejalanya akan nampak

selama situasi tersebut terjadi. Kecemasan yang dialami subjek dapat

ditanggulangi oleh kemampuan subjek sendiri yaitu manajemen diri yang

dilakukan subjek dengan pengaturan, pengelolaan, dan pengendalian diri.

Suhartini (1992) mendefinisikan manajemen diri adalah suatu prosedur

yang menuntut seseorang untuk mengarahkan atau mengatur tingkah lakunya

sendiri. Pengelolaan diri akan lebih mudah dilakukan jika individu memiliki

xvii

kematangan secara emosi, penalaran tinggi dan mampu mengelola stress yang

terjadi pada dirinya.

Hubungan antara manajemen diri dengan kecemasan adalah kecemasan

yang dialami penderita hipertensi dapat dikurangi dengan mengarahkan atau

mengatur dan mengontrol tingkah lakunya, sebab subjek adalah orang yang paling

mengetahui akan kekurangan dan kelebihan dirinya. Diperlukannya manajemen

diri pada penderita hipertensi agar tidak menimbulkan kecemasan, karena

kecemasan dapat menyebabkan kondisi fisik dan psikologis penderita semakin

memburuk. Kesimpulannya adalah jika penderita hipertensi memiliki kemampuan

manajemen diri yang baik, maka kecemasan yang dialaminya akan semakin

rendah.

xviii

Tinjauan Pustaka

Kecemasan

Definisi kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang

bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan

(frustasi) dan pertentangan batin (konflik) Daradjat (1990). Lazarus (1991)

menjelaskan bahwa kecemasan mempunyai dua arti, yaitu kecemasan sebagai

respon dan kecemasan sebagai intervening variable. Kecemasan sebagai respon

merupakan suatu reaksi terhadap pengalaman tertentu, suatu keadaan pada diri

seseorang yang diketahui dari apa yang dikatakannya, bagaimana dia bertindak

atau dari perubahan fisiologis yang dihubungkan dengan reaksi terhadap

pengalaman itu. Kecemasan sebagai respon diantaranya adalah sebagai :

a. State Anxiety merupakan gejala kecemasan yang timbul bila individu

dihadapkan pada situasi tertentu dan gejalanya akan nampak selama situasi

tersebut terjadi. Jadi kecemasan jenis ini ditentukan oleh tingkat tekanan darah

dari situasi tertentu dan pegalaman-pengalaman individu tentang tekanan itu.

b. Trait Anxiety merupakan suatu keadaan yang menetap pada diri individu,

berhubungan dengan kepribadian individu yang mengalaminya. Sehingga

merupakan disposisi untuk menjadi cemas dalam menghadapi berbagai situasi

dan dipandang sebagai suatu simtom atau keadaan yang menunjukkan adanya

kesukaran dan penyesuaian diri.

Kecemasan sebagai Intervening Variable, yakni kecemasan yang

mempengaruhi serangkaian stimulus respon dan tidak tampak secara fisik. Namun

secara psikologis ternyata membutuhkan perhatian yang serius. Kecemasan yang

xix

terjadi tidak dapat diketahui secara langsung melalui observasi, hanya dapat

diketahui dari peristiwa yang mendahului serta akibat yang ditimbulkan.

Kecemasan seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek. Daradjat (1990)

membagi dua aspek kecemasan yaitu:

1. Aspek Psikologis, yaitu terkait dengan kondisi jiwa seseorang yang mengalami

kecemasan meliputi perasaan gelisah, gugup, tegang, menyesal, risau, kacau

dan khawatir, perasaan tidak berguna, kehilangan gairah dan konsentrasi, yang

biasanya dialami oleh orang yang sedang cemas.

2. Aspek Fisiologis menyangkut kondisi badan / tubuh seseorang yang cemas

yang ditunjukkan dari ekspresinya seperti gemetar, pucat, menggigit-gigit

kuku, denyut jantung, pernafasan, keluarnya keringat, aktivitas kelenjar

adrenalin, dan lain-lain.

