H.PYLORI

4
Tinjauan Pustaka Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010 Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori Dragon Kho Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta Abstrak: Infeksi Helicobacter pylori berhubungan dengan terjadinya gastritis, ulkus gastroduodenalis, dan karsinoma gaster. Eradikasi H. pylori telah menunjukkan adanya efek profilaksis terhadap karsinoma gaster. Terdapat 2 metode yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi H. pylori. Metode pertama berupa pemeriksaan non-invasif yang terdiri dari urea breath test (UBT), stool antigen test (SAT), dan uji serologi. Metode invasif adalah endoskopi untuk mendapatkan bahan biopsi. Berdasarkan beberapa pedoman internasional, terdapat 3 lini obat yang digunakan untuk eradikasi H. pylori. Lini pertama yaitu proton pump inhibitor (PPI) dengan 2 antibiotik yang dapat berupa amoksisilin, klaritromisin, atau metronidazol selama 7-14 hari, meskipun dengan regimen ini, tetap terlihat kegagalan pada 20% pasien. Anjuran lini kedua berupa quadruple therapy yang terdiri dari PPI, bismuth subsalisilat, tetrasiklin, dan metronidazol. Pada kasus yang tak teratasi dengan regimen lini kedua, pedoman tata laksana Eropa menganjurkan dilakukannya kultur kuman sebelum pemilihan obat. Kemudian obat lini ketiga dipilih berdasarkan kepekaan kuman terhadap antibiotik. Antibiotik alternatif untuk lini ketiga adalah kuinolon atau rifabutin. Kata kunci : Helicobacter pylori, lini pertama, lini kedua, lini ketiga. 381

description

H.PYLORI

Transcript of H.PYLORI

Page 1: H.PYLORI

Tinjauan Pustaka

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Diagnosis dan Tata Laksana TerkiniInfeksi Helicobacter pylori

Dragon Kho

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta

Abstrak: Infeksi Helicobacter pylori berhubungan dengan terjadinya gastritis, ulkus

gastroduodenalis, dan karsinoma gaster. Eradikasi H. pylori telah menunjukkan adanya efek

profilaksis terhadap karsinoma gaster. Terdapat 2 metode yang digunakan untuk mendiagnosis

infeksi H. pylori. Metode pertama berupa pemeriksaan non-invasif yang terdiri dari urea breath

test (UBT), stool antigen test (SAT), dan uji serologi. Metode invasif adalah endoskopi untuk

mendapatkan bahan biopsi. Berdasarkan beberapa pedoman internasional, terdapat 3 lini

obat yang digunakan untuk eradikasi H. pylori. Lini pertama yaitu proton pump inhibitor

(PPI) dengan 2 antibiotik yang dapat berupa amoksisilin, klaritromisin, atau metronidazol

selama 7-14 hari, meskipun dengan regimen ini, tetap terlihat kegagalan pada 20% pasien.

Anjuran lini kedua berupa quadruple therapy yang terdiri dari PPI, bismuth subsalisilat,

tetrasiklin, dan metronidazol. Pada kasus yang tak teratasi dengan regimen lini kedua, pedoman

tata laksana Eropa menganjurkan dilakukannya kultur kuman sebelum pemilihan obat.

Kemudian obat lini ketiga dipilih berdasarkan kepekaan kuman terhadap antibiotik. Antibiotik

alternatif untuk lini ketiga adalah kuinolon atau rifabutin.

Kata kunci : Helicobacter pylori, lini pertama, lini kedua, lini ketiga.

381

Page 2: H.PYLORI

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Current Diagnosis and Treatment of

Helicobacter pylori Infection

Dragon Kho 

Faculty of Medicine, Tarumanagara University, Jakarta

Abstract: Helicobacter pylori infection is related to gastritis, gastroduodenal ulcer and gastric

cancer. H. pylori eradication has been shown to have a prophylactic effect against gastric cancer.

There are 2 methods used to establish the diagnosis of H. pylori infection. First, the non-invasive

measures consists of urea breath test (UBT), stool antigen test (SAT) and serology while endos-

copy is used to get a specimen of biopsy. According to several international guidelines, there are

three lines of therapy which can be used in H. pylori eradication. The first-line therapy a proton

pump inhibitor (PPI) in combination with any of the antibiotics amoxicilline, clarithromycin or

metronidazole, given for 7-14 days. However, even with these recommended regimens, failure in

H. pylori eradication is still found in 20% of patients. The recommended second-line therapy is a

quadruple regimen composed of PPI, bismuth subsalicylate, tetracycline and metronidazole. For

cases of failure from second line therapy, European guideline recommends culture before start the

third-line treatment and selection should be based on the microbial antibiotic sensitivity. The

alternative candidates for third line therapy are quinolones and rifabutin.

