HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

24
Chapter 53 Hipertermia Maligna Henry Rossenberg Vinod Malhotra Dana Lynn Gurvitch Seorang laki-laki berusia 7 tahun Dengan kiposkoliosis dijadwalkan untuk operasi untuk memperbaiki strabismus dengan anestesi umum. Riwayat anestesi sebelumnya termasuk anesthesia sevofluran dan nitrat oksida tanpa masalah apapun untuk miringotomi bilateral. Bagaimanapun, ibunya sangat gugup karena sepupu anak laki-laki tersebut meninggal dengan anestesi di Wisconsin tahun lalu. A. Penyakit Medis dan Diagnosis Differensial A.1. Apakah masalah yang menjadi perhatian dalam kasus ini? Pasien merupakan anak laki-laki berusia 7 yahun dengan kifoskoliosis dan strabismus dengan riwayat kematian terkait anestesi dalam keluarga di Winconsin. Oleh karena itu, selain masalah pernapasan yang berhubungan dengan kifoskoliosis, ia memiliki kemungkinan untuk mengalami sindrom hipertermia maligna (MH). Faktor yang mendukung kecurigaan kuat merupakan riwayat keluarga, kifoskoliosis dan lokasi geografis. Terdapat densitas yang tinggi terhadap keluarga yang rentan dengan MH di wilayah Winconsin.

Transcript of HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Page 1: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Chapter 53

Hipertermia MalignaHenry Rossenberg

Vinod Malhotra

Dana Lynn Gurvitch

Seorang laki-laki berusia 7 tahun

Dengan kiposkoliosis dijadwalkan untuk operasi untuk memperbaiki strabismus dengan anestesi

umum. Riwayat anestesi sebelumnya termasuk anesthesia sevofluran dan nitrat oksida tanpa

masalah apapun untuk miringotomi bilateral. Bagaimanapun, ibunya sangat gugup karena sepupu

anak laki-laki tersebut meninggal dengan anestesi di Wisconsin tahun lalu.

A. Penyakit Medis dan Diagnosis Differensial

A.1. Apakah masalah yang menjadi perhatian dalam kasus ini?

Pasien merupakan anak laki-laki berusia 7 yahun dengan kifoskoliosis dan strabismus dengan

riwayat kematian terkait anestesi dalam keluarga di Winconsin. Oleh karena itu, selain masalah

pernapasan yang berhubungan dengan kifoskoliosis, ia memiliki kemungkinan untuk mengalami

sindrom hipertermia maligna (MH). Faktor yang mendukung kecurigaan kuat merupakan riwayat

keluarga, kifoskoliosis dan lokasi geografis. Terdapat densitas yang tinggi terhadap keluarga

yang rentan dengan MH di wilayah Winconsin.

A.2. Apakah yang dimaksud dengan hipertermia maligna (MH)?

MH, pertama kali dideskripsikan oleh Denborough dan Lovell pada tahun 1960, merupakan

suatu sindrom klinis dari keadaan metabolic yang terakselerasi secara nyata yang ditandai oleh

peningkatan suhu inti, takikardia, takipnea, hiperkarbia, kekakuan, asidosis, dan hiperkalemia.

Kematian mungkin terjadi jika pasien tidak ditangani. Pada hampir setiap instansi, sindrom klinis

ini terjadi pada pasien yang rentan ketika agen anestesi pencetus digunakan. Bagaimanapun,

tidak semua tanda muncul pada semua kasus. Pada situasi yang jarang, suatu krisis MH muncul

pada manusia tanpa adanya agen anesthesia.

A.3. Apakah manifestasi klinis dari pasien yang rentan?

Page 2: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Riwayat keluarga, jika ada, khususnya pada keluarga derajat pertama, merupakan indicator kuat

kerentanan terhadap hipertermia maligna (MH). Tanda nonspesifik seperti kiposkoliosis telah

dihubungkan dengan MH tetapi tanpa bukti ilmiah yang kuat. Terdapat sedikit gangguan

miopatik yang diketahui berhubungan dengan kerentanan terhadap MH. Gangguan ini termasuk

central core disease, sindrom King-Denborough, dan multiminicore disease (Tabel 53.1).

Kebanyakan pasien yang rentan terhadap MH tidak memiliki gangguan musculoskeletal yang

jelas atau riwayat keluarga positif.

Tabel 53.1. Gangguan musculoskeletal yang berhubungan dengan pasien yang rentan

terhadap hipertermia maligna

A.4. Apakah riwayat anesthesia dengan sevofluran yang tidak bermasalah sebelumnya

beralasan untuk mengeksklusikan kerentanan pasien terhadap hipertermia maligna

(MH)?

Tidak. Kasus dapat terjadi selama 1 detik atau anestesi berikutnya.

A.5. Apakah manifestasi klinis dari sindrom ini?

Manifestasi klinis dari hipertermia maligna (MH) merupakan hasil dari keadaan tidak terkontrol,

berlebihan, hipermetabolik yang dicetuskan oleh agen anestesi inhalasi poten dan suksinilkolin.

Page 3: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Pada manusia, hanya sedikit kasus MH telah dianggap terjadi sebagai hasil faktor lingkungan

selain agen anestesi. Manifestasi yang biasa muncul yaitu:

Spesisik untuk hipertermia maligan

Peningkatan CO2 end-tidal selama ventilasi konstan (tanda yang paling sensitive dan

spesifik)

Kekakuan menyeluruh (spesifisitas sangat tinggi)

Kekakuan otot masseter (MMR)

Peningkatan temperature (tidak jarang lebih tinggi daripada 40oC [104oF])

Nonspesifik

Takikardia (tanda klinis yang paling awal dan paling konsisten namun tidak spesifik)

Takipnea

Aritmia

Kulit berbintik

Berkeringat banyak

Gangguan tekanan darah

Henti Jantung Hiperkalemik

Henti jantung hiperkalemik tiba-tiba telah dilaporkan terjadi setelah pemberian agen yang

mencetuskan MH pada anak-anak dengan miopati yang tidak terdiagnosis, terutapa distrofi otot

Duchenne’s atau Becker’s. respon ini bukan merupakan hasil perubahan patofisiologi yang sama

yang tipikal untuk MH, tetapi tentu saja destruksi membrane yang mengakibatkan hiperkalemia.

Terapinya sama dengan terapi hiperkalemia, yaitu, glukosa dan insulin, kalsium klorida atau

glukonat, hiperventilasi.

A.6. Apakah temuan laboratorium selama krisis hipertermia maligna (MH)?

Nilai laboratorium sekali lagi mencerminkan perubahan status hipermetabolik dan kerusakan

jaringan otot (Tabel 53.2).

Page 4: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Tabel 53.2. Temuan laboratorium dari hipertermia maligna akut

Page 5: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

A.7. Bagaimanakan insidensi sindrom ini?

Insidensi hipertemia maligna (MH) sulit diukur karena banyak sindrom klinis yang menyerupai

MH dan sering manajemen anestesi diubah ketika tanda awal yang mengerah kepada MH

terdeteksi. Insidensi juga bergantung pada prevalensi mutasi genetik dalam sebuah populasi yang

menyebabkan MH sebagaimana dengan prevalensi penggunaan agen pencetus MH.

Salah satu penelitian epidemiologi paling awal tentang MH yang dilakukan di Denmark dimana

perkiraan insidensi MH fulminan dilaporkan sebanyak 1 dari 260.000 anestesi umum dan 1 dari

60.000 anestesi dengan menggunakan suksinilkolin. Insidensi semakin meningkat, dimana, 1 dari

5000 anestesi, ketika tanda seperti kekakuan otot masseter (MMR), takikardia yang tidak dapat

dijelaskan dan demam yang tidak dapat dijelaskan ditemukan.

Pada provinsi Quebec, Kanada, prevalensi MH dihitung sebanyak 0,2% populasi berdasarkan

penelitian silsilah detail dari keluarga yang rentan MH.

Baru-baru ini, penelitian genetik telah mengarahkan prevalensi mutasi yang menyebabkan MH

yaitu 1 dari 3000 di Perancis dan Jepang.

Insidensi MH klinis muncul lebih sering pada anak-anak dan pada laki-laki.

A.8. Bagaimana penyakit ini diturunkan?

Hipertermia maligna (MH) diturunkan pada manusia secara autosom dominan dengan penurunan

penetrasi dan ekspresivitas yang bervariasi. MH bersifat heterogen dengan lebih dari 7 lokus gen

terlibat.

