Hipotiroid.docx

31
1. Definisi dan Klasifikasi Definisi Hipotiroid (hiposekresi hormon tiroid) adalah status metabolik yang diakibatkan oleh krkurangan hormon tiroid. (Caroline, 2000) Hipertiroidisme adalah suatu sindrome klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid yang mengakibatkan fungsi metabolik. (Greenspan, 2000) Hipotiroidisme (hiposekresi hormone tiroid) adalah status metabolic yang di akibatkan oleh kekurangan hormone tiroid. Hipotiroidisme kognital dapat mengakibatkan kretinisme. Hipotiroidisme adalah suatu syndrome klinis akibat dari defisiensi hormone tiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolic. (Ari Sutjahjo, 2001) Hipotiroidisme adalah syndrom klinis akibat defisiensi hormone tiroid (pradana Soewondo dan Rahmat Cahyanur, 2001) Klasifikasi Klasifikasi hipotiroid menurut penyebabnya: Hipotiroid primer (hipotiroid tiroidal) Penyebab dari hipotiroid primer mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid. Jenis primer ini paling sering ditemukan terjadi di masyarakat, yang meliputi penyakit Hashimoto tiroiditis (sejenis penyakit autoimmune) dan terapi radioiodine (RAI) untuk merawat penyakit hipertiroidisme.

Transcript of Hipotiroid.docx

1. Definisi dan Klasifikasi

Definisi

Hipotiroid (hiposekresi hormon tiroid) adalah status metabolik yang diakibatkan

oleh krkurangan hormon tiroid. (Caroline, 2000)

Hipertiroidisme adalah suatu sindrome klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid

yang mengakibatkan fungsi metabolik. (Greenspan, 2000)

Hipotiroidisme (hiposekresi hormone tiroid) adalah status metabolic yang di

akibatkan oleh kekurangan hormone tiroid. Hipotiroidisme kognital dapat

mengakibatkan kretinisme.

Hipotiroidisme adalah suatu syndrome klinis akibat dari defisiensi hormone tiroid,

yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolic. (Ari Sutjahjo, 2001)

Hipotiroidisme adalah syndrom klinis akibat defisiensi hormone tiroid (pradana

Soewondo dan Rahmat Cahyanur, 2001)

Klasifikasi

Klasifikasi hipotiroid menurut penyebabnya:

Hipotiroid primer (hipotiroid tiroidal)

Penyebab dari hipotiroid primer mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid. Jenis

primer ini paling sering ditemukan terjadi di masyarakat, yang meliputi penyakit

Hashimoto tiroiditis (sejenis penyakit autoimmune) dan terapi radioiodine

(RAI) untuk merawat penyakit hipertiroidisme. Lebih dari 95% penderita

hipotiroidime mengalami hipotiroidime tipe ini.

Hipotiroid sekunder (hipotiroid sentral / pituitaria)

Bila disfungsi kelenjar tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis,

hipotalamus atau keduanya disebut dengan hipotiroid sentral atau hipotiroid

sekunder atau hipotiroid pituitaria.Kejadian ini terjadi jika kelenjar hipofisis tidak

menghasilkan cukup hormon perangsang tiroid (TSH) untuk merangsang kelenjar

tiroid untuk menghasilkan jumlah tiroksin yang cukup. Biasanya terjadi apabila

terdapat tumor di kelenjar hipofisis, radiasi atau pembedahan yang menyebabkan

kelenjar tiroid tidak lagi dapat menghasilkan hormon yang cukup.

Hipotiroidime tertier (hipotalamus)

Jenis Hipotiroid tertier terjadi ketika hipotalamus sepenuhnya gagal menghasilkan

TRH yang cukup. Biasanya disebut juga disebut hypothalamic-pituitary-axis

hypothyroidism. Ditimbulkan oleh kelainan hipotalamus yang mengakibatkan

sekresi tsh tidak adekuat aktibat penurunan stimulasi TRH. (Brunner & Suddarth :

1300)

Klasifikasi hipotiroid menurut usia:

Kretinisme (Hipotiroidisme congietal)

Adalah difisiensi tiroid yang diderita sebelum atau segera sesudah lahir. pada

keadaan ini, ibu mungkin juga menderita difisiensi tiroid.

Hipotiroidisme juvenilis

Timbul sesudah usia 1 atau 2 tahun

Miksedema

Adalah penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan supkutan dan intersisial

lainnya. Meskipun meksedema terjadi pada hipotiroidime yang sudah berlangsung

lama dan berat istilah tersebut hanya dapat digunakan untuk menyatakan gejala

ekstrim pada hipotiroidime yang berat (Suddart, 2000)

2. Epidemiologi

Hipotiroid merupakan suatu penyakit kronik yang sering ditemukan di masyarakat.

Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat sebagian besar

penduduk bermukim didaerah defesiensi iodium. Sebaliknya di negara-negara Barat,

penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun.

Insidensi hipotiroid bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan lingkungan

seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu juga

berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia

penyebab hipotiroid terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara itu

dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering adalah

tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroid adalah 5 per 1000,

sedangkan prevalensi hipotiroid subklinis sebesar 15 per 1000. Hipotiroid umumnya

lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian hipotiroid

primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per 1000

penduduk untuk pria.

3. Etiologi

1 Malfungsi hipotalamus dan hipofisis anterior

Malfungsi hipotalamus dan hipofisis anterior akan menyebabkan rendahnya kadar

TRH (Thyroid Stimulating Hormone) dan TSH (Thyrotropin Releasing Hormone), yang

akan berdampak pada kadar HT (Hormon Tiroid) yang rendah.

2 Malfungsi kelenjar tiroid

Kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TRH dan TSH karena

tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.

3 Sebab-sebab bawaan (kongenital)

Ibu kurang mendapat bahan goitrogen (yodium, tiourasil, dsb) Kekurangan yodium

jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara

terbelakang. Pada daerah-daerah dari dunia dimana ada suatu kekurangan yodium

dalam makanan, hipotiroid yang berat dapat terlihat pada 5% sampai 15% dari

populasi.

a. Pengobatan yodium radio-aktif

Pasien-pasien yang telah dirawat untuk suatu kondisi hipertiroid (seperti

penyakit Graves) dan menerima yodium ber-radioaktif mungkin menimbulkan

sedikit jaringan tiroid yang tidak berfungsi setelah perawatan. Kemungkinan

dari ini tergantung pada sejumlah faktor-faktor termasuk dosis yodium yang

diberikan, bersama dengan ukuran dan aktivitas dari kelenjar tiroid. Jika tidak

ada aktivitas yang signifikan dari kelenjar tiroid enam bulan setelah perawatan

yodium ber-radioaktif, biasanya diperkirakan bahwa tioroid tidak akan berfungsi

lagi secara memadai. Akibatnya adalah hipotiroid.

b. Induksi obat-obatan

Obat-obatan yang digunakan untuk merawat suatu tiroid yang aktif berlebihan

(hipertiroid) sebenarnya mungkin menyebabkan hipotiroid. Obat-obat ini

termasuk methimazole (Tapazole) dan propylthiouracil (PTU). Obat psikiatris,

lithium (Eskalith, Lithobid) adalah juga diketahui merubah fungsi tiroid dan

menyebabkan hipotiroid. Menariknya, obat-obat yang mengandung suatu

jumlah yang besar dari yodium seperti amiodarone (Cordarone), potassium

iodide (SSKI, Pima), dan Lugol’s solution dapat menyebabkan perubahan-

perubahan dalam fungsi tiroid, yang mungkin berakibat pada tingkat-tingkat

darah dari hormon tiroid yang rendah.

c. Hashimoto’s Thyroiditis

Penyebab yang paling umum dari hipotiroid di Amerika adalah suatu kondisi

yang diwariskan/diturunkan yang disebut Hashimoto’s thyroiditis. Kondisi ini

dinamakan menurut Dr. Hakaru Hashimoto yang pertama kali menjelaskannya

pada tahu 1912. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya membesar (gondokan)

dan mempunyai suatu kemampuan yang berkurang untuk membuat hormon-

hormon tiroid. Hashimoto’s adalah suatu penyakit autoimun dimana sistim

imun tubuh secara tidak memadai menyerang jaringan tiroid. Kondisi ini

diperkirakan mempunyai suatu basis genetik. Contoh-contoh darah yang

diambil dari pasien-pasien dengan penyakit ini mengungkapkan suatu jumlah

yang meningkat dari antibodi-antobodi pada enzim ini, thyroid peroxidase

(antibodi-antibodi anti-TPO). Karena basis untuk penyakit autoimun mungkin

mempunyai suatu asal yang umum, adalah bukan tidak biasa menemukan

bahwa seorang pasien dengan Hashimoto’s thyroiditis mempunyai satu atau

lebih penyakit autoimun lainnya atau pernicious anemia (kekurangan B12).

Hashimoto’s dapat diidentifikasikan dengan mendeteksi antibodi-antibodi anti-

TPO dalam darah dan atau dengan melakukan suatu thyroid scan.

4 Sebab-sebab yang didapat (acquired):

a. Tiroiditis limfositik menahun

Thyroiditis merujuk pada peradangan kelenjar tiroid. Ketika peradangan

disebabkan oleh suatu tipe tertentu dari sel darah putih yang dikenal sebagai

suatu limfosit, kondisinya dirujuk sebagai lymphocytic thyroiditis. Pada kasus-

kasus ini, biasanya ada suatu fase (dimana jumlah-jumlah hormon tiroid yang

berlebihan bocor keluar dari kelenjar yang meradang), yang diikuti oleh suatu

fase hipotiroid yang dapat berlangsung sampai enam bulan.

b. Tiroidektomi.

Karsinoma tiroid dapat sebagai penyebab, tetapi tidak selalu menyebabkan

hipotiroidisme. Terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah

tiroidektomi. Tiroidektomi merupakan pengangkatan kelenjar tiroid sewaktu

operasi, yang biasanya akan diikuti oleh hipotiroid. Selain itu, pemberian obat

penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan

tiroid, semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. (Price, 2000).

c. Defisiensi yodium (gondok endemik).

Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam

makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodium

terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik

dalam usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT

yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya

umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan,

menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme

goitrosa). (Price, 2000).

4. Patofisiologi

(terlampir)

5. Manifestasi Klinik

A. Kulit dan rambut

Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal

Pembengkakan, tangan, mata dan wajah

Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya buruk

Tidak tahan dingin

Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal

B. Muskuloskeletal

Volume otot bertambah, glossomegali

Kejang otot, kaku, paramitoni

Artralgia dan efusi sinovial

Osteoporosis

Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda

Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis

Kadar fosfatase alkali menurun

C. Neurologik

Letargi dan mental menjadi lambat

Aliran darah otak menurun

Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian kurang,

penurunan reflek tendon)

Ataksia (serebelum terkena)

Gangguan saraf ( carfal tunnel)

Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu

D. Kardiorespiratorik

Bradikardi, disritmia, hipotensi

Curah jantung menurun, gagal jantung

Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)

Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T mendatar /

inverse

Penyakit jantung iskemic

Hipotensilasi

Efusi pleural

Dispnea

E. Gastrointestinal

Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen

Obstruksi usus oleh efusi peritoneal

Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa

F. Renalis

Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun

Retensi air (volume plasma berkurang)

Hipokalsemia

G. Hematologi

Anemia normokrom normositik

Anemia mikrositik/makrositik

Gangguan koagulasi ringan

H. Sistem endokrin

Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa

menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan

hiperprolaktemi.

Gangguan fertilitas

Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis terhadap

insulin akibat hipoglikemi

Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun

Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun

Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri,

perilaku maniak

Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah seperti bula

(moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal,

sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin menurun, lemah, ekspresi

wajah kosong dan lemah. (Stevenson, J. C& Chahal, P, 1993: 52-53)

6. Pemerisaan Diagnostik

Suatu riwayat kesehatan menyeluruh dan pemeriksaan fisik adalah langkah pertama

dalam mendiagnosis hipotiroidisme atau hipotiroidisme subklinis. Jika hasil

menyebabkan dokter Anda mencurigai Anda memiliki hipotiroidisme atau

hipotiroidisme subklinis, Anda harus tes untuk mengkonfirmasi diagnosis.

Hipotiroid Primer

Level TSH sangat tinggi

Hormon tiroid menurun drastic

Hipotiroid Sekunder

Baik TSH maupun hormon tiroid keduanya rendah

Test TSH

Thyrotropin ( Thyroid Stimulating Hormon - atau TSH ) . Mengukur TSH adalah indikator

yang paling sensitif dari hipotiroidisme . ( . Seperti tingkat tiroksin , bagaimanapun,

tingkat TSH dapat bervariasi pada wanita hamil dan pasien yang sakit dengan kondisi

lain ) Secara umum , hasil menunjukkan hal berikut :

Tingkat TSH lebih 10mU / L. Ini adalah indikator yang jelas dari hipotiroidisme jika

kadar T4 rendah dan , dalam banyak kasus , bahkan jika mereka adalah normal .

Pasien biasanya perlu terapi penggantian tiroksin ( T4 ). Mereka juga harus diuji

untuk kadar kolesterol tinggi dan antibodi antitiroid .

Tingkat antara 4,5-10 mU / L. Pasien dengan tanda dan gejala hipotiroidisme

biasanya perlu terapi penggantian tiroksin . Pasien tanpa gejala hipotiroidisme

subklinis dan harus diperiksa ulang setiap 6 - 12 bulan . Tes antibodi juga dapat

dilakukan .

Tingkat TSH antara 0,45-4,5 mU / L. Ini menunjukkan fungsi tiroid normal. ( Tingkat

abnormal rendah menunjukkan hipertiroidisme , yang merupakan tiroid yang terlalu

aktif . )

Pengukuran TSH tertentu - bahkan jika itu secara signifikan lebih tinggi dari 10 mU / L -

tidak terkait dengan tingkat keparahan kondisi . Hal ini dapat ditentukan hanya dengan

mengukur kadar tiroksin dan mengevaluasi gejala-gejala pasien ..

Antibodi antitiroid.

Jika kadar TSH menunjukkan hipotiroidisme atau hipotiroidisme subklinis , dokter

mungkin memilih untuk melakukan tes darah untuk antibodi antitiroid tertentu yang

bertindak melawan faktor yang disebut thyroperoxidase ( TPO ) . Tes juga dapat

memeriksa antibodi terhadap thyroglobulin . Hasilnya sangat membantu dalam

menentukan bagaimana memperlakukan seseorang dengan hipotiroidisme subklinis.

Sekitar 10 % dari penduduk Amerika dan 25 % wanita berusia lebih dari 60 tahun

membawa antibodi ini , sebagian besar perempuan ini tidak mengalami masalah tiroid .

Hanya sekitar 0,5 % yang memiliki full-blown hipotiroidisme , dan 10 % memiliki

hipotiroidisme subklinis .

Tes Hormon lain Digunakan untuk fungsi Tiroid.

Tes hormon lain yang dilakukan jika dicurigai hipertiroidisme . Mereka termasuk tes

untuk triiodothyronine ( T3 ) dan thyroglobulin ( juga disebut tiroid binding globulin ) .

Pengukuran seperti itu, bagaimanapun , juga dapat membantu dalam mendeteksi

peningkatan sementara mendadak hormon tiroid ( tirotoksikosis ) yang dapat

menunjukkan kepastian beberapa bentuk tiroiditis autoimun .

Secara umum…

Apabila sudah terdiagnosa hipotiroid primer, uji serologis atau pemeriksaan

tambahan tidak diperlukan

Apabila pada pengujian di temukan kelenjar masih normal

Pada hipotiroid sekubnder, pengujian diagnostik yang lebih jauh dengan test

pengaruh pituitari dan test untuk menunjukkan microadenoma. Umumnya, bukti

penurunan level dari lebih dari satu hormon pituitary mengindikasikan masalah

hipopituitari

Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan dapat

mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau

kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya

menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi

Kadar kolesterol harus diperiksa. Tes darah lain mungkin dilakukan untuk

mendeteksi kadar kalsitonin, kalsium, prolaktin, dan thyroglobulin dan untuk

memeriksa anemia dan fungsi hati, yang semuanya dapat dipengaruhi oleh

hipotiroidisme.

Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan

refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok,

rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan

tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital

menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah dan suhu tubuh

rendah.

Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung

Tiroid Skintigrafi

Tiroid skintigrafi, atau pemindaian, dapat digunakan untuk menentukan daerah

tiroid yang memproduksi jumlah normal hormon. Pasien minum sejumlah kecil

yodium radioaktif atau technetium dan menunggu sampai substansi telah melewati

tiroid. Gambar dari tiroid berfungsi menunjukkan tingkat seragam penyerapan

seluruh kelenjar. Daerah terlalu aktif muncul putih, dan daerah kurang aktif tampak

gelap. Tiroid scan lebih mungkin dilakukan untuk mengevaluasi gondok (tiroid

bengkak) atau nodul tiroid. Mereka dapat membantu mengidentifikasi area kelenjar

yang mungkin memiliki kanker.

USG

USG memiliki nilai yang terbatas, tetapi dapat memvisualisasikan tiroid dan kelainan

tertentu, seperti nodul.

Imaging Tes.

Jika tes laboratorium menunjukkan bahwa masalah hipofisis hipotalamus atau

menyebabkan hipotiroidisme, biasanya dokter akan memesan prosedur pencitraan

otak menggunakan computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance

imaging (MRI). MRI juga dapat digunakan untuk menentukan tingkat kanker tiroid

dan gondok. MRI juga digunakan untuk menyelidiki hipotiroidisme pada bayi dan

untuk menentukan efek luas tiroiditis autoimun (seperti hipotiroidisme Hashimoto).

Biopsi Aspirasi Jarum

Biopsi aspirasi jarum digunakan untuk memperoleh sel tiroid untuk evaluasi

mikroskopis. Ini mungkin berguna untuk menyingkirkan kanker tiroid pada pasien

dengan nodul tiroid, temuan abnormal pada suatu thyroid scan atau USG, atau

mereka yang memiliki gondok yang besar atau terasa tidak biasa pada pemeriksaan

fisik. Sama seperti phlebotomy, dokter menyuntikkan jarum kecil ke kelenjar tiroid

dan menarik sel-sel dari kelenjar dalam jarum suntik. Sel-sel yang dimasukkan ke

slide, bernoda, dan diperiksa di bawah mikroskop.

7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Perioperatif Hipertiroidisme

Evaluasi Praoperatif

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pada anamnesis perlu digali apakah hipotiroidisme baru dikenal atau sudah dalam

terapi. Untuk pasien yang mendapatkan suplementasi hormon tiroid, pemakaian obat-

obatan seperti kolestiramin, besi, preparat almunium, kalsium dan karbamazepin dapat

menurunkan absorbsi hormon tiroid. Pemakaian preparat iodine dan kontras yang

mengandung iodine dapat memperburuk hipotiroidisme.

Pemeriksaan penunjang

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan hormon tiroid yang didapatkan kita

dapat menentukan apakah pasien masuk dalam keadaan hipotiroidisme ringan, sedang

atau berat. Pemeriksaan penunjang lain untuk melihat pengaruh hipotiroidisme pada

beberapa organ meliputi pemeriksaan laboratorium rutin, radiologi dan

elektrokardiografi.

Penatalaksanaan praoperatif

Pada pasien yang sudah mendapatkan suplementasi levotiroksin sebelumnya, dilakukan

penilaian status fungsional tiroidnya. Selain dapat diketahui dari anamnesa dan

pemeriksaan fisik , dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pada pasien yang

baru dicurigai adanya hipotiroidisme pada saat praoperasi, maka dilakukan pemeriksaan

konsentrasi FT4 dan TSH, juga perlu ditentukan apakah hipotiroidismenya tersebut

ringan, sedang atau berat.Pada hipotiroidisme yang berat, ditandai adanya koma

miksedema, gangguan status mental, gagal jantung atau konsentrasi hormon tiroksin

yang sangat rendah, maka sebaiknya operasi ditunda sampai kondisi hipotiroidisme

beratnya teratasi.

1. Terapi levotiroksin oral pada hipotiroidisme ringan dan sedang

Para ahli dibidang tiroidologi setuju bahwa levotiroksin merupakan obat pilihan

untuk pengobatan hipotiroidisme.Levotiroksin bertindak sebagai reservoir untuk

hormon tiroid 18 aktif (T3).Penyerapan levotiroksin oral sekitar 80% bila diminum

pada perut kosong.Obatobat dan makanan tertentu dapat mengganggu

bioavailabilitas dari levotiroksin melalui berbagai mekanisme.Obat ini termasuk

kalsium karbonat, garam besi, aluminium, dan antasida yang mengandung

magnesium. Dengan bertindak sebagai pro-hormon, levotiroksin tidak menghalangi

komponen lain dari aksis tiroid, sehingga memungkinkan bagi deiodinasi enzim

untuk berfungsi dengan baik.

Terapi hipotiroidisme dengan levotiroksin bertujuan untuk menghilangkan

gejala klinis serta mencapai atau mempertahankan kadar TSH pada paruh bawah

rentang kadar TSH normal atau sekitar 0,4-2,5 mU/L. Namun bila pasien telah

merasa nyaman dengan kadar TSH pada paruh atas rentang kadar TSH normal, dosis

levotiroksin dapat dilanjutkan. Secara umum dengan dosis levotiroksin 1,6

gr/kgBB/hari (100-125 mg/hari) dapat mencapai keadaan yang eutiroid.

Penelitian yang dilakukan oleh Roos dan kawan - kawan tahun 2005,

membandingkan pemakaian levotiroksin dosis penuh dengan dosis kecil.

Didapatkan kesimpulan bahwa pemberian terapi levotiroksin dapat diberikan

langsung dari awal dengan dosis penuh.24 Setelah perawatan levotiroksin dimulai,

dosis harus disesuaikan setiap 4-8 minggu sampai pasien menjadi eutiroid.Tujuan

terapi tergantung pada situasi klinis.

Pemberian dosis levotiroksin dosis pengganti harus berhati-hati pada pasien

hipotiroidisme usia lanjut (> 60 tahun) atau pada pasien-pasien dengan penyakit

jantung iskemik. Pada keadaan tersebut pemberian dosis levotiroksin dimulai

dengan dosis kecil (12,5 atau 25 mg/hari) yang dapat ditingkatkan tiap 3-6 minggu

sampai tercapai keadaan eutiroid (start low go slow). Dengan cara terapi tersebut

ukuran-ukuran membaiknya fungsi tiroid dan kardiovaskuler dapat diprediksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Fred H.Edwards di Florida tahun 2005,

memperlihatkan bahwa wanita memiliki angka mortalitas yang tinggi setelah

dilakukan operasi CABG bila dibandingkan pria. Dimana angka mortalitasnya

mencapai 16,7%. Sehingga pemberian hormon tiroksin dianjurkan pada wanita

hipotiroidisme yang akan menjalani operasi CABG. Dimana pada wanita terdapat

penurunan mortalitas dengan penggunaan levotiroksin dosis rendah selama operasi

CABG dibandingkan pada pria. Kehamilan akan meningkatkan kebutuhan hormon

tiroid 30-50% lebih besar sehingga diperlukan dosis levotiroksin lebih tinggi. Hal

tersebut dijelaskan oleh adanya peningkatan clearance T4, transfer T4 ke fetus dan

peningkatan TBG oleh estrogen.Demikian pula pada pasien pemakai estrogen, dosis

T4 perlu ditingkatkan. Hossam I abdalla memperlihatkan bahwa pemberian hormon

estrogen postmenopause dapat menurunkan kadar hormon tiroid.

Pemberian terapi levotiroksin oral ini dianjurkan pada keadaan preoperatif

hipotiroidisme ringan atau sedang yang masih dapat ditunda tindakan operatif

sampai keadaan pasien menjadi eutiroid.Pada beberapa penelitian yang dilakukan

pada pasien hipotiroidisme yang menjalani operasi CABG memperlihatkan adanya

manfaat pemberian levotiroksin.Tahun 1991 M.Kawasuji dan kawan-kawan di

Jepang mendapatkan bahwa pemberian levotiroksinsebelum CABG hanya

diperlukan pada keadaan hipotiroidisme berat saja, tetapi pada keadaan

hipotiroidisme ringan tidak diperlukan.Sedangkan Aitizaz Udin Syed dan kawan-

kawan tahun 2002 di Saudi Arabiamemperlihatkan hal yang berbeda.Bahwa

pemberian levotiroksin oral pada pagi hari sebelum operasi CABG pada pasien

hipotiroidisme memberikan hasil yang memuaskan.Sehingga dianjurkan untuk

pemberian rutin levotiroksin oral sebelum operasi CABG dilakukan pada pasien yang

sudah diketahui sebelumnya menderita hipotiroidisme.Hal ini didukung oleh sebuah

laporan kasus yang dilaporkan oleh Christopher J.O’Connor dan kawan-kawan tahun

2002.Memperlihatkan bahwa terdapat perburukan pasien hipotiroidisme yang tidak

mendapatkan terapi levotiroksin oral sebelum operasi CABG.Pasien mengalami

koma miksedema setelah operasi, sehingga pada pasien ini perlu diberikan terapi

levotiroksin intravena.

Dalam beberapa situasi, triiodotironin diberikan untuk jangka pendek untuk

mengurangi gejala hipotiroidisme sementara terapi levotiroksin mencapai keadaan

yang stabil. Strategi pengobatan ini akan dipertimbangkan untuk pasien yang baru

saja menjalani total tiroidektomi. Pasien sering sangat hipotiroidisme setelah

operasi tiroid (6 sampai 8 minggu).Dosis awalnya berkisar 10-25 µg, diberikan 2 kali

sehari.Setelah 2 sampai 3 minggu perawatan, dosis bisa dikurangi dan dihentikan

dalam waktu 4 – 6 minggu setelah levotiroksin mengambil alih.

Pemberian triiodotironin oral akan diabsorbsi 100% , dan merupakan bentuk

biologis yang paling aktif (5 kali lebih aktif dari pada T4). Puncak dari konsentrasi T3

ini didapat setelah 2-4 jam sesudah pemberian oral. Sedangkan pemberian dosis

kecil 20 µg ini akan meningkatkan kadar konsentrasi T3 untuk berpenetrasi 6-8 jam

dengan kecepatan distribusi yang lambat. Penelitian yang dilakukan oleh Jacqueline

Jonklas dan kawan-kawan tahun 2008 tidak menganjurkan penggunaan kombinasi

triiodotironin dan levotiroksin oral, karena tidak memperlihatkan manfaat terhadap

perubahan berat badan, kadar lipid serum, dan gejala hipotiroidismenya.

Mustafa Guden dan kawan-kawan di Turki tahun 2002 juga memperlihatkan

bahwa pemberian triiodotironin perioperatif pada hipotiroidisme dapat sedikit

meningkatkan curah jantung dan menurunkan resistensi pembuluh darah

sistemik.Tetapi tidak mempengaruhi hasil akhir operasi CABG terhadap lama

rawatan, penggunaan ventilator mekanik, komplikasi dan tingkat

mortalitasnya.Sehingga penggunaan rutin triiodotironin setelah operasi CABG tidak

dianjurkan.31Hal yang berbeda terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh

Venketasen T, di India tahun 2007.Didapatkan bahwa pemberian triiodotironin (T3)

oral merupakan suatu metode yang efektif pada penatalaksanaan perioperatif

hipotiroidisme sentral dengan tumor pituitary.

Pada penelitian ini diberikan T3 oral 20 µg tiga kali sehari selama 5 hari sebelum

operasi dilakukan sebagai tambahan terapi T4 oral 100 µg yang sudah diberikan

sebelumnya. Dosis yang sama diteruskan sampai 3 hari setelah operasi dilakukan.

Tapi ini hanya dapat dilakukan pada hipotiroidisme yang harus menjalani operasi

yang elektif.Tindakan operasi elektif dapat ditunda sampai hipotiroidisme berat

atau sedang menjadi ringan atau eutiroid dulu.Untuk tindakan operasi emergensi

dapat diberikan triiodotironin atau levotiroksin intravena bersamaan dengan

pemberian glukokortikoid intravena.

2. Terapi hormon tiroid parenteral pada pasien hipotiroidisme berat atau pada operasi

emergensi.

Pasien hipotiroidisme mungkin memerlukan jalur alternatif yang lain untuk

memasukkan levotiroksin untuk mengembalikan ke keadaan eutiroid pada waktu

perioperatif.Karena penyerapan levotiroksin oral tidak sesempurna intravena, maka

dosis levotiroksin21intravena harus dikurangi sekitar 20% sampai 40%. Terapi

levotiroksin intravena memilikiefektifitas yang sama dengan obat oral, tetapi tidak

semua dari klinis hipotiroidisme ini dapat diperbaikinya.

Pada pasien dengan hipotiroidisme berat namun memerlukan tindakan operasi

segera, maka diberikan suplementasi levotiroksin dan steroid intravena.Awalnya

dosis levotiroksinintravena diberikan loading dose 300-400 µg dilanjutkan 50 µg

perhari.Sayangnya preparat levotiroksin intravena belum tersedia di Indonesia.

Sedangkan menurut Elliott Bennett-Guerrero keadaan koma miksedema yang akan

menjalani operasi emergensi dapat diberikan triiodotironin intravena dengan dosis

10-25 µg atau 5 µg pada usia tua dengan penyakit jantung koroner, diikuti dengan

bolus levotiroksindengan dosis 200-400 µg. Pemberian triiodotironin ini dapat

diulang pada 8 jam dan 16 jam setelah pemberian yang pertama dengan dosis yang

sama bila tidak terdapat adanya perbaikan, atau pemberian triiodotironin ini dapat

diulang setiap 8 jam. Sedangkan pemberian levotiroksin dapat dilanjutkan dengan

dosis 100 µg perhari.

Pemberian triiodotironin ini dipertimbangkan karena setelah pemberian obat

anestesi inhalasi atau intravena dapat menurunkan kadar T3 plasma. Penurunan

kadar T3 ini dimulai 30 menit setelah pemasukan obat anestesi dan kecepatan

penurunannya menjadi melambatsetelah 24 jam pertama setelah anestesi. Dan

mulai terjadi peningkatan konsentrasi T3 ini setelah hari ke 7 setelah anestesi.

Bennett Guerrero dan kawan-kawan tahun 2000 juga telah memperlihatkan

manfaat pemberian kombinasi levotiroksin dan triiodotironin intravena pada pasien

hipotiroidisme berat dengan gambaran klinis koma miksedema.Dia mendapatkan

bahwa pemberian kombinasi ini lebih baik dari pada hanya pemberian levotiroksin

atau triiodotironin saja.Pemberian anestesi lokal pun dapat memberikan efek

penekanan yang berlebihan terhadap produksi hormon tiroid.Sehingga diperlukan

keadaan hipotiroidisme ringan atau yang sudah terkontrol untuk dapat dilakukan

tindakan pada gigi.Untuk hipotiroidisme berat dapat dilakukan tindakan gigi yang

elektif menunggu keadaannya menjadi eutiroid kembali.Atau dapat juga dilakukan

dengan memberikan dosis yang minimum terhadap obat anestesi yang diberikan.

3. Terapi tambahan lainnya

Keadaan insuffisiensi adrenal yang hadir bersamaan dengan hipotiroidisme yang

berat mungkin akan bermanifestasi dengan hipotensi, penurunan berat badan, yang

dapat diterapi dengan steroid atau kortisol bila diperlukan.Pemberian steroid tidak

diperlukan apabila sebelum onset koma tidak didapatkan gangguan fungsi

adrenal.Namun apabila status adrenalnya tidak diketahui maka sebaiknya dilakukan

tes stimulasi cosyntropin.Setelah itu diberikan hidrokortison 100 mg intravena

dilanjutkan dengan 4 x 50 mg dan dilakukan tapering dosis sampai total 7

hari.Apabila setelah itu diketahui konsentrasi kortisol plasma > 30 gr/dl atau hasil

tes stimulasi cosyntropin dalam batas normal, maka pemberian steroid dapat

dihentikan.

Evaluasi pasca operatif

Beberapa kondisi seperti dibawah ini dapat menjadi pertimbangan adanya

kemungkinan hipotiroidisme yang tidak terdiagnosis pada pasien pasca operasi yaitu

:

Terdapat kesulitan untuk melakukan proses penghentian dari penggunaan

ventilator.

Ileus yang tidak dapat dijelaskan.

Gagal jantung.

Pada pasien yang belum bisa makan peroral pasca operasi, penundaan

levothyroxin relatif aman mengingat waktu paruhnya yang panjang (± 7 hari).

Penanganan

Levothyroxine disarankan untuk pengobatan. Telah direkomendasikan aman,

efektif, murah, mudah dikelola, dan mudah dipantau. Beberapa penulis

menyarankan bahwa bentuk generik mungkin sama efektifnya dengan obat

bermerek

Sediaan hormon dalam bentuk pil dapat diberikan dengan tepat. Pil dapat hancur

dalam sendok, dilarutkan dengan sedikit ASI, air, atau cairan lainnya segera sebelum

pemberian, dan diberikan kepada anak dengan jarum suntik atau pipet. Pil tidak

boleh dicampur dalam botol penuh susu formula. Balita mudah mengunyah tablet

tanpa masalah atau keluhan.

Rejimen dosis optimum dan pemantauan laboratorium tindak lanjut belum

ditentukan. dosis awal 10-15 mcg / kg / d, setara dengan dosis awal 50 mcg di

banyak bayi baru lahir, telah direkomendasikan. Sama-sama baik hasilnya, tetapi

dengan thyroid-stimulating hormone yang lebih tinggi (TSH) tingkat, telah

dilaporkan dengan setengah dosis awal ini (25 mcg / d).

Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel berikut :

Umur Dosis µg/kg BB/hari

0-3 bulan

3-6 bulan

6-12 bulan

1-5 tahun

2-12 tahun

> 12 tahun

10-15

8-10

6-8

5-6

4-5

2-3

Evaluasi

Anak-anak dengan hipotiroidisme kongenital harus dipantau secara klinis dan

biokimia. Parameter klinis harus mencakup pertumbuhan linier, berat badan,

perkembangan perkembangan, dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Pengukuran laboratorium T4 (total atau gratis T4) dan TSH harus diulang 4-6 minggu

setelah memulai terapi, maka setiap 1-3 bulan selama tahun pertama kehidupan

dan setiap 2-4 bulan selama tahun kedua dan ketiga. Pada anak-anak usia 3 tahun

dan lebih tua, interval waktu antara pengukuran dapat ditingkatkan, tergantung

pada keandalan pengasuh pasien. Sebagai perubahan dosis dibuat, pengujian harus

lebih sering.

Kemungkinan terjadinya hipertiroidisme perlu diwaspadai. Dosis yang berlebihan

dapat mengakibatkan takikardia, kecemasan berlebihan, gangguan tidur, dan gejala

tirotoksikosis yang lain. Pemberian tiroksin berlebihan jangka lama mengakibatkan

terjadinya kraniosinostosis. Pemeriksaan fungsi tiroid.

2-4 minggu setelah terapi dimulai dan 2 minggu setelah setiap perubahan dosis.

Apabila fase perkembangan otak sudah dilalui, pemantauan dapat dilakukan 3 bulan

sampai 6 bulan sekali dengan mengevaluasi pertumbuhan linear, berat badan,

perkembangan motorik dan bahasa serta kemampuan akademis untuk yang sudah

bersekolah.

Umur tulang dipantau tiap tahun.

Evaluasi perkembangan dan psychoneurological harus dipertimbangkan pada semua

bayi dengan hipotiroidisme kongenital. Evaluasi tersebut sangat penting pada anak-

anak yang pengobatannya ditunda atau tidak memadai. Seperti disebutkan di atas,

bayi didiagnosis dini yang memiliki tanda-tanda terdeteksi hipotiroidisme pada saat

diagnosis juga pada peningkatan risiko masalah perkembangan. Setiap anak,

perkembangan sekolah harus dipantau dan orang tua didorong untuk mencari

evaluasi awal dan intervensi sesegera masalah diakui.

Reevaluasi setelah penarikan pengobatan harus dipertimbangkan pada usia 3 tahun.

Jika anak tetap hipotiroid pada usia 3 tahun, penggantian hormon thyroid dan

pemantauan medis biasanya diperlukan untuk kehidupan.

Pencegahan Suplemen diet iodida dapat mencegah gondok endemik dan

kretinisme, tetapi tidak hipotiroidisme kongenital sporadis. Iodisasi garam adalah

metode biasa, namun minyak goreng, tepung, dan air minum juga telah iodinasi

untuk tujuan ini. Suntikan intramuskular long-acting minyak beryodium (lipiodol)

telah digunakan di beberapa daerah, dan lipiodol juga bisa efektif.

Pelaksanaan dengan baik program skrining bayi yang baru lahir telah membuat

diagnosis bayi dengan hipotiroidisme kongenital mungkin dalam 3 minggu pertama

kehidupan. Dengan pengobatan dini dan memadai, gejala sisa dapat dihilangkan di

sebagian dan diminimalkan dalam sisanya.

Diagnosis dini dan pengobatan hipotiroidisme kongenital mencegah

keterbelakangan mental yang berat dan komplikasi neurologis lainnya. Bahkan

dengan pengobatan dini, beberapa anak menunjukkan keterlambatan ringan di

berbagai bidang seperti pemahaman membaca dan berhitung di kelas tiga.

Bayi dengan usia tulang tertunda pada diagnosis atau waktu yang lebih lama untuk

menormalkan kadar hormon tiroid memiliki hasil yang lebih buruk. Meskipun terus

membaiknya IQ telah didokumentasikan pada pasien yang diobati sampai remaja,

beberapa masalah kognitif dapat bertahan. Ini mungkin termasuk masalah dalam

visuospatial, bahasa, dan fungsi motorik halus. Cacat dalam memori dan perhatian

juga dapat timbul.

Orang tua harus dididik tentang gangguan anak mereka, masalah potensial yang

terkait dengan ada pengobatan atau perawatan yang tidak memadai, dan manfaat

dari pengobatan dini dan tepat. Ini harus mencakup petunjuk pada administrasi

yang tepat dari obat dan bagaimana dan kapan untuk menindaklanjuti dengan

dokter. Karena masalah belajar yang mungkin, bahkan dengan diagnosis dini dan

pengobatan, orang tua harus dianjurkan kapan untuk mencari evaluasi psikomotorik

dan pendidikan dan intervensi. Program intervensi anak usia dini, jika tersedia,

harus didorong.

Ketika kesalahan bawaan dari produksi hormon tiroid dicurigai, konseling genetik

harus disediakan.

8. Komplikasi

Penyakit yang sering muncul akibat hipotiroidisme adalah

a. Penyakit Hashimoto

Disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat otoantobodi yang merusak jaringan tiroid.

Ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat

umpan balik  negatif yang minimal.

b. Gondok Endemic

Hipotiroid akibat defisiensi iodium dalam makanan. Ini terjadi karena sel-sel tiroid

menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium

yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH

yang tinggi karena minimnya umpan balik.

c. Iskemia atau infark miokard

Dapat terjadi sebagai respon terhadap terapi pada penderita hipotiroidisme yang berat

dan sudah berlangsung lama atau pada penderita koma miksedema.

d. Karsinoma Tiroid

Karsinoma Tiroid dapat  terjadi akibat terapi tiroidektomi,  pemberian obat penekan

TSH atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid. Terapi-

terapi tersebut akan merangsan proliferasi dan hiperplasia sel tiroid. (Long,

Barbara.C,2000:261 dan Hudak and Gallo,1996:479)

e. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Kretinisme)

Jika hipotiroidisme yang berat sudah terjadi sewaktu hidup fetal, maka kita akan

mendapatkan penderita yang cebol dan mungkin imbesil. Pada waktu lahir tidak

ditemukan kelainan tetapi pada umur 2-3 bulan sudah bisa timbul gejala lidah tebal

dan jarak antara ke dua mata lebih besar dari biasanya. Pada waktu ini kulit kasar dan

warnanya agak kekuningan. Kepala anak besar, mukanya bulat dan raut mukanya

(ekspresi) seperti orang bodoh sedangkan hidungnya besar dan pesek, bibirnya tebal,

mulutnya selalu terbuka dan juga lidah yang tebal dikeluarkan. Pertumbuhan tulang

juga terlambat. Sedangkan keadaan psikis berbeda-beda biasanya antara agak cerdik

dan sama sekali imbesil.

f. Koma miksedema

Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh

eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa

menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga

koma. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedema), hormon tiroid bisa

diberikan secara intravena.

g. Kardiak.

Setiap pasien yang sudah menderita hipotiroidisme untuk waktu yang lama hampir

dapat dipastikan akan mengalami kenaikan kadar kolesterol, aterosklerosis dan

penyakit arteri koroner. Setelah sekian lama metabolism berlangsung subnormal dan

berbagai jarigan termasuk miokardium, memerlukan oksigen yang relative sedikit,

maka penurunan suplai darah dapat ditolerir tanpa terjadi gejala penyakit arteri

koroner yang nyata. Namun demikian, bila hormone tiroid diberikan, maka

kebutuhan oksigen akan meningkat tetapi pengangkutan oksigen tidak dapat

ditingkatkan kecuali atau sampai keadaan aterosklerosis diperbaiki. Keadaan ini akan

berlangsung sangat lambat. Timbulnya angina merupakan tanda yang menunjukkan

bhwa kebutuhan miokardium akan oksigen melampaui suplai darahnya. Serangan

angina atau aritimia dapat terjadi ketika terapi penggantian tiroid dimulai, karena

hormone tiroid akan meningkatkan efek katekolamin pada system kardiovaskuler.

9. Askep