Key words: Helicobacter pylori, first-line, second-line, third-line.

Pendahuluan

Penemuan Helicobacter pylori pada tahun 1982, telah

mengubah tata laksana beberapa penyakit gastroduodenalis.

Hingga saat ini, H. pylori dikenal sebagai faktor patogen

pada gastritis kronis, ulkus peptikum, dan karsinoma gaster.

Eradikasi H. pylori efektif untuk gastric mucosal associated

lymphoid tissue (MALT) lymphoma derajat ringan, ulkus

peptikum dengan H. pylori yang positif serta gejala dispepsia

yang disebabkan olehnya. Eradikasi ini juga berpotensi

mencegah terjadinya karsinoma gaster yang disebabkan oleh

infeksi H. pylori.1

Eradikasi H. pylori yang dianjurkan kini meliputi

penggunaan proton pump inhibitor (PPI) berkombinasi

dengan 2 jenis antibiotik. Hal ini yang dikenal dengan triple

therapy. Akan tetapi,penyalahgunaan (misuse) antibiotik

yang luas akhir-akhir ini telah menimbulkan masalah

resistensi H. pylori terhadap beberapa jenis antibiotik yang

digunakan untuk eradikasi, sehingga diperlukan modalitas

tata laksana yang lebih efektif. Sebelum memulai tata laksana,

seyogianya dipastikan dahulu ada tidaknya infeksi H. py-

lori.

Diagnosis infeksi H.pylori

Pemeriksaan adanya infeksi H. pylori terdiri dari

pemeriksaan noninvasif (tanpa endoskopik) dan invasif

(dengan endoskopik). Pemeriksaan ini diindikasikan pada

pasien dengan ulkus peptikum, gastric MALT lymphoma,

gastritis kronis atrofik serta pasien dengan keluhan dispepsia

yang belum diketahui sebabnya dan tidak ingin menjalani

pemeriksaan yang bersifat invasif. Pemeriksaan noninvasif

ini tidak dianjurkan pada pasien yang memperlihatkan alarm

symptoms yakni penurunan berat badan, perdarahan gas-

trointestinal, muntah yang persisten, dan dispepsia dengan

onset yang baru pada orang usia >45 tahun. Pemeriksaan

noninvasif ini juga tidak diperlukan pada pasien dispepsia

yang berhubungan dengan penggunaan nonsteroid anti-

inflammatory drug (NSAID).2

Pemeriksaan noninvasif terdiri dari urea breath test

(UBT), serologi IgG H. pylori, dan stool antigen test (SAT).

Pemeriksaan serologi IgG H. pylori murah dan nyaman, serta

memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 79%, tetapi

pemeriksaan ini tidak dapat dijadikan indikator keberhasilan

eradikasi karena kadar imunoglobulin tidak menurun setelah

eradikasi H. pylori.3 Dalam UBT yang diperiksa adalah

aktivitas urease H. pylori dan ini dapat digunakan sebagai

alat diagnostik. Pemeriksaan ini juga berguna sebagai

indikator keberhasilan eradikasi karena memiliki sensitivitas

dan spesifisitas >90%.1 Pemeriksaan UBT untuk mengetahui

keberhasilan eradikasi sebaiknya dilakukan minimal 4 minggu

setelah eradikasi untuk menghindari hasil negatif palsu.4

Pemeriksaan noninvasif lainnya yaitu SAT yang sensitivitas

dan spesifisitasnya >90% sehingga dapat digunakan untuk

Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori

382

Page 3: H.PYLORI

Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

diagnosis maupun indikator keberhasilan eradikasi. Dalam

pemeriksaan ini dilihat adanya antigen H. pylori pada tinja

menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal.

Pemeriksaan SAT untuk mengetahui keberhasilan eradikasi

dilakukan minimal 4 minggu setelah eradikasi tersebut.3

Pemeriksaan invasif untuk menemukan adanya infeksi

H. pylori dapat dilakukan dengan 3 cara yakni melalui rapid

urease test, pemeriksaan histologi dan kultur. Berdasarkan

sistem Sydney, spesimen bahan biopsi dianjurkan untuk

diambil pada 5 tempat yakni 2 dari bagian antrum, 2 dari

korpus, dan 1 dari insisura angularis, untuk mendapat hasil

penilaian yang optimal.5 Metode rapid urease test

dimaksudkan untuk menemukan adanya urease bakteri,

sensitivitasnya 96% dan spesifisitasnya 90%. Kultur

ditujukan untuk menemukan H. pylori dan sekaligus

mengetahui resistensinya terhadap antibiotik; sensitivitasnya

90% dan spesifisitas 100%.1 Pemeriksaan histologi

merupakan cara yang paling sering digunakan pada bahan

biopsi dengan sensitivitas 95% dan spesifisitas 98%.3

Tata Laksana Terkini Infeksi H. pylori

Tata laksana awal yang paling sering digunakan yaitu

triple therapy yang terdiri dari PPI, amoksisilin dan

klaritromisin yang diberikan 2 kali sehari selama 7-14 hari.

