Bab i Hiperbilirubin

download Bab i Hiperbilirubin

of 41

description

nursing

Transcript of Bab i Hiperbilirubin

LAPORAN CASE CONFERENCE ASUHAN KEPERAWATAN BAYI NY. M DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA, BBLR, PREMATUR DAN ASFIKSIADI RUANG PERINATOLOGI RSUD KABUPATEN TANGERANG

DISUSUSUN OLEH :KELOMPOKFAULYA NURMALA AROVAFEBRIYANI PAMIKATSIHGEISANDRA ASTAQVIANI PUTRIHAMIDATU ULFIYAHYANTI MULYANTI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA2014

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangAngka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000 per kelahiran hidup. Di Amerika Serikat terdapat sekitar 60% dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya mengalami ikterus. Di Malaysia ditemukan sekitar 75% bayi mengalami ikterus pada minggu pertama kelahirannya. Di Indonesia insiden ikterus pada bayi aterm dibeberapa Rumah sakit (RS) pendidikan bervariasi dari 13,7-85%. Bayi dengan ikterus berpotensi menjadi hiperbilirubinemia, terlebih bila terdapat keadaan patologis yang mendasari (Depkes, 2007).Kematian perinatal yang disebabkan oleh bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi normal. Angka kematian sering disebabkan komplikasi neonatal seperti, asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan intracranial, hipoglikemia, infeksi dan ikterus. Bayi dengan BBLR rentan terjadi ikterus karena organ hati belum dapat berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin bebas (Nany, 2011).Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Dimana kadar bilirubin yang berlebihan yaitu > 5mg/dl (86mol/L) atau terjadinya peningkatan kadar bilirubin plasma 2 standar deviasi kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari presentil 90 (Mansjoer, 2008). Hiperbilirubin dapat disebabkan Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin. Polisitemia ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, traumalahir, Ibu diabetes, Asidosis Hipoksia/asfiksia, Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik. Dampak yang terjadi dalam jangka pendek bayi akan mengalami kejang-kejang, sementara dalam jangka panjang bayi bisa mengalami cacat neurologis contohnya ketulian, gangguan bicara dan retardasi mental. Jadi, penting sekali mewaspadai keadaan umum si bayi dan harus terus dimonitor secara ketat (Saifuddin, 2002).B. Tujuan penulisanTujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan hiperbilirubin pada neonatus.C. Manfaat Penulisan1. Makalah ini dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan hiperbilirubin pada neonatus.2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca mengenai asuhan keperawatan hiperbilirubin pada neonatus.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. HIPERBILIRUBINEMIA1. DefinisiIkterus NeonatorumYaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena penumpukan bilirubin. (Prawirohartono, 2000)Ikterus fisiologisYaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologisYaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. KernicterusSuatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel sel otak. 2. EtiologiPenyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor.Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.d. Gangguan dalam ekskresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Poland, 1998)

Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan kernikterus tidak pernah dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 -pregnan-3 , 2-diol dan asam lemak rantai panjang, tak-teresterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang diperberat yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu (Behrman et. Al, 1992).3. PatofisiologiPeningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi(Behrman et. Al, 1992).4. Manifestasi KlinisPengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya (Behrman et. Al, 1992).

Tabel 1. Derajat ikterus pada neonatus menurut KramerZona Bagian tubuh yang kuningRata-rata serum bilirubin indirek ( mol/l)

1.Kepala dan leher100

2.Pusat-leher150

3.Pusat-paha200

4.Lengan + tungkai250

5.Tangan + kaki> 250

5. Pemeriksaan Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat.Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena perdarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit (misalnya sferositosis), sindrom gawat nafas, toksositosis obat, defisiensi G-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5 mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayi dari ibu penderita diabetes melitus, dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama biasanya terjadi pada atresia duktus koledokus, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi post natal, dan lain-lain (Behrman et. Al, 1992).

