HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU DENGAN · PDF fileinformasi terkait dengan perilaku...
Click here to load reader
Transcript of HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU DENGAN · PDF fileinformasi terkait dengan perilaku...
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK IBU DENGAN PERILAKU
PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI KECAMATAN KARANG TENGAH
KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2013
Nanny Harmani, Dian Kholika Hamal
*) Pengajar FIKES UHAMKA
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit
DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan
subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik.
Berdasarkan uraian diatas membuat penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan
antara karakteristik Ibu dengan Perilaku Pencegahan Penyakit DBD di Kecamatan Karang
Tengah Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa barat Tahun 2013”. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui Hubungan antara karakteristik Ibu dengan Perilaku Pencegahan Penyakit
DBD
Hasil dari penelitian ini adalah Perilaku ibu dalam pencegahan penyakit DBD lebih dari
separuh responden baik yaitu sebanyak 378 responden (51,5%), untuk kelompok umur
responden mempunyai prosentase yang sama besar antara muda dan tua yaitu sebesaar 378
responden (51,5%). Sebagian besar responden 367 (50%) berpendidikan dasar dan sebagian
besar responden 639 (87,1%) tidak bekerja serta sebagian besar responden 448 (61%)
mempunyai pengetahuan bai Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur, pekerjaan
dan pendidikan ibu dengan perilaku pencegahan penyakit DBD. Sedangkan untuk
pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku pencegahan penyakit
DBB ((P value 0,006). Hasil risk estimate menunjukkan perhitungan Prevalensi Ratio
sebesar 1,232 kali berarti responden yang memiliki pengetahuan baik memiliki peluang
1232 kali dibandingkan dengan pengetahuan yang tidak baik terhadap perilaku ibu.
Disarankan bagi pihak kecamatan dan petugas kesehatan untuk lebih memotivasi masyarakat
agar melakukan pencegahan penyakit DBD secara rutin., meningkatkan komunikasi dan
informasi terkait dengan perilaku Pencegahan penyakit DBD, meningkatkan penyuluhan
kepada masyarakat tentang bagaimana mencegah penyakit DBD serta meningkatkan
monitoring dan evaluasi pencegahan penyakit DBD.Daftar Bacaan : 12 (1999 – 2011)Kata
Kunci : Umur, Pekerjaan, Pendidikan, Pengetahuan, Perilaku Pencegahan Penyakit
DBD.
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk betina
Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang
telah terinfeksi oleh virus dengue dari
penderita penyakit DBD sebelumnya.
Kedua nyamuk Aedes ini tersebar luas di
rumah-rumah dan tempat umum di seluruh
wilayah Indonesia, kecuali di tempat-
tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut (Ginanjar,
2008).
Penyebaran penyakit DBD secara
pesat dikarenakan virus dengue semakin
mudah dan banyak menulari manusia
karena didukung oleh: 1) meningkatnya
mobilitas penduduk karena semakin
baiknya sarana transportasi di dalam kota maupun antar daerah, 2) kebiasaan
masyarakat menampung air bersih untuk
keperluan sehari-hari, apalagi penyediaan
air bersih belum mencukupi kebutuhan
atau sumber yang terbatas dan letaknya
jauh dari pemukiman mendorong
masyarakat menampung air di rumah
masing-masing, 3) sikap dan pengetahuan
masyarakat tentang pencegahan penyakit
yang masih kurang (Soedarmo, 2005).
Hal tersebut juga disebabkan
karena tidak semua masyarakat melakukan
upaya pemberantasan vektor penular, dan
pemberantasan sarang nyamuk tidak
mungkin dapat tuntas dilakukan apabila
anggota masyarakat sampai ke lingkungan
yang terkecil yaitu rumah tangga tidak
mau melakukannya, oleh karena itu
keterlibatan masyarakat dalam pencegahan
DBD sangatlah diperlukan, Peran serta
masyarakat ini dapat berwujud
pelaksanaan kegiatan 3M (menutup
wadah-wadah penampungan air, mengubur
atau membakar barang-barang bekas yang
menjadi sarang nyamuk, dan menguras
atau mengganti air di tempat tampungan
air) di sekitar rumah dan melaksanakan
PSN pada lingkungannya.
Selain itu perbaikan kualitas
kebersihan (sanitasi) lingkungan juga
menekan jumlah populasi nyamuk Aedes
aegypti selaku vektor penyakit DBD, serta
pencegahan penyakit dan pengobatan
segera bagi penderita DBD adalah
beberapa langkah yang ditempuh. Namun,
yang harus diperhatikan adalah
peningkatan pemahaman dan pengetahuan,
kesadaran, sikap dan perubahan perilaku
masyarakat terhadap pencegahan penyakit
ini sangat mendukung percepatan dalam
upaya memutus mata rantai penularan
penyakit DBD (Nadesul, 2004; Koban,
2005; Ginanjar, 2008).
Kesadaran dan kepedulian
masyarakat merupakan kunci awal dari
menurunnya angka DBD di suatu daerah
atau wilayah. DBD dapat terjadi di
wilayah manapun, termasuk di wilayah
elit. Cara yang paling efekif adalah
menghindari gigitan nyamuk dengan cara
menurunkan populasi dengan kesadaran
akan pentingnya kebersihan lingkungan,
secara otomatis akan menghambat
perkembangan jentik, dengan adanya
kepedulian maka aplikasi dari upaya-upaya
memberantas DBD akan terealisasi,
sehingga dengan demikian tidak akan
memberikan kesempatan bagi nyamuk
untuk berkembang. Penyakit ini terjadi di
setiap tahun di berbagai wilayah di
Indonesia dan terutama terjadi pada musim
penghujan.
Di tingkat keluarga, orang tua
khususnya ibu memiliki peran untuk
mengelola rumah tangga sehingga
membutuhkan pengetahuan yang cukup
tentang penyakit DBD serta
pencegahannya. Penelitian yang dilakukan
oleh Koenraadt Constantianus J.M. di
Thailand membuktikan adanya hubungan
langsung antara pengetahuan tentang
pencegahan DBD terhadap tindakan
pencegahan DBD (Constantianus, 2006).
Demikian pula pada penelitian
yang dilakukan Benthem et al
menunjukkan adanya hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan upaya
pencegahan DBD, dimana masyarakat
yang memiliki pengetahuan yang baik
mengenai DBD memiliki upaya
pencegahan yang baik pula (Sutaryo,
2006). Namun, kendala yang masih sering
terjadi di masyarakat adalah ketidaktahuan
masyarakat mengenai penyakit dan
perilaku manusia yang belum konsisten
dalam melakukan program pencegahan
dan pemberantasan DBD (Sungkar, dkk.
2010).
Penelitian yang dilakukan Purwo
Atmodjo menyebutkan bahwa terdapat
perbedaaan pengetahuan mengenai DBD
antara wilayah endemis dan non endemis.
Hal ini disebabkan karena masyarakat
yang tinggal di wilayah endemis lebih tahu
dan lebih mudah mendapat informasi, dan
mempunyai pengalaman karena keluarga
maupun tetangganya pernah menderita
DBD (Pusat Data dan Surveilans
Epidemiologi, 2011).
Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Cianjur, memperlihatkan bahwa
pada tahun 2011 ditemukan 273 kasus
DBD dengan IR 12,6. Kasus terbanyak
terjadi pada wilayah Puskesmas Karang
Tengah sebanyak 42 kasus, disusul
Puskesmas Muka 38 kasus dan Puskesmas
Cianjur sebanyak 36 kasus (Profil
Kesehatan Kabupaten Cianjur, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut, perlu
dilakukan penelitian dengan tujuan
membuktikan hubungan antara
karakteristik ibu dengan perilaku
pencegahan penyakit DBD di Kecamatan
Karang Tengah Kabupaten Cianjur
Provinsi Jawa Barat Tahun 2013.
Dalam tulisan ini akan dibahas
tentang hubungan antara karakteristik ibu
(umur, pekerjaan, pendidikan dan
pengetahuan) dengan perilaku pencegahan
penyakit DBD di Kecamatan Karang
Tengah Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa
Barat.
BAHAN DAN METODA
Penelitian ini menggunakan data
primer dari masyarakat (dalam hal ini para
ibu) di wilayah Kecamatan Karang
Tengah, sedangkan data sekunder
didapatkan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Cianjur, Puskesmas Karang
Tengah, Puskesmas Ciherang dan
Kecamatan Karang Tengah. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh ibu
rumah tangga yang berdomisili di wilayah
Kecamatan Karang Tengah Kabupaten
Cianjur Provinsi Jawa Barat. Sampel
penelitian ini adalah sebagian ibu rumah
tangga yang berdomisili di wilayah
Kecamatan Karang Tengah Kabupaten
Cianjur Provinsi Jawa Barat. Teknik
pengambilan sampel dengan metoda
cluster, yakni dari tingkat RW lalu ke
tingkat RT, diambil secara acak dan
proposional untuk mendapatkan sampel
terpilih. Besar sampel dalam penelitian ini
adalah 734 responden.
