Hoarseness

31
HOARSENESS I. Proses Bicara Proses bicara adalah suatu proses dimana kata yang diucapkan dipilih untuk diproduksi, kemudian fonetisnya di formulasikan dan akhirnya diartikulasikan oleh sistem motorik pada aparatus vokal 1 . Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, yaitu : sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak, struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung 2 . Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk fonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara 3 . Bicara adalah membuat dan mengelola suara menjadi simbol-simbol. Terjadinya simbol-simbol ini merupakan hasil kerja sama beberapa faktor, yaitu: 1. Respirasi (aliran udara) adalah diawalinya proses bicara. Dalam keadaan normal agar dapat terbentuk suara (fonasi), alat pernafasan mengalirkan udara dengan jumlah dan tekanan yang cukup. Terdiri dari trakea,

description

suara serak banyak disebabkan oleh beberapa hal, misalnya polip pada pita suara.

Transcript of Hoarseness

Page 1: Hoarseness

HOARSENESS

I. Proses Bicara

Proses bicara adalah suatu proses dimana kata yang diucapkan dipilih untuk

diproduksi, kemudian fonetisnya di formulasikan dan akhirnya diartikulasikan oleh

sistem motorik pada aparatus vokal1. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan

fungsi tubuh, yaitu : sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam

korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak, struktur artikulasi, resonansi dari

mulut serta rongga hidung2.

Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang

normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan

dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer

adekuat) untuk fonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru

oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang

dikenal sebagai bicara3.

Bicara adalah membuat dan mengelola suara menjadi simbol-simbol. Terjadinya

simbol-simbol ini merupakan hasil kerja sama beberapa faktor, yaitu:

1. Respirasi (aliran udara) adalah diawalinya proses bicara. Dalam keadaan normal

agar dapat terbentuk suara (fonasi), alat pernafasan mengalirkan udara dengan

jumlah dan tekanan yang cukup. Terdiri dari trakea, bronkus, dan paru-paru. Aliran

udara respirasi merupakan sumber kekuatan yang diperlukan untuk mencetuskan

suara dan diatur tekanannya mulai dari paru-paru4.

2. Fonasi, merupakan suara yang dihasilkan dari aliran udara keluar melalui laring. Di

dalam laring, pita suara (plica vocalis) mengubah aliran udara ini dengan cara

mengatur kedua pita suara (kiri dan kanan) dan juga mengatur jaraknya, terbentuk

suatu celah sempit yang besar dan konturnya bervariasi sehingga menimbulkan

tahanan terhadap aliran udara. Tahanan ini menyebabkan udara bergelombang

sehingga timbul bunyi/suara. Suara ini disebut dengan suara laring (suara vokal)4.

3. Resonansi, adalah yang memberikan kualitas karakteristik pada bunyi gelombang

suara yang ditimbulkan pita suara. Organ-organ yang berfungsi sebagai resonator

adalah sinus-sinus, permukaan organ-organ, rongga pharynk, rongga mulut,

rongga dinding, rongga dada. Sumber suara fonasi pada pita suara intensitasnya

Page 2: Hoarseness

lemah, tidak berwarna dan sulit dikenal. Dengan adanya alat-alat resonansi yang

berfungsi sebagai resonator, maka suara tersebut mendapat variasi pada frekuensi

tertentu, intensitasnya meningkat, demikian juga pada kualitasnya (warna suara) dan

idenitasnya, tetapi suara yang sudah diresonansi ini masih bukan merupakan suara

bicara. Ciri-ciri resonansi sangat bervariasi pada setiap orang dan merupakan aspek

yang sangat penting bagi efektivitas bicara4.

4. Artikulasi (pengucapan), merupakan proses penghasilan suara dalam berbicara oleh

pergerakan bibir, mandibula, lidah dan mekanisme palatopharyngeal dalam

koordinasi dengan respirasi dan fonasi. Artikulasi berfungsi untuk memodifikasi

suara-suara laring dan membentuk suara-suara baru dalam rongga mulut. Artikulator

tersusun atas:

- Bibir, berfungsi untuk membendung udara pada pembentukan suara letup.