Pendekatan menentukan kemungkinan penyebabMenetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan itu yaitu menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu :Ikterus yang timbul pada 24 jam pertamaPenyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut : Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri). Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu : Kadar bilirubin serum berkala Darah tepi lengkap Golongan darah ibu dan bayi Uji coombs Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir Biasanya ikterus fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam. Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin Polisitemia Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain). Hipoksia. Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain. Dehidrasi asidosis. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.Pemeriksaan yang perlu dilakukan :Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama Biasanya karena infeksi (sepsis). Dehidrasi asidosis. Difisiensi enzim G-6-PD. Pengaruh obat. Sindrom Criggler-Najjar. Sindrom Gilbert. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya Biasanya karena obstruksi. Hipotiroidisme. breast milk jaundice Infeksi. Neonatal hepatitis. Galaktosemia. Lain-lain.Pemeriksaan yang perlu dilakukan : Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala. Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan penyaring G-6-PD. Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kernicterus.Ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu : Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan. Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.6. PencegahanIkterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan : Pengawasan antenatal yang baik. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir. Pemberian makanan yang dini. Pencegahan infeksi.7. Penatalaksanaana. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya yaitu pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca-tranfusi tukar.d. Tranfusi tukar Pada umumnya tranfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut : Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg%. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung. Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat < 14 mg% dan uji Coombs direk positif.Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan seperti asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar protein serum kurang atau sama dengan 5 g%, berat badan lahir kurang dari 1.500 gr dan tanda-tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati seperti pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.Pengobatan umumBila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau faktor penyebab dan perawatan yang baik. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pemberian makanan yang dini dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi kamar bersalin dan bangsal bayi yang baik.Tindak lanjutBahaya hiperbilirubinemia yaitu kernicterus. Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut : Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan Penilaian berkala pendengaranFisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa (Behrman et. Al, 1992).B. BBLR dan Prematur1. PengertianBayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. dulu bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram (2500 gram) disebut bayi prematur. Tetapi ternyata morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas bayi itu (Wiknjosastro, 2002).Untuk mendapat keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970) telah diusulkan defenisi berikut : Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42 minggu. Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih. 2. Etiologia. Prematuritas murni 1) Faktor ibu PenyakitPenyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis. Penyebab lainnya adalah diabetes mellitus, penyakit jantung, bacterial vaginosis, chorioamnionitis atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi prematuritas. UsiaAngka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada usia dibawah 20 tahun dan pada multi gravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Pada ibu-ibu yang sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak juga sering ditemukan. Kejadian terendah adalah pada usia antara 26-35 tahun. Keadaan sosial ekonomiKejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.2) Faktor janinHidramnion, gawat janin, kehamilan ganda, eritroblastosis umumnya akan mengakibatkan BBLR (Wiknjosastro, 2002).b. Dismaturitas Penyebab dismaturitas adalah setiap keadaan yang menganggu pertukaran zat antara ibu dan janin (gangguan suplai makanan pada janin). Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan insuffisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi ibu (Wiknjosastro, 2002).3. Patofisiologi Bayi lahir prematur yang BBLR-nya sesuai dengan umur kehamilan pretermnya biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat ketidakmampuan uterus untuk mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan (Wiknjosastro, 2002).Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan efisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi ibu. Dismaturitas mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan nutrisi atau oksigen. Sehingga masalahnya bukan pada dismaturitasnya, tetapi agaknya pada resiko malnutrisi dan hipoksia yang terus menerus. Serupa halnya dengan beberapa kelahiran preterm yang menandakan perlunya persalinan cepat karena lingkungan intrauteri berpotensi merugikan (Wiknjosastro, 2002).

4. Manifestasi Klinika. Prematuritas murniBerat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkaran kepala kurang dari 33 cm, masa gestasi kurang dari 37 minggu. Kepala relatif besar dari badannya, kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang. Ossifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genitalia imatur. Desensus testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh labia mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan mamma belum sempurna, puting susu belum terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal, yaitu posisi dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur daripada bangun. Tangisnya lemah, pernapasan belum teratur dan sering terdapat serangan apnoe. Otot masih hipotonik, sehingga kedua tungkai selalu dalam keadaan abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu jurusan. (Wiknjosastro, 2002).Refleks moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum sempurna, begitu juga refleks batuk. Kalau bayi lapar, biasanya menangis, gelisah, aktivitas bertambah. Bila dalam waktu tiga hari tanda kelaparan ini tidak ada, kemungkinan besar bayi menderita infeksi atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang menjadi lebih nyata sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat pitting edema. Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes mellitus, dan toksemia gravidarum. (Wiknjosastro, 2002).Frekuensi pernapasan bervariasi terutama pada hari-hari pertama. Bila frekuensi pernapasan terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus waspada kemungkinan terjadinya penyakit membran hialin, pneumonia, gangguan metabolik atau gangguan susunan saraf pusat. Dalam hal ini, harus dicari penyebabnya, misalnya dengan melakukan pemeriksaan radiologis toraks. (Wiknjosastro, 2002).b. DismaturitasDismaturis dapat terjadi preterm, term, dan postterm. Pada preterm akan terlihat gejala fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala dismaturitas. Dalam hal ini berat badan kurang dari 2500 gram, karakteristik fisis sama dengan bayi prematur dan mungkin ditambah dengan retardasi pertumbuhan dan wasting. Pada bayi cukup bulan dengan dismaturitas, gejala yang menonjol adalah wasting, demikian pula pada post term dengan dismaturitas (Wiknjosastro, 2002).Bayi dismatur dengan tanda wasting tersebut, yaitu :1) Stadium pertamaBayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering seperti perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium.2) Stadium keduaDidapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan pada kulit, plasenta, dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam amnion yang kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta sebagai akibat anoksia intrauterin.3) Stadium ketigaDitemukan tanda stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna kuning, demikian pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda anoksia intrauterin yang sudah berlangsung lama (Wiknjosastro, 2002).5. Pemeriksaan Bayi berat lahir rendah didiagnosis bila termasuk dalam golongan :a. Prematuritas murniMasa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannnya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut Bayi Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan (BKB-SMK).b. DismaturitasBayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) (Wiknjosastro, 2002).

