Hoarseness
-
Upload
dewi-permatasari -
Category
Documents
-
view
54 -
download
4
description
Transcript of Hoarseness
HOARSENESS
I. Proses Bicara
Proses bicara adalah suatu proses dimana kata yang diucapkan dipilih untuk
diproduksi, kemudian fonetisnya di formulasikan dan akhirnya diartikulasikan oleh
sistem motorik pada aparatus vokal1. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan
fungsi tubuh, yaitu : sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam
korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak, struktur artikulasi, resonansi dari
mulut serta rongga hidung2.
Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang
normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan
dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer
adekuat) untuk fonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru
oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang
dikenal sebagai bicara3.
Bicara adalah membuat dan mengelola suara menjadi simbol-simbol. Terjadinya
simbol-simbol ini merupakan hasil kerja sama beberapa faktor, yaitu:
1. Respirasi (aliran udara) adalah diawalinya proses bicara. Dalam keadaan normal
agar dapat terbentuk suara (fonasi), alat pernafasan mengalirkan udara dengan
jumlah dan tekanan yang cukup. Terdiri dari trakea, bronkus, dan paru-paru. Aliran
udara respirasi merupakan sumber kekuatan yang diperlukan untuk mencetuskan
suara dan diatur tekanannya mulai dari paru-paru4.
2. Fonasi, merupakan suara yang dihasilkan dari aliran udara keluar melalui laring. Di
dalam laring, pita suara (plica vocalis) mengubah aliran udara ini dengan cara
mengatur kedua pita suara (kiri dan kanan) dan juga mengatur jaraknya, terbentuk
suatu celah sempit yang besar dan konturnya bervariasi sehingga menimbulkan
tahanan terhadap aliran udara. Tahanan ini menyebabkan udara bergelombang
sehingga timbul bunyi/suara. Suara ini disebut dengan suara laring (suara vokal)4.
3. Resonansi, adalah yang memberikan kualitas karakteristik pada bunyi gelombang
suara yang ditimbulkan pita suara. Organ-organ yang berfungsi sebagai resonator
adalah sinus-sinus, permukaan organ-organ, rongga pharynk, rongga mulut,
rongga dinding, rongga dada. Sumber suara fonasi pada pita suara intensitasnya
lemah, tidak berwarna dan sulit dikenal. Dengan adanya alat-alat resonansi yang
berfungsi sebagai resonator, maka suara tersebut mendapat variasi pada frekuensi
tertentu, intensitasnya meningkat, demikian juga pada kualitasnya (warna suara) dan
idenitasnya, tetapi suara yang sudah diresonansi ini masih bukan merupakan suara
bicara. Ciri-ciri resonansi sangat bervariasi pada setiap orang dan merupakan aspek
yang sangat penting bagi efektivitas bicara4.
4. Artikulasi (pengucapan), merupakan proses penghasilan suara dalam berbicara oleh
pergerakan bibir, mandibula, lidah dan mekanisme palatopharyngeal dalam
koordinasi dengan respirasi dan fonasi. Artikulasi berfungsi untuk memodifikasi
suara-suara laring dan membentuk suara-suara baru dalam rongga mulut. Artikulator
tersusun atas:
- Bibir, berfungsi untuk membendung udara pada pembentukan suara letup.
- Palatum mole-durum merupakan permukaan sensitif bagi lidah untuk
mengawasi proses artikulasi, menghalangi dan membentuk aliran udara
turbulen dan sebagai kompas bagi lidah bahwa suara terbaik sudah
dihasilkan.
- Lidah, membentuk suara dengan mengangkat, menarik, menyempit, menipis,
melengkung, menonjol, atau mendatar.
- Pipi membendung udara di bagian bukal.
- Gigi berfungsi menahan aliran udara dalam membentuk konsonan labio-
dental dan apiko-alveolar.
- Mandibula membuka dan menutup waktu bicara.
