Heru Supriyanto, Dev, BEM, M.Si flbelajar-pajak.co.nf/wp-content/uploads/2012/11/BPHTB.pdf · Buku...

33
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 1 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan tulang punggung negara di bidang pembiayaan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini dapat dilihat sejak zaman kerajaan baik di Benua Eropa, Kerajaan-kerajaan di Asia hingga Negara Modern yang demokratis seperti Amerika Serikat sekarang ini pajak merupakan penerimaan negara yang paling diandalkan. Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dahulu, di Nusantara, salah satu pajak yang dilaksanakan adalah Bea Balik Nama atas tanah yang dilaksanakan berdasarkan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 ( selanjutnya disingkat Ordonansi BBN, Stbl. 1924 No.291 ). Pajak ini dipungut atas peristiwa hukum yang terjadi karena pemindahan hak atas harta tetap ( tanah dan atau bangunan) sebagaimana yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil (KUHP/S) yang terkenal dengan sebutan Hak Barat atau yang disamakan dengan orang barat ( orang Timur Asing ). Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan zaman kemerdekaan Republik Indonesia sebelum tahun 1960 terdapat dualisme hukum yang berlaku di bidang pertanahan. Bagi masyarakat yang berasal dari Eropa, Amerika dan orang Asia / Timur Asing termasuk Cina, India, Jepang dan lain-lain berlaku Hukum Barat yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil. Sedangkan untuk orang Indonesia asli (Bumiputra) berlaku Hukum Adat masing-masing daerahnya. Perbedaan perlakuan atas hukum yang berlaku ini sangat terasa dan besar dampaknya bagi masyarakat. Khusus bagi BBN sebagaimana yang tertuang dalam Stbl 1924 No.291 hanya diberlakukan kepada orang atau badan yang hak hukumnya diatur dalam KUHP/S yang dalam setiap Hak cipta : Seluruh tulisan pada modul ini merupakan milik dari Pusdiklat Pajak BPPK, hasil tulisan dari Widyaiswara Pusdiklat Pajak, Heru Supriyanto, Dev, BEM, M.Si. Modul ini dapat digunakan dalam rangka proses pembelajaran, dengan tetap mencantumkan penulis dan pemilik sah dokumen ini. Dilarang mengunakan sebagian atau seluruh isi dari modul ini untuk kepentingan komersial.

Transcript of Heru Supriyanto, Dev, BEM, M.Si flbelajar-pajak.co.nf/wp-content/uploads/2012/11/BPHTB.pdf · Buku...

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 1

1. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pajak merupakan tulang

punggung negara di bidang

pembiayaan pemerintahan dan

pembangunan. Hal ini dapat dilihat

sejak zaman kerajaan baik di Benua

Eropa, Kerajaan-kerajaan di Asia

hingga Negara Modern yang

demokratis seperti Amerika Serikat

sekarang ini pajak merupakan

penerimaan negara yang paling

diandalkan.

Pada zaman pemerintahan

Hindia Belanda dahulu, di Nusantara,

salah satu pajak yang dilaksanakan

adalah Bea Balik Nama atas tanah

yang dilaksanakan berdasarkan

Ordonansi Bea Balik Nama

Staatsblad 1924 Nomor 291 (

selanjutnya disingkat Ordonansi BBN,

Stbl. 1924 No.291 ). Pajak ini

dipungut atas peristiwa hukum yang terjadi karena pemindahan hak atas harta tetap (

tanah dan atau bangunan) sebagaimana yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang

Hukum Perdata/Sipil (KUHP/S) yang terkenal dengan sebutan Hak Barat atau yang

disamakan dengan orang barat ( orang Timur Asing ).

Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan zaman kemerdekaan

Republik Indonesia sebelum tahun 1960 terdapat dualisme hukum yang berlaku di bidang

pertanahan. Bagi masyarakat yang berasal dari Eropa, Amerika dan orang Asia / Timur

Asing termasuk Cina, India, Jepang dan lain-lain berlaku Hukum Barat yang diatur dalam

Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil. Sedangkan untuk orang Indonesia asli

(Bumiputra) berlaku Hukum Adat masing-masing daerahnya. Perbedaan perlakuan atas

hukum yang berlaku ini sangat terasa dan besar dampaknya bagi masyarakat. Khusus

bagi BBN sebagaimana yang tertuang dalam Stbl 1924 No.291 hanya diberlakukan

kepada orang atau badan yang hak hukumnya diatur dalam KUHP/S yang dalam setiap

Hak cipta : �Seluruh tulisan pada modul ini merupakan milik dari Pusdiklat Pajak � BPPK, hasil tulisan dari Widyaiswara Pusdiklat Pajak, Heru Supriyanto, Dev, BEM, M.Si.� �Modul ini dapat digunakan dalam rangka proses pembelajaran, dengan tetap mencantumkan penulis dan pemilik sah dokumen ini. Dilarang mengunakan sebagian atau seluruh isi dari modul ini untuk kepentingan komersial. �

id36703421 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 2

peralihan atau perolehan hak penguasaannya atas tanah dan atau bangunan dicatat

dalam Akte. Sedangkan bagi mereka para pribumi (bumiputra) bahkan dulu disebut

Inlander tidak dikenakan BBN karena tidak diatur peralihan haknya dalam KUHP/S tetapi

diatur dalam Hukum Adat dan tidak melalui Akte. Dalam pelaksanaannya peralihan hak

ini hanya dicatatkan melalui Lurah/Kepala Desa dan dicatat dalam Buku Wira-Wiri Desa

guna pemungutan Pajak Bumi yang nantinya akan dilaporkan kepada Jawatan Pajak

Bumi (sekarang Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan, Direktorat Jenderal Pajak) atau

Kantor Pendaftaran Tanah Milik.

