Distribusi Responden Bukan Penderita Penyakit Diabetes Mellitus
HIPOTIROIDISME.docx
-
Upload
riana-azna -
Category
Documents
-
view
9 -
download
5
Transcript of HIPOTIROIDISME.docx
Tinjauan Fisiologis
Kelenjar endokrin mencakup kelenjar hipofisis (pituitaria),
tiroid, paratiroid, adrenal, pulau-pulau Langerhans
pankreas, ovarium dan testis. Semua kelenjar ini meryekresikan
produknya langsung ke dalam darah, berbeda dengan kelenjar eksokrin, misalnya kelenjar
keringat,
yang menyekresikan produknya lewat saluran ke permukaan
epitelial. Hipotalamus berfungsi sebagai penghufuung
antara sistem saraf dan sistem endokrin.
Zat-zat kimia yang disekresikan oleh kelenjar endokrin disebut hormon. Hormon membantu
mengatur
fungsi organ agar bekerja secara terkoordinasi dengan
sistem saraf. Sistem regulasi ganda ini, di mana kerja
cepat sistem saraf diimbangi oleh kerja hormon yang
lebih lambat, memungkinkan pengendalian berbagai fungsi
tubuh secara tepat dalam bereaksi terhadap berbagai
perubahan di dalam dan di luar tubuh.
Diagram skematik kelenjar endokrin yang penting
diperlihatkan dalam Gambar 40-1. Tabel 40-1 memuat
daftar hormon yang penting, jaringan sasarannya dan
sebagian sifatnya.
Organ anatomis tertentu adalah tempat dimana kelenjar
endokrin biasa ditemukan. Kelenjar endokrin tersusun
dari sel-sel sekretorik yang terbagi dalam kelompokkelompok
kecil (asinus). Meskipun tidak terdapat duktus,
kelenjar endokrin memiliki suplai darah yang kaya sehingga
zal-zat kimia yang diproduksinya dapat langsung
memasuki aliran darah dengan cepat.
Kontrol Umpan-balik Konsentrasi sebagian besar
hormon dalam aliran darah dipertahankan pada tingkat
yang relatif konstan. Jika konsentrasi hormon meningkat,
produksi hormon tersebut selanjutnya akan dihambat.
Apabila konsentrasi horrnon menurun, kecepatan produksinya
akan meningkat, Mekanisme pengaturan konsentrasi
hormon dalam aliran darah disebut kontrol umpanbalik.
Prinsip kontrol umpan-balik sangat penting dalam
pengaturan berbagai proses biologis.
Mekanisme Ke rja H orrnon. Hormon
diklasifikasikan
sebagai hormon steroid (seperti hidrokortison), hormon
peptida atau protein (seperti insulin) dan hormon amina
r seperti epinefrin). Berbagai kelompok hormon ini beker-
ja pada jaringan sasaran melalui berbagai mekanisme'
Hormon dapat mengubah fungsi jaringan sasaran melalui
interaksi dengan reseptor kimia yang terletak pada membran
sel atau dalam bagian interior sel'
Hormon-hormon peptida dan protein berinteraksi
dengan tempat-tempat reseptor pada permukaan sel yang
uenghasilkan stimulasi enzim intrasel adenil siklase'
Stimulasi enzim ini selanjutnya mengakibatkan peningkatan
produksi c-AMP (cyclic 3', S'-adenosin monofosicr).
c-AMF yang ada di dalam sel mengubah aktivitas
enzim. Jadi. c-AMP merupakan "second messenger"
yang menghubungkan hormon peptida pada permukaan
sei dengan perubahan dalam lingkungan intrasel' Sebagian
hormon peptida dan protein dapat pula bekerja
dengan mengubah permeabilitas membran, Hormon-hormon
ini bekerja relatif cepat dalam waktu beberapa detik
atau menit. Mekanisme kerja hormon-hormon amina
serupa dengan mekanisme kerja hormon-hormon peptida.
hormon steroid akan menembus membran sel dan
berinteraksi dengan reseptor intrasel kar6na ukuran molekulnya
yang lebih kecil serta kelarutannya yang tinggi
dalam lemak. Kompleks steroid-reseptor ini memodifikasi
metabolisme sel dan pembentukan asam ribonukleat
(messenger ribonucleic acid [m-RNA]) dari asam deoksiribonukleat
(DNA). Kemudian m-RNA menstimulasi
sintesis protein dalam sel. Karena kerjanya berlangsung
melalui modifikasi sintesis protein, hormon steroid memerlukan
waktu beberapa jam sebelum efek kerjanya terlihat.
Fungsi Hormon Tiroid. Fungsi utama hormon tiroid
T3 dan- Ta adalah mengendalikan aktivitas metabolik
seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu
umum dengan mempercepat proses metabolisme. Efeknya
pada kecepatan metabolisme sering ditirnbulkan oleh
peningkatan kadar enzim-etaim spesifik yang turut berperan
dalam konsumsi oksigen, dan oleh perubahan sifat
responsif jaringan terhadap hormon yang lain. Hormon
tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi
perkembangan otak. Adanya hormon tiroid dalam jumlah
yang adekuat juga diperlukan unhrk pertumbuhan normal.
Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler,
hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang
penting.
Kalsitonin. Kalsitonin atau tfuokalsitonin merupakan
hormon penting lainnya yang disekresikan oleh kelenjar
tiroid. Selaesi kalsitonin tidak dikendalikan oleh TSH.
Hormon ini disekresikan oleh kelenjar tiroid sebagai
respons terhadap kadar kalsium plasma yang tinggi, dan
kalsitonin akan menurunkan kadar kalsium plasma dengan
meningkatkan jumlah penumpukan kalsium dalam rulang.
Abnormalitas Fungsi Tiroid
Hipotiroidisme. Sekresi hormon tiroid yang tidak
adekuat selama perkembangan janin dan neonatus akan
menghambat pernrmbuhan fisik dan mental (kretinisme)
karena penekanan aktivitas metabolik tubuh secara
umum. Pada orang dewasa, hipotiroidisme memiliki
gambaran klinik berupa letargi, proses berpikit yang
lambat dan pelambatan fungsi nrbuh yang menyeluruh.
Hipetiroidisme. Sekresi hormon tiroid yang berlebits
an (hipertiroidisme) dimanifestasikan melalui peningkatan
TARGET ORGAN
tr Jantung
tr Traktus Gl, dll.
GAMBAR 40-4. Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid. TRII
stimulating hormone) dari hipotalamus menstimulasi kelair
untuk menyekesikan TSH (thyroid-stimulating hormoncl,
rangsang tiroid untuk memproduksi hormon tiroid (f, da
T3 dan T4 yang tinggi dalam darah menghambat sekeri
produksi hormon tiroid berikutnya melalui mekaniw
yang
kecepatan metabolisme. Banyak ciri khas lain yang terjadi
pada pasien hipertiroid akibat peningkatan respons terhadap
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) dalam darah.