Gambar 1. Organ yang Berperan dalam Proses Bicara
II. Anatomi dan Fisiologi Laring
Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari saluran
napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas
lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan
batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid. Laring terdiri dari empat
komponen dasar anatomi yaitu tulang rawan, otot intrinsik dan ekstrinsik, dan
mukosa6.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid yang
berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah,
mandibula dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini
akan mengangkat laring. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago
epiglotis, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago
tiroid6.
Gambar 2. Tulang Rawan Laring7
Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu otot ekstrinsik dan intrinsik.
Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot
intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot ekstrinsik laring
yang suprahioid ialah M. digastrikus, M. stilohioid, dan M. milohiodid. Otot yang
infrahioid ialah M.sternohioid, M.omohioid, dan M.tirohioid. sedangkan otot
intrinsik laring ialah M.krikoaritenoid lateral, M.tiroepiglotika, M.vokalis,
M.tiroaritenoid, M.ariepiglotika, M.krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral
laring. Otot intrinsik laring yang terletak dibagian posterior ialah M.aritenoid transversal,
M.aritenoid oblik dan M.krikoaritenoid posterior6.
Gambar 3. Laring Potongan Lateral8
Terdapat tiga kelompok otot laring yaitu aduktor, abduktor dan tensor. Kelompok
otot aduktor terdiri dari M.tiroaritenoid, M.krikoaritenoid lateral, dan M.
interaritenoid. Otot tiroaritenoid merupakan otot aduktor dari laring. Persarafan dari
otot-otot aduktor oleh N. laringeus rekuren. Otot-otot tensor terutama oleh
M.krikotiroid didukung M.tiroaritenoid. otot krikotiroid disarafi oleh cabang eksterna
N. laringeus superior. Otot abduktor adalah M.krikoaritenoid posterior yang
disarafi cabang N.laringeus rekuren. Perdarahan untuk laring terdiri dari dua cabang
yaitu A. laringeus superior dan A.laringeus inferior6.
Lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare
membentuk plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu).
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, sedangkan antara
kedua plika ventrikularis disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis
membagi rongga laring dalam 3 bagian yaitu vestibulum laring (supraglotik), glotik dan
subglotik6.
Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan
fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas
pita suara membuka, sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup sehingga
udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara.
Gambar 4. Laring Normal saat Inspirasi dan Fonasi8
Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis
aduksi, maka M.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan,
menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat itu M.krikoaritenoid posterior akan menahan atau
menarik kartiago aritenoid ke belakang. Plika vokalis saat ini dalam kontraksi.
Sebaliknya kontraksi M.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan,
sehingga plika vokalis akan mengendor6.
Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun ternyata
mempunyai tiga fungsi utama, yaitu proteksi jalan nafas, respirasi, dan fonasi. Secara
filofenetik, laring mula-mula berkembang sebagai suatu sfingter yang melindungi jalan
nafas, sementara perkembangan suara merupakan peristiwa yang terjadi belakangan.
Perlindungan jalan nafas selama aksi menelan terjadi melalui berbagai mekanisme
berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari otot
tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu., disamping
aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik lainnya.
Elevasi laring di bawah pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong
epiglotis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus. Struktur ini mengalihkan
makanan ke lateral , menjauhi auditus laringis dan masuk ke sinus priformis, selanjutnya
ke introitus esofagi. Relaksasi otot krikofaringeus yang terjadi bersamaan mempermudah
jalan makanan ke dalam esofagus sehingga tidk masuk ke larimg. Di samping itu,
respirasi juga dihambat selama proses menelan melalui suatu refleks yang diperantarai
reseptor pada mukosa daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva.
Korda vokalis sejati yang teraduksi, kini diduga berfungsi sebagai suatu alat bunyi
pasif yang bergetar akibat udara yang dipaksa antara korda vokalis sebagai akibat
kontraksi otot-otot ekspirasi. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan
berbagai cara. Otot intrinsik laring (dan krikotiroideus) berperan penting dalam
penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas korda
vokalis sejati dan tegangan korda itu sendiri. Otot ekstralaring juga ikut berperan.
Demikian juga dengan posisi laring manusia yang lebih rendah, maka sebagian faring, di
samping rongga hidung dan sinus paranasalis dapat dimanfaatkan untuk perubahan nada
yang dihasilkan laring. Semuanya itu dipantau melalui suatu mekanisme umpan balik
yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri yang kurang
dimengerti.
III. Hoarseness
III.1. Definisi
Hoarseness didefinisikan oleh kelainan dalam kualitas fonasi.
Ketidaknormalan sering digambarkan sebagai desah, kasar, berisik. Ada berbagai
kondisi yang menyebabkan suara serak.
Suara parau adalah suatu istilah umum untuk setiap gangguan yang
menyebabkan perubahan suara. Ketika parau, suara dapat terdengar serak, kasar
dengan nada lebih rendah daripada biasanya, suara lemah, hilang suara, suara tegang
dan susah keluar, suara terdiri dari beberapa nada, nyeri saat bersuara, atau
ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu. Suara parau bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Perubahan suara ini
seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian dari kotak
suara (laring).9,10
Suara parau bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit. Keluhan suara parau tidak jarang kita temukan dari klinik, suara parau ini
digambarkan dengan pasien yang mengeluarkan suara yang kasar lebih rendah dari
suara aslinya walaupun suara serak merupakan suatu gejala tetapi jika prosesnya
berlangsung lama maka merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah
tenggorok.
III.2. Etiologi
Hoarseness biasanya disebabkan karena iritasi atau trauma pita suara. Kondisi
lain yang dapat mempengaruhi produksi suara antara lain11:
a. Faringitis akut karena infeksi saluran nafas atas
b. Kronik laryngitis, lebih sering karena pasien merokok. Penggunaan suara
yang berlebihan juga menyebabkan iritasi dan udema pada laring
c. Polip, kista, dan nodul
d. Laryngeal karsinoma, dan tatalaksana yang awal akan memberikan
prognosis yang baik
e. Paralisis pita suara karena kerusakan pada N. laryngeal. Bisa disebabkan
karena iatrogenic (tiroidektomi), trauma, tumor, kelainan neurologis atau
kelainan muscular
f. Penyebab fungsional, seperti stress psikologi.
g. Medikasi
h. Penuaan
i. Kelainan anatomi
III.3. Faktor Risiko
Faktor resiko terjadinya masalah pada suara adalah:
Merokok (faktor resiko karsinoma laring)
Konsumsi alkohol berlebihan
Refluks gasroesofageal
Profesi seperti guru, aktor, penyanyi
Usia
Lingkungan
Suara parau dapat terjadi secara akut atau kronik.Onset akut lebih sering terjadi
dan biasanya karena peradangan lokal pada laring (laringitis akut). Laringitis akut
bisa disebabkan oleh infeksi viral, infeksi sekunder bakterial. Apabila tidak ada
bukti adanya infeksi, laringitis akut bisa terjadi karena bahan kimia atau iritan dari
lingkungan, atau akibat penggunaan suara berlebih (voice overuse) pada penyanyi,
pengajar, orator, dan sebagainya. Onset kronis (laringitis kronis), dapat disebabkan
refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis laring, tumor, defisit
neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap rokok atau voice abuse.
III.4. Gejala Klinis
Keluhan yang menyertai suara parau bervariasi pada setiap orang tergantung
intensitas dan etiologi yang mendasari suara parau tersebut, dapat dirasakan
sementara atau intermiten maupun terus-menerus atau kontinu.
Gejala klinis yang umum, antara lain :
a. Rasa gatal di tenggorokan
b. Perasaan adanya benda asing di tenggorokan
c. Suara tercekat di tenggorokan
d. Ketidakmampuan menghasilkan suara yang jernih
e. Perubahan suara baik disertai nyeri tenggorokan atau tidak
f. Nyeri dan sulit menelan
g. Batuk
III.5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang:
a. Anamnesis
Setiap pasien dengan suara parau yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa
adanya infeksi saluran napas atas memerlukan pemeriksaan. Sangat penting
untuk mengetahui durasi dan karakter perubahan suara.Selain itu perlu pula digali
informasi tentang6,11 :
- Lama keluhan, progresifitas
- Kebiasaan merokok, minum kopi atau alkohol
- Riwayat obat-obatan
- Riwayat pekerjaan, hobi dan aktivitas
- Keluhan yang berhubungan meliputi nyeri, disfagia, batuk, susah bernapas
- Keluhan refluks gastroesofageal seperti merasakan asam di mulut pada pagi
hari
- Penyakit sinonasal (rhinitis alergi atau sinusitis kronik)
- Kelainan neurologis
- Stress emosional dan faktor psikologi
- Penggunaan suara yang berlebihan
- Riwayat anestesi atau intubasi
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi penilaian
pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan fungsi saraf
kranial.12 Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan laringoskopi: Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara
seperti kanker, singer’s node, polip tuberkulosis atau sifilis. Selain itu dapat
menilai adanya paralisis pita suara, yang berhubungan dengan kanker paru,
aneurisma aorta dan lain-lain.12
2) Pemeriksaan kelenjar getah bening: Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan
neuropati perifer, sindrom Guillain-Barre, tumor otak atau penyakit
serebrovaskuler.12
c. Pemeriksaan Penunjang12
1) Laringoskopi fibreoptik.
2) Stroboskopi (videolaryngostroboscopy). Pemeriksaan ini dapat
memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring
3) Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo, range, pitch
dan efisiensi aerodinamik
4) Pemeriksaan darah, meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai C1
esterase inhibitor untuk pembengkakan pita suara dan diduga angioedema,
serta pemeriksaan reseptor asetilkolin untuk suara parau yang diduga
disebabkan miastenia gravis.
5) Kultur hidung dan sputum
6) Foto toraks x-ray jika ditemukan paralisis pita suara pada pemeriksaan
laringoskopi
7) CT scan dada
8) CT scan dan MRI jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis
9) USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid yang menyebabkan paralisis pita
suara
III.6. Tatalaksana
a. Konservatif
- Minum air setiap beberapa saat setelah berbicara
- Penggunaan alkohol, merokok, dan obat-obatan tertentu sebaiknya dihindari
karena dapat mempengaruhi kondisi permukaan plika vokalis
- Pada GERD: menghindari konsumsi kafein dan coklat, hindari makan dan
minum sebelum tidur (sebaiknya 2-3 jam sebelum tidur)
- Mengurangi sumber penyalahgunaan suara dan menggunakan alat pengeras
suara
- Mengurangi penggunaan suara atau istirahat bersuara (vocal rest)
b. Terapi wicara
Speech therapist memegang peranan penting dalam memberikan terapi
terhadap pasien dengan gangguan pada suara, misal oleh karena vocal nodule
dan kesalahan penggunaan suara.Terapi memerlukan waktu beberapa minggu
atau beberapa bulan, sehinggga diperlukan motivasi kepada pasien.
c. Medikamentosa.Infeksi saluran pernafasan atas seringkali disebabkan oleh
infeksi virus. Tirah baring, pemberian parasetamol atau larutan aspirin gargle
dapat diberikan. Pemberian antibiotik dianjurkan jika terdapat infeksi
bakteri.Nasal spray diberikan pada pasien dengan inflamasi kronik sinus. Pada
pasien dengan gastroesofageal refluk, dapat diberikan medikasi untuk
mengurangi sekresi asam lambung.
d. Pembedahan.
Pembedahan dianjurkan untuk diagnosis (contoh:biopsi) dan terapi (contoh:
mengambil massa tumor dan laser surgery). Operasi dapat dilakukan dengan
fibre optic endoscope dengan anestesi umum.Pembedahan pada penyebab suara
parau non-cancer hanya diindikasikan jika penatalaksanaan dengan cara lain
gagal.
IV. Kelainan Dengan Manifestasi Hoarseness
IV.1. Laringomalasia
Kelainan ini paling sering ditemukan. Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah,
sehingga pada waktu inspirasi epiglotis tertarik ke bawah dan menutup rima glotis.
Dengan demikian bila pasien bernapas, napasnya berbunyi (stridor). Stridor ini
merupakan gejala awal, dapat menetap dan mungkin pula hilang timbul, ini
disebabkan lemahnya rangka laring.Tanda sumbatan jalan napas dapat terlihat
dengan adanya cekungan (retraksi) di daerah suprasternal, epigastrium, interkostal,
dan supraklavikular.
Gambar 5. Laringomalasia
Bila sumbatan laring makin hebat, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea. Jangan
dilakukan trakeostomi, sebab seringkali laringomalasi disertai dengan trakeomalasi.
Orang tua pasien dinasihatkan supaya lekas datang ke dokter bila terdapat peradang-
an di saluran napas bagian atas, seperti pilek dan lain-lain13.
IV.2. Stenosis Subglotis
Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat penyempitan (stenosis).
Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotis ialah: 1. penebalan jaringan
submukosa dengan hiperplasia kelenjar mukus dan fibrosis. 2. kelainan bentuk tulang
rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil, 3. bentuk tulang rawan krikoid normal
dengan ukuran lebih kecil, 4. pergeseran cincin trakea pertama ke arah atas belakang
ke dalam lumen krikoid.
Gejala stenosis subglotik ialah Stridor, dispnea, retraksi di suprasternal, epigastrium,
interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan ditemukan sianosis
dan apnea, sebagai akibat sumbatan jalan napas, sehingga mungkin juga terjadi gagal
pernapasan(respiratory distress).
Terapi stenosis subglotis tergantung pada kelainan yang menyebabkannya. Pada
umumnya terapi stenosis subglotis yang disebabkan oleh kelainan submukosa ialah
dilatasi atau dengan laser C02. Stenosis subglotik yang disebabkan oleh kelainan
bentuk tulang rawan krikoid dilakukan terapi pembedahan dengan melakukan
rekonstruksi13.
Gambar 6. Stenosis Subglotis14
IV.3. Selaput di laring (laryngeal Web)
Suatu selaput yang transparan (web) dapat tumbuh di daerah glotis, supraglotik atau
subglotik. Selaput ini terbanyak tumbuh di daerah glotis (75 %), subglotik (13 %)
dan di supraglotik sebanyak 12 %.
Terdapat gejala sumbatan laring, dan untuk terapinya dilakukan bedah mikro laring
untuk membuang selaput itu dengan memakai laringoskop suspensi.
Gambar 7. Laringeal Web14
IV.4. Kista Kongenital
Kista sering tumbuh di pangkal lidah atau di plika ventrikularis. Untuk
penanggulangannya ialah dengan mengangkat kista itu dengan bedah mikro laring.
IV.5. Hemangioma
Hemangioma biasanya timbul di daerah subglotik. Sering pula disertai dengan hema-
ngioma di tempat lain, seperti di leher. Gejalanya ialah terdapat hemoptisis, dan bila
tumor itu besar, terdapat juga gejala sumbatan laring. Terapinya ialah dengan bedah
laser, kortikosteroid atau dengan obat-obat skleroting13.
Gambar 8. Hemangioma14
IV.6. Fistel Laringotrakeo-esofagal
Kelainan ini terjadi karena kegagalan penutupan dinding posterior kartilago krikoid.
Terdapat gejala pneumonia, oleh karena aspirasi cairan dari esofagus, dan kadang-
kadang terdapat juga gejala sumbatan laring13.
IV.7. Laringitis Akut
Radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis
(common cold). Pada anak laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan
napas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak.
Sebagian penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang lokal atau
virus yang menyebabkan peradangan sistemik. Pada laringitis akut terdapat gejala
radang umum, seperti demam, dedar (malaise), serta gejala lokal, seperti suara parau
sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika menelan atau berbicara, serta
gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai
dengan dahak kental. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis,
membengkak, terutama di atas dan bawah pita suara. Biasanya terdapat juga tanda
radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru.
Untuk terapi, istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghirup udara
lembab. Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makanan
pedas atau minum es. Antibiotika diberikan apabila peradangan berasal dari paru.
Bila terdapat sumbatan laring, dilakukan pemasangan pipa endotrakea, atau
trakeostomi13.
Gambar 9. hiperemis dan edema pita suara pada laryngitis akut14
IV.8. Laringitis Kronik
Sering merupakan radang kronis laring disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis. Mungkin juga disebabkan oleh
penyalahgunaan suara(vocal abuse)seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras.
Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, dan kadang-
kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa.Gejalanya ialah
suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien sering
mendehem tanpa mengeluarkan sekret, karena mukosa yang menebal.
Pada pemeriksaan tampak mukosa menebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis.
Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu dilakukan biopsi.
Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta bronkus
yang mungkin menjadi penyebab laringitis kronis itu. Pasien diminta untuk tidak
banyak berbicara(vocal rest)13.
Gambar 10. Laringitis Kronik14
IV.9. Nodul pita suara (vocal cord nodule)
Nodul pita suara terbanyak ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada wanita
dari pria, Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul vocal termasuk screamer’s
nodule, singer’s node, atau teacher’s node. Nodulus jinak dapat terjadi unilateral dan
timbul akibat penggunaan korda vokalis yang tidaktepat dan berlangsung lama.
Letaknya sering pada sepertiga anterior atau ditengah pita suara, unilateral atau
bilateral. Klinis yang ditimbulkan adalah suara parau, kadang-kadang disertai batuk.
Pada pemeriksaan terdapat nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih kecil,
berwarna keputihan. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laring tidak
langsung/langsung. Beberapa pasien berespon baik dengan pembatasan dan re-
edukasi vocal, namun banyak juga yang memerlukan pembedahan endoskopik13.
Gambar 11. Vocal Nodule14
4.11. Polip
Polip laring ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada pria daripada
wanita, dan sangat jarang didapatkan pada anak. Pada pemeriksaan, polip
paling sering ditemukan di sekitar komisura anterior, tampak bulat, kadang-
kadang berlobul, berwarna pucat, mengkilat dengan dasarnya yang lebar di pita
suara, dan tampak kapiler darah sangat sedikit. Pada polip yang besar,
meskipun dasarnya di pita suara, polip ini ditemukan di subglotik. Epitel di
sekitar polip tidak berubah, tidak ada tanda radang. Polip dengan vaskularisasi
yang banyak akan berwarna merah, kadang-kadang terjadi fibrotik, sehingga
tidak tampak mengkilat lagi. Pengangkatan bedah harus dilakukan pada satu
sisi berturut-turut, untuk mencegah pembentukan sinekia pada komisura
anterior. Pembedahan harus diikuti menghentikan merokok dan reedukasi
vokal. Jika tidak demikian,mungkin terjadi kekambuhan jaringan polipoid yang
tebal sepanjang kordavokalis.
Gambar 12. Polip pada komisura anterior pita suara14
4.12. Kista
Kista pita suara merupakan massa yang terdiri dari membran (sakus). Kista
dapat berlokasi dekat permukaan pita suara atau lebih dalam, dekat
ligament.Sama seperti nodul dan polip, ukuran dan lokasi mengganggu getaran
dari pita suara dan menyebabkan suara parau. Terapi pembedahan diikuti terapi
vokal merupakan terapi yang disarankan.13
Gambar 13. Kista pada pita suara
4.13. Keratosis laring
Pada keratosis laring sebagian mukosa laring terjadi pertandukan, sehingga
tampak daerah yang keputihan yang disebut leukoplakia. Tempat tersering yang
mengalami pertandukan ialah pita suara dan di fosa interaritenoid. Gejala yang
ditemukan adalah suara parau yang persisten. Selain itu rasa ada yang
mengganjal di tenggorok. Stridor atau sesak napas tidakditemukan. Sebagai
terapi dilakukan pembedahan dengan mikrolaring. Terdapat 15% dari kasus
yang mengalami degenerasi maligna.
