HIDROPSS
-
Upload
elmin-wahidi -
Category
Documents
-
view
313 -
download
5
Transcript of HIDROPSS
HYDROTHORAKS
1. DEFINISI
Hydrothoraks adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura. Keadaan tersebut mengakibatkan dispnoea, pernapasan yang dangkal dan cepat serta penderita mudah mengalami kelemahan.
Hydrothoraks adalah Sebuah basal di rongga dada . yang ditandai dengan kesulitan bernapas, wajah pucat, edema pembengkakan kaki, kesulitan dalam berbaring, tiba-tiba dan spontan terbangun dari tidur dengan palpitasi, dan air berfluktuasi di dada. Air mungkin hanya pada satu atau kedua sisi mediastinum: biasanya pada satu sisi saja, tapi terkadang secara substansi mereka berada pada diafragma, pleura, pada permukaan luar paru-paru, pada permukaan jantung, atau dalam pericardium. Dalam hal ini pengetahuan tentang kasus dan penyembuhannya tidak dapat dipastikan.
2. ETIOLOGI
Transudasi yang terdapat pada hydrothorax sering terjadi karena adanya peningkatan tekanan vena pulmonalis misal pada payah jantung kongestif, penekanan tumor pada vena kava dan hipoproteinemia pada penyakit hati (sirosis hepatis) dan ginjal (hipoalbuminemia) sebagai akibat pembesaran simpul limfe mediastinal maupun bronchial pada limfomatosis. (Davey,2002)
Hydrothorax juga dapat terjadi karena pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik.Penurunan tekanan osmotic koloid darah.Peningkatan tekanan negative intrapleural.Adanya inflamasi atau neoplastik pleura.
3. PATOGENESIS
Paru-paru akan tercelup di dalam cairan hingga mengalami atelektase. Oleh karena volume udara di dalam rongga pleura jadi berkurang tekanan di dalam rongga pleura lebih besar dari normalnya, yang mengakibatkan kekuatan pengisapan udara oleh alveoli menjadi berkurang. Sebagai kompensasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen, pernapasan banyak dilakukan dengan diafragma atau pernapasan tipe abdominal. Karena adanya atelektase dan kemampuan mengisap udara pernapasan yang berkurang, akan timbul hipopnoea dan hipoksia yang akan segera dikompensasikan dengan peningkatan frekuensi pernapasan. Gerak refleks peningkatan frekuensi pernapasan timbul karena timbunan gas CO2 dalam pembuluh darah yang meningkat. Apabila jantung juga terendam pada atriumnya, tekanan vena-vena besar akan meningkat. Vena jugularis akan membesar dan akan menghasilkan pulsus venosus yang sejati dan positif. Komplikasi lebih lanjut adalah terjadinya busung yang bersifat umum. Pulsus akan bersifat piliformis. Suara jantung akan teredam (muffled) karena terselubung oleh adanya cairan.
Hydrotorax biasanya bilateral kecuali adanya infeksi pada jantung. Kuantitasnya bervariasi, dan secara umum,biasanya lebih besar pada satu sisi dari pada sisi yang lain.retraksi pada paru-paru tergantung pada jumlah cairan yang ada, kecuali telah terjadi adhesi pleura sebelumnya. Gerak cairan bebas, tidak
1
dibatasi. Membran pleura agak pucat, dan umumnya halus. Cairan memilki kadar rendah, yaitu 1,910 - 1,912, bersifat alkali, jelas dan berwarna kuning.
4. GEJALA KLINIS
Penderita akan menunjukkan gejala dispnoea dengan pernapasan yang dangkal dan cepat. Dilatasi pembuluh darah perifer, misalnya pada pembuluh darah balik episkleral, akan dapat diamati. Oleh adanya cairan dalam rongga dada, akan terdapat daerah auskultasi maupun perkusi yang bergaris horisontal. Di bawah garis horisontal, yang berisikan cairan, tidak akan diperoleh suara paru-paru dalam auskultasi. Dalam pemeriksaan perkusi, daerah tersebut menghasilkan suara pekak biasanya hanya terdapat pada satu sisi mediastinum saja (unilateral).
Pulsus venosus biasanya dapat dilihat dengan mudah. Pada penderita yang kurus, lekuk-lekuk antar iga akan hilang terutama pada bagian bawah dada karena banyaknya cairan. Pada thoracosentesis dapat dikeluarkan cairan penyebab proses yang dapat bersifat serous, mukopurulen atau serosanguineus. Gumpalan fibrin juga akan ditemukan bila disebabkan oleh radang infeksi. Darah yang beku dapat mengakibatkan tidak terisapnya cairan darah dalam rongga pleura sehingga dapat menyesatkan diagnosa.
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan perkusi yang pekak, tanda-tanda pendorongan mediastinum, serta suara napas yang menghilang pada auskultasi.
Pemeriksaan Patologi Klinis.
Pemeriksaan darah akan memberikan gambaran yang bervariasi tergantung pada sifat cairan yang tertimbun. Pemeriksaan mikrobiologik cairan yang diperoleh dalam thoracosentesis dapat digunakan untuk menentukan diagnosis.
Pemeriksaan Patologi Anatomis
Perubahan yang terlihat juga tergantung pada macamnya proses. Proses radang akan ditandai dengan lesi-lesi yang terdapat pada pleura, yang disertai dengan pembentukan cairan yang mukopurulen dan endapan fibrin. Paru-paru bagian ventral yang tercelup cairan akan mengalami atelektase. Jantung nampak pucat yang disebabkan oleh degenerasi dari otot-ototnya.
Diagnosis
1. Sinar tembus dadaPermukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri. Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bagian bawah paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan jarak lebih dari 2 cm antara bagian atas diafragma kiri dengan udara dalam lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan bagian kanan dimana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fissura) yang berdeketan dengan diafragma kanan.
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus. Dapat juga mengumpul di daerah para mediastinal dan terlihat dalam foto sebagai fissura interlobaris. Bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat adalah sebagai bayangan dengan densitas keras di atas
2
diafragma. Keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada pada hydrothorax adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Namun bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap di tempatnya.
