HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI MASA...

35
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN OLEH DYAH AYU NOVIANDHINI 802013134 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Transcript of HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI MASA...

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI MASA

PENSIUN DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN

OLEH

DYAH AYU NOVIANDHINI

802013134

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang

bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Dyah Ayu Noviandhini

NIM : 802013134

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW

hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya

berjudul:

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN

DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan

mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat

dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Salatiga

Pada Tanggal: 22 Agustus 2017

Yang menyatakan,

Dyah Ayu Noviandhini

Mengetahui,

Pembimbing

Prof. Dr. Sutarto Wijono., MA

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Dyah Ayu Noviandhini

NIM : 802013134

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir, judul :

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN

DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN

Yang dibimbing oleh :

Prof. Dr. Sutarto Wijono., MA.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan Tugas Akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau

gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk

rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya

sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 22 Agustus 2017

Yang memberi pernyataan

Dyah Ayu Noviandhini

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN

DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN

Oleh

Dyah Ayu Noviandhini

802013134

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 22 Agustus 2017

Oleh:

Pembimbing

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA

Diketahui Oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS Prof. Dr. Sutarto Wijono., MA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN MENGHADAPI MASA

PENSIUN DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN

Dyah Ayu Noviandhini

Sutarto Wijono

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

i

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji hubungan antara kecemasan

menghadapi pensiun dengan semangat kerja karyawan.Penelitian ini merupakan

penelitian populasi. Subjek penelitian adalah karyawan yang akan memasuki cuti besar

dengan usia pegawai antara 52-57 tahun, dan mereka akan pensiun dalam kurun waktu

1-6 tahun lagi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang

menggunakan subjek penelitian sebanyak 50 orang. Hasil analisis korelasi "Spearman

Ranked-Order" r = 0,498 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara dua variabel. Kesimpulan

dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara kecemasan menghadapi pensiun

dengan semangat kerja pada pegawai

Kata Kunci : Kecemasan Menghadapi Pensiun, Semangat Kerja Pegawai

ii

Abstract

The purpose of this research is to examine the correlation between the anxiety of facing

retired time with the work spirit of the employee. This research includes population

research. The subject of this research is all the employees who will face the furlough,

the age between 52-57 years old and they will face the retired time about next 1 – 6

years. This research use quantitative method and the data taken from 50 people. The

result of the analysis correlation “Spearman Ranked-Order” r = 0,498 and the

significant degree is 0,000 (p < 0,05). It shows that there is a significant positive

correlation between two variables and it can be concluded that there is acorrelation

between the anxiety of facing the retired time with the work spirit of the employee.

Keywords: The Anxiety Of Facing The Retired Time, The WorkSpirit Of The

Employee

1

PENDAHULUAN

Ketika orang memasuki masa pensiun seorang karyawan seharusnya merasa

senang karena telah mencapai puncak kariernya. Individu dapat menikmati masa

hidupnya dengan lebih santai, rileks, tenang, dan bahagia. Dengan kata lain, individu

tidak lagi terbebani dengan berbagai tugas dan tanggung jawab dari instansi atau

organisasi tempatnya bekerja. Saat masa pensiun tiba, maka individu akan lebih banyak

waktu dan kesempatan bersama-sama dengan keluarga atau pasangannya. Individu

mengerjakan sesuatu yang disukai dan bukan pekerjaan yang harus dikerjakannya,

individu dapat meningkatkan kualitas kesehatan karena berkurangnya tekanan beban

kerja yang harus dihadapi. Pada akhirnya individu dapat memaknai kehidupannya

dengan penuh keoptimisan (Aidit, 2000). Akan tetapi, dalam memasuki masa pensiun

ada juga individu yang merasa kehilangan semangat dalam bekerja.

Seorang karyawan yang memiliki semangat kerja yang baik tentunya akan

memberikan sikap yang positif seperti kesetiaan, kegembiraan, kerjasama, kebanggan

dalam dinas dan ketaatan dalam kewajiban. Berbeda dengan karyawan yang memiliki

semangat kerja yang rendah, karena karyawan tersebut cenderung menunjukkan sikap

yang pasif seperti suka membantah, merasa gelisah dalam bekerja dan merasa tidak

nyaman (Karsini, dkk, 2016).

Ada beberapa fenomena yang terkait dengan semangat kerja dapat diidentifikasi,

melalui hasil observasi dan wawancara penulis dengan karyawan pada hari Jumat 21

April 2017 secara personal pada karyawan. Hasilnya menunjukan bahwa karyawan

yang akan menghadapi masa pensiun mengatakan bahwa mereka sering telat masuk

kerja bahkan tak jarang mereka membolos ataupun ijin tidak masuk kerja. Selain itu,

sebagian dari mereka kurang begitu fokus terhadap tugas-tugas pekerjaan yang

2

diberikan sehingga mereka kurang dapat disiplin dalam mengerjakan ataupun

melakukan tugasnya. Sebagian juga kurang dapat melakukan kerja sama dengan teman

dan masih belum dapat bertanggung jawab ketika diberi tugas. Karyawan mengaku

merasa jenuh dengan pekerjaan yang sudah lama mereka lakukan. Berdasarkan

fenomena tersebut dapat dikatakan terdapat masalah terkait dengan semangat kerja.

Oleh sebab itu, semangat kerja karyawan penting diteliti.

