Hernia Nukleus Pulposus
-
Upload
muhammad-irsyad-k-h -
Category
Documents
-
view
100 -
download
9
description
Transcript of Hernia Nukleus Pulposus
Case Report Session
HERNIA NUKLEOSUS PULPOSUS
Oleh:
M Irsyad KH 0810313224
Pembimbing:
Prof.Dr.dr. Darwin Amir, Sp.S(K)
Dr Syarif Indra SpS(K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL
PADANG
2014
Seorang pasien wanita, 72 tahun didiagnosis dengan ischialgia bilateral ec. Susp. Hernia
Nucleus Pulposus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis didapatkan adanya nyeri pinggang yang menjalar ke tungkai bawah kanan sejak 1
minggu yang lalu. Nyeri timbul tiba-tiba, terasa seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk. Nyeri
bertambah jika pasien bangkit dari duduk, saat batuk, dan mengejan dan berkurang saat pasien
tidur. Dari pemeriksaan fisik ditemukan Laseque (+), Cross Laseque (+), Naffziger (+),
Patrick(+), Kontra Patrick (+). Tes ini menunjukkan adanya gangguan pada regangan saraf
ischiadikus. Selain itu juga ditemukan penurunan sensasi raba pada tungkai kiri dan kanan, kaki
kiri dan kanan serta reflek KPR yang menurun dan reflek APR yang menghilang pada tungkai
kanan.
Berdasarkan gejala dan tanda klinis tersebut diskusan setuju pasien ini didiagnosa sebagai
ischialgia bilateral yang terjadi pada L4-S1 karena tipe nyeri radikuler yang menjalar pada sisi
luar tungkai kiri dan kanan hingga ibu jari kaki. Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu foto polos lumbosakral atau MRI sebagai standar emas untuk
penegakan diagnosis. Penatalaksanaan pasien ini adalah tirah baring selama 2-4 hari kemudian
secara bertahap melakukan aktivitas separti biasa, fisioterapi dan medikamentosa yaitu
pemberian analgetik-anti inflamasi, analgetik adjuvan dan vitamin B.
Berdasarkan literatur, Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana
sebagian atau seluruh bagian dari nucleus pulposus mengalami penonjolan kedalam kanalis
spinalis. HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : hernia diskus intervertebralis, rupture
disk, slipped disk, dan sebagainya. HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung
bawah (NPB) yang penting. Pervalensinya berkisar antara 1-2% darii populasi. HNP lumbalis
paling sering (90%) mengenai diskus intervetebralis L5-S1, L4-L5.
Gambar 3 : HNP dapat menekan saraf tulang belakang
A. PATOFISIOLOGI
Diskus interveterbralis menghubungkan kopus vetebre satu sama lainnya, dari servikal
sampai lumbal/sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock
absorber).
Diskus intervetebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu :
1. Annulus fibrosus. Terbagi menjadi tiga lapis :
a. Lapisan terluar terdiri dari lamena fibro kolagen yang berjalan menyilang
konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan
menyerupai gulungan per.
b. Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kargilagenus.
c. Daerah transisi.
Serat annulus di bagian anterior diperkuat oleh ligamentum longitudinal anterior yang
kuat sehingga diskus intervetebralis tidak mudak menerobos daerah ini. Pada bagian posterior
serat-serat annulus paling luar dan tengah sedikit dan ligamentum longitudinal posterior kurang
kuat sehingga mudah rusak. Mulai daerah lumbal I, ligamentum longitudinal posterior makin
mengecil sehingga pada ruang intervetebra L5-S1 tinggal separoh dari lebar semula sehingga
mengakibatkan mudahnya terjadi kelainan pada daerah ini.
2. Nucleus pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglikan (hialuronic
long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis.
Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan/beban.
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang progresif seiring
bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan
penurunan vaskularisasi ke dalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga
diskus mengkerut, sebagai akibatnya nucleus menjadi kurang elastis.
Pada siklus yang sehat bila mendapat tekanan maka nucleus pulposus menyalurkan gaya
tekan kesegala arah dengan sama besar. Kemampuan menahan air mempengaruhi sifat fisik
nucleus. Penurunan kadar air nucleus mengurangi fungsinya sebagai bantalan, sehingga bila ada
gaya tekan maka disalurkan ke annulus secara asimetris, akibatnya bias terjadi cedera atau
robekan pada annulus.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena :
1. Daerah lumbal, khususnya L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu menyangga
berat badan. Diperkirakan hamper 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1.
2. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi
diperkirakan hamper 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi
L5-S1.
3. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum
longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah
herniasi yang paling sering adalah posterolateral.
B. FAKTOR RISIKO
1. Faktor Resiko yang tidak dapat dirubah.
Umur : makin bertambah umur, resiko makin tinggi.
Jenis kelamin : laki-laki lebih banyak dari wanita.
Riwayat cedera punggung/HNP sebelumnya.
2. Faktor resiko yang dapat diubah.
Pekerjaan dan aktivitas
Olah raga tidak teratur, latihan berat dalam jangka waktu yang lama
Merokok.
Berat badan berlebih.
Batuk lama dan berulang.
Pada dasarnya, ada tiga faktor yang membuat seseorang dapat mengalami HNP, yaitu (1)
gaya hidup, seperti merokok, jarang atau tidak pernah berolah raga dan berat badan yang
berlebihan, (2) pertambahan usia, dan (3) memiliki kebiasaan duduk atau berdiri yang salah,
yaitu membungkuk dan tidak tegak. Ketiga faktor tersebut, apabila ditambah dengan cara
mengangkat benda yang keliru, yaitu cara mengangkat benda di mana punggung membungkuk
ke depan meningkatkan resiko seseorang mengalami HNP, karena tekanan yang diterima oleh
bantalan tulang belakang akan meningkat beberapa kali tekanan normal.
Cara mengangkat yang benar adalah dengan jalan menekuk lutut ke arah depan,
sementara punggung tetap dipertahankan dalam posisi tegak, tidak membungkuk. Para pekerja
kasar atau yang banyak menggunakan otot-otot punggung untuk bekerja memiliki resiko yang
lebih besar mengalami HNP.
C. INSIDENS
- Hernia Iumbo Sakral lebih dari 90 %
- Hernia Servikal 5-10 %.
1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi,
tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang.
Proses penyusutan nukleus pulposus pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus
fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan/dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal
yang sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus
prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat
penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi "extruded" dan melintang
sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus
menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang
ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf.
Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma
vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher
spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi
antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5atau C6 dan C7. Hernia ini
menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini
menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan
kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya terdiri
dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya
anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang serangannya
mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral toracal masih jarang terjadi (menurut love dan
schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thoracal paling
bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong
adalah faktor penyebab yang paling utama.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik HNP tergantung dari radiks saraf yang lesi. Gejala klinik yang paling
sering adalah ischialgia. Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut, menjalar
sampai bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar terkena akan timbul gejala kesemutan atau
rasa tebal sesuai dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot atau hilangnya
reflek tendon patella (KPR) dan Achilles (APR). bila mengenai konus atau kauda equine dapat
terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan suatu kegawatan
yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan miksi secara permanen.
Nyeri pada HNP akan meningkat bila terjadi kenaikan tekanan intratekal atau intradiskal
seperti saat mengejan, batuk, bersin, mengangkat benda berat dan membungkuk.
1. Hernia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik
kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan hawa
dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis.
Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2
prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan tungkai. "Low back pain" ini
disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara
refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis
lumbal.
Syndrom Perkembangan lengkap syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps
terdiri:
a. Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
b. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
c. Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan reflex
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
a. Cara Kamp.
Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai yang
sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
b. Tess Naffziger
Penekanan pada vena jugularis bilateral.
c. Tes Lasegue. Tes Crossed Laseque yang positif dan Tes Gowers dan Bragard yang
positif.
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan bawah.
Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus ekstensor kuadriseps
dan muskulus ekstensor ibu jari.
2. Hernia servicalis
Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
Atrofi di daerah biceps dan triceps
Refleks biceps yang menurun atau menghilang
Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
3. Hernia thorakalis
Nyeri radikal
Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang paraparesis
Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia
E. DIAGNOSIS
Diagnosis HNP didasarkan pada :
1. Anamnesis
Kapan mulai timbul nyeri.
Bagaimana mulai timbul,
Kualitas nyeri.
Faktor yang memperberat atau memperingan nyeri.
Riwayat trauma sebelumnya.
Apakah ada keluarga yang sakit serupa.
Pada anamnesis perlu dicermati adanya keluhan yang mengarah pada lesi saraf :
Adanya nyeri radikuler (ischialgia)
Nyeri sampai dibawah lutut dan bukan sekedar paha bagian belakang saja.
Riwayat nyeri atau rasa kesemutan yang lama.
Riwayat gangguan miksi/defekasi/fungsi seksual.
Adanya saddle anaestesi/hipestesi.
Adanya kelemahan tungkai.
Juga sangat penting ditelusuri kemungkinan adanya kelainan patologik pada spinal yang
serius (redflags) seperti keganasan tulang vetebre, radang spinal dan sindroma kauda ekuina.
2. Pemeriksaan klinik umum .
Inspeksi
Cara berjalan, cara berdiri, cara duduk. Penderita HNP seringkali berjalan denga
susah payah. Raut muka mencerminkan rasa nyeri. Mungkin pasien berjalan dengan
satu tungkai sedikit di fleksi dan kaki pada satu sisi itu dijinjit karena cara ini dapat
mengurangi rasa nyeri. Bila duduk, ia akan duduk pada sisi yang sehat. Waktu akan
berdiri satu tangan biasanya memegang pinggang sedangkan tungkai yang sakit
sedikit difleksikan pada sendi lutut, ini dikenal sebagai tanda minor.
Palpasi
Palpasi untuk mencari spasme otot, nyeri tekan, adanya skoliosis, gibbus dan
deformitas lain
3. Pemeriksaan neurologik.
Tujuan pemeriksaan ini untuk mematikan bahwa kasus NPB yang dihadapi termasu
suatu gangguan saraaf atau bukan.
a. Pemeriksaan sensorik
Pada pemeriksaan ini dicari ada atau tidaknya gangguan sensorik, mengetahui
dermatom mana yang terkena sehingga akan diketahui radiks saraf mana yang
terganggu.
b. Pemeriksaan motorik
Dicari apakah ada tanda tanda kelemahan (paresis, atrofi dan fasikulasi otot)
c. Pemeriksaan reflek
Bila ada kelainan pada suatu reflek tendon berarti ada gangguan pada lengkung
reflek.
Pemeriksaan yang sering dilakukan pada pasien LBP, tes untuk meregangkan saraf
ischadikus.
• Tes lasseque.
Tes Lasegue menimbulkan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus
atau dari pinggang bagian bawah sampai lipatan pantat. Percobaan Lasegue ini untuk
meregangkan nervus iskhiadikus dan radiks-radiksnya. Penderita dalam posisi terlentang dan
tidak boleh tegang. Dilakukan dengan pasien berbaring dengan tungkai ekstensi pada sendi lutut.
Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus (difleksikan pada sendi panggul) sampai pada sudut
70˚ (normal). Tungkai yang satu lagi harus tetap dalam posisi lurus (ekstensi). Pada keadaan
patologis, akan timbul tahanan dan rasa sakit. Pada orang lanjut usia diambil patokan normal 60˚.
Tes Lasegue (+) menandakan kelainan pada rangsang selaput otak, iskialgia, dan iritasi pleksus
lumbosakral (hernia nucleus pulposus lumbalis)
• Tes lasseque silang.
Ada kalanya lipatan tungkai yang sehat dalam sikap lurus menimbulkan nyeri di pantat
yang sakit (tes Lasegue silang). Hal ini menunjukkan bahwa radiks yang kontralateral juga turut
tersangkut. Dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat
akan menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan
menunjukkan adanya suatu HNP.
• Tes bragard.
Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes laseque dengan
ditambah dorsofleksi kaki.
• Tes Patrick
Dilakukan dengan fleksi, abduksi, eksorotasi, dan ekstensi. Karena gabungan gerakan
tersebut, sendi panggul teregang, sehingga jika tindakan Patrick menimbulkan nyeri di daerah
bokong atau sepanjang perjalanan nervus iskiadikus atau di coxae, maka proses patologiknya
dicari di sendi panggul ipsilateral.
• Tes kontra Patrick.
Dilakukan gerakan fleksi, aduksi, endorotasi, dan ekstensi sehingga teregangnya sendi
sakroiliaka. Tes Kontra Patrick (-) menandakan tidak adanya kelainan pada sendi sakroiliaka.
Tes untuk meningkatkan tekanan intratekal.
• Tes naffziger
Dilakukan dengan menekan vena jugularis maka tekanan cairan serebrospinal akan
meningkat. Hal ini menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, sehingga timbul nyeri
radikuler. Percobaan ini juga positif pada spondilosis.
• Tes valsava
Dilakukan dengan penderita diminta mengejan kuat, maka tekanan dalam cairan
serebrospinal akan meningkat, dan hasilnya sama dengan tes Naffziger.
4. Pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan neurofisiologi.
• EMG.
• Somato sensorik evoked potential (SSEP).
b. Pemeriksaan radiologi.
• Foto polos
• Kaudografi.
• Mielografi.
Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia.
Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan
tingkat protrusi diskus.
• CT mielo MRI.
MRI merupakan standar baku emas untuk HNP.
Gambar 4: Hasil MRI pada HNP (a) leher, (b)HNP punggung atas, dan (c) HNP
punggung bawah
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Strain lumbal.
2. Tumor.
3. Rematik.
G. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Tirah baring
Direkomendasikan selama 2-4 hari, dan pasien secara bertahap kembali ke aktivitas
yang biasa.
Medikamentosa
Analgetik dan NSAID. Contoh analgetik : paracetamo, aspirin, tramadol. Contoh
NSAID : ibuprofen, Natrium diklofenak, ethodolak, selekoksib, perlu
diperhatikan efek samping obat.
Obat pelemas otot : tinazidin, esperidone, karisoprodol.
Opioid.
Kortikosteroid oral.
Analgetik adjuvant : Amitriptilin, carbamazepin dan gabapentin.
Terapi Fisik
Traksi pelvis.
Traksi dapat dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang sesuai dapat
dilakukan “pelvic traction”, alat-alat untuk itu sudah automatik. Cara “pelvic
traction”, sederhana kedua tungkai bebas untuk bergerak dan karena itu tidak
menjemukan penderita. Maka pelvic traction dapat dilakukan dalam masa yang
cukup lama bahkan terus-menerus. Latihan bisa dengan melakukan flexion
excersise dan abdominal excersise.
Ultrasoundwave. Diatermi, kompres pana, kompres dingin.
Transkutaneus elektrikal nerve stimulation.
Korset lumbal atau penumpang lumbal yang lain.
Latihan dan modifikasi gaya hidup.
Akupunktur
Penyuluhan Pasien
Larangan
- Peregangan yang mendadak pada punggung
- Jangan sekali-kali mengangkat benda atau sesuatu dengan tubuh dalam
keadaan fleksi atau dalam keadaan membungkuk.
- Hindari kerja dan aktifitas fisik yang berat untuk mengurangi kambuhnya
gejala setelah episode awal.
Saran yang harus dikerjakan
Istirahat mutlak di tempat tidur, kasur harus yang padat. Diantara kasur dan tempat tidur
harus dipasang papan atau “plywood” agar kasur jangan melengkung. Sikap berbaring terlentang
tidak membantu lordosis lumbal yang lazim, maka bantal sebaiknya ditaruh di bawah pinggang.
Orang sakit diperbolehkan untuk tidur miring dengan kedua tungkai sedikit ditekuk pada sendi
lutut. Bilamana orang sakit dirawat di rumah sakit, maka sikap tubuh waktu istirahat lebih enak,
oleh karena lordosis lumbal tidak mengganggu tidur terlentang jika fleksi lumbal dapat diatur
oleh posisi tempat tidur rumah sakit.
Istirahat mutlak di tempat tidur berarti bahwa orang sakit tidak boleh bangun untuk
mandi dan makan. Namun untuk keperluan buang air kecil dan besar orang sakit diperbolehkan
meninggalkan tempat tidur. Oleh karena buang air besar dan kecil di pot sambil berbaring
terlentang justru membebani tulang belakang lumbal lebih berat lagi.
Selama nyeri belum hilang fisioterapi untuk mencegah atrofi otot dan dekalsifikasi
sebaiknya jangan dimulai setelah nyeri sudah hilang latihan gerakan sambil berbaring terlentang
atau miring harus dianjurkan.
Masa istirahat mutlak dapat ditentukan sesuai dengan tercapainya perbaikan. Bila
iskhilagia sudah banyak hilang tanpa menggunakan analgetika, maka orang sakit diperbolehkan
untuk makan dan mandi seperti biasa. Korset pinggang atau griddle support sebaiknya dipakai
untuk masa peralihan ke mobilisasi penuh.
