HIPOTIROIDISME.docx

34
Tinjauan Fisiologis Kelenjar endokrin mencakup kelenjar hipofisis (pituitaria), tiroid, paratiroid, adrenal, pulau-pulau Langerhans pankreas, ovarium dan testis. Semua kelenjar ini meryekresikan produknya langsung ke dalam darah, berbeda dengan kelenjar eksokrin, misalnya kelenjar keringat, yang menyekresikan produknya lewat saluran ke permukaan epitelial. Hipotalamus berfungsi sebagai penghufuung antara sistem saraf dan sistem endokrin. Zat-zat kimia yang disekresikan oleh kelenjar endokrin disebut hormon. Hormon membantu mengatur fungsi organ agar bekerja secara terkoordinasi dengan sistem saraf. Sistem regulasi ganda ini, di mana kerja cepat sistem saraf diimbangi oleh kerja hormon yang lebih lambat, memungkinkan pengendalian berbagai fungsi tubuh secara tepat dalam bereaksi terhadap berbagai perubahan di dalam dan di luar tubuh. Diagram skematik kelenjar endokrin yang penting diperlihatkan dalam Gambar 40-1. Tabel 40-1 memuat daftar hormon yang penting, jaringan sasarannya dan sebagian sifatnya. Organ anatomis tertentu adalah tempat dimana kelenjar endokrin biasa ditemukan. Kelenjar endokrin tersusun dari sel-sel sekretorik yang terbagi dalam kelompokkelompok kecil (asinus). Meskipun tidak terdapat duktus, kelenjar endokrin memiliki suplai darah yang kaya sehingga zal-zat kimia yang diproduksinya dapat langsung memasuki aliran darah dengan cepat.

Transcript of HIPOTIROIDISME.docx

Tinjauan Fisiologis

Kelenjar endokrin mencakup kelenjar hipofisis (pituitaria),

tiroid, paratiroid, adrenal, pulau-pulau Langerhans

pankreas, ovarium dan testis. Semua kelenjar ini meryekresikan

produknya langsung ke dalam darah, berbeda dengan kelenjar eksokrin, misalnya kelenjar

keringat,

yang menyekresikan produknya lewat saluran ke permukaan

epitelial. Hipotalamus berfungsi sebagai penghufuung

antara sistem saraf dan sistem endokrin.

Zat-zat kimia yang disekresikan oleh kelenjar endokrin disebut hormon. Hormon membantu

mengatur

fungsi organ agar bekerja secara terkoordinasi dengan

sistem saraf. Sistem regulasi ganda ini, di mana kerja

cepat sistem saraf diimbangi oleh kerja hormon yang

lebih lambat, memungkinkan pengendalian berbagai fungsi

tubuh secara tepat dalam bereaksi terhadap berbagai

perubahan di dalam dan di luar tubuh.

Diagram skematik kelenjar endokrin yang penting

diperlihatkan dalam Gambar 40-1. Tabel 40-1 memuat

daftar hormon yang penting, jaringan sasarannya dan

sebagian sifatnya.

Organ anatomis tertentu adalah tempat dimana kelenjar

endokrin biasa ditemukan. Kelenjar endokrin tersusun

dari sel-sel sekretorik yang terbagi dalam kelompokkelompok

kecil (asinus). Meskipun tidak terdapat duktus,

kelenjar endokrin memiliki suplai darah yang kaya sehingga

zal-zat kimia yang diproduksinya dapat langsung

memasuki aliran darah dengan cepat.

Kontrol Umpan-balik Konsentrasi sebagian besar

hormon dalam aliran darah dipertahankan pada tingkat

yang relatif konstan. Jika konsentrasi hormon meningkat,

produksi hormon tersebut selanjutnya akan dihambat.

Apabila konsentrasi horrnon menurun, kecepatan produksinya

akan meningkat, Mekanisme pengaturan konsentrasi

hormon dalam aliran darah disebut kontrol umpanbalik.

Prinsip kontrol umpan-balik sangat penting dalam

pengaturan berbagai proses biologis.

Mekanisme Ke rja H orrnon. Hormon

diklasifikasikan

sebagai hormon steroid (seperti hidrokortison), hormon

peptida atau protein (seperti insulin) dan hormon amina

r seperti epinefrin). Berbagai kelompok hormon ini beker-

ja pada jaringan sasaran melalui berbagai mekanisme'

Hormon dapat mengubah fungsi jaringan sasaran melalui

interaksi dengan reseptor kimia yang terletak pada membran

sel atau dalam bagian interior sel'

Hormon-hormon peptida dan protein berinteraksi

dengan tempat-tempat reseptor pada permukaan sel yang

uenghasilkan stimulasi enzim intrasel adenil siklase'

Stimulasi enzim ini selanjutnya mengakibatkan peningkatan

produksi c-AMP (cyclic 3', S'-adenosin monofosicr).

c-AMF yang ada di dalam sel mengubah aktivitas

enzim. Jadi. c-AMP merupakan "second messenger"

yang menghubungkan hormon peptida pada permukaan

sei dengan perubahan dalam lingkungan intrasel' Sebagian

hormon peptida dan protein dapat pula bekerja

dengan mengubah permeabilitas membran, Hormon-hormon

ini bekerja relatif cepat dalam waktu beberapa detik

atau menit. Mekanisme kerja hormon-hormon amina

serupa dengan mekanisme kerja hormon-hormon peptida.

hormon steroid akan menembus membran sel dan

berinteraksi dengan reseptor intrasel kar6na ukuran molekulnya

yang lebih kecil serta kelarutannya yang tinggi

dalam lemak. Kompleks steroid-reseptor ini memodifikasi

metabolisme sel dan pembentukan asam ribonukleat

(messenger ribonucleic acid [m-RNA]) dari asam deoksiribonukleat

(DNA). Kemudian m-RNA menstimulasi

sintesis protein dalam sel. Karena kerjanya berlangsung

melalui modifikasi sintesis protein, hormon steroid memerlukan

waktu beberapa jam sebelum efek kerjanya terlihat.

Fungsi Hormon Tiroid. Fungsi utama hormon tiroid

T3 dan- Ta adalah mengendalikan aktivitas metabolik

seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu

umum dengan mempercepat proses metabolisme. Efeknya

pada kecepatan metabolisme sering ditirnbulkan oleh

peningkatan kadar enzim-etaim spesifik yang turut berperan

dalam konsumsi oksigen, dan oleh perubahan sifat

responsif jaringan terhadap hormon yang lain. Hormon

tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi

perkembangan otak. Adanya hormon tiroid dalam jumlah

yang adekuat juga diperlukan unhrk pertumbuhan normal.

Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler,

hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang

penting.

Kalsitonin. Kalsitonin atau tfuokalsitonin merupakan

hormon penting lainnya yang disekresikan oleh kelenjar

tiroid. Selaesi kalsitonin tidak dikendalikan oleh TSH.