Hipotiroidisme dan hipertiroidisme dibahas secara
rinci dalam bagian berikutnya pada bab ini.
Goiter. Sekresi hormon tiroid yang berlebihan biasanya
disertai dengan kelenjar tiroid yang membesar (goiter).
Goiter juga sering dijumpai pada defisiensi iodida.
Pada keadaan yang disebut terakhir ini, defisiensi iodida
akan menurunkan kadar hormon tiroid dalam darah yang
menyebabkan peningkatan pelepasan TSH; TSH yang
meningkat menyebabkan produksi tiroglobulin yang berlebihan
dan hipertrofi kelenjar tiroid.
Eutiroid mengacu kepada produksi hormon tiroid
yang berada dalam batas-batas normal.
Kelenjar Adrenal
Terdapat dua buah kelenjar adrenal pada manusia dan
masing-masing kelenjar tersebut melekat pada bagian atas
ginjal. Setiap kelenjar adrenal dalam kenyataannya merupakan
dua buah kelenjar endokrin dengan fungsi yang
berbeda dan tidak tergantung sahr sama lain. Medula
adrenal pada bagian tengah kelenjar tersebut menyekresikan
katekolamin, sedangkan bagian luar kelenjar yang
merupakan korteks adrenal menyekresikan kortikosteroid.
Medula Adrenal. Medula adrenal berfungsi sebagai
bagian dari sistem saraf otonom. Stimulasi serabut saraf
simpatik praganglion yang berjalan langsung ke dalam
sel-sel pada medula adrenal akan menyebabkan pelepasan
hormon katekolamin--yaifu, epinefrin dan norepinefrin.
Kurang-lebih 9O% dari hasil sekresi medula adrenal
manusia berupa epinefrin (yang juga disebut adrenalin).
Katekolamin mengatur lintasan metabolik untuk meningkatkan
katabolisme bahan bakar yang tersiurpan sehingga
kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen
terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinefrin terlibat ketika seseorang
dalam persiapan untuk memenuhi suafu tantangan
(respons fight-or-flighr). Pada situasi darurat sekresi
epinefrin akan menurunkan aliran darah ke dalam jaringan
yang tidak diperlukan, seperti trakfus gastrointestinal,
dan meningkatkan aliran darah ke dalam jaringan yang
digunakan untuk respons fight-or-flight yang efektif, seperti
otot jantung serta skeletal. Katekolamin juga menyebabkan
pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan
kecepatan metabolik basal (BMR) dan menaikkan kadar
glukosa darah.
Korteks Adrenal. Terdapat tiga kelompok hormon steroid
yang diproduksi oleh korteks adrenal, yaitu
glukokortikoid
dengan prototipe hidrokortison, mineralokortikoid
khususnya aldosteron dan hormon-hormon seks
khususnya androgen (hormon seks pria).
Glukokortikold. Nama glukokortikoid digunakan karena
kelompok hormon ini memiliki pengaruh yang penting
terhadap metabolisme glukosa; peningkatan sekresi hidrokortison
akan menaikkan kadar glukosa darah. Namun,
glukokortikoid mempunyai efek utama terhadap metabolisme
di hampir semua organ tubuh.
Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai
reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior
hipofisis. Sistem ini menggambarkan sebuah contoh
umpan-balik negatif. Adanya glukokortikoid dalam darah
menghambat pelepasan CRF (c o rt i c o t r o p in- r eI e as in g
factor) dari hipotalamus dan juga menghambat sekresi
ACTH dari hipohsis. Penurunan sekresi ACTH akan
mengurangi pelepasan glukortikoid dari korteks adrenal.
Korteks adrenal yang bekerja dengan baik diperlukan
bagi kehidupan, sekalipun kelangsungan hidup seseorang
masih dimungkinkan dengan terapi penggantian (replace-.
ment) hormon-hormon adrenokorteks eksogen.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat
respons inflamasi pada cedera jaringan dan menekan
manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup
kemungkinan timbulnya diabetes melitus, osteoporosis,
ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang
buruk, dan redistribusi lemak tubuh.
Adanya sejumlah besar glukokortikoid dalam darah
yang disuntikkan dari luar akan menghambat pelepasan
ACTH dan glukokortikoid endogen. Akibat dari keadaan
ini, korteks adrenal dapat mengalami atrofi. Jika pemberian
glukokortikoid dihentikan mendadak, insufisiensi
adrenal akan terjadi sebagai akibat dari ketidakmampuan
korteks yang mengalami atrofi tersebut untuk bereaksi
secara adekuat.
Mineralokortikoid. Kerja utama mineralokortikoid
terdapat pada metabolisme eleklrolit. Mineralokortikoid
pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitel gastrointestinal
untuk meningkatkan absorpsi ion natrium
dalam proses pertukaran untuk mengekskresikan ion kalium
atau hidrogen. Sekresi aldosteron hanya sedikit
dipengaruhi oleh ACTH. Hormon ini terutama disekresikan
sebagai respons terhadap adanya angiotensin II dalam
aliran darah. Angiotensin II merupakan substansi yang
berfungsi menaikkan tekanan darah dengan menimbulkan
konstliksi arteriol. Konsentrasinya meningkat kalau ginjal
melepas renin sebagai respons terhadap penurunan tekanan
perfusi. Kenaikan kadar aldosteron menyebabkan peningkatan
reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastrointestinal
yang cenderung memulihkan tekanan darah
untuk kembali normal. Pelepasan aldosteron juga diting
katkan oleh hiperkalemia. Aldosteron merupakan hormon
primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangkapanjang.
Hormon- Hormon S eks Adrenal (Andro g en). Androgen
yang merupakan hormon steroid utama ketiga, dihasilkan
oleh korteks adrenal; kelompok hormon androgen ini
memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks
pria. Kelenjar adrenal dapat pula menyekresikan sejumlah
kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen
adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan
dalam jumlah yang normal, androgen adrenal mungkin
hanya memberikan sedikit efek; tetapi bila disekresikan
secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti
terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu.
Keadaan ini disebrit sindrom adrenogenital.
Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid yang normalnya berjumlah empat
buah terletak dalam leher dan tertanam dalam permukaan
posterior kelenjar tiroid. Kelenjar yang berukuran kecil
ini sulit dilihat dan dapat terangkat tanpa sengaja ketika
dilakukan pembedahan tiroid. Pengangkatan tanpa sengaja
ini merupakan penyebab hipoparatiroidisme yang paling
sering dijumpai.
Parathormon yang merupakan hormon protein dari
kelenjar paratiroid mengatur metabolisme kalsium dan
fosfor. Peningkatan sekresi parathormon mengakibatkan
peningkatan absorpsi kalsium di ginjal, intestinum dan
tulang sehingga terjadi kenaikan kadar kalsium dalam
darah. Beberapa kerja hormon ini meningkat dengan
adanya vitamin D. Parathormon juga cenderung menurunkan
kadar fosfor darah.
Parathormon yang berlebihan dapat mengakibatkan
kenaikan kadar kalsium serum; keadaan ini merupakan
sihrasi yang dapat membawa kematian. Apabila produk
kalsium dan fosfor serum (kalsium x fosfor) meningkat,
dapat terjadi pengendapan kalsium fosfat dalam berbagai
organ fubuh, yang menyebabkan kalsifikasi jaringan.
Pengeluaran parathormon diatur oleh kadar kalsium
terionisasi dalam darah. Peningkatan kalsium serum
mengakibatkan penurunin sekresi parathormon sehingga
terbentuk suatu mekanisme umpan-balik.
Pankreas
Pankreas, yang terletak dalam rongga abdomen bagian
atas, memiliki fungsi kelenjar eksokrin (erukn-enzim
digestifl dan endokrin. Berbeda dengan kelenjar endokrin,
kelenjar eksokrin menyekresikan produknya lewat
saluran (duktus) ke tempat produk tersebut akan diguna
kan dan bukan ke dalam aliran darah.
Bagian Eksokrin Pankreas. Hasil sekresi bagian
eksokrin pankreas dikumpulkan dalam duktus pankreati
kus yang akan bersatu dengan duktus koledokus dan
memasuki duodenum pada ampula Vater. Di sekeliling
ampula terdapat sfingter Oddi yang secara parsial me
ngendalikan kecepatan pengaliran hasil sekresi pankreas
maupun kelendar empedu ke dalam duodenum.
Hasil sekresi pankreas berupa enzim-enzim digestif
yang kaya protein dan elektrolit. Hasil sekresi tersebut
bersifat sangat alkalis akibat konsentrasi natrium bikar
bonat yang tinggi; sifat alkalis ini dapat menetralkan
cairan lambung yang sangat asam yang memasuki duode
num. Hasil sekresi enzim tersebut mencakup amilase
yang membantu pencernaan karbohidrat; tripsin yang
membantu pencernaan protein; dan lipase yang mem
bantu pencernaan lemak. Enzim-enzim lain yang mem
bantu pemecahan bahan makanan yang lebih kompleks
juga disekresikan.
Sekresi getah pankreas bagian eksokrin ini distimulasi
oleh hormon-hormon yang muncul dalam traktus gastrointestinal.
Sekretin merupakan stimulus utama yang
merangsang peningkatan sekresi natrium bikarbonat dari
pankreas, dan stimulus utama untuk sekresi enzim digestif
adalah hormon kolesistokinin-pankreozimin (CCK-PZ).
Saraf vagus juga mempengaruhi sekresi pankreas bagian
eksokrin.
Pankreas Bagian Endokrin. Pulau-pulau Langerhans
yaitu bagian endokrin pankreas, merupakan kumpulan sel
yang terbenam dalam jaringan pankreas. Kumpulan sel
ini tersusun dari sel alfa, sel beta dan sel delta. Hormon
yang diproduksi sel beta disebut insulin, sel alfa menyeresikan
glukagon, dan sel delta menyekresikan somatostatin.
Insulin. Kerja utama insulin adalah untuk menurunkan
kadar glukosa darah dengan memfasilitasi masuknya
glukosa ke dalam sel jaringan hati, otot danjaringan lain
tempat glukosa disimpan sebagai glikogen atau dibakar
untuk menghasilkan energi. Insulin juga meningkatkan
penyimpanan lemak dalam jaringan adiposa dan sintetis
protein dalam berbagai jaringan ubuh. Tanpa adanya
insulin, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan akan
diekskresikan ke dalam urin. Keadaan ini, yang disebut
diabetes melitus, dapat didiagnosis berdasarkan tingginya
kadar glukosa dalam darah dan urin. Pada diabetes
melitus, lemak dan protein yang tersimpan akan diguna
kan sebagai pengganti glukosa untuk menghasilkan energi
dengan konsekuensi hilangnya massa tubuh. (Diabetes
melitus dibahas lebih rinci dalam Bab 39.) Kecepatan
sekresi insulin dari pankreas dalam keadaan normal diatur
oleh kadar glukosa darah.
Glukagon. Efek glukagon (yang berlawanan dengan
efek insulin) terutama adalah menaikkan kadar glukosa
darah melalui konversi glikogen menjadi glukosa dalam
hati. Glukagon disekresikan oleh pankreas sebagai respons
terhadap penurunan kadar glukosa darah.
Somatostatin Somatostatin menimbulkan efek hipoglikemik
dengan menghambat pelepasan hormon pertumbuhan
dari hipofisis dan glukagon dari pankreas; kedua
hormon yang disebutkan terakhir ini menaikkan kadar
glukosa darah.
Pengendalian Endokrin pada Metabolisme Karbohidrat.
Glukosa untuk memenuhi kebutuhan energi bagi
tubuh berasal dari metabolisme karbohidrat yang dikonsumsi
dan juga dari protein melalui proses glukoneogenesis.
Glukosa dapat disimpan untuk sementara waktu
dalam hati, otot danjaringan lain dalam bentuk glikogen.
Sistem endokrin mengendalikan kadar glukosa darah dengan
mengatur kecepatan sintesis, dan penyimpanan serta
pengaliran glukosa dari dan ke dalam aliran darah.
Melalui kerja hormon tersebut, kadar glukosa darah normal
akan dipertahankan pada tingkat kurang-lebih 100
mg/dl (5,5 mmol/L). Insulin merupakan hormon primer
yang menurunkan kadar glukosa darah. Hormon-hormon
yang bekerja menaikkan kadar glukosa darah adalah
glukagon, epinefrin, adrenokortikosteroid, hormon pertumbuhan
dan tiroid.
Kelenior Tiroid
Pengkajian: Tes Fungsi Tiroid
Beberapa tes tiroid sudah tersedia dan mungkin diperlukan
untuk memberikan gambaran yang lengkap serta
akurat tentang fungsi tiroid. Di samping itu, hasil evaluasi
gejala dan tanda-tanda klinik akan memberikan informasi
yang berguna mengenai fungsi kelenjar tiroid.
Efek stimulasi kelenjar tiroid ditimbulkan melalui
produksi dan distribusi dua buah hormon: tiroksin (To)
yang mempertahankan metabolisme tubuh dalam keadaan
stabil, dan triiodotironin (T,) yang potensinya kuranglebih
lima kali potensi To serta memiliki kerja metabolik
yang lebih cepat. Pengrikuran kadar hormon tiroid dalam
darah dilakukan untuk mengkaji fungsi tiroid.
T4 Serum. Tes yang paling sering dilakukan ridalah
penentuan T4 serum dengan teknik radioimmunoassay
atau pengikatan kompetitif. Kisaran T4 dalam serum yang
normal berada di antara 4,5 dan 11,5 y.gl/dl (58,5 hingga
150 nmol/L). T4 terikat terutama dengan TBG dan prealbumin;
T, terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat
dengan protein. Setiap faktor yang mengubah protein
pengikat ini juga akan mengubah kadar T4. Penyakit
sistemik yang serius, obat-obatan (yaitur kontrasepsi oral,
steroid, fenitoin, salisilat) dan penipisan protein sebagai
akibat dari nefrosis serta penggunaan hormon androgen
dapat mempengaruhi ketepatan hasil tes.
Tj Serum. T3 serum mengukur kandungan T, bebas
dan terikat, atau T3 total, dalam serum. Sekresinya terjadi
sebagai respons terhadap sekresi TSH dan Ta. Meskipun
kadar T3 dan To serum umumnya meningkat atau menurun
secara bersama-sama, namirn kadar Ta tampaknya
merupakan tanda yang akurat untuk menunjukkan adanya
hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar Ta
lebih besar daripada kadar T3. Batas-batas normal untuk
T3 serum adalah 70 hingga 220 ngldl (1,15 hingga 3,10
nmol/L).
Tes T3 Ambilan Resin. Tes T3 ambilan resin merupakan
pemeriksaan untuk mengukur secara tidak langsung
kadar TBG tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan
jumlah hormon tiroid yang terikat dengan TBG
dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Pemeriksaan ini
menghasilkan indeks jumlah hormon tiroid yang sudah
ada dalam sirkulasi darah pasien. Normalnya, TBG tidak
sepenuhnya jenuh dengan hormon tiroid, dan masih
terdapat tempat-tempat kosong untuk mengikat T3 berlabel-
radioiodium, yang ditambahkan ke dalam spesimen
darah pasien. Nilai ambilan T3 yang normal adalah 25%
hingga 35% (fraksi ambilan relatif: 0,25 hingga 0,35)
yang menunjukkan bahwa kurang-lebih sepertiga dari
tempat yang ada pada TBG sudah ditempati oleh hormon
tiroid. Jika jumlah tempat yang kosong rendah, seperti
pada hipertiroidisme, maka ambilan T3 lebih besar dari
35% (0,35). Bila jumlah tempat yang tersedia itu tinggi,
seperti pada hipotiroidisme, maka hasil tesnya kurang
dafi25% (0,25).
Ambilan T3 sangat berguna untuk mengevaluasi kadar
hormon tiroid pada pasien yang mendapatkan iodium
dalam dosis diagnostik atau terapeutik. Hasil tes dapat
berubah karena pemberian estrogen, androgen, salisilat,
fenitoin, antikoagulan atau steroid.
Tes TSH (Thyroid-Stimulating Hormone). Sekresi T3
dan Ta oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormon stimulasi.
tiroid (TSH atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis
anterior. Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat
penting artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan
kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri
dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada
hipofisis atau hipotalamus.
Radioimmunoassay TSH Kadar TSH dalam serum
dapat diukur dengan pemeriksaan radioimmunoassay.
Peningkatan kadar TSH terjadi pada penderita hipotiroidisme
primer. Ujikadar imunoradiometrik untuk TSH
menggunakan antibodi monoklonal berlabel merupakan
pemeriksaan dengan spesifisitas dan sensitivitas yang
Tes Thyrotropin-Releasing Hormone. Tes stimulasi
TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan
TSH di hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil
tes T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Pasien diminta
berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum
dan sesudah penyuntikan TRH secara intravena, sampel
darah diambil untuk mengukur kadar TSH. Pada hipotiroidisme
yang disebabkan oleh kelainan primer kelenjar
tiroid, maka akan ditemukan peningkatan kadar TSH serum;
sedangkan pada hipotiroidisme yang disebabkan
oleh penyakit hipofisis atau hipotalamus maka respons
terhadap penyuntikan TRH akan melambat atau tidak
terdapat sama sekali. Sebelum tes dilakukan, kepada
pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara
intravena dapat menyebab kemerahan pada wajah yang
bersifat temporer, mual, atau keinginan untuk buang air
kecil. Tes ini sudah jarang dikerjakan lagi pada saat ini
karena spesifisitas dan sensitivitasnya meningkat.
Tiroglobulin. Tiroglobulin yang merupakan prekursor
untuk T3 dan Ta dapat diukur kadarnya dalam serum
dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan
radioimmunoassay. Faktor-faktor yang meningkatkan
atau menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi T,
serta Ta memiliki efek yang sempa terhadap sintesis dan
sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin meningkat pada
karsinoma tiroid, hipertiroidisme dan tiroiditis subakut.
Kadar tiroglobulin juga dapat meningkat pada keadaan
fisiologik yang normal seperti kehamilan. Peningkatan
atau penurunan kadarnya dapat disebabkan oleh obatobatan
atau oleh tindakan diagnostik dan terapeutik yang
meningkatkan kadar tiroglobulin serum untuk sementara
waktu. Pengukuran kadar tiroglobulin diperlukan untuk
tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma tiroid
serta penyakit tiroid metastatik.
Ambilan lodium Radioaktif. Tes ambilan iodiumradioaktif
dilakukan untuk mengukur kecepatan pengambilan
iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikkan
I13r atau radionutiiOu lui*y^ d"ngun dosis tracer,
dan pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah
skintilasi (scintillation counter) yang akan mendeteksi
serta menghitung sinar garnma yang dilepaskan dari hasil
penguraian I13r dalam kelenjar tiroid. Tes ini mengukur
proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang
terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah
pemberiannya. Tes ambilan iodium-radioaktif merupakan
pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang
dapat diandalkan. Hasil tes ini dipengaruhi oleh asupan
iodida atau hormon tiroid; karena itu, anamnesis yang
cermat mengenai riwayat sakit sebelumnya sangat diper-
Iukan dalam mengevaluasi hasil tes. Nilai yang normal
bervariasi diantara kawasan geografik yang satu dengan
lainnya dan menurut asupan iodium. Penderita hipertiroidisme
akan mengalami penumpukan 1131 dalam proporsi
yang tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien),
sedangkan penderita hipotiroidisme memperlihatkan am'
bilan yang sangat rendah. Tes ini juga digunakan untuk
menentukan apakah diperlukan pemberian 1131 dalan
pengobatan seorang penderita hipertiroidisme.
P emindai- Radio atau Pemindai- Skintilasi Tiroid. se
rupa dengan tes ambilan iodium-radioaktif, dalam pemindaian
tiroid digunakan alat detektor skintilasi dengar
fokus kuat yang digerakkan maju-mundur dalam suatu
rangkaian jalur paralel dan secara progresif kemudiar
digerakkan ke bawah. Pada saat yang bersamaan, aliu
pencetak merekam suatu tanda ketika telah tercapai suatu
jumlah hitungan yang ditentukan sebelumnya. Teknik ini
akan menghasilkan gambar visual yang menentukan loka
si radioaktivitas di daerah yang dipindai. Meskipun tril
merupakan isotop yang paling sering digunakan, beberapa
isotop iodium lainnya yang mencakup Tce' (sodium
pertechnetate) dan isotop radioaktif lainnya (thalliuo
serta americum) digunakan di beberapa laboratoriun
karena sifat-sifat fisik dan biokimianya memungkinkan
untuk pemberian radiasi dengan dosis rendah.
Pemindaian sangat membantu dalam menentukan lokasi,
ukuran, bentuk dan fungsi anatomik kelenjar tirokl.
khususnya kalau jaringan tiroid tersebut terletak substernal
atau berukuran besar. Identifikasi daerah yang mengalami
peningkatan fungsi ("hot areas") atau penurunn
fungsi ("cold areas") dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Meskipun sebagian besar daerah ya4g
mengalami penurunan fungsi tidak menunjukkan kelainr
malignitas, defisiensi fungsi akan meningkatkan kemung:
kinan terjadinya keganasan terutama jika hanya terdape
satu daerah yang tidak berfungsi. Pemindaian terhada
keseluruhan tubuh(whole body CT scan) yang diperluh
untuk memperoleh profil seluruh tubuh dapat dilakukan
untuk mencari metastasis malignitas pada kelenjar tiroid
yang masih berfungsi.
Implikasi Tes Tiroid dalam Keperawaton. Apabih
seorang pasien diprogramkan untuk menjalani tes tiroi(
maka perlu ditentukan apakah ia menggunakan obatobatan
atau preparat yang mengandung iodium, karem
substansi ini akan mengubah sebagian hasil tes tersebul
Prepiirat yang mengandung iodida mencakup media kon-.
tras dan obat-obat unfuk pengobatan kelainan tiroid
Sumber iodium lain yang tidak begitu jelas terlihat adalal
antiseptik topikal, preparat multivitamin dan suplemen
makanan yang sering dijumpai pada toko-toko penjud
makanan kesehatan, sirup obat batuk dan amiodaron"
yaitu suatu obat antiaritmia. Preparat lain yang dapar
mempengaruhi nilai pemeriksaan fungsi tiroid adalah es.
trogen, salisilat, amfetamin, preparat kemoterapi, antibiotik,
steroid dan diuretik merkurial, Pasien harus ditanya
mengenai penggunaan semua obat ini, dan penggunaan
obat-obat tersebut harus dicatat dalam formulir
permohonan tes fungsi tiroid yang dikeluarkan oleh
laboratorium" Tabel 40-2 memberikan daftar sebagian
obat yang dapat mempengaruhi akurasi pemeriksaan
fu ngsi kelen-lar tiroid.
Tes Fungsi Tiroid yang l-arn. Pemeriksaan diagnostik
lain dan prosedur pengkajian yang berguna untuk mendeteksi
dan menegakkan diagnosis kelainan tiroid atau efek
penyakit tiroid mencakup waktu refleks tendon Achilles
(mengukur periode kontraksi dan relaksasi refleks tendon
Achilles), kadar kolesterol serum, elektrokardiogram
(EKG), pemeriksaan enzim otot (alanin transaminase
IALT] atau serum, glutamic-pyruvic transaminase
ISGPT], lactic-acid dehydrogenase [LDH], dan creatine
kinase [CK]). Pemeriksaan USG, pemindai CT dan MRI
(.magnetic resonance imaging) dapat digunakan untuk
menjelaskan atau memastikan hasil-hasil pemeriksaan
diagnostik yang lain.
Pemeriksaan Keleniar Tiroid
Kelenjar tiroid diinspeksi dan dipalpasi secara rurin pada
semua pasien. Identifikasi daerah anatomis spesifik diperlukan
untuk menjamin pengkajian yang akurat. Daerah
leher bagian bawah antara otot-otot sternokleidomastoideus
diinspeksi untuk melihat apakah terdapat benjolan
di sebelah anterior atau tampak asimetris. Pasien diminta
unfuk sedikit mengekstensikan lehernya dan menelan.
Normalnya jaringan tiroid akan bergerak naik jika pasien
menelan. Kemudian dilakukan palpasi tiroid untuk menentukan
ukuran, bentuk, konsistensi, kesimetrisan dan
adanya nyeri tekan.
Pemeriksa harus melakukan pemeriksaan bagian ini
baik dari posisi anterior maupun posterior. Palpasi kelenjar
tiroid dapat dilakukan secara efektif apabila posisi
pasien membelakangi pemeriksa, dan pemeriksa melakukan
prosedur ini dengan menggunakan kedua belah tangan
melingkari leher pasien (lihat Gbr. 40-4). Ibu jari tangan
diletakkan pada bagian posterior leher, sementara jari
telunjuk dan jari tengah melakukan palpasi untuk meraba
istrnus tiroid serta permukaan anterior lobus lateralis. Apabila
teraba, daerah istmus akan terasa sebagai bagian yang
kenyal dengan konsistensi yang menyerupai gelang karet.
Lobus kiri diperiksa dengan menemparkan pasien
dalam posisi leher sedikit fleksi ke depan dan ke kiri.
Kemudian kartilago tiroid didorong ke kiri dengan jarijari
tangan kanan. Gerakan ini akan menggeser lobus kiri
ke dalam muskulus sternokleidomastoideus sehingga mudah
dipalpasi, Lobus kiri lalu dipalpasi dengan meletakkan
ibu jari tangan kiri ke dalam bagian posterior muskulus
sternokleidomastoideus, semenlara jari telunjuk dan
jari tengah melakukan penekanan yang berlawanan dari
bagian anterior otot tersebut. Gerakan menelan pada saat
dilakukan gerakan ini, dapat membantu pemeriksa untuk
menentukan lokasi tiroid pada saat kelenjar tersebut
bergerak naik dalam leher. Prosedur terhadap lobus
kanan dikerjakan secara terbalik. Istmus merupakan safusatunya
bagian tiroid yang dalam keadaan normal dapat
diraba. Jika pasien memiliki leher yang sangar kurus,
kadang-kadang dapat teraba pula dua buah lobus yang
tipis, Iicin dan tidak nyeri bila ditekan.
Apabila kelenjar tiroid pada palpasi ditemukan membesar,
auskultasi kedua lobus dilakukan dengan corong
membran stetoskop. Auskultasi akan mengenaii vibrasi
setempat yang terdengar seperti bruit. Gejala ini merupakan
gambaran abnormal yang menunjukkan adanya peningkatan
aliran darah lewat kelenjar tiroid dan mengharuskan
perawat untuk segera merujuk pasien kepada
dokter. Adanya nyeri tekan, pembesaran, nodularitas
dalam kelenjar tiroid juga memerlukan rujukan unruk
mendapatkan evaluasi tambahan (Tabel 40-3).
Hipotiroidisme
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan
terjadinya hipofungsi tiroid yang berjalan lambar dan
diikuti oieh gejala-gejala kegagalan tiroid" Keadaan ini
terjadi akibat kadar hormon tiroid berada di bawah nilai
optimal.
Tipe
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami
hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu kepada
disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri (Braverman & Utiger,
1991). Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan
kelenlar hipofisis, hipotalamus atau keduanya, keadaan
ini dikenal dengan istilah hipotiroidisme senftal. Hipotiroidisme
sentral dapat disebut sebagai hipotiroidisme
sekunder atau pituitaria jika sepenuhnya disebabkan
oleh kelainan hipofisis, dan hipotiroidisme tertier atau
hipotalamus jika ditimbulkan oleh kelainan hipotalamus
yang mengakibatkan sekresi TSH tidak adekuat akibat
penurunan stimulasi oleh TRH. Apabila defisiensi tiroid
terjadi sejak lahir, keadaan ini dinamakan kretinisme.
Pada keadaan semacam itu, ibu mungkin juga menderita
defisiensi tiroid.
Istilah miksedema mengacu kepada penumpukan mukopolisakarida
dalam jaringan subkutan dan interstisial
lainnya; meskipun miksedema terjadi pada hipotiroidisme
yang sudah berlangsung lama dan berat, istilah tersebut
hanya tepat digunakan untuk menyatakan gejala ekstrim
pada hipotiroidisme yang berat.
Penyebab
Penyebab hipotiroidisme yang paling sering ditemukan
pada orang dewasa adalah tiroiditis otoimun (tiroiditis
Hashimoto), di mana sistem imun menyerang kelenlar
tiroid (Tonner & Schlechte, 1993). Gejala hipertiroidisme
(lihat hlm. 1307) kemudian dapat diikuti oleh gejala
hipotiroidisme dan miksedema.
Hipotiroidisme juga sering terjadi pada pasien dengar
riwayat hipertiroidisme yang menjalani terapi radioiodium,
pembedahan, atau preparat antitiroid. Kejadian irr:
paling sering dijumpai pada wanita lanjut-usia. Terapr
radiasi untuk penanganan kanker kepala dan leher kinj
semakin sering menjadi penyebab hipotiroidisme pada
lansia laki-laki; karena itu, pemeriksaan fungsi rirorc
dianjurkan bagi semua pasien yang menjalani terap:
tersebut. Penyebab hipotiroidisme yang lain disampaikar.
dalam Bagan 40-1 "
Manlfestasi Klinik
Gejala dini hipotiroidisme tidak spesifik, namun kelelahan
yang ekstrim menyulitkan penderitanya untuk melak
sanakan pekerjaan sehari-hari secara penuh atau ikut serta
dalam aktivitas yang lazim dilakukannya. Laporan tentang
adanya kerontokan rambut, kuku yang rapuh serta
kulit yang kering sering ditemukan, dan keluhan rasa baal
seru parestesia pada jari-jari tangan dapat terjadi. Kadang-
kadang suara menjadi kasar, dan pasien mungkin
mengeluhkan suara yang parau. Gangguan haid seperti
menorhagia atau amenore akan terjadi di samping hilangnya
libido. Hipotiroidisme menyerang wanita lima kali
iebih sering dibandingkan laki-laki dan paling sering
terjadi pada usia di antara 30 hingga 60 tahun.
Hipotiroidisme berat mengakibatkan suhu tubuh dan
frekuensi nadi subnormal. Pasien biasanya mulai mengalami
kenaikan berat badan yang bahkan terjadi tanpa
peningkatan asupan makanan, meskipun penderita hipotiroid
yang berat dapat terlihat kakeksia. Kulit menjadi
rebal karena penumpukan rnukopolisakarida dalam jaringan
subkutan (asal mula istilah miksedema). Rambut
menipis dan rontok; wajah tampak tanpa ekspresi dan
mirip topeng. Pasien sering mengeluhkan rasa dingin
meskipun dalam lingkungan yang hangat.
Pada mulanya, pasien mungkin mudah tersinggung
dan mengeluh merasa lemah; namun dengan berlanjutnya
kondisi tersebut, respons emosional di atas akan berkurang.
Proses mentai menjadi tumpul, dan pasien tampak
apatis. Bicara meniadi lambat, lidah membesar, dan
ukuran tangan serta kaki bertambah. Pasien sering mengeluh
konstipasi. Ketulian dapat pula terjadi.
Hipotiroidisme lanjut dapat menyebabkan demensia
disertai perubahan kognitif dan kepribadian yang khas'
Respirasi yang tidak memadai dan apnu saat tidur dapat
ierjadi pada hipotiroidisme yang berat. Efusi pleura, efusi
perikardial dan kelemahan otot pernapasan dapat pula
rerladi
Hipotiroidisme berat akan disertai dengan kenaikan
<adar kolesterol serum, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner dan fungsi ventrikel kiri yang jelek. Pasien
hipotiroidisme lanjut akan mengalami hipotermia dan
kepekaan abnormal terhadap prepant sedatif, opioid serta
atrestesi. Oleh sebab itu, semua obat ini hanya diberikan
pada kondisi tertentu.
Pasien dengan hipotiroidisrne yang belum teridentifltkasi
dan sedang menjalani pembedahan akan menghadapi
risiko yang iebih tinggi untuk mengalami hipotensi intraoperatif,
gagai jantung kongestif pascaoperatif dan perubahan
status mental.
Korna miksedema menggambarkan stadium hipoti-
:oidisme yang paling ekstrim dan berat, di mana pasien
rnengalami hipotermia dan tidak sadarkan diri. Koma
niksedema dapat terjadi sesudah peningkatan letargi yang
rerlanjut menjadi stupor dan kemudian koma. Hipoti
ioidisme yang tidak terdiagnosis dapat dipicu oleh infeksi
enu penyakit sistemik lainnya atau oleh penggunaan
lreparat sedatif atau analgetik opioid. Dorongan respira-
'orik pasien akan terdepresi sehingga timbul hipoventilasi
alveoler, retensi CO2 progresif, keadaan narkosis dan
koma. Semua gejala ini, disertai dengan kolaps kardiovaskuler
dan syok memerlukan terapi yang agresif dan
intensif jika kita ingin pasien tetap hidup. Meskipun
demikian, dengan terapi yang intensif sekalipun, angka
mortalitasnya tetap tinggi.
Penatalaksanaan
Tujuan primer penatalaksanaan hipotiroidisme adalah
memulihkan metabolisme pasien kembali kepada keadaan
metabolik normal dengan cara mengganti hormon yang
hilang, Levotiroksin sintetik (Synthroid atau Levothroid)
merupakan preparat terpilih untuk pengobatan hipotiroidisme
dan supresi penyakit goiter nontoksik. Dosis
terapi penggantian hormonal didasarkan pada konsentrasi
TSH dalam serum pasien. Preparat tiroid yang dikeringkan
jarang digunakan karena sering menyebabkan
kenaikan sementara konsentrasi T3 dan kadang-kadang
disertai dengan gejala hipertiroidisme" Jika terapi penggantian
sudah memadai, gejala miksedema akan menghilang
dan aktivitas metabolik yang normal dapat timbul
kembali.
Fada hipotiroidisme yang berat dan koma miksedema,
penatalaksanaannya mencakup pemeliharaan berbagai
fungsi vital. Gas darah arteri dapat diukur untuk menentukan
retensi karbon dioksida dan memandu pelaksanaan
bantuan ventilasi untuk mengatasi hipoventilasi. Penggunaan
alat pulse oximetry dapat pula membantu kita
untuk memantau tingkat saturasi oksigen. Pemberian
cairan dilakukan dengan hati-hati karena bahaya intoksikasi
air. Penggunaan panas eksternal (bantal pemapas)
harus dihindari karena tindakan ini akan meningkatkan
kebutuhan oksigen dan dapat menimbulkan kolaps vasku
ler. Jika terdapat hipoglikemia yang nyata, infus larutan
glukosa pekat dapat dilakukan untuk memberikan glukosa
tanpa menimbulkan kelebihan muatan cairan. Jika kondisi
miksedema berlanjut menjadi koma miksedema, maka
hormon tiroid (biasanya Synthroid) diberikan secara
intravena sampai kesadaran pasien pulih kembali. Kemudian
pasien melanjutkan pengobatan dengan terapi hormon
tiroid per oral. Karena disertai insufisiensi adrenokortikal,
terapi kortikosteroid mungkin diperlukan.
Kardiak. Setiap pasien yang sudah menderita hipotiroidisme
untuk waktu yang lama hampir dapat dipastikan
akan mengalami kenaikan kadar kolesterol, aterosklerosis
dan penyakit arteri koroner. Setelah sekian lama metabolisme
berlangsung subnormal dan berbagai jaringan termasuk
miokardium, memerlukan oksigen yang relatif
sedikit, maka penurunan suplai darah dapat ditolerir tanpa
terjadi gejala penyakit arteri koroner yang nyata. Namun
demikian, bila hormon tiroid diberikan, maka kebutuhan
oksigen akan meningkat tetapi pengangkutan oksigen
tidak dapat ditingkatkan kecuali atau sampai keadaan
aterosklerosis diperbaiki. Keadaan ini akan berlangsung
sangat lambat. Timbulnya angina merupakan tanda yang
menunjukkan bahwakebutuhan miokardium akan oksigen
melampaui suplai darahnya. Serangan angina atau aritmia
dapat terjadi ketika terapi penggantian tiroid dimulai,
karena hormon tiroid akan meningkatkan efek katekolamin
pada sistem kardiovaskuler.
Pertimbangan
o Iskemia atau infark miokard dapat terjadi sebagai
respons terhadap terapi pada penderita hipotiroidisme
yang berat dan sudah berlangsung lama atau pada
penderita koma miksedema.
Perawat harus waspada agar dapat mengenali dengan
segera tanda-tanda angina, khususnya dalam fase awal
terapi, dan jika tanda-tanda tersebut ditemukan, keadaan
ini harus segera dilaporkan serta ditangani untuk menghindari
infark miokard yang fatal. Dalam keadaan tersebut,
pemberian hormon tiroid jelas harus segera dihentikan
dan kemudian ketika terapi penggantian hormon
tiroid sudah dapat dilanjutkan kembali dengan aman,
pelaksanaannya harus sangat hati-hati dengan dosis yang
lebih rendah dan di bawah pengawasan ketat dokter serta
perawat.
Interaksi Obot. Titdakan penjagaan harus dilakukan
selama pelaksanaan terapi tiroid karena adanya interaksi
hormon tiroid dengan obat-obat lain. Hormon tiroid dapat
meningkatkan kadar glukosa darah sehingga dosis pemberian
insulin dan obat hipoglikemia oral perlu disesuaikan.
Efek hormon tiroid dapat ditingkatkan oleh fenitoin dan
antidepresan trisiklik. Hormon tiroid juga dapat meningkatkan
efek farmakologis glikosida digitalis, antikoagulan
dan indometasin sehingga memerlukan pengamatan dan
pengkajian oleh perawar untuk mendeteksi efek samping
preparat ini. Pengeroposan tulang dapat terjadi pada
terapi tiroid.
. Hipotiroidisme berat yang tidak ditangani ditandai
oleh peningkatan kerentanan terhadap semua obat
golongan hipnotik-sedatif
Obat-obat golongan hipnotik-sedatif, yang diberikan
dengan dosis kecil sekalipun, dapat menimbulkan
keadaan somnolen dan berlangsung lebih lama daripada
yang diperkirakan. Lagi pula, obat-obat ini cenderung
menyebabkan depresi respirasi yang dapat membawa
kematian akibat penurunan cadangan respirasi dan hipoventilasi
alveoler yang terjadi pada hipotiroidisme berat
serta koma miksedema.
Golongan hipnotik-sedatif jarang digunakan pada hipotiroidisme
berat. Namun, jika penggunaan preparat ini
diperlukan, dosis pemberiannya harus setengah atau sepertiga
dari dosis yang biasa diresepkan bagi pasienpasien
dengan usia dan berat badan yang sama yang
mempunyai fungsi tiroid normal. Jika penggurlaan preparat
ini sangat dibutuhkan, keadaan pasien harus dipantau
dengan ketat akan adanya tanda-tanda narkosis (keadaan
mirip stupor) atau kegagalan pernapasan.
Penatalaksanaan Keperawatan
Modifikasi Aktivitas. Penderita hipotiroidisme akan
mengalami pengurangan tenaga dan letargi sedang hingga
berat. Sebagai akibatnya, risiko komplikasi akibat imobilitas
akan meningkat. Kemampuan pasien untuk melakukan
latihan dan berperan dalam berbagai aktivitas menjadi
terbatas akibat perubahan pada status kardiovaskuler dan
pulmoner yang terjadi akibat hipotiroidisme. peranan
perawat yang penting adalah membantu perawatan dan
kebersihan diri pasien sambil mendorong partisipasi pasien
untuk melakukan aktivitas yang masih berada dalam
batas-batas toleransi yang ditetapkan untuk mencegah
komplikasi iniobilitas.
Pemantauan yang Berkelanjutan. pemarlra:uan tandatanda
vital dan tingkat kognitif pasien dilakukan dengan
ketat selama proses penegakan diagnosis dan awal terapi
untuk mendeteksi (i) kemunduran status fisik serta merF
tal, (2) tanda-tanda serta gejala yang menunjukkan peningkatan
laju metabolik akibat terapi yang melampaui
kemampuan reaksi sistem kardiovaskuler dan pernapasan,
dan (3) keterbatasan atau komplikasi miksedema y^nE
berkelanjutan.
oObat-obat harus diberikan dengan sangat hati-hati
kepada pasien hipotiroidisme mengingar adanya perubahan
metabolisme serta ekskresi obat, dan penurunan
laju metabolik serta status pernapasan.
Pengaturan Suhu. Pasien sering mengalami gejala
menggigil dan menderita intoleransi yang ekstrim.terhadap
hawa dingin meskipun ia berada dalam ruangan
bersuhu nyaman atau panas. Ekstra pakaian dan selimut
dapat diberikan, dan pasien harus dilindungi terhadap
hembusan angin. Jika pasien ingin menggunakan bantal
pemanas atau selimut listrik untuk mengurahgi gangguan
rasa nyaman dan gejala menggigil tersebut, perawat harus
menjelaskan bahwa penggunaan alat ini harus dihindari
karena berisiko menyebabkan vasodilatasi perifer,
kehilangan panas tubuh yang lebih lanjut dan kolaps
vaskuler. Di samping itu, pasien tanpa sadar dapat
terbakar ketika menggunakan alat-alat tersebut akibat
respons pasien yang lambat dan status mental yang
menurun.
Dukungan EmosionaL. Penderita hipotiroidisme sedang
hingga berat dapat mengalami reaksi emosional,
hebat terhadap perubahan penampilan serta citra tubuhnya
dan terhadap terlambarnya diagnosis, yang sering dijumpai
pada penyakit ini. Gejala dini nonspesifik dapat
menimbulkan reaksi negatif dari anggota keluarga serta
sahabat, dan pasien mungkin dianggap sebagai individu
yang mentalnya labil, tidak kooperatif atau tidak mau
berpartisipasi dalam aktivitas perawatan-mandiri.
Setelah kondisi hipotiroidisme berhasil diobati dan
semua gejalanya sudah berkurang, pasien dapat mengalami
depresi dan rasa bersalah sebagai akibat dari
progresivitas sena intensitas gejala yang timbul. pasien
dan keluarganya harus diberi tahu bahwa semua gejala
tersebut serta ketidakmampuan untuk mengenalinya sering
terjadi dan merupakan bagian dari kelainan itu
sendiri. Pasien dan keluarganya mungkin memerlukan
bantuan dan konseling untuk mengatasi masalah dan
reaksi emosional yang muncul.
Pendidikan Pasien dan Pertimbangan perawatan di
fumah. Pasien dan keluarganya sering sangat prihatin
erhadap perubahan yang mereka saksikan akibat hipotiroid.
Sering kita harus menenteramkan kembali pasien
den keluarganya dengan penjelasan bahwa banyak di
mtara gejala-gejala tersebut akan menghilang setelah
erapi berhasil dilakukan. Pasien diberitahu untuk terus
minum obat seperti yang diresepkan dokter meskipun
grjala sudah membaik. Instruksi tentang diet diberikan
untuk meningkatkan penurunan berat badan begitu pengobatan
dimulai, untuk mempercepat pemulihan pola defetasi
normal. Akibat pelambatan proses mental pada
tipotiroidisme, maka anggota keluarga harus diberitahu
dan dijelaskan tentang tujuan terapi, program pengobatan
serta efek samping yang harus dilaporkan kepada dokter.
Selain itu, semua instruksi dan pedoman ini harus disampaikan
pula secara tertulis kepada pasien, keluarga dan
perawat kunjungan rumah.
Penderita hipotiroidisme dan koma miksedema, yang
biasanya merupakan wanita lanjut-usia, memerlukan tindak-
lanjut penyuluhan dan perawatan kesehatan. Sebelum
keluar dari rumah sakit, beberapa program harus dilakukan
untuk memastikan bahwa pasien akan kembali ke
suatu lingkungan yang akan meningkatkan kepatuhannya
terhadap rencana terapi yang diresepkan dokter. pasien
memerlukan dorongan dan bantuan dalam penggunaan
obat setiap hari. Bantuan dalam menyusun jadwal atau
catatan akan memastikan penggunaan obat yang akurat
dan lengkap. Pentingnya terapi penggantian hormon tiroid
yang berkelanjutan dan pemeriksaan tindak lanjut secara
periodik harus ditekankan kembali, dan pasien serta
anggota keluarganya perlu diajarkan untuk mengetahui
tanda-tanda pengobatan yang berlebihan (overmedikasi)
dan yang kekurangan (undermedikasi).
Jika diperlukan, rujukan kepada perawat yang akan
melakukan perawatan di rumah dapat dianrr untuk mengkaji
kepulihan pasien dan kemampuannya dalam mengatasi
berbagai perubahan yang baru terjadi. perawat di
rumah melakukan pengkajian terhadap status fisik dan
kognitif pasien, pemahaman pasien serta keluarganya
terhadap pentingnya pengobatan jangka-panjang seperti
yang diresepkan, dan kepatuhan padajadwal pengobatan,
pemeriksaan tindak lanjut serta kunjungan untuk kontrol
seperti yang direkomendasikan. Tanda-tanda dan gejala
yang samar tetapi dapat menunjukkan apakah pemberian
hormon tiroksin kurang memadai ataukah berlebihan
harus dicatat dan dilaporkan kepada dokter atau petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan primer.
Asuhan keperawatan bagi penderita hipotiroidisme
dan miksedema dirangkumkan dalam Rencana Asuhan
Keperawatan 40-1.
Pertimbangan Gerontologi
Sebagian besar penderita hipotiroidisme primer berusia
40 hingga 70 tahun dan biasanya ditemukan mengalami
hipotiroidisme ringan sampai sedang yang telah berjalan
Iama. Sembilan puluh delapan persen hingga 99% kasus
hipotiroidisme pada individu berusia lanjut berupa hipotiroidisme
primer atau tiroidal (Braverman & Utiger,
1991). Prevalensi hipotiroidisme yang tinggi pada manula
berhubungan dengan perubahan fungsi imun yang menyertai
pertambahan umur. Namun demikian, meskipun
terdapat insidens disfungsi tiroid yang tinggi pada manula,
insidens penyakit tiroid yang tidak terdiagnosis atau