Beberapa penelitian yang dapat mendukung mengenai semangat kerja

diantaranya, seorang pegawai yang mempunyai semangat kerja tinggi akan selalu

memberikan sikap yang positif kepada pekerjaan dan juga lingkungan kerjanya (Djui &

Setiasih, 2001). Seorang pegawai yang memiliki semangat kerja sedang terkadang

melakukan tugas-tugasnya dengan perasaan biasa-biasa saja, melakukan tugasnya

dengan santai hingga terkadang tidak tepat waktu dalam penyelesaiannya, dan juga

terkadang juga merasa malas dan bosan dengan pekerjaannya. Pegawai yang

mempunyai semangat kerja rendah biasanya dalam bekerja dia tidak tenang, sering

menunda pekerjaannya, serta ingin menyelesaikan pekerjaan sendiri tanpa mau

bekerjasama dengan teman yang lain (Djui & Setiasih, 2001). Menurut Nitisemito

(2000) gejala-gejala yang nampak saat seorang pegawai mengalami penurunan

semangat kerja diantaranya yaitu, rendahnya produktivitas kerja, tingkat absensi yang

tinggi, tingkat perpindahan karyawan yang tinggi, tingkat kerusakan yang meningkat,

kegelisahan dimana-mana, tuntutan yang sering terjadi, dan pemogokan. Secara khusus

mengenai perasaan kegelisahan ini dapat diartikan sebagai kecemasan dimana hal ini

menjadi suatu ancaman bagi kehidupan seseorang terhadap gambaran masa depannya

(Kartono, 2000).

3

Semangat kerja memiliki dampak yang sangat besar bagi perusahaan,

sebagaimana yang diungkapkan oleh Tohardi (2002), semangat kerja sangat penting

bagi organisasi karena, (1) semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka

absensiatau tidak bekerja karena malas, (2) dengan semangat kerja yang tinggi dari

buruh dan karyawan maka pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan kepadanya akan

dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat atau lebih cepat, (3) dengan

semangat kerja yang tinggi pihak organisasi memperoleh keuntungan dari sudut

kecilnya angka kerusakan karena semakin tidak puas dalam bekerja, maka semakin

besar angka kerusakan, (4) semangat kerja yang tinggi otomatis membuat karyawan

akan merasa senang bekerja seingga kecil kemungkinan karyawan akan pindah bekerja

ke tempat lain, (5) semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan

karena karyawan yang mempunyai semangat kerja tinggi cenderung bekerja dengan

hati-hati dan teliti sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada.

Semangat kerja pada karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Jos

Masdani (dalam Anoraga, 1992) menyebutkan faktor yang mempengaruhi semangat

kerja ada dua yaitu faktor kepribadian dan faktor kehidupan emosional karyawan,

seperti rasa takut, khawatir, cemas ataupun gelisah; dengan kata lain bahwa pada

kenyataannya karyawan yang sedang memasuki masa pensiun akan memiliki rasa

kecemasan. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang mengatakan

bahwa ketika memasuki masa pensiun, sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak

tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak (Rini, 2001), oleh karena itu

penelitian tentang kecemasan penting dilakukan.

Kemudian, Nawawi (2003) menjelaskan bahwa ketika individu yang mengalami

kecemasan dalam menghadapi masa pensiun, maka individu tersebut akan mengalami

4

penurunan semangat kerja. Menurut hasil penelitian Widiastuti (2008) menunjukkan

bahwa pada umumnya, seseorang mengalami kecemasan adalah karena ketidakpastian

karyawan dalam menghadapi pensiun yang disebabkan masih banyaknya tanggungan

yang harus diselesaikan. Pada kenyataannya banyak orang yang mengalami ketakutan

akan pensiun. Perasaan inilah yang akhirnya menimbulkan kecemasan pada seseorang

yang akan mengalami pensiun.

Hasil penelitian Yuliarti & Mulyana (2014), mengenai hubungan antara

kecemasan menghadapi pensiun dengan semangat kerja pada pegawai PT. Pos

Indonesia (Persero) Kantor Pusat Surabaya, terdapat hubungan yang signifikan antara

kecemasan menghadapi pensiun dengan semangat kerja pada pegawai PT. Pos

Indonesia (Persero) Kantor Pusat Surabaya.

Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa pensiun adalah pemberhentian dengan

hormat oleh pihak perusahaan terhadap pegawai yang usianya telah lanjut. Terdapat

beberapa perubahan yang dialami seorang pegawai ketika akan menghadapi pensiun,

yaitu masalah keuangan, berkurangnya harga diri, berkurangnya kontak sosial yang

berorientasi pekerjaan, hilangnya makna suatu tugas dan hilangnya rutinitas.

Kecemasan menghadapi pensiun adalah perasaan yang muncul karena rasa

khawatir akan kondisi yang tidak menentu, tidak pasti, tidak bisa diprediksi, dan

gangguan-gangguan yang berpotensi sebagai akibat karena akan memasuki masa

pension. Beberapa faktor yang bisa mempengaruhi dan menyebabkan timbulnya

kecemasan dalam menghadapi pensiun, diantaranya masih mempunyai tanggungan

keluarga, datangnya masa tua, hilangnya status pekerjaan, status sosial, dan fasilitas-

fasilitas yang didapatkan selama masih bekerja, dan juga tidak mempunyai pekerjaan

sampingan.

5

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian ini yaitu

tentang hubungan antara kecemasan menghadapi pensiun dengan semangat kerja pada

pegawai.

RUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan antara kecemasan menghadapi masa pensiun dengan

semangat kerja karyawan.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adanya hubungan antara

kecemasan menghadapi masa pensiun dengan semangat kerja.

