Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Perilaku Seksual...
-
Upload
duongkhanh -
Category
Documents
-
view
217 -
download
1
Transcript of Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Perilaku Seksual...
PENDAHULUAN
Perilaku seks bebas menjadi suatu permasalahan yang terus berlangsung yang
tidak pernah tuntas dibahas dari masa ke masa. Era globalisasi sekarang ini
memungkinkan terjadinya berbagai fenomena perilaku seksual khususnya dikalangan
remaja. Berkembangnya teknologi dan beberapa sumber mengungkap fenomena-
fenomena kepada khayalak ramai melalui pemberitaan media cetak, media eletronik
maupun lewat media online serta faktor penyebab perilaku seks bebas berkembang di
Indonesia. Penelitian dibeberapa daerah pada tahun 2005 yang dilakukan oleh PKBI
(Paguyuban Keluarga Berencana Indonesia) pusat menunjukkan, dari keseluruhan
remaja di Indonesia sekitar 62 juta orang terdapat 15% dari remaja tersebut telah
melakukan aktivitas seksual yang melampaui batas bahkan berhubungan seks tanpa
menikah terlebih dulu. Aktivitas seksual yang diungkap dalam penelitian ini dimulai
dari berciuman bibir, meraba dada hingga petting (menempelkan alat kelamin).
Informasi-informasi yang dapat diakses dengan mudah menjadi salah satu sarana
pendukung menjamurnya pergaulan perilaku seks bebas yang ikut mendorong terjadinya
perubahan tata nilai dimasyarakat dan remaja. Pergaulan bebas ini banyak terjadi
kepada para remaja dimana kebanyakan dari remaja menganggap bahwa perilaku seks
bebas sudah menjadi trend dilingkungannya, (Yulianto, 2010).
Dari beberapa hasil penelitian, ditemukan remaja usia 14-19 tahun sudah
melakukan hubungan seksual aktif yaitu sekitar 43% remaja wanita dan 67% remaja
laki-laki, sedangkan proporsi remaja perempuan yang melakukan hubungan seksual
diusia 17 tahun berkisar antara 72% di Mali hingga 47% di Amerika Serikat dan 45% di
Tanzania, menurut Singh pada (dalam Santrock, 2012), sedangkan menurut Eaton
(2008) pada usia 20 tahun pemuda AS telah melakukan hubungan seksual. Penelitian
terbaru mengindikasikan bahwa 35% siswa menengah atas AS aktif secara seksual
(dalam Santrock, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2010) di Jakarta
menunjukkan penurunan batas usia hubungan seks pertama dikalangan remaja yaitu
sekitar usia 18 tahun dan usia termuda 13 tahun sementara hubungan seks pertama pada
usia 16 tahun, sebanyak 56,8% pada remaja pria dan 33,3% pada remaja putri di
Manado.
Data lain menunjukkan bahwa penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006
yang melibatkan siswa SMP dan SMU Cianjur (Jabar), terungkap 42,3% pelajar telah
melakukan hubungan seks yang pertama dibangku sekolah. Fenomena lainnya diungkap
oleh Yulianto (2010), juga memaparkan suatu fenomena seksual dikalangan remaja
yang tidak disangka-sangka, mengungkapkan bahwa Komnas Perlindungan Anak
Indonesia belakangan ini mengeluarkan data 62,7% remaja SMP di Indonesia sudah
tidak lagi perawan. Hal tersebut dimungkinkan terjadi akibat besarnya rasa
keingintahuan remaja SMP terhadap seks. KPAI memperkirakan dengan semakin
banyaknya peredaran video mesum seperti sekarang, angka tersebut berpotensi semakin
meningkat. Hasil lain dari survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 93,7% siswa
SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2% remaja SMP mengaku pernah aborsi,
dan 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Penelitian lainnya
menurut Sahabat Remaja (dalam Susanto, 2012) ditemukan seratus orang hamil dari dua
ratus remaja putri pelaku seks pranikah (50% dari jumlah sampel) dan sembilan puluh
dari seratus remaja hamil itu melakukan aborsi (90%).
Penelitian lainnya menurut Soetjiningsih (2008) juga mendapatkan bahwa
perilaku seksual pranikah dikalangan remaja sudah berlangsung dari usia sekitar 15-18
tahun, dimana mayoritas remaja melakukan hubungan seksual pertama dibangku SMA.
Bentuk-bentuk perilaku ini umumnya bertahap dimulai dari tingkat yang kurang intim
sampai dengan hubungan seksual. Beberapa tahap-tahap perilaku seksual remaja adalah
berpegangan tangan, memeluk atau dipeluk dibahu, memeluk atau dipeluk dipinggang,
ciuman bibir, ciuman bibir sambil berpelukan, meraba atau diraba didaerah erogen
(payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian, mencium atau dicium didaerah
erogen dalam keadaan berpakaian, saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan
berpakaian, meraba atau diraba didaerah erogen tanpa pakaian, mencium atau dicium
didaerah erogen tanpa pakaian, saling menempelkan alat kelamin tanpa pakaian,
hubungan seksual.
