Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

28
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBIN A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan jaundis atau ikterus, suatu warna kuning pada kulit, sklera, dan kuku. Hiperbilirubin merupakan temuan yang wajar pada bayi baru lahir dan pada kebanyakan kasus relatif jinak. Akan tetapi hal ini, bisa juga menunjukkan keadaan patologis (Wong, ddk, 2009). Hiperbilirubinemia merupakan kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus (ikterus neonatorum patologis). Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa (Hidayat, 2004). Hiperbilirubinemia (Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2005). Hiperbilirubin adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya

Transcript of Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

Page 1: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBIN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi

dalam darah dan ditandai dengan jaundis atau ikterus, suatu warna kuning pada

kulit, sklera, dan kuku. Hiperbilirubin merupakan temuan yang wajar pada bayi

baru lahir dan pada kebanyakan kasus relatif jinak. Akan tetapi hal ini, bisa juga

menunjukkan keadaan patologis (Wong, ddk, 2009).

Hiperbilirubinemia merupakan kondisi bayi baru lahir dengan kadar

bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai

dengan ikterus (ikterus neonatorum patologis). Hiperbilirubinemia merupakan

suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler,

sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa (Hidayat, 2004).

Hiperbilirubinemia (Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang

terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan

ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya

berwarna kuning (Ngastiyah, 2005).

Hiperbilirubin adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang

menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar

bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer, 2001).

2. Epidemiologi

Angka kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 50% pada bayi

baru lahir yang cukup bulan dan 75% pada bayi baru lahir yang kurang bulan.

Angka kejadian ikterus ternyata berbeda-beda untuk beberapa negara, klinik, dan

waktu yang tertentu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan perbedaan dalam

pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan

(Sarwono, 2005).

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi baru lahir setiap tahunnya sekitar 65%

mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998

Page 2: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.

Di Indonesia, diperoleh data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit

pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum

Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan

prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5

mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama

kehidupan.

Hal yang sama diketahui dari RS Dr. Sardjito bahwa sebanyak 85% bayi

baru lahir cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan

23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada

hari pertama, ketiga, dan kelima. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari,

didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 16,6% bayi

cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan

hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat

sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan

24% kematian terkait hiperbilirubinemia.

3. Etiologi

Menurut Ngastiyah (2005), ada dua kemungkinan yang dapat

menyebabkan hiperbilirubin pada bayi, yaitu penyebab fisiologis dan penyebab

patologis dengan penjelasan sebagai berikut :

a. Penyebab ikterus fisiologis

Kurang protein Y dan Z

Enzyme glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.

b. Penyebab ikterus patologis

1) Peningkatan produksi

Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat

ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan

ABO.

Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.

Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik

yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis .

Page 3: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20

(beta), diol (steroid).

Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin

Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.

Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.

2) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya

pada hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya

Sulfadiasine, sulfonamide, salisilat, sodium benzoat, gentamisisn, dan lain-

lain.

3) Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau

toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti

Infeksi, Toksoplasmosis, Sifilis, rubella, meningitis, dan lain-lain.

4) Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik.

5) Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada ileus obstruktif,

hirschsprung.

Menurut Wong, dkk (2009), ada beberapa kemungkinan yang dapat

menyebabkan hiperbilirubin pada bayi, antara lain

a. Faktor fisiologis (perkembangan – prematuritas)

b. Berhubungan dengan pemberian ASI

c. Produksi bilirubin yang berlebihan (misalkan, penyakit haemolitik, defek

biokimia, memar)

d. Gangguan kapasitas hati untuk menyekresi bilirubin terkonjugasi (misalkan

defisiensi enzim, obstruksi duktus empedu)

e. Kombimasi berlebihan produksi dan kekurangan sekresi.

f. Beberapa keadaan penyakit, misalmya hipotiroidisme, galaktosemia, bayi dari

ibu diabetes.

g. Predisposisi ginetik terhadap peningkatan produksi (Penduduk Amerika Asli,

Asia)

Page 4: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

4. Patofisiologi

Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang

disebabkan oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Ketika sel darah merah

dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat haemoglobin

terpecah menjadi dua fraksi: heme dan globin. Bagian globin (protein) digunakan

lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi,

suatu zat yang tidak larut yang terikat pada albimin.

