Hi Per Metro Pia

download Hi Per Metro Pia

of 5

description

mata

Transcript of Hi Per Metro Pia

HipermetropiaDEFINISI

Hiperopia (hipermetropia, penglihatan jauh/farsighteness) adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropi merupakan gangguan kekuatan pembiasan sehingga titik fokusnya terletak dibelakang retina.

Hipermetropi dapat dibagi menjadi :

a) Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas:

Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun kacamata positif.

b) Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. c) Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia.EPIDEMIOLOGIBerdasarkan penelitian retrospektif yang dilakukan klinik mata pediatrik di Rumah Sakit Mayo, Lahore pada pasien yang datang pada bulan Mei 2004 sampai dengan April 2005 didapatkan kelainan refraksi yang terjadi adalah Hipermetropi sebanyak 82%, Miopi sebanyak 11%, dan Astigmatisma sebanyak 7%.Hipermetropia merupakan anomali perkembangan dan secara praktis semua mata adalah hipermetropia pada saat lahir. 80% hingga 90% mata didapati hipermetropia pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada usia 16 tahun, sekitar 48% mata didapati tetap hipermetropik. Pada masa remaja, derajat hipermetropia akan berkurang karena panjang axial mata bertambah sehingga periode pertumbuhan berhenti. Pada masa itu, hipermetropia yang menetap akan menjadi relatif konstan sehingga munculnya presbiopia. Pada studi yang dilakukan di Amerika, 1 dari 8 anak (12,8%) antara usia 5 hingga 17 tahun hiperopia, studi yang dilakukan di Polandia mendapati 1 dari 5 anak (21%) antara usia 6 hingga 18 tahun hiperopia, studi di Australi mendapati 4 dari 10 anak (38,4%) antara usia 4 hingga 12 tahun hiperopia, studi di Brazil mendapati 7 dari 10 anak (71%) dalam satu kota hiperopia.Berdasarkan rekam medis di poli mata RSUD Jombang, dilaporkan bahwa jumlah kasus kelainan refraksi khususnya hipermetropi pada tahun 2001 sebanyak 26 kasus, pada tahun 2002 sebanyak 73 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 34 kasus, pada tahun 2004 sebanyak 48 kasus, pada tahun 2006 sebanyak 51 kasus, dan pada tahun 2007 sebanyak 58 kasus.ETIOLOGI

Hipermetropi dapat disebabkan karena axial, kurvatur, indeks, posisi dan karena tidak adanya lensa. a) Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.

b) Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.

c) Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai indeks refraksi yang berkurang. Hal ini juga dapat terjadi pada penderita diabetes.

d) Positional hypermetropia sebagai akibat ditempatkannya lensa kristalina lebih ke posterior.

Tidak adanya lensa kristal baik kongenital maupun didapat (operasi pengangkatan lensa atau dislokasi posterior) mengarah ke aphakia - suatu kondisi hypermetropia tinggi. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya kelainan refraksi hipermetropi adalah panjang axial (diameter anterior posterior) mata hipermetropia lebih kurang dari panjang axial mata normal/bola mata yang lebih pendek, berkurangnya konveksitas dari kornea atau kurvatura lensa, berkurangnya indeks refraktif, dan perubahan posisi lensa menyebabkan sinar sejajar yang datang dari objek terletak jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina.

GEJALA KLINIS1. Gejalaa) Asimtomatik. Sejumlah kecil kesalahan bias pada pasien muda biasanya dikoreksi oleh upaya akomodatif tanpa menghasilkan apapun gejala.b) Penderita hipermetropia sukar untuk melihat dekat dan tidak sukar melihat jauhc) Gejala astenopia seperti kelelahan mata, nyeri kepala bagian frontal atau fronto-temporal, fotofobia ringan. Gejala astenopia ini terutama terkait dengan pekerjaan yang mebutuhkan penglihatan dekat.d) Penglihatan kabur dengan gejala astenopia. Ketika hipermetropi tidak dapat dikoreksi sepenuhnya oleh upaya akomodatif, maka pasien mengeluh penglihatan kabur untuk melihat jarak dekat dan berhubungan dengan gejala astenopia karena usaha akomodatif yang terus menerus.

2. Tanda

a) Ukuran bola mata mungkin tampak kecil secara keseluruhan. b) Kornea mungkin sedikit lebih kecil dari normal.c) Ruang anterior relatif dangkal.

DIAGNOSIS KLINIS dan pemeriksaan penunjang1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda hipermetropia.

2. Pemeriksaan Oftalmologi a) Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen Chart. b) Refraksi retinoskopi merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk pengukuran objektif hipermetropia. Prosedurnya termasuk statik retinoskopi, refraksi subjektif, refraksi objektif atau autorefraksi. Refraksi Obyektif (1) Pemeriksaan fundus memperlihatkan optik disk yang kecil yang mungkin terlihat lebih banyak vaskular dengan margin yang tidak jelas dan bahkan mungkin mensimulasikan papillitis (meskipun tidak ada pembengkakan disk, karena itu disebut pseudopapillitis). Retina secara keseluruhan tampak bersinar lebih dari refleksi cahaya. (2) A-scan ultrasonografi (biometri) dapat memperlihatkan panjang antero-posterior bola mata yang pendek.

c) Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis.

d) Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan hiperopia. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior.PENATALAKSANAAN

A. Koreksi Refraksi

1. KacamataUntuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sistem pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia diperlukan lensa cembung atau konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat ke dalam lensa. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberiakan tajam penglihatan normal.

Pada pasien di mana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya dilakukan dengan memberikan siklopegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat.

2. Lensa kontak

Untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi. Lensa kontak dapat mengurangi masalah dalam hal koreksi visus penderita hipermetropia akan tetapi perlu diperhatikan kebersihan dan ketelitian pemakaiannya. Selain itu, perlu diperhatikan juga masalah lama pemakaian, infeksi, dan alergi terhadap bahan yang dipakai.

B. Tindakan Operatif

3. Operasi

Pada umumnya operasi pada hipermetropi tidak efektif seperti pada miopia. Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Holmium laser thermoplasty telah digunakan untuk hipermetropi derajat rendah.

2. Hyperopic PRK menggunakan excimer laser juga telah dicoba. Efek regresi dan penyembuhan epitel yang lama adalah masalah utama yang dihadapi.3. Hyperopic LASIK efektif dalam mengoreksi hipermetropi sampai 4 D.KOMPLIKASI

Komplikasi dari kelainan refraksi hipermetropi antara lain strabismus, mengurangi kualitas hidup, dan kelelahan mata

DAFTAR PUSTAKA

Riordan-Eva P, White OW. Optik & Refraksi. Oftalmologi Umumm. Jakarta: Widya Medika; 1996.

Khurana A. Comprehensif Opthalmologi. New Delhi: New Age International Publisher; 2007.Lang GK. Opthalmology a short textbook. New York: Thieme; 2000.

American Academy of Ophtalmology. Basic & Clinical Science Course 2003-2004. Section 3 Optics, Refraction, and Contact Lenses.

Hartstein J. Review of Refraction. St. Louis : The CV Mosby Company;1971.p.16-45.

Guyton, Arthur C, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, editor, Irawati setiawan, Edisi 9, Jakarta : EGC, 1997

Hugh RT, Jill EK. World blindness: a 21st century perspective, Br J Ophthalmol. 2001; 85: 261-6.

Ilyas, sidarta, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,1993 ; 245 ; 72-73

Montgomery TM. Anatomy, Physiology & Pathology of the Human Eye. 2006.

Tielsch JM, Sommer A, Witt K. Blindness and visual Impairment in an American Urban Population, Arch Ophthalmol. 1990; 108: 286-90.

Sloane Albert E., George E. Gracia. Manual of Reraction, 3rd edition. Little, Brown and Company. USA. 1979.

Vaughan, DG. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Kelainan refraksi. dalam : Oftalmologi Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, 2000