HIV.docx

29
BAB I PENDAHULUAN HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang harus diwaspadai karena Acquired Immunodeficiency Syndrome ( AIDS) sangat berakibat pada penderitanya. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Cara penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, penggunaan obat suntik, ibu ke anak- anak dan lain-lain. Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin pencegahan penyakit ini juga memiliki “window periode” dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relative panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena). Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Dari beberapa cara penularan tersebut, masing-masing penularan memiliki resiko penularan cukup besar. Oleh karena itu, penularan HIV harus diberi pengobatan agar penyebaran mengalami perlambatan. HIV tidak dapat disembuhkan karena tidak ada 1

description

HIV

Transcript of HIV.docx

Page 1: HIV.docx

BAB I

PENDAHULUAN

HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi.

HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang harus diwaspadai karena Acquired

Immunodeficiency Syndrome ( AIDS) sangat berakibat pada penderitanya. Acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang

menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV

(Human Immunodeficiency Virus). Cara penularan HIV dapat melalui hubungan

seksual, penggunaan obat suntik, ibu ke anak-anak dan lain-lain. Mengenai penyakit

HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat

dunia, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin pencegahan penyakit ini

juga memiliki “window periode” dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relative

panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola

perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena).

Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus

meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Dari beberapa

cara penularan tersebut, masing-masing penularan memiliki resiko penularan cukup

besar. Oleh karena itu, penularan HIV harus diberi pengobatan agar penyebaran

mengalami perlambatan. HIV tidak dapat disembuhkan karena tidak ada obat yang

dapat sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit dapat

diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara

berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan

oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS.

Pengobatan dan perawatan yang ada terdiri dari sejumlah unsur yang berbeda, yang

meliputi konseling dan test mandiri (VCT), dukungan bagi pencegahan penularan

HIV, konseling tidak lanjut, saran-saran mengenai makanan dan gizi, pengobatan

IMS, pengelolaan efek nutrisi, pencegahan dan perawatan infeksi oportunistik (IOS),

dan pemberian obat-obat antiretroviral.

Obat antiretroviral digunakan dalam pengobatan infeksi HIV. Obat-obatan ini

bekerja melawan infeksi itu sendiri dengan cara memperlambat reproduksi HIV

1

Page 2: HIV.docx

dalam tubuh. Perkembangan ilmu pengetahuan dibidang matematika memberikan

peranan penting untuk menganalisa pendekatan dan manajemen penularan penyakit.

Pengobatan penularan penyakit tersebut dapat dimodelkan ke dalam model

matematika yaitu model pandemi SITA (Susceptible, Infected, Treatment, AIDS)

yang dikenalkan oleh F. Nyabadza (2008).

2

Page 3: HIV.docx

BAB II

LAPORAN KASUS

Pria 35 tahun berobat ke rumah sakit karena diare hilang timbul selama 4 minggu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Dalam 3-4 minggu ini pasien merasa demam ringan, batuk-batuk berdahak, merasa

letih dan berat badan turun dalam 3 bulan terakhir ini. Nafsu makan menurun, hingga

sejak 2 minggu lalu pasien sering diare hilang timbul, perut mulas, feces terdapat

lender dan darah. Pasien hanya minum obat warung untuk mengobati penyakitnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Selama 1 tahun terakhir ini ia sering mengalami batuk, pilek, dan radang

tenggorokan yang bila berobat ke dokter sembuh, kemudian terulang kembali. Ia juga

sering mengeluh sering sariawan. Pasien belum menikah, pernah memakai jasa

pekerja seks komersial.

Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum : Tampak lemah dan agak pucat, TB 165 cm, BB 50 kg

Tanda vital : Suhu 37,5°C, nadi lemah, 90x/menit, tensi 100/70 mmHg,

nafas 24x/menit.

Status Generalis :

Mata : konjungtiva pucat-/-, sclera ikterik-/-, mata cekung (/)

THT : oral trush (+), bibir kering

Paru : vesikuler +/+, rhonki +/+, basah kasar, wheezing -/-

Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) meningkat, turgor cukup

Eksteremitas : akral hangat, edema -/-, CRT (capillary refill time)<2

3

Page 4: HIV.docx

BAB III

PEMBAHASAN

IdentitasPasien

NamaPasien : X

UmurPasien : 35 tahun

Jeniskelamin : Laki-laki

Keluhanutama : Diare hilang timbul selama 4 minggu.

Anamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang

Dalam 3-4 minggu pasien merasa demam ringan, batuk-batuk berdahak,

merasa letih, dan berat badan turun dalam 3 bulan terakhir ini. Nafsu makan

menurun.Hingga sejak 2 minggu lalu pasien sering diare hilang timbul, perut

mulas. Feces terdapat lender dan darah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Selama 1 tahun terakhir ia sering mengalami batuk, pilek, dan radang

tenggorokan yang bila berobat kedokter sembuh, kemudian terulang kembali.

Ia juga mengeluh sering sariawan. Pasien belum menikah, pernah memakai

jasa pekerja seks komersial.

Hipotesis

Berdasarkan keluhan utama pasien, hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

telah dilakukan, kelompok kami menyimpulkan beberapa hipotesis, yaitu:

1) HIV

2) HIV-TB

3) TB Paru

4

Page 5: HIV.docx

4) Keganasan

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum

Tampak lemah dan agak pucat. TB 165 cm, BB 50 kg. Hasil BMI yang

didapatkan adalah 18,3 yang menandakan dibawah normal, diman anilai

normal BMI adalah 18,5 – 24,9.

Tanda vital

1) Suhu 37,5°C. Menandakan suhu tubuh subfebris, dimana nilai normal

suhu tubuh adalah 36°C.

2) Nadi lemah, 90x/menit. Denyut nadi berada dalam batas normal, dimana

nilai normal denyut nadi adalah 60-100x/menit.

3) Tensi 100/70 mmHg. Menandakan tensi pasien ini adalah hipotensi,

dimana nilai normal tensi adalah 120/80 mmHg.

4) Nafas 24x/menit. Menandakan pasien tachypnoe, dimana nilai normal

nafas adalah 18-20x/menit.

Status Generalis

1) Mata : Konjungtiva pucat-/-,sclera ikterik-/-,mata cekung (-)

Menandakan keadaan mata dalam keadaan normal.

2) THT : Oral trush (+), bibir kering.

Oral trush (+) menandakan adanya candida di dalam

rongga mulut. Hal ini mendukung diagnosis HIV,

HIV-TB.

3) Paru : Vesikuler +/+, rhonki +/+, basah kasar, wheezing -/-

5

Page 6: HIV.docx

Ronkhi +/+, bahas kasar menandakan adanya cairan

di dalam rongga paru. Hal ini mendukung diagnosis

TB Paru, HIV-TB.

4) Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Menandakan jantung berada dalam batas normal.

5) Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) meningkat,

turgor cukup

Bising usus (+) menandakan adanya peningkatan

motilitas usus yang disebabkan oleh diare yang

diderita pasien. Hal ini mendukung diagnosis HIV,

HIV-TB.

6) Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-, CRT (capillary refill time)<2

Menandakan ekstremitas berada dalam batas normal.

Pemeriksaan Laboratorium

1) Darah:

Hb 11,5g/dl. Menandakan hemoglobin pasien rendah, dimana nilai

normal hemoglobin laki-laki adalah 13-18 gr/dl.

Ht 40%. Menandakan hematokrit pasien dalam batas normal, dimana

nilai normal hematokrit adalah 40-48%.

Eritrosit 4jt/uL. Menandakan eritrosit pasien rendah, dimana nilai

normal eritrosit adalah 5 juta – 5,5 juta/µL.

Trombosit 170.000/µL. menandakan trombosit pasien dalam batas

normal, dimana nilai normal trombosit adalah 150.000-450.000/µL.

LED 30 mm/jam. LED pasien mengalami peningkatan, dimana nilai

normal LED adalah 0-10 mm/jam. Peningkatan LED ini memandakan

pasien mengalami penyakit infeksi kronis.

6

Page 7: HIV.docx

2) Hitung jenis : 0/3/4/70/15/8. Menandakan adanya penurunan limfosit

yaitu 15, dimana nilai normal limfosit adalah 20-40. Hal ini mendukung

diagnosis HIV.