Jenis Penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif observasional analitik
dengan rancangan “Cross Sectional
Study”, dengan pendekatan yang sifatnya
sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti
terus menerus dalam kurun waktu tertentu
(Notoatmodjo, 2002).
Untuk keperluan analisis data
dikelompokkan sebagai berikut : Perilaku
pencegahan
adalah kebiasaan ibu dalam melakukan 3 M
(menguras, menutup dan mengubur),
kebiasaan memeriksa jentik di Tempat
Penampungan Air maupun Non TPA,
dengan katagori baik ≥ median (18) dan
tidak baik < median (18). Umur Ibu adalah
tahun kelahiran ibu yang tercantum pada
KTP/tanda pengenal lainnya pada saat
penelitian dengan katagori muda ≤ median
(30 tahun) tua > median (30 tahun).
Pendidikan ibu jenjang pendidikan formal
terakhir yang berhasil diselesaikan telah
ditempuh oleh ibu yang dikategorikan
menjadi dasar ( ≤ SMP ) Lanjut ( > SMP ) (
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003).
Pekerjaan Ibu adala jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh ibu yang bertujuan untuk
memperoleh pendapatan dikategorikan
menjadi: tidak bekerja (Ibu rumah tangga)
dan bekerja (Guru, Pegawai Negeri, Buruh,
Pegawai Swasta, buruh). Pengetahuan
adalah wawasan tentang pencegahan
penyakit DBD ( bionomik nyamuk DBD,3
M, memeriksa jentik di TPA dan non TPA)
) dengan katagori baik ≥ median (4) tidak
baik < median (4).
HASIL
Hasil olah data penelitian dapat
dilihat pada tabel di halaman berikutnya :
Tabel 1.
Distribusi Responden Berdasarkan KelompokUmur
Di Kecamatan Karang Tengah Tahun 2013.
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 734 responden yang diteliti didapatkan
responden yang digolongkan muda sama banyak dengan reponden yang digolongkan tua
yaitu sebanyak 367 responden (50%).
Tabel 2
Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Pendidikan
Di Kecamatan Karang Tengah Tahun 2013.
Dari tabel 2 diketahui bahwa dari 734 responden yang diteliti didapatkan responden
yang berpendidikan lanjut sebanyak 169 responden (23%), sedangkan yang berpendidikan
dasar sebanyak 565 responden (77%).
Tabel 3
Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Pekerjaan
Di Kecamatan Karang Tengah Tahun 2013.
Dari tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa dari 734 responden yang diteliti didapatkan
responden yang tidak bekerja sebanyak 639 responden (87,1%), lebih banyak dari responden
yang bekerja sebanyak 95 responden (12,9%).
Tabel 4
Umur N %
Muda 367 50
Tua 367 50
Jumlah 734 100
Pendidikan N %
Dasar 565 77
Lanjut 169 23
Jumlah 734 100
Pekerjaan N %
Tidak bekerja 639 87,1
Bekerja 95 12,9
Jumlah 734 100
Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Pengetahuan
Di Kecamatan Karang Tengah Tahun 2013.
Dilihat dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 734 responden yang diteliti,
diketahui gambaran pengetahuan responden yang memiliki pengetahuan baik tentang
pencegahan penyakit DBD sebanyak 448 responden (61%) dan yang memiliki pengetahuan
tidak baik tentang pencegahan penyakit DBD sebanyak 286 responden (39%).
Tabel 5
Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Perilaku
Di Kecamatan Karang Tengah Tahun 2013.
Perilaku N %
Baik 378 51,5
Tidak baik 356 48,5
Jumlah 734 100
Dilihat dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 734 responden yang diteliti,
diketahui gambaran perilaku responden yang memiliki perilaku baik tentang pencegahan
penyakit DBD sebanyak 378 responden (51,5%) dan yang memiliki perilaku tidak baik
tentang pencegahan penyakit DBD sebanyak 356 responden (48,5%).