HIPOTESIS

Ada hubungan negatif signifikan antara kecemasan menghadapi masa pensiun

dengan semangat kerja karyawan. Dengan kata lain semakin tinggi kecemasan dalam

menghadapi masa pensiun, maka semakin rendah semangat kerja karyawan. Semakin

rendah kecemasan menghadapi masa pensiun maka semakin tinggi tingkat semangat

kerja karyawan.

LANDASAN TEORI

A. Semangat Kerja

1. Pengertian semangat kerja

Hasley (dalam Palloan, 2010) menyatakan bahwa semangat kerja adalah

sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan seorang karyawan untuk

menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih tanpa menambah keletihan,

yang menyebabkan karyawan dengan antusias ikut serta dalam kegiatan-

6

kegiatan dan usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan

tidak mudah kena pengaruh dari luar, terutama dari orang-orang yang

mendasarkan sasaran mereka itu atas tanggapan bahwa satu-satunya

kepentingan pemimpin perusahaan itu terhadap dirinya untuk memperoleh

keuntungan yang sebesar-besarnya darinya dan memberi sedikit mungkin.

2. Aspek-aspek semangat kerja menurut Hasley (dalam Palloan, 2010), yaitu:

a. Presensi, kehadiran pegawai ditempat kerja, ketepatan pegawai datang

dan pulang kerja, kehadiran pegawai mengikuti kegiatan atau acara

dalam instansi.

b. Disiplin kerja, kepatuhan karyawan terhadap peraturan dan tata tertib

instansi, kepatuhan karyawan terhadap instruksi yang datang dari atasan.

c. Kerjasama, mau bekerjasama dengan atasan teman sejawat maupun

bawahan, adanya kemauan membantu teman yang mengalami kesulitan

dalam melakukan pekerjaan, adanya kemauan untuk menerima kritik

serta saran dari orang lain.

d. Tanggung jawab, adanya kesadaran bahwa pekerjaan yang diberikan

bukan hanya kepentingan instansi tetapi juga untuk kepentingannya

sendiri, penyelesain tugas.

e. Produktivitas kerja, hasil yang dicapai, ketepatan menggunakan waktu

dalam menyelesaikan tugas

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap semangat kerja karyawan

menurut Zainun (2004), yaitu:

7

a. Hubungan yang harmonis antara pimpinan dan bawahan terutama antara

pimpinan yang sehari-hari berhadapan langsung dengan para karyawan

yang dibawahinya.

b. Kepuasan para karyawan terhadap tugas dan pekerjaannya karen

memperoleh tugas yang disukai sepenuhnya

c. Terdapatnya suatu suasana dan iklim kerja yang bersahabat sehingga

mampu meningkatkan semangat kerja karyawan.

d. Rasa kemanfaatan bagi tercapainya tujuan organisasi yang juga

merupakan tujuan bersama-sama mereka yang diwujudkan secara

bersama-sama pula.

e. Adanya tingkat kepuasan ekonomi sebagai imbalan yang dirasakan adil

terhadap jerih payah yang telah diberikan oleh organisasi.

f. Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta perlindungan terhadap

segala sesuatu yang dapat membahayakan diri pribadi dan karier dalam

pekerjaan.Fakta yang tidak bisa terelakkan adalah terdapat karyawan

yang akan memasuki masa pensiun yang menyebabkan berkurangnya

ketenangan jiwa karyawan saat bekerja.

B. Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun

1. Pengertian kecemasan menghadapi masa pensiun

Kecemasan menghadapi masa pensiun merupakan suatu reaksi seseorang

terhadap kejadian yang akan dilaluinya yaitu aktivitas pengunduran diri dari

pekerjaannya dan kehidupan afektifnya yang menandai akhir periode kerja.

Aktivitas yang akan dilaluinya tersebut dirasakan mendatangkan beberapa

permasalahan yaitu permasalahan ekonomi, kehilangan status, perasaan tidak

8

berguna, dan masalah kesepian yang dihadapi dengan adanya reaksi fisik, emosi,

dan kognitif (Purnomo, 2008).

2. Aspek-aspek kecemasan menghadapi masa pensiun menurut Mahler

(dalam Prastiti, 2005) adalah sebagai berikut:

a. Aspek emosional, yaitu reaksi terhadap kecemasan yang berkaitan dengan

perasaan individu terhadap suatu hal yang dialami secara sadar dan

mempunyai ketakutan yang mendalam. Misalnya : cenderung terus-menerus

merasa khawatir akan sesuatu yang menimpanya, mudah tersinggung, tidak

sabar dan sering mengeluh.

b. Aspek kognitif , reaksi terhadap kecemasan yang berkaitan dengan

kekhawatiran individu terhadap konsekuensi-konsekuensi yang mungkin akan

dialami. Bila kekhawatiran meningkat, hal ini dapat mengganggu kemampuan

kognitif individu, seperti : sulit berkonsentrasi, pelupa, pikiran kacau dan

mudah panik.

c. Aspek fisik, yaitu reaksi terhadap kecemasan yang berkaitan dengan reaksi

tubuh. Secara fisik, individu akan tampak berkeringat walaupun udara tidak

panas, jantung berdebar terlalu keras, tangan atau kaki dingin, gangguan

pencernaan, mulut dan tenggorokan terasa kering, muka tampak pucat, sering

buang air kecil, otot dan persendian terasa kaku, sering mengalami gangguan

tidur atau susah tidur. Hal lain yang dapat diperhatikan adalah individu

mudah merasa lelah, tidak merasa santai, mudah terkejut dan terkadang

menggerak-gerakkan wajah atau anggota tubuh dalam frekuensi yang

berlebihan, seperti mengoyang-goyangkan kaki atau tangan, sering

9

merenggangkan leher atau anggota tubuh lainnya. Setiap individu yang cemas

mengalami gejala fisik yang berbeda-beda

3. Hubungan kecemasan menghadapi masa pensiun dengan semangat kerja

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Setyaningsih dan Mu’in

(2013), Adanya hubungan yang signifikan antara Semangat kerja dengan tingkat

kecemasan pada kelompok pekerja PNS yang menghadapi masa pensiun.

