Hkd f Satria

7
Nama : Satria Abdi Kausa Prima NIM : 12/340042/HK/19347 Hukum Konstitusi dan Demokrasi F Artikel Kompas, 6 Desember 2012 : “Tak Ada Lobby buat Perpu MK”

description

Tugas

Transcript of Hkd f Satria

Page 1: Hkd f Satria

Nama : Satria Abdi Kausa PrimaNIM : 12/340042/HK/19347Hukum Konstitusi dan Demokrasi F

Artikel Kompas, 6 Desember 2012 : “Tak Ada Lobby buat Perpu MK”

Page 2: Hkd f Satria

Nama : Satria Abdi Kausa PrimaNIM : 12/340042/HK/19347Hukum Konstitusi dan Demokrasi F

Resume Kliping : “Tak Ada Lobby buat Perpu MK”

Beberapa waktu lalu pemerintah mengeluarkan Perpu (Peraturan Pengganti Undang-

undang) No. 1 Tahun 2013 yang berisi tentang Mahkamah Konsitusi. Pemerintah

berpandangan dengan adanya Perppu ini, maka Mahkamah Konstitusi dapat diselamatkan.

Dimana di dalam Perpu ini tertuang beberapa pasal yang salah satunya menyebutkan bahwa

“syarat hakim konstitusi harus keluar minimal tujuh tahun dari keanggotaan parpol”

Anggota F-PKB, Marwan, mengemukakan, pada prinsipnya perppu ini baik untuk

mengembalikan kewibawaan Mahkamah Konstitusi, namun ia mempertanyakan, bahwa

apakah saat ini waktu yang tepat untuk mengeluarkan perppu itu, dan apakah hal ikhwal

kegentingan yang memaksa terpenuhi atau tidak?

Sebagaimana kita ketahui bersama, perppu ini dikeluarkan dengan selang waktu yang

cukup lama setelah mengemukanya kasus tangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil

Mochtar, terkait suap Pemilukada salah satu daerah di Kalimantan, dan di daerah Lebak

Banten. Hal ini menandakan bahwa saat keluarnya perppu tidak lagi sesuai dengan saat

penetapannya, dimana harus ada hal ikhwal kegentingan yang memaksa.

Di dalam konstitusi Indonesia UUDNRI 1945, Perppu diatur dalam pasal 22

UUDNRI 1945 sebagai dasar ketentuan pembentukkannya, bunyi pasal 22 adalah sebagai

berikut : “Pasal 22 UUDNRI 1945 : ”

(1) Dalam hal-ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang.

(2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam

persidangan yang berikut.

(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.

Dari pasal diatas kita bisa ketahui, bahwa pembentuk perppu memang Presiden tanpa

dengan persetujuan DPR terlebih dahulu, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

yaitu 1:

1. Bahwa hak presiden untuk menetapkan Perppu itu hanya dapat

dilakukan/dilaksanakan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Penjelasan

1 Soehino, Hukum Tata Negara Teknik Perundang-undangan, Penerbit : Liberty Yogyakarta, 1996, Edisi Ketiga Cetakan Pertama, halaman 21-27

Page 3: Hkd f Satria

Nama : Satria Abdi Kausa PrimaNIM : 12/340042/HK/19347Hukum Konstitusi dan Demokrasi F

pasal ini mengenai “Noodverordeningsrecht” Presiden. Dimana perppu dapat

ditetapkan apabila menurut keyakinan presiden ada keadaan yang mendesak, dan

keadaan itu perlu segera diatur dengan peraturan perundangan.

2. Dalam penjelasan pasal 22 UUD 1945 dapat diketahui bahwa Perppu itu kekuatannya

sama dengan UU. Dimana penetapannya agar supaya kepentingan serta keselamatan

Negara dalam keadaan genting dapat dijamin pemerintah dengan bertindak cepat dan

tepat dalam menetapkan suatu peraturan yang sederajat dan kekuatan yang sama

dengan UU.

3. Sebagaimana halnya Perppu maka UU Darurat-pun ditetapkan dengan maksud untuk

mengatasi berbagai kesulitan, dimana perlu segera ditetapkan suatu peraturan dan

tidak dapat di ditangguhkan sampai adanya sidang DPR guna membicarakan masalah

tersebut. UU Darurat itu hanya dibenarkan selama dipergunakan untuk mengatur hal-

hal yang bersifat penyelenggaraan pemerintahan. Lalu bagaimana jika dilakukan

terhadap suatu lembaga negara lainnya (MK)?

4. UU Darurat mempunyai kekuasaan dan derajat UU, sehingga harus mendapat

persetujuan DPR dan selanjutnya ditetapkan sebagai UU, dengan cara sebagaimana

Presiden mengajukan RUU yang dipersiapkannya kepada DPR. Apabila ditolak,

dalam arti tidak mendapat persetujuan dari DPR, maka UU Darurat tidak berlaku lagi

karena hukum. Bagaimana dengan kasus ini?