3) Anti HIV reaktif, CD4 T cell 200/µL. Menandakan adanya penurunan

kadar CD4 T Cell, dimana nilai normal CD4 T Cell adalah 500-1000/µL.

hal ini mendukung diagnosis HIV.

4) Rontgen thorax : Infiltrate pada kedua apex pulmo. Hal ini

mendukung diagnosis kerja yang mengarah pada HIV TB.

Diagnosis

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yang telah diperoleh, kelompok kami mendiagnosis pasien ini

mengalami HIV Stadium 3 dengan TB Paru.

Patofisiologi

HIV merupakan suatu virus RNA yang akan menginfeksi sel dengan

menggunakan glikoprotein envelop yang disebut gp 120 yang akan berikatan

dengan CD4 di permukaan sel. Selain berikatan dengan CD4, gp 120 juga akan

berikatan dengan reseptor kemokin. Setelah virus berikatan dengan reseptor sel,

membrane virus akan bersatu dengan membrane sel pejamu dan virus masuk ke

sitoplasma dengan bantuan gp 41.

Di sitoplasma envelop virus dilepas oleh enzim protease virus dan RNA

menjadi bebas. Kopi DNA dari RNA virus disintesis oleh enzim transcriptase,

dan kopi DNA virus akan bersatu dengan DNA pejamu dengan bantuan enzim

integrase. DNA yang terintegrasi disebut provirus. Provirus diaktifkan dengan

cara membuat virus baru, virus yang belum matang akan melepaskan diri dengan

enzim protease sehingga virus menjadi aktif. HIV mudah mengalami infeksi

oportunistik. Infeksi oportunistik terjadi oleh karena menurunnya daya tahan

tubuh (kekebalan) yang disebabkan rusaknya sistem imun tubuh akibat infeksi

HIV tersebut. Dimana kasus yang paling sering terjadi adalah infeksi

7

Page 8: HIV.docx

oportunistik yang bermanifestasi ke paru sehingga dapat terjadi TB, lalu ke

gastrointestinas pada pasien HIV.

Penatalaksanaan pasien

Konseling dan Edukasi

Konseling dan edukasi perlu diberikan segera sesudah diagnosis

HIV/AIDS ditegakkan. Pada saat konseling, pasien perlu diberikan

dukungan psikososial agar pasien mampu memahami status perjalanan

alami HIV/AIDS dan tetap bersemangat dalam melawan penyakit tersebut.

Selain itu edukasi yang baik, dari cara perbaikan gaya hidup, cara

penularan, pencegahan serta pengobatan HIV/AIDS dan IO pun perlu

dilakukan. Tentunya semua ini akan memberi keuntungan, baik bagi ODHA

maupun lingkunganya.

Antiretrovirus

Pada pasien ini perlu diberikan Highly Active Antiretroviral Theraphy

(HAART) untuk menekan replikasi virus . Kombinasi ARV merupakan

dasar penatalaksanaan pemberian antivirus terhadap ODHA, karena dapat

mengurangi resistensi, menekan replikasi HIV secara efektif sehingga

kejadian penularan /IO /komplikasi lainnya dapat dihindari, dan

meningkatkan kualitas serta harapan hidup ODHA.1

KriteriaKombinasi Penghambat

 Reverse Transcriptase

Penghambat Protease

Sangat dianjurkan Didanosin+Lamivudin

Didanosin+Stavudin

Didanosin+Zidovudin

Didanosin+Efirenz+Lamivudin

/ Stavudin/Zidovudin

Lamivudin+Zidovudin

Lamivudin + Stavudin

Indinavir 

Indinavir+Ritonavir 

Lopinavir+Ritovanir  

Nelfinavir 

Ritonavir+Saquinavir

8

Page 9: HIV.docx

Altematif 

Zidovudin+Zalsitabin

Amprenavir  

Nelfinavir+Saquinavir 

Ritonavir 

Saquinavir 

Tidak dianjurkan Stavudin+Zidovudin

Zalsitabin+Didanosin

Zalsitabin + Lamivudin

Zalsitabin + Stavudin

Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Oportunistik (IO)

Penyebab utama kematian ODHA adalah infeksi oportunistik.Center of

Disease Control (CDC) menganjurkan pemberian regimen pencegahan bagi

semua pasien dengan status imun yang buruk tanpa kecuali. Untuk pencegahan

dan pengobatan infeksi oportunistik pada pasien ini, pasien dapat diberikan obat

anti diare dan antibiotik. Dan apabila CD4 pasien turun hingga <200 sel/ul

pasien dapat diberikan trimethoprim-sulfamethoxazole untuk mengurangi risiko

terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).2

Prognosis

Ad Vitam : Dubia Ad Malam

Ad Functionam : Dubia Ad Malam

Ad Sanationam : Dubia Ad Malam.

Hal ini dikarenakan CD 4 pasien sudah turun hingga 200 /ul dan sudah

termasuk stadium III dari klasifikasi HIV/AIDS WHO yang ditandai dengan

CD4 kurang dari 350/ul, diare kronik, penurunan berat badan, dan deman

dengan penyebab yang tidak jelas, serta infeksi bacteria contohnya

Mycobacterium tuberculosis.

9

Page 10: HIV.docx

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Imunodefisiensi

Terdapat 2 jenis defisiensi imun, yaitu primer dan sekunder. Defisiensi

imun primer merupakan defek genetik yang meningkatkan kerentanan terhadap

infeksi yang sering sudah bermanifestasi pada bayi dan anak, tetapi kadang

secara klinis baru ditemukan pada usia lebih lanjut. Sedangkan defisiensi imun

sekunder didapatkan selama perjalanan hidup yang dapat diakibatkan oleh

malnutrisi (contoh: kekurangan Zinc, Selenium, vitamin C, vitamin E, pro

vitamin A), kanker yang menyebar, pengobatan dengan imunosupresan, infeksi

sel sistem imun yang nampak jelas pada HIV dan usia lanjut dimana sistem

imun seseorang menurun juga saat bayi dimana sistem imun belum terbentuk

maksimal.3

Infeksi terdapat dua jenis, yaitu infeksi intraselular dan ekstraselular.

Infeksi intraselular akan berdampak pada defeknya T-Cell, Interferon, dan

TNF (Tumor Necrosing Factor). Sedangkan infeksi ekstraselular akan

berdampak pada defeknya antibody dan komplemen. Infeksi intraselular dan

ektraselular dapat menyebabkan mild imunodefisiensi juga severe

imunodefisiensi. Infeksi intraselular yang menyebabkan mild imunodefisiensi

adalah jenis infeksi Herpes Zoster dan Candida sp., sedangkan infeksi

ekstraselular yang menyebabkan mild imunodefisiensi adalah jenis infeksi

PCT, Cytomegalovirus, dan Epstein Bar Virus. Infeksi intraselular yang

menyebabkan severe imunodefisiensi adalah jenis infeksi Pneumococcus, dan

Meningococcus, sedangkan infeksi ekstraselular yang menyebabkan severe

imunodefisiensi adalah jenis infeksi Polio, dsn Mycoplasma.

Arti oral thrush berkaitan dengan jenis dan derajat beratnya imunodefisiensi

Oral thrush disebabkan oleh jamur Candida Albicans yang pada

individu normal yang tidak mengalami imunodefisiensi jamur ini tidak akan

menyerang. Tapi lain halnya apabila individu tersebut mengalami defisiensi

10

Page 11: HIV.docx

sel CD4 atau sel Limfosit T Helper hingga kurang dari 200 uL maka spesies

Candida Albicans tersebut akan menyerang individu tersebut.

Maka dari itu, infeksi dari mikroba ini adalah infeksi oportunistik yang

menyerang individual immunocompromised. Pada individu dengan jumlah

sel CD4 berada dibawah 200uL maka individu tersebut bisa dikatakan ODHA

atau Orang Dengan HIV/AIDS dan oral thrush umumnya menandakan bahwa

individu tersebut sudah sampai ke HIV stage 3 oleh WHO.4

Oral thrush diartikan sebagai intraselular infeksi, dimana terdapat

Candida albicans didalam rongga mulut yang dapat menyebabkan mild

imunodefisiensi. Dimana semakin kronis suatu penyakit, semakin mudah pula

untuk terkena oral thrush. Seperti kita ketahui, defisiensi imun sekunder

adalah penurunan sistem imun yang timbul setelah lahir. Pola hidup yang

buruk ternyata bisa berdampak pada imunodefisiensi antara lain :

Seks bebas, seks bebas disini bisa diartikan berganti-ganti pasangan

dalam hubungan seks ataupun menggunakan jasa pekerja seks komersial.

Ini dapat membuat seseorang rentan terinfeksi HIV. karena Transmisi

virus ini terjadi melalui cairan tubuh yang terinfeksi seperti hubungan

seksual.

Penggunaan obat-obat terlarang. Selain melalui hubungan seksual

transmisi virus HIV juga dapat menular lewat penggunaan jarum yang

terkontaminasi virus HIV. Para pengguna obat-obatan telarang sering

kali menggunakan jarum suntik secara bergantian sehingga apabila ada

11

Page 12: HIV.docx

satu orang terinfeksi HIV akan menularkannya ke yang lain lewat jarum

suntik tersebut.

Merokok, merokok merupakan salah satu faktor pemicu kanker. Terapi

kanker meliputi pembedahan, kemoterapi dan penyinaran. Hal inilah yang

membuat defisiensi sistem imun. Seperti pemakaian obat kemoterapi

jumlah neutrofil yang berfungsi sebagai fagosit dapat menurun. Dan

penyinaran dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, sedangkan

dosis rendah dapat menekan aktivitas sel Ts secara selektif.

Pola makan, malnutrisi dan diabetes juga salah satu sebab

imunodefisiensi. Pola makan yang buruk seperti kekurangan protein,

kalori ataupun elemen gizi tertentu dapat menyebabkan malnutrisi.

Sedangkan pola makan yang berlebihan serta mengandung banyak

glukosa meningkatkan faktor resiko diabetes. Dan diabetes erat sekali

hubungannya dengan infeksi yang menekan sistem imun.5

Human Immunodeficiency Virus

Virus imunodifisiensi manusia (human immunodeficiency virus) adalah

suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang

manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh

menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini

dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.

Struktur virus

12

Page 13: HIV.docx

Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya,

atau viral, terdiri dari, lemak lapis ganda yang mengandung banyak tonjolan

protein. Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein gp 120 dan gp41. Gp 120

adalah selubung permukaan eksternal duri dan Gp 41 adalah bagian

transmembran.Terdapat protein matriks yang disebut p17 yang mengelilingi

segmen bagian dalam membrane virus. 

Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang disebut p24.

didalamnya terdapat dua untai rantai RNA identik dan memiliki 3 enzim

penting reverse transciptase , integrase, dan protease yang sudah terbentuk.

HIV adalah suatu retrovirus sehingga materi genetiknya RNA bukan DNA.

Reverse transciptase adalah enzim yang mentranskripkan RNA virus menjadi

DNA setelah virus masuk ke sel sasaran. Enzim lain yang menyertai RNA

adalah integrase dan protease.

13

Page 14: HIV.docx

Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan

memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan

partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya

adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel

dendritik, sel T, dan makrofaga. Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan

lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi

tempat awal infeksi HIV. Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran

darah dan masuk serta bereplikasi di noda limpa.

Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan

membran sel sehingga isi partikel virus akan terlepas di dalam sel. Selanjutnya,

enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan mengubah genom virus yang

14

Page 15: HIV.docx

berupa RNA menjadi DNA. Kemudian, DNA virus akan dibawa ke inti sel

manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia.

DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat

bertahan cukup lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu

yang dimiliki sel inang akan memproses provirus sama dengan DNA manusia,

yaitu diubah menjadi mRNA.

Kemudian, mRNA akan dibawa keluar dari inti sel dan menjadi cetakan

untuk membuat protein dan enzim HIV. Sebagian RNA dari provirus yang

merupakan genom RNA virus. Bagian genom RNA tersebut akan dirakit

dengan protein dan enzim hingga menjadi virus utuh. Pada tahap perakitan ini,

enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang

menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah

matang, maka virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel

berikutnya. Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di

mana virus akan mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.

Patogenesis

Virus biasanya masuk tubuh dengan menginfeksi sel langerhans di

mukosa rectum atau mukosa vagina yang kemudian bergerak dan bereplikasi d

KGB setempat. Virus kemudian disebarkan melalui viremia yang disertai

dengan sindrom dini akut berupa panas, mialgia dan artralgia. Pejamu

memberikan respons seperti terhadap infeksi sebelumnya. Virus menginfeksi

sel CD4, makrofag dan sel dendritik dalam darah dan organ limfoid. Antigen

virus nukleokapsid, p24 dapat ditemukan dalam darah selama fase ini. Fase ini

kemudian dikontrol sel T CD8 dan antibody dalam sirkulasi terhadap p42 dan

protein envelop gp 120 dan gp41. Efikasi sel tc dalam mengontrol virus terlihat

dari menurunnya kadar virus. Respon imun tersebut menghancurkan HIV

dalam KGB yang merupakan resvoir utama HIV selama fase selanjutnya.

Dalam folikel limfoid, virus terkonsentrasi dalam bentuk kompleks

imun. Meskipun hanya kadar rendah virus diproduksi dalam fase laten,

destruksi sel CD4 berjalan terus dalam kelenjar limfoid. Akhirnya jumlah CD4

15

Page 16: HIV.docx

dalam sirkulasi menurun. Hal ini dapar memerlukan beberapa tahun. Kemudian

menyusul fase progesif kronis dan penderita menjadi rentan terhadap berbagai

infeksi oleh kuman nonpatogenik.

Setelah HIV masuk ke dalam sel dan terbentuk dsDNA, intergrasi

DNA viral ke dalam genom sel pejamu membentuk provirus. Provirus tetap

laten sampai kejadian dalan sel terinfeksi mencetuskan aktivitasnya, yang

mengakibatkan terbentuk dan penglepasan partikel virus. Walau CD4 berikatan

dengan envelop glikoprotein HIV-1, diperlukan reseptor kedua supaya dapat

masuk dan terjadi infeksi.

Galur tropik sel T HIV-1 menggunakan koreseptor CXCR$,

sedangkan galur tropik makrofag menggunakan CCR5.kedua reseptor ini

yang merupakan reseptor kemokin dan ligan normalnya dapat menghambat

infeksi HIV ke dalan sel. Subyek baru terinfeksi HIV dapat disertai gejala

atau tidak.6

Golongan ARV dan Cara Kerjanya.

Pengobatan HIV pada jam sekarang menggunakan ARV (Anti retro

virus). ARV ini sebenarnya tidak dapat menghilangkan virus yang telah

bereplikasi dalam tubuh penderita ataupun menyambuhkan penderita. Terapi

ini hanya berguna sebagian besar untuk menghambat aktivitas dari virus itu

sehingga akan memperlambat replikasinya. ARV sendiri terdiri dari beberapa

golongan, yaitu

1. Inhibitor reverse trancriptase nukleosida ( NRTI )

Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat enzim reverse

transcriptase HIV & menghentikan pertumbuhan untai DNA. Beberapa

contoh obat dari golongan ini yaitu Zidovudine, Lamivudine, Abakavir,

Didanosin, Sitavudine, Zalsitabine, dll. Dari obat – obatan ini yang paling

sering digunakan adalah Zidovudine dan Lamivudine.

2. Inhibitor reverse trancriptase non nukleosida ( NNRTI )

16

Page 17: HIV.docx

Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat transkripsi RNA HIV

menjadi copy DNA. Beberapa contoh obat dari golongan ini yaitu

Efavirenz, Nevirapine, Delaviridine. Obat yang paling sering digunakan

adalah Efavirenz.

3. Protease inhibitor

Obat ini bekerja dengan cara menghambat aktivitas protease HIV dan

mencegah pemutusan poliprotein HIV yang esensial untuk pematangan

HIV sehingga yang akan terbentuk bukan HIV matang tapi partikel virus

imatur yang tidak menular. Contoh obat dari golongan ini yaitu Indinavir,

Ritonavir, Nelfinavir, Sakuinavir, ampenavir, dan Lopinavir.

Obat obat ARV yang digunakan dalam HAART

Dalam praktek pengobatan HIV, digunakan dua sampai tiga kombinasi

obat – obat ARV. Terapi ini disebut HAART ( Highly Active Anti Retrovial

Therapy ). Prinsip dari terapi ini yaitu menggunakan kombinasi 2 golongan

obat NRTI dengan 1 golongan NNRTI, dimana ini biasanya menjadi first line

therapy. Atau juga bisa menggunakan kombinasi 2 obat golongan NRTI

dengan 1 obat golongan PI dimana kombinasi ini menjadi pilihan second line

therapy.7

Ketidakprotektifan Anti-HIV

Anti-HIV dianggap tidak protektif karena menimbulkan infeksi laten,

sangat variable, dan melumpuhkan unsur kunci sistem imun, yaitu sel yang

mengekspresikan molekul CD4 di permukaan nya. Selain itu, anti-HIV

dianggap tidak protektif juga karena HIV merupakan suatu virus yang

menyerang intrasel sel host. Sedangkan suatu anti-HIV memproduksi antibody

atau respon imun humoral yang bekerja di ekstrasel sel host. Oleh karena itu,

anti-HIV disini tidak protektif.

Faktor Genetik Memengaruhi Angka Kejadian dan Perjalanan Penyakit

Human Immunodeficiency Virus

17

Page 18: HIV.docx

Faktor genetik yang memengaruhi angka kejadian dan perjalanan

penyakit HIV adalah akibat polimorfisme di HLA (Human Leucosyte Antigen)

dan polimorfisme pada CCR5 sehingga virus HIV tidak dapat masuk.

Mekanisme HIV menghindari sistem imun :

1. Integrasi DNA virus ke dalam DNA sel host, menyebabkan infeksi

persisten.

2. Mutasi gen envelope milik virus.

3. Menghambat regulasi MHC kelas I yang diperlukan T sitotoksik untuk

mengenali dan membunuh sel yang terinfeksi HIV dengan memproduksi

protein Tat dan Nef.

Catatan :

Tat : gen regulator yang ditemukan pada HIV, diperlukan untuk replikasi.

Fungsinya adalah untuk mengaktifkan proses transkripsi dari gen virus.

Nef : gen regulator yang ditemukan pada HIV, tidak diperlukan untuk

replikasi. Fungsinya adalah untuk menurunkan jumlah protein CD4 dan

MHC kelas I di permukaan sel terinfeksi dan menginduksi kematian sel T

sitotoksik yang tida terinfeksi.7,8

Pencegahan Terhadap Infeksi HIV

Melakukan hubungan seksual secara aman

Menggunakan jarum suntik yang streril dan tidak digunakan secara

bergantian dengan orang lain

Melakukan persalinan dengan cara sesar bagi Ibu yang mengidap HIV dan

tidak memberikan ASI kepada anaknya

18

Page 19: HIV.docx

BAB V

KESIMPULAN

19

Page 20: HIV.docx

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Guidelines for The Use of Antiretroviral Agents in HIV-Infected Adults and

Adolescents. Department of Health and Human Services US. MMWR 2001;

50: 1-115.

2. A Pocket Guide to Adult HIV/AIDS Treatment. [Department of Health and

Human Services Website]. February 2006 [cited 2012 September]. Available:

http://hab.hrsa.gov/tools/HIVpocketguide/PktGPEP.htm

3. Baratawidjaja, Karnen Garna dkk. Imunologi Dasar. 10th Ed. Badan Penerbit

FKUI: Jakarta; 2012. p. 479

4. Greenspan D. Oral Manifestations of HIV. June 1998 [cited 2012 September

19]. Available: http://hivinsite.ucsf.edu.

5. Corwin JE. Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 172

6. HIV. National Institute of Allergy and Infectious Disease. [cited 2012

September 14]. Available: http://www.niaid.nih.gov/topics/hivaids.

7. Price,Wilson. Patofisiologi. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Asih

D,Editors. 6th ed. Jakarta: Penerbit EGC; 2006.

8. Amin Z. Tuberkulosis Paru. In: Sudoyo AW, Editors. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI; 2006. p. 988-1000

20