- Palatum mole-durum merupakan permukaan sensitif bagi lidah untuk

mengawasi proses artikulasi, menghalangi dan membentuk aliran udara

turbulen dan sebagai kompas bagi lidah bahwa suara terbaik sudah

dihasilkan.

- Lidah, membentuk suara dengan mengangkat, menarik, menyempit, menipis,

melengkung, menonjol, atau mendatar.

- Pipi membendung udara di bagian bukal.

- Gigi berfungsi menahan aliran udara dalam membentuk konsonan labio-

dental dan apiko-alveolar.

- Mandibula membuka dan menutup waktu bicara.

Page 3: Hoarseness

Gambar 1. Organ yang Berperan dalam Proses Bicara

II. Anatomi dan Fisiologi Laring

Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari saluran

napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas

lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan

batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid. Laring terdiri dari empat

komponen dasar anatomi yaitu tulang rawan, otot intrinsik dan ekstrinsik, dan

mukosa6.

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid yang

berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah,

mandibula dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini

akan mengangkat laring. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago

epiglotis, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago

tiroid6.

Gambar 2. Tulang Rawan Laring7

Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu otot ekstrinsik dan intrinsik.

Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot

intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot ekstrinsik laring

yang suprahioid ialah M. digastrikus, M. stilohioid, dan M. milohiodid. Otot yang

infrahioid ialah M.sternohioid, M.omohioid, dan M.tirohioid. sedangkan otot

intrinsik laring ialah M.krikoaritenoid lateral, M.tiroepiglotika, M.vokalis,

M.tiroaritenoid, M.ariepiglotika, M.krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral

laring. Otot intrinsik laring yang terletak dibagian posterior ialah M.aritenoid transversal,

M.aritenoid oblik dan M.krikoaritenoid posterior6.

Page 4: Hoarseness

Gambar 3. Laring Potongan Lateral8

Terdapat tiga kelompok otot laring yaitu aduktor, abduktor dan tensor. Kelompok

otot aduktor terdiri dari M.tiroaritenoid, M.krikoaritenoid lateral, dan M.

interaritenoid. Otot tiroaritenoid merupakan otot aduktor dari laring. Persarafan dari

otot-otot aduktor oleh N. laringeus rekuren. Otot-otot tensor terutama oleh

M.krikotiroid didukung M.tiroaritenoid. otot krikotiroid disarafi oleh cabang eksterna

N. laringeus superior. Otot abduktor adalah M.krikoaritenoid posterior yang

disarafi cabang N.laringeus rekuren. Perdarahan untuk laring terdiri dari dua cabang

yaitu A. laringeus superior dan A.laringeus inferior6.

Lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare

membentuk plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu).

Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, sedangkan antara

kedua plika ventrikularis disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis

membagi rongga laring dalam 3 bagian yaitu vestibulum laring (supraglotik), glotik dan

subglotik6.

Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan

fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas

pita suara membuka, sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup sehingga

udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara.

Page 5: Hoarseness

Gambar 4. Laring Normal saat Inspirasi dan Fonasi8

Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis

aduksi, maka M.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan,

menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat itu M.krikoaritenoid posterior akan menahan atau

menarik kartiago aritenoid ke belakang. Plika vokalis saat ini dalam kontraksi.

Sebaliknya kontraksi M.krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan,

sehingga plika vokalis akan mengendor6.

Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun ternyata

mempunyai tiga fungsi utama, yaitu proteksi jalan nafas, respirasi, dan fonasi. Secara

filofenetik, laring mula-mula berkembang sebagai suatu sfingter yang melindungi jalan

nafas, sementara perkembangan suara merupakan peristiwa yang terjadi belakangan.

Perlindungan jalan nafas selama aksi menelan terjadi melalui berbagai mekanisme

berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari otot

tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu., disamping

aduksi korda vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik lainnya.

Elevasi laring di bawah pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong

epiglotis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus. Struktur ini mengalihkan

makanan ke lateral , menjauhi auditus laringis dan masuk ke sinus priformis, selanjutnya

ke introitus esofagi. Relaksasi otot krikofaringeus yang terjadi bersamaan mempermudah

jalan makanan ke dalam esofagus sehingga tidk masuk ke larimg. Di samping itu,

Page 6: Hoarseness

respirasi juga dihambat selama proses menelan melalui suatu refleks yang diperantarai

reseptor pada mukosa daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva.