6. Penatalaksanaana. Penatalaksanaan Prematur MurniMengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus, maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi, serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi. (Behrman et. Al, 1992). Atur suhuBBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat. Bisa dengan membersihkan cairan pada tubuh bayi, kemudian dibungkus. Atau bisa juga dengan meletakkannya di bawah lampu atau dalam inkubator. Dan bila listrik tidak ada, bisa dengan metode kangguru, yaitu meletakkan bayi dalam pelukan ibu (skin to skin) (Behrman et. Al, 1992). Cegah sianosisCara mencegah sianosis dapat dengan cara pemberian oksigen agar saturasi oksigen dalam tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal. Cegah infeksiBBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup untuk membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi, antara lain mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, membersihkan tempat tidur bayi segera sesudah tidak dipakai lagi, membersihkan kulit dan tali pusat bayi dengan baik(Behrman et. Al, 1992). Pemberian vitamin KDosis 1 mg intra muskular, sekali pemberian. Pemberian vitamin K pada bayi imatur adalah sama seperti bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang normal. Intake harus terjaminPada bayi-bayi prematur, refleks isap, telan dan batuk belum sempurna. Kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan, terutama lipase masih kurang. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000 gram atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat kurang dari 1500 gram kurang mampu mengisap air susu ibu atau susu botol, terutama pada hari-hari pertama. Dalam hal ini bayi diberi minum melalui sonde lambung. (Behrman et. Al, 1992).b. Penatalaksanaan bayi dismaturitasPada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, seperti pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegah infeksi dan lain-lain. Bayi dismatur biasanya tampak haus dan harus diberi makanan dini (early feeding). Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Kadar gula darah harus diperiksa setiap 8-12 jam. Frekuensi pernapadan terutama dalam 24 jam pertama harus diawasi untuk mengetahui adanya sindrom aspirasi mekonium atau sindrom gangguan pernapasan idiopatik. Sebaiknya setiap jam dihitung frekuensi pernapasan. Bila frekuensi lebih dari 60x/menit, dibuat foto thorax. Pencegahan terhadap infeksi sangat penting, karena bayi sangat rentan terhadap infeksi, yaitu karena pemindahan IgG dari ibu ke janin terganggu. Temperatur harus dikelola, jangan sampai kedinginan karena bayi dismatur lebih mudah menjadi hipotermik, hal ini disebabkan oleh karena luas permukaan tubuh bayi relatif lebih besar dan jaringan lemak subkutan kurang. (Behrman et. Al, 1992).Perawatan bayi dalam inkubatorInkubator yang canggih dilengkapi oleh alat pengatur suhu dan kelembaban bayi agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila inkubator dibersihkan. Kemampuan bayi berat lahir rendah dan bayi sakit untuk hidup lebih besar bila mereka dirawat pada suhu mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar radiasi, kelembapan yang relatif, dan aliran udara sehingga produksi panas sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal. Bayi yang besar dan lebih tua memerlukan suhu lingkungan lebih rendah dari bayi yang kecil dan lebih muda. Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan konsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5- 37,5 oC. Tingginya suhu lingkungan ini tergantung dari besar dan kematangan bayi. Dalam keadaaan tertentu, bayi yang sangat prematur tidak hanya memerlukan inkubator untuk mengatur suhu tubuhnya, tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas atau topi maupun pakaian. (Wiknjosastro, 2002).Seandainya tidak ada inkubator, pengaturan suhu dan kelembapan dapat diatur dengan memberikan sinar panas, dan botol air hangat, disertai dengan pengaturan suhu dan kelembapan ruangan. Mungkin pula diperlukan pemberian oksigen melalui pipa intubasi (Behrman et. Al, 1992).Ibu yang memiliki bayi berat lahir rendah (BBLR) tidak perlu khawatir lagi soal perawatan buah hatinya itu selepas keluar rumah sakit. Sekarang para ahli di bidang kedokteran mengembangkan metode kangguru untuk merawat BBLR itu. Metode tersebut memungkinkan panas tubuh ibunya memberikan kehangatan bayinya. Metode kangguru ini memang terkesan unik, dengan sebuah pakaian yang berbentuk seperti tubuh kangguru yang berkantung, bayi bisa mendapatkan kehangatan cukup karena bersentuhan langsung dengan tubuh ibunya. Ada tiga kriteria BBLR sudah bisa dirawat di rumah setelah keluar dari inkubator. Pertama, berat sudah kembali ke berat lahir dan lebih dari 1500 gram. Kemudian berat bayi cenderung naik dan suhu tubuh stabil selama tiga hari berturut-turut. Yang juga harus diperhatikan, bayi sudah mampu mengisap dan menelan. Selain itu, ibu sudah harus merawat dan memberi minum. Metode kangguru ini cukup efektif sebab selain membuat bayi tidak tergantung pada rumah sakit, ibu lebih percaya diri merawat bayinya di rumah. Keuntungan lainnya, BBLR bisa mendapatkan ASI eksklusif dan menurunkan resiko bayi terkena kehilangan panas tubuh. (Behrman et. Al, 1992).