Di hati bilirubin dilepas dari molekul albumin dan dengan adanya enzim

glukuronil transferase, dikonjugasi dengan asam glukoronat menghasilkan larutan

dengan kelarutan tinggi, bilirubin glukuronat terkonjugasi, yang kemudian

diekskresi dalam empedu. Di usus kerja bakteri mereduksi bilirubin terkonjugasi

menjadi urobilinogen (pigmen yang memberikan warna khas pada tinja. Sebagian

besar bilirubin tereduksi dieksresikan ke feses, sebagian kecil dieliminasi ke urine.

Normalnya tubuh mampu mempertahankan keseimbangan antara destruksi

SDM dan penggunaan atau ekpresi produk sisa. Tetapi, bila keterbatasan

perkembangan atau proses patologis mempengaruhi keseimbangan ini, bilirubin

akan terakumulasi dalam jaringan dan mengakibatkan jaundis.

Terdapat dua fase jaundis fisiologis yang teridentifikasi pada bayi term.

Pada fase pertama, kadar bilirubin bertahap naik sampai sekitar 6 mg/dl pada hari

ketiga kehidupan, kemudian menurun sampai plato 2 sampai 3 pada hari ke lima.

Kadar bilirubin akan tetap dalam keadaan plato pada fase kedua tanpa

peningkatan atau penurunan sampai sekitar 12 sampai 14 hari yang kadarnya akan

menurun ke harga normal < 1 mg/dl. Pola ini bervariasi sesuai kelompok ras,

metode pemberian makanan (ASI vs Botol), dan usia gestasi. Pada bayi preterm,

kadar bilirubin serum dapat memuncak sampai setinggi 10 sampai 12 mg/dl pada

hari keempat sampai kelima dan perlahan menurun selama periode 2 sampai 4

minggu.

Rata-rata bayi baru lahir memproduksi dua kali lebih banyak bilirubin

dibandingkan orang dewasa karenalebih tingginya kadar eritrosit yang beredar dan

lebih pendeknya lama hidup sel darah merah (hanya 70 sampai 90 hari,

dibandingkan 120 hari pada anak yang lebih tua dan dewasa). Selain itu,

kemampuan hati untuk mengkonjugasi bilirubin sangat rendah karena terbatasnya

Page 5: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

produksi glukuronil transferase. Bayi baru lahir juga memiliki kapasitas ikatan

plasma terhadap bilirubin yang lebih rendah karena rendahnya konsentrasi

albumin dibandingkan anak yang lebih. Perubahan normal dalam sirkulasi hati

setelah kelahiran mungkin berkontribusi terhadap tingginya kebutuhan fungsi hati.

Normalnya bilirubin terkonjugasi direduksi menjadi urobilinogen oleh

flora usus dan dieksresi dalam feses. Akan tetapi, usus bayi yang steril dan kurang

motil pada awalnya kurang efektif dalam mengeksresi urobilinogen. Pada usus

bayi baru lahir, enzim β-glucuronidase mampu mengonversi bilirubin terkonjugasi

menjadi bentuk tidak terkonjugasi, yang kemudian diserap oleh mukosa usus dan

ditransfor ke hati. Proses ini dikenal sebagai sirkulasi atau pirau enteropatik

(Wong, dkk, 2009).

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban

Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat

peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin

plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat

terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia dan

asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah

apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami

gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan

tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar

larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya

efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah

otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya

dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila

kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak

hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui

sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,

Hipoksia, dan Hipoglikemia (Ngastiyah, 2005).

Page 6: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

Diagram metabolisme bilirubin

Melalui duktus billiaris

Hati

Bilirubin direk dieksresi melalui feses dan urine

Kantung empedu ke deudenum

Bilirubin berikatan dengan glukoronat/ gula

residu bilirubin direk (larut dalam air)

Bilirubin direk dieksresi ke dalam kantung

empedu

Terjadi dalam plasma darah

Bilirubin indirek(tidak larut dalam air)

Bilirubin berikatan dengan albumin

Melalui hati

Terjadi pada limpha, makofag

Hem Globulin

Besi/Fe

Haemoglobin

Eritrosit

Page 7: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

5. Pathway

Haemoglobin

Hemo Globin

Feco Biliverdin

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjungsi eritrositbilirubin /gangguan transport bilirubin/peningkatan siklus enteropatik), Hb, dan eritrosit abnormal.