Hasil penelitian yang didapatkan dari penelitian Survei Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia (SKRRI) pada 2007 lalu menemukan perilaku seks bebas bukanlah
sesuatu yang aneh dalam kehidupan remaja Indonesia dimana jumlahnya sangat besar
mencapai 26%. Selain itu survei yang dilakukan BKKBN pada akhir 2008 menyatakan
63% remaja dibeberapa kota besar di Indonesia melakukan seks pranikah. Perilaku
seksual pranikah yang terjadi karena kurangnya kemampuan individu dalam mengambil
keputusan secara matang mengakibatkan perasaan yang dirasakan sebagai pelampiasan
dari gairah saja tanpa diikuti oleh perilaku bertanggung jawab. Rasa ingin tahu yang
sangat kuat, keinginan bereksplorasi dan memenuhi dorongan seksual tampil dalam
bentuk perilaku coba-coba berhubungan seks yang akhirnya justru membuat ketagihan,
(Feriyani & Fitri, 2011). Perilaku seksual pranikah tidak hanya bertentangan dengan
nilai masyarakat (karena melanggar norma agama dan masyarakat) tetapi juga
menimbulkan masalah lain yaitu munculnya rasa bersalah, terjadinya kehamilan
yang tidak dikehendaki, aborsi, pembunuhan bayi yang baru dilahirkan, perceraian usia
muda, penularan penyakit seksual, mewabahnya virus HIV/AIDS dan prostitusi (Tim
PKBI, 1999). Selain dampak fisik dan sosial, Faturochman (dalam Mulyana &
Purnamasari, 2010) menjelaskan bahwa remaja yang melakukan hubungan seks
pranikah mengalami penurunan aspirasi yang dapat menyebabkan menurunnya
motivasi untuk belajar sehingga tidak mengherankan bahwa banyak diantara mereka
kemudian mengalami penurunan prestasi akademik. Keadaan seperti inilah yang
menuntut kita untuk lebih bijak dalam menyikapi pergaulan bebas dikalangan
masyarakat khususnya remaja dan bagaimana remaja bersikap serta menyadari dirinya
sendiri atas tindakan-tindakan yang sesuai untuk dilakukan dan tidak ataupun untuk
menahan dirinya terhadap gairah seks yang mulai dirasakan didalam hubungan
berpacaran.
Memasuki usia remaja, dorongan seksual seorang anak yang memasuki
masa remaja akan meningkat. Hal ini disebabkan karena remaja sedang
mengalami perubahan dalam hal seksual, yaitu matangnya kelenjar hipofisis yang
merangsang pengeluaran hormon kelamin (Monks, Knoers, & Haditono, 1999).
Hormon inilah yang menyebabkan tingginya libido atau dorongan seksual pada
remaja. Menurut Santrock (2012) perubahan hormonal dimasa remaja dapat meningkat
secara dramatis, meskipun demikian efek hormonal itu sendiri tidak dapat menjelaskan
perkembangan remaja. Stres, pola makan, aktivitas seksual, ketegangan dan depresi
dapat mengaktifkan atau menekan sejumlah aspek dari sistem hormonal. Akibatnya,
remaja mulai sensitif dengan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas sehingga dengan
sedikit stimulus seksual (misalnya melihat hal-hal romantis atau mendengar cerita
berbau seksual) remaja sudah terangsang (Faturochman, 1992). Kondisi seperti ini yang
membuka peluang bagi remaja untuk berperilaku seperti orang dewasa (misalnya
berciuman, berpelukan hingga melakukan hubungan seksual). Perilaku tersebut
dinamakan dengan perilaku seksual, (dalam Mulyana & Purnamasari, 2010).
Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai
mengenai perilaku seks bebas dapat menjerumuskan mereka kedalam kehidupan seks
yang tidak sehat. Perilaku seks bebas cenderung mengarah kepada perilaku seksual
pranikah. Salah satunya yang terjadi di provinsi Bali, bahwa terdapat 29% anak muda
berusia 20-24 tahun telah aktif seksual. Sementara itu hasil penelitian di Bali yang
dilakukan oleh Soetjipto dan Faturochman (1998), menunjukkan bahwa persentase laki-
laki dan perempuan di desa dan kota yang telah melakukan hubungan seks sebelum
menikah masing-masing adalah 23,6% dan 33,5% (dalam Taufik & Anganthi, 2005).
Melakukan hubungan seks sebelum menikah (seks pranikah) merupakan salah satu
bentuk perilaku seksual yang dapat muncul sehubungan dengan adanya dorongan
seksual dan kebutuhan dalam diri remaja. Dorongan seksual tersebut akan memengaruhi
sikap dan perilaku remaja. Apabila pasangan dalam pacaran itu sama-sama memiliki
dorongan kearah perilaku seks, maka kemungkinan terjadinya hubungan seks sebelum
nikah akan mudah terjadi. Dorongan seks belum tentu bisa terealisir tanpa ada
kesempatan untuk mewujudkannya (Faturochman, 1992).
Provinsi Bali memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lain di lndonesia.
Salah satu ciri tersebut adalah keterbukaannya. Sebagai daerah tujuan wisata, Bali
memang harus terbuka. Akibat dari keterbukaan tersebut, maka berbagai pengaruh dari
luar berperan terhadap perkembangan masyarakat disana. Perubahan masyarakat Bali
mengalami percepatan yang cukup tinggi. Ada dua bentuk perubahan yang amat jelas.
Pertama, perubahan struktur dari struktur masyarakat agraris ke struktur masyarakat
industri, yaitu industri pariwisata dan industri kerajinan. Kedua, perubahan orientasi dari
orientasi lokal dan nasional ke orientasi global. Keterbukaan masyarakat Bali menjadi
semakin intensif dengan ikut teradopsinya berbagai budaya baru. Perubahan budaya
agraris ke budaya iptek tidak selalu membawa hasil yang memuaskan. Seperti yang
terjadi di Bali sekarang ini, berbagai masalah timbul sebagai akibat dari perubahan
budaya tersebut. Sebagian dari masyarakat Bali telah berubah dari masyarakat tradisonal
menjadi masyarakat modern. Perubahan masyarakat ini ditandai dengan pula oleh
perubahan bentuk solidaritas mekanik ke solidaritas organik, artinya sifat-sifat
kebersamaan cenderung memudar dan mulai muncul sifat individualis. Ciri perubahan
ini adalah merosotnya peran sosial agama dan adat dalam mempengaruhi aspek
kehidupan yang lainnya, menurut Laksmiwati (2003).
Sehubungan dengan adanya interaksi budaya Bali dengan berbagai budaya lain,
dan masukknya informasi melalui berbagai media komunikasi, ada beberapa faktor yang
memengaruhi perilaku reproduksi di Bali, seperti pengetahuan, pranata sosial dan
simbolik. Pengetahuan, tidak banyak informasi yang didapat memberikan kontribusi
positif bagi remaja. Keadaan pengetahuan seperti ini menjadi faktor penting yang
menyebabkan mereka semakin permisif melakukan hubungan seks pranikah. Masalah
yang paling ditakuti oleh remaja yang melakukan hubungan seks pranikah adalah
apabila sampai terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD). Di sisi lain, melalui
sumber informasi yang sama juga dapat mencegah remaja untuk melakukan hubungan
seks pranikah. Terjadi atau tidak terjadi perilaku seks pranikah sangat tergantung pada
wawasan mereka tentang perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan
berkepribadian yang mantap, yang sangat dipengaruhi oleh pola asuh atau cara
pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang dididik dengan cara yang baik
akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula, (Laksmiwati, 2003).
Pranata sosial dalam masyarakat mempunyai arti yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup masyarakat yang bersangkutan, pranata menunjuk pada sistem
norma yang ada. Pranata sosial sebagai wadah nilai dan norma yang dianut masyarakat
dengan satu tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keteraturan sosial sehingga
tercapai keseimbangan sosial dan mengarahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan
yang sesuai dengan aturan atau norma dalam pranata sosial, (Kuyoto, 2004). Menurut
Soekanto (dalam Kuyoto, 2004), pranata sosial adalah himpunan norma dari segala
tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat,
sedangkan Koentjaraningrat (dalam Setiadi & Kolip, 2011), pranata sosial adalah sistem
tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
Di dalam masyarakat Bali, peraturan yang sudah dibuat harus ditaati sesuai dengan
hukum adat yang berlaku, akan tetapi perubahan masyarakat mengakibatkan peraturan-
peraturan yang sudah terbentuk tidak lagi dipenuhi. Salah satunya adalah perilaku
seksual pranikah, hal ini merupakan suatu pelanggaran yang bisa mengakibatkan
ketegangan dalam masyarakat Bali dan bila hal itu terjadi akan dilaporkan kepada
krama banjar dan akan dilakukan upacara parayascita gumi (upacara pembersihan untuk
dirinya sendiri dan juga untuk desa). Akan tetapi, sekarang ini perilaku tersebut tidak
lagi mendapatkan sanksi adat, sehingga masyarakat menilai bahwa perilaku tersebut
menjadi hal yang wajar dan juga krama adat menganggap perilaku tersebut merupakan
urusan pribadi. Salah satu unsur penting dalam proses transformasi sosial adalah
pergantian atau perubahan. Proses transformasi sosial dalam suatu masyarakat tidak
hanya dapat dilihat dari segi materi, tetapi juga dari segi perilaku. Adanya anggapan
bahwa hubungan seks pranikah adalah sesuatu yang biasa, menunjukkan masyarakat
telah semakin permisif terhadap hubungan seks pranikah. Kalau masyarakat semakin
permisif terhadap perilaku seks pranikah, sementara keterlibatan lembaga adat semakin
melemah, maka kemungkinan masyarakat juga akan permisif terhadap aborsi, sebagai
salah satu alternatif pemecahan masalah bawaan yang disebabkan oleh perilaku seks
pranikah. Angka yang menunjukkan remaja yang melakukan aborsi di Bali relatif tinggi,
Tjitarsa (dalam Laksmiwati, 2003). Dalam hal ini Bali dan juga masyarakatnya sudah
banyak mengalami perubahan, dimana pembangunan Bali yang semakin cepat dengan
industri pariwisatanya sehingga banyak bermunculan tempat-tempat hiburan yang bisa
menjadi salah satu faktor perilaku seks bebas, (Laksmiwati, 2003).
Menurut Wijaningsih (2004), perubahan inilah yang terus terjadi sebagai bentuk dari
adaptasi terhadap perkembangan jaman yang dipengaruhi oleh penemuan-penemuan
baru serta penyebaran kebudayaan ataupun perluasan dari “cultural base” (kemajuan
dalam transport dan media). Perubahan sosial adalah sebuah perubahan yang terjadi
pada masyarakat baik menyangkut perubahan yang lambat (evolusioner) maupun
perubahan yang bersifat cepat (revolusioner). Pendapat lain menurut Soemardjan (dalam
Setiadi & Kolip, 2011) perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-
lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem
sosialnya, termasuk didalamnya nilai, sikap dan pola peri kelakuan diantara kelompok
dalam masyarakat, sedangkan menurut Garth dan Mills (dalam Setiadi & Kolip, 2011)
perubahan sosial adalah apapun yang terjadi (kemunculan, perkembangan dan
kemunduran) dalam kurun waktu tertentu terhadap peran, lembaga atau tatanan yang
meliputi struktur sosial.
Perubahan yang terjadi dimasyarakat, baik itu ke arah yang lebih baik atau buruk
akan berdampak kepada perubahan perilaku seseorang, cara berpikir, sifat serta nilai-
nilai dari kehidupan masyarakat. Salah satu hal yang dapat mengubah perilaku
seseorang adalah lingkungan sosial budayanya. Masyarakat khususnya remaja akan
mengikuti perubahan yang terjadi seperti hubungan interpersonal, (Yusuf, 2002).
Seperti dalam hal berpacaran di kalangan remaja yang semakin permisif dengan
perilaku seks bebas. Perilaku demikian merupakan salah satu cara remaja untuk
menampilkan dirinya di kelompoknya. Hal ini tidak terlepas dari pencarian identitas
baru sebagai seorang remaja. Tahap ini, seseorang berusaha untuk menentukan apa yang
unik dari diri mereka, menemukan siapa dirinya, kekuatan mereka dan peran yang
sesuai dengan hidup mereka. Pembentukan konsep diri tidak terlepas dari kehidupan
remaja. Konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan
menjadi dasar yang memengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari, (Agustiani, 2009).
Penelitian tentang perilaku seksual remaja telah difokuskan pada perilaku
pengambilan risiko seksual dalam upaya untuk mengurangi kehamilan yang tidak
diinginkan dan penyakit menular seksual penyakit. Dalam hal ini, penjelasan hubungan
konsep diri terhadap perilaku seksual dijelaskan dengan konsep diri seksual. Konsep diri
seksual dianggap sebagai multidimensi yang mengacu kepada penilaian individu,
persepsi dan perasaan tentang dirinya sendiri sebagai makhluk seksual. Konsep diri
seksual dianggap penting sebagai perkembangan tugas remaja. Konsep diri menurut
Breakwell (dalam Rostosky, Dekhtyar, Cupp & Anderman, 2008) menentukan
hubungan antara perilaku seksual, pengalaman seksual dan kepuasan seksual. Breakwell
dan Millward (dalam Rostosky, et.al 2008) menemukan remaja usia 16-19 tahun,
didalam perilaku seksualnya lebih sering menggunakan kondom sebagai pengalaman
didalam hubungan seksual. Hal ini juga terkait dengan self-efficacy. Penelitian menurut
O’Sullivan, mengungkapkan (dalam Hucker, Mussap & Mccabe, 2010) remaja dengan
self-efficacy tinggi lebih sering menggunakan kondom.
Adanya sikap permisif terhadap seks dan rendahnya self-efficacy untuk menolak
seks menjadi awal perilaku seksual dikalangan remaja, serta pengaruh kelompok dan
teman sebaya, kurangnya kontrol dan peran orangtua sehingga aktivitas seksual menjadi
lebih bebas, (Purnima, Zimmerman, Noar, & Dumenci, 2013). Self-efficacy, keyakinan
inidividu tentang kemampuan untuk melakukan perilaku dalam situasi tertentu ikut serta
berperan dalam tindakan seorang remaja dalam berperilaku, dengan asumsi bahwa
kepercayaan seorang remaja dalam kemampuannya untuk mengelola hubungan seksual
yang berisiko dan menolak seks yang tidak diinginkan. Setiap remaja, bagaimanapun,
harus diberdayakan untuk melawan situasi seksual yang tidak diinginkan yang
berpotensi mengalami seksual berisiko (Rostosky, et.al 2008)
Jadi peranan konsep diri terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja,
dikarenakan konsep diri merupakan Internal Frame Of Reference, yaitu merupakan
acuan bagi tingkah laku dan cara penyesuaian bagi remaja. Remaja yang memiliki
konsep diri positif akan menghasilkan perilaku yang positif terhadap dirinya.
Sebaliknya remaja yang memiliki konsep diri negatif cenderung menunjukkan perilaku
yang negatif pula, (Wahyuningsih, 2008).
Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana hubungan
antara konsep diri dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di Kuta-Bali, dengan
tujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri dengan perilaku
seksual pranikah pada remaja di Kuta-Bali.
Perilaku Seksual Pranikah
Perilaku seksual menurut Soetjiningsih (2008), perilaku seksual pranikah remaja
adalah segala tingkah laku seksual yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan
jenisnya, yang dilakukan oleh remaja sebelum mereka menikah.
Tahapan Perilaku Seksual Pranikah
Soetjiningsih (2008), tahapan perilaku seksual pranikah remaja yaitu:
1. Berpegangan tangan
2. Memeluk/dipeluk dibahu
3. Memeluk/dipeluk dipinggang
4. Ciuman bibir
5. Ciuman bibir sambil pelukan
6. Meraba/diraba daerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan
berpakaian
7. Mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan berpakaian
8. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian
9. Meraba/diraba daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian
10. Mencium/dicium didaerah erogen dalam kedaan tanpa berpakaian
11. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaian
12. Hubungan seksual
Faktor-Faktor Perilaku Seksual Pranikah
Faktor perilaku seksual pranikah pada remaja, (Purnima, et.al, 2013) yaitu,
struktur sosial, lingkungan/budaya, kepribadian, psikososial, kontekstual/situasional.
Konsep Diri
Konsep diri menurut Fitts (dalam Agustiani, 2009) mengemukakan bahwa
konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri
seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan
lingkungan.
Dimensi-Dimensi Konsep Diri
Fitts (dalam Agustiani, 2009) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok,
yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal meliputi, diri identitas
(identity self), diri pelaku (behavioral self) dan diri penerimaan (judging self). Dimensi
eksternal yaitu, diri fisik (physical self), diri etik-moral (moral-ethical self), diri pribadi
(personal self), diri keluarga (family self), dan diri sosial (social self).
Hubungan Konsep Diri dengan Perilaku Seksual Pranikah
Perkembangan dimasa remaja diwarnai oleh interaksi antara faktor-faktor genetik,
biologis, lingkungan dan sosial. Remaja dihadapkan pada perubahan biologis,
pengalaman-pengalaman baru serta tugas perkembangan baru. Pada masa ini remaja
mengalami masa pacaran maupun eksplorasi seksual dan kemungkinan melakukan
hubungan seksual. Remaja yang hidup dijaman sekarang dihadapkan pada berbagai
pilihan gaya hidup yang ditawarkan melalui media dan kini banyak remaja yang tergoda
untuk menggunakan obat terlarang dan melakukan aktivitas seksual di usia yang sangat
dini, (Santrock, 2012).
Perbedaan etnik, budaya, gender, sosial-ekonomi, usia dan gaya hidup
memengaruhi perilaku remaja. Mulai adanya potret remaja yang melegalkan sikap
permisif terhadap aktivitas seksual, (Santrock, 2012). Sikap permisif terhadap perilaku
seksual lebih ditunjukkan oleh remaja pria, akan tetapi apabila pasangan dalam
berpacaran sama-sama memiliki dorongan ke arah perilaku seks, maka kemungkinan
terjadinya hubungan seks sebelum menikah akan mudah terjadi, (Faturochman, 1992).
Sikap permisif terhadap seks dan rendahnya self-efficacy untuk menolak seks menjadi
awal perilaku seksual dikalangan remaja, serta pengaruh kelompok dan teman sebaya,
kurangnya kontrol dan peran orangtua sehingga aktivitas seksual menjadi lebih bebas,
(Purnima, et.al, 2013).
Wahyuningsih (2008), remaja perlu memiliki konsep diri yang baik agar
dapat mengendalikan dan menekan atau mengontrol seminim mungkin sikap dan
perilaku seksual pra-nikah setiap remaja akan memiliki konsep diri dan kontrol
diri sehingga apabila remaja tersebut memiliki konsep diri baik maka remaja
tersebut akan memiliki kontrol diri terhadap perilaku seksual pra-nikah dengan baik
atau tinggi, begitu sebaliknya apabila remaja memiliki konsep diri kurang, maka
remaja tersebut akan memiliki sikap kontrol diri berperilaku seksual pra-nikah
yang rendah dan dapat menghasilkan tingkah laku yang tidak sesuai. Karena
perubahan-perubahan yang terjadi memengaruhi remaja pada hampir semua area
kehidupan, konsep diri juga berada dalam keadaan terus berubah pada periode ini. Nilai-
nilai dan sikap-sikap yang merupakan bagian dari konsep diri pada akhir masa remaja
cenderung menetap dan relatif merupakan pengatur tingkah laku yang bersifat
permanen, (Agustiani, 2009).
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah “ada hubungan negatif antara
konsep diri dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di Kuta-Bali”.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain korelasional antara konsep
diri dengan perilaku seksual pranikah.
Partisipan
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive
sampling, berdasarkan karakteristik tertentu, yaitu remaja berusia 15-20 tahun yang
belum menikah, bertempat tinggal di Provinsi Bali, Kuta-Kab.Badung, dan remaja
dengan predikat clubbers. Sampel berjumlah 48 subjek. Pengambilan sampel dilakukan
di Kuta-Bali.
Instrumen
Penelitian ini menggunakan dua alat ukur berupa skala konsep diri dan skala
perilaku seksual pranikah. Skala konsep diri mengacu pada dimensi konsep diri menurut
Fitts (dalam Agustiani, 2009). Skala konsep diri disusun oleh Jamaludin, Ahmad,
Yusof dan Abdullah (dalam European Journal of Social Science, 2009), jumlah item
pada skala konsep diri berjumlah 90 item dan sudah dimodifikasi, seperti, “saya tidak
terlalu tinggi tetapi tidak terlalu pendek, saya kurang baik dalam bermain maupun dalam
berolahraga saya”. Skala konsep diri diukur dengan menggunakan skala likert dengan dua
pernyataan mendukung dan tidak mendukung atau favorable dan unfavorable.
Favorable mempunyai skor dari 4-1, sedangkan skor untuk unfavorable dari 1-4.Sangat
Sesuai (SS) 4, Sesuai (S) 3, Tidak Sesuai (TS) 2 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) 1,
sebaliknya pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) mempunyai skor Sangat
Sesuai (SS) 1, Sesuai (S) 2, Tidak Sesuai (TS) 3 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) 4.
Setelah pengujian, jumlah item yang baik pada skala konsep diri berjumlah 52 item, uji
reliabilitas skala konsep diri sebesar 0,936 dengan analisis daya diskriminasi mencapai
sama atau lebih besar dari 0,30.
Skala perilaku seksual pranikah mengacu kepada tahapan-tahapan perilaku
seksual pranikah yang disusun oleh Soetjiningsih (2008) sebanyak 12 item, seperti
“berpegangan tangan, memeluk/dipeluk dibahu”. Perilaku seksual pranikah diukur dengan
menggunakan skala Guttman, dengan dua pilihan jawaban, iya dengan skor 1 dan tidak
dengan skor 0. Uji reliabilitas skala perilaku seksual pranikah sebesar 0,938 dengan
analisis daya diskriminasi mencapai sama atau lebih besar dari 0,30.
Prosedur Pengambilan Data
Penelitian dipersiapkan dengan angket atau kuesioner yang sudah disahkan oleh
kedua pembimbing untuk pengambilan data, surat izin penelitian dari fakultas yang
sudah ditanda tangani oleh pembimbing dan kaprogdi pada tanggal 30 Mei 2014. Pada
hari Senin, 9 Juni 2014 dilakukan penelitian dengan menyebarkan angket atau kuesioner
tersebut kepada para subjek dengan mendatangi para subjek di tempat yang berbeda.
Tempat pertama peneliti bertemu subjek sebanyak 10 orang disalah satu cafe di Kuta,
Kuta Bex didepan pantai Kuta, peneliti memberikan penjelasan mengenai penelitiannya
dan pengisiian angket oleh para subjek. Ditempat kedua peneliti bertemu subjek di
Grage and Bar sebanyak 13 orang dan sebanyak 3 angket diisi dan langsung
dikembalikan kepada peneliti. Pada hari Rabu, 11 Juni 2014 peneliti bertemu subjek
disalah satu tempat dugem Sky Garden dan mendapat subjek sebanyak 16 orang dan
saat itu juga angket diisi dan dikembalikan lagi kepada peneliti, terakhir pada hari
Jumat, 13 Juni 2014 ditempat dugem M Bar Go sebanyak 21 orang. Total angket yang
kembali sebanyak 48 angket. Dalam pemilihan subjek, peneliti menggunakan teknik
purposive sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian diolah dengan
menggunakan bantuan program komputer SPSS 17.0 for windows.
Teknik Analisis Data
Untuk menguji hubungan antara dua variabel, maka penelitian ini menggunakan
teknik korelasi Spearman, karena uji asumsi untuk normalitas pada skala perilaku
seksual pranikah diperoleh nilai signifikasi sebesar p = 0,000 (p<0,05), yang berarti
distribusi data tidak normal.
HASIL PENELITIAN
Uji Asumsi
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kolmogrov-Smirnov pada
program SPSS 17.0. Data dikatakan normal, apabila data memiliki nilai signifikasi
(p>0,05). Berdasarkan uji normalitas nilai signifikasi untuk skala konsep diri sebesar, p
= 0,995 (p>0,05), yang berarti distribusi data normal, sedangkan uji normalitas skala
perilaku seksual pranikah diperoleh nilai signifikasi sebesar, p = 0,000 (p<0,05), yang
berarti distribusi data tidak normal. Uji linearitas, data dikatakan linear apabila memiliki
taraf signifikasi (p>0,05). Untuk uji linearitas dalam penelitian ini akan dibantu dengan
program SPSS 17.0 menggunakan Test for Linearity. Berdasarkan hasil pengujian
linearitas diperoleh F beda sebesar 2,022 dengan signifikasi sebesar 0,075 (p>0,05). Jadi
data antara skala konsep diri dengan skala perilaku seksual pranikah adalah linier.
Hasil Analisis Deskriptif
Konsep Diri
No Kategori Interval Frekuensi Persentase (%) Mean SD
1 Sangat Tinggi 169 < x ≤ 208 18 37,5%
163,06
14,38 2 Tinggi 130 < x ≤ 169 30 62,5%
3 Rendah 91 < x ≤ 130 0 0%
4 Sangat Rendah 52 < x ≤ 91 0 0%
Berdasarkan data diatas, dari 48 subjek diperoleh hasil dengan kategori sangat
tinggi (37,5%), tinggi (62,5%), rendah dan sangat rendah (0%), dengan mean sebesar
163,06 dengan standar deviasi 14,38. Maka dari hasil tabel diatas, dapat disimpulkan
bahwa konsep diri pada remaja di Kuta-Bali tergolong tinggi.
Perilaku Seksual Pranikah
No Kategori Interval Frekuensi Persentase (%) Mean SD
1 Sangat Tinggi 9 < x ≤ 12 23 48% 7,75 4,39
2 Tinggi 6 < x ≤ 9 2 4%
3 Rendah 3 < x ≤ 6 13 27%
4 Sangat Rendah 0 < x ≤ 3 10 21%
Berdasarkan data diatas, dari 48 subjek diperoleh hasil dengan kategori sangat
tinggi (48%), tinggi (4%), rendah (27%) dan sangat rendah (21%), dengan mean sebesar
7,75 dan standar deviasi sebesar 4,39. Dari data diatas menunjukkan bahwa secara
umum tingkat perilaku seksual pranikah pada remaja di Kuta-Bali sangat beragam, akan
tetapi masih tergolong sangat tinggi mencapai 48%.
Hasil Uji Korelasi
Hasil uji korelasi dihitung menggunakan Spearman dengan bantuan SPSS 17.0.
Correlations
KonsepDiri
PerilakuSeksual
Pranikah
Spearman's rho KonsepDiri Correlation Coefficient 1.000 -.202
Sig. (1-tailed) . .084
N 48 48
PerilakuSeksualPranikah Correlation Coefficient -.202 1.000
Sig. (1-tailed) .084 .
N 48 48
Dari hasil tabel diatas diperoleh korelasi r -0,202 dengan signifikasi 0,084
(p>0,05). Hasil tersebut menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep
diri dengan perilaku seksual pranikah terhadap remaja di Kuta-Bali. Dari hasil korelasi
parsial antara dimensi konsep diri dengan perilaku seksual pranikah maka dimensi fisik
memberikan kontribusi sebesar 7,56%, dimensi moral-etik memberikan kontribusi
sebesar 1,58%, dimensi pribadi memberikan kontribusi sebesar 4,20%, dimensi
keluarga memberikan kontribusi sebesar 40,96% dan dimensi sosial memberikan
kontribusi sebesar 90,25%. Dari hasil tersebut dimensi sosial memberikan kontribusi
paling besar pada penelitian ini.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data hasil uji korelasi antara skala konsep
diri dengan skala perilaku seksual pranikah sebesar r -0,202 dengan signifikasi 0,084
(p>0,05), menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan diantara kedua variabel.
Terdapat korelasi negatif antara konsep diri dengan perilaku seksual pranikah. Sehingga
semakin rendah konsep diri maka kecenderungan seks pranikah semakin tinggi. Artinya,
hasil penelitian tidak sesuai dengan teori-teori yang dikemukakan oleh Burns, (1993),
bahwa konsep diri disusun dari unsur-unsur seperti persepsi dari karakteristik dan
kemampuan seseorang, hal-hal yang dipersepsikan dan konsep-konsep tentang diri yang
ada hubungannya dengan orang lain, lingkungan, kualitas nilai yang dipersepsikan,
dihubungankan dengan pengalaman, obyek-obyek, tujuan-tujuan dan ide-ide yang
dipersepsikan sebagai nilai positif atau nilai negatif.
Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya. Artinya,
banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian
melalui pengaruhnya pada konsep diri, seperti perubahan fisik dan psikologis pada masa
remaja, Hurlock (dalam Munawaroh, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa konsep diri
tidak menurunkan tingkat kecenderungan seks pranikah, ada faktor lain yang
memengaruhi selain konsep diri. Pengetahuan yang kurang mengenai seksualitas
cenderung melakukan hubungan seksual pranikah karena tidak tahu akan dampak yang
dialami, Munawaroh (2012), selain itu tingkat relijiusitas yang rendah dan tingkat
kepercayaan diri yang rendah memungkinkan untuk melakukan hubungan seksual
pranikah.
Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2007), remaja yang mempunyai
konsep diri tinggi, cenderung akan mempunyai konsep diri yang positif yang ditandai
dengan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima
pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat dan mampu
memperbaiki diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenangi dan berusaha merubah, akan tetapi dari hasil penelitian ini tinggi rendahnya
konsep diri seseorang tidak terlalu memengaruhi sikap seseorang terhadap perilaku
seksual pranikah. Artinya seorang remaja dengan konsep diri yang tinggi
memungkinkan untuk berperilaku demikian, sebaliknya seseorang dengan konsep diri
rendah mempunyai kemungkinan untuk tidak berperilaku seperti itu.
Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan perubahan pada masyarakat Bali.
Keterbukaan masyarakat Bali menjadi intensif dengan ikut teradopsinya berbagai
budaya baru, Geriya (dalam Laksmiwati, 2003). Hal ini menjadikan sebagian dari
masyarakat Bali tradisional menjadi masyarakat modern, perkembangan ini salah
satunya memengaruhi perkembangan reproduksi atau perilaku seksual remaja dalam
suatu masyarakat, yang merubah tatanan nilai yang disebabkan antara lain dengan
kemajuan teknologi dan sikap yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari para
remaja. Berhubung penelitian dilakukan di Kuta dimana Kuta merupakan daerah yang
diminati oleh kaum remaja di Bali dengan tempat hiburan (diskotik, karaoke, pub, bar
dan cafe) yang banyak serta pertokoan yang memanjakan para remaja sebagai tempat
“nongkrong”, bagi remaja yang telah biasa melakukan hubungan seks terdapat
bungalow sebagai sarana untuk mempermudah para remaja berhubungan seks. Remaja
adalah salah satu konsumen yang menikmati bisnis seks ini, serta cara cepat untuk
mendapatkan penghasilan (uang).
Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seksual pranikah terhadap para remaja
sudah semakin permisif, secara tidak langsung hal ini memengaruhi konsep diri para
remaja di Bali, bahwa tidak selamanya remaja dengan konsep diri tinggi memiliki pola
pikir atau perilaku yang sesuai, dan juga sebaliknya karena pengaruh di dalam
kehidupan masyarakat Bali lebih kuat dan selalu berkembang. Terjadi atau tidak terjadi
perilaku seks pranikah sangat tergantung pada wawasan mereka tentang perilaku
tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan kepribadian yang mantap sangat
dipengaruhi oleh pola asuh atau cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak
yang dididik dengan cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik
pula, (dalam Laksmiwati, 2003).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan perilaku seksual
pranikah pada remaja di Kuta-Bali.
2. Konsep diri pada remaja di Kuta-Bali tergolong tinggi (62,5%) dengan mean
sebesar 163,06.
3. Tingkat perilaku seksual pranikah pada remaja di Kuta-Bali tergolong sangat
tinggi (48%) dengan mean sebesar 7,75.
4. Dari hasil korelasi parsial antara dimensi konsep diri dengan perilaku seksual
pranikah maka dimensi fisik memberikan kontribusi sebesar 7,56%, dimensi
moral-etik memberikan kontribusi sebesar 1,58%, dimensi pribadi memberikan
kontribusi sebesar 4,20%, dimensi keluarga memberikan kontribusi sebesar
40,96% dan dimensi sosial memberikan kontribusi sebesar 90,25%. Dari hasil
tersebut dimensi sosial memberikan kontribusi paling besar pada penelitian ini.
SARAN
1. Keluarga
Keluarga wajib memberikan pendidikan seks dini dan mengontrol kepada para
anak-anaknya dengan cara dan kebutuhan yang disesuaikan dengan umur anak
sehingga anak tidak buta pada saat ia sudah mulai mengenal dan merasakan
gairah/nafsu seks, karena pendidikan pertama yang didapat oleh seorang anak
adalah dari keluarganya sendiri dan juga tidak terlalu mentabukan hal-hal yang
berkaitan dengan seks itu sendiri.
2. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan merupakan tempat dimana seseorang mulai mengenal atau
mengetahui berbagai hal, dari mereka belajar dikelas, membaca buku, mulai
belajar berinteraksi dengan sesamanya. Lembaga pendidikan juga wajib
memberikan pelajaran mengenai pendidikan seks yang baik dan sehat yang
sesuai dengan umur dan kebutuhan mereka, tidak mentabukan masalah seks
dengan berlebihan karena seks merupakan kebutuhan biologis seseorang,
sehingga pendidikan/pengetahuan seks penting untuk diberikan, karena
kebanyakan lembaga pendidikan terkhusus sekolah tidak mau untuk membahas
masalah ini, menganggap tidak pantas untuk diberikan, padahal dengan adanya
pendidikan seks diusia dini diharapkan para remaja nantinya sudah bisa lebih
memahami mengenai pendidikan seks itu sendiri. Karena dilingkungan lembaga
pendidikan juga yang menjadi latar belakang mereka nantinya.
3. Media (cetak, elektronik, massa)
Diharapkan peran media menjadi salah satu penyambung informasi yang baik
dan akurat didalam menyampaikan atau menulis informasi kepada masyarakat.
Karena peran media baik cetak, elektronik maupun massa dapat dengan mudah
diperoleh, dilihat, dibaca dan diakses oleh berbagai kalangan, tidak terkecuali
hal-hal mengenai seks (situs video porno, gambar-gambar porno, majalah
dewasa, cyber sex) berbagai hal dapat kita lihat dan menirukannya. Untuk itu
media juga harus menghentikan segala informasi yang bersifat tidak baik, saling
membantu untuk memberikan informasi yang jelas, baik dan akurat terkhusus
hal-hal yang berkaitan dengan masalah seks.
4. Lingkungan sosial/masyarakat
Peran masyarakat harus dapat saling menjaga dan membantu para remaja
didalam tumbuh kembangnya. Lingkungan masyarakat yang terjalin dengan baik
juga membantu para remaja untuk membentuk diri mereka dengan baik, mental,
pola pikir, sikap dan perilaku akan terlihat juga darimana ia tinggal,
bersosialisasi, sebaliknya jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung, maka
tidak akan terbentuk remaja-remaja dengan kualitas yang baik.
5. Peneliti selanjutnya diharapkan bisa lebih menggali lebih luas dan meneruskan
dengan penelitian yang lebih baik dan bisa memanfaatkan hasil penelitian
sebelumnya dengan maksimal dan bisa mengembangkan alat ukur yang lebih
akurat yang berkaitan dengan konsep diri dan perilaku seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. (2009). Psikologi perkembangan pendekatan ekologi kaitannya dengan
konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: Refika Aditama.
Anukasanti, Y. (2010). Hubungan antara konsep diri dengan perilaku pelecehan seksual
pelajar SMU Virgo Fidelis Bawen. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Arikunto, S. (1998). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2011). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, A.R. & Byrne, D. (2003). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.
Bhakti, K.A. (2010). Hubungan antara tingkat religiusitas dengan perilaku seks bebas
pada remaja tengah di lokalisasi Bawen. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga:
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Burns, R.B. (1993). Konsep diri teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku.
Jakarta: Arcan.
Chaplin, J.P. (2009). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Darmasih, R. (2009). Faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja di
Surakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah.
Faturochman. (1992). Sikap dan perilaku seksual remaja di Bali. Jurnal Psikologi, 1, 1-
12.
Febriana, F. (2009). Perbedaan konsep diri remaja awal ditinjau dari status sosial
ekonomi keluarga. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana.
Feist, J & Feist, G.J. (2010). Teori kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Feriyani, B & Fitri, A.R. (2014). Perilaku seksual pranikah ditinjau dari intensitas cinta
dan sikap terhadap pornografi pada dewasa awal. Jurnal Psikologi, 2, 119-152.
Gunarsa, S.D & Gunarsa, J.S.D. (1983). Psikologi perkembangan anak dan remaja.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S.D & Gunarsa, J.S.D. (1980). Psikologi remaja. Jakarta Pusat: BPK Gunung
Mulia.
Helm, H.W., Mcbride, D.C., Knox, D., & Zusman, M. (2009). The influence of a
conservative religion on premarital sexual behavior of University student. North
American Journal of Psychology, 11, 231-245.
Hucker, A., Mussap, A.J., & Mccabe, M.M. (2010). Self-concept clarity and women’s
sexual well-being. The Canadian Journal of Human Sexuality, 19, 67-77.
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Jamaludin, Ahmad, Yusof, R., & Abdullah, S.K. (2009). The reliability and validity of
Tennessee self concept scale (tscs) instrument on residents of drug rehabilitation
centre. European Journal of Social Science, 10, 349-363.
Khirade, S. K. (2012). A study of self concepts of the adolescents. Indian Streams
Research Journal, 2, 1-6.
Kuyoto S. (2004). Sosiologi SMA Kelas 2. Jakarta: PT Grasindo.
Laksmiwati, I.A.A. (2003). Transformasi sosial dan perilaku reproduksi remaja. Jurnal
Studi Jender Srikandi, 3 (1).
Mappiare, A. Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (1999). Psikologi perkembangan
pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mulyana, H.R.D & Purnamasari, S.E. (2010). Hubungan antara harga diri dengan sikap
terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja dari keluarga broken home. Jurnal
Psycho Idea, 8, 41-53.
Munawaroh, F. (2012). Konsep diri, intensitas komunikasi orang tua-anak, dan
kecenderungan perilaku seks pranikah. Jurnal Psikologi Indonesia, 1, 105-113.
Nadia, A. (2010). The relationship between self-concept and satisfaction with life
among adolescents. The International Journal of Interdisciplinary Social Sciences,
5, 81-92.
Olapegba, P.O., Idemudia, E.S., & Onuoha, U.C. (2013). Gender differences in
responsible sexual behavior of-in school adolescents. Gender and Behavior, 11,
5316-5322.
Purnima, M., Zimmerman, R.S., Noar, S.M., & Dumenci, L. (2013). A test of an
adapted multiple domain model in predicting sexual behaviors among unmarried
young adults in India. Journal of Sex Research, 50, 116-127.
Rakhmat, J. (2007). Psikologi komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Riduwan. (2007). Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. Bandung: Alfabeta.
Rotosky, S.S., Dekhtyar, O., Cupp, P.K., & Anderman, E.M. (2008). Sexual self-
concept and sexual self-efficacy in adolescents: a possible clue to promoting sexual
health? Journal of Sex Research, 45, 277-286.
Santrock, J.W. (2012). Perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga.
-----------------. (2007). Perkembangan anak jilid dua. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, W.S. (2000). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
------------------. (2006). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada..
------------------. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
------------------. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Setiadi, E.M & Kolip, U. (2011). Pengantar sosiologi pemahaman fakta dan gejala
permasalahan sosial: teori,aplikasi, dan pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Soejoeti, S.Z. (2001). Perilaku seks di kalangan remaja dan permasalahannya. Artikel
Media Litbang Kesehatan, 11, 30-35.
Soetjiningsih, C.H. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah
pada remaja. Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Sugiyono. (2011). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Susanto, A.S. (1977). Pengantar sosiologi dan perubahan sosial. Bandung: Binacipta.
Susanto. (2012). Hubungan antara sikap terhadap media pornografi dengan perilaku
seksual pranikah pada remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
Susilowati, M.D. (2008). Hubungan antara sikap terhadap masalah kesehatan reproduksi
dengan perilaku seksual pranikah pada mahasiswa di Yogyakarta. Skripsi (tidak
diterbitkan). Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.
Taufik & Anganthi, N. R. N. (2005). Seksualitas remaja: perbedaan seksualitas antara
remaja yang tidak melakukan hubungan seksual dan remaja yang melakukan
hubungan seksual. Jurnal Penelitian Humaniora, 6, 115-129.
Wahyuningsih, R. (2008). Hubungan antara konsep diri dan kontrol diri dengan perilaku
seksual pranikah pada siswa kelas xi SMA Negri 1 Malang. Skripsi (tidak
diterbitkan). Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri.
Wijaningsih, D. (2004). Perubahan sosial dan hukum. Jurnal Hukum, 14 (1).
Yulianto. (2010). Gambaran sikap siswa SMP terhadap perilaku seksual pranikah
(penelitian dilakukan di SMP 159 Jakarta). Jurnal Psikologi, 8, 46-58.
Yusuf, H.S. (2002). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.