Semangat kerja dengan tingkat kecemasan pada kelompok pekerja PNS yang

menghadapi masa pensiun, tampaknya cukup jelas diketahui bahwa dalam hasil

penelitian ini para pegawai yang akan menghadapi pensiun memiliki kecemasan

yang sedang dan semangat kerja mereka juga sedang. Kecemasan yang dialami

oleh pegawai yang akan menghadapi pensiun itu tidak terlalu tinggi karena

mereka masih bisa mengatasi rasa cemas yang muncul pada dirinya. Sama

halnya dengan semangat kerja pegawai yang menghadapi pensiun juga tidak

terlalu rendah karena para pegawai masih mempunyai semangat kerja yang

cukup atau sedang meskipun dirinya akan segera menghadapi pensiun dan sudah

tidak bekerja lagi. Hal ini diperkuat juga melalui penelitian yang di lakukan

Unger dan Crawford (1992) ada dua, yakni pandangan positif dan negatif.

Seseorang yang memiliki pandangan positif memaknai pensiun sebagai suatu

kebebasan setelah sekian tahun bekerja, kesempatan yang cukup baik untuk

bepergian atau berlibur, melakukan hobi, dan memanfaatkan waktu luang.

Sebaliknya, seseorang yang memiliki pandangan negatif memaknai pensiun

sebagai keadaan yang membosankan, penarikan diri, dan kemungkinan besar

munculnya perasaan tidak berguna. Pandangan negatif seperti ini yang dapat

10

menimbulkan emosi-emosi negatif sehingga akan mengarahkan seseorang pada

kecemasan menghadapi masa pensiun.

Selain itu Newman dan Newman (1999) juga mengatakan bahwa bagi

beberapa orang, pensiun merupakan beban yang tidak diharapkan. Mereka

merasa pesimis dan merasa tidak berguna karena kehilangan pekerjaan. Pensiun

lebih dimaknai sebagai suatu kehilangan daripada suatu kesempatan baru atau

kebebasan sehingga mempengaruhi semangat kerja individu. Sama seperti yang

dikemukakan oleh Davidoff & Collings (dalam Syahraini & Rohmatun, 2007)

bahwa orang yang mengalami kecemasan ini biasanya mempunyai penilaian

yang kurang baik terhadap dirinya, mempunyai kecerdasan emosi yang rendah

dan kurang percaya diri.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif.

Azwar (2012) menyebutkan bahwa pada penelitian kuantitatif, data penelitian

hanya akan diintrepretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh melalui suatu

proses pengukuran.

Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (X) : Kecemasan menghadapi masa pensiun

2. Variabel Terikat (Y) : Semangat kerja

11

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini berjumlah 50 yaitu karyawan yang akan

memasuki masa pensiun. Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan

teknik purposive sampling. Teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat

tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-

sifat yang ada didalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Narbuko &

Achmadi, 2003). Karakteristik yang dijadikan sampel penelitian adalah: (1)

karyawan tetap, (2) berusia 52 – 57 tahun, (3) akan pensiun dalam kurun waktu 1 -

6 tahun.

C. Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penulis melakukan

pengumpulan data dengan menyebarkan angket pada tanggal 21 April 2017. Subjek

yang dipilih dalam penelitian ini karyawan yang akan memasuki masa pensiun

dalam jangka waktu 1—6 tahun lagi. Penyebaran angket dilakukan oleh penulis dan

dibantu oleh beberapa rekan penulis. Penulis memberikan angket sebanyak 75 ke

sebuah perusahaan di Semarang dan hanya 25 angket yang diberikan kembali pada

penulis. Selanjutnya, penulis juga langsung mendatangi ke rumah-rumah subjek

dengan bantuan beberapa rekan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan try out

terpakai, dimana subjek yang digunakan dalam try out sekaligus digunakan dalam

penelitian.

D. Instrumen Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecemasan

menghadapi pensiun dan skala semangat kerja, berikut penjelasannya:

12

1. Skala kecemasan menghadapi masa pensiun

Kecemasan karyawan dalam menghadapi dalam masa pensiun diukur

dengan skala kecemasan menghadapi pensiun dari Mahler (dalam Prastiti,

2005). Skala ini terdiri dari 3 aspek yang meliputi (1) aspek emosional yaitu

perasaan khawatir, tegang, gelisah, (2) Aspek kognitif , yaitu perilaku sulit

berkonsentrasi, pelupa, pikiran kacau, dan mudah panik, dan (3) Aspek fisik,

yaitu keadaan fisik seperti jantung berdebar, gangguan tidur, dan sesak nafas.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode skala

dari Likert dengan 4 kategori pilihan, yaitu sangat tidak sesuai (STS), tidak

sesuai (TS), sesuai (S) dan sangat sesuai (SS). Jenis item yang digunakan

terdapat 2 macam yaitu, favourable dan unfavourable. Untuk item favourable,

pilihan STS mendapat skor 1, pilihan TS mendapat skor 2, pilihan S mendapat

skor 3 dan pilihan SS mendapat skor 4. Sebaliknya untuk item unfavourable,

pilihan STS mendapat skor 4, TS mendapat skkor 3, S mendapat skor 2 dan SS

mendapat skor 1.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai untuk menguji

kembali alat ukur dimana subjek yang digunakan untuk try out digunakan

sekaligus untuk penelitian. Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi aitem dan

reliabilitas skala kecemasan menghadapi masa pensiun sebanyak dua kali

putaran, yang terdiri dari 36 aitem, diperoleh aitem gugur sebanyak 11 aitem.

Teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik

koefisien Alpha Cronbach. Hasil koefisien Alpha pada skala kecemasan

menghadapi masa pensiun sebesar 0,926

13

Tabel 1

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.926 25

2. Skala semangat kerja

Semangat kerja karyawan diukur dengan skala semangat kerja dari

Hasley (dalam Palloan, 2010). Penyusunan skala dalam penelitian ini terdiri dari

5 aspek yang meliputi (1) Presensi, kehadiran pegawai ditempat kerja, ketepatan

pegawai datang dan pulang kerja, kehadiran pegawai mengikuti kegiatan atau

acara dalam instansi (2) Disiplin kerja, kepatuhan karyawan terhadap peraturan

dan tata tertib instansi, kepatuhan karyawan terhadap instruksi yang datang dari

atasan (3) Kerjasama, mau bekerjasama dengan atasan teman sejawat maupun

bawahan, adanya kemauan membantu teman yang mengalami kesulitan dalam

melakukan pekerjaan, adanya kemauan untuk menerima kritik serta saran dari

orang lain (4) Tanggung jawab, adanya kesadaran bahwa pekerjaan yang

diberikan bukan hanya kepentingan instansi tetapi juga untuk kepentingannya

sendiri, penyelesain tugas (5) Produktivitas kerja, hasil yang dicapai, ketepatan

menggunakan waktu dalam menyelesaikan tugas.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode skala

dari Likert dengan 4 kategori pilihan, yaitu sangat tidak sesuai (STS), tidak

sesuai (TS), sesuai (S) dan sangat sesuai (SS). Jenis item yang digunakan

terdapat 2 macam yaitu, favourable dan unfavourable. Untuk item favourable,

pilihan STS mendapat skor 1, pilihan TS mendapat skor 2, pilihan S mendapat

14

skor 3 dan pilihan SS mendapat skor 4. Sebaliknya untuk item unfavourable,

pilihan STS mendapat skor 4, TS mendapat skkor 3, S mendapat skor 2 dan SS

mendapat skor 1.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai untuk menguji

kembali alat ukur dimana subjek yang digunakan untuk try out digunakan

sekaligus untuk penelitian. Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi aitem dan

reliabilitas skala semangat kerja sebanyak dua kali putaran, terdiri dari 50 aitem,

diperoleh aitem gugur sebanyak 5 aitem.

Teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik

koefisien Alpha Cronbach. Hasil koefisien Alpha pada skala semangat kerja

sebesar 0,955.

Tabel 2

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.955 45

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dengan menggunakan

metode statistik. Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kedua

variabel adalah korelasi Product Moment dari Pearson. Dalam penelitian ini,

analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer statistik

yaitu SPSS seri 16.0 for windows.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif

Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar

deviasi sebagai hasil pengukuran skala kecemasan menghadapi masa pensiun dan skala

semangat kerja:

Tabel 3. Deskriptif Statistika

Desriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation

KECEMASAN 50 73 100 83.00 8.816

SK 50 129 176 151.10 14.029

Valid N

(listwise) 50

Berdasarkan tabel, tampak skor empirik yang diperoleh pada skala kecemasan

menghadapi masa pensiun paling rendah adalah 73 dan skor paling tingi adalah 100,

rata-ratanya adalah 83,00 dengan standar deviasi 8,816. begitu juga dengan skala

semangat kerja paling rendah 129 dan paling tinggi adalah 176, rata-ratanya adalah

151,10 dengan standar deviasi 14,029.

Menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel kecemasan menghadapi

masa pensiun yaitu dengan menggunakan 4 (empat) kategori yaitu sangat tinggi, tinggi,

rendah dan sangat rendah. Jumlah pilihan pada masing-masing aitem adalah 4 (empat).

Pembagian skor maksimum dengan cara mengkalikan skor tertinggi dengan jumlah

soal, yaitu 4 x 25 aitem = 100 dan pembagian skor minimum dengan mengkalikan skor

terendah dengan jumlah soal, yaitu 1 x 25 aitem = 25. Sedangkan untuk menentukan

tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel semangat kerja yaitu juga dengan

menggunakan 4 (4mpat) kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah.

16

Skor tertinggi adalah 4 (empat) dan skor terendah adalah 1 (satu), maka skor maksimun

diperoleh dengan mengkalikan skor tertinggi dengan jumlah aitem, yaitu 4 x 45 aitem =

180 dan pembagian skor minimum dengan mengkalikan skor terendah dengan jumlah

soal, yaitu 1 x 45 aitem = 45. Untuk pembagian interval dilakukan

menjadiempatkategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah dan

membaginya dengan jumlah kategori.

Maka dari perhitungan tersebut didapatkan hasil seperti di tabel berikut ini:

Tabel 4. Kategorisasi Pengukuran Skala Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun

Skala No Interval Kategori N Persentase Mean SD

Kecemasan

Menghadapi

Masa

Pensiun

1 81,25≤ x ≤ 100 Sangat

Tinggi

21 42%

83,00

8,816 2 62,5≤ x < 81,25 Tinggi 29 58%

3 43,75≤ x < 62,5 Rendah 0 0%

4 25≤ x < 43,75 Sangat

Rendah

0 0%

Jumlah 50 100%

Berdasarkan tabel data diatas, menunjukan tingkat kecemasan menghadapi masa

pensiun yang diperoleh dari 50 subjek tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi. Pada

kategori sangat rendah berjumlah 0 karyawan dengan presentase sebesar 0%, kategori

rendah sebanyak 0 karyawan dengan presentase sebesar 0%, kategori tinggi sebanyak

29karyawan dengan presentase sebesar 58% dan kategori sangat tinggi sebanyak

17

21karyawan dengan presentase sebesar 42%. Berdasarkan data diatas juga dapat dilihat

bahwa karyawan rata-rata memiliki kecemasan menghadapi masa pensiun yang tinggi

yaitu 83,00%, dengan standar deviasi 8,816. Skor karyawan bergerak dari skor

minimum yakni sebesar 25 dan skor maksimum sebesar 100.

Berdasarkan seleksi item dari uji reliabilitas terdapat 11 item yang dinyatakan

gugur dan 25 item yang digunakan untuk penelitian. Berdasarkan hasil yang didapat

bahwa tingkat kinerja pada karyawan berada pada tingkat yang sedang.

Tabel 5. Kategorisasi Pengukuran Skala Semangat Kerja

Skala No Interval Kategori N Persentase Mean SD

Semangat

Kerja

1 146,25≤ x ≤ 180 Sangat

tinggi

26 52%

151,10

14,029

2 112,75≤ x

<146,25

Sangat

Tinggi

24 48%

3 78,75≤x < 112,75 Rendah 0 0%

4 45≤ x < 78,75 Sangat

Rendah

0 0%

Jumlah 50 100%

Berdasarkan tabel data diatas, menunjukan tingkat semangat kerja yang

diperoleh dari 50 subjek tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi. Pada kategori

sangat rendah berjumlah 0 karyawan dengan presentase sebesar 0%, kategori rendah

sebanyak 0 karyawan dengan presentase sebesar 0%, kategori tinggi sebanyak

24karyawan dengan presentase sebesar 48% dan kategori sangat tinggi sebanyak

26karyawan dengan presentase sebesar 52%. Berdasarkan data diatas juga dapat dilihat

bahwa karyawan rata-rata memiliki kecemasan menghadapi masa pensiun yang tinggi

18

yaitu 151,10%, dengan standar deviasi 14,029. Skor karyawan bergerak dari skor

minimum yakni sebesar 45 dan skor maksimum sebesar 180.

Berdasarkan seleksi item dari uji reliabilitas terdapat 5 item yang dinyatakan

gugur dan 45 item yang digunakan untuk penelitian. Berdasarkan hasil yang didapat

bahwa tingkat kinerja pada karyawan berada pada tingkat yang sedang.

Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas

a. Uji Normalitas

Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov.

Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai signifikansi (p > 0,05)

yang didapat dari hasil analisa menggunakan program SPSS 16.0. Hasil uji

normalitas adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

KECEMASAN SK

N 50 50

Normal Parametersa Mean 83.00 151.10

Std. Deviation 8.816 14.029

Most Extreme

Differences

Absolute .210 .127

Positive .210 .127

Negative -.128 -.079

Kolmogorov-Smirnov Z 1.483 .901

Asymp. Sig. (2-tailed) .025 .391

Hasil perhitungan uji Kolmogorov-smirnov Z pada kecemasan menghadapi

masa pensiun diperoleh besar nilai K-S-Z sebesar 1,483 dengan nilai sign. = 0,025 (p <

0,05) yang artinya variabel kecemasan menghadapi masa pensiun berdistribusi tidak

19

normal, dan semangat kerja memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,901 dengan nilai sign. =

0,391 (p > 0,05) yang artinya variabel semangat kerjaberdistribusi normal.

b. Uji Linearitas

Pengujian linearitas diperlukan untuk mengetahui apakan dua variabel yang

sudah ditetapkan, memiliki hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Kedua

variable dapat dikatakan linear bila memiliki nilai signifikansi deviation from linearity

(p > 0,05).

Tabel 7. Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F

Sig.

SK *

KECEMASAN

Between

Groups

(Combined) 5756.821 21 274.134 1.974

.046

Linearity 2885.826 1 2885.826

20.78

4

.000

Deviation

from

Linearity

2870.996 20 143.550 1.034 .459

Within Groups 3887.679 28 138.846

Total 9644.500 49

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa

hubungan kecemasan menghadapi masa pensiun dan semangat kerja adalah linear,

karena dari hasil uji linearitas diperoleh F beda = 1,034 dan nilai signifikansi sebesar

0,459 (p > 0,05). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hubungan antara kecemasan

menghadapi masa pensiun dengan semangat kerja menunjukkan garis yang sejajar atau

linear.

20

Uji Korelasi

Perhitungan korelasi dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas

dan uji lineritas, dari perhitungan uji korelasi antara variabel bebas dan terikat, dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Uji Korelasi

Correlations

KECEMASAN SK

Spearman's rho KECEMAS

AN

Correlation Coefficient 1.000 .498**

Sig. (1-tailed) . .000

N 50 50

SK Correlation Coefficient .498**

1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 50 50

Berdasarkan hasil korelasi antara kecemasan menghadapi masa pensiun dengan

semangat kerja, didapatkan r= 0,498 dengan sig.=0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut

menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan antara kecemasan menghadapi

masa pensiun dengan semangat kerja. Semakin tinggi kecemasan menghadapi masa

pensiun maka semakin tinggi pula semangat kerja yang dimiliki karyawan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara kecemasan menghadapi masa

pensiun dengan semangat kerja karyawan, diperoleh hasil r = 0,498, p < 0,05. Hasil

tersebut menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara kecemasan dengan

semangat kerja. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa, semakin tinggi kecemasan

yang dimiliki, semakin tinggi pula semangat kerja karyawan. Ini artinya kecemasan

menjadi perasaan yang dianggap penting untuk memengaruhi semangat kerja.