Lebih dari 50% kasus MH berhubungan dengan gen reseptor rianodin pada kromosom 19. Lebih

dari 100 mutasi telah ditemukan pada gen dengan lebih dari 30 tercatat sebagai penyebab

sindrom ini.

Pada babi yang rentan dengan MH, penurunan autosom resesif dengan hanya satu perubahan

DNA dianggap menjadi penyebab pada semua kasus.

A.9. Apakah gangguan genetik yang menyebabkan kerentanan terhadap hipertermia

maligna (MH)?

Pada hampir semua kasus, pasien yang rentan terhadap MH memiliki gangguan pada saluran

kalsium pada membrane reticulum sarkoplasma otot rangka. Saluran ini dinamakan dengan

reseptor ryanodin (RYR) karena ia mengikat ryanodin alkaloid tanaman. Saluran tersebut sangat

Page 6: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

berhubungan dengan protein dan struktur lainnya, seperti saluran kalsium dihidropiridin yang

memediasi transfer perubahan voltase ke reseptor RYR-1. Protein lain yang berhubungan dengan

reseptor ryanodin yaitu triadin, dan FK 506-binding protein. Namun, mutasi yang menyebabkan

kerentanan terhadap MH ditemukan terutama pada gen untuk reseptor ryanodin. Sebanyak 30%

keluarga yang rentan terhadap MH memiliki satu dari sekitar 30 mutasi penyebab MH, dengan

sekitar 60 mutasi lainnnya yang belum ditemukan.

Gen reseptor dihidropiridin (DHPR), juga termasuk dalam kontrol kalsium intraseluler, telah

dihubungkan dengan kerentanan terhadap MH pada sejumlah kecil keluarga.

Terdapat kemungkinan gen lainnya yang dapat menyebabkan kerentanan terhadap MH tetapi

kurang sering dibandingkan dengan yang berhubungan dengan RYR-1 dan gen DHPR.

Yang menariknya, observasi mutasi genetik yang menyebabkan central core disease yang

menjadi predisposisi terjadinya MH, terletak pada gen RYR-1 juga. Dihipotesiskan bahwa pada

gangguan ini terdapat kebocoran kalsium konstan dari SR, sehingga terjadi deplesi cadangan

kalsium dan menyebabkan aktivasi inadekuat dari aktin dan myosin dan karenanya terjadi

kelemahan otot.

Baru-baru ini tikus percobaan yang mengalami MH telah dibuat dengan menggabungkan satu

dari mutasi penyebab MH ke dalam genom tikus. Tikus tersebut menunjukkan tanda-tanda khas

MH selama paparan terhadap agen pencetus MH dan juga selama paparan dengan suhu

lingkungan yang meningkat.

A.10. Bagaimanakah patofisiologi dari sindrom ini?

Sindrom klinis hipertermia maligna (MH) diakibatkan peningkatan abnormal dan tak terkontrol

dari kadar kalsium intraseluler pada otot rangka. Patofisiologinya yaitu sebagai berikut: proses

pelepasan kalsium dari reticulum sarkoplasmik (SR) normalnya dimulai dengan depolarisasi

sarkolema yang ditransmisikan melalui tubulus-t ke reseptor dihidopiridin yang kemudian

mengaktivasi saluran kalsium yang dinamakan reseptor ryanodin untuk melepaskan kalsium.

Peningkatan kalsium menyingkirkan inhibisi interaksi antara aktin dan myosin yang

menyebabkan bangkitan gaya mekanik. Pelepasan kalsium terjadi melalui saluran dalam SR

yang disebut reseptor ryanodin. Reuptake kalsium mengembalikan konsentrasi sitoplasma

intraseluler dari kalsium ke normal dan relaksasi otot terjadi. Reuptake dimediasi melalui

mekanisme pompa kalsium adenosine trifosfat (ATP)ase.

Page 7: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Terdapat variasi protein intermediet yang juga mengatur konsentrasi kalsium dalam reticulum

intrasarkoplasmik seperti kalsekuestrin dan protein intraseluler juga.

Kontrol pelepasan kalsium sangat dikontrol karena ketika terjadi kontraksi otot, berbagai langkah

yang memerlukan energy menyebabkan penghancuran ATP dan produksi panas.

Pada sebuah episode MH, reseptor ryanodin saluran kalsium terkunci dalam posisi terbuka yang

menyebabkan pelepasan kalsium tak terkontrol dengan peningkatan kadar kalsium

intrasarkoplasmik dan aktivasi otot terus menerus, begitu juga dengan penghancuran ATP.

Pompa kalsium SR tidak mampu menyerap kembali kalsium. Penghancuran ATP selama proses

ini memperhebat produksi panas lebih lanjut.

Proses yang membutuhkan energy ini terjadi melalui glikolisis juga fosforilasi oksidatif. Bisa

jadi kadar ATP tidak mencukupi untuk mempertahankan integritas sarkolemma dan kebocoran

kalium dari sel yang menyebabkan hiperkalemia. Mioglobinemia terjadi dengan alasan yang

sama seperti halnya dengan peningkatan sejumlah enzim, termasuk kreatinin kinase.

A.11. Apakah tes laboratorium yang dapat memperkuat diagnosis kerentanan pasien

terhadap hipertermia maligna (MH)?

Tes diagnostic yang paling akurat untuk MH yaitu paparan otot rangka hasil biopsy dengan

halotan, kafein, dan, baru-baru ini ryanodin atau klorokresol. Pada tes ini, sekitar 2 g otot diambil

dari paha di bawah anestesi regional, atau pada kasus anak-anak, anesthesia umum. Lapisan atau

fasikel otot dengan berat 100 sampai 200 mg disuspensikan dalam air pada suhu 37 oC (98,6oF),

dan paparan dibuat baik dengan halotan, kafein, ryanodin, atau klorokresol dengan konsentrasi

yang bertingkat. Kontraktur isometric, bukan kontraksi, respon terhadap otot diukur dengan

strain gauge mengikuti pedoman tertentu. Ambang dan ketinggian kontraktur diukur dan

diagnosis MH, dibuat berdasarkan ambang kontraktur dan kekuatan yang melebihi nilai tertentu.

tes ini sangat sensitive, mendekati 100%, tetapi terdapat positif palsu, lebih dari 20% dari nilai

positif dapat menjadi positif palsu. Meskipun demikian, nilai dari tes dipakai untuk

mengesampingkan kerentanan MH dengan kepastian.

Karena tes ini invasive dan mahal serta memerlukan kepatuhan yang ketat terhadap persyaratan

tertentu terdapat hanya sekitar 10 pusat pemeriksaan di Amerika Utara. Terdapat lebih dari 20 di

Eropa.

Page 8: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Pasien dan riwayatnya dievaluasi dengan hati-hati oleh pusat biopsy sebelum merekomendasikan

tes tersebut.

Pemeriksaan genetik molekuler untuk kerentanan terhadap hipertermia maligna

Era pemeriksaan DNA untuk kerentanan MH dimulai pada tahun 1990 ketika mutasi gen RYR-1

ditunjukkan sebagai penyebab MH pada babi. Pada manusia, beberapa gen telah dihubungkan

dengan MH, namun gen RYR-1 mungkin bertanggung jawab pada kebanyakan kasus MH. Saat

ini 28 mutasi pada gen RYR-1 telah ditemukan pada manusia yang menyebabkan MH.

Sayangnya, tidak ada mutasi tercatat lebih dari persentase yang kecil pada seluruh pasien dengan

kerentanan MH. Keuntungan utama pemeriksaan genetik yaitu semua yang dibutuhkan untuk

sampel darah dan spesimen dikirim ke laboratorium. Keterbatasan utama pemeriksaan genetik

yaitu sensitivitasnya sekitar 25% bahkan pemeriksaan terhadap adanya 28 mutasi. Sensitivitas

akan meningkat dengan bertambahnya mutasi yang terindentifikasi.

Pasien sebaiknya mempertimbangkan pemeriksaan genetik jika: (a) pasien memiliki tes

kontraktur positif; (b) anggota keluarga memiliki tes kontraktur positif; (c) pasien telah

mengalami episode yang menyerupai MH tetapi tidak menjalani pemeriksaan kontraktur; (d)

anggota keluarga ditemukan memiliki mutasi kausal.

Pada pasien yang diperiksa dan diidentifikasi memiliki mutasi penyebab, pasien dengan mutasi

yang rentan terhadap MH (spesivisitas tinggi) tetapi pasien tanpa mutasi tidak dapat dianggap

sebagai negative MH karena mereka dapat memiliki mutasi lainnya.

Saat ini terdapat dua pemeriksaan laboratorium klinis untuk mendiagnosis kerentanan terhadap

MH: Prevention Genetics (www.prevention.com) dan laboratorium diagnostic DNA di

Universitas Pittsburgh (http://path.upmc.edu/divisions/mdx/diagnostic.html).

Keputusan untuk menjalani pemeriksaan genetik kompleks karena tes ini, meskipun hanya

memerlukan sampel darah, menghabiskan biaya sekitar $800 untuk mencari 23 mutasi. Namun,

sekali mutasi ditemukan, biaya skrining anggota keluarga menjadi $200 per orang.

Pro dan kontra pemeriksaan ini sebaiknya didiskusikan baik dengan ahli MH atau konsulen

genetik.

Page 9: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

A.12. Apakah yang dimaksud dengan sindrom maligna neuroleptik (NMS)?

NMS juga merupakan sindrom hipermetabolik yang ditandai dengan hipertermia, kekakuan,

rabdomiolisis, asidosis, dan takikardia, tampilan yang menyerupai hipertermia maligna (MH).

Namun, NMS dicetukan oleh berbagai obat-obatan neuroleptik seperti haloperidol, antipsikotik

atipikal, fenotiazin, dan obat yang bekerja di sistem saraf pusat lainnya.

Sindrom ini berbeda dengan MH karena deplesi dopamine sentral bertanggung jawab dalam

sindrom ini. Terapi andalannya yaitu benzodiazepine dan agonis dopamine seperti bromokriptin.

Pasien juga berespon terhadap terapi dantrolen.

Berbagai sindrom hipertermia yang diinduksi oleh obat yang menyerupai MH yaitu sindrom

serotonin. Situasi yang paling sering dari sindrom serotonin yaitu pemberian meperidin pada

pasien yang sedang mengkonsumsi obat inhibitor monoamine oksidase (MAO).

Ekstasi dan agonis metilenedioksimetamfetamin (MDMA) lainnya juga menyebabkan

hipertermia. Tandanya juga dapat menyerupai MH, tetapi patofisiologinya sangat berbeda.

Anestesiologis dapat menghadapi pasien dengan NMS yang disedasi dengan haloperidol di

intensive care unit (ICU) dan kondisi yang jarang ketika pasien diberikan agen agonis dopamine

seperti metoklopramid, dan prometazin.

B. Evaluasi dan Persiapan Preoperatif

B.1. Bagaimana kamu mempersiapkan anestesi dan operasi untuk pasien ini?

Persiapan preoperative sebaiknya mencakup riwayat medis secara mendetail, pemeriksaan status

fisik pasien, evaluasi temuan laboratotium termasuk kreatinin kinase (CK), dan pemeriksaan

khusus untuk menentukan kerentanan pasien terhadap hipertermia maligna (MH). Tiga scenario

yang mungkin yaitu sebagai berikut:

Hasil pemeriksaan kontraktur dengan kafein halotan yaitu normal. pasien sebaiknya dianggap

rentan terhadap MH dan anestesi sebaiknya bersifat nonrestriktif.

Pemeriksaan kontraktur halotan kafein abnormal, menunjukkan kerentanan terhadap MH.

Atau amutasi yang menyebabkan MH diidentifikasi. Pada kasus ini, agen anestesi yang bebas

pencetus sebaiknya digunakan dan semua persiapan sebaiknya dibuat sangat cepat untuk

mengatasi perkembangan sindrom ini jika terjadi.

Pemeriksaan kontraktur kafein halotan tidak tersedia. Ini merupakan kasus yang sering

karena pemeriksaan ini hanya sedikit tersedia di beberapa pusat. Pada situasi tertentu, pasien

Page 10: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

sebaiknya diobati sebagai sindrom hipertermia maligna (MHS) dan semua langkah yang

sesaui sebaiknya dilakukan.

B.2. Apakah profilaksis dantrolen dipakai?

Jika anestesi bebas pencetus diberikan dengan pemantauan yang memadai terhadap pada pasien

yang rentan terhadap hipertermia maligna (MH), profilaksis dantrolen tidak diperlukan.

Dengan penggunaan yang bijaksana dari anestesi bebas pencetus, insidensi MH sangat tidak

mungkin. Dantrolen dapat menyebabkan efek samping, seperti mual, muntah, nyeri pada lokasi

injeksi, depresi respon kejang, yang mana dapat menjadi predisposisi pasien mengalami

insufisiensi pernapasan saat periode postoperative.

B.3. Apakah pemeriksaan laboratorium yang kamu perlukan sebelum operasi?

Foto toraks dan elektrokardiogram (EKG) sebaiknya dibuat jika ditentukan dari kifoskoliosisnya

atau penyakit medis lain yang berhubungan. Sebaliknya, tidak ada pemeriksaan rutin yang

diindikasikan untuk operasi strabismus pada anak ini. Kreatinin kinase (CK) serum merupakan

nilai ambang pemeriksaan dan sebaiknya diperiksa.

B.4. Apakah bedah rawat jalan sesuai dengan pasien ini?

Dengan penggunaan anestesi bebas pencetus dan pemantauan yang memadai, bedah yang

dilakukan sebagai bedah rawat jalan dapat dilakukan secara aman. Rawat inap postoperatidf di

rumah sakit hanya berdasarkan kerentanan terhadap hipertermia maligna (MH) tidak dianjurkan.

Ketika MH terjadi, biasanya terjadi segera saat periode postoperative dan biasanya tidak lebih

dari 2 jam setelah operasi. Oleh karena itu, merupakan hal yang bijaksana untuk menempatkan

pasien lebih lama di postanesthesia care unit (PACU) pada kondisi yang terpantau dan sedikit

lebih lama di ambulatory discharge area.

B.5. Sebagain antisipasi terhadap anestesi umum, persiapan apakah yang kamu

lakukan?

Persiapan yang memadai untuk memberikan anesthesia kepada pasien sebaiknya mencakup

pengukuran untuk mencegah dan menangani krisis akut hipertermia maligna (MH). Hal-hal di

bawah ini sebaiknya tersedia: Peralatan

Page 11: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Drain, mengeluarkan atau menghentikan vaporizer

Fresh circuit, kantong reserboir, dan soda lime

Lush machine dan ventilator dengan aliran 10L oksigen per menit selama 10 menit

Pemantauan Routine American Society of Anesthesiologists (ASA) mencakup:

Oksimeter nadi

Kapnometer

Monitor suhu inti

Elektrokardiogram (EKG) dan pemantauan TD

Alat yang harus tersedia:

Cooling Aids

Selimut hipotermia

Crushed ice

Saline dingin untuk irigasi dan infuse intravena

Tabung nasogastrik dan kateter foley selama cavity cooling

Obat-Obatan

Natrium bikarbonat, manitol, furosemid, dantrolen (intravena), air steril, aintiaritmia, insulin,

dekstrosa 50%, dan kalsium klorida

Hindari calcium channel blockers karena ointeraksi dengan dantrolen, memungkinkan

terjadinya henti jantung.

Page 12: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

C. Manajemen Intraoperatif

C.1. Teknik anestesi dan agen apakah yang akan kamu gunakan?

Pendekatan utama yaitu menghindari agen inhalasi poten dan suksinilkolin. Ljika

memungkinkan, anesthesia local dan regional lebih disukai. Anesthesia dapat diinduksi dengan

barbiturate, benzodiazepine, atau hipnotik, dan pasien sebaiknya diventilasi dengan oksigen

100%. Fentanil atau opioid lain dapat ditambahkan untuk memastikan kedalaman anesthesia

yang cukup. Anesthesia topical dari laring dan pita suara dapat dicapai dengan local anestesi

spray. Trakea diintubasi dengan atau tanpa penggunaan relaksan otot nondepolarisasi short-

acting atau intermediate-acting. Maintenance anestesi dicapai dengan menggunakan oksigen dan

NO, narkotik, dan relaksan nondepolarisasi diperlukan. Anesthesia intravena total (TIVA)

merupakan pilihan yang baik juga untuk anesthesia.

Tanda vital dipantau dengan perhatian yang lebih pada kapnografi.

C.2. Agen anestesi apakah yang dikontraindikasikan?

Umumnya, agen anestesi yang dihindari termasuk agen inhalasi poten dan relaksan otot

depolarisasi. Agen yang umum digunakan saat ini, yang berimplikasi mencetuskan hipertermia

maligna (MH) sebagai berikut:

Agen inhalasi-halotan enfluran. Isofluran, desfluran, dan sevofluran

Relaksan otot-suksinilkolin

C.3. Jika ahli bedah ingin menggunakan anesthesia local untuk pembedahan, agen

apakah yang kamu rekomendasikan?

Anestesi ester dan amida sekarang dipertimbangkan aman untuk digunakan pada pasien sindrom

hipertermia maligna (MHS).

C.4. Apakah pentingnya spasme otot masseter yang terjadi setelah pemberian

suksinilkolin?

Kekakuan otot rahang setelah pemberian suksinilkolin disebut dengan masseter muscle rigidity

(MMR). MMR menandakan hipertermia maligna (MH) klinis pada lebih dari 30% kasus. Bahkan

dengan tidak adanya MH klinis, mioglobinuria pada individu dengan MMR biasa terjadi setelah

Page 13: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

operasi. MMR mungkin terjadi pada individu pada semua umur tanpa memperhatikan status

sindrom hipertermia maligna (MHS); namun, MMR lebih sering pada anak-anak, khususnya

setelah induksi gas anestesi.

MMR telah dilaporkan pada 1% anak-anak setelah induksi dengan halotan/suksinilkolin nda

pada dewasa setelah pemberian suksinilkolin. Seandainya MMR terjadi, operasi elektif harus

ditunda, pasien diobservasi di intensive care unit (ICU) selama 24 jam khususnya untuk melihat

adanya mioglobinuria.

Pada kasus pembedahan emergensi, anestesi sebaiknya dikonversikan menjadi teknik nontrigger

dan pasien diobservasi terhadap tanda-tanda awal MH. Terapi dantrolen dan terapi MH lainnya

sebaiknya diberikan segera.

Pasien dan/atau keluarga sebaiknya disarankan untuk dievaluasi kerentanan terhadap MH

Insidensi MMR dan MH pada anak-anak saat ini telah berkurang sebagai hasil dari rekomendasi

yang mana penggunaan suksinilkolin pada anak-anak menjadi antisipasi terhadap situasi

emergensi.

C.5. Dua puluh menit setelah pembedahan dengan anestesi sefovluran, pasien

mengalami takikardia dengan denyutan premature ventrikel dan kulit yang berbercak.

Apakah pengukuran emergensi yang akan kamu lakukan?

Meskipun takikardia dapat diakibatkan oleh penyebab lain yang lebih sering, seperti anestesi

yang cepat dan/atau hipovolemia, hal ini menyebabkan disritmia pada pasien ini-yang memiliki

sindrom hipertermia maligna (MHS)-merupakan kunci utama onset dari sindrom ini. CO2

ekspirasi akhir harus dipantau, dan jika meningkat meskipun ventilasi per menit juga meningkat,

diagnosis hipertermia maligna (MH) harus dipertimbangkan. Karena waktu sangat berharga,

langkah berikut sebaiknya dilakukan; hal ini merupakan krisis emergensi.

Hentikan semua anestesi dan operasi (jika memungkinkan)

Hiperventilasi pasien dengan oksigen 100%

Berikan pertolongan dan meminta bantuan melalui hotline MH dari Malignant Hyperthermia

Association of the United States (MHAUS): 1-800-MH-HYPER

Berikan terapi obat khusus-mulai natrium dantrolen pertama kali ketika perfusi otot masih

dijumpai. Dosis intravena inisial yaitu 2,5 mg per kg harus diikuti dengan dosis ulangan 1-2

Page 14: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

mg per kg hingga totalnya 10 mg per kg tergantung pada respon pasien. Dantrolen tembahan

dapat diberikan jika secara klinis diindikasikan.

Mulai pendinginan agresif segera pada peningkatan temperature secara cepat dan suhu lebih

dari 400C (1040F)-merode untuk pendinginan termasuk hal-hal berikut ini:

Pendinginan permukaan dengan pasien diselimuti menggunakan selimut pendingin dan

packed ice: lavage lambung, rectum, atau peritoneum dengan salin dingin; dan cairan

intravena dingin (salin). Pendinginan sebaiknya dihentikan jika suhu pasien jatuh dibawah

380C (100,40F), untuk mencegah hipoptermia yang tidak disengaja.

Tangani asidosis dengan natrium bikarbonat (2 mEq/kg dosis iinisial dan titrasi seberapa

yang diperlukan)

Atasi hiperkalemia dengan natrium bikarbonat, insulin, dan dekstrosa 50%

Atasi aritmia dengan antiaritmia, dan hindari calcium channel blockers jika dantrolen telah

diberikan

Akses arteri, kateter foley sebaiknya diinsersikan pada semua kasus MH. Kateterisasi vena

sentral sebaiknya dipertimbangkan pada pasien yang tidak stabil atau ketika terapi agresif

diperlukan.

Pertahankan output urin denganmanitol atau furosemid

Periksa kreatinin kinase setiap 12 jam

Periksa elektrolit dan faktor koagulasi

Laporkan pasien dan kejadian yang terjadi ke North American MH Registry

Formulir dapat diambil melalui MHAUS. Web site North American MH registry yaitu

www.mhreg.org

C.6. Apakah indicator yang kamu pantau secara ketat selama menajemen krisis

tersebut?

Parameter yang harus dipantau secara ketat termasuk parameter berikut ini:

Karbon dioksida tidal akhir

Gas/elektrolit/koagulasi darah arteri

Suhu inti

Kadar kreatinin kinase

Kadar mioglobin

Page 15: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Output urin

D. Majanemen Postoperatif

D.1. Apakah komplikasi yang terjadi akibat sindrom ini?

Sindrom koagulasi intravascular diseminata merupakan komplikasi mayor hipertermia maligna

(MH) terutama jika suhu pasien melebihhi 41oC (105,8oF). komplikasi lainnya termasuk gagal

ginjal, hiperkalemia, dan sindrom kompartemen. Sebagai akibat dari penghancuran otot yang

massif, pasien dapat mengalami kelemahan selama beberapa hari dan juga mengeluh kram dan

nyeri otot.

D.2. Apakah yang menjadi follow-up anda dalam kasus ini?

terapi agresif yang dimulai di ruang operasi harus dilanjutkan pada periode postoperative segera

sampai ke postanesthesia care unit (PACU) atau intensive care unit (ICU). Pemberian dantrolen

sebaiknya dilanjutkan selama lebih kurang 36 jam setelah episode terkontrol dengan dosis 1

mg/kg setiap 4 sampai 6 jam titrasi terhadap tanda hipertermia maligna (MH). Kreatinin kinase

serum (CK) sebaiknya diperiksa sampai kembali ke normal.

Nilai laboratorium lainya yang sebaiknya di-follow sampai normal yaitu:

Gas darah arteri

Elektrolit

Profil koagulasi

Suhu tubuh sebaiknya dimonitor bersama dengan tanda vital lainnya. Timbulnya kembali MH

terjadi sekitar 25% kasus yang tertangani dan oleh karena itu pasien sebaiknya dipantau di ICU

sekurang-kurangnya 36 jam setelah episode terjadi.

D.3. Apakah yang akan kamu sarankan pada pasien dan keluarga pasien?

Pasien dan keluarganya sebaiknya diperingatkan akan potensi berbahaya dari sindrom ini dan

sebaiknya disarankan untuk menjalani identifikasi genetik kapan saja. Pedigree dari keluarga

sebaiknya dipersiapkan dan anggota keluarga harus diperiksa terhadap kerentanan terhadap

sindrom ini dan gelang atau liontin identifikasi penyakit diberikan.

Page 16: HIPERTERMIA MALIGNANT.doc

Malignant Hyperthermia Association of the United States (MHAUS) telah aktif sejak 1981 dan

memberikan informasi terkini dan saran manajemen pasien begitu juga dengan gelang pengenal

dan berbagai materi untuk tenaga kesehatan. Berikut ini merupakan contact information:

Panggilan emergensi: 1-800-MH-HYPER

Alamat: MHAUS, 39 East State Street, P.O. Box 1609, Sherburne, NY 13815

Telepon: 1-800-98-MHAUS

Internet: www.mhaus.org

Selain itu, pasien dan keluarga sebaiknya berkonsultasi dengan pusat diagnostic hipertermia

maligna untuk mendiskusikan evaluasi lebih lanjut. Daftar berikut tersedia di MHAUS

Pasien sebaiknya diregistrasikan ke North American MH Registry

Formulir dapat diambil di MHAUS

Web site North American MH Registry yaitu www. mhreg.org

Nomor telepon (888) 274-7899

Registry berlokasi di Children’s Hospital of the University of Pittsburgh. Direkturnya yaitu

dr. Barbara Brandom