Korda vokalis sejati yang teraduksi, kini diduga berfungsi sebagai suatu alat bunyi

pasif yang bergetar akibat udara yang dipaksa antara korda vokalis sebagai akibat

kontraksi otot-otot ekspirasi. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan

berbagai cara. Otot intrinsik laring (dan krikotiroideus) berperan penting dalam

penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas korda

vokalis sejati dan tegangan korda itu sendiri. Otot ekstralaring juga ikut berperan.

Demikian juga dengan posisi laring manusia yang lebih rendah, maka sebagian faring, di

samping rongga hidung dan sinus paranasalis dapat dimanfaatkan untuk perubahan nada

yang dihasilkan laring. Semuanya itu dipantau melalui suatu mekanisme umpan balik

yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri yang kurang

dimengerti.

III. Hoarseness

III.1. Definisi

Hoarseness didefinisikan oleh kelainan dalam kualitas fonasi.

Ketidaknormalan sering digambarkan sebagai desah, kasar, berisik. Ada berbagai

kondisi yang menyebabkan suara serak.

Suara parau adalah suatu istilah umum untuk setiap gangguan yang

menyebabkan perubahan suara. Ketika parau, suara dapat terdengar serak, kasar

dengan nada lebih rendah daripada biasanya, suara lemah, hilang suara, suara tegang

dan susah keluar, suara terdiri dari beberapa nada, nyeri saat bersuara, atau

ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu. Suara parau bukan

merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Perubahan suara ini

seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian dari kotak

suara (laring).9,10

Suara parau bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu

penyakit. Keluhan suara parau tidak jarang kita temukan dari klinik, suara parau ini

digambarkan dengan pasien yang mengeluarkan suara yang kasar lebih rendah dari

suara aslinya walaupun suara serak merupakan suatu gejala tetapi jika prosesnya

Page 7: Hoarseness

berlangsung lama maka merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah

tenggorok.

III.2. Etiologi

Hoarseness biasanya disebabkan karena iritasi atau trauma pita suara. Kondisi

lain yang dapat mempengaruhi produksi suara antara lain11:

a. Faringitis akut karena infeksi saluran nafas atas

b. Kronik laryngitis, lebih sering karena pasien merokok. Penggunaan suara

yang berlebihan juga menyebabkan iritasi dan udema pada laring

c. Polip, kista, dan nodul

d. Laryngeal karsinoma, dan tatalaksana yang awal akan memberikan

prognosis yang baik

e. Paralisis pita suara karena kerusakan pada N. laryngeal. Bisa disebabkan

karena iatrogenic (tiroidektomi), trauma, tumor, kelainan neurologis atau

kelainan muscular

f. Penyebab fungsional, seperti stress psikologi.

g. Medikasi

h. Penuaan

i. Kelainan anatomi

III.3. Faktor Risiko

Faktor resiko terjadinya masalah pada suara adalah:

Merokok (faktor resiko karsinoma laring)

Konsumsi alkohol berlebihan

Refluks gasroesofageal

Profesi seperti guru, aktor, penyanyi

Usia

Lingkungan

Suara parau dapat terjadi secara akut atau kronik.Onset akut lebih sering terjadi

dan biasanya karena peradangan lokal pada laring (laringitis akut). Laringitis akut

bisa disebabkan oleh infeksi viral, infeksi sekunder bakterial. Apabila tidak ada

bukti adanya infeksi, laringitis akut bisa terjadi karena bahan kimia atau iritan dari

lingkungan, atau akibat penggunaan suara berlebih (voice overuse) pada penyanyi,

pengajar, orator, dan sebagainya. Onset kronis (laringitis kronis), dapat disebabkan

refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis laring, tumor, defisit

neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap rokok atau voice abuse.

Page 8: Hoarseness

III.4. Gejala Klinis

Keluhan yang menyertai suara parau bervariasi pada setiap orang tergantung

intensitas dan etiologi yang mendasari suara parau tersebut, dapat dirasakan

sementara atau intermiten maupun terus-menerus atau kontinu.