Penderita dapat ditolong dengan istirahat dan analegtika antirheumatika serta nasehat
untuk jangan sekali-kali mengangkat benda berat, terutama dalam sikap membungkuk. Anjuran
untuk segera kembali ke dokter bilamana terasa nyeri radikuler penting artinya. Dengan
demikian ia datang kembali dan “sakit pinggang” yang lebih jelas mengarah ke lesi diskogenik.
2. Terapi Bedah
Terapi bedah perlu dipertimbangkan bila : setelah satu bulan dirawat secara konservatif
tidak ada perbaikan, ischialgia yang berat, Ischia yang menetap atau bertambah berat, ada
gangguan miksi, defekasi dan seksual, ada bukti terganggunya radik saraf, adanya paresis otot
tungkai bawah.
Jenis-jenis terapi bedah :
a. Disektomi
Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral. Disektomi
dilakukan untuk memindahkan bagian yang menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2
– 3 hari tinggal di rumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah operasi
untuk mengurangi resiko pengumpulan darah.
Untuk sembuh total memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang
harus ditangani jika ada masalah lain selain herniasi diskus. Operasi yang lebih ekstensif
mungkin diperlukan. Dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh
(recovery).
b. Laminektomi
Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis,
memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan
mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
c. Laminotomi
Pembagian lamina vertebra
d. Disektomi dengan peleburan
Kapan kita boleh melakukan latihan setelah cidera diskus? Biasanya penderita boleh
memulai latihan setelah 4 s/d 6 minggu setelah ia diperbolehkan bangun atau turun dari tempat
tidur.
H. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif,
sebagian kecil akan berkembang menjadi kronik meskipun telah diterapi. Pada pasien yang
dioperasi, 90% akan membaik tertutama nyeri tungkai, tetapi kemungkinan terjadinya
kekambuhan adalah 5% dan bias pada diskus yang sama atau berbeda.
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 72 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sicincin
No MR : 70.12.27
Seorang pasien perempuan berumur 56 tahun datang ke Poli Saraf RSUP DR.M Djamil
Padang pada tanggal 14 Januari 2014 dengan :
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri pinggang bawah menjalar ke tungkai kiri dan kanan sejak 1 minggu yang lalu
sebelum masuk RS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri pinggang bawah menjalar ke tungkai kiri dan kanan sejak 1 minggu yang lalu.
Awalnya pasien merasakan nyeri pada pinggang bawah sejak 1 bulan yang lalu, pasien
masih bisa berjalan dan sejak 1 minggu ini pasien berjalan dengan dipapah oleh keluarga.
Nyeri dirasakan menjalar dari pinggang ke tungkai. Nyeri pada pinggang dirasakan lebih
kuat dibandingkan dengan tungkai.
Nyeri hilang timbul, terasa seperti berdenyut dan ditusuk-tusuk.
Nyeri bertambah jika pasien bangkit dari duduk, saat batuk,mengejan dan hilang ketika
pasien tidur.
Pasien merasakan sedikit kebas pada tungkai kanan dan kirinya.
Kelemahan anggota gerak tidak ada
BAB dan BAK biasa.
Demam tidak ada.
Penurunan berat badan tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat trauma/ kecelakaan/ jatuh terduduk sebelumnya tidak ada.
Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :
• Pasien seorang petani dan 1bulan ini sudah tidak bertani lagi.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76x /menit
Nafas : 20x /menit
Suhu : 36,8oC
Status Internus :
KGB : Leher, aksila dan inguinal tidak membesar
Leher : JVP 5-2 CmH20
Thorak : Paru : Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus normal kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising (-)
Abdomen: Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Corpus Vertebrae :
Inspeksi :Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang (-)
Palpasi :Nyeri tekan di L4,L5,S1 (+)
Status Neurologis :
1. GCS 15 : E4 M6 V5
2. Tanda rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-)
Brudzinsky I (-)
Brudzinsky II (-)
Kernig (-)
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :
Muntah proyektil (-)
Sakit kepala progresif (-)
4. Nn Kranialis :
N I : penciuman baik
N II : reflek cahaya +/+
N III, IV, VI : pupil bulat, diameter 3 mm, gerakan bola mata bebas ke segala
arah
N V : Refleks kornea (+)bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri
dan ke kanan
N VII : bisa menutup mata, mengangkat alis : simetris,plikanasolabialis simetris
N VIII : fungsi pendengaran baik, nistagmus tidak ada
N IX, X : arcus faring simetris, uvula di tengah, refleks muntah (+),
perasaan 1/3 lidah baik
N XI : bisa mengangkat bahu dan bisa melihat kiri dan kanan
N XII : lidah simetris.
5. Motorik
Superior : 5 5 5 / 5 5 5
Inferior : 5 5 5 / 5 5 5
Tungkai kanan : Laseque (+), Cross Laseque (+), Naffziger (+), Patrick (+),
Kontra Patrick (+)
Tungkai Kiri : Laseque (+), Cross Laseque (+), Naffziger (+), Patrick (+),
Kontra Patrick (+)
6. Sensorik
Eksteroseptif : Rasa raba berkurang pada tungkai kiri dan kanan bagian medial
dan lateral serta kaki kiri dan kanan.
Proprioseptif : Rasa getar dan posisi sendi baik
7. Otonom: BAK dan BAB normal
8. Refleks Fisiologis
Reflek biceps ++/++, Reflek triceps ++/++, Reflek KPR +/+, Reflek APR -/+
9. Refleks Patologis
Reflek Hoffman Trommer -/-, Reflek Babinsky Group -/-
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Ischialgia Bilateral
Diagnosis Topik : Diskus intervetebralis L4,L5,S1
Diagnosis Etiologi : Suspek Hernia Nukleus Pulposus
Diagnosis Sekunder : -
RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN :
Rontgen foto Lumbosakral AP-L
TERAPI :
Umum :
• Tirah baring.
• Fisioterapi.
Khusus :
• Analgetik & Anti inflamasi : natrium diclifenat 50mg 3X1
• Analgetik adjuvan : Carbamazepine 2 x 200 mg
• Vitamin B : Neurodex 3 x 1
RINGKASAN
Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berumur 56 tahun dengan diagnosis klinik
ischialgia. Diagnosa ditegakan berdasarkan anamnesa yaitu adanya nyeri pinggang yang
menjalar ke tungkai bawah kanan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri timbul tiba-tiba, terasa seperti
berdenyut dan ditusuk-tusuk. Nyeri bertambah jika pasien bangkit dari duduk, saat batuk dan
mengejan dan berkurang saat pasien tidur.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan Laseque (+), Cross Laseque (+), Naffziger (+),
Patrick(+), Kontra Patrick (+). Tes ini menunjukkan adanya gangguan pada regangan saraf
ischiadikus. Selain itu juga ditemukan penurunan sensasi raba pada tungkai kiri dan kanan, kaki
kiri dan kanan serta reflek KPR yang menurun dan reflek APR yang menghilang pada tungkai
kanan.
Berdasarkan gejala dan tanda klinis tersebut pasien ini cenderung didiagnosa sebagai
ischialgia bilateral yang terjadi pada L4-S1 karena tipe nyeri radikuler yang menjalar pada sisi
luar tungkai kiri dan kanan hingga ibu jari kaki. Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu foto polos lumbosakral atau MRI sebagai standar emas untuk
penegakkan diagnosis.
Penatalaksanaan pasien ini adalah tirah baring selama 2-4 hari kemudian secara bertahap
melakukan aktivitas separti biasa, fisioterapi dan medikamentosa yaitu pemberian analgetik-anti
inflamasi, analgetik adjuvan dan vitamin B.
DAFTAR PUSTAKA
1. Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2003. Nyeri Punggung Bawah dalam : Kapita
Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Hal 265-285.
2. Sidharta, Priguna., 2004. Sakit Pinggang dalam Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum, edisi
III, cetakan kelima. PT Dian Rakyat : Jakarta. Hal 203-205.
3. Adelia, Rizma., 2007. Nyeri Pinggang / Low Back Pain. Diakses dari:
http://www.fkunsri.wordpress.com/2007/09/01/nyeri-pinggang-low-back-pain/
4. Nuarta, Bagus., 1989. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang Bawah
Diakses dari : http://www.kalbe.co.id
5. Mansjoer, Arif, et all, 2007. Ilmu Penyakit Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi III,
jilid kedua, cetakan keenam. Media Aesculapius : Jakarta. Hal. 54-59.