hiperbilirubin

40
HIPERBILIRUBINEMIA Pendahuluan Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat bewarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen Pilirubin (4Z, 15 Z bilirubin IX alpha) yang bewarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen hemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat. Pengertian

description

hiperbilirubin

Transcript of hiperbilirubin

HIPERBILIRUBINEMIA

Pendahuluan

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering

ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat

dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia

menyebabkan bayi terlihat bewarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen

Pilirubin (4Z, 15 Z bilirubin IX alpha) yang bewarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer

bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen hemoglobin mamalia.

Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses

glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan

dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir,

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi

pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin

berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat

bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan

demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi

merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai

kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat.

Pengertian

Ikterus neonatorum

Adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera

akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai

tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.

Hiperbilirubinemia

Adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar

yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.

Ikterus fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama

> 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan

mencapai sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat

selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar I mg/dL selama 1 sampai 2

minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai

kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam

waktu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang

mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi

dan lebih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi pencegahan.

Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis bahkan hingga 15 mg/Dl

tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. Kadar normal bilirubin tali pusat kurang dari 2

mg/dL dan berkisar dari 1,4 sampai 1,9 mg/dL.

Ikterus non fisiologis

Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan

di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut.

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

3. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam)

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis,

malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang

tidak stabil).

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup hulan, atau setelah 14 hari pada bayi

kurang bulan.

Bilirubin ensefalopati dan kernikterus

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kcpada manitestasi klinis yang timbul akibat

efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuklei

batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir dan dipakai istilah

akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah Kern ikterus adalah perubahan neuropatolugi

yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di

ganglia basalispons dan serebelum. Kern ikterus digunakan untuk keadaan klinis yang kronik

dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin.

Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan ikterus

berat akan tampak letargis, hipotonik, dan reflek hisap buruk. sedangkan pada fase

intermediate ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan hipertoni. Untuk selanjutnya

bayi akan demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni.

Manifestasi Hipertonia dapat berupa rerrocullis dan opistotonus.

Manifestasi klinis kern ikterus : pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi

yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid cerebal palsy yang berat,

gangguan pendengaran, displasia dental-enamel, paralisis upward gaze.

Patofisiologi

Pembentukan bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari

pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang

pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase

yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi

tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin dan

karbon monoksida (CO), yang diekskresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan

direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. (gambar 1).

Gambar 9.1 Metabolisme Bilirubin

Sumber : MacMahon Jr, dkk'

Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin

melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan

terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut Jika tubuh akan

mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.

Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme

haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg

bilirubin dan sisanya ( 25%) disebut early labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan

hemoglobin karena eritropoesis yang tidak efektif didalam sumsum tulang, jaringan yang

mengaridung protein heme (mioglobin, sitokrom,katalase, peroksidase) dan heme bebas.

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang

dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir

disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang

dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga

reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).

Transportasi bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya

dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai

kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang

rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini

merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke sel

hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan

bersifat non toksik. Selain itu, albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat-

obatan yang bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid. Obat-obat tersebut akan

menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat kompetitor

serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Obat-obatan yang dapat

melepaskan bilirubin dari albumin dengan cara menurunkan afinitas albumin adalah digoksin,

gentamisin, furosemid dan seperti yang terlihat pada tabel 1.

Tabel 9.1 Obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin

Analgetik, antipiretik

Antiseptik, dwsinfektan

Antibiotik dengan kandungan

sulfa

Cefalosporin

Penisilin

Natrium salisilat, Fenilbutazon

Metil, isopopil, dll

Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole,

dll

Ceftriakson, cefoperazon, dll

Propicilin, cloxacilin

Lain-lain Novabiosin. Triptophan, asam mendelik,

kontras X-ray

Sumber : Mac Mahon JR,dkk.

Pada BKB ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan omplikasi dari

hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemi Hal

tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas dan berisiko pula

untuk keadaan nerotoksisitas oleh bilirubin. Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk

yang berbeda, yaitu :

1. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar

bilirubin tak terkonjugasi dalam serum

2. Bilirubin bebas

3. Bilirububin terkonjugasi (terutama monoglukuronida dan diglukuronida) yaitu bilirubin

yang siap diekskresikan melalui ginjal atau sistem bilier.

4. Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum ( a-bilirubin).

Pada 2 minggu pertama kehidupan, a-bilirubin tidak akan tampak. Peningkatan ladar a-

bilirubin secara signifikan dapat ditemukan pada bayi baru lahir normal yang lebih tua

dan pada anak. Konsentrasinya meningkat bermakna pada keadaan hiperlubilirubinemia

terkonjugasi persisten karena berbagai kelainan pada hati.

Asupan bilirubin atau bilirubin intake

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin

terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang

berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitosolik lainnya.

Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari sintesis de novo,

resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan bilirubin oleh sel

hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam

serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.

Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan

berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini terjadi

karena adanya defisiensi ligandin, tetapi hal itu tidak begitu penting dibandingkan dengan

defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke empedu

selama 3-4 hari pertama kehidupan. Walaupun demikian defisiensi ambilan ini dapat

menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi ringan pada minggu kedua kehidupan saat

konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan normal yang sama dengan orang dewasa.

Konjugasi bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di

retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucuronosyl transferase

(UDPG-T). Katalisa oleh ezim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin

monoglukoronida ; yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.

Substrat yang digunakan untuk transglukoronidase kanalikuler adalah bilirubin

monoglukoronida. Enzim ini akan memindahkan satu molekul asam glukuronida dari satu

molekul bilirubin monoglukuronida ; ke yang lain dan menghasilkan pembentukan satu

molekul bilirubin diglukuronida.

Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu

molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi

berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke hati akan terjadi

retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis kronik yang berat

pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukuronida.

Penelitian in vitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi

aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi

bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun. Kapasitas

total konjugasi akan sama dengan orang dewasa pada hari ke-4 kehidupan. Pada periode bayi

baru lahir, konjugasi monoglukuronida merupakan konjugat pigmen empedu yang lebih

dominan.

Ekskresi bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi kedalam kandung empedu,

kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Proses ekskresinya

sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada dalam usus halus,

bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan

kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat

dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk

dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus

halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim β-glukoronidase yang dapat menghidrolisa

monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi yang

selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya;

steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin (suatu produk yang

tidak dapat diabsorbsi).

Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif tinggi

didalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis bilirubin

glukuronida yang berlebih dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan didalam

mekonium. Pada bayi baru lahir, kekurangan relatif flora bakteri untuk mengurangi bilirubin

menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin usus, dibandingkan

dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis bilirubin konjugasi

pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktivitas β-glukuronidase mukosa yang tinggi dan

ekskresi monoglukuronida terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang tidak larut seperti

agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan kadar bilirubin dalam

tinja dan mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini menggambarkan peran kontribusi

sirkulasi enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada bayi baru lahir.

Ikterus fisiologis

Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang maupun cukup

bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan dan

kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Untuk kebanyakan bayi fenomena ini

ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. lkterus fisiologis tidak disebabkan oleh faktor

tunggal tapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologis

bayi barn lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi pada bayi baru

lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance

bilirubin. (Tabel 9.2)

Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early

bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia set darah merah. Resirkulasi aktif bilirubin di

enterohepatik, yang meningkatkan kadar serum bilirubin tidak terkonjugasi, disebabkan oleh

penurunan bakteri flora normal, aktifitas β-glucuronidase yang tinggi dan penurunan motilitas

usus halus.

Tabel 9.2 Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis

Dasar Penyebab

Peningkatan bilirubin yang tersedia

Peningkatan produksi bilirubin Peningkatan sel darah merah

Peningkatan resirkulasi melalui

enterohepatik shunt

Penurunan bilirubin clearance

Penurunan clearance dari

plasma

Penurunan metabolisme

hepatik

Penurunan umur sel darah merah

Peningkatan early bilirubin

Peningkatan aktifitas β-glukoronidase

Tidak adanya flora bakteri

Pengeluaran mekonium yang terlambat

Defisiensi protein karier

Penurunan aktifitas UDPGT

Sumber: Blackburn ST 2

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi

dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai

insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu

formula cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari

pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI,

kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang

terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis.

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early

(berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI). Bentuk early onset

diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late onset diyakini

dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi.

Penyebab late onset tidak diketahui, tetapi telah dihubungkan dengan adanya faktor spesifik

dari ASI yaitu : 2α-20β-pregnanediol yang mempengaruhi aktifitas UDPGT atau pelepasan

bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian

melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat

peningkatan asam lemak unsaturated; atau β-glukorunidase atau adanya faktor lain yang

mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.

Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya.

Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan dan

bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan

produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur.

Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibanding

bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor

antara lain; frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi (Tabel

9.3).

Tabel 9.3 Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada

bayi yang mendapat ASI (sumber Gourley).

Asupan cairan :

Kelaparan

Frekuensi menyusui

Kehilangan berat badan/dehidrasi

Harnbatan eksresi bilirubin hepatik

Pregnandiol

Lipase-free fatty acids

Unidentified inhibitor

Intestinal reabsorptiari of bilirubin

Pasase mekonium terlambat

Pembentukan urobilinoid bakteri

Beta-glukoronidase

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena

peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini hepatic

clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran

hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin kali Iipat.

Tabel 9.4 Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek

Dasar Penyebab

Peningkatan produksi bilirubin

Peningkatan penghancuran

hemoglobin

Incomptabilitas darah

fatomaternal (Rh, ABO)

Defisiensi enzim kongenital

(G6PD, galaktosemia)

Peningkatan jumlah hemoglobin

Peningkatan sirkluasi

enterohepatik

Perubahan clearance bilirubin hati

Perubahan produksi atau aktivitas

uridine diphosphoglucoronyl

transferase

Perubahan fungsi dan perfusi hati

(kemampuan konjugasi)

Obstruksi hepatik (berhubungan

dengan hiperbilirubinemia direk)

perdarahan tertutup

(sefalhematom, memar) sepsis

Polisitemia (twin-to-twin

transfusion, SGA)

Keterlambatan klem tali pusat

Keterlambatan pasase

mekonium, ileus mekonium,

Meconium plug syndrome.

Puasa atau keterlambatan

minum atresia atau stenosis

intestinal

Imaturitas

Gangguan metabolik/endokrin

(Criglar-Najjar disease

Hiportiroidisme, gangguan

metabolisme asam amino)

Asfiksia, hipoksia, hipotermi,

hipoglikemi. Sepsis (juga

proses imflamasi).

Obat-obatan dan hormon

(novobiasin,pregnanediol).

Anomali kongenital (atresia

biliaris, fibrosis kistik) statis

biliaris (hepatitis, sepsis)

Billirubin load berlebihan

(sering pada hemolisis berat)

Sumber : Blackburn ST.

Diagnosis

Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu

penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk bayi-bayi yang pulang

lebih awal Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan disosialisasikan pada

dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya. Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan

memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan

tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak

terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL.

Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dan salah satu penyebab ikterus

patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar kulit yang

berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.

Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah

letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang

berat.

Tabel 9.5 Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan ≥ 35 mg. (sumber AAP)

Faktor risiko major

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada

daerah risiko tinggi

- Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan

- Inkomparibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau

penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETOO)

- Umur kehamilan 35-36 minggu

- Riwayat anak sebelamnya yang mendapat fototerapi

- Sefalhematom atau memar yang bermakna

- ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang

berlebihan

- Ras Asia Timur

Faktor risiko minor

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada

daerah risiko sedang (gambar 2)

- Umur kehamilan 37-38 minggu

- Sebelum pulang, bayi tampak kuning

- Riwayat anak sebelumnya kuning

- Bayi makrosomia dari ibu DM

- Umur ibu ? 25 tahun

- Laki-laki

Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus yang

signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah resiko makin

rendah)

- Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko

rendah

- Umur kehamilan ≥ 41 minggu

- Bayi mendapat susu formula penuh

- Kulit hitam

- Bayi dipulangkan setelah 72 jam

Manajemen

Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan

hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan

farmakologi, fototerapi dan tranfusi tukar.

Strategi pencegahan

American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam

pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau

lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia

berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan

seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan.

Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering

menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora

normal , dan merangsang akitifitas usus halus.

Strategi pencegahan hiperbilirubinernia

1. Pencegahan primer

Rekomendasi 1.0 : Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali

perhari untuk beberapa hari pertama. :

Rekomendasi 1 1 : Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air

pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

2. Pencegahan sekunder

Rekomendasi 2.0

Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya

hiperbilirubinemia berat. selama periode neonatal

Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus diperiksa

golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun

yang tidak biasa.

- Rekomendasi 2.1 : Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,

dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan darah dan tipe

Rh(D) darah tali pusat bayi.

- Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu 0, Rh positif, terdapat pilihan untuk

dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal

itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap risiko sebelum

keluar Rumah Sakit (RS) dan tindak lanjut yang memadai.

Rekomendasi 2.2 tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa semua bayi

secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap

penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi,tetapi tidak

kurang dari setiap 8-12 jam.

- Rekomendasi 2.2.1 : protokol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh staf

perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara transkutaneus

atau memeriksa bilirubin serum total.

3. Evaluasi laboratoriurn

Rckomendasi 3.0 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total

harus dilakukan pada setiap yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah

Iahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau

bilirubin serum total tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total

terletak (Gambar. 3), umur bayi, dan evolusi hiperbilirubinemia.

Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total

harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan,

pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum harus dilakukan, terutama

pada kulit hitam, oleh ksrena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkah

salah.

Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur

bayi dalam jam.

4. Penyebab kuning

Rekomendasi 4.1 :memikirkan Kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang

menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat

dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Rekomendasi 4.1.1 : Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau

konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium

tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Rekomendasi 4.1.2 : Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus

dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk

mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid

dan galaktosemia.

Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi meningkat,

dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis.

Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase

dehydrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat

fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang

menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon

terhadap fototerapi yang buruk.

5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan

Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai

terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus

menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting pada bayi

yang pulang sebelum umur 72 jam.

Rekomendasi 5. 1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:

- Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total

sebelum keluar RS , secara individual atau kombinasi untuk pengukuran yang

sistimatis terhadap risiko :

- Penilaian foktor risiko klinis,

6. Kebijukan dan prosedur rumah sakit

Rekomendasi 6.1 : Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua

saat keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring

terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan.

Rekomendasi 6.1.1 : tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas

kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk,

menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dari tempat untuk

melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau

tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal

lainnya.

Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :

Tabel 9.6 Saat tindak lanjut

Bayi Keluar RS Flarus Dilihat Saat Umur

Sebelum unwr 24 jam 72 jamAntara umur 24 dan 47,9 jam 96 jamAntara umur 48 dan 72 jam 120 jam Sumber : AAP

Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2 kunjungan

tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara 24-72 jam dan kedua antara 72-120

jam. Penilaian klinik harus digunakan dalam menentukan tindak lanjut. Pada bayi

yang mempunyai faktor risiko terhadap hiperbilirubinemia, harus dilakukan tindak

lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan bayi yang risiko kecil atau

tidak berisiko, waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama.

Rekomendasi 6.1.3 : Menunda pulang dari Rumah Sakit :

Bila tindak lanjut yang memadai tidak dapat dilakukan terhadap adanya

peningkatan risiko timbulnya hiperbiliruhinemia berat, mungkin diperlukan

penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut yang memadai dapat

dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati (72-96 jam)

Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut Penilaian tindak lanjut harus termasuk

berat badan bayi dan perubahan persentase berat lahir, asupan yang adekuat, pola

buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kunino. Penilaiati klinis

harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan petneriksaan bilirubin Jika

penilaian visual meragukan, kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin total

serum harus diperiksa. Perkiraan kadar bilirubin secara visual dapat keliru,

terutama pada bayi dengan kulit hitam.

7. Pengelolaan bayi dengan ikterus

Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASl Berikut ini adalah elemen-elemen kunci

yaitu perlu diperhatikan pada pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat

ASI (Tabel 9.7).

Tabel 9.7 Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI

1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran

jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam.

2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan

waktu yang singkat lebih efektif dibundingkan dengan menyusui yang lama

dengan frekuansi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan adalah sama

3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganci.

4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui

5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum,

rangsang pengeluaran/ produkai ASI dengan cara memompa, dan menggunakan

protocol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP

6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnortnalitas ASI,

sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika

ikrerus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL, atau ibu

memiiiki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Penggunaan farmakoterapi

Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang

induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran heme,

atau untuk mengikat billirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik

menurun. , antara lain :

1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan

inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan tranfusi ganti.

2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan konsentrasi

UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. Penggunaan

fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak direkomendasikan.

Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan bermakna , hal ini membuat

penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada

inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan tranfusi ganti. Penggunaan fenobarbital

profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi atau tranfusi ganti pada bayi dengan defisiensi

G6PD ternyata tidak membuahkan hasil.

3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah

diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. Protoporphyrin telah terbukti efektif sebagai

inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisme heme

menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan

secara utuh didalam ctnpcdu.

4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa penyakit

hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan

kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP . berhubungan

dengan timbulnya eritema fota toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, khususnya jika

digunakan bersamaan dengan fototerapi. Pada penelitian terbaru dengan penggunaan Sn-

MP, maka fototerapi pada bayi cukup bulan tidak diperlukan lagi, sedangkan pada bayi

kurang bulan penggunaanya telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam

percobaan dan keluaran jangka panjang belum diketahui, sehingga pemakaian obat ini

sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian

hiperbilirubinemia yang berkembang menjadi disfungsi neurologi dan juga sebagai

clinical trial.

5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor β-glukuronidase pada bayi sehat

cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein hoidrolisat dalam

jumlah kecil (5 ml/dosis -6 kali/hari) dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan

ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol. Kelompok bayi yang

mendapat campuran whey/kasein (bukan inhibitor β-glukuronidase) kuningnya juga

tampak menurun dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan

oleh peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang berakibat pada penurunan jalur

enterohepatik.

7. Foto terapi dan tranfusi tukar

Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus

meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan telah terjadi

hemolisis dan direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi.

Tabel 9.8 Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia.

Terapi

Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi Lakukan pemeriksaan laboratorium:

Bilirubin total dan direk Golongan darah (ABO, Rh) Test antibodi direct (Coombs) Serum albumin Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi Jumlah retikulosit ETCO (bila tersedia) G6PD bila terdapat Lecurigaan (berdasarkan etnis dan geografis) atau respon

terhadap foto terapi kurang Urinalisis Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan kemungkinan sepsis

lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, dan Iiyur untuk protein, glukosa, hitung sel dan kultur.

Tindakan: Bila billirubin total ≥ 25 mg atau ≥ 20 mg padahal sakit atau bayi ≤ 38 minggu,

lakukan petneriksaan golongan darah dan cross match pada pasien yang akan direncanakan transfusi ganti

Pada bayi dengan penyakit omimun hemolitik dan kadar bilirubin total meningkat walau telah dilakukan foto terapi intensi atau daLun 2-3 mg/dL kadar transfusi ganti, berikan imunoglobulin intravena 0,5-1 g/Kg selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.

Pada bayi pang mengalami penurunan berat badan lebih dari 12% atau secara klinis atau bukti secara biokimia menunjukantanda dehidrasi, dianjurkan pemberian susu formula atau ASI tambahan.Bila pemberian peroral kulit dapat diberikan intravena .

Pada bayi mendapat foto terapi intensif Pemberian minurn dilakukan setiap 2-3 jam Bila Bilirubin total ≥ 25 mg /dL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3 jam Bila bilirubin total 20-25 mg/dL pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 3-4 jam,

bila <20 mg/dl diulanag dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun periksa Gang dalam 8 -12 jam

Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati kadar transfusi tukar atau perbandingan billirubin total dengan albumin (TSB/albumin) meningkat mendekati angka untuk transfusi tukar maka lakukan tranfusi ganti.

Bila kadar bilirubin total kurang dari 13-14 mg/dL foto terapi dihentikan Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan bilirubin ulangan

boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melihat kemungkinan terjadinya rebound.

Rekomendasi 7.1.1 : Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan tranfusi ganti, kadar

bilirubin direk atau konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total. Dalam

kondisi dimana kadar bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total, tidak tersedia

data yang baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan untuk berkonsultasi

kepada ahlinya.

Rekomendasi 7.1.2 : Jika kadar bilirubin total serum berada pada angka untuk

rekomendasi dilakukan tranfusi ganti (Gambar 9.4) atau jika kadar bilirubin total

sebesar 25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu, hal ini merupakan keadaan

emergensi dan bayi harus segera masuk dan mendapatkan perawatan fototerapi

intensif Bayi-bayi ini tidak harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini

dapat menunda terapi.

Rekomendasi 7.1.3: Tranfusi ganti harus dilakukan hanya oleh personel yang terlatih

di ruangan NICU dengan observasi ketat dan mampu melakukan resusitasi.

Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian y-globulin (0,5-1 g/

kgBB selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar bilirubin total serum meningkat

walaupun telah mendapat fototerapi intensif atau kadar bilirubin total serum berkisar

2-3 mg/dL dari kadar tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat diulang dalam 12

jam.

Rasio albumin serum clan rasio bilirubin/albumin

Rekomendasi 7.1.5: Merupakan suatu pilihan utnuk mengukur kadar serum albumin

dan mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3 g/dl sebagai satu faktor risiko

untuk menurunkan ambang batas penggunaan fototerapi. (Gambar 9.3)

Rekomendasi 7.1.6: Jika dipertimbangkan tranfusi ganti, kadar albumin serum harus

diukur clan cligunakan rasio bilirubin/albumin yang berkaitan dengan kadar bilirubin

total serum dan faktor-faktor lainnya yang menentukan dilakukannya tranfusi ganti.

Bilirubin ensefalopati akut

Rekomendasi 7.1.7: Direkomendasikan untuk segera melakukan tranfusi ganti pada

setiap bayi ikterus dan tampak manifestasi fase menengah sampai lanjut dari akut

bilirubin ensefalopati (hipertonia; arching, retrocollis, opistotonus, demairi, menangis

melengking) meskipun kadar bilirubin total serum telah turun

Rekomendasi 7.2 : Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus memiliki

peralatan untuk fototerapi intensif.

Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan

Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan fototerapi (Gambar 9.3),

AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan, menyusui harus diteruskan. Juga

terdapat pilihan memilih untuk menghentikan menyusui sementara dan menggantinya

dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin clan atau meningkatkan

efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui yang.mendapat.,fototerapi suplementasi,

dengan pemberian A$I yang dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi tidak

adekuat, berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi.

Sebagai patokan gunakan kadar billirubin total

Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi GOD, asfiksia, letargis, suhu tubuh

yang tidak stabil, sepsis, asidosis,atau kadar albumin ≤ 3 g/dL

Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan untuk melakukan foto

terapi pada kadar biliruhin total sekitar medium risk line. Merupakar, pilihan untuk

melakukan intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayi-bayi

yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi

untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7 minggu.

Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau di rumah pada kadar

bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukan, namun pada bayi-bayi yang

memiliki faktor risiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah.

Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green

spectrum(panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 ..

(diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di

bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas).

Bila kosentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang

mendapat foto terapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

Tabel 9.9 Efek samping fototerapi

Efek samping Perubahan spesifik Implikasi klinis

Perubahan suhu dan metabolik lainnya

Peningkatan suhu lingkungan dan tubuh

Dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori (energi untuk merespon perubahan suhu), Peningkatan konsumsi oksigen adekuat atau tidaknya penyesuaian terhadap Peningkatan lain respirasi suhu pada unit fototerapi, jarak dari unit ke bayi Peningkatan aliran darah ke dan inkubator (berkaitan dengan aliran udaraWit dan kehilangan udara pada radiant wanner), penggunaanservoconnul

Perubahankardiovaskular

Perubahan sementara curahjantung dan penurunan curahventrikel kiri

Terbukanya kembali duktus arteriosus, kemungkinan karena fotorrlaksasi, hiasanya tidak signitikan terhadap hemodinamik perubahan hemodinamik terlihat pada 12 jam pertama fototerapi, setelah itu kembali ke awal

Status cairan Peningkatan aliran darah perifer

Meningkatkan kehilangan cairan melalui dapat mengubah keperluan pemakaian medikasi intramuskular

Peningkatan insensible water loss

Disebabkan oleh kehilangan cairan melaui evaporasi, metabolik, dan respirasi dipengaruhi oleh lingkungan (aliran udara, kelembaban, temperature), karakteristik unit fototerapi, perubahan suhu kulit dan suhu inti bayi, denyut jantung laju respirasi, laju metabolik, asupan kalorai bentuk tempat tidur (meningkat dengan penggunaan radiant warner dan inkubator)

Fungsi saluran cerna Peningkatan jumlah dan frekuensi buang air besar

Berkaitan dengan peningkatan aliran empedu yang dapat menstimulasi aktivitas saluran cerana

Feses cair, berwarna hijau kecokelatan

Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses

Penurunan waktu tranis usus

Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses dan resiko dehidrasi

Penurunan absorpsi, retensi nitrogen, air dan elektrolit

Perubahan mendadak paada cairan dan elektrolit

Perubahan aktivitas laktosa, riboflavin

Intoleransi sementara laktosa dengan penurunan laktase pada silia epitel dan peningkatan frekuensi BAB dan konstensi air pada feses

Perubahan aktivitas Letargis, gelisah Dapat mempengaruhi hubungan orang tua-bayi

Perubahan berat badan

Penurunan nafsu makan

Menyebabkan perubahan asupan cairan dan kalori

Penurunan pada awalnya namun terkejar dalam 2-4 minggu

Disebabkan oleh pemberian asupan makanan penutup mata meningkatkan risiko infeksi aberasi korne, peningkatan tekanan intrakranial (jika terlalu kencang)

Perubahan kulit Tanning Disebabkan oleh induksi sintesa melanin atau disperse oleh sinar ultraviolet

Rashes Disebabkan oleh cedera pada sel mast kulit dengan pelepasan histamine, eritmea dan sinar ultriolet.

Burns Disebabkan oleh pemaparan yang berlebihan dari emisi gelombang pendek sinar fluorescent

Bronze baby syndrome Disebabkan oleh interaksi fototerapi dan ikterus kolestrasis, menghasilkan pigmen cokelat (bilifuscin) yang mewarnai kulit, dapat pulih dalam hitungan bulan.

Perubahan endoktrin Perubahan kada honadortopin serum (peningkatan LH dan FSH)

Belum diketahui secara pasti

Perubahan hematologi Peningkatan turnover trombosit

Merupakan masalah bagi bayi dengan trombosit yang rendah dan yang dalam keadaan sepsis

Cedera pada sel darah merah dalam sirkulasi dengan penuruna kalum dan peningkatan aktivitas ATP

Menyebabkan hemalisi, meningkatkan kebutuhan energi

Perhatian terhadap perilaku psikologis

Isolasi Efek diatasi oleh perawatan yang baik

Perubahan status organisasi dan menajemen perilaku

Dapat diatasi dengan interaksi orang tua-bayi dapat mempengaruhi ritme kardiak.

Gambar 9.5 Panduan Transfusi tukarSumber AAP

Gambar 9.5. Panduan transfusi tukar. (Sumber AAP).

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan tanpa patokan pasti karena

terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap foto terapi

Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala ensefalopati akut (

hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch cry, demam) atau bila kadar

bilirubin total > 5 mg/dL diatas garis patokan.

Faktor risiko: penyakit hemulitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu

tidak stabil, sepsis, asidosis

Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total / albumin (lihat tabel 9.9)

Sebagai patokan adalah bilirubin total

Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko sedang) transfusi tukar

dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya

Tabel 9.10 Rasio bilirubin albumin sebagai penunjang untuk memutuskan untuk transfusi tukar

Katageri Risiko

Rasio B/A saat Transfusi TukarHarus DipertimbangkanBil Tot (mg/dl)Alb, g/dl

Bil Tot (µ mol/L)/Alb, µmol/L

Bayi > 38 0/7 mgBayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat atau > 380/7 mg

8,0 0,94

Jika risiko tinggi atau isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD

7,2 0,84

Bayi 350/7 mg jika risiko tinggi atau Isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD

6,8 0,80

Dikutip dari AAP 2004

Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat dilihat pada

Tabe19.11. Penatalaksanaan fototerapi dan tranfusi tukar berdasarkan berat badan

pada Tabel 9.12

Tabel 9.11 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan

berdasarkan - American Academy of Pediatrics

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/Dl [µmol/L])

Usia (jam) Pertimbangan

Fototerapi

Fototerapi Transfusi tukar

jika fototerapi

intensip gagal

Transfusi tukar

dan fototerapi

intensip

25 -48

49-72

>72

≥ 12 (170)

≥ 15 (260)

≥ 17 (290)

≥ 15 (260)

≥ 18 (310)

≥ 20 (340)

≥ 20 (340)

≥ 25 (430)

≥ 25 (430)

≥ 25 (430)

≥ 30 (510)

≥ 30 (510)

Tabel 9.12 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi

baru lahir yang relatif sehat.

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL)

Sehat Sakit

Berat Badan Fototerapi Transfusi Tukar Fototerapi Transfusi Tukar

Kurang Bulan

< 1000 g 5-7 bervariasi 4-6 Bervariasi

1001 -1500 g 7-10 bervariasi 6-8 Bervariasi

1501- 2000 g 10-12 bervariasi 8-10 Bervariasi

2001-2500 g 12-15 bervariasi 10-12 Bervariasi

Cukup bulan

>2500 15-18 20-25 12-15 18-20

(sumber : Madan dkk.)

Komplikasi transfusi tukar

1. Hipokalsemia dan hipomagnesia

2. Hipeglikimia

3. Gangguan keseimbangan asam basa

4. Hiperkalemia

5. Gangguan kardiovaskular

Perforasi pembuluh darah..

Emboli.

Infark.

Aritmia.

Volume overload.\

Arrest.

6. Pendarahan.

Trombositopenia.

Defisiensi faktor pembekuan.

7. Infeksi.

8. Hemolisis.

9. Graft-versus host disease.

10. Lain-lain: hipotermia, hipertemia, dan kemungkinan terjadinya enterokolitis

nekrotikans.