hirchsprung' makalah
-
Upload
syahputra-d-ecko -
Category
Documents
-
view
39 -
download
1
Transcript of hirchsprung' makalah
Makalah
Konsep Penyakit Dan Asuhan Keperawatan
Pada Bayi Dengan Kasus Hirschsprung
Disusun Oleh :
Dedy Irawan 14.401.11.015
Dewi Amaliyah W 14.401.11.019
Dian Aprilliasari 14.401.11.020
Dian Faulinur 14.401.11.021
Dian Prastiwi 14.401.11.023
Dwi Apriliani 14.401.11.024
Dwi Desi 14.401.11.025
Edi Hartono 14.401.11.027
Akademi Kesehatan Rustida
Prodi DIII Keperawatan
Krikilan-Glenmore-Banyuwangi
Tahun Ajaran 2013-2014
iDewi Amaliyah Wahidah
Makalah
Konsep Penyakit Dan Asuhan Keperawatan
Pada Bayi Dengan Kasus Hirschsprung
Disusun Oleh :
Dewi Amaliyah Wahidah
14.401.11.019
Akademi Kesehatan Rustida
Prodi DIII Keperawatan
Krikilan-Glenmore-Banyuwangi
Tahun Ajaran 2013-2014
iiDewi Amaliyah Wahidah
DAFTAR ISI
Cover.................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................. iii
Bab II Tinjauan Teori
A. Definisi................................................................................... 1
B. Etiologi................................................................................... 2
C. Klasifikasi............................................................................... 2
D. Manifestasi Klinis................................................................... 3
E. Komplikasi.............................................................................. 4
F. Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 4
G. Penatalaksanaan...................................................................... 5
H. Konsep Askep......................................................................... 6
Daftar Pustaka..................................................................................... 12
iiiDewi Amaliyah Wahidah
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawan berupa
aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus samapai rektum. Juga
dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital di mana tidak terdapatnya sel
ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon. Keadaan abnormal
tersebut yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus
secara spontan, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu
mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi
usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses
dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi
usus proksimal.
(Alimul.A.Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya
: Salemba Medika, halaman 18)
Penyakit Hischprung disebut juga megakolon kongenital, disebabkan
ketiadaan ganglion autonom kongenital yang mempersarafi pleksus mienterik
di taut anorektum dan seluruh atau sebagian rektum dan kolon.
Pada kebanyakan kasus, ketiadaan ganglion terbatas di kolon sigmoid
(distal), meskipun sekitar 20% kasus, gangguan meluas sampai ke bagian
proksimal. Ketiadaan ganglion di seluruh bagian usus jarang terjadi dan
mematikan. Ganglion autonom ke pleksus mienterik secara normal
menstimulasi motilitas dan memastikan penyaluran feses. Pada penyakit
hirschprung, feses menumpuk di usus. Pravalensi Hirschprung sekitar 1:5000
kelahiran hidup, dengan kebanyakan kasus (sekitar 85%) terjadi secara
sporadis atau tanpa pola dominan autosomal yang jelas. Namun demikian,
setidaknya ada sembilan gen yang rentan terhadap gangguan ini. Hampir 1
dari 3 anak yang menderita Hirschprung akan mengalami malformasi
kongenital tambahan. Pada individu dewasa, penyakit Hirschprung merupakan
akibat dari kerusakan pleksus mienterik.
( Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta :
EGC halaman 612)
1Dewi Amaliyah Wahidah
Pada tahun 1886 Hirschsprung mengemukakan 2 kasus obstipasi sejak
lahir yang dianggapnya disebabkan oleh dilatasi kolon. Kedua pasien tersebut
meninggal. Dikatakan pula bahwa keadaan ini merupakan kesatuan klinik
tersendiri dan sejak itu disebut sebagai penyakit Hirschsprung atau megakolon
kongenital. Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel
ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
(Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC)
Hirschprung adalah sebuah kelainan bawaan lahir yang cukup jarang
terjadi dan mengakibatkan beberapa kerusakan karena tidak sempurnanya
sistem kerja usus.
(Sudarti & Endang Khoirunnisa.2010.Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi &
anak balita.Yogyakarta:Nuha Medika, halaman 118)
B. Etiologi
1. Umumnya dialami oleh pria
2. Anak –anak yang memiliki sindroma down (down syndrome)
3. Pergerakan usus yang tidak memadai karena tidak terdapatnya saraf pada
bagian usus tertentu
(Sudarti & Endang Khoirunnisa.2010.Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi &
anak balita.Yogyakarta:Nuha Medika, halaman 118)
1. Dapat muncul pada semua usia,tapi paling sering ditemukan pada
neonatus
2. Faktor genetis
3. Faktor Lingkungan
(Alimul. A. Aziz,Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Surabaya : Salemba Medika, halaman 18)
C. Klasifikasi
Zuelser dan wilson (1948) mengemukakan bahwa pada dinding usus
yang menyempit tidak ditemukan ganglion para simpatis. Sejak saat itu
penyakit ini lebih dikenal dengan istilah aganglionosis kongenital. Pada
pemeriksaan patologi anatomi tidak ditemukan sel ganglion Auerbach dan
2Dewi Amaliyah Wahidah
Meisser, serabut sarafnya menebal dan serabut ototnya hipertrofik.
Aganglionosis ini mulai dari anus ke arah oral.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
1. Penyakit Hirschsprung segmen pendek
Segmen Aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid ini merupakan
70% dari kasus penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan
pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
2. Penyakit Hirschsprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh
kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak lelaki
maupun perempuan.
(Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC, halaman 138)
D. Gambaran klinik
1. Terlambatnya pengeluaran mekonium dalam 48 jam setelah lahir
meningkatkan dugaan hischprung
2. Distensi abdomen dan / atau muntah dapat terjadi pada bayi
3. Konstipasi yang kronis pada anak yang lebih besar atau individu
dewsa dapat menandakan gangguan ini.
( Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta :
EGC halaman 612)
Penyait ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan bawaan tunggal. Jarang sekali ia terjadi pada bayi
prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain. Penyakit ini
merupakan penyebab tersering gangguan pasase usus pada bayi. Obstipasi
merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir dan dapat merupakan gejala
obstruksi akut. Trias yang sering ditemukan ialah mekonium yang lambat
keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir),perut kembung, dan muntah berwarna
hijau. Pada anak yang besar kadang terdapat diare atau enterokolitis kronik
lebih menonjol dari pada tanda obstipasi.
(Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC, halaman 138)
3Dewi Amaliyah Wahidah
Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah:
Dalam rentang wakti 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan meconium (kotoran
pertama bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hija kehitaman)
1. Malas makan
2. Muntah yang berwarna hijau
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
a. Pada masa pertumbuhan (usia 1-3 tahun):
1) Tidak dapat meningkatkan berat badan
2) Konstipasi (sembelit)
3) Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4) Diare cair yang dikeluarkan seperti disemprot
5) Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
b. Pada anak di atas 3 tahun, gejala bersifat kronis:
1) Konstipasi (sembelit)
2) Kotoran berbentuk pita
3) Berbau busuk
4) Pembesaran perut
5) Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6) Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
(Sudarti & Endang Khoirunnisa.2010.Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi &
anak balita.Yogyakarta:Nuha Medika, halaman 119)
E. Komplikasi
1. Gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
2. Impaksi fekal
( Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta :
EGC halaman 612)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini sangat penting, karena dengan pemeriksaan tersebut
jari akan merasakan jepitan, dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan
keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
4Dewi Amaliyah Wahidah
(Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC, halaman 139)
Pemeriksaan diagnosik
Pada foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah. Pemeriksaan dengan barium enema
sangat penting dan perlu dibuat secepatnya. Dengan pemeriksaan ini akan
ditemukan :
1. Daerah transisi
2. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian yang menyempit
3. Enterokolitis pada segmen yang melebar
4. Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. Untuk
menetukan tindakan pertolongan diperlukan pemeriksan sebagai berikut :
a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat
pengisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa
b. Biopsi otot rektum, yakni pengambilan lapisan otot rektum, dilakuka
di bawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatik
c. Pemeriksaaan aktivitas enzim asetilkolin asterase dari hasil biopsi isap.
Pada penyakit ini khas terdapat pengikatan aktivitas enzim asetilkolin
anterase
d. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
(Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC, halaman 139)
Cara mendiagnosa penyakit ini adalah dengan melakukan biopsy
melalui rectum.
(Sudarti & Endang Khoirunnisa.2010.Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi &
anak balita.Yogyakarta:Nuha Medika, halaman 119)
G. Penatalaksanaan
Medik
Hanya dengan operasi. Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya
(merupakan tindakan sementara) dipasang pipa rektum, dengan atau tanpa
dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis secara teratur.
5Dewi Amaliyah Wahidah
(Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC, halaman 139)
Reseksi bagian yang sakit secara bedah.
( Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta :
EGC halaman 612)
Keperawatan
Masalah utama adalah terjadiya gangguan defekasi (obstipasi).
Perawatan yang dilakukan adalah melakukan spuling dengan air garam
fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan dokter) dan
mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan yang cukup
bergizi serta mencegah terjadinya infeksi.
(Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC, halaman 139)
Penangana pasien adalah melakukan koreksi lewat operai pengambilan
dari bagian usus yang tidak memiliki sistem saraf dan dilakukan dalam 3
tahap. Dalam beberapa kasus tindakan kolostomi dilakukan pada bagian usus
yang bekerja dengan normal, untuk memungkinkan usus beristirahat agar
dapat mengembalikan fungsi normalnya. Ini juga memungkinkan pasien
(anak yang bersangkutan) untuk menambah berat badan. Pada koreksi
teraakhir, ahli bedah anak akan membuat penyatuan dari usus besar pada
suatu titik dengan anus. Kolostomi akan ditutup pada tahap ini. Selanjutnya
tinggal menunggu pengeluaran kotoran secara normal.
Setelah menjalani operasi, pada beberapa kasus masih ditemukan
terjadinya konstipasi (sulit buang air besar). Hal ini bisa terjadi karena
proses adaptasi sistem kerja usus. Pada kasus lain dapat pula terjadi
peradangan usus. Bila ini terjadi makaditindaklanjuti dan ditandatangani
oleh dokter spesialis anak.
(Sudarti & Endang Khoirunnisa.2010.Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi &
anak balita.Yogyakarta:Nuha Medika, halaman 119)
H. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Penyakit Hisprung
1. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian anak dengan hisprung dapat ditemukan tanda dan
gejala sebagai berikut. Adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam
waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau, dan konstipasi. Pada
pengkajian terhadap faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi
6Dewi Amaliyah Wahidah
karena faktor genetis dan faktor lingkungan. Penyakit ini dapat muncul pada
semua usia akan tetapi paling sering ditemukan padaneonatus. Pada perkusi
adanya kembung, apabila dilakukan colok anus, feses akan menyemprot. Pada
pemeriksaan radiologis didapatkan adanya segmen aganglionosis di antaranya
: apabila segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, maka
termasuk tipe hisprung segmen pendek dan apabila segmen aganglionosis
melebihi sigmoid samapai seluruh kolon maka termasuk tipe hispung segmen
panajang. Pemeriksaan biopsi rektal digunakan untuk mendeteksi ada
tidaknya sel ganglion. Pemeriksaan manometri anorektal digunakan untuk
mencatat respons refluks sfingter internal dan eksternal.
(Alimul.A.Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Surabaya : Salemba Medika, halaman 18)
2. Diagnosis/Masalah Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan penyakit
hisprung (megakolon kongenital) antara lain :
a. Prapembedahan
1) Konstipasi
2) Kurang volume cairan dan elektrolit
b. Pascapembedahan
1) Nyeri
2) Risiko infeksi
3) Risiko komplikasi pascapembedahan
(Alimul.A.Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Surabaya : Salemba Medika, halaman 18)
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Prapembedahan
1) Konstipasi
Terjadinya masalah konstipasi ini dapat disebabkan oleh
obstruksi, tidak adanya ganglion pada usus. Rencana tindaka
keperawatan yang dapat dilakukan adalah mencegah atau mengatasi
konstipasi dengan mempertahankan status hidrasi, dengan harapan
feses yang keluar menjadi lembek dan tanpa adanya retensi.
Tindakan :
7Dewi Amaliyah Wahidah
a) Monitor terhadap fungsi usus
b) Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak adanya
kontra-indiasi lain.
c) Kolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan :
Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau
double barrel di mana diharapkan tonus dan ukuran usus yang
dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu
3-4 bulan. Terdapat 3 prosedur dalam pembedahan di antaranya:
1 Prosedur duhamel dengan cara penarikan kolon normal ke arah
bawah dan menganastomosiskannya di belakang usus
aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung
aganglionik dan bagian prosterior kolonn normal yang telah
ditarik.
2 Prosedur swenson membuang bagian aganglionik kemudian
menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion
dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter
dilakukan pada bagian posterior
3 Prosedur soave dengan cara membiarkan dinding otot dari
segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf
normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya
anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot
rektosigmoid yang tersisa.
2) Kurang volume cairan dan elektrolit
Kekurangan volume cairan dapat disebabkan asupan yang tidak
memadai sehingga dapat menimbulkan perubahan status hidrasi seperti
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan membran mukosa,
produksi, dan berat jenis urine. Maka upaya yang dapat dilakukan
adalah mempertahankan status cairan tubuh.
Tindakan :
1 Lakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur
asupan dan kekurangan cairan tubuh.
2 Observasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status
cairan.
3 Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi.
8Dewi Amaliyah Wahidah
3) Gangguan kebutuhan nutrisi
Gangguan kebutuhan nutrisi ini dapat timbul dengan adanya
perubahan status nutrisi seperti penurunan berat badan, turgor kulit
menurun, serta asupan yang kurang, maka untuk mengatasi masalah
yang demikian dapat dilakukan dengan mempertahankan status nutrisi.
Tindakan :
1 Monitor perubahan status nutrisi antar lain turgor kulit, asupan.
2 Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak
memungkinkan.
3 Timbang berat badan setiap hari.
4 Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein, dan
tinggi sisa.
4) Risiko cedera (Injuri)
Masalah ini dapat timbul akibat komplikasi yang ditimbulkan
oleh penyakit hisprung seperti gawat pernapasan akut dan
enterokolitis. Untuk mengatasi cedera atau injuri yang dapat
disebabkan adanya komplikasi maka dapat dilakukan pemantauan
dengan mempertahankan status kesehatan.
Tindakan :
1 Pantau tanda vital setiap 2 jam (kalau perlu)
2 Observasi tanda adanya perforasi usus seperti muntah,
meningkatnya nyeri tekan, distensi abdomen
3 Lakukan pengukuran linkar abdomen setiap 4 jam untuk
mengetahui adanya distensi abdomen
b. Pascapembedahan
1) Nyeri
Masalah nyeri yang dijumpai padapasca pembedahan ini dapat
disebabkan karena efek dari insisi, hal ini dapat ditujukan dengan
adanya tanda nyeri seperti ekspesi perasaan nyeri, perubahan tanda
vital, pembatasan aktivitas.
Tindakan:
1 Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri
2 Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung
(back rub) sentuhan
3 Pertahankan posisi bagi pasien
9Dewi Amaliyah Wahidah
4 Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila dimungkinkan
2) Risiko infeksi
Risiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan oleh adanya
mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan, atau
kurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutik
pascapembedahan.
Tindakan:
1 Monitor tempat insisi
2 Ganti popok yang kering untuk menghindari kontaminasi feses
3 Lakukan perawatan pada kolostomi atau perianal
4 Kolaborasi pemberian antibiotik dalam pelaksanaan pengobatan
terhadap mikroorganisme
3) Risiko komplikasi pascapembedahan
Risiko komplikasi pascapembedahan pada penyakit hisprung
ini seperti adanya striktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus,
kebocoran, dan lain-lain. Rencana yang dapat dilakukan adalah
mempertahankan status pascapembedahan agar lebih baik dan tidak
terjadi komplikasi lanjut.
1 Monitor tanda adanya komplikasi seperti : obstruksi usus karena
perlengketan, volvulus, kebocoran pada anastomosis, sepsis,
fistula, enterokolitis, frekuensi defekasi, konstipasi, perdarahan
dan lain-lain
2 Monitorperistaltik usus
3 Monitor tanda vital dan adanya distensi abdomen untuk
mempertahankan kepatenan pemasangan naso gastrik
c. Tindakan Perawatan Kolostomi
1) Siapkan alat untuk pelaksanaan kolostomi
2) Lakukan cuci tangan
3) Jelaskan pada anak prosedur yang akan dilakukan
4) Lepaskan kantong kolostomi dan lakukan pembersihan daerah
kolostomi
5) Periksa adanya kemerahan dan iritasi
10Dewi Amaliyah Wahidah
6) Pasang kantong kolostomi di daerah stoma
7) Tutup atau lakukan fiksasi ddengan plester
8) Cuci tangan
(Alimul.A.Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Surabaya : Salemba Medika, halaman 22)
11Dewi Amaliyah Wahidah
DAFTAR PUSTAKA
Alimul.A.Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya :
Salemba Medika
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC
Sudarti & Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, bayi & anak
balita.Yogyakarta:Nuha Medika
12Dewi Amaliyah Wahidah