Pemecahan bilirubin berlebihan

Suplay bilirubin melebihi tampungan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unkonjuned dalam darah pengeluaran mekonium terlambat/obstruksi usus tinja berwarna pucat.

Ikterik neonatus

Ikterus pada sklera, leher, dan badan, peningkatan bilirubin indirect > 12 mg/dL

Gangguan metabolik Hiperbilirubinemia

Kerusakan integritas kulit

Indikasi fototerapi

Terpapar sinar dengan intensitas tinggi

Fluktuasi suhu lingkungan

Ketidakefektifan termoregulasi

Risiko Kekurangan volune cairan

Page 8: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

6. Klasifikasi

Berikut ini merupakan klasifikasi dari hiperbilirubin, yaitu :

a. Ikterus prehepatik

Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel

darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas

terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang

tidak terkonjugasi.

b. Ikterus hepatik

Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan

hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati

serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke

dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.

c. Ikterus kolestatik

Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan

bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya

adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam

urin, tetapi tidak didapatkan urobilirubin dalam tinja dan urin.

d. Ikterus neonatus fisiologi

Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.

Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.

Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari

Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %

Ikterus hilang pada 10 hari pertama

Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu

Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik.

e. Ikterus neonatus patologis

Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu

nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak

ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang

patologis. Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah, 205) sebagai berikut :

Page 9: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah

bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada

bayi baru lahir BBLR.

Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan

(BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.

Bilirubin direk lebih dari 1mg%.

Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.

Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi

enzim G-6-PD, dan sepsis).

Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu Brown

menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada

cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg

% dan 15 mg%.

7. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala yang timbul dari ikterus, yaitu : letargi, kejang, tidak

mau menyusui, spasme otot, perut membuncit, pembesaran hati, faeses berwarna

seperti dempul, tampak ikterus: sklera, kuku, kulit, dan membran mukosa.

Jaundice pada 24 jam pertama disebabkan karena penyakithemolotik waktu lahir,

sepses, atau ibu dengan diabetik. Gejala yang timbul, antara lain :

Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada

neonatus adalah letargi, tidak mau minum, dan hipotoni.

Gejaa kronik : tangisan yang melengking, meliputi hipertonus dan opistonus

(bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral

dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagaian otot mata dan

dysplasia dentalis).

8. Pemeriksaan fisik

Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir

atau setelah beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peningkatan

bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga,

sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna

Page 10: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini sangat sulit dikarenakan

ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri. Tanpa mempersoalkan usia

kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup

berarti  memerlukan penilaian diagnostik lengkap, yang mencakup

penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)

hemoglobin, hitung lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan

apusan darah tepi (Ngastiyah, 2005)

9. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan bilirubin serum

Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4

hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.

Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara

5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak

fisiologis.

b. Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan

diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma

c. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra

hepatic.

d. Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar

seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic

selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,

hepatoma.

e. Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi

untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

f. Laparatomi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi

untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

Page 11: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

10. Penanganan

Tujuan primer penanganan hiperbilirubinemia adalah mencegah

ensepalopati bilirubin, inkomatibilitas darah, membalikkan proses hemolitik.

Bentuk penanganan utama melibatkan penggunaan fototerapi. Transfusi tukar

biasanya digunakan mengurang kadar bilirubin tinggi yang berbahaya dan terjadi

pada penyakit haemolitik.

Terapi obat

Penatalaksanaan farmakologis hiperbilirubinemia dengan fenobarbilat

dipusatkan pada bayi dengan penyakit haemolitik dan paling efektif jika diberikan

pada ibu beberapa hari sebelum persalinan. Fenobarbital membantu sintesis

glukuronil transferase dalam hati, yang akan meningkatkan konjugasi bilirubin

dan klirens hati pigmen dalam empedu dan sintesis protein yang dapat

meningkatkan albumin untuk menambah tempat ikatan bilirubin. Akan tetapi

penggunaan fenobarbital pada periode antenatal maupun pasca natal tidak terbukti

efektif dibandingkan obat lain dalam menurunkan bilirubin. Produksi bilirubin

pada bayi baru lahir dapat dikurangi dengan menghambat oksigenasi heme (suatu

enzim yang diperlukan untuk pemecahan heme menjadi biliverdin dengan

metalopofirin, terutama tin-protoporfirin dan tin-mesoporfirin.

Bayi cukup bulan yang mengalami jaundis juga mendapat manfaat dari

pemberian ASI yang sering. Usaha preventif ini ditujukan untuk membantu

meningkatkan motilitas usus, mengurangi pirau enterohepatik, dn menstabilkan

flora bakteri normal sehingga secara efektif memperbanyak eksresi bilirubin

terkonjugasi.

Fototerapi

Fototerapi terdiri atas pemberian lampu fluoresen ke kulit bayi yang

terpajan. Cahaya lampu akan membantu eksresi bilirubin dengan cara

fotoisomerasi, yang mengubah struktur bilirubin menjadi bentuk larut (lunirubin)

agar eksresinya lebih mudah. Beberapa studi menunjukkan bahwa lampu fluresen

biru lebih efektif dalam menurunkan bilirubin, akan tetapi karena cahaya biru

dapat mengubah warna bayi, maka lampu fluresen cahaya normal denga spektrum

420-460 lebih disukai sehingga kulit bayi dapat diobservasi lebih baik mengenai

Page 12: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

warnanya (jaundis, palor, sianosis) atau kondisi lainnya. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam pelaksanaan fototerapi, antara lain (Surasmi, Siti Handayani,

dan Heni Nur Kusuma, 2003) :

a. Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam untuk

menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.

b. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh bayi dapat seluas mungkin terkena

sinar.

c. Kedua mata bayi ditutup dengan menggunakan penutup yang dapat

memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina. Pemantauan iritasi

mata dilakukan setiap 6 jam dengan membuka penutup mata.

d. Daerah kemaluan ditutup dengan menggunakan penutup yang dapat

memantulkan cahaya untuk melindungi kemaluan dari efek fototerapi.

e. Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi untuk

mendapatkan energi yang optimal.

f. Posiis tubuh bayi diubah tiap 8 jam, agar tubuh bayi mendapatkan penyinaran

seluas mungkin.

g. Suhu tubuh bayi diukur tiap 4-6 jam.

h. Pemasukan cairan dan pengeluaran urine, feses, dan muntah diukur dan dicatat,

dan dilakukan pemantauan tanda-tanda dehidrasi.

i. Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu tingkatkan konsumsi cairan.

j. Catat lamanya penyinaran.

Ada beberapa kelainan yang dapat ditimbulkan oleh karena penyinaran,

yaitu (Surasmi, Siti Handayani, dan Heni Nur Kusuma, 2003) :

a. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak diukur.

b. Frekuensi defekasi meningkat oleh karena peningkatan pembentukan enzim

laktase yang berfungsi untuk meningkatkan peristaltik usus.

c. Timbulnya kelainan kulit “flea bite rush” di daerah muka, badan, dan

ekstremitas. Kelainan ini akan hilang jika terapi sinar dihentikan.

d. Peningkatan suhu tubuh bayi oleh karena peningkatan suhu lingkungan atau

gagguan pengaturan suhu tubuh bayi.

e. Gangguan lain yang kadang ditemukan, antara lain : gangguan minum, letargi,

gangguan pertumbuhan, dan mata, serta iritabilitas.

Page 13: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

Transfusi Tukar

Penggantian sirkulasi darah neonatus dengan darah dari donor dengan

cara mengeluarkan darah neonatus dan memasukkan darah donor secara berulang.

Pergantian darah mencapai 75-85%. Tujuan dari tukar transfusi, yaitu

menurunkan kadar bilirubin indirek,mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis,

membuang antibodi yang dapat menyebabkan hemolisis, dan mengoreksi anemia.

Saat transfusi, darah donor dihangatkan sesuai dengan suhu temperatur ruangan.

Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :

a. Neonatus harus dipasangi monitor kardio-respirasi.

b. Tekanan darah harus dipantau.

c. Neonatus dipuasakan, bila perlu pasang selang nasogastrik.

d. Neonatus dipasang imfus.

e. Disediakan peralatan resusitasi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Bagian pengkajian fisik rutin, meliputi mengobservasi adanya bukti

jaundis dengan interval teratur. Jaundis paling sering dapat dikaji secara realibel

dengan mengobservasi kulit bayi dari kepala ke kaki, warna sklera, dan mmbran

mukosa. (Wong, 2009). Penekanan langsung pada kulit, terutama pada tonjolan

tulang, seperti tulang pada ujug hidung atau sternum akan menyebabkan

pemutihan dan kemungkinan pewarnaan kuning menjadi jelas. Untuk bayi

berkulit gelap, warna sklera, konjungtiva, dan membran mukosa oral lebih realibel

untuk menjadi indikator.

Menurut (Surasmi, Handayani, dan Kusuma, 2003) hal yang perlu dikaji

untuk bayi dengan hiperbilirubin, antara lain :

a. Riwayat penyakit, terdapat riwayat penyakit hemolisis darah

(ketidakseimbangan golongan Rh atau golongan darah ABO), polisitemia,

infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran cerna, ibu

menderita DM.

Page 14: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

b. Temuan fisik, ikterus terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit berwarna merah

tua, yrine pekat seperti teh, letargi, hipotonus, refleks menghisap kurang,

rangsangan peka tremor, kejang, dan tangisan melengking.

c. Laboratorium, Rh darah Ibu dan janin berlainan. Kadar bilirubin bayi aterm

lebih dari 12,5 mg/dL, prematur >15mg/dL.

2. Diagnosa keperawatan

Berikut ini merupakan diagnosa yang dapat muncul akibat adanya

penyakit gagal jantung, antara lain :

a. Ikterik neonatus berhubungan dengan bilirubin tidak terkonjugasi di dalam

sirkulasi.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolik

(hiperbilirubin)

c. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan

d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan terpapar sinar dengan

intensitas tinggi

Page 15: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

3. Rencana tindakan keperawatan

NO DX KEP.TUJUAN DAN KRITERIA

HASILRENCANA TINDAKAN RASIONAL

1. Ikterik neonatus b. d. bilirubin tidak terkonjugasi di dalam sirkulasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan, selama … x .... jam, diharapkan kadar bilirubin total kurang dari 10 mg/dL kriteria hasil: Bilirubin total kurang dari 10

mg/dL Memar kulit normal Membran mukosa tisak

kuning Kulit tidak ikterik Sklera anikterik

Mandiria. Amati tanda-tanda ikterus.

b. Monitor vital sign pada bayi setiap 6 jam.

c. Ubah posisi bayi setiap 2 jam.

d. Lindungi mata bayi dengan menggunakan penutup mata yang memantulkan cahaya.

Kolaborasie. Pantau kadar bilirubin total.

f. Lakukan foto terapi pada bayi sesuai instruksi dokter

Mandiria. Tanda-tanda ikterus ada kulit, membran

mukosa, dan sklera bayi menunjukkan adanya gangguan metabolisme bilirubin.

b. Perubahan vita sign menandakan perubahan kondisi bayi

c. Mencegah terjadinya kemerahan pada kulit.

d. Melindungi mata bayi dari efek foto terapi

Kolaborasie. Memantau peningkatan kadar bilirubin

total.f. Foto terapi dapat membantu mengubah

bilirubin menjadi bentuk larut (lunirubin).

2. Kerusakan

integritas

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, selama … x...jam,

Mandiria. Kaji warna kulit setiap 8 jam

Mandiria. Memantau adanya perubahan warna

Page 16: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

kulit b. d.

gangguan

metabolik

(hiperbiliru

bin)

diharapkan integritas kulit bayi normal dengan kriteria hasil : Turgor kulit baik Tidak ada tanda-tanda

kerusakan kulit (kulit kering dan kemerahan pada kulit)

b. Ubah posisi bayi setiap 2 jam.

c. Masase daerah yang menonjol.

d. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab.

Kolaborasie. Kolaborasi dalam pemeriksaan kadar

bilirubin bayi, bila kadar bilirubin turun menjadi 7,5 mg/dL fototerapi dapat dihentikan.

kulit.b. Mencegah penekanan kulit pada daerah

tertentu dalam waktu lama.c. Memperlancar peredaran darah sehingga

mencegah adanya luka tekan.d. Mencegah terjadinya kemerahan dan

lecet pada kulit bayi.

Kolaborasie. Mencegah terpaparnya kulit bayi dengan

sinar intensitas tinggi terlalu lama.

3. Ketidakefek

tifan

termoregula

si b.d.

fluktuasi

suhu

lingkungan

Setelah diberikan asuhan keperawatan, selama … x... jam, diharapkan termoregulasi pasien stabil dengan kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas

normal (RR bayi = 30-50 x/menit; Nadi bayi 120-160 x/menit; TD bayi 85/64 mmHg; suhu = 36-37,50 C)

Tidak ada penurunan kesadaran

Perfusi jaringan adekuat

Mandiria. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit

dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer.

b. Monitoring adanya sianosis pada bagian distal tubuh.

c. Pantau vital sign tiap 6 jamKolaborasid. Berikan obat Antipiretik.

Mandiria. Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh

penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.

b. Sianosis menandakan aliran darah tidak beredar secara adekuat.

c. Mengetahui keadaan umum bayi.Kolaborasid. Antipiretik berfungsi untuk menurunkan

suhu tubuh.

Page 17: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

(CRT <2dtk) Tidak ada sianosis Akral hangat Nadi perifer teraba kuat

4. Risiko kekurangan volume cairan

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x...jam diharapkan volume cairan pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil : Jumlah intake dan output

seimbang Tanda-tanda vital dalam batas

normal (RR bayi = 30-50 x/menit; bayi 120-160 x/menit; TD bayi 85/64 mmHg; suhu = 36-37,50 C)

Turgor kulit elastis Penurunan berat badan tidak

melebihi 10% dari berat badan lahir

Mandiria. Kaji refleks hisap bayi.

b. Berikan minum peroral bila refleks bayi tidak adekuat.

c. Timbang berat badan tiap hari.

d. Catat jumlah intake, output, frekuensi, dan konsistensi faeses bayi.

e. Pantau turgor kulit dan vital sign setiap 6 jam.

Kolaborasif. Kolaborasi daalam pemberian

cairan intravena sesuai kebutuhan bayi.

Mandiria. Mengetahui kemampuan bayi untuk

meghisap.b. Memenuhi keadekuatan intake cairan

bayi.c. Catat perubahan/hilangnya berat badan

bayi.d. Mengetahui kecukupan intake bayi.

e. Penurunan turgor kulit, suhu dan hearth rate yang meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi.

Kolaborasia. Memenuhi kebutuhan cairan yang tidak

dapat dipenuhi dengan cara oral.

Page 18: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

4. Implementasi

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan

yang telah dibuat.

5. Evaluasi

a. Ikterik neonatus berhubungan dengan bilirubin tidak terkonjugasi di dalam

sirkulasi.

Evaluasi : Bilirubin total normal kurang dari 10 mg/dL.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolik

(hiperbilirubin)

Evaluasi : integritas kulit normal.

c. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi suhu

lingkungan

Evaluasi : termoregulasi stabil.

d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan terpapar sinar

dengan intensitas tinggi

Evaluasi : kebutuhan volume cairan terpenuhi secara adekuat.

Page 19: Lp Hiperbilirubin 2014 Oka

DAFTAR PUSTAKA

Betz & Sowden. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.

Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

NANDA Internasional, 2010, Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi

2009-2011, Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Sarwono, P. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.

Jakarta: Salemba Medika.

Surasmi, Siti Handayani, dan Heni Nur Kusuma. 2003. Perawatan Bayi Risiko

Tinggi. Jakarta: EGC.

Wong, D. L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatik. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC.