hjgjh

5
Jelaskan mekanisme kejang? Dan mengapa bayi tersebut tidak bisa menyusu? PATOFISIOLOGI Dalam kondisi normal, sistem muskuloskeletal akan bereaksi sesuai dengan sinyal (aktif potensial) yang berasal dari neuron-neuron (eksitatorik dan inhibitorik). Sel-sel neuron akan bereaksi terhadap suatu sinyal dengan menghasilkan neurotransmitter dan dikeluarkan menggunakan suatu protein membrane (synaptobrevin) menuju saraf motorik. Neurotransmiter tersebut kemudian menyampaikan sinyal tersebut dan saraf motorik akan merangsang serat otot untuk bereaksi Pada kontraksi otot skeletal, neuron eksitatorik akan mengeluarkan neurotransmiter (cth: Asetilkolin) untuk menyampaikan sinyal eksitatorik ke motor neuron yang merangsang otot untuk berkontraksi, sementara itu neuron inhibitorik juga akan menghasilkan neurotransmitter (cth: GABA) untuk membatasi dan memodulasi kontraksi yang terjadi, dimana pada saat satu bagian otot berkontraksi, pada saat bersamaan terdapat otot lain yangrelaksasi (antagonis refleks). Infeksi Clostridium tetani menyebabkan neuron inhibitorik gagal mengeluarkan neurotransmitter inhibitori, sehingga kontraksi yang terjadi tidak diimbangi dengan inhibisi otot yang lain. Akibatnya baik otot agonis maupun antagonis mengalami kontraksi dan tidak terkontrol sehingga terjadi spasme otot (kejang) yang menjadi gambaaran khas pada tetanus.

description

ggjhgk

Transcript of hjgjh

Jelaskan mekanisme kejang? Dan mengapa bayi tersebut tidak bisa menyusu?

PATOFISIOLOGI

Dalam kondisi normal, sistem muskuloskeletal akan bereaksi sesuai dengan sinyal (aktif potensial) yang berasal dari neuron-neuron (eksitatorik dan inhibitorik). Sel-sel neuron akan bereaksi terhadap suatu sinyal dengan menghasilkan neurotransmitter dan dikeluarkan menggunakan suatu protein membrane (synaptobrevin) menuju saraf motorik. Neurotransmiter tersebut kemudian menyampaikan sinyal tersebut dan saraf motorik akan merangsang serat otot untuk bereaksi

Pada kontraksi otot skeletal, neuron eksitatorik akan mengeluarkan neurotransmiter (cth: Asetilkolin) untuk menyampaikan sinyal eksitatorik ke motor neuron yang merangsang otot untuk berkontraksi, sementara itu neuron inhibitorik juga akan menghasilkan neurotransmitter (cth: GABA) untuk membatasi dan memodulasi kontraksi yang terjadi, dimana pada saat satu bagian otot berkontraksi, pada saat bersamaan terdapat otot lain yangrelaksasi (antagonis refleks).

Infeksi Clostridium tetani menyebabkan neuron inhibitorik gagal mengeluarkan neurotransmitter inhibitori, sehingga kontraksi yang terjadi tidak diimbangi dengan inhibisi otot yang lain. Akibatnya baik otot agonis maupun antagonis mengalami kontraksi dan tidak terkontrol sehingga terjadi spasme otot (kejang) yang menjadi gambaaran khas pada tetanus.

Clostridium tetani menghasilkan endospora yang membutuhkan kondisi anaerobik untuk dapat berkembang. Jaringan yang nekrosis atau mengalami infeksi merupakan lokasi yang sangat mendukung bagi tumbuhnya bakteri ini. Bakteri ini biasanya masuk ke situs luka dan setelah melalui proses germinasi (berkisar antara 3-21 hari), bakteri ini akan menghasilkan 2 jenis exotoxin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin yangdihasilkan oleh Clostridium tetani bersifat sitolisin, dan mengawali infeksi bakteri ini dengan merusak jaringan-jaringan yang belum nekrosis dan mengoptimalkan suasana anaerob yang terbentuk pada situs luka. Tetanospasmin sebagai neurotoksin kemudian menjadi agen penyebab munculnya berbagai gejala klinis pada tetanus. Tetanospasmin merupakan suatu neurotoksin yang berbentuk rantai polipeptida ganda. Rantai polipeptida ini terdiri atas sebuah rantai polipeptida berat(100000 Da) dan 1rantai polipeptida ringan(50.000 Da). Ke dua rantai tersebut dihubungkan oleh suatu jembatan disulfida. Rantai polipeptida ringan (mengandung zinc metalloprotease) akan berikatan dengan neuromuscular junction sedangkan rantai polipeptida berat (mengandungsuatu amino terminus yang berfungsi untuk memberi sinyal kepada sel) menyebabkan tetanospasmin dapat masuk ke dalam akson

Tetanospasmin kemudian masuk ke dalam sel hingga mencapai sistem saraf pusat secara intra-aksonal. Setelah mencapai daerah intrasel,tetanospasmindapat berdifusikeluardari seldan berikatan dengan reseptor interneuron inhibitorik (pada medulla spinalis). Tetanospasmin akan diendositosis ke dalam sel intraneuron inhibitorik ini.

Di dalam sel, ikatan disulfida antara rantai polipeptida ringan dan berat akan rusakakibatsuasanaasam,rantaipolipeptidaringankemudianakanmasukkesitoplasmaselintraneuron. Kandungan zinc metalloprotease yang terdapat pada rantai ringan ini kemudianakan merusak synaptobrevin (protein membrane) yang dibutuhkan dalam proses transportasi neurotransmitter dari sel interneuron menuju saraf motorik. Hal ini menyebabkan pelepasan neurotransmitter inhibitori (terutama Gamma Amino Butric Acid/GABA) tidak dapat dilakukan. Dihambatnya transport GABA ini menyebabkan refleks antagonis otot skeletalmenjadi hilang, akibatnya terjadi kontraksi otot tidak terkontrol dan spasme dari otot-ototskeletal. Tetanospasmin selain merusak refleks antagonis pada sistem musculoskeletal, pada tahap lanjut, juga mengganggu refleks antagonis sistem saraf simpatik, sehingga pada kondisi tersebut, pelepasan katekolamin storm atau disebhiper-adrenergik. Masa inkubasi pada bayi lebih cepat dibanding tetanus tipe lain yaitu berkisar antara 3-10 hari, dan biasanya bermanifestasi pada akhir minggu pertama atau awal minggu ke dua pasca persalinan sehingga sering kali disebut sebagai penyakit hari ke tujuh (disease of the seventhday). Halini membantu membedakantetanusneonatorum dengan penyakit lainpada neonatus, di mana pada penyakit lain akan muncul gejala pada 2 hari pertama kehidupan.

GEJALA KLINIS

Manifestasi awalyang ditemukanpada tetanus neonatorumdapat dilihat ketika bayi malas minum dan menangis yang terus menerus. Bayi kemudian akan kesulitan hingga tidaksanggup menghisap dan akhirnya mengalami gangguan menyusu. Hal tersebut menjadi tanda khasonsetpenyakitini.Kekakuanrahang(trismus)mulaiterjadi,danmengakibatkan tangisan bayi berkurang dan akhirnya berhenti. Mulai terjadi kekakuan pada wajah (bibirtertarik ke arah lateral, dan alis tertarik ke atas) yang disebut risus sardonicus. Kaku kuduk,disfagia dan kekakuan pada seluruh tubuh akanmenyusul dalam beberapa jam berikutnya. Awalnya kekakuan tubuh yang terjadi bersifat periodik, dan dipicu oleh rangsangan-rangsangansensoris(suaraatau sentuhan). Kemudian kejang akan terjadi secara spontan dan akhirnya terus menerus. Spasme dan kejang berulang atau terus menerus yang terjadi akan mempengaruhi sistem saraf simpatik sehingga terjadi vasokonstriksi pada saluran napas dan akan terjadi apneu dan bayi menjadi sianosis. Hal ini merupakan penyebab kematian terbesar pada kasus tetanusneonatorum. Pada saat spasme dan kejang berlangsung, kedua lengan biasanya akan fleksi pada sikudantertarikkearahbadan,sedangkankeduatungkaidorsofleksidankakiakan mengalami hiperfleksi. Spasme pada otot punggung menyebabkan punggung tertarikmenyerupai busur panah (opisthotonos). Jarak antaragejala pertama muncul sampaimunculnya gejalaberikutnya padakasus tetanus neonatorum disebut periode onset. Periode onset ini berperan penting dalam menentukanprognosispenyakitini.Semakinpendekperiodeonsetini,semakinburukprognosisnya. Periode onset pada neonatus lebih pendek dibandingkan dengan pada anakatau dewasa (lebih ke arah beberapa jam daripada beberapa hari seperti pada dewasa), hal ini mungkin disebabkan jarak akson yang lebih pendek sehingga infeksi lebih cepat mencapai CNS.