Pada tahun 1960 lahir Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria ( UUPA No.5/1960 ), dimana melalui Undang-undang ini

dualisme di bidang hukum pertanahan DIFUSIKAN, artinya hak-hak atas tanah menurut

Hukum Barat dan Hukum Adat dilebur menjadi Hak Indonesia. Sejalan dengan itu maka

Ordonansi BBN Stbl 1924 No.291 kehilangan objeknya karena telah dibekukan dengan

keluarnya UUPA No.5 Tahun 1960. Keadaan atau kekosongan dasar pemungutan BBN

tersebut berjalan mulai 1960 sampai dengan 1997 dan pada tanggal 29 Mei 1997 lahirlah

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) yang diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1997 Nomor 44.

Namun baru berjalan kurang lebih selama 3(tiga) tahun Undang-undang ini telah

mengalami perubahan dengan keluranya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang BPHTB. Beberapa

pokok pikiran yang melatarbelakangi perubahan Undang-undang ini adalah:

1. Memperluas cakupan objek pajak untuk mengakomodir adanya perolehan hak

atas tanah dan bangunan yang belum diatur ;

2. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam pengenaan pajak ;

3. Lebih memberikan kepastian hukum mengenai ketentuan dan sanksi bagi wajib

pajak dan pejabat pemerintah/fiskus ;

4. Menyesuaikan dengan ketentuan baku dan istilah yang tercantum dalam Undang-

undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan ( UU KUP ) ;

5. Menyesuaikan dengan ketentuan yang berkaitan dengan Undang-undang Nomor

22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL

1. Tujuan Instruksional Umum

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 3

Setelah mendapatkan pelajaran ini para peserta didik diharapkan dapat mengerti,

memahami, dan menjelaskan serta melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam

Undang Undang BPHTB beserta segala aturan pelaksanaannya mulai dari latar

belakang, dasar arif, sampai dengan sanksi yang dikenakan terhadap pejabat yang

melanggar ketentuan.

2. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mendapatkan pelajaran ini, para peserta didik diharapkan dapat :

a. Mengerti dan memahami latar belakang dan tujuan ditetapkannya Undang-

undang BPHTB.

b. Memahami falsafah, dasar arif, terminology, ketentuan dan segala peraturan

ikutan dari Undang-undang BPHTB.

c. Memahami dan menjelaskan tentang objek, subjek, ariff, dan dasar

pengenaan BPHTB.

d. Memahami dan menjelaskan serta melaksanakan tatacara perhitungan

BPHTB.

e. Memahami dan menjelaskan tempat dan saat terutang BPHTB, tempat dan

tatacara pembayaran serta tatacara penagihan BPHTB.

f. Memahami, menjelaskan , dan melaksanakan pemberian pelayanan atas

permohonan keberatan, banding, dan pengurangan BPHTB.

g. Memahami dan menjelaskan penggunaan SSB, penerbitan SKBKB/

SKBKBT/SKBLB/SKBN, pemberian restitusi dan imbalan bunga.

h. Memahami dan menjelaskan mekanisme pembayaran, pengiriman, dan

pembagian hasil BPHTB.

i. Memahami dan menjelaskan ketentuan bagi pejabat, pelaporan, dan sanksi

atas pelanggaran yang dilakukan.

C. ALAT PENUNJANG

Dalam pelaksanaannya, mata ajar BPHTB ini perlu ditunjang dengan alat dan

kemudahan untuk memahami aturan/Undang-undang BPHTB seperti:

1. Buku Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB dan Buku Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor

21 Tahun 1997 tentang BPHTB.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang berkaitan dengan BPHTB.

3. Surat Keputusan Menteri, Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan Surat

Keputusan maupun Surat Edaran lainnya yang berkaitan dengan BPHTB.

4. Transparansi Materi Ajar.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 4

2. KEGIATAN BELAJAR 1

OBJEK , SUBJEK dan WAJIB PAJAK BPHTB

A. OBJEK BPHTB

Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:

1. Pemindahan Hak karena :

a. Jual Beli

b. Tukar Menukar

c. Hibah

d. Hibah Wasiat

e. Waris

f. Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya

g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan

h. Penunjukan pembeli dalam Lelang

i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap

j. Penggabungan Usaha

k. Peleburan Usaha

l. Pemekaran Usaha

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 5

m. Hadiah

2 . Pemberian Hak Baru karena :

a. Kelanjutan Pelepasan Hak

b. Diluar Pelepasan Hak

Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB

sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi :

a. Hak Milik

b. Hak Guna Usaha

c. Hak Guna Bangunan

d. Hak Pakai

e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun

f. Hak Pengelolaan

Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak

dikenakan BPHTB yaitu :

1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal

balik

2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk

pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan

usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya

4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena

perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama

5. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF

6. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH

B SUBJEK BPHTB

Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh

hak atas Tanah dan atau Bangunan.

C. WAJIB PAJAK BPHTB

Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak

BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.

Latihan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 6

1. Apa yang dimaksud dengan pemasukan dalam perseroan menurut UU BPHTB?

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pemberian hak baru sebagai kelanjutan

pelepasan hak.

3. Jelaskan maksud dari perlakuan azas timbal balik dalam pengenaan BPHTB

3. KEGIATAN BELAJAR 2

TARIF, DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG BPHTB

A. T A R I F

Sesuai pasal 5 UU BPHTB, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %.

Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan

perhitungan.

B. DASAR PENGENAAN

Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau

disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB.

Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jual Beli = Harga Transaksi

2. Tukar Menukar = Nilai Pasar

3. Hibah = Nilai Pasar

4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar

5. Waris = Nilai Pasar

6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar

7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar

8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar

9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 7

10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar

11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar

12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar

13. Hadiah = Nilai Pasar

14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (3) UU BPHTB, bila NPOP tidak diketahui atau

NPOP lebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP

PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan pasal 6

ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas nilai

perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

(NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tanggal 1

Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan Menteri Keuangan ini

kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Kedua

Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara

Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB. Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk perolehan hak karean waris , atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi

yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu

derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,

termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta

rupiah)

b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007

tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas

Subsidi Perumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor

7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan

Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi,

ditetapkna sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah)

c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku

usaha kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 8

untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan

sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a,

huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta

rupiah)

e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih

besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b,

maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b

ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d

f. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih

besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c,

maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf c

ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d.

Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah NPOPTKP

tersebut ditetapkan per daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan

usulan dari Kepala Daerah yang bersangkutan.

C. CARA MENGHITUNG BPHTB Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP)

adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk

menghitung besarnya BPHTB terutang adalah :

BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP

Contoh :

1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sumarno membeli sebidang tanah yang terletak

di Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar

Rp50.000.000,- Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar

Rp60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah :

5% x (50.000.000 - 60.000.000) = Nihil

atau dengan kata lain Bapak Sumarno tidak terutang BPHTB.

2. Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang

berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga

perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut

ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 9

ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh

Bapak Ali tersebut adalah :

5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-

Latihan:

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tarif pajak tunggal

2. Sebukan yang menjadi dasar pengenaan dari:

a. Perolehan hak karena jual beli

b. Perolehan hak karena putusan hakim

c. Perolehan hak karena lelang

3. Apa sebab pemerintah menentukan batas nilai tidak dikenakan pajak (NPOPTKP)

dalam perhitungan BPHTB?

4. KEGIATAN BELAJAR 3

PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS, HIBAH WASIAT DAN PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN

A. PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT

Sesuai dengan bunyi pasal 3 ayat (2) UU BPHTB pengenaan BPHTB karena waris

dan hibah wasiat diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah terbit Peraturan

Pemerintah No: 111/2000, tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai

berikut :

1. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar : 50 % dari yang

seharusnya terutang.

2. Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan

peralihan haknya ke Kantor Pertanahan

3. Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak.

4. Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan

adalah NJOP PBB

5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis :

a. Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat

yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 10

sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat

ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri.

b. Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang

diatas.

Contoh :

1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan

dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap

tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp325

juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar

Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :

50% x 5% x (Rp325 juta � Rp250 juta) = Rp1.875.000,-

2. Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300

M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp300 juta.

Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak

dengan NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut

ditentukan sebesar Rp50 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :

50% x 5% x (Rp300 juta � Rp50 juta ) = Rp6.250.000,-

3. Sebuah Yayasan Yatim Piatu � Al-Jannah� menerima hibah wasiat dari seorang

dermawan sebidang tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu

pendaftaran hak sebesar Rp800 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut

ditentukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh

Yayasan tersebut adalah sebesar :

50% x 5% x ( Rp800 juta � Rp60 juta) = Rp18.500.000,-

B. PENGENAAN BPHTB KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN

Sesuai dengan pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian

hak pengelolaan diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah diterbitkan

Peraturan Pemerintah No: 112 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur

hal-hal sebagai berikut :

1. Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas

tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada

pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah,

menggunakan tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian

tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga.

2. Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah :

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 11

a. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan

adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah

Propinsi/Kabupaten/Kota,. Lembaga Pemerintah Lain dan Perum

Perumnas

b. 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas.

c. Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya

keputusan pemberian Hak Pengelolaan

d. Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar

e. Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah

NJOPPBB.

Contoh :

1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah

seluas seluas 5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3

milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta

maka besarnya BPHTB yang harus diabayar oleh Perum Perumnas tersebut

adalah :

0% x 5% x (Rp3 milyar � Rp60 juta) = 0 ( nihil ).

2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak

pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir

dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap

tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar

Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50

juta maka besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut

adalah sebesar :

50% x 5% x (Rp1,25 milyar � Rp50 juta) = Rp30 juta

Latihan:

1. Apa yang dimaksud dengan hibah wasiat? Jelaskan!

2. Apa yang menjadi dasar pengenaan BPHTB karena waris?

3. Bagaimana menetukan NPOPTKP untuk waris dan hibah wasiat?

4. Apakah yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan?

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 12

5. KEGIATAN BELAJAR 4

SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG

SERTA TATA CARA PEMBAYARAN

A. SAAT TERUTANG PAJAK Ketentuan pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang saat terutang pajak atas

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai berikut :

1. Jual Beli : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

2. Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

3. Hibah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

4. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor

Pertanahan

5. Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

6. Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

7. Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenang Lelang

8. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan

hukum tetap

9. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan Haknya ke

Kantor Pertanahan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 13

10. Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat

Keputusan Pemberian Hak

11. Penggabungan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

12. Peleburan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

13. Pemekaran Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

14. Hadiah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat

terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar pajak.

B. TEMPAT PAJAK TERUTANG :

Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang

meliputi letak tanah dan atau bangunan

C. TATA CARA PEMBAYARAN Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB

yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang kemudian ditindak lanjuti dengan

Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001 dan Surat Edaran

Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai

berikut :

1. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak.

2. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui

Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk

3. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan

data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

Kewajiban Bayar pada saat :

1. Dibuat & ditandatanganinya Akta

2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat

3. Ditunjuknya pemenang Lelang

4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru

5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

Latihan:

1. Kapankan saat terutangnya BPHTB dan dimana harus dibayar?

2. Sebutkan tat cara pembayaran BPTHB!

3. Bagaimana kalau BPHTB ternyata nihil? Jelaskan!

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 14

6. KEGIATAN BELAJAR 5

TATA CARA PENETAPAN DAN PENAGIHAN

A. TATA CARA PENETAPAN

Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam pasal 11 dan 12 sebagai berikut :

1. Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil

pemeriksaan terdapat kurang bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal

ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat

Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2% per bulan

maksimum untuk jangka waktu 24 bulan ( 48% ).

2. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang

bertambah, maka Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama

menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT)

ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah kenaikan, kecuali

wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan

Contoh :

Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari

2003 dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya

telah dibayar lunas pada tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 15

oleh Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu pada tanggal 7 Pebruari 2003, ternyata

NJOP PBB atas tanah tersebut adalah sebesar Rp.350.000.000,-

Pada tanggal 1 Maret 2003 diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar

atas tanah tersebut adalah sebesar Rp400.000.000,- Atas temuan-temuan tersebut

diatas Kepala Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada

tanggal 7 Pebruari 2003 dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003. Berapa BPHTB yang

harus dibayar oleh Bapak Krosbin Simatupang tersebut berdasarkan SKBKB dan

SKBKBT yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP

ditentukan sebesar Rp50.000.000,- ?

Jawab :

1. BPHTB yang telah dibayar pada tanggal 5 Januari 2003 adalah :

5% x (300.000.000 - 50.000.000) = Rp12.500.000,-

2. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 7 Pebruari 2003 :

5% x (350.000.000 - 50.000.000) = Rp15.000.000,-

BPHTB yang telah dibayar = Rp12.500.000,-

BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-

Denda : 2 x 2% x Rp2.500.000,- = Rp 100.000,-

SKBKB = Rp 2.600.000,-

3. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 1 Maret 2003 :

5% x (400.000.000 - 50.000.000) = Rp17.500.000,-

BPHTB yang telah dibayar = Rp15.000.000,-

BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-

Sanksi administrasi ( 100% ) = Rp 2.500.000,-

SKBKBT = Rp 5.000.000,-

B. TATA CARA PENAGIHAN

Sesuai dengan pasal 13, 14 dan 15 UU BPHTB maka apabila :

1. Pajak terutang tidak/kurang bayar

2. Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar

3. WP kena sanksi administrasi berupa denda/bunga

maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) ditambah

sanksi bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

Surat Tagihan BPHTB setara dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

SKBKB, SKBKBT, STB, SK Pembetulan / SK Pengurangan / SK Keberatan / SK Banding

merupakan Dasar Penagihan Pajak.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 16

Pajak terutang berdasar SURAT-SURAT tersebut diatas harus dilunasi paling lambat

1(satu) bulan sejak diterima oleh wajib pajak, lewat batas waktu dapat ditagih dengan

SURAT PAKSA.

Latihan:

1. Jelaskan bagaimana tata cara penetapan BPHTB

2. Jelaskan bagaimana tata cara penbagihan BPHTB

3. Apa yang harus dilakukan oleh fiskus apabila Dasar Penagihan sudah jatuh

tempo?

7. KEGIATAN BELAJAR 6

KEBERATAN, BANDING DAN PENGURANGAN A. KEBERATAN

Keberatan diatur dalam pasal 16 dan 17 yang dapat dirinci sebagai berikut : 1. Diajukan oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPPBB/KPP

Pratama atas : SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN ;

2. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan dilampiri :

a.Copy SSB ;

b.Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN

c.Copy Akta/Risalah Lelang / SK Pemberian Hak / Putusan Hakim

d.Copy identitas

3. Keberatan diajukan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak diterimanya SK oleh wajib pajak 4. Yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap sebagai surat keberatan dan tidak

dipertimbangkan

5. Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 17

6. Keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterima permohonan dari wajib pajak,

lewat waktu dianggap diterima

7. Keputusan dapat berupa :

a. mengabulkan seluruhnya / sebagian

b. menolak, atau

c. menambah besar pajak terutang

8. Wajib Pajak yang tidak setuju atas keputusan keberatan dari Direktur Jenderal Pajak

dapat mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( sekarang

Pengadilan Pajak )

B. B A N D I N G

Banding diatur dalam pasal 18 dan 19 Undang-undang BPHTB yang dapat

disarikan sebagai berikut :

Diajukan ke BPSP ( Pengadilan Pajak ) dalam jangka waktu 3 bulan sejak terima SK

Keputusan Keberatan

Pengajuan banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak

Bila Keberatan dan Banding dikabulkan, kelebihan pembayaran dapat imbalan bunga

2%/bulan maksimum 24 bulan yang dihitung sejak pelunasan pajak sampai dengan

terbit Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar

C. PENGURANGAN

Pengurangan diatur dalam pasal 20 Undang-undang BPHTB yang kemudian

dijabarkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tanggal 25

Nopember 2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB. Keputusan Menteri Keuangan

ini kemudian diubah dan terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor:

91/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006 tentang Perubahan Kedua atas KMK

No.561/KMK.04/2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB, yang dapat dirinci

sebagai berikut :

1. Dalam hal kondisi tertentu WP yang ada hubungannya dengan Objek Pajak :

a. WP pribadi memperoleh hak baru melalui program Pemerintah di bidang

Pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan ekonomis mendapat pengurangan

sebesar 75%

b. WP Badan memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai

tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun mendapat pengurangan

sebesar 50%

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 18

c. WP pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan RS dan RSS

langsung dari pengembang dan membayar secara angsuran mendapat

pengurangan sebesar 25%

d. WP pribadi menerima hibah dari keluarga sedarah satu derajad keatas dan

kebawah mendapat pengurangan sebesar 50%

2. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu :

a. WP memperoleh hak dari hasil pembelian uang ganti rugi pemerintah yang nilai

ganti ruginya dibawah NJOP mendapat pengurangan sebesar 50%.