Metronidazol dapat digunakan untuk menggantikan

amoksisilin pada pasien yang alergi terhadap penisilin.2

Variasi dalam lamanya terapi bergantung pada pola resistensi

H. pylori yang berbeda di setiap daerah. Untuk wilayah Eropa

dan Asia Pasifik dianjurkan lama eradikasi ini 7 hari sementara

American College of Gastroenterology (ACG) menganjurkan

lama eradikasi 14 hari.1

Dosis yang digunakan adalah amoksisilin 2x1g/hari,

klaritromisin 2x500 mg/hari. dan omeprazol 2x20 mg/hari.6 Ada

pula yang menggunakan pantoprazol karena pantoprazol

memiliki kemungkinan interaksi obat yang lebih kecil di-

bandingkan dengan PPI lainnya.7 Studi HYPER menunjukkan

bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara

efektivitas regimen triple therapy 7 hari dengan regimen

triple therapy 14 hari .1

Tata Laksana Lini Kedua untuk Kegagalan Lini Pertama

Walaupun efektivitas regimen triple therapy untuk

eradikasi H. pylori cukup tinggi, masih ditemukan sekitar

20% pasien yang menunjukkan adanya infeksi H. pylori

pascaregimen.8 Kegagalan tata laksana dengan lini pertama

merupakan tanda adanya resistensi H. pylori terhadap salah

satu antibiotik yang digunakan. Resistensi terhadap

klaritromisin merupakan yang paling sering walaupun tidak

tertutup kemungkinan adanya resistensi terhadap antibiotik

yang lain.1 Ketika tata laksana dengan lini pertama gagal,

maka digunakan lini kedua yang sering disebut dengan qua-

druple therapy. Quadruple therapy terdiri dari kombinasi

PPI, bismuth subsalisilat, metronidazol, dan tetrasiklin.

Efektivitas regimen quadruple therapy mencapai 93%,

sementara efektivitas regimen triple therapy sekitar 77%.2

Dosis regimen quadruple therapy ini adalah omeprazol 2x20

mg/hari, bismuth subsalisilat 4x525 mg/hari, metronidazol

4x250 mg/hari, dan tetrasiklin 4x500 mg/hari selama 10-14 hari.3

Permasalahan utama pada regimen quadruple therapy

ini adalah jadwal konsumsi obat yang rumit dan insiden efek

samping yang lebih besar. Bila masih terdapat kegagalan

dalam eradikasi H. pylori dengan regimen quadruple therapy,

maka dianjurkan untuk menggunakan regimen lini ketiga yaitu

kombinasi levofloksasin, amoksisilin, dan PPI selama 10 hari.

Kegagalan eradikasi dengan lini kedua dapat mencapai 20%.

Penggunaan kultur untuk mengetahui resistensi dalam praktik

sehari-hari masih kontroversial karena selain prosedurnya

rumit, juga makan waktu dan biaya.9 Dosis yang digunakan

untuk levofloksasin adalah 2x500 mg/hari, amoksisilin 2x1 g/

hari, dan omeprazol 2x20 mg/hari.3 Levofloxacine-based triple

therapy (levofloksasin, amoksisilin, dan PPI) seringkali

disebut sebagai regimen lini ketiga.

Gisbert et al membandingkan levofloxacine-based triple

therapy (levofloksasin 2x500 mg/hari, amoksisilin 2x1 g/hari,

dan omeprazol 2x20 mg/hari) dengan rifabutin 2x150 mg/hari,

amoksisilin 2x1 g/hari, dan omeprazol 2x20 mg/hari pada

masing-masing 20 pasien dengan riwayat gagal eradikasi H.

pylori dengan lini pertama dan kedua, dan terlihat bahwa

nilai eradikasi dengan levofloksasin lebih tinggi diban-

dingkan dengan rifabutin (85% vs. 45%). Sementara itu, Gatta

et al juga memperlihatkan keberhasilan eradikasi levo-

floxacine-based triple therapy mencapai 92% pada 151

pasien dengan infeksi H. pylori yang persisten dengan lini

pertama dan kedua.10

Follow up Eradikasi H. pylori

Konfirmasi atas keberhasilan eradikasi H. pylori sangat

penting untuk pasien dengan ulkus yang disebabkan oleh

H. pylori, gastric MALT lymphoma, pasien yang telah

menjalani reseksi karsinoma gaster tahap awal maupun untuk

pasien dengan gejala yang menetap setelah upaya eradikasi

H. pylori. Konfirmasi keberhasilan eradikasi ini dilakukan

melalui pemeriksaan UBT ataupun SAT setelah penghentian

obat selama 4 minggu atau lebih untuk menghindari hasil

negatif palsu. Keberhasilan eradikasi juga dapat dikonfirmasi

melalui pemeriksaan endoskopi ulang pada pasien dimana

endoskopi ulang memang diperlukan.2

Zipser et al melakukan penelitian dengan 34 pasien yang

telah mendapatkan regimen triple therapy selama 10 hari

berupa omeprazol (2x20 mg/hari), amoksisilin (2x1 g/hari), dan

klaritromisin (2x500 mg/hari). Kemudian dilakukan konfirmasi

ulang dengan menggunakan pemeriksaan UBT dengan hasil

5 di antara 34 (15%) pasien tersebut positif. Hasil ini

menandakan kegagalan dalam eradikasi sebesar 15% dengan

pemakaian triple therapy di atas. Oleh karena sebagian besar

kegagalan eradikasi ini merupakan akibat resistensi terhadap

antibiotik, maka dianjurkan tata laksana ulang dengan jenis

antibiotik yang lain.11

383

Page 4: H.PYLORI

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori

Kesimpulan

Infeksi Helicobacter pylori merupakan penyebab

utama gastritis dan ulkus peptikum serta faktor risiko untuk

terjadinya karsinoma gaster. Diagnosis dan tata laksana

infeksi H. pylori menjadi penting dalam evaluasi pasien

dengan keluhan dispepsia. Saat ini diagnosis infeksi H. py-

lori dapat menggunakan metode pemeriksaan yang invasif

maupun noninvasif. Beberapa metode pemeriksaan

noninvasif lebih sering digunakan karena bersifat nyaman.

Tata laksana terkini untuk infeksi H. pylori terdiri dari 3 lini

yang mengandung antibiotik yang efektif terhadap H. py-

lori. Konfirmasi ulang keberhasilan eradikasi H. pylori

diperlukan mengingat kemungkinan kegagalan eradikasi

yang dikaitkan dengan risiko terjadinya berbagai penyakit

gastrointestinal pada pasien dengan infeksi H. pylori yang

persisten.

Daftar Pustaka

1. Selgrad M, Kandulski A, Malfertheiner P. Helicobacter pylori-

diagnosis and treatment. Curr opin gastroenterol. 2009; 25:549-

56.

2. McColl KEL. Helicobacter pylori infection. N Eng J Med. 2010;

362:1597-604.

3. Lew E. Peptic ulcer disease. In: Current Diagnosis and Treat-

ment Gastroenterology-Hepatology-Endoscopy, 3rd ed. Green-

berger NJ (editor). New York: McGraw Hill: 2009.p.175-83.

4. Malagelada JR, Kuipers EJ, Blaser MJ. Acid peptic disease. In:

Goldman L, Ausiello D (editors). Cecil Medicine, 23rd ed. Saunders,

2008.

5. Kim CG, Choi IJ, Lee JY, Cho SJ, Nam BH, Kook MC et al. Biopsy

site for detecting Helicobacter pylori infection in patients with

gastric cancer. J Gastroenterol Hepatol. 2009;24:469-74.

6. Feldman M, Le MS. Peptic ulcer diseases. In: Dale DC, Federman

DD (editors). American College of Physician Medicine, 3rd ed.

New York: American College of Physician; 2007.

7. Sivri B, Simsek I, Hulagu S, Kadayifci A, Tozun N, Akarsu M, et al.

The efficacy, safety and tolerability of pantoprazole-based one-

week triple therapy in H.pylori eradication and duodenal ulcer

healing. Curr Med Res Opin. 2004;20.

8. Gisbert JP, Fuentes J, Carpio D, Tito L, Guardiola J, Tomas A, et

al. 7-day rescue therapy with ranitidine bismuth citrate after

Helicobacter pylori treatment failure. Aliment Pharmacol Ther.

2005;21:1249-54.

9. Gisbert JP, Gisbert JL, Marcos S, Otero RM, Pajares JM. Third-

line rescue therapy with levofloxacine is more effective than

rifabutin rescue regimen after 2 Helicobacter pylori treatment

failures. Aliment Pharmacol Ther. 2006;24:1469-74.

10. Suzuki H, Nishizawa T, Hibi T. Helicobacter pylori eradication

therapy. Future Virol. 2010;5:639-48.

11. Zipser RD, Parikh MV. Is repeat testing needed for Helicobacter

pylori. J Am Board Fam Med. 2000;13.

YY/ZD/MS

384