Blackburn & Davidson (1994) membuat Analisis Fungsional Gangguan

Kecemasan, yang menjelaskan reaksi terhadap kecemasan. Analisis tersebut

digambarkan dalam Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Simtom-simtom

psikologis Keterangan

Suasana hati

Pikiran Motivasi Perilaku Gejala bilogis

Kecemasan, mudah marah, perasaan sangat tegang Khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, tidak berdaya

Menghindari situasi, ketergantungan tinggi, ingin melarikan diri Gelisah, gugup, kewaspadaan berlebihan Gerakan otomatis, meningkat, berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.

xx

Manajemen Diri

Gie (1996) mengungkapkan manajemen diri atau self management adalah

segenap kegiatan dan langkah mengatur dan mengelola diri dengan sebaik-

baiknya, sehingga mampu membawa kearah tercapainya tujuan hidup. Strategi

pertama dan utama dalam manajemen diri adalah berusaha mengetahui diri sendiri

dari segala kelebihan dan kekurangan (kelemahan) walaupun potensinya. Dengan

mengenali diri sendiri, seorang individu dapat mengetahui apa yang sesungguhnya

ia butuhkan dalam hidup ini.

Manz (1986) mengemukakan bahwa untuk dapat mengendalikan diri sendiri

secara langsung maka individu dapat menciptakan atau mengubah isyarat berapa

benda, barang, hal yang ada di sekitar individu tersebut untuk mempengaruhi

perilakunya. Dasar yang dibuat bagi diri kita sendiri adalah informasi yang kita

punyai tentang diri kita sendiri dengan mengamati perilaku diri sendiri dan

alasan-alasan yang melatarbelakanginya, individu akan mendapatkan informasi

yang perlu untuk mengatur dirinya sendiri secara efektif.

Menurut Kartono (1989) terdapat empat macam teknik manajemen diri

untuk mengendalikan konflik yaitu :

(a) Mengeluarkan dan membicarakan kesulitan

(b) Menghindari masalah sementara waktu

(c ) Menyelesaikan satu tugas tertentu atau mencari kesibukan lain

(d) Menjadikan diri sendiri berguna

xxi

Penderita Hipertensi

Kaplan (dalam Soeparman, 1990) memberi batasan-batasan hipertensi,

yaitu digolongkan menurut usia dan jenis kelamin sebagai berikut :

1. Pria, usia < 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas atau

sama dengan 130/90 mmHg

2. Pria, usia > 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas

145/95 mmHg

3. Pada wanita tekanan darah di atas atau sama dengan 160/95 mmHg dinyatakan

hipertensi.

Hubungan Antara Manajemen Diri Dengan Tingkat Kecemasan

Suatu fenomena terjadi pada diri manusia yaitu bahwa tekanan jiwa stress

berhubungan erat dengan peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya (termasuk

penyakit yang sedang dialaminya). Salah satu masalah kesehatan yang saat ini

banyak menjadi pembicaraan adalah penyakit hipertensi dan aspek-aspek

psikologis yang menyertainya. Penderita hipertensi akan mengalami kecemasan

tidak hanya dari situasi buruk yang terjadi tetapi jika tekanan darahnya naik secara

otomatis gejala-gejala diatas akan timbul dan akan menambah tingkat

kecemasannya. Hal itulah yang membedakan antara kecemasan orang normal

dengan penderita hipertensi, misalnya kecemasan yang dialami berasal dari

sumber stressor yang sama. Mereka sama-sama mengalami kecemasan hanya saja

yang membedakan adalah kondisi fisik pada saat merespon situasi buruk..

Prawirohardjo (1984), mengaitkan hipertensi dengan kecemasan sebagai

gangguan emosionil yang dialami individu. Dalam menghadapi suatu masalah,

xxii

individu yang sehat akan menemukan dan mengambil langkah yang diperlukan

untuk memecahkan (problem solving) atau melakukan adaptasi perilaku supaya

bisa menyesuaikan diri, bila masalahnya tidak bisa dipecahkan, dengan

mengekspresikan emosinya secara normal. Individu yang mengalami kecemasan

tidak mempunyai pengetahuan sikap seperti ini, dan akan memberi respon

terhadap situasi tersebut dengan jalan menunjukkan gejala-gejala somatik (digestif

atau kardiovaskuler), karena banyak manifestasi perilakunya cenderung mengarah

dalam bentuk gejala somatik.