b. WP memperoleh hak sebagai penggantian dari tanah yang dibebaskan pemerintah

untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, mendapat

pengurangan sebesar 50%

c. WP Badan terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas

pada kehidupan perekonomian nasional sehingga WP harus melakukan

restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai kebijaksanaan pemerintah,

mendapat pengurangan sebesar 75%

d. WP Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari BBD, BDN,

Bapindo dan Bank Exim dalam rangka merger, mendapat pengurangan sebesar

100%

e. WP Badan melakukan Merger atau Konsolidasi dengan atau tanpa terlebih

dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan

pengunaan Nilai Buku dlm rangka penggabungan atau peleburan usaha tersebut

dari Dirjen Pajak, mendapat pengurangan sebesar 50%

f. WP memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi

karena bencana alam dlsb yang terjadi dalam waktu 3 bulan setelah

penandatanganan Akta, mendapat pengurangan sebesar 50%

g. WP pribadi (Veteran, PNS, TNI, Polri, pensiunan, purnawirawan, janda/dudanya)

yang memproleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah,

mendapat pengurangan 75%

h. WP Badan Korpri yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam

rangka pengadaaan perumahan bagi anggota Korpri/PNS, mendapat

pengurangan sebesar 100%

i. WP Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang

memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari peusahaan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 19

induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan

KepMenKeu tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan

Perusahaan Reasuransi, mendapat pengurangan sebesar 50%.

j. WP yang domisilinya termasuk dalam wilayah program rehabilitasi dan

rekonstruksi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan melalui

program pemerintah di bidang pertanahan atau WP yang objek pajaknya terkena

bencana lam gempa bumi dan gelombang tsunami di Propinsi NAD dan

Kepulauan Nias, Sumatera Utara, mendapat pengurangan sebesar 100%.

k. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi di Propinsi DIY dan

sebagian Propinsi Jawa Tengah yang perolehan haknya atau saat terhutangnya

terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya bencana, diberi pengurangan sebesar

100%.

l. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami di

pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa yang perolehan haknya atau saat

terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya bencana, diberi

pengurangan sebesar 100%.

3. Tanah dan bangunan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak

mencari keuntungan mendapat pengurangan sebesar 50%

4. Tanah dan atau bangunan di Propinsi NAD yang selama masa reahbilitasi

berlangsung digunakan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak

untuk mencari keuntungan mendapat pengurangan sebesar 100%.

TATA CARA PERMOHONAN PENGURANGAN

1. Permohonan diajukan oleh WP kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama / Kakanwil DJP

/ Dir.Jen.Pajak dalam bahasa Indonesia dengan lampiran :

a. Fotokopi Surat Setoran Bea ( SSB )

b. Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Kep.Pemberian Hak Baru / Putusan

Hakim

c. Fotokopi identitas

d. Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa

e. Fotokopi persetujuan Merger dari Dirjen Pajak

2. Permohonan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak tanggal pembayaran 3. Khusus untuk MERGER, permohonan diajukan sebelum Akta ditandatangani oleh

Notaris/PPAT

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 20

4. Atas permohonan kemudian dilakukan Pemeriksaan Sederhana dan dituangkan

dalam Berita Acara

5. Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat

permohonan dan tidak dipertimbangkan

KEPUTUSAN PENGURANGAN

1. Keputusan oleh Kepala KPPBB/KPP Pratama dalam waktu 3(tiga) bulan sejak

terima permohonan dari Wajib Pajak, lebih dari 3 bulan dianggap diterima.

Keputusan oleh Kakanwil DJP dalam waktu 4(empat) bulan sejak diterima

pemohonan dari WP, lebih dari 4 bulan dianggap diterima, dan keputusan oleh

Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 6(enam) bulan, lebih dari 6 bulan dianggap

dikabulkan.

2. Bentuk Keputusan : mengabulkan seluruhnya / sebagian atau menolak

3. Wewenang Keputusan :

a. Ketetapan sampai dengan 2,5 M oleh Kepala Kantor PBB/ KPP Pratama

b. Ketetapan diatas 2,5 M sampai dengan 5 M oleh KAKANWIL DJP

c. Lebih dari 5 M, dampak krisis, merger dan Bank Mandiri oleh Direktur Jenderal

Pajak

PENGURANGAN YANG DIHITUNG SENDIRI OLEH WP

Terhadap WP yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besar

pengurangan sebelum pembayaran BPHTB. Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda �

pengurangan dihitung sendiri� dan jumlah setoran setelah pengurangan. Dalam hal ini

WP tetap mengajukan permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan. Bila permohonannya ditolak / dikabulkan namun BPHTB masih kurang bayar

maka terhadap WP tersebut dikenakan sanksi bunga 2% per bulan dari kekurangan

bayar tersebut , maksimum 24 bulan. Terhadap BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak

dapat diajukan pengurangan kembali

Latihan:

1. Sebutkan syarat-syarat untuk mengajukan keberatan BPHTB

2. Siapa yang berwenang untuk memberi keputusan atas pengajuan keberatan

BPHTB? Jelaskan!

3. Sebutkan dan jelaskan kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya

dengan Objek Pajak yang dapat mengajukan penguranagn BPHTB

4. Jelaskan tata cara pengurangan yang dihitung sendiri oleh Wajib Pajak

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 21

8. KEGIATAN BELAJAR 7

RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA SERTA PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB

A. RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB diatur dalam pasal

21 dan pasal 22 yang dapat dirinci sebagai berikut :

1. Sebab-sebab Restitusi :

a. Pajak dibayar > pajak terutang yang disebabkan oleh :

- Permohonan pengurangan dikabulkan

- Permohonan keberatan dikabulkan

- Permohonan banding dikabulkan

- Perobahan peraturan

b. Pajak dibayar tidak seharusnya terutang

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 22

2.Tata Cara Pengajuan Restitusi dan Imbalan Bunga a. Permohonan restitusi diajukan oleh WP dalam bahasa Indonesia dengan

alasan dan dilampiri :

1) Asli Surat Setoran Bea ( SSB )

2) Fotokopi SK Keberatan / Banding / Pengurangan

3) Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Keputusan Hak Baru / Putusan

Hakim

4) Fotokopi identitas Wajib Pajak

b. Yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan

dan tidak dipertimbangkan

c. Berdasarkan pemeriksaan atas permohonan, KPPBB/KPP Pratama

menerbitkan :

1) SKBLB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP ternyata lebih

besar dari jumlah pajak yang terutang.