7. Komplikasi Komplikasi prematuritas a. Sindrom gangguan pernapasan idiopatikDisebut juga sebagai penyakit membran hialin karena pada stadium akhir akan terbentuk membran hialin yang akan melapisi paru.b. Pneumonia aspirasiSering ditemukan pada bayi prematur karena refleks menelan dan batuk belum sempurna.c. Perdarahan intraventrikulerPerdarahan spontan di ventrikel otak lateral karena anoksia otak. Kelainan ini biasanya hanya ditemukan pada otopsi.d. Fibroplasias retrolentalPenyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh gangguan oksigen yang berlebihan.e. HiperbilirubinemiaBayi prematur lebih sering mengalami hiprebilirubinemia dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan oleh faktor kematangan hepar yang tidak sempurna sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna.f. InfeksiDaya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya IgG gamma globulin.Komplikasi dismaturitas a. Sindrom aspirasi mekoniumKeadaan hipoksia intrauterin mengakibatkan janin mengadakan gasping dalam uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan ke dalam likuor amnion, akibatnya cairan yang mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru janin karena inhalasi. Pada saat lahir, bayi akan menderita gangguan pernapasan idiopatik.b. Hipoglikemia simptomatikTertama pada bayi laki-laki. Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas. Diagnosis dapat dibuat dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah. Bayi BBLR dinyatakan hipoglikemia bila kadar gula darah yang kurang dari 20 mg%.c. Asfiksia neonatorumBayi dismatur lebih sering menderita asfiksia neonatorum dibandingkan dengan bayi biasa.d. Penyakit membran hialinTerutama pada bayi dismatur yang preterm. Hal ini karena surfaktan pada paru belum cukup sehingga alveoli selalu kolaps.e. HiperbilirubinemiaBayi dismatur lebih sering mendapat penyakit ini dibandingkan dengan bayi yang sesuai dengan masa kehamilannya. Hal ini disebabkan gangguan pertumbuhan hati (Behrman et. Al, 1992).C. ASFIKSIAa. Pengertian Asfiksia adalah progresif hipoksemia dan hiperkapnea yang disertaidengan perkembangan progresif dari asidosis metabolik. Kejadian Asphyixianeonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secaraspontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalamuteris dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalamkehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Faktor tersebut diantaranyadalah adanya (1) penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguanatau penyakit paru, dan gangguan kontraksi uterus, (2) pada ibu yangkehamilannya beresiko, (3) faktor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta,(4) faktor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan pada tali pusat antara janin danjalan lahir, serta (5) faktor persalinan seperti partus lama atau partus dengantindakan tertentu.b. Etiologi Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada prosespersalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangatbergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi danpembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupunplasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia (Hidayat, 2008)Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan danpersalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat ringan dan sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostatis yang terdapat pada janin. Perubahan Homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita dan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi sistem kardiovaskuler.Toweil (1966) menggolongkan penyebab asphyxia neonatorum terdiri dari 3:a. Faktor IbuHipoksia ibu: Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atauanestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segalaakibatnyaGangguan aliran darah uterusMengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkanberkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini seringditemukan pada Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atautetani uterus akibat penyakit atau obat, Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.

