Hipotiroid.docx
-
Upload
eka-fitri-cahyani -
Category
Documents
-
view
36 -
download
4
Transcript of Hipotiroid.docx
1. Definisi dan Klasifikasi
Definisi
Hipotiroid (hiposekresi hormon tiroid) adalah status metabolik yang diakibatkan
oleh krkurangan hormon tiroid. (Caroline, 2000)
Hipertiroidisme adalah suatu sindrome klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid
yang mengakibatkan fungsi metabolik. (Greenspan, 2000)
Hipotiroidisme (hiposekresi hormone tiroid) adalah status metabolic yang di
akibatkan oleh kekurangan hormone tiroid. Hipotiroidisme kognital dapat
mengakibatkan kretinisme.
Hipotiroidisme adalah suatu syndrome klinis akibat dari defisiensi hormone tiroid,
yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolic. (Ari Sutjahjo, 2001)
Hipotiroidisme adalah syndrom klinis akibat defisiensi hormone tiroid (pradana
Soewondo dan Rahmat Cahyanur, 2001)
Klasifikasi
Klasifikasi hipotiroid menurut penyebabnya:
Hipotiroid primer (hipotiroid tiroidal)
Penyebab dari hipotiroid primer mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid. Jenis
primer ini paling sering ditemukan terjadi di masyarakat, yang meliputi penyakit
Hashimoto tiroiditis (sejenis penyakit autoimmune) dan terapi radioiodine
(RAI) untuk merawat penyakit hipertiroidisme. Lebih dari 95% penderita
hipotiroidime mengalami hipotiroidime tipe ini.
Hipotiroid sekunder (hipotiroid sentral / pituitaria)
Bila disfungsi kelenjar tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis,
hipotalamus atau keduanya disebut dengan hipotiroid sentral atau hipotiroid
sekunder atau hipotiroid pituitaria.Kejadian ini terjadi jika kelenjar hipofisis tidak
menghasilkan cukup hormon perangsang tiroid (TSH) untuk merangsang kelenjar
tiroid untuk menghasilkan jumlah tiroksin yang cukup. Biasanya terjadi apabila
terdapat tumor di kelenjar hipofisis, radiasi atau pembedahan yang menyebabkan
kelenjar tiroid tidak lagi dapat menghasilkan hormon yang cukup.
Hipotiroidime tertier (hipotalamus)
Jenis Hipotiroid tertier terjadi ketika hipotalamus sepenuhnya gagal menghasilkan
TRH yang cukup. Biasanya disebut juga disebut hypothalamic-pituitary-axis
hypothyroidism. Ditimbulkan oleh kelainan hipotalamus yang mengakibatkan
sekresi tsh tidak adekuat aktibat penurunan stimulasi TRH. (Brunner & Suddarth :
1300)
Klasifikasi hipotiroid menurut usia:
Kretinisme (Hipotiroidisme congietal)
Adalah difisiensi tiroid yang diderita sebelum atau segera sesudah lahir. pada
keadaan ini, ibu mungkin juga menderita difisiensi tiroid.
Hipotiroidisme juvenilis
Timbul sesudah usia 1 atau 2 tahun
Miksedema
Adalah penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan supkutan dan intersisial
lainnya. Meskipun meksedema terjadi pada hipotiroidime yang sudah berlangsung
lama dan berat istilah tersebut hanya dapat digunakan untuk menyatakan gejala
ekstrim pada hipotiroidime yang berat (Suddart, 2000)
2. Epidemiologi
Hipotiroid merupakan suatu penyakit kronik yang sering ditemukan di masyarakat.
Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat sebagian besar
penduduk bermukim didaerah defesiensi iodium. Sebaliknya di negara-negara Barat,
penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun.
Insidensi hipotiroid bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan lingkungan
seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu juga
berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia
penyebab hipotiroid terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara itu
dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering adalah
tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroid adalah 5 per 1000,
sedangkan prevalensi hipotiroid subklinis sebesar 15 per 1000. Hipotiroid umumnya
lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian hipotiroid
primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per 1000
penduduk untuk pria.
3. Etiologi
1 Malfungsi hipotalamus dan hipofisis anterior
Malfungsi hipotalamus dan hipofisis anterior akan menyebabkan rendahnya kadar
TRH (Thyroid Stimulating Hormone) dan TSH (Thyrotropin Releasing Hormone), yang
akan berdampak pada kadar HT (Hormon Tiroid) yang rendah.