Gejala klinis yang umum, antara lain :

a. Rasa gatal di tenggorokan

b. Perasaan adanya benda asing di tenggorokan

c. Suara tercekat di tenggorokan

d. Ketidakmampuan menghasilkan suara yang jernih

e. Perubahan suara baik disertai nyeri tenggorokan atau tidak

f. Nyeri dan sulit menelan

g. Batuk

III.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang:

a. Anamnesis

Setiap pasien dengan suara parau yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa

adanya infeksi saluran napas atas memerlukan pemeriksaan. Sangat penting

untuk mengetahui durasi dan karakter perubahan suara.Selain itu perlu pula digali

informasi tentang6,11 :

- Lama keluhan, progresifitas

- Kebiasaan merokok, minum kopi atau alkohol

- Riwayat obat-obatan

- Riwayat pekerjaan, hobi dan aktivitas

- Keluhan yang berhubungan meliputi nyeri, disfagia, batuk, susah bernapas

- Keluhan refluks gastroesofageal seperti merasakan asam di mulut pada pagi

hari

- Penyakit sinonasal (rhinitis alergi atau sinusitis kronik)

- Kelainan neurologis

- Stress emosional dan faktor psikologi

- Penggunaan suara yang berlebihan

Page 9: Hoarseness

- Riwayat anestesi atau intubasi

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi penilaian

pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan fungsi saraf

kranial.12 Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Pemeriksaan laringoskopi: Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara

seperti kanker, singer’s node, polip tuberkulosis atau sifilis. Selain itu dapat

menilai adanya paralisis pita suara, yang berhubungan dengan kanker paru,

aneurisma aorta dan lain-lain.12

2) Pemeriksaan kelenjar getah bening: Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan

neuropati perifer, sindrom Guillain-Barre, tumor otak atau penyakit

serebrovaskuler.12

c. Pemeriksaan Penunjang12

1) Laringoskopi fibreoptik.

2) Stroboskopi (videolaryngostroboscopy). Pemeriksaan ini dapat

memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring

3) Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo, range, pitch

dan efisiensi aerodinamik

4) Pemeriksaan darah, meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai C1

esterase inhibitor untuk pembengkakan pita suara dan diduga angioedema,

serta pemeriksaan reseptor asetilkolin untuk suara parau yang diduga

disebabkan miastenia gravis.

5) Kultur hidung dan sputum

6) Foto toraks x-ray jika ditemukan paralisis pita suara pada pemeriksaan

laringoskopi

7) CT scan dada

8) CT scan dan MRI jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis

9) USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid yang menyebabkan paralisis pita

suara

III.6. Tatalaksana

a. Konservatif

- Minum air setiap beberapa saat setelah berbicara

Page 10: Hoarseness

- Penggunaan alkohol, merokok, dan obat-obatan tertentu sebaiknya dihindari

karena dapat mempengaruhi kondisi permukaan plika vokalis

- Pada GERD: menghindari konsumsi kafein dan coklat, hindari makan dan

minum sebelum tidur (sebaiknya 2-3 jam sebelum tidur)

- Mengurangi sumber penyalahgunaan suara dan menggunakan alat pengeras

suara

- Mengurangi penggunaan suara atau istirahat bersuara (vocal rest)

b. Terapi wicara

Speech therapist memegang peranan penting dalam memberikan terapi

terhadap pasien dengan gangguan pada suara, misal oleh karena vocal nodule

dan kesalahan penggunaan suara.Terapi memerlukan waktu beberapa minggu

atau beberapa bulan, sehinggga diperlukan motivasi kepada pasien.

c. Medikamentosa.Infeksi saluran pernafasan atas seringkali disebabkan oleh

infeksi virus. Tirah baring, pemberian parasetamol atau larutan aspirin gargle

dapat diberikan. Pemberian antibiotik dianjurkan jika terdapat infeksi

bakteri.Nasal spray diberikan pada pasien dengan inflamasi kronik sinus. Pada

pasien dengan gastroesofageal refluk, dapat diberikan medikasi untuk

mengurangi sekresi asam lambung.

d. Pembedahan.

Pembedahan dianjurkan untuk diagnosis (contoh:biopsi) dan terapi (contoh:

mengambil massa tumor dan laser surgery). Operasi dapat dilakukan dengan

fibre optic endoscope dengan anestesi umum.Pembedahan pada penyebab suara

parau non-cancer hanya diindikasikan jika penatalaksanaan dengan cara lain

gagal.

IV. Kelainan Dengan Manifestasi Hoarseness

IV.1. Laringomalasia

Kelainan ini paling sering ditemukan. Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah,

sehingga pada waktu inspirasi epiglotis tertarik ke bawah dan menutup rima glotis.

Dengan demikian bila pasien bernapas, napasnya berbunyi (stridor). Stridor ini

merupakan gejala awal, dapat menetap dan mungkin pula hilang timbul, ini

disebabkan lemahnya rangka laring.Tanda sumbatan jalan napas dapat terlihat

dengan adanya cekungan (retraksi) di daerah suprasternal, epigastrium, interkostal,

dan supraklavikular.

Page 11: Hoarseness

Gambar 5. Laringomalasia

Bila sumbatan laring makin hebat, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea. Jangan

dilakukan trakeostomi, sebab seringkali laringomalasi disertai dengan trakeomalasi.

Orang tua pasien dinasihatkan supaya lekas datang ke dokter bila terdapat peradang-

an di saluran napas bagian atas, seperti pilek dan lain-lain13.

Page 12: Hoarseness

IV.2. Stenosis Subglotis

Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat penyempitan (stenosis).

Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotis ialah: 1. penebalan jaringan

submukosa dengan hiperplasia kelenjar mukus dan fibrosis. 2. kelainan bentuk tulang

rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil, 3. bentuk tulang rawan krikoid normal

dengan ukuran lebih kecil, 4. pergeseran cincin trakea pertama ke arah atas belakang

ke dalam lumen krikoid.

Gejala stenosis subglotik ialah Stridor, dispnea, retraksi di suprasternal, epigastrium,

interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan ditemukan sianosis

dan apnea, sebagai akibat sumbatan jalan napas, sehingga mungkin juga terjadi gagal

pernapasan(respiratory distress).

Terapi stenosis subglotis tergantung pada kelainan yang menyebabkannya. Pada

umumnya terapi stenosis subglotis yang disebabkan oleh kelainan submukosa ialah

dilatasi atau dengan laser C02. Stenosis subglotik yang disebabkan oleh kelainan

bentuk tulang rawan krikoid dilakukan terapi pembedahan dengan melakukan

rekonstruksi13.

Gambar 6. Stenosis Subglotis14

Page 13: Hoarseness

IV.3. Selaput di laring (laryngeal Web)

Suatu selaput yang transparan (web) dapat tumbuh di daerah glotis, supraglotik atau

subglotik. Selaput ini terbanyak tumbuh di daerah glotis (75 %), subglotik (13 %)

dan di supraglotik sebanyak 12 %.

Terdapat gejala sumbatan laring, dan untuk terapinya dilakukan bedah mikro laring

untuk membuang selaput itu dengan memakai laringoskop suspensi.

Gambar 7. Laringeal Web14

IV.4. Kista Kongenital

Kista sering tumbuh di pangkal lidah atau di plika ventrikularis. Untuk

penanggulangannya ialah dengan mengangkat kista itu dengan bedah mikro laring.

IV.5. Hemangioma

Hemangioma biasanya timbul di daerah subglotik. Sering pula disertai dengan hema-

ngioma di tempat lain, seperti di leher. Gejalanya ialah terdapat hemoptisis, dan bila

tumor itu besar, terdapat juga gejala sumbatan laring. Terapinya ialah dengan bedah

laser, kortikosteroid atau dengan obat-obat skleroting13.

Page 14: Hoarseness

Gambar 8. Hemangioma14

IV.6. Fistel Laringotrakeo-esofagal

Kelainan ini terjadi karena kegagalan penutupan dinding posterior kartilago krikoid.

Terdapat gejala pneumonia, oleh karena aspirasi cairan dari esofagus, dan kadang-

kadang terdapat juga gejala sumbatan laring13.

IV.7. Laringitis Akut

Radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis

(common cold). Pada anak laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan

napas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat pada anak.