21

Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dikemukakan oleh Yuliarti &

Mulyana (2014), Hubungan antara kecemasan menghadapi masa pensiun dengan

semangat kerja pegawai PT.POS (Persero) kantor pusat Surabaya, adanya hubungan

yang positif signifikan antara hubungan kecemasan menghadapi masa pensiun dengan

semangat kerja pada pegawai PT.POS (Persero) kantor pusat Surabaya. Kecemasan

yang dialami oleh pegawai yang akan menghadapi pensiun itu tidak terlalu tinggi karena

mereka masih bisa mengatasi rasa cemas yang muncul pada dirinya. Sama halnya

dengan semangat kerja pegawai yang menghadapi pensiun juga tidak terlalu rendah

karena para pegawai masih mempunyai semangat kerja yang cukup atau sedang

meskipun dirinya akan segera menghadapi pensiun dan sudah tidak bekerja lagi.

Ada beberapa kemungkinan bahwa hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis

yang dibangun. Pertama, sebagian karyawan menganggap bahwa mereka telah memiliki

kesiapan dalam menghadapi masa pensiun, sehingga membuat dirinya merasa bahwa

kecemasan adalah hal yang dianggap bagian yang mesti mereka nikmati. Sehingga

dapat meningkatkan semangat kerja mereka. Seperti yang diungkapkan Rosyid (2003);

Braithwaithe, dkk (dalam Wanti, 2008); Parkinson dkk (1990); Atamimi dan Djaini

(dalam Wahyu, 2011), faktor internal yang mempengaruhi kecemasan menghadapi

masa pensiun antara lain kesiapan menghadapi masa pensiun ditunjukkan dalam bentuk

perencanaan-perencanaan prapensiun. Orang yang memiliki perencanaan dan persiapan

yang matang dalam menghadapi masa pensiun, akan cenderung lebih dapat beradaptasi

dengan kondisi paskapensiun sehingga dapat mencegah kecemasan menghadapi masa

pensiun.

Kedua, para karyawan sadar akan masa kerjanya yang sebentar lagi akan habis

sehingga mereka menikmati tugas-tugas yang diberikan. Selama mereka bekerja,

22

mereka mengaku hanya memiliki waktu sedikit untuk melakukan liburan bersama

keluarga dan melakukan hobi-hobi yang mereka senangi, ini menjadi salah satu alasan

mereka menikmati kecemasan dalam menghadapi masa pensiun yang mereka hadapi,

karena setelah masa pensiun tiba mereka akan dapat melakukan kegiatan yang mereka

senangi dan memiliki waktu lebih banyak bersama keluarga mereka, karena mereka

tidak perlu mengerjakan tugas-tugas kantor setelah pensiun. Hal ini didukung oleh teori

yang diungkapkan oleh Aidit ( 2000), memasuki masa pensiun seorang karyawan

seharusnya merasa senang karena telah mencapai puncak kariernya. Individu dapat

menikmati masa hidupnya dengan lebih santai, rileks, tenang, dan bahagia. Dengan kata

lain, individu tidak lagi terbebani dengan berbagai tugas dan tanggung jawab dari

instansi atau organisasi tempatnya bekerja. Saat masa pensiun tiba, maka individu akan

lebih banyak waktu dan kesempatan bersama-sama dengan keluarga atau pasangannya.

Individu mengerjakan sesuatu yang disukai dan bukan pekerjaan yang harus

dikerjakannya, individu dapat meningkatkan kualitas kesehatan karena berkurangnya

tekanan beban kerja yang harus dihadapi. Pada akhirnya individu dapat memaknai

kehidupannya dengan penuh keoptimisan.

Ketiga, karyawan mengaku sudah terlanjur nyaman dengan sesama rekan kerja

mereka, bahkan tidak sedikit yang menganggap rekan kerjanya tidak hanya sekedar

rekan kantor biasa melainkan sebagai keluarga mereka. Selain saling membantu dalam

mengerjakan tugas, mereka juga saling berbagi cerita atau bertukar fikiran ketika

memiliki masalah. Hal ini menjadi semangat tersendiri dalam mengerjakan tugas-tugas

di kantor. Seperti yang diungkapkan oleh Muchinsky (2002), kondisi seseorang yang

menunjang dirinya melakukan pekerjaan lebih cepat dan lebih baik. Suasana kerja pada

umumnya menjadi faktor penentu yang dapat membangkitkan semangat kerja

23

karyawan. Misalnya saja, terciptanya seasana kekeluargaan diantara sesama rekan

kerja, dan juga suasana ruang kondusif. Hal tersebut dapat memberikan reaksi positif

bagi karyawan untuk membangkitkan semangat dan kegairahan kerja.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka didapatkan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Adanya hubungan positif yang signifikan antara kecemasan menghadai masa

pensiun dengan semangat kerja pegawai. Semakin tinggi kecemasan

menghadapi masa pensiun yang dimiliki pegawai, semakin tinggi semangat

kerja yang dilakukan, begitu pula sebaliknya.