Gambar 14. Leukoplakia pada pita suara
4.14. Karsinoma laring
Suara parau yang persisten atau perubahan suara yang lebih dari dua hingga 4
minggu pada perokok perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengenali apakah
terdapat kanker laring. Karsinoma sel squamosa merupakan keganasan laring
yang paling sering terjadi (94%). Gejala dini berupa suara parau, dan sesuai
dengan keterlibatan, timbul nyeri, dispnea, dan akhirnya disfagia. Pilihan terapi
yang diberikan meliputi pembedahan, radiasi dan atau kemoterapi. Ketika
kanker laring ditemukan lebih awal maka pilihan terapi berupa pembedahan
atau radiasi dengan angka kesembuhan tinggi, lebih dari 90%.
Gambar 15. Karsinoma Sel Squamosa pada Laring14
4.15. Paralisis Pita Suara
Suara parau dapat terjadi berhubungan dengan masalah pada persarafan dan
otot baik dari pita suara atau laring. Paralisis otot laring dapat disebabkan
gangguan persarafan baik sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis
motorik bersamaan dengan paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral atau
bilateral. Penyebab sentral misalnya paralisis bulbar, siringomielia, tabes
dorsalis, multiplesklerosis. Penyebab perifer misalnya struma, pasca
tiroidektomi, limfadenopati leher, trauma leher, tumor eofagus dan
mediastinum, aneurisma aorta.
Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring. Secara umum
terdapat lima posisi dari pita suara yaitu posisi median, paramedian,
intermedian, abduksi ringan dan posisi abduksi penuh. Gambaran posisi pita
suara dapat bermacam-macam tergantung dari otot yang terkena. Banyak dari
paralisis pita suara akan sembuh beberapa bulan, namun ada kemungkinan
menjadi permanen, yang memerlukan tindakan bedah.
Gambar 16. Paralisis Pita Suara
4.16. Penuaan (Presbylaryngis)
Presbilaringis (vocal cord concavity) merupakan suatu keadaan yang
disebabkan penipisan dari otot dan jaringan-jaringan pita suara akibat penuaan.
Pita suara pada prebilaringis tidak sebesar daripada laring normal sehingga
tidak dapat bertemu pada pertengahan, dan akibatnya pasien mengeluh suara
menjadiparau, lemah dan berat. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan pemberian
injeksi lemak atau bahan lain pada kedua pita suara sehingga penutupan dapat
lebih baik.
Gambar 17. Presbilaringis
4.17. Perdarahan
Jika terdapat keluhan kehilangan suara mendadak yang sebelumnya didahului
dengan berteriak atau penggunaan suara yang kuat, menunjukkan telah terjadi
perdarahan dari pita suara. Perdarahan pita suara terjadi karena ruptur dari salah
satu pembuluh darah permukaan pita suara dan jaringan lunak terisi
dengandarah. Penanganannya segera dan harus diterapi dengan istirahat suara
total danpemeriksaan oleh dokter spesialis.
Gambar 18. Perdarahan Pita Suara
4.18. Refluks gastroesofageal
Hal yang sering juga merupakan penyebab suara serak adalah refluks
gastroesofageal, dimana asam lambung naik ke esofagus dan mengiritasi pita
suara. Banyak pasien dengan perubahan suara yang berkaitan dengan
refluks,tidak mempunyai gejala rasa terbakar di lambung (heartburn). Biasanya,
suara mulai memburuk di pagi hari dan meningkat sepanjang hari. Pasien
mungkin akan merasakan sensasi gumpalan pada tenggorokannya, cairan yang
menusuk tenggorokan, atau adanya keinginan yang kuat untuk membersihkan
tenggorokannya.