Sebagian penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang lokal atau

virus yang menyebabkan peradangan sistemik. Pada laringitis akut terdapat gejala

radang umum, seperti demam, dedar (malaise), serta gejala lokal, seperti suara parau

sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika menelan atau berbicara, serta

gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai

dengan dahak kental. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis,

membengkak, terutama di atas dan bawah pita suara. Biasanya terdapat juga tanda

radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru.

Untuk terapi, istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghirup udara

lembab. Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makanan

pedas atau minum es. Antibiotika diberikan apabila peradangan berasal dari paru.

Bila terdapat sumbatan laring, dilakukan pemasangan pipa endotrakea, atau

trakeostomi13.

Page 15: Hoarseness

Gambar 9. hiperemis dan edema pita suara pada laryngitis akut14

IV.8. Laringitis Kronik

Sering merupakan radang kronis laring disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi

septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis. Mungkin juga disebabkan oleh

penyalahgunaan suara(vocal abuse)seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras.

Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, dan kadang-

kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa.Gejalanya ialah

suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien sering

mendehem tanpa mengeluarkan sekret, karena mukosa yang menebal.

Pada pemeriksaan tampak mukosa menebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis.

Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu dilakukan biopsi.

Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta bronkus

yang mungkin menjadi penyebab laringitis kronis itu. Pasien diminta untuk tidak

banyak berbicara(vocal rest)13.

Page 16: Hoarseness

Gambar 10. Laringitis Kronik14

IV.9. Nodul pita suara (vocal cord nodule)

Nodul pita suara terbanyak ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada wanita

dari pria, Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul vocal termasuk screamer’s

nodule, singer’s node, atau teacher’s node. Nodulus jinak dapat terjadi unilateral dan

timbul akibat penggunaan korda vokalis yang tidaktepat dan berlangsung lama.

Letaknya sering pada sepertiga anterior atau ditengah pita suara, unilateral atau

bilateral. Klinis yang ditimbulkan adalah suara parau, kadang-kadang disertai batuk.

Pada pemeriksaan terdapat nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih kecil,

berwarna keputihan. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laring tidak

langsung/langsung. Beberapa pasien berespon baik dengan pembatasan dan re-

edukasi vocal, namun banyak juga yang memerlukan pembedahan endoskopik13.

Gambar 11. Vocal Nodule14

4.11. Polip

Polip laring ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada pria daripada

wanita, dan sangat jarang didapatkan pada anak. Pada pemeriksaan, polip

Page 17: Hoarseness

paling sering ditemukan di sekitar komisura anterior, tampak bulat, kadang-

kadang berlobul, berwarna pucat, mengkilat dengan dasarnya yang lebar di pita

suara, dan tampak kapiler darah sangat sedikit. Pada polip yang besar,

meskipun dasarnya di pita suara, polip ini ditemukan di subglotik. Epitel di

sekitar polip tidak berubah, tidak ada tanda radang. Polip dengan vaskularisasi

yang banyak akan berwarna merah, kadang-kadang terjadi fibrotik, sehingga

tidak tampak mengkilat lagi. Pengangkatan bedah harus dilakukan pada satu

sisi berturut-turut, untuk mencegah pembentukan sinekia pada komisura

anterior. Pembedahan harus diikuti menghentikan merokok dan reedukasi

vokal. Jika tidak demikian,mungkin terjadi kekambuhan jaringan polipoid yang

tebal sepanjang kordavokalis.

Gambar 12. Polip pada komisura anterior pita suara14

4.12. Kista

Kista pita suara merupakan massa yang terdiri dari membran (sakus). Kista

dapat berlokasi dekat permukaan pita suara atau lebih dalam, dekat

ligament.Sama seperti nodul dan polip, ukuran dan lokasi mengganggu getaran

dari pita suara dan menyebabkan suara parau. Terapi pembedahan diikuti terapi

vokal merupakan terapi yang disarankan.13

Page 18: Hoarseness

Gambar 13. Kista pada pita suara

4.13. Keratosis laring

Pada keratosis laring sebagian mukosa laring terjadi pertandukan, sehingga

tampak daerah yang keputihan yang disebut leukoplakia. Tempat tersering yang

mengalami pertandukan ialah pita suara dan di fosa interaritenoid. Gejala yang

ditemukan adalah suara parau yang persisten. Selain itu rasa ada yang

mengganjal di tenggorok. Stridor atau sesak napas tidakditemukan. Sebagai

terapi dilakukan pembedahan dengan mikrolaring. Terdapat 15% dari kasus

yang mengalami degenerasi maligna.