2) SKBN apabila jumlah pajak yang dibayar oleh WP sama besarnya dengan

jumlah pajak yang terutang

3) SKBKB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP lebih kecil dari

jumlah pajak terutang

d. Keputusan dalam waktu 12 bulan sejak terima permohonan apabila waktu 12

bulan tersebut terlampaui, maka permohonan tersebut dianggap diterima dan

paling lambat 1 bulan setelah 12 bulan harus terbit SKBLB dan apabila

penerbitan SKBLB lewat waktu maka WP mendapat bunga 2% per bulan

dihitung sejak lewat waktu sampai dengan terbit SKBLB.

e. Berdasarkan SKBLB harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian

Kelebihan Pembayaran BPHTB (SKPKPB) yang dikirim ke : WP, BO, KPKN

dan Kanwil DJP.

f. Dalam waktu 2 bulan setelah SKBLB harus diterbitkan Surat Perintah

Membayar Kelebihan Pembayaran BPHTB ( SPMKPB ), lewat dari waktu yang

ditentukan tersebut WP dapat bunga 2% per bulan.

g. Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Ketetapan Imbalan Bunga ( SKIB ) dan

Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga ( SPMIB )

B. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB

Pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur dalam pasal 23 Undang-undang

BPHTB dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan

No:519/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 sebagai berikut :

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 23

1. Pemerintah Pusat mendapat bagian sebesar 20% dari seluruh penerimaan BPHTB

yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara merata keseluruh

daerah Kabupaten/Kota dan dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, bulan

Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan.

2. Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi sebagai berikut :

a.16% untuk Daerah Propinsi

b.64% untuk Daerah Kabupaten/Kota

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 04/PMK.07/2008 tanggal

28 Januari 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer

ke Daerah, atas transfer Dana Bagi Hasil BPHTB untuk daerah Direktur Jenderal

Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran melimpahkan sebagian

kewenangan perintah pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke

Rekening Kas Umum Daerah kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Pelimpahan

kewenangan ini dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Menerbitkan Surat

Kuasa Umum (SPMSKU). Berdasarkan SPMSKU ini maka Kuasa Bendahara Umum

Negara menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU) kepada Bank Operasional III untuk

melakukan pemindahbukuan Dana Bagi Hasil BPHTB dari Rekening Kas Umum

Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTB ini

berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan dan dilaksanakan

secara mingguan.

Dalam rangka penyaluran transfer ke daerah, setiap tahun anggaran selambat-

lambatnya pada minggu pertama bulan Desember sebelum tahun anggaran dimulai,

pemerintah daerah wajib menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama bank

kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilampiri dengan: 1)asli rekening

koran dari Rekening Kas Umum Daerah; dan 2)fotokopi keputusan kepala daerah

mengenai penunjukan/penetapan pejabat Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara

Umum Daerah yang disahkan oleh kepala daerah.

Latihan:

1. Sebutkan sebab-sebab terjadinya kelebihan bayar BPHTB

2. Jelaskan tata cara pengajuan restitusi BPHTB

3. Jelaskan secara singkat pembagian hasil penerimaan BPHTB

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 24

9. KEGIATAN BELAJAR 8

KEWAJIBAN, PELAPORAN DAN SANKSI

A. KEWAJIBAN PEJABAT

Ketentuan bagi pejabat diatur dalam pasal 24 Undang-undang BPHTB yang

mengatur tentang kewajiban bagi pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan BPHTB

yaitu :

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) / Notaris hanya dapat menandatangani Akta

pada saat WP menyerahkan Surat Setoran BPHTB (SSB) dengan menyerahkan

fotokopi dan menunjukkan aslinya.

2. Pejabat Lelang hanya dapat menanda tangani Risalah Lelang pada saat WP

menyerahkan SSB.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 25

3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan Surat Keputusan

pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan SK

dimaksud pada saat WP menyerahkan SSB.

4. Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris/hibah wasiat hanya dapat

dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat WP menyerahkan

SSB.

B. PELAPORAN

Masalah pelaporan pelaksanaan BPHTB diatur dalam pasal 25 Undang-undang

BPHTB yang mengatur hal-hal sebagai berikut :

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) /Notaris, Kepala Kantor Lelang wajib

menyampaikan laporan tentang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

disertai salinan SSB kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama

2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberitahukan perolehan hak atas

tanah karena pemberian hak baru kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama disertai

salinan SSB.

3. Laporan/Pemberitahuan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan

berikutnya, bila libur hari kerja berikutnya.

C. S A N K S I

Sanksi yang dikenakan kepada para pejabat terkait diatur dalam pasal 26

Undang-undang BPHTB sebagai berikut :

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Notaris / Kepala Kantor Lelang yang

melanggar ketentuan Kewajiban Bagi Pejabat, dikenakan sanksi berupa denda

sebesar Rp.7.500.000,- setiap pelanggaran dan denda sebesar Rp.250.000,-

untuk setiap laporan.

2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan bagi

pejabat dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30

Tahun 1980 (PP 30/80) tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Latihan:

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 26

1. Sebutkan kewajiban bagi para pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan

BPHTB

2. Sebutkan pula sanksi yang dpat dikenakan kepada para pejabat terkait dalam

pelaksanaan BPHTB apabila mereka melanggar ketentuan bagi pejabat.