Tabel 6
Distribusi Responden Berdasarkan hubungan Umur dengan Perilaku Ibu Di
Kecamatan Karang Tengah Tahun 2013
Umur
Perilaku Ibu Total
Baik Tidak baik
N % N % N %
Muda 191 52 176 48 367 100
Tua 187 51 180 49 367 100
P value: 0,768
Dari tabel 6 menunjukkan bahwa hubungan umur dengan perilaku ibu yang baik di
Kecamatan Karang Tengah yang berumur digolongkan muda yaitu 52% lebih banyak
dibandingkan dengan yang berumur digolongkan tua yaitu 51%. Hasil uji Chi Square
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara umur responden dengan prilaku
ibu (Pvalue 0,766).
Pengetahuan Ibu N %
Baik 448 61
Tidak baik 286 39
Jumlah 734 100
Tabel 7
Distribusi Responden Berdasarkan hubungan Pendidikan dengan Perilaku Ibu
Di Kecamatan Karang Tengah Tahun 2013
Pendidikan
Perilaku Ibu Total
Baik Tidak baik
N % N % N %
Lanjut 97 57,4 72 42,6 169 100
Dasar 281 49,7 284 50,3 565 100
P value:0,080
Dari tabel 7 menunjukkan bahwa hubungan pendidikan dengan perilaku ibu di
Kecamatan Karang Tengah yang berperilaku baik tebanyak yaitu pendidikan lanjut sebanyak
57,4% dibandingkan dengan yang berpendidikan dasar sebanyak 49,7%. Hasil uji Chi
Square menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan
perilaku ibu (Pvalue 0,080).
Tabel 8
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Ibu
Di Kecamatan Karang Tengah Tahun 2013
Pekerjaan
Perilaku Ibu Total
Baik Tidak baik
N % N % N %
Tidak
bekerja 326 51 313 49 639 100
Bekerja 52 54,7 43 45,3 95 100
P value: 0,499
Dari tabel 8 menunjukkan bahwa hubungan pekerjaan dengan perilaku ibu di
Kecamatan Karang Tengah yang berperilaku baik tetapi tidak bekerja sebanyak 51% dan
yang bekerja tetapi berperilaku baik sebanyak 54,7%. Hasil uji Chi Square menunjukkan
tidak adanya hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan perilaku ibu (P value 0,499).
Tabel 9
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Ibu
Di Kecamatan Karang Tengah Tahun 2013
Pengetahuan
Perilaku Ibu Total
Baik Tidak baik
N % N % N %
Baik 249 55,6 199 44,4 448 100
Tidak baik 129 45,1 157 54,9 286 100
P value : 0,006 PR = 1,232 (95% CI 1,058 – 1,435)
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa hubungan pengetahuan dengan perilaku ibu
di Kecamatan Karang Tengah yang berperilaku baik dan berpengetahuan baik sebanyak
55,6% sedangkan yanag berperilaku baik tetapi pengetahuannya tidak baik sebanyak 45,1%.
Hasil uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan
dengan perilaku ibu (P value 0,006). Hasil perhitungan risk estimate, prevalensi ratio
menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik memiliki peluang
1,232 kali dibandingkan dengan pengetahuan tidak baik terhadap perilaku ibu. (95%
confident interval 1,058-1,435).
PEMBAHASAN
Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan dalam pelaksanaan maupun
hasilnya, diantaranya :
1. Disain penelitian cross sectional
yang digunakan dalam penelitian
ini memiliki
keterbatasan karena pengumpulan data
dilakukan pada saat penelitian berlangsung
dengan mengambil sampel dari sebagian
populasi untuk mewakili seluruh populasi.
Namun kemungkinan ada responden dari
masyarakat yang tidak terambil sebagai
sampel.
2. Untuk pengukuran variabel
perilaku pencegahan penyakit Demam
Berdarah Dengue yang paling akurat
adalah dengan melakukan observasi
(pengamatan), namun dalam penelitian
ini peneliti melakukan wawancara
dengan menggunakan kuesioner. Hal ini
karena keterbatasan waktu untuk
mengamati perilaku pencegahan penyakit
Demam Berdarah Dengue pad
responden, sehingga peneliti melakukan
wawancara dengan menganggap
mewakili penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hubungan umur dengan perilaku
ibu yang baik di Kecamatan Karang
Tengah yang berumur digolongkan muda
yaitu 52% lebih banyak dibandingkan
dengan yang berumur digolongkan tua
yaitu 51%. Hasil uji Chi Square
menunjukkan tidak adanya hubungan yang
bermakna antara umur responden dengan
perilaku ibu (Pvalue 0,766).