Gambar 14. Leukoplakia pada pita suara

4.14. Karsinoma laring

Suara parau yang persisten atau perubahan suara yang lebih dari dua hingga 4

minggu pada perokok perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengenali apakah

terdapat kanker laring. Karsinoma sel squamosa merupakan keganasan laring

yang paling sering terjadi (94%). Gejala dini berupa suara parau, dan sesuai

Page 19: Hoarseness

dengan keterlibatan, timbul nyeri, dispnea, dan akhirnya disfagia. Pilihan terapi

yang diberikan meliputi pembedahan, radiasi dan atau kemoterapi. Ketika

kanker laring ditemukan lebih awal maka pilihan terapi berupa pembedahan

atau radiasi dengan angka kesembuhan tinggi, lebih dari 90%.

Gambar 15. Karsinoma Sel Squamosa pada Laring14

4.15. Paralisis Pita Suara

Suara parau dapat terjadi berhubungan dengan masalah pada persarafan dan

otot baik dari pita suara atau laring. Paralisis otot laring dapat disebabkan

gangguan persarafan baik sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis

motorik bersamaan dengan paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral atau

bilateral. Penyebab sentral misalnya paralisis bulbar, siringomielia, tabes

dorsalis, multiplesklerosis. Penyebab perifer misalnya struma, pasca

tiroidektomi, limfadenopati leher, trauma leher, tumor eofagus dan

mediastinum, aneurisma aorta.

Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring. Secara umum

terdapat lima posisi dari pita suara yaitu posisi median, paramedian,

intermedian, abduksi ringan dan posisi abduksi penuh. Gambaran posisi pita

suara dapat bermacam-macam tergantung dari otot yang terkena. Banyak dari

paralisis pita suara akan sembuh beberapa bulan, namun ada kemungkinan

menjadi permanen, yang memerlukan tindakan bedah.

Page 20: Hoarseness

Gambar 16. Paralisis Pita Suara

4.16. Penuaan (Presbylaryngis)

Presbilaringis (vocal cord concavity) merupakan suatu keadaan yang

disebabkan penipisan dari otot dan jaringan-jaringan pita suara akibat penuaan.

Pita suara pada prebilaringis tidak sebesar daripada laring normal sehingga

tidak dapat bertemu pada pertengahan, dan akibatnya pasien mengeluh suara

menjadiparau, lemah dan berat. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan pemberian

injeksi lemak atau bahan lain pada kedua pita suara sehingga penutupan dapat

lebih baik.

Gambar 17. Presbilaringis

4.17. Perdarahan

Jika terdapat keluhan kehilangan suara mendadak yang sebelumnya didahului

dengan berteriak atau penggunaan suara yang kuat, menunjukkan telah terjadi

perdarahan dari pita suara. Perdarahan pita suara terjadi karena ruptur dari salah

satu pembuluh darah permukaan pita suara dan jaringan lunak terisi

dengandarah. Penanganannya segera dan harus diterapi dengan istirahat suara

total danpemeriksaan oleh dokter spesialis.

Page 21: Hoarseness

Gambar 18. Perdarahan Pita Suara

4.18. Refluks gastroesofageal

Hal yang sering juga merupakan penyebab suara serak adalah refluks

gastroesofageal, dimana asam lambung naik ke esofagus dan mengiritasi pita

suara. Banyak pasien dengan perubahan suara yang berkaitan dengan

refluks,tidak mempunyai gejala rasa terbakar di lambung (heartburn). Biasanya,

suara mulai memburuk di pagi hari dan meningkat sepanjang hari. Pasien

mungkin akan merasakan sensasi gumpalan pada tenggorokannya, cairan yang

menusuk tenggorokan, atau adanya keinginan yang kuat untuk membersihkan

tenggorokannya.