Hirschprung's Disease

14
TINJAUAN PUSTAKA HIRSCHPRUNG’S DISEASEA. Definisi Hirschsprung merupakan kelainan kongenital berupa aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke proksimal dengan panjang segmen tertentu. Jika hanya mengenai rektum sampai sigmoid, dinamakan hirschsprung klasik atau morbus hirschsprung segmen pendek (75 %). Jika meluas ke segmen yang lebih tinggi lagi disebut hirschprung segmen panjang (10 %). Jika mengenai seluruh kolon disebut aganglionik total atau jika mengenai usus halus disebut aganglionik universal. Kelainan yang terjadi pada penyakit hirschsprung adalah tidak adanya gelombang peristaltik dan gagalnya relaksasi sfinter ani internal ketika terjadi dilatasi usus di proksimal.

Transcript of Hirschprung's Disease

Page 1: Hirschprung's Disease

TINJAUAN PUSTAKA

“HIRSCHPRUNG’S DISEASE”

A. Definisi

Hirschsprung merupakan kelainan kongenital berupa aganglionosis

usus, mulai dari sfingter anal internal ke proksimal dengan panjang segmen

tertentu. Jika hanya mengenai rektum sampai sigmoid, dinamakan

hirschsprung klasik atau morbus hirschsprung segmen pendek (75 %). Jika

meluas ke segmen yang lebih tinggi lagi disebut hirschprung segmen panjang

(10 %). Jika mengenai seluruh kolon disebut aganglionik total atau jika

mengenai usus halus disebut aganglionik universal. Kelainan yang terjadi pada

penyakit hirschsprung adalah tidak adanya gelombang peristaltik dan gagalnya

relaksasi sfinter ani internal ketika terjadi dilatasi usus di proksimal.

Gambar 1. Gambar kolon yang normal pada sebelah kiri dan kolon yang

mengalami dilatasi pada penyakit Hirschsprung di sebelah kanan.

B. Etiologi

1. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal

eksistensi kranio-kaudal pada submukosa dinding fleksus.

2. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak mendorong

bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan.

Page 2: Hirschprung's Disease

3. Disebabkan oleh kelainan bawaan sering terjadi pada anak sindrom down.

4. Tidak adanya ganglion di kolon.

C. Klasifikasi

Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi menjadi:

1. Megakolon kongenital segmen pendek jika segmen aganglionik meliputi

rektum sampai sigmoid (70-80 %)

2. Megakolon kongenital segmen panjang jika segemen aganglionik

meliputib lebih tinggi dari sigmoid (20 %).

3. Kolon aganglionik total jika segmen aganglionik mengenai seluruh kolon

(5-15 %).

4. Kolon aganglionik universal jika segmen aganglionik meliputi seluruh

usus sampai pylorus (5%).

D. Patofisiologi

Aganglionik kongenital pada usus bagian distal merupakan pengertian

penyakit Hirschsprung. Aganglionosis bermula pada anus, yang selalu terkena,

dan berlanjut ke arah proximal dengan jarak yang beragam. Pleksus myenterik

(Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan,

menyebabkan berkurangnya peristaltik usus dan fungsi lainnya. Mekanisme

akurat mengenai perkembangan penyakit ini tidak diketahui.

Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama

perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu

ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi.

Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah adanya defek pada

migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi

neuorblast yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast

dalam bertahan, berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik

distal. Distribusi komponen yang tidak proporsional untuk pertumbuhan dan

perkembangan neuronal telah terjadi pada usus yang aganglionik, komponen

tersebut adalah fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan faktor

Page 3: Hirschprung's Disease

neurotrophic.

Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus

submukosal (Meissner), intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal.

Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus,

termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah. Motilitas yang normal

utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini mengendalikan

kontraksi dan relaksasi otot polos, di mana relaksasi mendominasi. Fungsi

usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya

melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan

kontraksi dan serat adrenergik menyebabkan inhibisi.

Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak

ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan

kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi dari sistem kolinergik dan adrenergik

meningkat 2-3 kali dibandingkan innervasi normal. Sistem adrenergik diduga

mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos

usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak

diimbangi dan mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos,

peristaltik yang tidak terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fugsional.

E. Diagnosis

1. Gambaran Klinis

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan

berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat:

a) Periode Neonatal

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran

mekonium yang terlambat, muntah hijau, dan distensi abdomen.

Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama)

merupakan tanda klinis yang signifikans. Muntah hijau dan distensi

abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat

dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman

komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang

Page 4: Hirschprung's Disease

dapat menyerang pada usia kapan saja tetapi paling tinggi saat usia 2-4

minggu meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu.

Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk, dan

disertai demam. Hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan

manifestasi klinis enterokolitis bahkan dapat pula terjadi meski telah

dilakukan kolostomi.

b) Anak

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah

konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat

gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan

pemeriksaan colok dubur maka feses biasanya keluar menyemprot,

konsistensi semi-likuid, dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya

buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari, dan biasanya

sulit untuk defekasi.

2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada

penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai

gambaran obstruksi usus letak rendah meskipun pada bayi sulit untuk

membedakan usus halus dan usus besar.

Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan

diagnosis Hirschsprung adalah barium enema, di mana akan dijumpai 3

Page 5: Hirschprung's Disease

tanda khas:

a. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang

panjangnya bervariasi.

b. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke

arah daerah dilatasi.

c. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas

penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi

barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan

feses. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan

feses ke arah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan

Hirschsprung tetapi disertai dengan obstipasi kronis maka barium terlihat

menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.

Page 6: Hirschprung's Disease

3. Pemeriksaan patologi anatomi

Diagnosis histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas

absennya sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus

submukosa (Meissner). Di samping itu akan terlihat dalam jumlah banyak

penebalan serabut saraf (parasimpatis). Akurasi pemeriksaan akan semakin

tinggi jika memakai pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase,

suatu enzim yang banyak ditemukan pada serabut saraf parasimpatis,

dibandingkan dengan pengecatan konvensional dengan haematoxylin

eosin. Di samping memakai asetilkolinesterase, juga digunakan

pewarnaan protein S-100, metode peroksidase-antiperoksidase, dan

pewarnaan enolase. Hanya saja pengecatan immunohistokimia

memerlukan ahli patologi anatomi yang berpengalaman, sebab beberapa

keadaan dapat memberikan interpretasi yang berbeda seperti dengan

adanya perdarahan.

Biasanya biopsi hisap dilakukan pada 3 tempat: 2, 3, dan 5 cm

proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, barulah

dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach.

4. Manometri anorektal

Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan

obyektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang

melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal

dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis

meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar: transduser

yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro serta

sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer.

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik:

a. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi.

b. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen

usus aganglionik.

c. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter

interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai

Page 7: Hirschprung's Disease

relaksasi spontan.

F. Diagnosis Banding

1. Meconium plug syndrome

Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirshsprung tetapi setelah

colok dubur dan mekonium bisa keluar, defekasi selanjutnya normal.

2. Akalasia recti

Keadaan di mana sfingter tidak relaksasi sehingga gejalanya mirip dengan

penyakit Hirschsprung tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak

adanya ganglion Meissner dan Aurbach.

G. Penatalaksanaan

1. Tindakan non bedah

Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mencegah komplikasi

yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita

sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan. Pengobatan non bedah

diarahkan pada stabilitasi cairan, elektrolit, asam basa, dan mencegah

terjadinya perforasi usus serta mencegah terjadinya sepsis. Tindakan non

bedah yang dapat dikerjakan adalah pemasangan pipa rektum, pemberian

antibiotik, lavase kolon dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit ,

serta pengaturan nutrisi

2. Tindakan bedah

a. Tindakan bedah sementara

Tindakan bedah sementara dimaksudkan untuk dekompresi

abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang

mempunyai ganglion normal bagian distal. Tindakan dimaksudkan

guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah terjadinya

enterokolitis yang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya

kematian pada penderita penyakit Hirschsprung. Manfaat lain dari

kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada saat dilakukan

tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita

Page 8: Hirschprung's Disease

Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan

anastomose.

b. Tindakan bedah definitif

1) Prosedur Swenson

Prosedur ini adalah prosedur pertama un tuk ope ra s i  penyakit

Hirschprung. Segmen yang aganglionik direseksi dan puntung

rektum ditinggalkan 2-4 cm dari garis mukokutan

kemudian dilakukan anastomisis langsung di luar rongga

peritoneal. Pada prosedur ini enterokolitis masih dapat

terjadi akibat spasme puntung rektum yang ditinggalkan.

Untuk mengatasi hal dilakukan sfingterektomi

parsial posterior.

2) Prosedur Duhanel

Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal

yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang

aganglionik dan menyatukan dinding posterior rektum yang

aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang

ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan

anastomose end to side. Prosedur ini memiliki beberapa

kelemahan, di antaranya sering terjadi stenosis, inkontenensia, dan

pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang

ditinggalkan jika terlalu panjang.

3) Prosedur Soave atau Endorectal Pull Through

Tujuan utama dari prosedur ini adalah membuang mukosa rektum

yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang

ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang dikupas tersebut.

4) Prosedur Rehbein

Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dilakukan

anastomose end to end antara aganglionik dengan rektum pada

level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge) menggunakan

jahitan 1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal.

Page 9: Hirschprung's Disease

Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi secara rutin guna

mencegah stenosis.

H. Komplikasi

Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah pada penyakit

hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis,

enterokolitis nekrotikans, dan gangguan fungsi sfingkter. Faktor

predisposisi terjadinya penyulit pasca operasi diantaranya: usia muda saat

operasi, kondisi umum penderita saat operasi, prosedur bedah yang digunakan,

keterampilan dan pengalaman dokter bedah, jenis dan cara pemberian

antibiotik, serta perawatan pasaca bedah.

I. Prognosis

Prognosisnya baik jika gejala obstruksi segera di atasi 90 % pasien

dengan penyakit Hirschsprung yang mendapat tindakan pembedahan

mengalami npenyembuhan dan hanya sekitar 10 % pasien yang masih

mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan

kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan

pembedahan pada bayi sekitar 20 %.