Selain itu, gambaran foto dada dapat juga dapat juga menerangkan asal mula terjadinya hydrothorax yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam melakukan aspirasi cairan, terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pada pemeriksaan CT Scan, adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya sangat memudahkan dalam menentukan adanya hydrothorax.
2. ThorakocentesisAspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru. Edema dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme yang terjadi diperkirakan karena adanya tekanan intra-pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. Komplikasi lain thorakocentesis adalah pneumothorax, hemothorax, juga emboli udara.
Untuk diagnostik cairan pleura dilakukan pemeriksaan : Warna cairan.
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (serous-xantho-chrome). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena ameba.
BiokimiaSecara biokimia, cairan hydrothorax terbagi atas transudat dan eksudat. Di samping pemeriksaan jenis cairan tersebut, juga diperiksa kadar pH dan glukosa (biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artritis reumatoid dan neoplasma), serta kadar amilase (biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis adenokarsinoma).
Dalam keadaan normal, cairan pleura yang jumlahnya sedikit adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sis pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya.
Biasanya hal ini terdapat pada :
meningkatnya tekanan kapiler sistemik. meningkatnya tekanan kapiler pulmoner. menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura. menurunnya tekanan intra pleura.
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah :
a. Gagal jantung kiri (terbanyak).
3
b. Sindrom nefrotik.c. Obstruksi vena cava superior.d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui saluran
getah bening).e. Sindrom Meig (asites dengan tumor ovarium).f. Efek tindakan dialisis peritoneal.g. Ex vacuo effusion. Karena absorbsi yang terus menerus terhadap gas intra pleura pada
pneumotoraks, tekanan intra pleura menjadi sub-atmosfir sehingga terdapat pembentukan dan penumpukan transudat.
Sitologi.Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu. 1. Sel neutrofil : adanya infeksi akut.2. Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma
malignum.3. Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat, menunjukkan adanya infark paru. Biasanya juga
ditemukan banyak sel eritrosit.4. Sel mesotel maligna : pada mesotelioma.5. Sel-sel besar dengan banyak inti : pada artritis reumatoid. 6. Sel L.E. : pada lupus eritrematosus sistemik.
Bakteriologi.Biasanya cairan pleura steril, tetapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah Pneumococcus, E. coli, Klebsiela, Pseudomonas, Enterobacter. Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.
3. Biopsi PleuraPemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75 % diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
Penentuan diagnosa didasarkan pada gejala-gejala tersebut dan bila mungkin digabung dengan hasil thoracosentesis. Di samping itu, proses perlu dibedakan dari radang paru-paru dan pleuropneumonia. Perlu pula diperiksa adanya retikuloperitonitis traumatika dan perikarditis traumatika yang keduanya dapat mengakibatkan hidrotoraks pada sapi. Kebanyakan kejadian berakhir dengan kematian.
5. TERAPI DAN PENCEGAHAN
Untuk pertolongan dapat dicoba dilakukan torakosentesis, yang kemudian dimasukkan cairan antibiótica ke dalam rongga pleura. Diuretika dapat diberikan untuk mengurangi pembentukan busung. Obat-obat hemostiptika, seperti preparat pektin, Coagulen, Anaroxyl, dapat membantu mengurangi perdarahan. Untuk kuda pacu, akan terjadi penurunan kemampuan berlari bila telah terdapat atelektase.
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif.
4
Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (Betadine).
Untuk mencegah terjadinya lagi hydrothoraks setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (paling banyak dipakai), Bleomycin, Corynebacterium parvum, Thio-tepa, dll.
ASUHAN KEPERAWATAN HYDROTHORAKS
A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ.
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan
menyebar ke leher, bahu, abdomen.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi.
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi
napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea
terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps,
penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan
musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal.
Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia .
Intervensi :
Identifikasi etiologi atau factor pencetus.
Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital).
5
Auskultasi bunyi napas
Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
Berikan oksigen melalui kanul/masker.
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan
selang dada).
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol.
Pasien tampak tenang
Intervensi :
Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri.
Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi.
Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi.
Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri.
Berikan analgetik sesuai indikasi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan
anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nurtisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral, pemberian
makanan lewat NGT atau nutrisi parenteral.
Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.
Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.
Ketahui makanan kesukaan pasien.
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
Timbang pasien pada interval yang tepat.
Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
6
Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.
Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
Bantu makan sesuai kebutuhan.
Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan.
4. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan
keamanan/pencegahan.
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas.
Kriteria hasil :
Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi.
Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik.
Intervensi :
Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan.
Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril
sesuai kebutuhan.
Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang.
Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah
terulangnya masalah.
Intervensi :
Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .
7
DAFTAR PUSTAKA
Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta,
EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5.
Jakarta EGC. 1998.
http://whedacaine.files.wordpress.com/2010/01/15-hydrothoraks-haemothoraks-dan-chylothoraks.pdf
diunduh tanggal 07 februari 2011
http://ismaelstikesperintis.wordpress.com/Filed under: Uncategorized by ismaelstikesperintis — Tinggalkan komentar
Adrian Rachstein, Ian Bukovsky,Raphael Ron-El and Arieh RazielHuman Reproduction vol.13 no.4 pp.859-861, Department of Obstetrics and Gynecology,Assaf Harofeh Medical Center, Zerifin 70300, Israel,1998
Bartholomew Parr." The London Medical Dictionary ", Amazon: London Medical Dictionary Terakhir
diubah Jum 22 Okt 2010 16:35:10. Diunduh 07 februari 2011.
Askep efpleurajtptunimus-gdl-kurniasafi-5149-2-bab2.pdf , diunduh tanggal08 februari 2011.
2.7 ASUHAN KEPERAWATAN
2.7.1 Pengkajian
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 – 30 tahun.
8
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
2.7.2 pemeriksaan fisik
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas , Nyeri , batuk-batuk , Terdapat retraksi , klavikula / dada . Pengambangan paru tidak
simetris. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan Adanya suara
sonor / hipersonor / timpani , hematotraks ( redup ) Pada asukultasi suara nafas , menurun , bising napas
yang berkurang / menghilang . Pekak dengan batas seperti , garis miring / tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia , lemah , Pucat , Hbturun / normal .Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal – Integumen.
9
Kemampuan sendi terbatas . Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
10. Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. Pa Co2 kadang – kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya). Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
2.7.3 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
10
2.7.4 Intevensi Keperawatan :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena
trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang
sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan
nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi
paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
11
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area
pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang
diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun.
Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung
di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative
yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya
intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.Pemberian antibiotika.Pemberian analgetika.Fisioterapi
dada.Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal.pernapasan.Klien nyaman.
Intervensi :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
12
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
1. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
1. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada
atelektasis.
1. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Fisioterapi dada.Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.Pasien tidak gelisah.
13
Intervensi :
1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan
intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga
akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
1. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
1. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
1. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
1. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 – 2
hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan
komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
Obtain an upright chest radiograph as quickly as possible.The need for a chest tube in an asymptomatic
patient is unclear, but if the patient has any respiratory distress, direct the large-bore chest tube toward
the costophrenic angle as the chest radiograph indicates
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Akumulasi darah dalam dada , atau hematothorax adalah masalah yang relatif umum , paling sering
akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau dinding dada . hematothorax tidak berhubungan dengan
trauma adalah kurang umum dan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab . Identifikasi dan
pengobatan traumatik gematothorax adalah bagian penting dari perawatan pasien yang terluka . Dalam
14
kasus hematothorax tidak berhubungan dengan trauma , penyelidikan yang hati – hati untuk sumber
yang mendasari harus dilakukan ketika perawatan terjadi .
Hematothorax mengacu pada koleksi darah dalam rongga pleura . Walaupun beberapa penulis
menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 % diperlukan untuk mendefinisikan hematothorax
( dibandingkan dengan berdarah efusi pleura ) . Sebagian besar tidak setuju pada perbedaan tertentu .
Meskipun etiologi paling umum adalah hematothorax tumpul atau trauma tembus , itu juga dapat hasil
dari sejumlah nontraumatic menyebabkan atau dapat terjadi secara spontan .
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
dokter-medis.blogspot.com
Pusponegoro , A . D (1995) . ilmu bedah . FK UI.Jakarta
3 Votes
http://wadung.wordpress.com/2010/03/21/keperawatan-medikal-bedah-hematothorax/
http://dwaney.wordpress.com/2011/01/29/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-efusi-pleura/
Setiap penyebab dasar dapat menghasilkan spesies ini, tetapi kadang-kadang terjadi pernafasan
meningkat sebagai akibat dari gangguan dari paru-paru, atau dari infark kelenjar bronkial, occasioning
obstruksi terhadap bagian dari darah ; sering dari kelemahan saja, jarang dari hydatids.
Gejala-gejala, terutama bila air ekstra-vasated pada diafragma, adalah penindasan dari Cordia-pra, pulsa
sangat tidak teratur, dan sesak napas luar biasa, kadang-kadang lega dengan sikap terlentang: di ini
dibedakan dari cocok dari asma ketika pasien tidak dapat berbaring. Sebuah gejala yang membedakan
penyakit ini adalah, mulai dari tidur dengan rasa sesak napas, dan meskipun hal ini kadang-kadang dapat
menghadiri penghalang di dada, dari penyebab lain, hampir selalu menghadiri hydrothorax setiap saat
berada di tingkat yang cukup. Dalam basal dari payudara, juga, pembengkakan edema tidak hanya
diamati pada kaki, tetapi juga di tangan, yang Baglivi mengatakan adalah tanda pathognomonic, dan
tentu saja sangat, ketika bersatu dengan dinginnya tangan, dan pucat kelabu warna bibir. Inspirasi lebih
mudah dari berakhirnya, dan jika ada banyak air di satu sisi, wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang
kadang-kadang bengkak.
Contoh telah terjadi di mana air telah telah "diserap;. Tetapi, untuk sebagian besar, pasien jatuh korban
untuk penyakit Sebagai paliatif, ketika air dianggap berfluktuasi, mungkin terambil oleh nula-ca dan
15
trochar, memperkenalkan antaranya luasnya sekitar empat jari keempat dan kelima dari tulang rusuk
palsu, dan dari tulang belakang Kursi penyakit, namun, jarang bisa begitu akurat dipastikan untuk
mengakui operasi ini., dan kita harus, secara umum , sisanya pada upaya hukum dari
basal. Melepuhpada kaki akan, bagaimanapun, sering meringankan keluhan dengan mengevakuasi
banyak air, dan menariknya ke bawah. Digitalis seharusnya obat khusus disesuaikan dengan keluhan ini,
dan kadang-kadang tampaknya berguna penghalang dari dada dari manapun. penyebab dalam
The eter Mr Tickell, yang berisi proporsi Vini oleum, dikatakan juga menjadi sangat berguna obat, tetapi
kita jarang ditemukan adanya keuntungan tertentu dari itu,. Sebagai antispasmodic mungkin seharusnya
untuk meringankan apa gaya yang ephialtica gejala-tomata, yang startings dari tidur, tetapi dalam hal ini
keberhasilannya diragukan, dan opium berhasil lebih pasti dan lebih secara efektif Saat beban air adalah
sebagian diambil dari, ini. yang aman. obat adalah Vide hidrops, Ascites, dan Anasarca . Le Dran's Operasi
Lihat, edit;. 118 2. p. 117, Cullen Pertama Lines, vol;. iv Bell Bedah, jilid hal. 356 ii..
Hidrops. Lanjutan
Hidrops iklan matulam. Lihat Diabetes . arti hidrops 'culi. Lihat hidrops genu . Hidrops
cysticus. The basal kista adalah kumpulan air tertutup dalam kista, yang kadang-kadang dari
koleksi hydatids, dan umumnya dalam perut . Lihat Hydatis dan ovarii hidrops. Pengamatan Le
Dran's, edit. 2. p. 129.
Hidrops ge '. Nu. Sebuah basal di lutut; air yang dikumpulkan di bawah ligamentum capsular
lutut. Dr Hunter mengamati, bahwa jika synovia dipisahkan dalam jumlah yang terlalu besar, dan
pernyerap gagal dalam tindakan mereka, sebuah articuli hidrops berhasil, menyebabkan
relaksasi ligamen. Mr Sharp merekomendasikan perban ketat, meninggalkan keterlaluan untuk
diserap oleh limfatik. Untuk ini mungkin menambahkan beberapa minyak gosok menghaluskan
dan discutient, seperti aq ini. ace-ammoniae "tatae, atau larutan amoniak sal mentah dalam
cuka yang tajam: proporsi mereka mungkin ss. untuk lb i. Lihat Kasus Gooch dan Keterangan,
vol. ii. p. 259-266; Medis Komentar Edinburgh, vol.vi.p. 132.
Hidrops medullae spinalis. Lihat Spina bifida.
Hidrops ovarii. Sebuah basal dari ovarium. Ini jenis basal kista paling sering terjadi pada tandus
dan kedaluwarsa, kadang-preg. dominan perempuan. Ini biasanya dimulai tanpa rasa sakit,
dan kesehatanadalah utuh. Hal ini tidak dirasakan sampai jauh diperbesar, dan biasanya
muncul tapi di satu sisi. Hal ini diketahui oleh perusahaan yang bergerak ketika pasien
diletakkan di punggungnya, dan dengan melewati jari sampai vagina orifice rahim ditemukan
untuk bergerak dengan tumor, yang membedakannya dari ascites . Tapi jarang terjadi bahwa
tumor naik di atas panggul, sampai basal umum telah datang pada dan dihapuskan situasi
tumor. Dalam spesies ini, fluktuasi yang tidak jelas, dan penyakit pada umumnya, dan memang
kita percaya terus-menerus, disebabkan oleh hydatids. Bila ada beberapa kista, kadang-kadang
ada ketidaksetaraan dalam tumor, dan memiliki nuansa scirrhus.obat internal keberhasilan kecil:
penyadapan dapat meredakan untuk sementara waktu, dan operasi adalah sebagai aman
seperti pada asites umum; tetapi resistensi terhadap instrumen yang cukup, untuk mengental
kista oleh tekanan. Diuretik, pencahar, dan mercurials, sama-sama tdk efisien. Dr Percival
memberikan contoh obat yang dipengaruhi oleh muntah spontan, lihat Esai nya, Kedokteran dan
16
Eksperimental. Tetapi untuk membantu kesehatan umum pasien hampir satu-satunya cara
dalam kekuasaan kami.
Hidrops pektoris, juga Hydrothorax . Sebuah basal di payudara . Dr: Cullen tempat
dalam kelas cachexia , dan intumencentiae ketertiban; mendefinisikannya kesulitan bernapas,
wajah pucat, edema pembengkakan kaki, kesulitan dalam berbaring, tiba-tiba dan spontan mulai
keluar dari tidur dengan palpitasi, dan air berfluktuasi di dada. Air mungkin hanya pada satu atau
kedua sisi mediastinum: biasanya pada satu sisi saja, tapi terkadang hal ini fluida yang
terkandung dalam hydatids, situasi yang mungkin berada pada diafragma, pleura, pada
permukaan luar paru-paru, secara substansi mereka, pada permukaan jantung, atau dalam
pericardium. Dalam hal ini pengetahuan tentang kasus dan penyembuhannya adalah sama
tidak pasti.
Setiap penyebab basal dapat menghasilkan spesies ini, tetapi kadang-kadang terjadi dari
pernafasan meningkat sebagai akibat dari gangguan dari paru-paru, atau dari infark kelenjar
bronkial, occasioning obstruksi terhadap bagian dari darah ; sering dari kelemahan saja, jarang
dari hydatids.
Gejala-gejala, terutama bila air ekstra-vasated pada diafragma, adalah penindasan dari Cordia-
pra, pulsa sangat tidak teratur, dan sesak napas luar biasa, kadang-kadang lega dengan sikap
terlentang: di ini dibedakan dari cocok dari asma ketika pasien tidak dapat berbaring. Sebuah
gejala yang membedakan penyakit ini adalah, mulai dari tidur dengan rasa sesak napas, dan
meskipun hal ini kadang-kadang dapat menghadiri penghalang di dada, dari penyebab lain,
hampir selalu menghadiri hydrothorax setiap saat berada di tingkat yang cukup. Dalam basal
dari payudara, juga, pembengkakan edema tidak hanya diamati pada kaki, tetapi juga di tangan,
yang Baglivi mengatakan adalah tanda pathognomonic, dan tentu saja sangat, ketika bersatu
dengan dinginnya tangan, dan pucat kelabu warna bibir. Inspirasi lebih mudah dari berakhirnya,
dan jika ada banyak air di satu sisi, wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang kadang-kadang
bengkak.
Contoh telah terjadi di mana air telah telah "diserap;. Tetapi, untuk sebagian besar, pasien jatuh
korban untuk penyakit Sebagai paliatif, ketika air dianggap berfluktuasi, mungkin terambil oleh
nula-ca dan trochar, memperkenalkan antaranya luasnya sekitar empat jari keempat dan kelima
dari tulang rusuk palsu, dan dari tulang belakang Kursi penyakit, namun, jarang bisa begitu
akurat dipastikan untuk mengakui operasi ini., dan kita harus, secara umum , sisanya pada
upaya hukum dari basal. Melepuhpada kaki akan, bagaimanapun, sering meringankan keluhan
dengan mengevakuasi banyak air, dan menariknya ke bawah. Digitalis seharusnya obat khusus
disesuaikan dengan keluhan ini, dan kadang-kadang tampaknya berguna penghalang dari dada
dari manapun. penyebab dalam The eter Mr Tickell, yang berisi proporsi Vini oleum, dikatakan
juga menjadi sangat berguna obat, tetapi kita jarang ditemukan adanya keuntungan tertentu dari
itu,. Sebagai antispasmodic mungkin seharusnya untuk meringankan apa gaya yang ephialtica
gejala-tomata, yang startings dari tidur, tetapi dalam hal ini keberhasilannya diragukan, dan
opium berhasil lebih pasti dan lebih secara efektif Saat beban air adalah sebagian diambil dari,
ini. yang aman. obat adalah Vide hidrops, Ascites, dan Anasarca . Le Dran's Operasi Lihat, edit;.
118 2. p. 117, Cullen Pertama Lines, vol;. iv Bell Bedah, jilid hal. 356 ii..
Hidrops pericardii. Basal dari pericardium, yang berlimpah-limpahnya cairan berair yang
dikumpulkan dalam pericardium. Tidak ada gejala dimana penyakit ini bisa tentu ditemukan
dalam tubuh hidup, kasus hanya dapat disebut, di antaranya ada yang menyebabkan telah
17
diduga, di lain dipastikan, oleh pembedahan. Secara umum, ada penindasan besar dan
kecemasan, denyut nadi tidak teratur bekerja, dengan gejala lain dari hydrothorax. perlakuan
tidak berbeda dari pektoris hidrops. Lihat Hydrothorax Pericardii 'Sauvages, Morgagni
de Causis -que Morborum Sedibus, xvi. 34, 36; Senac. de Cceur, robek.ii. p. 349; Bouillet,
mempercakapkan. 1758; Edinburgh Medical Essay, vol. vp 56, 58, 59.
Hidrops paru. The basal paru-paru yang duduk di membran selular dari paru-paru. Kadang-
kadang serangan tiba-tiba, dari hidatidosa meledak, dan mengisi membran selular.
Diagnostik sangat jelas: kesulitan bernafas adalah konstan, dan meningkat sedikit gerakan,
meskipun tidak banyak bervariasi oleh sikap dan situasi yang berbeda, dengan kecemasan
tentang precordia yang cukup besar, dan, pada mencoba inspirasi yang mendalam, pasien
menemukannya mustahil untuk melebarkan dada, dan napasnya tampaknya tiba-tiba berhenti:
nadi kecil, lesu, dan tertindas; wajah pucat dan kembung, kaki membengkak, dan seluruh tubuh
leucophleg-matic.
Sebuah katarsis lincah cepat akan sering memberikan bantuan sangat cepat. Setelah ini, akar
seneka, dalam jumlah besar dosis , akan berguna, karena beroperasi kuat yang berasal dari
batuk, urin, dan keringat. Selain itu yang diuretik biasa dan sudorifics dapat diberikan. Jika
kasus ini putus asa, operasi, seperti dalam empiema , dapat dicoba. Lihat Edinburgh Medical
Essay, vol. vi. p. 126; Perci-val's Essays, Kedokteran dan Eksperimental, hal 172; Bell's
Surgery, vol. ii. p. 356, Sec.
Hidrops sacculi lachrymalis. Lihat Hernia Lachrymalis.
Hidrops scroti, dan testis hidrops. Lihat hidrokel .
Hidrops umbilicalis, basal pusar; aqueus exom-phalus Platneri; hydromphalus dari AEgineta,
Heister, Dionis.
Hal ini terjadi pada wanita hamil, dari parah buruh ; bayi yang tenaga kerja di bawah ascites dan
hernia umbilicalis. Menurut Platner, itu hampir tidak pernah bisa terjadi tanpa pecah pusar dan
asites, tumor lunak, berfluktuasi, permanen, dan bening, ketika diperiksa oleh cahaya
lilin. Pengobatan ini bahwa hidrokel.
Hidrops uteri. Basal dari rahim ibunya, duduk di rongga rahim, dan koleksi air ada begitu besar,
bahwaperut muncul seolah-olah terpengaruh dengan asites: pada tekanan, fluktuasi adalah
dirasakan. Ini mungkin terjadi selama kehamilan, tapi biasanya tidak seorang pembantu. Dr
Cullen mendefinisikan sebuah tumor dari wilayah hipogastrikus, perlahan dan bertahap
meningkat, menyerupai sosok rahim, menghasilkan, atau berfluktuasi pada, tekanan, tanpa
ischury atau kehamilan. Dari Sauvages ia menyebutkan tujuh spesies, yang tidak bisa,
bagaimanapun, dibedakan dengan tanda-tanda eksternal, yaitu Hydrometra ascitica;
hiperemesis hydrometra, hy-drometra hydatica; hydrometra sanguinca, hydrometra puriformis;
hydrometra ascites uterinus; dan hydrometra sanguineo-uterinus.
Diagnostik tidak berbeda; bagi banyak menyesatkan bernyanyi kehamilan menyertai gangguan
ini. Hal ini dibedakan dari asites oleh anak menjadi terbatas ke daerah rahim, dan oleh ketipisan
dari tincae os.Jika tumor tersebut berasal dari scirrhus, tidak pernah di tengah, juga bukan bulat,
18
seperti basal tersebut. Penyakit ini segera diikuti oleh anasarca, demam lambat,
dan marasmus .
Sebuah canula diperkenalkan ke dalam rahim adalah yang terbaik dan paling cepat obat, tetapi
kadang-kadang scirrhus, sebuah cicatrix, atau tuberkel mencegahnya. Jika canula tidak dapat
diperkenalkan, naik keras, guncangan kekerasan, dengan muntah, sternutatories, dan cathartics
cepat, dapat digunakan. Hydropyretos, dari air, dan lima pound). Sudor
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EFUSI PLEURAA. Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa
cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau
pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium)
dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C. Tanda dan Gejala
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
19
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan
ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
D. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis.
Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil
lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai
1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi,
perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat
misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan
hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat
disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler
sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak
sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga
berat jenisnya rendah.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
Ultrasonografi
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela
iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus
(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
20
bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
F. Penatalaksanaan medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif,
pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau
minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada
dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk
mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.
G. Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan
melalui selang dada.
2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
3. Tujuan Pemasangan
Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
21
4. Tempat pemasangan
a. Apikal
Letak selang pada interkosta III mid klavikula
Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
5. Jenis WSD
• Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple
pneumotoraks
• Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol
water seal.
• System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga
botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA
H. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal,
Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan
diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
22
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps,
penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi
subkutan
I. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan
musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
Identifikasi etiologi atau factor pencetus
Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
Auskultasi bunyi napas
Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
Berikan oksigen melalui kanul/masker
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan
selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
- Pasien tampak tenang
Intervensi :
Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
Berikan analgetik sesuai indikasi
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang
23
pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
- Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril
sesuai kebutuhan
Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
- Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah
terulangnya masalah
Intervensi :
Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .
DAFTAR PUSTAKA
Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
24
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8.
Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan
evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia
C. Intervensi
1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk.
NOC :
• Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status pernafasan, pertukaran gas dan
ventilasi yang tidak berbahaya :
- Mempunyai jalan nafas yang paten
- Mengeluarkan sekresi secara efektif.
- Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal.
- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
• Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :
- Mudah bernafas
- Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.
- Saturasi O2 dalam batas normal
- Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.
NIC :
• Kaji dan dokumentasikan
- Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
- Keefektifan pengobatan.
- Kecenderungan pada gas darah arteri.
• Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
adanya bunyi hambatan.
• Penghisapan jalan nafas
- Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.
- Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum, selama dan setelah penghisapan.
• Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi.
• Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat penghisap lender.
• Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang
perawatan.
• Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.
25
• Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan.
• Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.
• Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.
• Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain sesuai dengan kebijakan dan protocol
institusi.
• Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
• Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur pasien diubah tiap 2 jam.
• Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan kecemasan dan peningkatan kontrol
diri.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis.
NOC :
• Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak bermasalah.
• Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :
- Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.
- Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.
- Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan
- Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.
NIC :
• Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum.
• Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.
• Pantau hasil analisa gas darah.
• Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)
• Peningkata frekuanse pemantauan pada saatpasien tampak somnolen.
• Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut.
• Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.
• Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.
• Ajarkan batuk yang efektif.
• Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu yang dianjurkan sesuai dengan
perubahan kondisi pasien.
• Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek dari pengobatan.
• Berikan obat-obat yang diresepkan.
• Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan ansietas.
• Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.
• Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
NOC :
• Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi dan aktifitas
kehidupan sehari-hari.
• Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :
> Menyadari keterbatasan energi.
> Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
> Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.
NIC :
• Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
26
• Tentukan penyebab keletihan.
• Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.
• Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.
• Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.
• Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen.
• Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
• Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.
• Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan ambulasi yang dapat ditolerir.
• Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan.
• Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.
• Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia.
NOC :
• Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral, pemberian makanan lewat NGT
atau nutrisi parenteral.
• Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
• Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.
NIC :
• Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.
• Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.
• Ketahui makanan kesukaan pasien.
• Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
• Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
• Timbang pasien pada interval yang tepat.
• Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
• Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.
• Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.
• Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
• Bantu makan sesuai kebutuhan.
• Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Terjemahan, Jakarta : EGC.
NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Alih Bahasa : Budi Santosa, Prima Medika,
Jakarta
Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
http://ismaelstikesperintis.wordpress.com/Filed under: Uncategorized by ismaelstikesperintis — Tinggalkan
komentar
16 Juli 2010 Previous Treatment for the Hydrothorax
Upon diagnosis of the hydrothorax, 4 patients (nos. 1 to 4)
were first treated with intermittent peritoneal dialysis
using 1-L exchange cycles for 4 to 6 weeks (Table 1).
27
Apart from 1 patient (no. 2) who then resumed CAPD
successfully for 64 months up to the last follow-up, 3
patients had recurrence of their hydrothorax at 6 to 8
weeks after CAPD was restarted. Two of them then
received conventional pleurodesis with oxytetracycline
(no. 4) or talc (no. 1) through a chest drain. They were
both put on temporary hemodialysis. CAPD was restarted 4 weeks later and both had the hydrothorax recur.
One patient decided to switch to hemodialysis and the
other received thoracoscopic pleurodesis. The third patient who failed to respond to intermittent peritoneal
dialysis had also received thoracoscopic pleurodesis.
Thoracoscopic Pleurodesis
Thoracoscopy (10 mm 0-degree and 30-degree laparoscopes; Stryker, Santa Clara, CA) was performed in 6
patients (nos. 3 to 8) under local or general anesthesia.
Two portals of entry were made in the midaxillary zone at
the sixth and seventh right intercostal spaces. All pleural
fluid was aspirated under direct visualization and the
diaphragm and pleural surfaces were inspected. Apart
from an adhesion band at the apex of the upper lobe in 1
patient (no. 4) and a small bullous sac at the diaphragmatic dome in another (no. 8), no other abnormalities
including pleuroperitoneal communication sites were
identified. In 2 patients (nos. 4 and 6), 5 g medical grade
talc powder was put inside a mucus extractor (Uno,
Denmark). There were two tubings attached to the bottle.
One was connected to a Tissomat machine (Immuno AG,
Vienna, Austria), which was normally used for spraying
tissue glue to stop surface bleeding. With the Tissomat
machine turned on, nitrogen gas was ejected into the
bottle and mixed with the powder and a jet of talc powder
was generated and came out through the outlet catheter
28
(Fig 1). Alternatively, oxygen from a jet ventilator could
be used for the same purpose. The talc powder was then
sprayed evenly onto the pleural surfaces under thoracoscopic guidance. For the other 4 patients the parietal
pleura were rubbed with a piece of Marlex mesh (Band
Implants, Billerica, MA) mounted on a grasper. Upon
completion a chest drain was inserted under direct vision
through the trocar site. All patients were put on temporary hemodialysis for 4 weeks before CAPD was
resumed.
Outcome
Patient no. 5 was restarted on CAPD at the fifth week but
soon had a severe episode of peritonitis requiring removal of the Tenckhoff catheter. She then decided for
long-term hemodialysis. The other 5 patients resumed
CAPD successfully with no recurrence of hydrothorax or
evidence of altered peritoneal membrane properties for a
mean period of 50 months (range 19 to 84). Two patients
(nos. 3 and 8) died 19 and 31 months, respectively, after
thoracoscopic pleurodesis with normal functioning peritoneum. Radiologically, 2 of the 5 patients with CAPD
resumed long-term had a persistently blunted costophrenic angle.
Comment
Continuous ambulatory peritoneal dialysis is an increasingly utilized treatment modality for end-stage renal
disease (ESRD) worldwide. Massive hydrothorax is an
uncommon but well-recognized complication. It has
been suggested that the development of this complication might require permanent discontinuation of peritoneal dialysis (patient no. 1 in this series) [3]. Locally,
Hong Kong provides government reimbursement for
ESRD treatment for most citizens and it is our policy to
use CAPD as a first-line renal replacement therapy as it
is much more cost effective than in-center hemodialysis.
That prompted us to look into ways to actively persevere
29
with peritoneal dialysis when such a complication develops and particularly so when the patient opts against
hemodialysis, as for cases in this series. A conservative
approach consists of drainage of pleural effusion together
with temporary hemodialysis or intermittent peritoneal
dialysis using low-volume exchange cycles. This resulted
in limited success (41 to 54%) [1, 4]. Three of our 4
patients treated with intermittent peritoneal dialysis using 1-L exchange cycles had recurrence of the hydrothorax after a short period of apparent success. Thus this
approach has not been successful in our experience and
we have not used this in half of the cases in the present
study.
Chemical pleurodesis has been performed with tetracycline, talc, fibrin glue, autoblood, N-CWS (Nocardia
rubra cell wall skeleton), and OK-432 [1, 9 –11]. The
reported success rate in hydrothorax was 52% to 53% [1,
4]. The conventional chemical pleurodesis performed in 2
of our patients both failed.
The similarity of the biochemistry of the pleural fluid
in hydrothorax and the peritoneal dialysate suggests the
presence of a mechanical pleuroperitoneal communication. Surgical closure during open thoracotomy of such
communications including gross diaphragmatic defects
[12] and eventration of diaphragm [13] has resulted in
resolution of the hydrothorax and CAPD could be resumed [4, 13]. However, that these communications may
be too small to be demonstrated even with imaging
techniques or postmortem studies suggests that most
communicating sites are indeed small and difficult to
localize intraoperatively [4].
Thoracoscopic pleurodesis has increasingly been used
in the treatment of malignant pleural effusion with a
success rate of 95% to 100% [14]. The procedure permits
30
an excellent view of the entire parietal pleura and lung
surface and compared with open thoracotomy is ideal for
patients with mild coagulopathy as incisions are kept to a
minimum [15]. Obviously, open thoracotomy might still
be required when gross diaphragmatic defects are suspected [12, 13]. Pleurodesis can be in the form of pleurectomy, mechanical pleural abrasion, and talc poudrage
[14]. When talc was used thoracoscopic pleurodesis could
be performed under local anesthesia and has not been
associated with clinically significant pain [8, 14] as in our
patients and there was no problem of clumping of the talc
in loculated spaces as had been described in conventional talc pleurodesis [16]. This is possibly related to the
much smaller amount (5 g) of talc used during thoracoscopy as compared with thoracotomy [8]. Radiologically
only 5% of these patients had a fine border around the
apex and another 5% had blunted costo-pleural angle
[17]. There remains much controversy as to whether talc
should be used for pleurodesis in conditions other than
malignant pleural effusions [18, 19] when talc has been
found in bronchoalveolar lavage fluid and in multiple
organs after intrapleural administration in both humans
and experimental animals [18]. Also, the development of
acute respiratory distress syndrome after talc pleurodesis, though rare, is a concern [19]. In contrast, mechanical
pleurodesis using either Marlex or Prolene (Ethicon,
Somerville, NJ) mesh for abrasion of the parietal pleura
would eliminate the potential problems of backflow into
the peritoneal cavity and formation of talc granuloma
when chemical sclerosing agents are used. It has been
shown that mechanical pleurodesis was as effective as
talc poudrage [20]. However, general anesthesia is required for the procedure.
When compared with pleurodesis for patients with
malignant pleural effusion where removal of chest drain
31
was mostly possible within 48 hours after the procedure
[14], chest drainage was more prolonged in the present
series with a mean of 6.7 4.9 days. This may be
explained by the acquired platelet dysfunction commonly encountered in uremic patients [21].
Altogether we have performed thoracoscopic pleurodesis for 6 patients. Apart from the patient who was
switched to long-term hemodialysis soon after the procedure for another reason, all 5 patients could resume
CAPD successfully without recurrence of the hydrothorax on long-term follow-up. Okada and associates [6]
reported their findings of demonstrable pleuroperitoneal
communication sites during thoracoscopic pleurodesis
by infusing colored dialysis fluid into the peritoneal
cavity during surgery. Either flaws or small blebs on the
diaphragm were then transmurally sutured before pleurodesis using biological glue with or without irradiation
with Ar-laser was performed. Tsunezuka and associates
[7] reported their case in which resection of the identified
weak portion of the diaphragm together with pleurodesis
was performed. All our 6 patients had their entire pleural
surface and diaphragm fully inspected during thoraco-
220 MAK ET AL Ann Thorac Surg
PLEURODESIS FOR HYDROTHORAX IN CAPD 2002;74:218 –21
Downloaded from ats.ctsnetjournals.org by on February 10, 2011 scopic pleurodesis and apart from an adhesion band at
the apex of the upper lobe in 1 patient and a small
bullous sac at the diaphragmatic dome in another, no
other abnormalities including pleuroperitoneal communication sites were identified. We have not infused colored peritoneal dialysis fluid as in the Okada series [6].
However, the demonstrated efficacy of simple thoracoscopic pleurodesis in our patients, as well as in the
Jagasia series [8], without direct surgical obliteration of
pleuroperitoneal communications is convincing.
The adhesion band encountered during thoracoscopic
pleurodesis in 1 of our patients was likely related to her
32
previous chemical pleurodesis through a chest drain.
This might potentially prevent the successful application
of the sclerosing agent to the entire pleural surface
during subsequent thoracoscopic pleurodesis if the conventional pleurodesis should fail. This drawback for
using thoracoscopic pleurodesis as a rescue therapy for
failed conventional pleurodesis should be considered. In
contrast to the reported 41% to 54% success rates with the
use of intermittent peritoneal dialysis using low-volume
exchange cycles [1, 4], we have found this method largely
unsuccessful (25%). Therefore for patients who are reluctant to discontinue peritoneal dialysis and be maintained
on hemodialysis we propose the treatment algorithm to
be a limited trial of low-volume intermittent peritoneal
dialysis followed by thoracoscopic pleurodesis.
With thoracoscopic pleurodesis, patients with massive
hydrothorax had successful resumption of CAPD without
recurrence on long-term follow-up. The procedure was
simple and safe and we witnessed no ill effects on their
subsequent peritoneal membrane function. The choice
between talc poudrage and mechanical rub pleurodesis
has to be defined. Thoracoscopic talc poudrage can be
performed under local anesthesia but any long-term
sequelae of its use cannot be excluded. Thoracoscopic
pleurodesis permits visualization of any pleuroperitoneal
communications and direct surgical obliteration if appropriate but our series suggests that this is not commonly
required.
References
1. Nomoto Y, Suga T, Nakajima K, et al. Acute hydrothorax in
continuous ambulatory peritoneal dialysis—a collaborative
study of 161 centers. Am J Nephrol 1989;9:363–7.
33
2. Fine RN, Salusky IB. CAPD/CCPD in children: four years’
experience. Kidney Int 1986;19(Suppl):S7–10.
3. Khanna R. Questions and answers. Perit Dial Bull 1980;1:
17–18.
4. Allen SM, Matthews HR. Surgical treatment of massive
hydrothorax complicating continuous ambulatory peritoneal
dialysis. Clin Nephrol 1991;36:299 –301.
5. Mak SK, Chan MWK, Tai YP, et al. Thoracoscopic pleurodesis for massive hydrothorax complicating CAPD. Perit Dial
Int 1996;16:421–5.
6. Okada H, Ryuzaki M, Kotaki S, et al. Thoracoscopic surgery
and pleurodesis for pleuroperitoneal communication in patients on continuous ambulatory peritoneal dialysis. Am J
Kidney Dis 1999;34:170–2.
7. Tsunezuka Y, Hatakeyama SI, Iwase T, Watanabe G. Videoassisted thoracoscopic treatment for pleuroperitoneal communication in peritoneal dialysis. Eur J Cardiothorac Surg
2001;20:205–7.
8. Jagasia MH, Cole FH, Stegman MH, Deaton P, Kennedy L.
Video-assisted talc pleurodesis in the management of pleural effusion secondary to continuous ambulatory peritoneal
dialysis: a report of three cases. Am J Kidney Dis 1996;28:
772– 4.
9. Benz RL, Schleifer CR. Hydrothorax in continuous ambulatory peritoneal dialysis: successful treatment with intrapleural tetracycline and a review of the literature. Am J Kidney
Dis 1985;5:136– 40.
10. Scheldewaert R, Bogaerts Y, Pauwels R, Van Der Straeten M,
Ringoir S, Lameire N. Management of a massive hydrothorax in a CAPD patient: a case report and a review of the
literature. Perit Dial Bull 1982;2:69–72.
11. Vlachojannis J, Boettcher I, Brandt L, Schoeppe W. A new
treatment for unilateral recurrent hydrothorax during
CAPD. Perit Dial Bull 1985;5:180–1.
12. Finn R, Jowett EW. Acute hydrothorax complicating peritoneal dialysis. BMJ 1970;2:94.
13. Bjerke HS, Adkins ES, Foglia RP. Surgical correction of34
hydrothorax from diaphragmatic eventration in children on
peritoneal dialysis. Surgery 1991;109:550– 4.
14. LoCicero J III. Thoracoscopic management of malignant
pleural effusion. Ann Thorac Surg 1993;56:641–3.
15. Yim AP, Ho JK, Chung SS, et al. One hundred and sixtythree consecutive video thoracoscopic procedures: the Hong
Kong experience. Aust NZ J Surg 1994;64:671–5.
16. Webb WR, Ozmen V, Moulder PV, Shabahang B, Breaux J.
Iodized talc pleurodesis for the treatment of pleural effusions. J Thorac Cardiovasc Surg 1992;103:881– 6.
17. Boutin C, Astoul P, Seitz B. The role of thoracoscopy in the
evaluation and management of pleural effusions. Lung 1990;
168(Suppl):1113–21.
18. Sahn SA. Talc should be used for pleurodesis. Am J Respir
Crit Care Med 2000;162:2023– 4.
19. Light RW. Talc should not be used for pleurodesis. Am J
Respir Crit Care Med 2000;162:2024– 6.
20. Bresticker MA, Oba J, LoCicero J III, Greene R. Optimal
pleurodesis: a comparison study. Ann Thorac Surg 1993;55:
364–7.
21. Lindsay RM, Moorthy AV, Koens F, Linton AL. Platelet
function in dialyzed and non-dialyzed patients with chronic
renal failure. Clin Nephrol 1975;4:52–7.
Ann Thorac Surg MAK ET AL 221
2002;74:218 –21 PLEURODESIS FOR HYDROTHORAX IN CAPD
Downloaded from ats.ctsnetjournals.org by on February 10, 2011 Ann Thorac Surg 2002;74:218-221
Tai and Andrew K.M. Wong
Siu-ka Mak, Kyaw Nyunt, Ping-nam Wong, Kin-yee Lo, Gensy M.W. Tong, Yuk-ping
peritoneal dialysis
Long-term follow-up of thoracoscopic pleurodesis for hydrothorax complicating
& Services
Updated Information
http://ats.ctsnetjournals.org/cgi/content/full/74/1/21835
including high-resolution figures, can be found at:
References
http://ats.ctsnetjournals.org/cgi/content/full/74/1/218#BIBL
This article cites 19 articles, 7 of which you can access for free at:
Citations
http://ats.ctsnetjournals.org/cgi/content/full/74/1/218#otherarticles
This article has been cited by 2 HighWire-hosted articles:
Subspecialty Collections
http://ats.ctsnetjournals.org/cgi/collection/pleura
Pleura
following collection(s):
This article, along with others on similar topics, appears in the
Permissions & Licensing
email: [email protected] .
http://www.us.elsevierhealth.com/Licensing/permissions.jsp o
36