5. Terdapat perbedaan konsekuensi antara pasal 97 ayat (2) UUDS 1950, pasal 140 ayat

(2) Konstitusi RIS 1949 dengan ketentuan pasal 22 ayat (3) UUD 1945 dalam hal

apabila UU Darurat ataupun Perppu itu ditolak atau tidak mendapat persetujuan dari

DPR, maka UU Darurat itu tidak berlaku lagi karena hukum. Dimana menurut UUDS

1950 dan Konstitusi RIS tanpa suatu tindakan apapun UU Darurat itu telah menjadi

tidak berlaku, sedangkan menurut UUD 1945 suatu Perppu apabila tidak mendapat

persetujuan DPR, maka Perppu itu harus dicabut. Hal ini mempunyai konsekuensi

adanya kemungkinan bahwa suatu Perppu masih tetap berlaku terus walaupun tidak

mendapat persetujuan DPR. Bagaimana kaitannya dengan tindakan Pemerintah terkait

Perppu MK?

6. Penggunaan istilah Perppu sebagai Pengganti UU dalam pasal 22 UUD 1945 lebih

tepat dibandingkan penggunaan istilah UU Darurat dalam pasal 96 UUDS ataupun

pasal 140 Konsitusi RIS.

Page 4: Hkd f Satria

Nama : Satria Abdi Kausa PrimaNIM : 12/340042/HK/19347Hukum Konstitusi dan Demokrasi F

7. Perppu yang telah mendapat persetujuan DPR, baik dengan perubahan ataupun tanpa

perubahan, lalu dinyatakan sebagai UU. Hal ini dilaksanakan dengan suatu UU

dimana dalam konsiderannya disebutkan bahwa Perppu ini telah mendapat

persetujuan DPR, dan kode nomor dan tahunnya menggunakan kode nomor dan tahun

Perppu dengan ditambah huruf Prp.

8. Sehubungan dengan ketentuan pasal 22 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan

“Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang itu harus mendapat persetujuan

DPR dalam persidangan yang berikut”. Ketentuan ini hendaklah ditepati agar tidak

menimbulkan akibat yang berlarut-larut apabila Perppu tidak mendapat persetujuan

DPR, dan harus dicabut. Jadi segera setelah Perppu ditetapkan harus disampaikan

kepada DPR.

Setelah mengetahui tata cara pelaksanaan Perppu dan juga pencabutan Perppu, kiranya

perlu dilihat pula materi apa yang diatur dalam sebuah Perppu yang ditetapkan. Materi yang

dapat diatur dengan Perppu pada prinsipnya adalah sama dengan materi yang dapat diatur

dengan UU, sebab kedua jenis peraturan perundangan ini kekuatan serta derajatnya adalah

sama.2 Hanya saja harus diperhatikan bahwa badan pembuatnya berbeda, serta Perppu itu

hanya dapat ditetapkan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.3

Jikalau memang sama antara materi yang dapat diatur oleh Perppu dengan materi yang

dapat diatur oleh UU, lalu sejauh apa saja materi-materi yang bersangkutan dapat diatur.

Soehino, S.H. telah menggolongkan materi yang dapat diatur oleh UU, diantaranya4 :

a. Materi yang menurut ketentuan UUD 1945 harus diatur dengan UU.

b. Materi yang menurut Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang

legislatif harus dilaksanakan dengan UU.

c. Materi yang menurut ketentuan UU Pokok atau UU tentang Pokok harus dilaksanakan

dengan UU.

d. Materi lain yang mengikat umum, seperti : yang membebankan kewajiban kepada

penduduk, yang mengurangi kebebasan warganegara, yang memuat keharusan dan

atau larangan.

2 Soehino, Hukum Tata Negara Teknik Perundang-undangan, Penerbit : Liberty Yogyakarta, 1996, Edisi Ketiga Cetakan Pertama, halaman 333 Ibid4 Ibid

Page 5: Hkd f Satria

Nama : Satria Abdi Kausa PrimaNIM : 12/340042/HK/19347Hukum Konstitusi dan Demokrasi F

Dari penjabaran Soehino, S.H. tersebut, dan dari artikel ini, saya menyimpulkan

bahwa diketahui ada perpecahan suara di internal DPR, dimana sebagian fraksi ada yang

menyetujui Perppu MK ini, ada pula yang menyatakan persetujuannya dengan prasyarat

yaitu adanya revisi terhadap Perppu MK ini, dan juga ada yang menyatakan dengan lantang

penolakannya terhadap Perppu MK ini sebagaimana yang diungkapakan salah satu Anggota

Komisi III Fraksi Hanura.

Jika hal seperti ini dibiarkan berlarut-larut, maka bukan tidak mungkin masyarakat

akan dibuat sulit dan pusing dengan status hukum Perppu ini, apalagi jika nantinya ada proses

pemilihan Hakim MK, maka Panitia Seleksi akan ambigu dalam menjalankan tugasnya.

Sehingga perlu diselesaikan sesegera mungkin. Lalu benarkah tidak ada lobby untuk Perppu

MK ini? dimana sebenarnya antara DPR dan Pemerintah harus membahasnya secara bersama

telebih dahulu, jadi disinilah kesempatan bagi Pemerintah untuk mengemukakan maksudnya

mengeluarkan Perppu ini. Kalaupun akhirnya Perppu ini ditolak atau tidak mendapat

persetujuan dari DPR, maka Pemerintah (dalam hal ini Presiden) harus mencabut Perppu ini,

karena Perppu berbeda dengan UU Darurat sebagaimana telah dijelaskan Soehino, S.H.

dimana tidak berlakunya suatu Perppu harus dengan tindakan pencabutan dari Pemerintah.

Saya berharap semoga permasalahan Perppu MK ini dapat diselesaikan dengan cepat dan

tepat.