Hormon ini disekresikan oleh kelenjar tiroid sebagai

respons terhadap kadar kalsium plasma yang tinggi, dan

kalsitonin akan menurunkan kadar kalsium plasma dengan

meningkatkan jumlah penumpukan kalsium dalam rulang.

Abnormalitas Fungsi Tiroid

Hipotiroidisme. Sekresi hormon tiroid yang tidak

adekuat selama perkembangan janin dan neonatus akan

menghambat pernrmbuhan fisik dan mental (kretinisme)

karena penekanan aktivitas metabolik tubuh secara

umum. Pada orang dewasa, hipotiroidisme memiliki

gambaran klinik berupa letargi, proses berpikit yang

lambat dan pelambatan fungsi nrbuh yang menyeluruh.

Hipetiroidisme. Sekresi hormon tiroid yang berlebits

an (hipertiroidisme) dimanifestasikan melalui peningkatan

TARGET ORGAN

tr Jantung

tr Traktus Gl, dll.

GAMBAR 40-4. Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid. TRII

stimulating hormone) dari hipotalamus menstimulasi kelair

untuk menyekesikan TSH (thyroid-stimulating hormoncl,

rangsang tiroid untuk memproduksi hormon tiroid (f, da

T3 dan T4 yang tinggi dalam darah menghambat sekeri

produksi hormon tiroid berikutnya melalui mekaniw

yang

kecepatan metabolisme. Banyak ciri khas lain yang terjadi

pada pasien hipertiroid akibat peningkatan respons terhadap

katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) dalam darah.

Hipotiroidisme dan hipertiroidisme dibahas secara

rinci dalam bagian berikutnya pada bab ini.

Goiter. Sekresi hormon tiroid yang berlebihan biasanya

disertai dengan kelenjar tiroid yang membesar (goiter).

Goiter juga sering dijumpai pada defisiensi iodida.

Pada keadaan yang disebut terakhir ini, defisiensi iodida

akan menurunkan kadar hormon tiroid dalam darah yang

menyebabkan peningkatan pelepasan TSH; TSH yang

meningkat menyebabkan produksi tiroglobulin yang berlebihan

dan hipertrofi kelenjar tiroid.

Eutiroid mengacu kepada produksi hormon tiroid

yang berada dalam batas-batas normal.

Kelenjar Adrenal

Terdapat dua buah kelenjar adrenal pada manusia dan

masing-masing kelenjar tersebut melekat pada bagian atas

ginjal. Setiap kelenjar adrenal dalam kenyataannya merupakan

dua buah kelenjar endokrin dengan fungsi yang

berbeda dan tidak tergantung sahr sama lain. Medula

adrenal pada bagian tengah kelenjar tersebut menyekresikan

katekolamin, sedangkan bagian luar kelenjar yang

merupakan korteks adrenal menyekresikan kortikosteroid.

Medula Adrenal. Medula adrenal berfungsi sebagai

bagian dari sistem saraf otonom. Stimulasi serabut saraf

simpatik praganglion yang berjalan langsung ke dalam

sel-sel pada medula adrenal akan menyebabkan pelepasan

hormon katekolamin--yaifu, epinefrin dan norepinefrin.

Kurang-lebih 9O% dari hasil sekresi medula adrenal

manusia berupa epinefrin (yang juga disebut adrenalin).

Katekolamin mengatur lintasan metabolik untuk meningkatkan

katabolisme bahan bakar yang tersiurpan sehingga

kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen

terpenuhi.

Efek utama pelepasan epinefrin terlibat ketika seseorang

dalam persiapan untuk memenuhi suafu tantangan

(respons fight-or-flighr). Pada situasi darurat sekresi

epinefrin akan menurunkan aliran darah ke dalam jaringan

yang tidak diperlukan, seperti trakfus gastrointestinal,

dan meningkatkan aliran darah ke dalam jaringan yang

digunakan untuk respons fight-or-flight yang efektif, seperti

otot jantung serta skeletal. Katekolamin juga menyebabkan

pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan

kecepatan metabolik basal (BMR) dan menaikkan kadar

glukosa darah.

Korteks Adrenal. Terdapat tiga kelompok hormon steroid

yang diproduksi oleh korteks adrenal, yaitu

glukokortikoid

dengan prototipe hidrokortison, mineralokortikoid

khususnya aldosteron dan hormon-hormon seks

khususnya androgen (hormon seks pria).

Glukokortikold. Nama glukokortikoid digunakan karena

kelompok hormon ini memiliki pengaruh yang penting

terhadap metabolisme glukosa; peningkatan sekresi hidrokortison

akan menaikkan kadar glukosa darah. Namun,

glukokortikoid mempunyai efek utama terhadap metabolisme

di hampir semua organ tubuh.

Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai

reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior

hipofisis. Sistem ini menggambarkan sebuah contoh

umpan-balik negatif. Adanya glukokortikoid dalam darah

menghambat pelepasan CRF (c o rt i c o t r o p in- r eI e as in g

factor) dari hipotalamus dan juga menghambat sekresi

ACTH dari hipohsis. Penurunan sekresi ACTH akan

mengurangi pelepasan glukortikoid dari korteks adrenal.

Korteks adrenal yang bekerja dengan baik diperlukan

bagi kehidupan, sekalipun kelangsungan hidup seseorang

masih dimungkinkan dengan terapi penggantian (replace-.

ment) hormon-hormon adrenokorteks eksogen.

Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat

respons inflamasi pada cedera jaringan dan menekan

manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup

kemungkinan timbulnya diabetes melitus, osteoporosis,

ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang

mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang

buruk, dan redistribusi lemak tubuh.

Adanya sejumlah besar glukokortikoid dalam darah

yang disuntikkan dari luar akan menghambat pelepasan

ACTH dan glukokortikoid endogen. Akibat dari keadaan

ini, korteks adrenal dapat mengalami atrofi. Jika pemberian

glukokortikoid dihentikan mendadak, insufisiensi

adrenal akan terjadi sebagai akibat dari ketidakmampuan

korteks yang mengalami atrofi tersebut untuk bereaksi

secara adekuat.

Mineralokortikoid. Kerja utama mineralokortikoid

terdapat pada metabolisme eleklrolit. Mineralokortikoid

pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitel gastrointestinal

untuk meningkatkan absorpsi ion natrium

dalam proses pertukaran untuk mengekskresikan ion kalium

atau hidrogen. Sekresi aldosteron hanya sedikit

dipengaruhi oleh ACTH. Hormon ini terutama disekresikan

sebagai respons terhadap adanya angiotensin II dalam

aliran darah. Angiotensin II merupakan substansi yang

berfungsi menaikkan tekanan darah dengan menimbulkan

konstliksi arteriol. Konsentrasinya meningkat kalau ginjal

melepas renin sebagai respons terhadap penurunan tekanan

perfusi. Kenaikan kadar aldosteron menyebabkan peningkatan

reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastrointestinal

yang cenderung memulihkan tekanan darah

untuk kembali normal. Pelepasan aldosteron juga diting

katkan oleh hiperkalemia. Aldosteron merupakan hormon

primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangkapanjang.

Hormon- Hormon S eks Adrenal (Andro g en). Androgen

yang merupakan hormon steroid utama ketiga, dihasilkan

oleh korteks adrenal; kelompok hormon androgen ini

memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks

pria. Kelenjar adrenal dapat pula menyekresikan sejumlah

kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen

adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan

dalam jumlah yang normal, androgen adrenal mungkin

hanya memberikan sedikit efek; tetapi bila disekresikan

secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti

terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu.

Keadaan ini disebrit sindrom adrenogenital.

Kelenjar Paratiroid

Kelenjar paratiroid yang normalnya berjumlah empat

buah terletak dalam leher dan tertanam dalam permukaan

posterior kelenjar tiroid. Kelenjar yang berukuran kecil

ini sulit dilihat dan dapat terangkat tanpa sengaja ketika

dilakukan pembedahan tiroid. Pengangkatan tanpa sengaja

ini merupakan penyebab hipoparatiroidisme yang paling

sering dijumpai.

Parathormon yang merupakan hormon protein dari

kelenjar paratiroid mengatur metabolisme kalsium dan

fosfor. Peningkatan sekresi parathormon mengakibatkan

peningkatan absorpsi kalsium di ginjal, intestinum dan

tulang sehingga terjadi kenaikan kadar kalsium dalam

darah. Beberapa kerja hormon ini meningkat dengan

adanya vitamin D. Parathormon juga cenderung menurunkan

kadar fosfor darah.

Parathormon yang berlebihan dapat mengakibatkan

kenaikan kadar kalsium serum; keadaan ini merupakan

sihrasi yang dapat membawa kematian. Apabila produk

kalsium dan fosfor serum (kalsium x fosfor) meningkat,

dapat terjadi pengendapan kalsium fosfat dalam berbagai

organ fubuh, yang menyebabkan kalsifikasi jaringan.

Pengeluaran parathormon diatur oleh kadar kalsium

terionisasi dalam darah. Peningkatan kalsium serum

mengakibatkan penurunin sekresi parathormon sehingga

terbentuk suatu mekanisme umpan-balik.

Pankreas

Pankreas, yang terletak dalam rongga abdomen bagian

atas, memiliki fungsi kelenjar eksokrin (erukn-enzim

digestifl dan endokrin. Berbeda dengan kelenjar endokrin,

kelenjar eksokrin menyekresikan produknya lewat

saluran (duktus) ke tempat produk tersebut akan diguna

kan dan bukan ke dalam aliran darah.

Bagian Eksokrin Pankreas. Hasil sekresi bagian

eksokrin pankreas dikumpulkan dalam duktus pankreati

kus yang akan bersatu dengan duktus koledokus dan

memasuki duodenum pada ampula Vater. Di sekeliling

ampula terdapat sfingter Oddi yang secara parsial me

ngendalikan kecepatan pengaliran hasil sekresi pankreas

maupun kelendar empedu ke dalam duodenum.

Hasil sekresi pankreas berupa enzim-enzim digestif

yang kaya protein dan elektrolit. Hasil sekresi tersebut

bersifat sangat alkalis akibat konsentrasi natrium bikar

bonat yang tinggi; sifat alkalis ini dapat menetralkan

cairan lambung yang sangat asam yang memasuki duode

num. Hasil sekresi enzim tersebut mencakup amilase

yang membantu pencernaan karbohidrat; tripsin yang

membantu pencernaan protein; dan lipase yang mem

bantu pencernaan lemak. Enzim-enzim lain yang mem

bantu pemecahan bahan makanan yang lebih kompleks

juga disekresikan.

Sekresi getah pankreas bagian eksokrin ini distimulasi

oleh hormon-hormon yang muncul dalam traktus gastrointestinal.

Sekretin merupakan stimulus utama yang

merangsang peningkatan sekresi natrium bikarbonat dari

pankreas, dan stimulus utama untuk sekresi enzim digestif

adalah hormon kolesistokinin-pankreozimin (CCK-PZ).

Saraf vagus juga mempengaruhi sekresi pankreas bagian

eksokrin.

Pankreas Bagian Endokrin. Pulau-pulau Langerhans

yaitu bagian endokrin pankreas, merupakan kumpulan sel

yang terbenam dalam jaringan pankreas. Kumpulan sel

ini tersusun dari sel alfa, sel beta dan sel delta. Hormon

yang diproduksi sel beta disebut insulin, sel alfa menyeresikan

glukagon, dan sel delta menyekresikan somatostatin.

Insulin. Kerja utama insulin adalah untuk menurunkan

kadar glukosa darah dengan memfasilitasi masuknya

glukosa ke dalam sel jaringan hati, otot danjaringan lain

tempat glukosa disimpan sebagai glikogen atau dibakar

untuk menghasilkan energi. Insulin juga meningkatkan

penyimpanan lemak dalam jaringan adiposa dan sintetis

protein dalam berbagai jaringan ubuh. Tanpa adanya

insulin, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan akan

diekskresikan ke dalam urin. Keadaan ini, yang disebut

diabetes melitus, dapat didiagnosis berdasarkan tingginya

kadar glukosa dalam darah dan urin. Pada diabetes

melitus, lemak dan protein yang tersimpan akan diguna

kan sebagai pengganti glukosa untuk menghasilkan energi

dengan konsekuensi hilangnya massa tubuh. (Diabetes

melitus dibahas lebih rinci dalam Bab 39.) Kecepatan

sekresi insulin dari pankreas dalam keadaan normal diatur

oleh kadar glukosa darah.

Glukagon. Efek glukagon (yang berlawanan dengan

efek insulin) terutama adalah menaikkan kadar glukosa

darah melalui konversi glikogen menjadi glukosa dalam

hati. Glukagon disekresikan oleh pankreas sebagai respons

terhadap penurunan kadar glukosa darah.

Somatostatin Somatostatin menimbulkan efek hipoglikemik

dengan menghambat pelepasan hormon pertumbuhan

dari hipofisis dan glukagon dari pankreas; kedua

hormon yang disebutkan terakhir ini menaikkan kadar

glukosa darah.

Pengendalian Endokrin pada Metabolisme Karbohidrat.

Glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi bagi

tubuh berasal dari metabolisme karbohidrat yang dikonsumsi

dan juga dari protein melalui proses glukoneogenesis.

Glukosa dapat disimpan untuk sementara waktu

dalam hati, otot danjaringan lain dalam bentuk glikogen.

Sistem endokrin mengendalikan kadar glukosa darah dengan

mengatur kecepatan sintesis, dan penyimpanan serta

pengaliran glukosa dari dan ke dalam aliran darah.

Melalui kerja hormon tersebut, kadar glukosa darah normal

akan dipertahankan pada tingkat kurang-lebih 100

mg/dl (5,5 mmol/L). Insulin merupakan hormon primer

yang menurunkan kadar glukosa darah. Hormon-hormon

yang bekerja menaikkan kadar glukosa darah adalah

glukagon, epinefrin, adrenokortikosteroid, hormon pertumbuhan

dan tiroid.

Kelenior Tiroid

Pengkajian: Tes Fungsi Tiroid

Beberapa tes tiroid sudah tersedia dan mungkin diperlukan

untuk memberikan gambaran yang lengkap serta

akurat tentang fungsi tiroid. Di samping itu, hasil evaluasi

gejala dan tanda-tanda klinik akan memberikan informasi

yang berguna mengenai fungsi kelenjar tiroid.

Efek stimulasi kelenjar tiroid ditimbulkan melalui

produksi dan distribusi dua buah hormon: tiroksin (To)

yang mempertahankan metabolisme tubuh dalam keadaan

stabil, dan triiodotironin (T,) yang potensinya kuranglebih

lima kali potensi To serta memiliki kerja metabolik

yang lebih cepat. Pengrikuran kadar hormon tiroid dalam

darah dilakukan untuk mengkaji fungsi tiroid.

T4 Serum. Tes yang paling sering dilakukan ridalah

penentuan T4 serum dengan teknik radioimmunoassay

atau pengikatan kompetitif. Kisaran T4 dalam serum yang

normal berada di antara 4,5 dan 11,5 y.gl/dl (58,5 hingga

150 nmol/L). T4 terikat terutama dengan TBG dan prealbumin;

T, terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat

dengan protein. Setiap faktor yang mengubah protein

pengikat ini juga akan mengubah kadar T4. Penyakit

sistemik yang serius, obat-obatan (yaitur kontrasepsi oral,

steroid, fenitoin, salisilat) dan penipisan protein sebagai

akibat dari nefrosis serta penggunaan hormon androgen

dapat mempengaruhi ketepatan hasil tes.

Tj Serum. T3 serum mengukur kandungan T, bebas

dan terikat, atau T3 total, dalam serum. Sekresinya terjadi

sebagai respons terhadap sekresi TSH dan Ta. Meskipun

kadar T3 dan To serum umumnya meningkat atau menurun

secara bersama-sama, namirn kadar Ta tampaknya

merupakan tanda yang akurat untuk menunjukkan adanya

hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar Ta

lebih besar daripada kadar T3. Batas-batas normal untuk

T3 serum adalah 70 hingga 220 ngldl (1,15 hingga 3,10

nmol/L).

Tes T3 Ambilan Resin. Tes T3 ambilan resin merupakan

pemeriksaan untuk mengukur secara tidak langsung

kadar TBG tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan

jumlah hormon tiroid yang terikat dengan TBG

dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Pemeriksaan ini

menghasilkan indeks jumlah hormon tiroid yang sudah

ada dalam sirkulasi darah pasien. Normalnya, TBG tidak

sepenuhnya jenuh dengan hormon tiroid, dan masih

terdapat tempat-tempat kosong untuk mengikat T3 berlabel-

radioiodium, yang ditambahkan ke dalam spesimen

darah pasien. Nilai ambilan T3 yang normal adalah 25%

hingga 35% (fraksi ambilan relatif: 0,25 hingga 0,35)

yang menunjukkan bahwa kurang-lebih sepertiga dari

tempat yang ada pada TBG sudah ditempati oleh hormon

tiroid. Jika jumlah tempat yang kosong rendah, seperti

pada hipertiroidisme, maka ambilan T3 lebih besar dari

35% (0,35). Bila jumlah tempat yang tersedia itu tinggi,

seperti pada hipotiroidisme, maka hasil tesnya kurang

dafi25% (0,25).

Ambilan T3 sangat berguna untuk mengevaluasi kadar

hormon tiroid pada pasien yang mendapatkan iodium

dalam dosis diagnostik atau terapeutik. Hasil tes dapat

berubah karena pemberian estrogen, androgen, salisilat,

fenitoin, antikoagulan atau steroid.

Tes TSH (Thyroid-Stimulating Hormone). Sekresi T3

dan Ta oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormon stimulasi.

tiroid (TSH atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis

anterior. Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat

penting artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan

kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan

yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri

dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada

hipofisis atau hipotalamus.

Radioimmunoassay TSH Kadar TSH dalam serum

dapat diukur dengan pemeriksaan radioimmunoassay.

Peningkatan kadar TSH terjadi pada penderita hipotiroidisme

primer. Ujikadar imunoradiometrik untuk TSH

menggunakan antibodi monoklonal berlabel merupakan

pemeriksaan dengan spesifisitas dan sensitivitas yang

Tes Thyrotropin-Releasing Hormone. Tes stimulasi

TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan

TSH di hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil

tes T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Pasien diminta

berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum

dan sesudah penyuntikan TRH secara intravena, sampel

darah diambil untuk mengukur kadar TSH. Pada hipotiroidisme

yang disebabkan oleh kelainan primer kelenjar

tiroid, maka akan ditemukan peningkatan kadar TSH serum;

sedangkan pada hipotiroidisme yang disebabkan

oleh penyakit hipofisis atau hipotalamus maka respons

terhadap penyuntikan TRH akan melambat atau tidak

terdapat sama sekali. Sebelum tes dilakukan, kepada

pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara

intravena dapat menyebab kemerahan pada wajah yang

bersifat temporer, mual, atau keinginan untuk buang air

kecil. Tes ini sudah jarang dikerjakan lagi pada saat ini

karena spesifisitas dan sensitivitasnya meningkat.

Tiroglobulin. Tiroglobulin yang merupakan prekursor

untuk T3 dan Ta dapat diukur kadarnya dalam serum

dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan

radioimmunoassay. Faktor-faktor yang meningkatkan

atau menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi T,

serta Ta memiliki efek yang sempa terhadap sintesis dan

sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin meningkat pada

karsinoma tiroid, hipertiroidisme dan tiroiditis subakut.

Kadar tiroglobulin juga dapat meningkat pada keadaan

fisiologik yang normal seperti kehamilan. Peningkatan

atau penurunan kadarnya dapat disebabkan oleh obatobatan

atau oleh tindakan diagnostik dan terapeutik yang

meningkatkan kadar tiroglobulin serum untuk sementara

waktu. Pengukuran kadar tiroglobulin diperlukan untuk

tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma tiroid

serta penyakit tiroid metastatik.

Ambilan lodium Radioaktif. Tes ambilan iodiumradioaktif

dilakukan untuk mengukur kecepatan pengambilan

iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikkan

I13r atau radionutiiOu lui*y^ d"ngun dosis tracer,

dan pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah

skintilasi (scintillation counter) yang akan mendeteksi

serta menghitung sinar garnma yang dilepaskan dari hasil

penguraian I13r dalam kelenjar tiroid. Tes ini mengukur

proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang

terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah

pemberiannya. Tes ambilan iodium-radioaktif merupakan

pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang

dapat diandalkan. Hasil tes ini dipengaruhi oleh asupan

iodida atau hormon tiroid; karena itu, anamnesis yang

cermat mengenai riwayat sakit sebelumnya sangat diper-

Iukan dalam mengevaluasi hasil tes. Nilai yang normal

bervariasi diantara kawasan geografik yang satu dengan

lainnya dan menurut asupan iodium. Penderita hipertiroidisme

akan mengalami penumpukan 1131 dalam proporsi

yang tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien),

sedangkan penderita hipotiroidisme memperlihatkan am'

bilan yang sangat rendah. Tes ini juga digunakan untuk

menentukan apakah diperlukan pemberian 1131 dalan

pengobatan seorang penderita hipertiroidisme.

P emindai- Radio atau Pemindai- Skintilasi Tiroid. se

rupa dengan tes ambilan iodium-radioaktif, dalam pemindaian

tiroid digunakan alat detektor skintilasi dengar

fokus kuat yang digerakkan maju-mundur dalam suatu

rangkaian jalur paralel dan secara progresif kemudiar

digerakkan ke bawah. Pada saat yang bersamaan, aliu

pencetak merekam suatu tanda ketika telah tercapai suatu

jumlah hitungan yang ditentukan sebelumnya. Teknik ini

akan menghasilkan gambar visual yang menentukan loka

si radioaktivitas di daerah yang dipindai. Meskipun tril

merupakan isotop yang paling sering digunakan, beberapa

isotop iodium lainnya yang mencakup Tce' (sodium

pertechnetate) dan isotop radioaktif lainnya (thalliuo

serta americum) digunakan di beberapa laboratoriun

karena sifat-sifat fisik dan biokimianya memungkinkan

untuk pemberian radiasi dengan dosis rendah.

Pemindaian sangat membantu dalam menentukan lokasi,

ukuran, bentuk dan fungsi anatomik kelenjar tirokl.

khususnya kalau jaringan tiroid tersebut terletak substernal

atau berukuran besar. Identifikasi daerah yang mengalami

peningkatan fungsi ("hot areas") atau penurunn

fungsi ("cold areas") dapat membantu dalam menegakkan

diagnosis. Meskipun sebagian besar daerah ya4g

mengalami penurunan fungsi tidak menunjukkan kelainr

malignitas, defisiensi fungsi akan meningkatkan kemung:

kinan terjadinya keganasan terutama jika hanya terdape

satu daerah yang tidak berfungsi. Pemindaian terhada

keseluruhan tubuh(whole body CT scan) yang diperluh

untuk memperoleh profil seluruh tubuh dapat dilakukan

untuk mencari metastasis malignitas pada kelenjar tiroid

yang masih berfungsi.

Implikasi Tes Tiroid dalam Keperawaton. Apabih

seorang pasien diprogramkan untuk menjalani tes tiroi(

maka perlu ditentukan apakah ia menggunakan obatobatan

atau preparat yang mengandung iodium, karem

substansi ini akan mengubah sebagian hasil tes tersebul

Prepiirat yang mengandung iodida mencakup media kon-.

tras dan obat-obat unfuk pengobatan kelainan tiroid

Sumber iodium lain yang tidak begitu jelas terlihat adalal

antiseptik topikal, preparat multivitamin dan suplemen

makanan yang sering dijumpai pada toko-toko penjud

makanan kesehatan, sirup obat batuk dan amiodaron"

yaitu suatu obat antiaritmia. Preparat lain yang dapar

mempengaruhi nilai pemeriksaan fungsi tiroid adalah es.

trogen, salisilat, amfetamin, preparat kemoterapi, antibiotik,

steroid dan diuretik merkurial, Pasien harus ditanya

mengenai penggunaan semua obat ini, dan penggunaan

obat-obat tersebut harus dicatat dalam formulir

permohonan tes fungsi tiroid yang dikeluarkan oleh

laboratorium" Tabel 40-2 memberikan daftar sebagian

obat yang dapat mempengaruhi akurasi pemeriksaan

fu ngsi kelen-lar tiroid.

Tes Fungsi Tiroid yang l-arn. Pemeriksaan diagnostik

lain dan prosedur pengkajian yang berguna untuk mendeteksi

dan menegakkan diagnosis kelainan tiroid atau efek

penyakit tiroid mencakup waktu refleks tendon Achilles

(mengukur periode kontraksi dan relaksasi refleks tendon

Achilles), kadar kolesterol serum, elektrokardiogram

(EKG), pemeriksaan enzim otot (alanin transaminase

IALT] atau serum, glutamic-pyruvic transaminase

ISGPT], lactic-acid dehydrogenase [LDH], dan creatine

kinase [CK]). Pemeriksaan USG, pemindai CT dan MRI

(.magnetic resonance imaging) dapat digunakan untuk

menjelaskan atau memastikan hasil-hasil pemeriksaan

diagnostik yang lain.

Pemeriksaan Keleniar Tiroid

Kelenjar tiroid diinspeksi dan dipalpasi secara rurin pada

semua pasien. Identifikasi daerah anatomis spesifik diperlukan

untuk menjamin pengkajian yang akurat. Daerah

leher bagian bawah antara otot-otot sternokleidomastoideus

diinspeksi untuk melihat apakah terdapat benjolan

di sebelah anterior atau tampak asimetris. Pasien diminta

unfuk sedikit mengekstensikan lehernya dan menelan.

Normalnya jaringan tiroid akan bergerak naik jika pasien

menelan. Kemudian dilakukan palpasi tiroid untuk menentukan

ukuran, bentuk, konsistensi, kesimetrisan dan

adanya nyeri tekan.

Pemeriksa harus melakukan pemeriksaan bagian ini

baik dari posisi anterior maupun posterior. Palpasi kelenjar

tiroid dapat dilakukan secara efektif apabila posisi

pasien membelakangi pemeriksa, dan pemeriksa melakukan

prosedur ini dengan menggunakan kedua belah tangan

melingkari leher pasien (lihat Gbr. 40-4). Ibu jari tangan

diletakkan pada bagian posterior leher, sementara jari

telunjuk dan jari tengah melakukan palpasi untuk meraba

istrnus tiroid serta permukaan anterior lobus lateralis. Apabila

teraba, daerah istmus akan terasa sebagai bagian yang

kenyal dengan konsistensi yang menyerupai gelang karet.

Lobus kiri diperiksa dengan menemparkan pasien

dalam posisi leher sedikit fleksi ke depan dan ke kiri.

Kemudian kartilago tiroid didorong ke kiri dengan jarijari

tangan kanan. Gerakan ini akan menggeser lobus kiri

ke dalam muskulus sternokleidomastoideus sehingga mudah

dipalpasi, Lobus kiri lalu dipalpasi dengan meletakkan

ibu jari tangan kiri ke dalam bagian posterior muskulus

sternokleidomastoideus, semenlara jari telunjuk dan

jari tengah melakukan penekanan yang berlawanan dari

bagian anterior otot tersebut. Gerakan menelan pada saat

dilakukan gerakan ini, dapat membantu pemeriksa untuk

menentukan lokasi tiroid pada saat kelenjar tersebut

bergerak naik dalam leher. Prosedur terhadap lobus

kanan dikerjakan secara terbalik. Istmus merupakan safusatunya

bagian tiroid yang dalam keadaan normal dapat

diraba. Jika pasien memiliki leher yang sangar kurus,

kadang-kadang dapat teraba pula dua buah lobus yang

tipis, Iicin dan tidak nyeri bila ditekan.

Apabila kelenjar tiroid pada palpasi ditemukan membesar,

auskultasi kedua lobus dilakukan dengan corong

membran stetoskop. Auskultasi akan mengenaii vibrasi

setempat yang terdengar seperti bruit. Gejala ini merupakan

gambaran abnormal yang menunjukkan adanya peningkatan

aliran darah lewat kelenjar tiroid dan mengharuskan

perawat untuk segera merujuk pasien kepada

dokter. Adanya nyeri tekan, pembesaran, nodularitas

dalam kelenjar tiroid juga memerlukan rujukan unruk

mendapatkan evaluasi tambahan (Tabel 40-3).

Hipotiroidisme

Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan

terjadinya hipofungsi tiroid yang berjalan lambar dan

diikuti oieh gejala-gejala kegagalan tiroid" Keadaan ini

terjadi akibat kadar hormon tiroid berada di bawah nilai

optimal.

Tipe

Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami

hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu kepada

disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri (Braverman & Utiger,

1991). Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan

kelenlar hipofisis, hipotalamus atau keduanya, keadaan

ini dikenal dengan istilah hipotiroidisme senftal. Hipotiroidisme

sentral dapat disebut sebagai hipotiroidisme

sekunder atau pituitaria jika sepenuhnya disebabkan

oleh kelainan hipofisis, dan hipotiroidisme tertier atau

hipotalamus jika ditimbulkan oleh kelainan hipotalamus

yang mengakibatkan sekresi TSH tidak adekuat akibat

penurunan stimulasi oleh TRH. Apabila defisiensi tiroid

terjadi sejak lahir, keadaan ini dinamakan kretinisme.

Pada keadaan semacam itu, ibu mungkin juga menderita

defisiensi tiroid.

Istilah miksedema mengacu kepada penumpukan mukopolisakarida

dalam jaringan subkutan dan interstisial

lainnya; meskipun miksedema terjadi pada hipotiroidisme

yang sudah berlangsung lama dan berat, istilah tersebut

hanya tepat digunakan untuk menyatakan gejala ekstrim

pada hipotiroidisme yang berat.

Penyebab

Penyebab hipotiroidisme yang paling sering ditemukan

pada orang dewasa adalah tiroiditis otoimun (tiroiditis

Hashimoto), di mana sistem imun menyerang kelenlar

tiroid (Tonner & Schlechte, 1993). Gejala hipertiroidisme

(lihat hlm. 1307) kemudian dapat diikuti oleh gejala

hipotiroidisme dan miksedema.

Hipotiroidisme juga sering terjadi pada pasien dengar

riwayat hipertiroidisme yang menjalani terapi radioiodium,

pembedahan, atau preparat antitiroid. Kejadian irr:

paling sering dijumpai pada wanita lanjut-usia. Terapr

radiasi untuk penanganan kanker kepala dan leher kinj

semakin sering menjadi penyebab hipotiroidisme pada

lansia laki-laki; karena itu, pemeriksaan fungsi rirorc

dianjurkan bagi semua pasien yang menjalani terap:

tersebut. Penyebab hipotiroidisme yang lain disampaikar.

dalam Bagan 40-1 "

Manlfestasi Klinik

Gejala dini hipotiroidisme tidak spesifik, namun kelelahan

yang ekstrim menyulitkan penderitanya untuk melak

sanakan pekerjaan sehari-hari secara penuh atau ikut serta

dalam aktivitas yang lazim dilakukannya. Laporan tentang

adanya kerontokan rambut, kuku yang rapuh serta

kulit yang kering sering ditemukan, dan keluhan rasa baal

seru parestesia pada jari-jari tangan dapat terjadi. Kadang-

kadang suara menjadi kasar, dan pasien mungkin

mengeluhkan suara yang parau. Gangguan haid seperti

menorhagia atau amenore akan terjadi di samping hilangnya

libido. Hipotiroidisme menyerang wanita lima kali

iebih sering dibandingkan laki-laki dan paling sering

terjadi pada usia di antara 30 hingga 60 tahun.

Hipotiroidisme berat mengakibatkan suhu tubuh dan

frekuensi nadi subnormal. Pasien biasanya mulai mengalami

kenaikan berat badan yang bahkan terjadi tanpa

peningkatan asupan makanan, meskipun penderita hipotiroid

yang berat dapat terlihat kakeksia. Kulit menjadi

rebal karena penumpukan rnukopolisakarida dalam jaringan

subkutan (asal mula istilah miksedema). Rambut

menipis dan rontok; wajah tampak tanpa ekspresi dan

mirip topeng. Pasien sering mengeluhkan rasa dingin

meskipun dalam lingkungan yang hangat.

Pada mulanya, pasien mungkin mudah tersinggung

dan mengeluh merasa lemah; namun dengan berlanjutnya

kondisi tersebut, respons emosional di atas akan berkurang.

Proses mentai menjadi tumpul, dan pasien tampak

apatis. Bicara meniadi lambat, lidah membesar, dan

ukuran tangan serta kaki bertambah. Pasien sering mengeluh

konstipasi. Ketulian dapat pula terjadi.

Hipotiroidisme lanjut dapat menyebabkan demensia

disertai perubahan kognitif dan kepribadian yang khas'

Respirasi yang tidak memadai dan apnu saat tidur dapat

ierjadi pada hipotiroidisme yang berat. Efusi pleura, efusi

perikardial dan kelemahan otot pernapasan dapat pula

rerladi

Hipotiroidisme berat akan disertai dengan kenaikan

<adar kolesterol serum, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner dan fungsi ventrikel kiri yang jelek. Pasien

hipotiroidisme lanjut akan mengalami hipotermia dan

kepekaan abnormal terhadap prepant sedatif, opioid serta

atrestesi. Oleh sebab itu, semua obat ini hanya diberikan

pada kondisi tertentu.

Pasien dengan hipotiroidisrne yang belum teridentifltkasi

dan sedang menjalani pembedahan akan menghadapi

risiko yang iebih tinggi untuk mengalami hipotensi intraoperatif,

gagai jantung kongestif pascaoperatif dan perubahan

status mental.

Korna miksedema menggambarkan stadium hipoti-

:oidisme yang paling ekstrim dan berat, di mana pasien

rnengalami hipotermia dan tidak sadarkan diri. Koma

niksedema dapat terjadi sesudah peningkatan letargi yang

rerlanjut menjadi stupor dan kemudian koma. Hipoti

ioidisme yang tidak terdiagnosis dapat dipicu oleh infeksi

enu penyakit sistemik lainnya atau oleh penggunaan

lreparat sedatif atau analgetik opioid. Dorongan respira-

'orik pasien akan terdepresi sehingga timbul hipoventilasi

alveoler, retensi CO2 progresif, keadaan narkosis dan

koma. Semua gejala ini, disertai dengan kolaps kardiovaskuler

dan syok memerlukan terapi yang agresif dan

intensif jika kita ingin pasien tetap hidup. Meskipun

demikian, dengan terapi yang intensif sekalipun, angka

mortalitasnya tetap tinggi.

Penatalaksanaan

Tujuan primer penatalaksanaan hipotiroidisme adalah

memulihkan metabolisme pasien kembali kepada keadaan

metabolik normal dengan cara mengganti hormon yang

hilang, Levotiroksin sintetik (Synthroid atau Levothroid)

merupakan preparat terpilih untuk pengobatan hipotiroidisme

dan supresi penyakit goiter nontoksik. Dosis

terapi penggantian hormonal didasarkan pada konsentrasi

TSH dalam serum pasien. Preparat tiroid yang dikeringkan

jarang digunakan karena sering menyebabkan

kenaikan sementara konsentrasi T3 dan kadang-kadang

disertai dengan gejala hipertiroidisme" Jika terapi penggantian

sudah memadai, gejala miksedema akan menghilang

dan aktivitas metabolik yang normal dapat timbul

kembali.

Fada hipotiroidisme yang berat dan koma miksedema,

penatalaksanaannya mencakup pemeliharaan berbagai

fungsi vital. Gas darah arteri dapat diukur untuk menentukan

retensi karbon dioksida dan memandu pelaksanaan

bantuan ventilasi untuk mengatasi hipoventilasi. Penggunaan

alat pulse oximetry dapat pula membantu kita

untuk memantau tingkat saturasi oksigen. Pemberian

cairan dilakukan dengan hati-hati karena bahaya intoksikasi

air. Penggunaan panas eksternal (bantal pemapas)

harus dihindari karena tindakan ini akan meningkatkan

kebutuhan oksigen dan dapat menimbulkan kolaps vasku

ler. Jika terdapat hipoglikemia yang nyata, infus larutan

glukosa pekat dapat dilakukan untuk memberikan glukosa

tanpa menimbulkan kelebihan muatan cairan. Jika kondisi

miksedema berlanjut menjadi koma miksedema, maka

hormon tiroid (biasanya Synthroid) diberikan secara

intravena sampai kesadaran pasien pulih kembali. Kemudian

pasien melanjutkan pengobatan dengan terapi hormon

tiroid per oral. Karena disertai insufisiensi adrenokortikal,

terapi kortikosteroid mungkin diperlukan.

Kardiak. Setiap pasien yang sudah menderita hipotiroidisme

untuk waktu yang lama hampir dapat dipastikan

akan mengalami kenaikan kadar kolesterol, aterosklerosis

dan penyakit arteri koroner. Setelah sekian lama metabolisme

berlangsung subnormal dan berbagai jaringan termasuk

miokardium, memerlukan oksigen yang relatif

sedikit, maka penurunan suplai darah dapat ditolerir tanpa

terjadi gejala penyakit arteri koroner yang nyata. Namun

demikian, bila hormon tiroid diberikan, maka kebutuhan

oksigen akan meningkat tetapi pengangkutan oksigen

tidak dapat ditingkatkan kecuali atau sampai keadaan

aterosklerosis diperbaiki. Keadaan ini akan berlangsung

sangat lambat. Timbulnya angina merupakan tanda yang

menunjukkan bahwakebutuhan miokardium akan oksigen

melampaui suplai darahnya. Serangan angina atau aritmia

dapat terjadi ketika terapi penggantian tiroid dimulai,

karena hormon tiroid akan meningkatkan efek katekolamin

pada sistem kardiovaskuler.

Pertimbangan

o Iskemia atau infark miokard dapat terjadi sebagai

respons terhadap terapi pada penderita hipotiroidisme

yang berat dan sudah berlangsung lama atau pada

penderita koma miksedema.

Perawat harus waspada agar dapat mengenali dengan

segera tanda-tanda angina, khususnya dalam fase awal

terapi, dan jika tanda-tanda tersebut ditemukan, keadaan

ini harus segera dilaporkan serta ditangani untuk menghindari

infark miokard yang fatal. Dalam keadaan tersebut,

pemberian hormon tiroid jelas harus segera dihentikan

dan kemudian ketika terapi penggantian hormon

tiroid sudah dapat dilanjutkan kembali dengan aman,

pelaksanaannya harus sangat hati-hati dengan dosis yang

lebih rendah dan di bawah pengawasan ketat dokter serta

perawat.

Interaksi Obot. Titdakan penjagaan harus dilakukan

selama pelaksanaan terapi tiroid karena adanya interaksi

hormon tiroid dengan obat-obat lain. Hormon tiroid dapat

meningkatkan kadar glukosa darah sehingga dosis pemberian

insulin dan obat hipoglikemia oral perlu disesuaikan.

Efek hormon tiroid dapat ditingkatkan oleh fenitoin dan

antidepresan trisiklik. Hormon tiroid juga dapat meningkatkan

efek farmakologis glikosida digitalis, antikoagulan

dan indometasin sehingga memerlukan pengamatan dan

pengkajian oleh perawar untuk mendeteksi efek samping

preparat ini. Pengeroposan tulang dapat terjadi pada

terapi tiroid.

. Hipotiroidisme berat yang tidak ditangani ditandai

oleh peningkatan kerentanan terhadap semua obat

golongan hipnotik-sedatif

Obat-obat golongan hipnotik-sedatif, yang diberikan

dengan dosis kecil sekalipun, dapat menimbulkan

keadaan somnolen dan berlangsung lebih lama daripada

yang diperkirakan. Lagi pula, obat-obat ini cenderung

menyebabkan depresi respirasi yang dapat membawa

kematian akibat penurunan cadangan respirasi dan hipoventilasi

alveoler yang terjadi pada hipotiroidisme berat

serta koma miksedema.

Golongan hipnotik-sedatif jarang digunakan pada hipotiroidisme

berat. Namun, jika penggunaan preparat ini

diperlukan, dosis pemberiannya harus setengah atau sepertiga

dari dosis yang biasa diresepkan bagi pasienpasien

dengan usia dan berat badan yang sama yang

mempunyai fungsi tiroid normal. Jika penggurlaan preparat

ini sangat dibutuhkan, keadaan pasien harus dipantau

dengan ketat akan adanya tanda-tanda narkosis (keadaan

mirip stupor) atau kegagalan pernapasan.

Penatalaksanaan Keperawatan

Modifikasi Aktivitas. Penderita hipotiroidisme akan

mengalami pengurangan tenaga dan letargi sedang hingga

berat. Sebagai akibatnya, risiko komplikasi akibat imobilitas

akan meningkat. Kemampuan pasien untuk melakukan

latihan dan berperan dalam berbagai aktivitas menjadi

terbatas akibat perubahan pada status kardiovaskuler dan

pulmoner yang terjadi akibat hipotiroidisme. peranan

perawat yang penting adalah membantu perawatan dan

kebersihan diri pasien sambil mendorong partisipasi pasien

untuk melakukan aktivitas yang masih berada dalam

batas-batas toleransi yang ditetapkan untuk mencegah

komplikasi iniobilitas.

Pemantauan yang Berkelanjutan. pemarlra:uan tandatanda

vital dan tingkat kognitif pasien dilakukan dengan

ketat selama proses penegakan diagnosis dan awal terapi

untuk mendeteksi (i) kemunduran status fisik serta merF

tal, (2) tanda-tanda serta gejala yang menunjukkan peningkatan

laju metabolik akibat terapi yang melampaui

kemampuan reaksi sistem kardiovaskuler dan pernapasan,

dan (3) keterbatasan atau komplikasi miksedema y^nE

berkelanjutan.

oObat-obat harus diberikan dengan sangat hati-hati

kepada pasien hipotiroidisme mengingar adanya perubahan

metabolisme serta ekskresi obat, dan penurunan

laju metabolik serta status pernapasan.

Pengaturan Suhu. Pasien sering mengalami gejala

menggigil dan menderita intoleransi yang ekstrim.terhadap

hawa dingin meskipun ia berada dalam ruangan

bersuhu nyaman atau panas. Ekstra pakaian dan selimut

dapat diberikan, dan pasien harus dilindungi terhadap

hembusan angin. Jika pasien ingin menggunakan bantal

pemanas atau selimut listrik untuk mengurahgi gangguan

rasa nyaman dan gejala menggigil tersebut, perawat harus

menjelaskan bahwa penggunaan alat ini harus dihindari

karena berisiko menyebabkan vasodilatasi perifer,

kehilangan panas tubuh yang lebih lanjut dan kolaps

vaskuler. Di samping itu, pasien tanpa sadar dapat

terbakar ketika menggunakan alat-alat tersebut akibat

respons pasien yang lambat dan status mental yang

menurun.

Dukungan EmosionaL. Penderita hipotiroidisme sedang

hingga berat dapat mengalami reaksi emosional,

hebat terhadap perubahan penampilan serta citra tubuhnya

dan terhadap terlambarnya diagnosis, yang sering dijumpai

pada penyakit ini. Gejala dini nonspesifik dapat

menimbulkan reaksi negatif dari anggota keluarga serta

sahabat, dan pasien mungkin dianggap sebagai individu

yang mentalnya labil, tidak kooperatif atau tidak mau

berpartisipasi dalam aktivitas perawatan-mandiri.

Setelah kondisi hipotiroidisme berhasil diobati dan

semua gejalanya sudah berkurang, pasien dapat mengalami

depresi dan rasa bersalah sebagai akibat dari

progresivitas sena intensitas gejala yang timbul. pasien

dan keluarganya harus diberi tahu bahwa semua gejala

tersebut serta ketidakmampuan untuk mengenalinya sering

terjadi dan merupakan bagian dari kelainan itu

sendiri. Pasien dan keluarganya mungkin memerlukan

bantuan dan konseling untuk mengatasi masalah dan

reaksi emosional yang muncul.

Pendidikan Pasien dan Pertimbangan perawatan di

fumah. Pasien dan keluarganya sering sangat prihatin

erhadap perubahan yang mereka saksikan akibat hipotiroid.

Sering kita harus menenteramkan kembali pasien

den keluarganya dengan penjelasan bahwa banyak di

mtara gejala-gejala tersebut akan menghilang setelah

erapi berhasil dilakukan. Pasien diberitahu untuk terus

minum obat seperti yang diresepkan dokter meskipun

grjala sudah membaik. Instruksi tentang diet diberikan

untuk meningkatkan penurunan berat badan begitu pengobatan

dimulai, untuk mempercepat pemulihan pola defetasi

normal. Akibat pelambatan proses mental pada

tipotiroidisme, maka anggota keluarga harus diberitahu

dan dijelaskan tentang tujuan terapi, program pengobatan

serta efek samping yang harus dilaporkan kepada dokter.

Selain itu, semua instruksi dan pedoman ini harus disampaikan

pula secara tertulis kepada pasien, keluarga dan

perawat kunjungan rumah.

Penderita hipotiroidisme dan koma miksedema, yang

biasanya merupakan wanita lanjut-usia, memerlukan tindak-

lanjut penyuluhan dan perawatan kesehatan. Sebelum

keluar dari rumah sakit, beberapa program harus dilakukan

untuk memastikan bahwa pasien akan kembali ke

suatu lingkungan yang akan meningkatkan kepatuhannya

terhadap rencana terapi yang diresepkan dokter. pasien

memerlukan dorongan dan bantuan dalam penggunaan

obat setiap hari. Bantuan dalam menyusun jadwal atau

catatan akan memastikan penggunaan obat yang akurat

dan lengkap. Pentingnya terapi penggantian hormon tiroid

yang berkelanjutan dan pemeriksaan tindak lanjut secara

periodik harus ditekankan kembali, dan pasien serta

anggota keluarganya perlu diajarkan untuk mengetahui

tanda-tanda pengobatan yang berlebihan (overmedikasi)

dan yang kekurangan (undermedikasi).

Jika diperlukan, rujukan kepada perawat yang akan

melakukan perawatan di rumah dapat dianrr untuk mengkaji

kepulihan pasien dan kemampuannya dalam mengatasi

berbagai perubahan yang baru terjadi. perawat di

rumah melakukan pengkajian terhadap status fisik dan

kognitif pasien, pemahaman pasien serta keluarganya

terhadap pentingnya pengobatan jangka-panjang seperti

yang diresepkan, dan kepatuhan padajadwal pengobatan,

pemeriksaan tindak lanjut serta kunjungan untuk kontrol

seperti yang direkomendasikan. Tanda-tanda dan gejala

yang samar tetapi dapat menunjukkan apakah pemberian

hormon tiroksin kurang memadai ataukah berlebihan

harus dicatat dan dilaporkan kepada dokter atau petugas

kesehatan yang memberikan pelayanan primer.

Asuhan keperawatan bagi penderita hipotiroidisme

dan miksedema dirangkumkan dalam Rencana Asuhan

Keperawatan 40-1.

Pertimbangan Gerontologi

Sebagian besar penderita hipotiroidisme primer berusia

40 hingga 70 tahun dan biasanya ditemukan mengalami

hipotiroidisme ringan sampai sedang yang telah berjalan

Iama. Sembilan puluh delapan persen hingga 99% kasus

hipotiroidisme pada individu berusia lanjut berupa hipotiroidisme

primer atau tiroidal (Braverman & Utiger,

1991). Prevalensi hipotiroidisme yang tinggi pada manula

berhubungan dengan perubahan fungsi imun yang menyertai

pertambahan umur. Namun demikian, meskipun

terdapat insidens disfungsi tiroid yang tinggi pada manula,

insidens penyakit tiroid yang tidak terdiagnosis atau