Muchlas (1997) menambahkan bahwa penderita penyakit kardiosvaskular

secara subyektif merasa bahwa penyakit yang dideritanya sukar disembuhkan atau

memerlukan pengobatan yang lama dan bersifat life-treatening, sehingga

menimbulkan stress dalam kehidupannya, padahal stress yang berat atau kronik

dapat menimbulkan gangguan jiwa dan gangguan fisik.

Berdasar hasil pembicaraan dengan beberapa pasien diketahui bahwa

pasien hipertensi memiliki banyak pantangan yang harus dijauhi. Dokter biasa

memberi nasihat pada pasien agar menjauhi pantangan makanan yang diberikan

serta menjauhi hal-hal yang akan membuat pasien cemas, karena hanya akan

meningkatkan tekanan darahnya. Dengan mematuhi aturan yang diberikan dokter,

pasien masih saja merasa cemas, hal ini disebabkan faktor dari dalam dan luar

dirinya dan manifestasinya akan meningkatkan tekanan darah sehingga akan

timbul gejala-gejala seperti pusing, rasa tegang di otot-otot dada, leher, serta

punggung. Maka dari itu agar pasien tidak mengalami hal seperti diatas alangkah

lebih baik jika pasien bisa memanajemen diri dengan pengelolaan dan

xxiii

pengendalian diri yang baik. Hal ini sesuai dengan Guilfried & Merbaum (dalam

Lazarus, 1976) yang mengemukakan manajemen diri sebagai suatu kemampuan

untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang

dapat membawa individu kearah konsekuensi positif.

Hipotesis Penelitian

Ada hubungan negatif antara kemampuan manajemen diri dengan tingkat

kecemasan pada penderita hipertensi. Semakin mampu pasien memanajemen diri

maka semakin rendah tingkat kecemasannya. Sebaliknya semakin kurang

mampunya pasien memanajemen diri maka semakin tinggi tingkat kecemasannya.

Metode Penelitian

Identifikasi Variabel-variabel Penelitian

1. Variabel Dependen : Tingkat Kecemasan

2. Variabel Independen : Manajemen Diri

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah penderita hipertensi dengan karakteristisk;

berusia diatas 35 tahun; jenis kelamin laki-laki dan perempuan; pasien rawat jalan

yang berobat di Puskesmas Ngaglik Sleman dan Puskesmas Kokap I Wates.

xxiv

Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah metode angket dan

metode wawancara. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

manajemen diri dan skala kecemasan.

Skala manajemen diri disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang

dikemukakan oleh Averril (1973) dan Bagozzi (1992), dan dikembangkan penulis

berdasarkan dalam teori yang diacu serta penelitian terdahulu yang disesuaikan

dengan kebutuhan. Skala manajemen diri disusun berdasarkan aspek manajemen

diri yaitu kontrol perilaku & konatif, kontrol kognitif, kontrol keputusan, dan

aspek emosi. Skala kecemasan disusun oleh peneliti berdasarkan aspek dari

Daradjat (1990), terdiri atas aspek psikologis dan aspek fisiologis. hal ini dapat

diketahui dari gejala-gejala yang muncul. Konsep lainnya juga berasal dari

Blackburn & Davidson (1994), yaitu aspek psikologis. Serta dari hasil wawancara

dengan subjek penelitian.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

korelasi. Teknik ini dipilih karena menurut Hadi (2000) teknik korelasi adalah

salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua

variable. Teknik korelasi yang dipilih adalah korelasi product-moment dari

PEARSON. Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer yaitu dengan

program SPSS 10,0 for windows XP Professional.

xxv

Pelaksanaan dan Hasil Penelitian

Deskripsi Subyek Penelitian No Jenis Kelamin Jumlah 1 Laki-laki 8 2 Perempuan 6

Total 14

Deskripsi Data Penelitian Hipotetik Empirik Variabel min maks µ s min maks µ s

Manajemen Diri 49 196 122,5 24,5 126 179 164,50 13,24 Tingkat Kecemasan 33 132 82,5 16,5 54 123 87,50 15,68

Keterangan : µ = mean ; s = standar deviasi

Kriteria Kategori Skala

Kategori Nilai

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah

X > (µ + 1,8 s ) (µ + 0,6s ) < x = (µ + 1,8s ) (µ - 0,6s ) < x = (µ + 0,6s ) (µ - 1,8s ) = x = (µ - 0,6s ) x < (µ - 1,8s )

Kategorisasi Variabel Manajemen Diri

Kategori Nilai Jumlah %

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah

X > 166,6 137,2 < x = 166,6 107,8 < x = 137,2 78,4 < x = 107,8 x < 107,8

8 5 1 0 0

57,14 35,71 7,14

0 0

Kategorisasi Variabel Kecemasan

Kategori Nilai Jumlah %

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah

X > 112,2 92,5 < x = 112,2 72,6 < x = 92,5 52,8 = x = 72,6 x < 52,8

0 1 9 3 1

0 7,14 64,29 21,43 7,14

xxvi

Variabel Manajemen Diri termasuk dalam kategori Tinggi. Variabel

Tingkat Kecemasan termasuk kategori Sedang.

Hasil uji normalitas dan linearitas menunjukkan bahwa data yang

diperoleh normal tetapi tidak linear. Karena tidak linear maka teknik korelasi

product-moment dari PEARSON tidak bisa digunakan. Maka dari itu dilanjutkan

dengan uji korelasi Spearmans’s rho pada program komputer SPSS versi 10,0 for

windows XP, menghasilkan hubungan yang negatif, r = -0,306; p = 0,144 (p >

0,05). Hasil analisis korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan

antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi,

dengan demikian hipotesis penelitian tidak terbukti.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita

hipertensi. Hal ini berarti bahwa hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan

negatif antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi

tidak terbukti, karena dari penelitian ini membuktikan bahwa antara kedua

variabel tersebut tidak berhubungan. Tidak adanya korelasi ini ditunjukkan

dengan koefisien, r= -0,306; p = 0,144 (p > 0,01). Sehingga manajemen diri yang

dilakukan oleh penderita hipertensi tidak berpengaruh pada tingkat kecemasannya.

Hasil deskripsi data penelitian menunjukkan bahwa mean empirik

manajemen diri (µ =164,50) > mean hipotetik manajemen diri (µ =122,5), yang

berarti manajemen diri tergolong tinggi. Pada deskripsi data penelitian tingkat

xxvii

kecemasan menunjukkan bahwa mean empirik (µ =77,43) < mean hipotetik (µ

=82,5), yang berarti tingkat kecemasan tergolong sedang.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun manajemen diri sangat baik, tetapi

kebanyakan subjek memiliki kecemasan yang sedang. Hal ini berarti tidak hanya

manajemen diri yang berpengaruh terhadap tingkat kecemasan, ada faktor-faktor

lain yang lebih berpengaruh. Salah satu faktor yang bisa diindikasikan

berpengaruh terhadap hasil penelitian adalah metode pengambilan data untuk

kedua variabel menggunakan skala. Bagi subjek penelitian dalam hal ini adalah

penderita hipertensi untuk mengisi skala, pada dasarnya masih ada kesulitan.

Mereka bisa saja tidak mengerti apa yang dimaksudkan, sebab pemahaman

terhadap aitem dipengaruhi oleh kognitif subjek, dan juga karena subjek kelelahan

mengisi skala yang dirasakan terlalu banyak. Hal lain yang terjadi adalah kondisi

fisik subjek yang tidak mendukung untuk mengisi skala dengan konsentrasi, hal

ini disebabkan faktor usia penderita hipertensi yang mayoritas diatas 50 tahun.

Hal tersebut dapat dilihat bahwa dalam pengambilan data subjek cenderung ingin

dibacakan oleh peneliti dan terkadang mereka meminta penjelasan dari beberapa

aitem yang kurang mereka pahami. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Gunarsa

(1998) yang mengemukakan bahwa hipertensi yang dialami pada usia lanjut

banyak dipengaruhi oleh proses perubahan, baik perubahan kemunduran fisik,

perubahan fisiologis maupun perubahan sosial. Perubahan-perubahan fisik bagi

usia lanjut sebagai penurunan terhadap fungsi organ yaitu dalam beraktivitas,

sedangkan perubahan sosial mempunyai dampak terhadap aktivitas sosial dalam

kehidupannya. Peneliti menyimpulkan bahwa pengambilan data dengan pengisian

xxviii

skala hanya sebagai penunjang karena kondisi kesehatan subjek tidak mendukung

untuk mengisi skala dan metode pengambilan data yang lebih efektif menurut

peneliti adalah metode wawancara dan observasi.

Tidak terbuktinya hipotesis pada penelitian ini mungkin juga disebabkan

karena menggunakan subjek penelitian berjumlah 14, peneliti menyimpulkan

lebih baik jika menggunakan sampel subjek yang lebih banyak dari penelitian ini.

Sebagai analisis tambahan, dilakukan analisis terhadap hasil wawancara

terhadap tiga orang subjek. Dari hasil wawancara dengan tiga subjek dari 14

subjek yang dua diantaranya memiliki kecemasan tertinggi dan satu subjek

dengan kecemasan terendah, dilihat bahwa kecemasan justru muncul dari faktor

lingkungan khususnya lingkungan keluarga dibanding dengan cara subjek

memanajemen diri.

Dukungan dari keluarga sangat berpengaruh bagi kondisi fisik dan

psikologis subjek, untuk itu diharapkan subjek lebih terbuka jika sedang

menghadapi masalah karena dengan keterbukaan itu akan meringankan beban

subjek dan berdampak baik untuk kesehatan fisik maupun psikologis. Hal ini

sesuai dengan teknik manajemen diri untuk mengendalikan konflik menurut

Kartono (1989) yaitu mengeluarkan dan membicarakan kesulitan pada sahabat

atau keluarga dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu memecahkan

permasalahan yang dihadapi. Sahabat atau keluarga bisa berbagi cerita tentang

masalahnya, sehingga bisa dicari pemecahan atau jalan keluar. Manz (1986)

mengemukakan bahwa untuk dapat mengendalikan diri sendiri secara langsung

maka individu dapat menciptakan atau mengubah isyarat berapa benda, barang,

xxix

hal yang ada di sekitar individu tersebut untuk mempengaruhi perilakunya. Dasar

yang dibuat bagi diri kita sendiri adalah informasi yang kita punyai tentang diri

kita sendiri dengan mengamati perilaku diri sendiri dan alasan-alasan yang

melatarbelakanginya, individu akan mendapatkan informasi yang perlu untuk

mengatur dirinya sendiri secara efektif.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini,

selain manajemen diri kemungkinan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat

kecemasan adalah faktor lingkungan khususnya faktor keluarga pada penderita

hipertensi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal selain prosedur pengambilan data

juga adanya faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kecemasan

penderita hipertensi.

Penutup

Kesimpulan

Hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi Spearman’s rho

menunjukkan r = -0,306; p = 0,144 (p > 0,05), sehingga hipotesis yang berbunyi

“ada hubungan negatif antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada

penderita hipertensi”, tidak terbukti. Hasil deskripsi data penelitian manajemen

diri dan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi menunjukkan bahwa mean

empirik > mean hipotetik yang berarti manajemen diri dan tingkat kecemasan

tergolong sedang. Analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan yang signifikan antara manajemen diri dan tingkat kecemasan,

sehingga didapatkan bahwa baik atau buruknya seorang penderita hipertensi

xxx

memanajemen dirinya tidak berpengaruh terhadap tingkat kecemasan yang

dialaminya.

Saran

Ada beberapa saran yang ingin dikemukakan peneliti berkaitan dengan

hasil penelitian. Beberapa saran tersebut antara lain :

1. Bagi Subjek Penelitian

Penelitian ini menunjukkan data bahwa manajemen diri tidak berpengaruh

pada tingkat kecemasan penderita hipertensi, tetapi tingkat kecemasannya

disebabkan karena faktor lainnya. Diharapkan subjek untuk tidak memendam

sendiri masalah yang dihadapi sebab akan berpengaruh besar pada kesehatannya.

Peneliti mengharapkan agar subjek tidak terlalu banyak berpikir dalam

menghadapi masalah dan terbuka menceritakan masalah yang dihadapi kepada

anggota keluarganya.

2. Bagi Puskesmas dan Klinik Kesehatan

Puskesmas dan Klinik Kesehatan diharapkan memperhatikan peningkatan

pelayanan, sebab pelayanan yang baik adalah yang mampu menurunkan tingkat

kecemasan pasien yang berobat.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian mengenai

manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi, untuk lebih

memperhatikan alat ukur yang akan digunakannya. Untuk penderita hipertensi

xxxi

sebaiknya menggunakan skala dengan jumlah aitem yang tidak banyak, karena

penderita hipertensi bisa saja tidak memahami dan kondisi fisik penderita yang

tidak mendukung dan apa yang akan diungkap masih kurang bila hanya

menggunakan skala, pengambilan data yang lebih efektif menurut peneliti adalah

dengan metode wawancara dan observasi sedangkan menggunakan skala hanya

sebagai penunjang. Aspek-aspek kecemasan pada penderita hipertensi yang

digunakan untuk metode wawancara adalah aspek psikologis yang mencakup

seasana hati, pikiran, perilaku, dan motivasi, dan aspek fisiologis yang mencakup

gejala biologis. Aspek fisiologis juga dapat diamati misalnya nafas terengah-

engah, tremor, raut wajah dan keluhan yang dikatakan subjek. Aspek manajemen

diri yang digunakan untuk metode wawancara adalah adalah kontrol perilaku;

kontrol kognitif; kontrol keputusan; aspek konatif; dan aspek emosi.

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang tingkat

kecemasan pada penderita hipertensi disarankan untuk menghubungkannya

dengan variabel lain selain manajemen diri dan menggunakan sampel subjek yang

lebih banyak dari penelitian ini

xxxii

DAFTAR PUSTAKA

Averill, J.R 1973., Personal Control Over Stimulie and it’s Relationship to Stress

Psychological Buletin. No. 80.p 286-303

Bagozzi, R, D,. 1992. The Self Regulation of Attitudes, Intensions and Behavior. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 55. No 2. 183-194

Blackburn, I. M., & Davidson, K. M. 1994. Terapi Kognitif Untuk Depresi dan Kecemasan: Suatu Petunjuk Bagi Praktisi. (Dra. Rusda Koto Sutadi, Pengalih bhs.). Semarang: IKIP Semarang Press.

Daradjat, Z., 1995, Kesehatan Mental. Jakarta : PT. Gunung Agung

Gie, T.L. 1996 Strategi Hidup Sukses. Yogyakarta:Penerbit Liberty

Hadi, S. 1995. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset.

I Nyoman Gunarsa, 1998. Kecemasan Pada Usia Lanjut Yang Mengalami Hipertensi, Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.

Jatno, 1995. Pengaruh Stress Pada Sistem Kardiovaskuler, Jurnal Psikologi Anima, Surabaya.

Kartono, K., 1989. Hygiene Mentaldan Kesehatan Mental Dalam Islam.. Bandung : CV. Mandar Maju.

Lazarrus, R.S. 1976. Patterns of Adjusment. Tokyo: McGraww Hill Kogakusha.Ltd

Manz. CC 1986. Seni Manajemen Diri Sendiri, Penerbit:kanisius.

Muchlas, M., 1997, Hubungan antara Penyakit-penyakit Infeksi dan Kardiovaskular dengan Depresi, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 13, 75-82

xxxiii

Prawirohardjo, S.R., Nugroho, Giarto, 1984. Pengalaman Pengobatan Hipertensi dengan Bromazepam, Majalah Farmako Bagi Indonesia dan Terapi, Jakarta: IAFI, No. 1 Vol. 3

Prawirohusodo, S., 1988, Stress dan Kecemasan, Kumpulan Makalah Simposium Stress dan Kecemasan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia Cabang Yogyakarta, Yogyakarta

Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Penerbit Balai Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Suhartini, H. 1992. Pengaruh Metode Pengertian Diri Sendiri Terhadap Prestasi Kerja Praktek Harian, Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, Tahun XIX No 1 Desember 1992.

www.google.com

xxxiv