Tidak selamanya semakin tua usia
maka pengetahuan semakin tinggi dan
perilaku seseorang semakin baik, karena
dengan pengaruh beberapa faktor seperti
banyak mendapatkan informasi tentang
cara pencegahan penyakit DBD dari
berbagai media elektronik dan cetak juga
petugas kesehatan, maka usia yang masih
muda pun dapat berperilaku baik. Hal ini
sejalan dengan Notoatmodjo (2003) bahwa
umur dapat mempengaruhi seseorang,
semakin cukup umur, tingkat kemampuan
dan kematangan seseorang akan lebih
tinggi dalam berpikir dan menerima
informasi. Namun perlu ditekankan bahwa
seorang yang berumur lebih tua tidak
mutlak memiliki pengetahuan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan seseorang
yang lebih muda.
Dari 734 responden yang diteliti
didapatkan responden yang berpendidikan
lanjut sebanyak 169 responden (23%),
sedangkan yang berpendidikan dasar
sebanyak 565 responden (77%) Hal ini
berarti tingkat pendidikan responden
tergolong rendah. Rendahnya pendidikan
akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap penerimaan, informasi,
dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan
sehingga hal ini akan mempengaruhi
perilaku responden dalam melaksanakan
upaya pencegahan terhadap DBD. Namun
kenyataan di lapangan bahwa responden
yang berpendidikan dasar pun masih ada
yang berprilaku baik yaitu sebanyak
47.7%. hal ini disebabkan responden
sering mendapatkan informasi tentang
upaya-upaya pencegahan penyakit DBD
melalui petugas kesehatan, leaflet, broosur,
media cetak, televisi dan radio.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hubungan pendidikan dengan
perilaku ibu di Kecamatan Karang Tengah
yang berperilaku baik terbanyak yaitu
pendidikan lanjut sebanyak 57,4%
dibandingkan dengan yang berpendidikan
dasar sebanyak 49,7%. Hasil uji Chi
Square menunjukkan tidak adanya
hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan perilaku ibu (Pvalue
0,080). Hal tersebut mungkin karena di
dalam proses pembentukan dan atau
perubahan, perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam
dan luar individu itu sendiri. Faktor-faktor
tersebut antara lain susunan saraf pusat,
persepsi, motivasi, emosi, proses belajar,
lingkungan dan sebagainya. Akan tetapi
hasil penelitian ini berbeda dengan teori
yang mengemukakan bahwa pendidikan
kesehatan berperan penting dalam
mengubah perilaku. Sebagaimana hasil
Hasil penelitian Akhmadi (2011) yang
menyatakan bahwa masyarakat yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
lebih berorientasi pada tindakan preventif,
mengetahui lebih banyak tentang masalah
kesehatan dan memiliki status kesehatan
yang lebih baik. Namun sejalan dengan
hasil penelitian Suherman (2007) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara tingkat pendidikan
dengan tindakan pencegahan penyakit
DBD (P value 0,107).
Muhazam (1995) menyatakan
bahwa pendidikan formal pada dasarnya
akan memberikan kemampuan kepada
seseorang untuk berfikir rasional dan
objektif dalam menghadapi masalah hidup
terutama yang berkaitan dengan penyakit
DBD. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang diharapkan diikuti oleh semakin
tingginya tingkat pengetahuan dan
pemahaman seseorang. Demikian pula
dengan teori Grossman yang menyatakan
bahwa perbedaan tingkat pendidikan
menyebabkan perbedaan pengetahuan
dasar kesehatan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin mudah mereka
menerima serta mengembangkan
pengetahuan dan teknologi, sehingga akan
meningkatkan produktivitas yang akhirnya
akan meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan keluarga (Grossman,1999 ;
Folland, 2001).
Terbentuknya perilaku baru pada
seseorang dimulai dari seseorang tahu
dahulu terhadap stimuli yang berupa
materi atau obyek diluarnya sehingga
menimbulkan pengetahuan baru pada
seseorang tersebut. Pengetahuan responden
mengenai Demam Berdarah Dengue,
Vektor penyebabnya, dan cara pencegahan
penularan DBD sangat diperlukan. Karena
pengetahuan merupakan dasar untuk
terbentuknya tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2003).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hubungan pekerjaan dengan
perilaku ibu di Kecamatan Karang
Tengah yang berperilaku baik tetapi
tidak bekerja sebanyak 51% dan yang
bekerja tetapi berperilaku baik sebanyak
54,7%. Hasil uji Chi Square
menunjukkan tidak adanya hubungan
yang bermakna antara pekerjaan dengan
perilaku ibu (Pvalue 0,499). Pekerjaan
memiliki pengaruh pada pengetahuan
seseorang. Lingkungan pekerjaan dapat
menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Contohnya, seseorang yang mempunyai
pekerjaan di bidang kesehatan
lingkungan tentunya akan lebih
memahami bagaimana cara menjaga
kesehatan di lingkungannya, termasuk
cara memberantas sarang nyamuk
demam berdarah jika dibandingan
dengan orang yang bekerja diluar bidang
kesehatan. (Notoatmodjo, 2003)
Selanjutnya diketahui bahwa lebih
banyak ibu yang menjadi ibu rumah tangga
sebanyak 639 responden (87,1%),
sedangkan ibu yang berkerja menjadi PNS
sebanyak 2 responden (0,3%). Hal ini tidak
sejalan dengan teori yang menyatakan
bahwa sebagai Ibu Rumah Tangga
tentunya mempunyai kesempatan lebih
banyak dalam mengurus rumah `tangga
termasuk melakukan kegiatan kebersihan
rumah yang diharapkan dapat mengurangi
dan mencegah DBD
Pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera
yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,
dan sebagainya). pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkatan yang berbeda-beda
(Notoatmodjo, 2005).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hubungan pengetahuan dengan
perilaku ibu di Kecamatan Karang Tengah
yang berperilaku baik dan berpengetahuan
baik sebanyak 55,6% sedangkan yanag
berperilaku baik tetapi pengetahuannya
tidak baik sebanyak 45,1%. Hasil uji Chi
Square menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara pengetahuan
dengan perilaku ibu (Pvalue 0,006). Hasil
perhitungan risk estimate, prevalensi ratio
menunjukkan bahwa responden yang
memiliki pengetahuan yang baik memiliki
peluang 1,232 kali dibandingkan dengan
pengetahuan tidak baik terhadap perilaku
ibu. (95% confident interval 1,058-1,435).
Hal ini dapat disimpulkan bahwa ibu
rumah tangga di Kecamatan Karang
Tengah mempunyai pengetahuan yang
baik tentang DBD. Peneliti berpendapat
bahwa tingginya tingkat pengetahuan
responden disebabkan karena adanya
penyuluhan dari tenaga kesehatan. Upaya
yang dilakukan tenaga kesehatan tersebut
membuat ibu rumah tangga mendapatkan
informasi tentang DBD dan
pencegahannya yang secara langsung akan
meningkatkan pengetahuan ibu rumah
tangga tentang DBD.
Menurut Benjamin Bloom (1908),
perilaku seseorang digolongkan dalam tiga
ranah, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Ranah kognitif berkaitan
dengan pengetahuan, dimana pengetahuan
sangat berpengaruh dalam membentuk
tindakan seseorang. Ranah afektif
berkaitan dengan sikap yang merupakan
reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu objek. Ranah
Psikomotor berkaitan dengan tindakan
yang merupakan aplikasi dari pengetahuan
dan sikap terhadap suatu objek. Seacra uji
statistik hasil penelitian ini sejalan dengan
pernyataan Bloom, dimana terdapat
hubungan yang signifikan (ρValue =
0,006) antara pengetahuan dengan perilaku
ibu dalam pencegahan demam berdarah.
Hasil penelitian ini sejalan pula dengan
penelitian Santosa dan Budiyanto yang
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat pengetahuan
responden dengan perilaku responden
dalam pencegahan demam berdarah (ρ =
0,0001).
Peran ibu rumah tangga yang tinggi
tetapi tidak didasari oleh pengetahuan, atau
pengetahuan yang tinggi tetapi tidak ada
kemauan (peran) dari ibu rumah tangga
dalam pengendalian demam berdarah
merupakan suatu fenomena yang mungkin
saja menjadi salah satu sumber penyebab
sulit tertanggulanginya masalah demam
berdarah selama ini.
Hasil wawancara terhadap
responden, banyak responden yang belum
mengetahui penyebab penyakit DBD yaitu
dari 734 responden, yang tahu hanya 81
(%) reponden dan tidak tahu sebesar 653
(%) responden. Bila responden tidak
mengetahui dengan jelas apa penyebab
penyakit DBD maka tidak dapat diambil
suatu tindakan yang tepat untuk
melakukan pencegahan terhadap penyakit
DBD. Dengan demikian pengetahuan lebih
mudah diperoleh jika semua indera yang
dimiliki seseorang bekerja sama, karena
pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2005). Oleh
karena itu kurangnya tingkat pengetahuan
responden tentang DBD dapat
menyebabkan peningkatan keberadaan
jentik Aedes aegypti sehingga terjadi
peningkatan angka kesakitan di Kecamatan
Karang Tengah Tahun 2013. Untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat
maka perlu ditingkatnnya peranan tokoh
masyarakat, pemuka agama dan petugas
kesehatan dalam berbagai kegiatan yang
bersifat formil maupun non formil.
Menurut Notoatmodjo (2003)
Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini
terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni: indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behavior). Karena dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Responden
yang mengetahui bahwa pencegahan DBD
itu diperlukan untuk memutus mata rantai
penularan penyakit Demam Berdarah akan
memiliki Perilaku yang baik dalam upaya
pencegahan DBD di Kecamatan Karang
Tengah.
Notoatmodjo (2003), juga
menyatakan bahwa tingkat Pengetahuan
memiliki 3 tingkatan pertama yaitu (1)
Tahu (know), (2) Memahami
(Comprehension), dan (3) Aplikasi
(Application). Ketika responden
mengetahui dan memahami penyebab
penyakit demam berdarah, maka
responden akan memiliki Perilaku untuk
melakukan pencegahan DBD. Hal ini bisa
dilihat pada uji bivariat bahwa responden
yang memiliki pengetahuan baik akan
memiliki perilaku yang baik pula dalam
upaya pencegahan DBD. Hasil penelitian
ini membuktikan teori Notoatmodjo yang
menyatakan bahwa Perilaku dipengaruhi
oleh 2 faktor, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern. Faktor intern mencakup:
pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi,
motivasi dan sebagainya yang berfungsi
untuk mengolah rangsangan dari luar.
Sedangkan faktor ekstern meliputi
lingkungan sekitar, baik fisik maupun non
fisik seperti: iklim, manusia, sosial-
ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya
Menurut Green dalam buku
Notoatmodjo (1993) menganalisis bahwa
perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan dimana kesehatan ini
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni
faktor perilaku (behavior causes) dan
faktor diluar perilaku (non behavior
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri
terbentuk dari 3 faktor, yaitu: Faktor
predisposisi (predisposing factors),
merupakan factor antesenden
terhadap perilaku yang menjadi dasar
motivasi bagi pelaku. yang masuk dalam
faktor ini adalah pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, dan nilai. Faktor
pemungkin (enabling factros), adalah
faktor antesenden terhadap
perilaku yang memungkinkan suatu
motivasi atau aspirasi terlaksana. faktor ini
terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana
kesehatan, misalnya: puskesmas. Faktor
penguat (reinforcing factors), merupakan
faktor penyerta yang datang sesudah
perilaku, memberikan ganjaran intensif
atau hukuman atas perilaku dan berperan
bagai menetap atau lenyapnya perilaku itu.
termasuk dalam faktor ini adalah manfaat
sosial, jasmani, ganjaran nyata ataupun
tidak nyata yang diterima oleh pihak lain
(vicarious rewards).
Dari 734 responden yang diteliti,
diketahui gambaran perilaku responden
yang memiliki perilaku baik tentang
pencegahan penyakit DBD sebanyak 378
responden (51,5%) dan yang memiliki
perilaku tidak baik tentang pencegahan
penyakit DBD sebanyak 356 responden
(48,5%). Hal ini disebabkan masyarakat
sudah banyak mengetahui cara pencegahan
DBD baik dari petugas kesehatan, media
cetak dan elektronik serta brosur, leaflet
maupun spanduk dan baligo. Merekapun
menyadari pentingnya untuk mencegah
terjadinya penyakit DBD seperti dalam
hal menggunakan obat anti gigitan
nyamuk, menaburkan bubuk abate,
memeriksa jentik, menutup dan menguras
baik untuk TPA maupun Non TPA,
megubur barang yang tidak terpakai dan
menelungkupkan barang bekas. Sehingga
walaupun masih banyak responden yang
berpendidikan dan berpengetahuan rendah
namun perilaku mereka lebih dari separuh
sudah baik.
Perilaku ini tampak pada hasil
wawancara responden yang menyatakan
selalu menggunakan obat anti nyamuk 396
responden (54,8 %), sering menaburkan
bubuk abate 214 responden (29,2%),
sering menguras TPA 111 responden
(15,1%), sering memeriksa jentik di TPA
168 responden (22,9%), selalu menutup
TPA 213 responden (29%), selalu
mengubur barang bekas 318 responden
(43%), selalu menelungkupkan barang
bekas 280 responden (38,1%) dan selalu
memeriksa jentik di non TPA 283
responden (38,6%). Namun demikian
masih ada perilaku responden yang kurang
baik seperti 306 responden (41,7%) jarang
menguras TPA, 293 responden (39,9%)
tidak pernah menguras TPA serta 233
responden (31,7%) jarang memeriksa
jentik di TPA. Untuk itu perlu lebih
ditingkatkannya peranan dari petugas
kesehatan dan tokoh masyarakat setempat
baik dalam acara posyandu, penyuluhan,
dasa wisma maupun acara pengajian dan
arisan tentang pentingnya kebersihan
lingkungan guna mencegahan terjadinya
penyakit DBD.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan dapat diambil beberapa
simpulan yaitu :
Perilaku ibu dalam pencegahan
penyakit DBD lebih dari separuh
responden baik yaitu sebanyak 378
responden (51,5%), untuk kelompok umur
responden mempunyai prosentase yang
sama besar antara muda dan tua yaitu
sebesaar 378 responden (51,5%). Sebagian
besar responden 367 (50%) berpendidikan
dasar dan sebagian besar responden 639
(87,1%) tidak bekerja serta sebagian besar
responden 448 (61%) mempunyai
pengetahuan baik.
Tidak ada hubungan antara umur
ibu dengan perilaku pencegahan penyakit
DBD di Kecamatan Karang Tengah
Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat (P
value 0,766).
Tidak ada hubungan antara
pekerjaan ibu dengan perilaku pencegahan
penyakit DBD di Kecamatan Karang
Tengah Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa
Barat (P value 0,499).
Tidak ada hubungan antara
pendidikan ibu dengan perilaku
pencegahan penyakit DBD di Kecamatan
Karang Tengah Kabupaten Cianjur
Provinsi Jawa Barat (P value 0,08).
Ada hubungan antara pengetahuan
ibu dengan perilaku pencegahan penyakit
DBD di Kecamatan Karang Tengah
Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat (P
value 0,006). Hasil risk estimate
menunjukkan perhitungan Prevalensi Ratio
sebesar 1,232 kali berarti responden yang
memiliki pengetahuan baik memiliki
peluang 1232 kali dibandingkan dengan
pengetahuan yang tidak baik terhadap
perilaku ibu.
Referensi
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan. Tata
Laksana Demam BErdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta, 2004
Departemen Kesehatan RI. Perkembangan
Kasus Demam Berdarah di Indonesia.
http://www.depkes.go.id. 2008.
Hendarwanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Balai Penerbit FK-UI,
Jakarta 1999
Inggrid K. Dengue Virus Infection:
Epidemiology, Pathogenesis,
Clinical Presentation, Diagnosis
and Prevention. J Pediatric. 1997
Indrawan, 2000. Metode Penelitian,
Gramedia, Jakarta,
Kementrian Kesehatan RI., Modul
Pengendalian Demam Berdarah
Dengue. Dirjen P2MPLP, Jakarta.
2011
Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Rineka Cipta, Jakarta 2003.
Notoatmodjo, S. Kesehatan Masyarakat
Ilmu & Seni. Rineka Cipta, Jakarta
2007
Notoatmodjo, Metode Penelitian
Kesehatan Edisi Revisi. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta, 2005
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor:
2269/Menkes/Per/XI/2011. Pedoman
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS). Menteri
Kesehatan RI, Jakarta 2011.
Purwanto Heri. Pengantar Perilaku
Manusia untuk Keperawatan.
Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta, 1999
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi
Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Buletin Jendela
Epidemiologi Demam BErdarah
Dengue Volume 2. Jakarta, 2010.
Kementrian Kesehatan
http://www.depkes.go.id/downloads/
publikasi/buletin/BULETIN
DBD.pdf
Retno M, PENDAMPINGAN PERENCANAAN
DAN PELAKSANAAN PROGRAM
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
(PHBS) DI TEMPAT PENGUNGSIAN
LAHAR DINGIN GUNUNG MERAPI
KABUPATEN MAGELANG JAWA
TENGAH, 2011