b. Faktor PlasentaPertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisiplasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak padaplasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.c. Faktor FetusKompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darahdalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu danjanin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusatmenumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahirdan lain-lain.d. Faktor NeonatusDepresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karenabeberapa hal, yaitu : Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihanpada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosissaluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.c. PatofisiologiSebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen ataujalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalamparu janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsialrendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karenakonstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yangbertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta (Depkes RI, 2008).Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagaisumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalamjaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akanmemungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahananpada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekananudara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akanmengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanansistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktusarteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah divena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagianjantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Padakebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasirelaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluhparu mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akanmengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara danmenggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dantarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan (Hidayat, 2008).Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selamakehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akanmempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkankematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantungkepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatuperiode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantungselanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudiandiikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas initidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondaryapnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolismedan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertamadan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupaglikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung danhati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akanmenyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akanterjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaandiantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsijantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya seljaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung danpengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginyaresistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistemtubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuleryang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otakyang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.d. Pemeriksaan AnamnesisPada anamnesis didapatkan gangguan/ kesulitan bernapas waktu lahirdan lahir tidak bernafas/menangis. Pada anamnesis juga diarahkan untuk mencari faktor resiko. Pada pemeriksaan fisik, skor apgar dipakai untuk menentukan derajat berat ringannya asfiksia.

Berdasarkan penilaian apgar dapat diketahui derajat vitalitas bayi adalahkemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untukkelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah danrefleks-refleks primitif seperti mengisap dan mencari puting susu, salah satu caramenetapkan vitalitas bayi yaitu dengan nilai apgar. (IDAI, 1998) Skor apgar 7-10 (Vigorous Baby)Dalam hal ini bayi di anggap sehat dantidak memerlukan tindakan istimewa.5 Skor apgar 4-6 (Mild-moderate asphyxia)Asfiksia sedang. Padapemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit,tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.5 Asfiksia berat. Skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis akan terlihatfrekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat,dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.B.Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan hentijantung ialah keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari10 menit sebelum ;ahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang postpartum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bilanilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampaiskor menjadi 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi barulahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasidimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis (Depkes RI, 2008).Pemeriksaan Penunjang Foto Polos dada Laboratorium : Darah rutin, analisa gas darah

e. Penatalaksanaan Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.Resusitasi Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan: apakah bayi cukup bulan? apakah air ketuban jernih? apakah bayi bernapas atau menangis? apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila semua jawaban ya maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan,diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan :a. langkah awal dalam stabilisasi memberikan kehangatan: Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalamkeadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkaneksplorasi seluruh tubuh.Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermidan harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan tambahan seperti penggunaanplastik pembungkus dan meletakkan bayi dibawah pemancar panas pada bayikurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa digunakan adalah alas penghangat. memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanyaBayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisimenghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akanmempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukanventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipaendotrakeal. membersihkan jalan napas sesuai keperluanAspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkanpneumonia aspirasi.16 Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untukmencegah aspirasi adalah dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelumlahirnya bahu (intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari beberapasenter menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang bermaknadalam mencegah aspirasi mekonium. Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayimengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurangdari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasanuntuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputilangkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea,kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faringdan trakea sampai glotis.Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpamekoneum. mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisiyang benarMeletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkanakan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bilasetelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belumbernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepukatau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atauekstremitas bayi.Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semuarangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsanganapapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu ataudua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuangwaktu yang berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil (Depkes RI, 2008).b. Ventilasi tekanan positifVentilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasilanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas ataufrekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTPharus dipastikan tidak ada kelainan congenital seperti hernia diafragmatika,karena bayi dengan hernia diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelummendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam waktu yangcukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi penggunaanventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma.c. Kompresi dadaKompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitumenekan jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, danmemperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanyabermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untukmelakukan kompresi dada yang efektifsatu orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dankompresi harus dilakukan secara bergantian.Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahirkarena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar.d. pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnyaditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensijantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalunilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya (lihat bagan1).

Pemberian obat-obatana. EpinefrinIndikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuatkarena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung.Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimaldiberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.b. Volume Ekspander Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi barulahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respondengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan padaresusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IVpelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jeniscairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, RingerLaktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darahbanyak.c. Bikarbonat Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi barulahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudahbaik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2%. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.d. NaloksonNalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan denganindikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yangibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml (Depkes RI, 2008).

f. Konsep Asuhan Keperawatana. PengkajianData SubyektifData subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan. Data subyektif terdiri dari: Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat Riwayat kesehatan Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus BBLR yaitu: Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm). Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji : Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa. Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan. Riwayat post natal Yang perlu dikaji antara lain : Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan. Berat badan lahir : Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm 2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm). Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal. Pola nutrisiYang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena. Pola eliminasiYang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi. BAK : frekwensi, jumlah Latar belakang sosial budayaKebudayaan yang berpengaruh terhadap BBLR kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropikaKebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu. Hubungan psikologis Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan BBLR karena memerlukan perawatan yang intensif

Data ObyektifData obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku. Keadaan umumPada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik. Tanda-tanda VitalNeonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur . KulitWarna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks. KepalaKemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial. MataWarna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya. Hidung Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir. MulutBibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak. TelingaPerhatikan kebersihannya dan adanya kelainan LeherPerhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek ThoraxBentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit. AbdomenBentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna. UmbilikusTali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda tanda infeksi pada tali pusat. GenitaliaPada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan. Anus Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses. EkstremitasWarna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya. RefleksPada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang

Data PenunjangData penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang diperlukan adalah : Darah : GDA > 20 mg/dl Test kematangan paru CRP Hb dan Bilirubin : > 10 mg/dl

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN1) Ketidakefektifan pola nafas b/d tidak adekuatnya ekspansi paru2) Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan3) Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat5) Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan6) Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi kardiovaskuler7) Resiko tinggi injuri susunan saraf pusat b/d hipoksia8) Resiko tinggi infeksi b/d imaturitas fungsi imunologik9) Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit10) Gangguan persepsi-sensori : penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil b/d stimulus yang kurang atau berlebihan dari lingkungan perawatan intensif

3. INTERVENSI KEPERAWATANNoDiagnosa KeperawatanTujuan/KriteriaRencana TindakanRasional

1.

Ketidakefektifan pola nafas b/d tidak adekuatnya ekspansi paru

Pola nafas yang efektifKriteria : Kebutuhan oksigen menurun Nafas spontan, adekuat Tidak sesak. Tidak ada retraksi Berikan posisi kepala sedikit ekstensi Berikan oksigen dengan metode yang sesuai. Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan.

Melancarkan jalan nafas

Memenuhi kecukupan oksigen dalam tubuh Mengetahui irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan.

2Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan

Pertukaran gas adekuatKriteria : Tidak sianosis. Analisa gas darah normal Saturasi oksigen normal.

Lakukan isap lendir kalau perlu Berikan oksigen dengan metode yang sesuai. Observasi warna kulit. Ukur saturasi oksigen

Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan

Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan.Mendapatkan tindakan yang tepat. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.

Melancarkan jalan nafas.

Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh Mengetahui adanya sianosis. Memantau kebutuhan saturasi oksigen Mengetahui adanya tanda-tanda perburukan pernafasan. Mendapatkan tindakan yang tepat.

Memantau hasil laboratorium.

3Risiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Hidrasi baikKriteria: Turgor kulit elastik Tidak ada edema Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam Elektrolit darah dalam batas normal

Observasi turgor kulit.

Catat intake dan output.

Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit. Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah Mengetahui keadaan turgor kulit. Memantau cairan masuk dan cairan keluar. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

Memantau hasil pemeriksaan elektrolit darah.

4Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuatNutrisi adekuatKriteria : Berat badan naik 10-30 gram / hari Tidak ada edema Protein dan albumin darah dalam batas normal

Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat. Timbang berat badan setiap hari Catat intake dan output

Kolaborasi dalam pemberiantotal parenteral nutrition kalau perlu.

Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Mengetahui peningkatan / penurunan berat badan. Memantau jumlah cairan masuk dan keluar. Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi.

5Risiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan

Suhu bayi stabilKreteria: Suhu 36,5 0C -37,5 0C Akral hangat Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai. Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber dingin/panas. Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu.

Ganti popok bila basah.

Menurunkan risiko hipotermi / hipertermi. Menurunkan risiko hipotermi / hipertermi.

Memantau terjadinya peningkatan / penurunan suhu tubuh. Menghindarkan kontak langsung dengan kelembaban.

6Risiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi kardiovaskuler

Perfusi jaringan baikkreteria: Tekanan darah normal Pengisian kembali kapiler