2. Para pegawai rata-rata memiliki kecemasan menghadapi masa pensiun yang

masuk ke dalam kategori tinggi dengan presentase 58%, dan rata-rata

memiliki semangat kerja yang masuk dalam kategori sangat tinggi juga

dengan presentase sebesar 52%.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian serta mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam

penelitian ini, maka peneliti memiliki beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Pegawai

Setiap karyawan perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi pensiun dengan

cara menikmati setiap tugas yang diberikan. Sehingga karyawan akan tetap

bersemangat dalam bekerja. Ada beberapa yang perlu dilakukan agar karyawan

tetap fokus terhadap tugas-tugas yang dialami oleh karyawan melalui sharing,

24

saling bertukar pikiran dan melihat alternatif lain untuk persiapan masa pensiun

nanti.

2. Bagi Kantor

Pihak perusahaan harus mempunyai iniasiatif tinggi dalam memberi kesempatan

kepada setiap karyawan untuk menghadapi tingkat kecemasan sehingga

membuat mereka lebih bersemangat. Strategi yang perlu dilakukan adalah

memberi wadah berdiksuai atau mengadakan pelatihan/seminar tentang masa

pensiun.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini menekankan pada variabel kecemasan menghadapi pensiun,

sehingga tidak semua faktor yang dapat mempengaruhi semangat kerja dapat

diungkap. Oleh karena itu, diharapkan panelitian selanjutnya dapat

mengungkapkan variabel lain yang belum diungkap pada penelitian ini,

misalnya hubungan semangat kerja dengan komitmen organisasi. Adanya variasi

pada penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dibidang ilmu

psikologi, terutama psikologi industri organisasi.

25

DAFTAR PUSTAKA

Aidit, S. (2000). Catatan Seorang Pensiun. Dalam http://www.e-

psikologi/com/htm:51k. Diakses tanggal 3 Januari 2009.

Azwar, S. (2014).Penyusunan Skala Psikologi.Yogyakarta : Pustaka Belajar

Djui, T. & Setiasih.2001. Pengaruh Musik Pengiring Kerja Terhadap Semangat Kerja

Karyawan Bagian Administrasi.Anima, Indonesian Psychological Journal. 16

(3): 290-299, (Online), (www.anima.ubaya.ac.id), diakses 5 Februari 2014.

Karsini, Paramita, P.D., Minarsih, M.M. (2016). Pengaruh semangat kerja dan disiplin

kerja terhadap kepuasan kerja yang berdampak pada kinerja pegawai dinas

pengelolaan keuangan dan asset daerah (DPKAD) kota Semarang. Journal Of

Management. 2(2), 1-12.

Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental, Cetakan Ketujuh. Bandung: Mandar Maju.

Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Muchinsky, P.M. (2002). Applied pscychology to work: an introduction to industrial

and organizational psychology. Chicago: The Dorsey Press.

Narbuko, C & Achmadi, H. A. (2003).Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara

Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang

Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Newman, B.M & Newman P.R 1999. Development Through Life A Psychologycal

Approach. Revised Editional. Illiois : The Dorsey Press

Nitisemito, Alex. 2000. Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Palloan, Ivayanti. (2010). Perbedaan semangat kerja antara karyawan yang

mendapatkan jaminan sosial dan yang tidak mendapatkan jaminan sosial. Skripsi

(tidak diterbitkan). Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Parker, S. (1982). Work and Retirement. London: George Allen and Unwin.

Prastiti, H. (skripsi, 2005). Studi Deskriptif Kecemasan dalam Menghadapi Masa

Pensiun pada Guru SD di Kelurahan Sardonoharjo Kecamatan Ngaglik Sleman

Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

26

Purnomo, B.C. (2008). Perbedaan kecemasan menghadapi pensiun antara pria dan

wanita di rumah sakit pusat angkatan darat gatot soebroto Jakarta. Skripsi (tidak

diterbitkan). Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Rini. J.C. (2001). Pensiun dan Pengaruhnya. Dalam. www.Psikologi / usia / person /

com / htm : 62k. Diakses tanggal 9 Februari 2009.

Rosyid, H.R. 2003. Pemutusan Hubungan Kerja, masih kah mencemaskan?. Buletin

Psikologi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi. Universitas Gadjah Mada.

Setyaningsih, Santi, & Muhammad Mu’in.2013. Dukungan Sosial dan Tingkat

Kecemasan Pada Kelompok Pekerja PNS Yang Menghadapi

MasaPensiun.Jurnal Keperawatan Komunitas. 1 (2): 116-121,

(Online),(http://jurnal.unimus.ac.id), diakses 12 Februari 2014.

Suardiman, S.P. (2011) Psikologi usia lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Syahraini, Karyono dan Rohmatun. 2007. Kecerdasan Emosional dan Kecemasan

Pramenopause pada Wanita di RW IV dan XI Kelurahan Gebang Sari Semarang.

Jurnal Psikologi Proyeksi, Volume 2, Nomer 1, Februari 2007

Tohardi, A. (2002). Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung :

Penerbit Mandar Maju.

Unger, R & Crawford, M. 1992. Women and Gender A Ferminist Psychology. New

York : McGraw-Hill, Inc

Widiastuti, N. (2008). Kecemasan karyawan dalam mengahadapi pensiun di PTPN XII

(persero) Kebun kalisenan Jember. Skripsi. Fakultas Psikologi UMM

Yuliarti, V., Mulyana, O.P. (2014). Hubungan antara kecemasan menghadapi pensiun

dengan semangat kerja pada pegawai PT. Pos Indonesia (PERSERO) kantor

pusat Surabaya. Character. 3(2), 1-5.

Zainun, Buchari. (2004). Manajemen Motivasi. Jakarta:BalaiAksara.