2 Malfungsi kelenjar tiroid
Kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TRH dan TSH karena
tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
3 Sebab-sebab bawaan (kongenital)
Ibu kurang mendapat bahan goitrogen (yodium, tiourasil, dsb) Kekurangan yodium
jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara
terbelakang. Pada daerah-daerah dari dunia dimana ada suatu kekurangan yodium
dalam makanan, hipotiroid yang berat dapat terlihat pada 5% sampai 15% dari
populasi.
a. Pengobatan yodium radio-aktif
Pasien-pasien yang telah dirawat untuk suatu kondisi hipertiroid (seperti
penyakit Graves) dan menerima yodium ber-radioaktif mungkin menimbulkan
sedikit jaringan tiroid yang tidak berfungsi setelah perawatan. Kemungkinan
dari ini tergantung pada sejumlah faktor-faktor termasuk dosis yodium yang
diberikan, bersama dengan ukuran dan aktivitas dari kelenjar tiroid. Jika tidak
ada aktivitas yang signifikan dari kelenjar tiroid enam bulan setelah perawatan
yodium ber-radioaktif, biasanya diperkirakan bahwa tioroid tidak akan berfungsi
lagi secara memadai. Akibatnya adalah hipotiroid.
b. Induksi obat-obatan
Obat-obatan yang digunakan untuk merawat suatu tiroid yang aktif berlebihan
(hipertiroid) sebenarnya mungkin menyebabkan hipotiroid. Obat-obat ini
termasuk methimazole (Tapazole) dan propylthiouracil (PTU). Obat psikiatris,
lithium (Eskalith, Lithobid) adalah juga diketahui merubah fungsi tiroid dan
menyebabkan hipotiroid. Menariknya, obat-obat yang mengandung suatu
jumlah yang besar dari yodium seperti amiodarone (Cordarone), potassium
iodide (SSKI, Pima), dan Lugol’s solution dapat menyebabkan perubahan-
perubahan dalam fungsi tiroid, yang mungkin berakibat pada tingkat-tingkat
darah dari hormon tiroid yang rendah.
c. Hashimoto’s Thyroiditis
Penyebab yang paling umum dari hipotiroid di Amerika adalah suatu kondisi
yang diwariskan/diturunkan yang disebut Hashimoto’s thyroiditis. Kondisi ini
dinamakan menurut Dr. Hakaru Hashimoto yang pertama kali menjelaskannya
pada tahu 1912. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya membesar (gondokan)
dan mempunyai suatu kemampuan yang berkurang untuk membuat hormon-
hormon tiroid. Hashimoto’s adalah suatu penyakit autoimun dimana sistim
imun tubuh secara tidak memadai menyerang jaringan tiroid. Kondisi ini
diperkirakan mempunyai suatu basis genetik. Contoh-contoh darah yang
diambil dari pasien-pasien dengan penyakit ini mengungkapkan suatu jumlah
yang meningkat dari antibodi-antobodi pada enzim ini, thyroid peroxidase
(antibodi-antibodi anti-TPO). Karena basis untuk penyakit autoimun mungkin
mempunyai suatu asal yang umum, adalah bukan tidak biasa menemukan
bahwa seorang pasien dengan Hashimoto’s thyroiditis mempunyai satu atau
lebih penyakit autoimun lainnya atau pernicious anemia (kekurangan B12).
Hashimoto’s dapat diidentifikasikan dengan mendeteksi antibodi-antibodi anti-
TPO dalam darah dan atau dengan melakukan suatu thyroid scan.
4 Sebab-sebab yang didapat (acquired):
a. Tiroiditis limfositik menahun
Thyroiditis merujuk pada peradangan kelenjar tiroid. Ketika peradangan
disebabkan oleh suatu tipe tertentu dari sel darah putih yang dikenal sebagai
suatu limfosit, kondisinya dirujuk sebagai lymphocytic thyroiditis. Pada kasus-
kasus ini, biasanya ada suatu fase (dimana jumlah-jumlah hormon tiroid yang
berlebihan bocor keluar dari kelenjar yang meradang), yang diikuti oleh suatu
fase hipotiroid yang dapat berlangsung sampai enam bulan.
b. Tiroidektomi.
Karsinoma tiroid dapat sebagai penyebab, tetapi tidak selalu menyebabkan
hipotiroidisme. Terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah
tiroidektomi. Tiroidektomi merupakan pengangkatan kelenjar tiroid sewaktu
operasi, yang biasanya akan diikuti oleh hipotiroid. Selain itu, pemberian obat
penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan
tiroid, semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. (Price, 2000).
c. Defisiensi yodium (gondok endemik).
Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam
makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodium
terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik
dalam usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT
yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya
umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan,
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme
goitrosa). (Price, 2000).
4. Patofisiologi
(terlampir)
5. Manifestasi Klinik
A. Kulit dan rambut
Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya buruk
Tidak tahan dingin
Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal
B. Muskuloskeletal
Volume otot bertambah, glossomegali
Kejang otot, kaku, paramitoni
Artralgia dan efusi sinovial
Osteoporosis
Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda
Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis
Kadar fosfatase alkali menurun
C. Neurologik
Letargi dan mental menjadi lambat
Aliran darah otak menurun
Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian kurang,
penurunan reflek tendon)
Ataksia (serebelum terkena)
Gangguan saraf ( carfal tunnel)
Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu
D. Kardiorespiratorik
Bradikardi, disritmia, hipotensi
Curah jantung menurun, gagal jantung
Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T mendatar /
inverse
Penyakit jantung iskemic
Hipotensilasi
Efusi pleural
Dispnea
E. Gastrointestinal
Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen
Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa
F. Renalis
Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
Retensi air (volume plasma berkurang)
Hipokalsemia
G. Hematologi
Anemia normokrom normositik
Anemia mikrositik/makrositik
Gangguan koagulasi ringan
H. Sistem endokrin
Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa
menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan
hiperprolaktemi.
Gangguan fertilitas
Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis terhadap
insulin akibat hipoglikemi
Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri,
perilaku maniak
Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah seperti bula
(moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal,
sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin menurun, lemah, ekspresi
wajah kosong dan lemah. (Stevenson, J. C& Chahal, P, 1993: 52-53)
6. Pemerisaan Diagnostik
Suatu riwayat kesehatan menyeluruh dan pemeriksaan fisik adalah langkah pertama
dalam mendiagnosis hipotiroidisme atau hipotiroidisme subklinis. Jika hasil
menyebabkan dokter Anda mencurigai Anda memiliki hipotiroidisme atau
hipotiroidisme subklinis, Anda harus tes untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Hipotiroid Primer
Level TSH sangat tinggi
Hormon tiroid menurun drastic
Hipotiroid Sekunder
Baik TSH maupun hormon tiroid keduanya rendah
Test TSH
Thyrotropin ( Thyroid Stimulating Hormon - atau TSH ) . Mengukur TSH adalah indikator
yang paling sensitif dari hipotiroidisme . ( . Seperti tingkat tiroksin , bagaimanapun,
tingkat TSH dapat bervariasi pada wanita hamil dan pasien yang sakit dengan kondisi
lain ) Secara umum , hasil menunjukkan hal berikut :
Tingkat TSH lebih 10mU / L. Ini adalah indikator yang jelas dari hipotiroidisme jika
kadar T4 rendah dan , dalam banyak kasus , bahkan jika mereka adalah normal .
Pasien biasanya perlu terapi penggantian tiroksin ( T4 ). Mereka juga harus diuji
untuk kadar kolesterol tinggi dan antibodi antitiroid .
Tingkat antara 4,5-10 mU / L. Pasien dengan tanda dan gejala hipotiroidisme
biasanya perlu terapi penggantian tiroksin . Pasien tanpa gejala hipotiroidisme
subklinis dan harus diperiksa ulang setiap 6 - 12 bulan . Tes antibodi juga dapat
dilakukan .
Tingkat TSH antara 0,45-4,5 mU / L. Ini menunjukkan fungsi tiroid normal. ( Tingkat
abnormal rendah menunjukkan hipertiroidisme , yang merupakan tiroid yang terlalu
aktif . )
Pengukuran TSH tertentu - bahkan jika itu secara signifikan lebih tinggi dari 10 mU / L -
tidak terkait dengan tingkat keparahan kondisi . Hal ini dapat ditentukan hanya dengan
mengukur kadar tiroksin dan mengevaluasi gejala-gejala pasien ..
Antibodi antitiroid.
Jika kadar TSH menunjukkan hipotiroidisme atau hipotiroidisme subklinis , dokter
mungkin memilih untuk melakukan tes darah untuk antibodi antitiroid tertentu yang
bertindak melawan faktor yang disebut thyroperoxidase ( TPO ) . Tes juga dapat
memeriksa antibodi terhadap thyroglobulin . Hasilnya sangat membantu dalam
menentukan bagaimana memperlakukan seseorang dengan hipotiroidisme subklinis.
Sekitar 10 % dari penduduk Amerika dan 25 % wanita berusia lebih dari 60 tahun
membawa antibodi ini , sebagian besar perempuan ini tidak mengalami masalah tiroid .
Hanya sekitar 0,5 % yang memiliki full-blown hipotiroidisme , dan 10 % memiliki
hipotiroidisme subklinis .
Tes Hormon lain Digunakan untuk fungsi Tiroid.
Tes hormon lain yang dilakukan jika dicurigai hipertiroidisme . Mereka termasuk tes
untuk triiodothyronine ( T3 ) dan thyroglobulin ( juga disebut tiroid binding globulin ) .
Pengukuran seperti itu, bagaimanapun , juga dapat membantu dalam mendeteksi
peningkatan sementara mendadak hormon tiroid ( tirotoksikosis ) yang dapat
menunjukkan kepastian beberapa bentuk tiroiditis autoimun .
Secara umum…
Apabila sudah terdiagnosa hipotiroid primer, uji serologis atau pemeriksaan
tambahan tidak diperlukan
Apabila pada pengujian di temukan kelenjar masih normal
Pada hipotiroid sekubnder, pengujian diagnostik yang lebih jauh dengan test
pengaruh pituitari dan test untuk menunjukkan microadenoma. Umumnya, bukti
penurunan level dari lebih dari satu hormon pituitary mengindikasikan masalah
hipopituitari
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan dapat
mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau
kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya
menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi
Kadar kolesterol harus diperiksa. Tes darah lain mungkin dilakukan untuk
mendeteksi kadar kalsitonin, kalsium, prolaktin, dan thyroglobulin dan untuk
memeriksa anemia dan fungsi hati, yang semuanya dapat dipengaruhi oleh
hipotiroidisme.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan
refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok,
rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan
tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital
menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah dan suhu tubuh
rendah.
Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung
Tiroid Skintigrafi
Tiroid skintigrafi, atau pemindaian, dapat digunakan untuk menentukan daerah
tiroid yang memproduksi jumlah normal hormon. Pasien minum sejumlah kecil
yodium radioaktif atau technetium dan menunggu sampai substansi telah melewati
tiroid. Gambar dari tiroid berfungsi menunjukkan tingkat seragam penyerapan
seluruh kelenjar. Daerah terlalu aktif muncul putih, dan daerah kurang aktif tampak
gelap. Tiroid scan lebih mungkin dilakukan untuk mengevaluasi gondok (tiroid
bengkak) atau nodul tiroid. Mereka dapat membantu mengidentifikasi area kelenjar
yang mungkin memiliki kanker.
USG
USG memiliki nilai yang terbatas, tetapi dapat memvisualisasikan tiroid dan kelainan
tertentu, seperti nodul.
Imaging Tes.
Jika tes laboratorium menunjukkan bahwa masalah hipofisis hipotalamus atau
menyebabkan hipotiroidisme, biasanya dokter akan memesan prosedur pencitraan
otak menggunakan computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance
imaging (MRI). MRI juga dapat digunakan untuk menentukan tingkat kanker tiroid
dan gondok. MRI juga digunakan untuk menyelidiki hipotiroidisme pada bayi dan
untuk menentukan efek luas tiroiditis autoimun (seperti hipotiroidisme Hashimoto).
Biopsi Aspirasi Jarum
Biopsi aspirasi jarum digunakan untuk memperoleh sel tiroid untuk evaluasi
mikroskopis. Ini mungkin berguna untuk menyingkirkan kanker tiroid pada pasien
dengan nodul tiroid, temuan abnormal pada suatu thyroid scan atau USG, atau
mereka yang memiliki gondok yang besar atau terasa tidak biasa pada pemeriksaan
fisik. Sama seperti phlebotomy, dokter menyuntikkan jarum kecil ke kelenjar tiroid
dan menarik sel-sel dari kelenjar dalam jarum suntik. Sel-sel yang dimasukkan ke
slide, bernoda, dan diperiksa di bawah mikroskop.
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Perioperatif Hipertiroidisme
Evaluasi Praoperatif
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada anamnesis perlu digali apakah hipotiroidisme baru dikenal atau sudah dalam
terapi. Untuk pasien yang mendapatkan suplementasi hormon tiroid, pemakaian obat-
obatan seperti kolestiramin, besi, preparat almunium, kalsium dan karbamazepin dapat
menurunkan absorbsi hormon tiroid. Pemakaian preparat iodine dan kontras yang
mengandung iodine dapat memperburuk hipotiroidisme.
Pemeriksaan penunjang
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan hormon tiroid yang didapatkan kita
dapat menentukan apakah pasien masuk dalam keadaan hipotiroidisme ringan, sedang
atau berat. Pemeriksaan penunjang lain untuk melihat pengaruh hipotiroidisme pada
beberapa organ meliputi pemeriksaan laboratorium rutin, radiologi dan
elektrokardiografi.
Penatalaksanaan praoperatif
Pada pasien yang sudah mendapatkan suplementasi levotiroksin sebelumnya, dilakukan
penilaian status fungsional tiroidnya. Selain dapat diketahui dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik , dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pada pasien yang
baru dicurigai adanya hipotiroidisme pada saat praoperasi, maka dilakukan pemeriksaan
konsentrasi FT4 dan TSH, juga perlu ditentukan apakah hipotiroidismenya tersebut
ringan, sedang atau berat.Pada hipotiroidisme yang berat, ditandai adanya koma
miksedema, gangguan status mental, gagal jantung atau konsentrasi hormon tiroksin
yang sangat rendah, maka sebaiknya operasi ditunda sampai kondisi hipotiroidisme
beratnya teratasi.
1. Terapi levotiroksin oral pada hipotiroidisme ringan dan sedang
Para ahli dibidang tiroidologi setuju bahwa levotiroksin merupakan obat pilihan
untuk pengobatan hipotiroidisme.Levotiroksin bertindak sebagai reservoir untuk
hormon tiroid 18 aktif (T3).Penyerapan levotiroksin oral sekitar 80% bila diminum
pada perut kosong.Obatobat dan makanan tertentu dapat mengganggu
bioavailabilitas dari levotiroksin melalui berbagai mekanisme.Obat ini termasuk
kalsium karbonat, garam besi, aluminium, dan antasida yang mengandung
magnesium. Dengan bertindak sebagai pro-hormon, levotiroksin tidak menghalangi
komponen lain dari aksis tiroid, sehingga memungkinkan bagi deiodinasi enzim
untuk berfungsi dengan baik.
Terapi hipotiroidisme dengan levotiroksin bertujuan untuk menghilangkan
gejala klinis serta mencapai atau mempertahankan kadar TSH pada paruh bawah
rentang kadar TSH normal atau sekitar 0,4-2,5 mU/L. Namun bila pasien telah
merasa nyaman dengan kadar TSH pada paruh atas rentang kadar TSH normal, dosis
levotiroksin dapat dilanjutkan. Secara umum dengan dosis levotiroksin 1,6
gr/kgBB/hari (100-125 mg/hari) dapat mencapai keadaan yang eutiroid.
Penelitian yang dilakukan oleh Roos dan kawan - kawan tahun 2005,
membandingkan pemakaian levotiroksin dosis penuh dengan dosis kecil.
Didapatkan kesimpulan bahwa pemberian terapi levotiroksin dapat diberikan
langsung dari awal dengan dosis penuh.24 Setelah perawatan levotiroksin dimulai,
dosis harus disesuaikan setiap 4-8 minggu sampai pasien menjadi eutiroid.Tujuan
terapi tergantung pada situasi klinis.
Pemberian dosis levotiroksin dosis pengganti harus berhati-hati pada pasien
hipotiroidisme usia lanjut (> 60 tahun) atau pada pasien-pasien dengan penyakit
jantung iskemik. Pada keadaan tersebut pemberian dosis levotiroksin dimulai
dengan dosis kecil (12,5 atau 25 mg/hari) yang dapat ditingkatkan tiap 3-6 minggu
sampai tercapai keadaan eutiroid (start low go slow). Dengan cara terapi tersebut
ukuran-ukuran membaiknya fungsi tiroid dan kardiovaskuler dapat diprediksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Fred H.Edwards di Florida tahun 2005,
memperlihatkan bahwa wanita memiliki angka mortalitas yang tinggi setelah
dilakukan operasi CABG bila dibandingkan pria. Dimana angka mortalitasnya
mencapai 16,7%. Sehingga pemberian hormon tiroksin dianjurkan pada wanita
hipotiroidisme yang akan menjalani operasi CABG. Dimana pada wanita terdapat
penurunan mortalitas dengan penggunaan levotiroksin dosis rendah selama operasi
CABG dibandingkan pada pria. Kehamilan akan meningkatkan kebutuhan hormon
tiroid 30-50% lebih besar sehingga diperlukan dosis levotiroksin lebih tinggi. Hal
tersebut dijelaskan oleh adanya peningkatan clearance T4, transfer T4 ke fetus dan
peningkatan TBG oleh estrogen.Demikian pula pada pasien pemakai estrogen, dosis
T4 perlu ditingkatkan. Hossam I abdalla memperlihatkan bahwa pemberian hormon
estrogen postmenopause dapat menurunkan kadar hormon tiroid.
Pemberian terapi levotiroksin oral ini dianjurkan pada keadaan preoperatif
hipotiroidisme ringan atau sedang yang masih dapat ditunda tindakan operatif
sampai keadaan pasien menjadi eutiroid.Pada beberapa penelitian yang dilakukan
pada pasien hipotiroidisme yang menjalani operasi CABG memperlihatkan adanya
manfaat pemberian levotiroksin.Tahun 1991 M.Kawasuji dan kawan-kawan di
Jepang mendapatkan bahwa pemberian levotiroksinsebelum CABG hanya
diperlukan pada keadaan hipotiroidisme berat saja, tetapi pada keadaan
hipotiroidisme ringan tidak diperlukan.Sedangkan Aitizaz Udin Syed dan kawan-
kawan tahun 2002 di Saudi Arabiamemperlihatkan hal yang berbeda.Bahwa
pemberian levotiroksin oral pada pagi hari sebelum operasi CABG pada pasien
hipotiroidisme memberikan hasil yang memuaskan.Sehingga dianjurkan untuk
pemberian rutin levotiroksin oral sebelum operasi CABG dilakukan pada pasien yang
sudah diketahui sebelumnya menderita hipotiroidisme.Hal ini didukung oleh sebuah
laporan kasus yang dilaporkan oleh Christopher J.O’Connor dan kawan-kawan tahun
2002.Memperlihatkan bahwa terdapat perburukan pasien hipotiroidisme yang tidak
mendapatkan terapi levotiroksin oral sebelum operasi CABG.Pasien mengalami
koma miksedema setelah operasi, sehingga pada pasien ini perlu diberikan terapi
levotiroksin intravena.
Dalam beberapa situasi, triiodotironin diberikan untuk jangka pendek untuk
mengurangi gejala hipotiroidisme sementara terapi levotiroksin mencapai keadaan
yang stabil. Strategi pengobatan ini akan dipertimbangkan untuk pasien yang baru
saja menjalani total tiroidektomi. Pasien sering sangat hipotiroidisme setelah
operasi tiroid (6 sampai 8 minggu).Dosis awalnya berkisar 10-25 µg, diberikan 2 kali
sehari.Setelah 2 sampai 3 minggu perawatan, dosis bisa dikurangi dan dihentikan
dalam waktu 4 – 6 minggu setelah levotiroksin mengambil alih.
Pemberian triiodotironin oral akan diabsorbsi 100% , dan merupakan bentuk
biologis yang paling aktif (5 kali lebih aktif dari pada T4). Puncak dari konsentrasi T3
ini didapat setelah 2-4 jam sesudah pemberian oral. Sedangkan pemberian dosis
kecil 20 µg ini akan meningkatkan kadar konsentrasi T3 untuk berpenetrasi 6-8 jam
dengan kecepatan distribusi yang lambat. Penelitian yang dilakukan oleh Jacqueline
Jonklas dan kawan-kawan tahun 2008 tidak menganjurkan penggunaan kombinasi
triiodotironin dan levotiroksin oral, karena tidak memperlihatkan manfaat terhadap
perubahan berat badan, kadar lipid serum, dan gejala hipotiroidismenya.
Mustafa Guden dan kawan-kawan di Turki tahun 2002 juga memperlihatkan
bahwa pemberian triiodotironin perioperatif pada hipotiroidisme dapat sedikit
meningkatkan curah jantung dan menurunkan resistensi pembuluh darah
sistemik.Tetapi tidak mempengaruhi hasil akhir operasi CABG terhadap lama
rawatan, penggunaan ventilator mekanik, komplikasi dan tingkat
mortalitasnya.Sehingga penggunaan rutin triiodotironin setelah operasi CABG tidak
dianjurkan.31Hal yang berbeda terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh
Venketasen T, di India tahun 2007.Didapatkan bahwa pemberian triiodotironin (T3)
oral merupakan suatu metode yang efektif pada penatalaksanaan perioperatif
hipotiroidisme sentral dengan tumor pituitary.
Pada penelitian ini diberikan T3 oral 20 µg tiga kali sehari selama 5 hari sebelum
operasi dilakukan sebagai tambahan terapi T4 oral 100 µg yang sudah diberikan
sebelumnya. Dosis yang sama diteruskan sampai 3 hari setelah operasi dilakukan.
Tapi ini hanya dapat dilakukan pada hipotiroidisme yang harus menjalani operasi
yang elektif.Tindakan operasi elektif dapat ditunda sampai hipotiroidisme berat
atau sedang menjadi ringan atau eutiroid dulu.Untuk tindakan operasi emergensi
dapat diberikan triiodotironin atau levotiroksin intravena bersamaan dengan
pemberian glukokortikoid intravena.
2. Terapi hormon tiroid parenteral pada pasien hipotiroidisme berat atau pada operasi
emergensi.
Pasien hipotiroidisme mungkin memerlukan jalur alternatif yang lain untuk
memasukkan levotiroksin untuk mengembalikan ke keadaan eutiroid pada waktu
perioperatif.Karena penyerapan levotiroksin oral tidak sesempurna intravena, maka
dosis levotiroksin21intravena harus dikurangi sekitar 20% sampai 40%. Terapi
levotiroksin intravena memilikiefektifitas yang sama dengan obat oral, tetapi tidak
semua dari klinis hipotiroidisme ini dapat diperbaikinya.
Pada pasien dengan hipotiroidisme berat namun memerlukan tindakan operasi
segera, maka diberikan suplementasi levotiroksin dan steroid intravena.Awalnya
dosis levotiroksinintravena diberikan loading dose 300-400 µg dilanjutkan 50 µg
perhari.Sayangnya preparat levotiroksin intravena belum tersedia di Indonesia.
Sedangkan menurut Elliott Bennett-Guerrero keadaan koma miksedema yang akan
menjalani operasi emergensi dapat diberikan triiodotironin intravena dengan dosis
10-25 µg atau 5 µg pada usia tua dengan penyakit jantung koroner, diikuti dengan
bolus levotiroksindengan dosis 200-400 µg. Pemberian triiodotironin ini dapat
diulang pada 8 jam dan 16 jam setelah pemberian yang pertama dengan dosis yang
sama bila tidak terdapat adanya perbaikan, atau pemberian triiodotironin ini dapat
diulang setiap 8 jam. Sedangkan pemberian levotiroksin dapat dilanjutkan dengan
dosis 100 µg perhari.
Pemberian triiodotironin ini dipertimbangkan karena setelah pemberian obat
anestesi inhalasi atau intravena dapat menurunkan kadar T3 plasma. Penurunan
kadar T3 ini dimulai 30 menit setelah pemasukan obat anestesi dan kecepatan
penurunannya menjadi melambatsetelah 24 jam pertama setelah anestesi. Dan
mulai terjadi peningkatan konsentrasi T3 ini setelah hari ke 7 setelah anestesi.
Bennett Guerrero dan kawan-kawan tahun 2000 juga telah memperlihatkan
manfaat pemberian kombinasi levotiroksin dan triiodotironin intravena pada pasien
hipotiroidisme berat dengan gambaran klinis koma miksedema.Dia mendapatkan
bahwa pemberian kombinasi ini lebih baik dari pada hanya pemberian levotiroksin
atau triiodotironin saja.Pemberian anestesi lokal pun dapat memberikan efek
penekanan yang berlebihan terhadap produksi hormon tiroid.Sehingga diperlukan
keadaan hipotiroidisme ringan atau yang sudah terkontrol untuk dapat dilakukan
tindakan pada gigi.Untuk hipotiroidisme berat dapat dilakukan tindakan gigi yang
elektif menunggu keadaannya menjadi eutiroid kembali.Atau dapat juga dilakukan
dengan memberikan dosis yang minimum terhadap obat anestesi yang diberikan.
3. Terapi tambahan lainnya
Keadaan insuffisiensi adrenal yang hadir bersamaan dengan hipotiroidisme yang
berat mungkin akan bermanifestasi dengan hipotensi, penurunan berat badan, yang
dapat diterapi dengan steroid atau kortisol bila diperlukan.Pemberian steroid tidak
diperlukan apabila sebelum onset koma tidak didapatkan gangguan fungsi
adrenal.Namun apabila status adrenalnya tidak diketahui maka sebaiknya dilakukan
tes stimulasi cosyntropin.Setelah itu diberikan hidrokortison 100 mg intravena
dilanjutkan dengan 4 x 50 mg dan dilakukan tapering dosis sampai total 7
hari.Apabila setelah itu diketahui konsentrasi kortisol plasma > 30 gr/dl atau hasil
tes stimulasi cosyntropin dalam batas normal, maka pemberian steroid dapat
dihentikan.
Evaluasi pasca operatif
Beberapa kondisi seperti dibawah ini dapat menjadi pertimbangan adanya
kemungkinan hipotiroidisme yang tidak terdiagnosis pada pasien pasca operasi yaitu
:
Terdapat kesulitan untuk melakukan proses penghentian dari penggunaan
ventilator.
Ileus yang tidak dapat dijelaskan.
Gagal jantung.
Pada pasien yang belum bisa makan peroral pasca operasi, penundaan
levothyroxin relatif aman mengingat waktu paruhnya yang panjang (± 7 hari).
Penanganan
Levothyroxine disarankan untuk pengobatan. Telah direkomendasikan aman,
efektif, murah, mudah dikelola, dan mudah dipantau. Beberapa penulis
menyarankan bahwa bentuk generik mungkin sama efektifnya dengan obat
bermerek
Sediaan hormon dalam bentuk pil dapat diberikan dengan tepat. Pil dapat hancur
dalam sendok, dilarutkan dengan sedikit ASI, air, atau cairan lainnya segera sebelum
pemberian, dan diberikan kepada anak dengan jarum suntik atau pipet. Pil tidak
boleh dicampur dalam botol penuh susu formula. Balita mudah mengunyah tablet
tanpa masalah atau keluhan.
Rejimen dosis optimum dan pemantauan laboratorium tindak lanjut belum
ditentukan. dosis awal 10-15 mcg / kg / d, setara dengan dosis awal 50 mcg di
banyak bayi baru lahir, telah direkomendasikan. Sama-sama baik hasilnya, tetapi
dengan thyroid-stimulating hormone yang lebih tinggi (TSH) tingkat, telah
dilaporkan dengan setengah dosis awal ini (25 mcg / d).
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel berikut :
Umur Dosis µg/kg BB/hari
0-3 bulan
3-6 bulan
6-12 bulan
1-5 tahun
2-12 tahun
> 12 tahun
10-15
8-10
6-8
5-6
4-5
2-3
Evaluasi
Anak-anak dengan hipotiroidisme kongenital harus dipantau secara klinis dan
biokimia. Parameter klinis harus mencakup pertumbuhan linier, berat badan,
perkembangan perkembangan, dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Pengukuran laboratorium T4 (total atau gratis T4) dan TSH harus diulang 4-6 minggu
setelah memulai terapi, maka setiap 1-3 bulan selama tahun pertama kehidupan
dan setiap 2-4 bulan selama tahun kedua dan ketiga. Pada anak-anak usia 3 tahun
dan lebih tua, interval waktu antara pengukuran dapat ditingkatkan, tergantung
pada keandalan pengasuh pasien. Sebagai perubahan dosis dibuat, pengujian harus
lebih sering.
Kemungkinan terjadinya hipertiroidisme perlu diwaspadai. Dosis yang berlebihan
dapat mengakibatkan takikardia, kecemasan berlebihan, gangguan tidur, dan gejala
tirotoksikosis yang lain. Pemberian tiroksin berlebihan jangka lama mengakibatkan
terjadinya kraniosinostosis. Pemeriksaan fungsi tiroid.
2-4 minggu setelah terapi dimulai dan 2 minggu setelah setiap perubahan dosis.
Apabila fase perkembangan otak sudah dilalui, pemantauan dapat dilakukan 3 bulan
sampai 6 bulan sekali dengan mengevaluasi pertumbuhan linear, berat badan,
perkembangan motorik dan bahasa serta kemampuan akademis untuk yang sudah
bersekolah.
Umur tulang dipantau tiap tahun.
Evaluasi perkembangan dan psychoneurological harus dipertimbangkan pada semua
bayi dengan hipotiroidisme kongenital. Evaluasi tersebut sangat penting pada anak-
anak yang pengobatannya ditunda atau tidak memadai. Seperti disebutkan di atas,
bayi didiagnosis dini yang memiliki tanda-tanda terdeteksi hipotiroidisme pada saat
diagnosis juga pada peningkatan risiko masalah perkembangan. Setiap anak,
perkembangan sekolah harus dipantau dan orang tua didorong untuk mencari
evaluasi awal dan intervensi sesegera masalah diakui.
Reevaluasi setelah penarikan pengobatan harus dipertimbangkan pada usia 3 tahun.
Jika anak tetap hipotiroid pada usia 3 tahun, penggantian hormon thyroid dan
pemantauan medis biasanya diperlukan untuk kehidupan.
Pencegahan Suplemen diet iodida dapat mencegah gondok endemik dan
kretinisme, tetapi tidak hipotiroidisme kongenital sporadis. Iodisasi garam adalah
metode biasa, namun minyak goreng, tepung, dan air minum juga telah iodinasi
untuk tujuan ini. Suntikan intramuskular long-acting minyak beryodium (lipiodol)
telah digunakan di beberapa daerah, dan lipiodol juga bisa efektif.
Pelaksanaan dengan baik program skrining bayi yang baru lahir telah membuat
diagnosis bayi dengan hipotiroidisme kongenital mungkin dalam 3 minggu pertama
kehidupan. Dengan pengobatan dini dan memadai, gejala sisa dapat dihilangkan di
sebagian dan diminimalkan dalam sisanya.
Diagnosis dini dan pengobatan hipotiroidisme kongenital mencegah
keterbelakangan mental yang berat dan komplikasi neurologis lainnya. Bahkan
dengan pengobatan dini, beberapa anak menunjukkan keterlambatan ringan di
berbagai bidang seperti pemahaman membaca dan berhitung di kelas tiga.
Bayi dengan usia tulang tertunda pada diagnosis atau waktu yang lebih lama untuk
menormalkan kadar hormon tiroid memiliki hasil yang lebih buruk. Meskipun terus
membaiknya IQ telah didokumentasikan pada pasien yang diobati sampai remaja,
beberapa masalah kognitif dapat bertahan. Ini mungkin termasuk masalah dalam
visuospatial, bahasa, dan fungsi motorik halus. Cacat dalam memori dan perhatian
juga dapat timbul.
Orang tua harus dididik tentang gangguan anak mereka, masalah potensial yang
terkait dengan ada pengobatan atau perawatan yang tidak memadai, dan manfaat
dari pengobatan dini dan tepat. Ini harus mencakup petunjuk pada administrasi
yang tepat dari obat dan bagaimana dan kapan untuk menindaklanjuti dengan
dokter. Karena masalah belajar yang mungkin, bahkan dengan diagnosis dini dan
pengobatan, orang tua harus dianjurkan kapan untuk mencari evaluasi psikomotorik
dan pendidikan dan intervensi. Program intervensi anak usia dini, jika tersedia,
harus didorong.
Ketika kesalahan bawaan dari produksi hormon tiroid dicurigai, konseling genetik
harus disediakan.
8. Komplikasi
Penyakit yang sering muncul akibat hipotiroidisme adalah
a. Penyakit Hashimoto
Disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat otoantobodi yang merusak jaringan tiroid.
Ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat
umpan balik negatif yang minimal.
b. Gondok Endemic
Hipotiroid akibat defisiensi iodium dalam makanan. Ini terjadi karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium
yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH
yang tinggi karena minimnya umpan balik.
c. Iskemia atau infark miokard
Dapat terjadi sebagai respon terhadap terapi pada penderita hipotiroidisme yang berat
dan sudah berlangsung lama atau pada penderita koma miksedema.
d. Karsinoma Tiroid
Karsinoma Tiroid dapat terjadi akibat terapi tiroidektomi, pemberian obat penekan
TSH atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid. Terapi-
terapi tersebut akan merangsan proliferasi dan hiperplasia sel tiroid. (Long,
Barbara.C,2000:261 dan Hudak and Gallo,1996:479)
e. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Kretinisme)
Jika hipotiroidisme yang berat sudah terjadi sewaktu hidup fetal, maka kita akan
mendapatkan penderita yang cebol dan mungkin imbesil. Pada waktu lahir tidak
ditemukan kelainan tetapi pada umur 2-3 bulan sudah bisa timbul gejala lidah tebal
dan jarak antara ke dua mata lebih besar dari biasanya. Pada waktu ini kulit kasar dan
warnanya agak kekuningan. Kepala anak besar, mukanya bulat dan raut mukanya
(ekspresi) seperti orang bodoh sedangkan hidungnya besar dan pesek, bibirnya tebal,
mulutnya selalu terbuka dan juga lidah yang tebal dikeluarkan. Pertumbuhan tulang
juga terlambat. Sedangkan keadaan psikis berbeda-beda biasanya antara agak cerdik
dan sama sekali imbesil.
f. Koma miksedema
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa
menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga
koma. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedema), hormon tiroid bisa
diberikan secara intravena.
g. Kardiak.
Setiap pasien yang sudah menderita hipotiroidisme untuk waktu yang lama hampir
dapat dipastikan akan mengalami kenaikan kadar kolesterol, aterosklerosis dan
penyakit arteri koroner. Setelah sekian lama metabolism berlangsung subnormal dan
berbagai jarigan termasuk miokardium, memerlukan oksigen yang relative sedikit,
maka penurunan suplai darah dapat ditolerir tanpa terjadi gejala penyakit arteri
koroner yang nyata. Namun demikian, bila hormone tiroid diberikan, maka
kebutuhan oksigen akan meningkat tetapi pengangkutan oksigen tidak dapat
ditingkatkan kecuali atau sampai keadaan aterosklerosis diperbaiki. Keadaan ini akan
berlangsung sangat lambat. Timbulnya angina merupakan tanda yang menunjukkan
bhwa kebutuhan miokardium akan oksigen melampaui suplai darahnya. Serangan
angina atau aritimia dapat terjadi ketika terapi penggantian tiroid dimulai, karena
hormone tiroid akan meningkatkan efek katekolamin pada system kardiovaskuler.
9. Askep