TEST FORMATIF:

I. Pilihan Ganda

Berikanlah tanda lingkaran ( O ) atau tanda silang ( X ) untuk jawaban yang Saudara

anggap paling benar menurut ketentuan pada huruf didepannya ( a,b,c,d ).

1. Perubahan UU No.21 Tahun 1997 menjadi UU No.20 Tahun 2000 tentang BPHTB

diharapkan dapat mencapai sasaran:

a. Meningkatkan penerimaan pajak sebesar-besarnya

b. Memberikan kepastian hokum

c. Memberikan rasa keadilan

d. Memberikan rasa keadilan, kepastian hokum, dan memperluas cakupan

objek pajak

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 27

2. Badan atau Organisasi Internasional yang tidak dikenakan BPHTB sebagaimana

diatur dalam Kep.Men.Keu.RI No:630/KMK.04/1997 antara lain adalah seperti di

bawah ini, kecuali:

a. Badan-badan Internasional PBB

b. Colombo Plan

c. Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)

d. Kerjasama Bilateral

3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak:

a. yang dikenakan atas nilai tanah dan atau bangunan

b. atas harga jual yang ditetapkan oleh Kakanwil DJP

c. yang dikenakan pada kepemilikan tanah dan atau bangunan

d. yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

4. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) adalah jumlah

kewajiban yang harus dibayar berupa:

a. Pajak yang kurang dibayar ditambah denda administrasi

b. Pajak yang kurang dibayar ditambah bunga sebesar 2% per bulan

maksimum 24 bulan

c. Pajak yang kurang dibayar ditambah sanksi administrasi sebesar 100%

dari pajak yang kurang dibayar

d. Pajak yang kurang dibayar ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan

100% dari jumlah kekurangan pajak

5. Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP, maka dasar pengenaan BPHTB adalah

NJOP. Bila NJOP belum ditetapkan maka yang digunakan adalah:

a. NJOP tahun yang lalu

b. Nilai Pasar tahun yang lalu

c. Harga transaksi tahun yang lalu

d. NJOP yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

6. Tanda penerimaan surat keberatan sangat penting bagi wajib pajak yaitu sebagai:

a. Perhitungan waktu yang digunakan saat menunggu keputusan

penyelesaian permohonan keberatan

b. Tanda bukti bahwa wajib pajak telah menyampaikan surat keberatan

c. Tanda bukti bahwa persyaratan surat keberatan telah terpenuhi

d. Tanggal dimulainya pemberian keputusan atas keberatan

7. Menurut pasal 9 ayat(3) UU BPHTB, tempat BPHTB terutang adalah di wilayah

kabupaten/kota, atau propinsi yang meliputi:

a. Lokasi tempat tinggal atau domisili yang memperoleh hak

b. Lokasi tanah dan atau bangunan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 28

c. Letak kantor Notaris/PPAT yang membuat Akta

d. Letak kantor bank tempat pembayaran

8. Besarnya NPOP dalam hal jual beli adalah:

a. Harga transaksi objek pajak tersebut

b. Nilai pasar objek pajak tersebut

c. NJOP tahun yang lalu dari objek pajak tersebut

d. Harga transaksi yang nilainya melebihi NJOP

9. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat(3) UU BPHTB yaitu tidak

mewajibkan menyerahkan bukti pembayaran BPHTB pada waktu pendaftaran

hak, dikenakan sanksi:

a. Denda sebesar Rp7.500.000,00 setiap pelanggaran

b. Administrasi

c. Sesuai PP No.30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS

d. Denda sebesar Rp250.000,00

10. Orang pribadi penerima hibah wasiat yang masih dalam hubungan keluarga

sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas/ke bawah dengan

pemberi hibah wasiat, memperoleh:

a. NPOPTKP paling banyak Rp300.000.000,00

b. NPOPTKP berdasarkan usulan Gubernur atau Kepala Daerah

c. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang

d. NPOPTKP yang ditetapkan setelah mempertimbangkan usulan Kepala

Daerah secara regional paling banyak Rp300.000.000,00

11. Pengertian cakupan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam perubahan UU

BPHTB Tahun 2000 adalah:

a. Agar diperoleh penerimaan pajak yang sebesar-besarnya

b. Mempertegas dasar hukum jenis perolehan hak yang belum diatur

c. Memberikan dasar pengenaan atas UU No.16 Tahun 1985 tentang

Undang-undang Rumah Susun

d. Merumuskan kebijaksanaan pemerintah tentang Hak Pengelolaan

12. Apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan warisan berupa tanah dan

bangunan, maka warisan tersebut:

a. bukan objek pajak

b. harus didaftarkan ke pengadilan untuk pembagian warisan

c. objek BPHTB

d. dibagi kepada ahli waris tanpa dipotong pajak

13. Surat Tagihan BPHTB (STB) adalah:

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 29

a. Surat untuk melakukan penagihan pajak

b. Surat untuk melakukan tagihan pajak dan pemaksaan pembayaran

c. Surat untuk melakukan tagihan pajak dtambah sanksi administrasi

d. Surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi

14. Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, kecuali:

a. Jual beli, dan kelanjutan pelepasan hak

b. Waris dan Hibah Wasiat

c. Konversi hak atas nama yang sama

d. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

15. Penggabungan Usaha, Peleburan Usaha, dan Pemekaran Usaha merupakan:

a. Pemindahan Hak

b. Pemberian Hak Baru

c. Perolehan Hak berdasarkan bisnis

d. Perolehan Hak yang diatur dalam Hukum Perdata

16. Pemasukan dalam Perseroan atau badan Hukum lainnya merupakan:

a. Pengalihan Hak yang merupakan Hak Perolehan

b. Pemindahan Hak

c. Pemisahan Hak yang mengakibatkan Peralihan Hak

d. Kelanjutan Pelepasan Hak

17. Tempat dan Tata cara pembayaran BPHTB sebagaimana diatur dalam

Kep.Men.KeuRI. No.517/KMK.04/2000 adalah:

a. BPHTB dibayar keKas Negara di wilayah kbupaten/kota tempat domisili

subjek pajak

b. BPHTB dibayar di Bank/Kantor Pos Tempat Pembayaran di wilayah

kabupaten/kota tempat domisisli subjek pajak

c. BPHTB dibayar di Tempat Pembayaran BPHTB di wilayah kabupaten/kota

yang meliputi Bank/Kantor Pos terdekat dengan menggunakan SSB

d. BPHTB dibayar ke Kas Negaradi Tempat P{embayaran BPHTB di wilayah

kabupaten/kota yang meliputi klokasi objek pajak dengan menggunakan

SSB

18. Apabila wajib pajak akan mengajukan permohonan pengurangan BPHTB karena

merger, maka permohonannya diajukan kepada:

a. Kepala KPPBB yang bersangkutan

b. Kakanwil DJP yang bersangkutan

c. Direktur Jenderal Pajak

d. Menteri Keuangan

19. Keberatan dapat diajukan atas:

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 30

a. SKBKB, SKBKBT, SSB

b. SKBKB, SKBLB, STB

c. SKBKB, SKBLB, SKBN

d. SKBKB, SSB, STB

20. Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan

keputusan pemberian pengurangan BPHTB atas tanah dan atau bangunan:

a. karena dampak krisis ekonomi dan merger

b. dengan jumlah pengurangan lebih dari Rp2,5 milyar sampai dengan Rp5

milyar

c. atas objek yang sudah tidak berfungsi lagi karena bencana alam

d. dengan jumlah pengurangan kurang dari Rp2,5 milyar

II. URAIAN/ESSAY:

1. Bapak Hasan Azhary, seorang hartawan dari Nangro Aceh Darussalam

bermaksud memberikan hibah wasiat sebidang tanah seluas 2 Ha kepada sebuah

Yayasan Yatim Piatu �Al-Khairat�. Untuk itu Pak Hasan Azhary menemui Saudara

dan menanyakan segala sesuatu mengenai BPHTB karena hibah wasiat. Saudara

diminta memberikan penjelasan selengkapnya kepada Pak Hasan Azhary

mengenai BPHTB karena hibah wasiat tersebut.

2. Ibu Farida pada tanggal 5 Februari 2007 membeli sebidang tanah dan bangunan

dari Ibu Ratna yang terletak di Jalan Anyelir No.9 Kebayoran Baru, Jakarta

Selatan dengan luas tanah 400 M2 dan luas bangunan 180 M2 melalui transaksi

jual beli dan harga yang dilaporkan kepada KPPBB Jakarta Selatan Dua sebesar

Rp500 juta dan dibuktikan dengan SSB yang telah dibayar lunas di Bank tempat

Pembayaran. Pada tanggal 10 Maret 2007, setelah laporan PPAT diterima oleh

KPPBB dan dilakukan penelitian data klasifikasi NJOP, ternyata NJOP tanah di

Jalan Anyelir No.9 Kebayoran Baru tersebut ditetapkan kelas A-12, sedangkan

NJOP bangunan kelas A-1. Atas perbedaan ini KPPBB kemudian menerbitkan

SKBKB pada tanggal 11 Maret 2007. Pada tanggal 10 Mei 2007 KPPBB

mengadakan uji silang data dengan KPP. Dari hasil uji silang data tersebut

ternyata ditemukan data yang lebih baru lagi yaitu Ibu Ratna (penjual) telah

membayar PPh Final atas penjual tanah dan bangunan kepada Ibu Farida

sebesar Rp50 juta. Atas temuan ini KPPBB menerbitkan SKBKBT pada tanggal

11 Mei 2007. Hitung besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh Ibu Farida

berdasarkan SKBKB dan SKBKBT apabila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp60

juta.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 31

KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF:

I. Pilihan Ganda:

1. d 11. b

2. c 12. c

3. d 13. d

4. d 14. c

5. d 15. a

6. b 16. b

7. b 17. d

8. d 18. c

9. c 19. c

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 32

10. d 20. a

II. Uraian/Essay:

1. Lihat kegiatan belajar 3

2. Lihat kegiatan belajar 5

UMPAN BALIK

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Jawaban Test Formatif yang ada pada Modul

ini. Kemudian hitunglah jumlah jawaban yang benar dan gunakan rumus di bawah ini

untuk mengetahui sampai sejauh mana Tingkat Pemahaman (TP) Anda.

TP = Jumlah jawaban yang benar x 100% Jumlah seluruh soal

Apabila TP Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91% s.d 100% : Amat baik

81% s.d 90,99% : Baik

71% s.d 80,99% : Cukup

61% s.d 70,99% : Kurang

Apabila TP Anda belum mencapai 81% ke atas (kategori baik), maka disarankan Anda

untuk mengulang materi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB

2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB

3. Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang BPHTB Karena Waris dan

Hibah Wasiat

4. Peraturan Pemerintah Nomor 112 tahun 2000 tentang BPHTB Karena Pemberian

Hak Pengelolaan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 33

5. Peraturan Menteri Keuangan RI. Nomor 33/PMK.03/2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 516/KMK.04/2000 tentang

Tatacara Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB

6. Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan

Tempat dan Tatacara Pembayaran BPHTB

7. Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 518/KMK.04/2000 tentang Tatacara

Pemberian Pengurangan BPHTB

8. Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 519/KMK.04/2000 tentang Tatacara

Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB.