HERMENEUTIKA TRADISIONAL SAYYED HOSSEIN NASR...
Embed Size (px)
Transcript of HERMENEUTIKA TRADISIONAL SAYYED HOSSEIN NASR...
-
i
HERMENEUTIKA TRADISIONAL SAYYED HOSSEIN NASR
DALAM
THE STUDY QURAN A NEW TRANSLATION AND COMMENTARY
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh :
Luluk Khumaerah
NIM 53020150029
PROGRAM ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USULUDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
-
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
iii
-
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
v
-
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
vii
MOTTO
Berjuang dan Berbuat Kebaikan Seluas-luasnya
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan untuk:
Ibunda, Nur Wachidah
Ayahanda, Muh. Umar Fattah
Kedua adik tersayang, Lilik Zakiatul F dan Ali Kaustar.
Belahan hati dunia akhirat, Hamdan Yuafi.
-
viii
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
ix
ABSTRAK
Khumaerah, Luluk. 2019. Hermeneutika Tradisional Seyyed Hossein Nasr dalam The
Study Quran A New Tranlation and Commentary.
Dr. Adang Kuswaya, M.Ag
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa metode tafsir klasik atau tradisional
sudah tidak relevan lagi untuk mengungkap pesan-pesan dalam Al-Qur'an. Bahkan ada
yang berpendapat bahwa metodologi tafsir ulama klasik, diasumsikan memandang
sebelah mata terhadap kemampuan akal, terlalu mengaggungkan teks dan mengabaikan
realita sosial. Mereka yang berpendapat seperti itu, lebih memilih metode hermeneutika
sebagai alat untuk mengungkap makna didalam Al-Qur'an.
Sebaliknya, sosok cendekiawan Muslim kontemporer bernama Seyyed Hossein
Nasr datang membawa hal baru. Dia memilih menfsirkan Al-Qur'an dengan tetap
mengambil pendapat dari ulama tafsir klasik atau tradisional. Terutama dalam karya
terbarunya yang berjudul The Study Quran: A New Translation and Commentary. Hal
inilah yang menjadi research gap bagi penulis sehingga tertarik melakukan penelitian
ini.
Melalui penelitian ini penulis ingin mengkaji metode hermeneutika yang
digunakan oleh Seyyed Hossein Nasr dalam menafsirkan Al-Qur'an terutama dalam
karya tafsirnya tersebut. Metodologi yang digunakan penulis dalam menyusun
penelitian ini adalah dengan pendekatan kualitatif. Sumber penelitian ini berupa bahan
kepustakaan atau kajian literatur dengan sumber primer buku asli The Study Quran: A
New Translation and Commentary yang sampai saat ini masih terus digunakan sebagai
bahan kajian di rumah penulis.
Untuk menemukan hermeneutika yang dipegang oleh Seyyed Hossein Nasr
dalam melakukan penerjemahan dan penafsiran Al-Qur'an penulis mencoba
menganalisisnya dengan pokok-pokok hermeneutika filosofis yang salah satunya
menekankan bahwa selalu ada konteks antara penafsir dengan teks, yang menurut
bahasa Gadamer disebut dengan Teori Kesadaran Sejarah atau affective history.
Konteks disini tentu saja prinsip tradisionalisme Islam yang dipegang oleh Seyyed
Hossein Nasr. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa Seyyed Hossein Nasr memegang
prinsip hermeneutika tradisional dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an..
Penelitian ini memiliki kontribusi yang sangat besar, sejauh pengetahuan
penulis, sampai penelitian ini diselesaikan belum pernah diangkat penelitian terkait
hermeneutika Seyyed Hossein Nasr di kampus manapun. Terlebih lagi belum ada
terjemahan dalam Bahasa Indonesia dari buku The Study Quran A New Tranlation and
Commentary tersebut.
Kata Kunci : Hermeneutika, Seyyed Hossein Nasr, The Study Quran A New Tranlation
and Commentary.
-
x
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf Arab ke huruf Latin
yang digunakan bersumber dari buku The Study Quran karya Seyyed Hossein Nasr dkk.
Penulis mengambil keputusan ini karena, banyak pengalihan huruf diambil dari buku
tersebut.
A. Penulisan huruf :
No Huruf Arab Huruf Latin
ʾ ا .1
b ب .2 t ت .3 th ث .4 j ج .5 ḥ ح .6
kh خ .7 d د .8 dh ذ .9 r ر .01 z ز .00 s س .02 sh ش .03 ṣ ص .04
ḍ ض .05 ṭ ط .06
ẓ ظ .07
ʿ ع .08
gh غ .09 f ف .21 q ق .20 k ك .22 l ل .23 m م .24 n ن .25 h, -t- ة .26 h ه .27
-
xii
B. Huruf Vokal dan Konsonan
Huruf ا, ي , dan و dapat berfungsi sebagai konsonan atau vokal yang panjang:
ا ditulis ʾ ketika digunakan sebagai hamzah yang terletak diawal
ا ditulis ā ketika digunakan sebagai vokal yang dibaca panjang
ي ditulis y ketika digunakan sebagai konsonan
ي ditulis ī when ketika digunakan sebagai huruf vokal
و ditulis w ketika digunakan sebagai konsonan
و ditulis ū ketika digunakan sebagai huruf vokal
C. Vokal Pendek
a seperti huruf vokal dalam kata ‘san’ ketika bertemu dengan konsonan yang
berat yaitu kh, r, ṣ, ḍ, ṭ, ẓ, gh, q dan seperti dalam kata ‘set’ untuk konsonan
yang ringan yaitu ʾ, b, t, th, j, ḥ, d, dh, z, s, sh, ʿ, f, k, l, m, n, h, w, y
i seperti huruf vokal dalam kata ‘sit’
u seperti huruf vokal dalam kata ‘sut’
D. Vokal Panjang:
ā seperti huruf vokal dalam kata ‘saab’ jika jatuh setelah huruf konsonan berat
yaitu kh, r, ṣ, ḍ, ṭ, ẓ, gh, q dan seperti huruf vokal dalam kata ‘sat’ untuk
konsonan yang lebih ringan yaitu ʾ, b, t, th, j, ḥ, d, dh, z, s, sh, ʿ, f, k, l, m, n, h,
w, y akan tetapi diucapkan dengan agak lama.
ī seperti huruf vokal dalam kata ‘siin’
ū seperti huruf vokal dalam kata ‘suun’
E. Alif Lam Shamshiah dan Qamariyah
Ketika dibaca, huruf ‘l’ dalam kata ‘al-’ mengambil suara sesuai dengan huruf konsonan
yang mengikutinya, pertama disebut dengan huruf Shamshiah ysitu t, th, d, dh, r, z, s,
sh, ṣ, ḍ, ṭ, ẓ, l, n. Seperti contoh, al-nūr dibaca dengan an-noor, bukan alnoor.
Untuk konsonan yang lain, yang biasa disebut dengan huruf Qamariyah yaitu ʾ, b, j, ḥ,
kh, ʿ, gh, f, q, k, m, h, w, y huruf ‘l’ dalam kata ‘al-‘ tetap diucapkan, seperti contoh, al-
kitāb diucapkan dengan al-ki-taab.
-
xiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik serta hidayah kepada setiap ciptaan-Nya. Sehinnga penulis
dapat menyelesaikan Penelitian ini. Solawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW. beserta keluraga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari
berbagai pihak, penulisan Penelitian ini tidak dapat terselesaikan. Banyak orang yang
berada di sekitar penulis, baik secara langsung maupun tidak, telah memberi dorongan
yang berharga bagi penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor IAIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyyudin Baidhawi, M.Ag. beserta segenap
jajaranya.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, Dr. Benny
Ridwan, M.Hum beserta jajaranya
3. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Salatiga, Tri Wahyu Hidayati,
M.Ag. yang telah memberikan izin untuk penelitian dan penyusunan Penelitian.
4. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. selaku dosen pembimbing Penelitian penulis yang
telah membimbing, memberi nasihat, arahan serta masukan-masukan yang sangat
membantu penyusunan tugas akhir ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, terlebih
dosen Ilmu Tafsir untuk ilmu-ilmu dan warisan-warisan intelektual beliau curahkan
sehingga mengantarkan penulis untuk berproses menjadi lebih baik lagi.
-
xiv
6. Bapak dan ibu tercinta beserta keluarga yang tak pernah lelah mendo’akan penulis
untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu serta dukungan selama proses
pembuatan Penelitian.
7. Suami tercinta Hamdan Yuafi yang tak pernah lelah memberi semangat dan selalu
membantu memberikan arahan juga pemikiran dalam menyelesaikan Penelitian ini,
semoga Allah membalas dengan lebih baik.
8. Ibu mertua yang selalu sabar dan perhatian disetiap kesibukanku serta tak lelah
mendo’akan penulis.
9. Teman-teman program studi ilmu al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2015 yang terus
memberikan dukungan serta selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan ocehan
penulis di tengah-tengah perjalanan luar biasa dalam menulis dan menyelesaikan
Penelitian.
10. Terakhir, untuk semua pihak dan elemen yang secara langsung maupun tidak
langsung dalam membantu menyelesaikan tulisan ini dari awal hingga proses
penelitian hingga Penelitian ini terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa Penelitian ini masih banyak kekurangan, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga Penelitian
ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dipergunakan sebagaimana mesti.
Salatiga, 26 September 2019
Penulis
-
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................................ v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................................ ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................................... xi
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ xiii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
E. Kajian Pustaka .................................................................................... 7
F. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 10 ........................
G. Metodologi Penelitian ...................................................................... 13
H. Sistematika Pembahasan .................................................................. 15
BAB II HERMENEUTIKA AL-QURAN
A. Hermeneutika ................................................................................... 19
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hermeneutika .......................... 19 ........................
2. Model-model Hermeneutika Al-Quran ...................................... 23
3. Pokok Pokok Hermeneutical Philosophy .................................. 25
4. Hermeneutika Tradisional .......................................................... 27
5. Hermeneutika Kontemporer ...................................................... 30
6. Tipologi Hermeneutika Al-Qur’an ............................................ 33
-
xvi
BAB III BIOGRAFI SEYYED HOSSEIN NASR DAN PROFIL THE STUDY
QURAN A NEW TRANSLATION AND COMMENTARY
A. Biografi Seyyed Hossein Nasr ......................................................... 37
1. Guru-guru Seyyed Hossein Nasr ............................................... 39
2. Karir Seyyed Hossein Nasr ........................................................ 40
3. Pemikiran Seyyed Hossein Nasr ................................................ 42
4. Karya-Karya Seyyed Hossein Nasr ........................................... 49
B. Deskripsi Hermeneutika Seyyed Hossein Nasr Dalam The Study
Quran A New Translation and Commentary ................................... 52
1. Profil The Study Quran A New Tranlation and Commentary
A New Translation and Commentary ....................................... 52
2. Setting Sosial Penulisan The Study Quran A New Tranlation
and Commentary ...................................................................... 56
3. Sumber Penafsiran The Study Quran A New Translation and
Commentary ............................................................................. 57
BAB IV APLIKASI DAN ANALISIS HERMENEUTIKA SEYYED
HOSSEIN NASR DALAM THE STUDY QURAN A NEW
TRANSLATION AND COMMENTARY
A. Aplikasi Hermeneutika Seyyed Hossein Nasr Dalam The Study
Quran A New Translation And Commentary................................... 63
1. Kategori Ayat-ayat Yang Mengandung Perdebatan Dalam
Hal Praktik Ibadah .................................................................... 67
a. al-Fātiḥah ayat 1 ................................................................ 67 .........................
b. al-Isrāʾ 78 .......................................................................... 71
c. al-Māʾidah ayat 6 .............................................................. 74
2. Kategori Ayat-ayat Yang Memiliki Kata-kata Yang Sulit
Dalam Pemaknaan (Mutasyabihat) .......................................... 81
a. al-Aʿrāf 54 ......................................................................... 81 ........................
b. al-Fatḥ 10 .......................................................................... 85
c. al-Nisāʾ ayat 24 ................................................................. 88
3. Kategori Ayat-ayat Yang Mengandung Spiritualitas Islam
atau Sufistik Dalam Al Qur’an ................................................. 96
a. āl ʿImrān 31 ....................................................................... 96 ........................
b. āl-Baqarah 245 .................................................................. 98
c. āl-Qashash Ayat 73 ......................................................... 100
-
xvii
B. Analisis Hermeneutika Seyyed Hossein Nasr Dalam The Study
Quran A New Translation And Commentary................................. 104
1. Kontruksi Penafsiran Seyyed Hossein Nasr Dalam The Study
Quran A New Translation And Commentary ......................... 104
2. Tipikal Kitab Tafsir Rujukan The Study Quran A New
Tranlation and Commentary .................................................. 109
3. Penerapan Hermeneutika Seyyed Hossein Nasr dalam The
Study Quran A New Tranlation and Commentary.................. 111
BAB V PENUTUP
A. Simpulan........................................................................................ 117
B. Saran .............................................................................................. 118
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
-
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, ada kecenderungan
dikalangan para pakar-pakar studi Islam kontemporer untuk
menjadikan hermeneutika sebagai mitra1, ada juga yang berpendapat
hermeneutika sebagai sebuah pendekatan2, bahkan ada pula yang
berpendapat bahwa hermeneutika dapat bertindak sebagai pengganti
ilmu tafsir Al-Qur’an3. Pendapat tersebut bukan tanpa dasar, mereka
mengambil dasar bahwa Al-Qur’an merupakan refleksi dan respon atas
kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat Arab Jahiliyah
abad ke-7 Masehi4, yang cenderung primitif dan patriarkis.5
Mereka berpendapat seperti itu karena Ulumul Qur’an
dianggap belum cukup bisa menggambarkan konteks realita kehidupan.6
Lebih jauh lagi ada yang berpendapat bahwa metodologi tafsir ulama
klasik, diasumsikan memandang sebelah mata terhadap kemampuan
1Aksin Wijaya, arah Baru Studi Ulumu Al-Qur’an: Memburu Pesan Tuhan di Balik Fenomena Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 175. 2M. Amin Abdullah dalam kata pengantar buku, Sahiron Syamsuddin (dkk.), Hermeneutika Al-
Qur’an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamika, 2003), xxiii. 3M. Zainal Abidin, Ketika Hermeneutika Menggantikan Tafsir Al-Qur’an dalam Republika, 24 Juni
2005. 4Sahiron Syamsuddin (dkk.), Hermeneutika Al-Qur’an Mazhab Yogya (Yogyakarta: Islamica, 2003), xv. 5Asghar Ali Engineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 3. 6Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-Tema Kontroversial (Yogyakarta: eLSAQ Press,
2005), 19-20.
-
2
akal, terlalu mengaggungkan teks dan mengabaikan realita sosial7,
dinilai tidak memiliki teori yang solid, teruji dan terseleksi8, dianggap
memaksakan prinsip-prinsip universal, akhirnya mengarahkan
pemahaman yang tekstualis dan literalis.9 Bahkan ada pandangan yang
menyebutkan bawha tafsir klasik dinilai tidak lagi memberi makna dan
fungsi yang jelas dalam kehidupan umat Islam dan telah turut
melanggengkan status quo dan kemerosotan umat Islam secara moral,
politik, dan budaya.10
Sehingga menurut para pemikir kontemporer, dekonstruksi
sekaligus rekonstruksi metodologi penafsiran Al-Qur’an perlu
dilakukan. Dan menurut mereka, hermeneutika merupakan sebuah
keniscayaan dan merupakan satu-satunya pilihan (the only
alternative).11 Mereka juga berpendapat bahwa hermeneutika menjadi
solusi untuk menjembatani kebuntuan dan krisis Ulumul Qur’an dan
tafsir klasik yang menurut mereka tidak relevan lagi dengan konteks
hari ini.12
7Ulil Abshar-Abdalla (dkk.), Metodologi Studi Al-Qur’an (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), 140. 8Hassan Hanafi, Hermeneutika Al-Qur’an? terj. Yudian Wahyudi (Yogyakarta: Pesantren Nawesea,
2010), 80-81. 9Abdul Mustaqim, Epestemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKiS, 2010), 55. 10M. Amin Abdullah, dalam kata pengantar buku, Ilham B. Saenong, Hermeneutika Pembebasan
(Jakarta: Teraju, 2002), xxv-xxvi, 10. 11M. Zainal Abidin, Ketika Hermeneutika Menggantikan Tafsir Al-Qur’an dalam Republika, 24 Juni
2005. 12M. Amin Abdullah dalam kata pengantar buku, Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir: Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Nun Pustaka,
2003), xii.
-
3
Salah satu pemikir kontemporer yang dikenal memiliki metode
hermeneutika yang baru dalam memahami Al-Qur’an adalah Seyyed
Hossein Nasr. Dalam karya tafsir terbarunya, The Study Quran A New
Tranlation and Commentary dia tidak hanya menggunakan pendekatan
sejarah, sosial maupun kajian secara bahasa saja akan tetapi juga
menggabungkan antara pendapat dari ulama tafsir dari masa ke masa
dan juga semangat tradisi karena dia berpendapat bahwa pembaca karya
tersebut tidak hanya dari kalangan Muslim saja.13
The Study Quran A New Tranlation and Commentary sendiri
berisi terjemahan atas Al-Qur’an berbahasa Inggris yang komprehensif
dan penafsiran luas tentang seluruh Al-Qur’an. Dalam karya tafsir ini,
juga dilengkapi beberapa esai tentang topikn yang beragam, termasuk
etika dan hukum Al-Qur’an, cabang-cabang teologi, dan seni dalam Al-
Qur’an.14 Yang menarik dari The Study Quran A New Tranlation and
Commentary ini adalah pendekatan tafsir yang menghindari pendekatan
fundamentalis atau modernis yang berkembang dalam dua abad terakhir.
Tujuannya adalah untuk menjaga interpretasi tradisional ulama klasik.15
Penjelasan dalam The Study Quran A New Tranlation and
Commentary mengambil pendapat dari puluhan karya tafsir klasik baik
dari karya tafsir ulama Syiah maupun Sunni. Sebagai contoh karya
13Seyyed Hossein Nasr, The Study Quran (New York: Harper Collins Publishers, 2015), 28. 14Bahar Davary, “Review Essay on The Study Quran: A New Translation and Commentary”, Horizon (vol. 43, Issue 2, Desember/2016), 1. 15Ibid, 2
-
4
tafsir dari Muqatil ibn Sulaiman (w. 767) yang berjudul al-kabir, hingga
Muhammad Husain Thabathaba'i (w. 1981) al-mizan. Setidaknya ada
empat puluh satu penafsiran dari kitab tafsir klasik yang diangkat dalam
The Study Quran A New Tranlation and Commentary. Yang lebih
menarik lagi, adalah konsep hermeneutika Al Qur’an yang digunakan
Seyyed Hossein Nasr yaitu hermeneutika tradisional.
Sebagai gambaran awal tentang konsep Islam tradisional yang
selanjutnya digunakan oleh Sayyed Hosein Nasr sebagai metode
penafsiran Al-Qur’an, didefinisikan sebagai seperangkat prinsip yang
turun dari langit disertai dengan manifestasi ilahi (wahyu) yang
disusaikan dengan konteks masyarakat yang berbeda-beda. Bukan
sebatas kebiasaan, adat istiadat atau transmisi ide dan motif dari satu
generasi ke generasi setelahnya. Hal tersebut ditulis oleh Sayyed Hosein
Nasr dalam karyanya berjudul Islam and the Plight of Modern Man.16
Dalam karya Traditional Islam in the Modern World , Nasr
menyerukan untuk kembali melestarikan tradisi dalam rangka
menghindari dampak negatif dari modernitas yang menggeser banyak
nilai.17 Adapun di bukunya yang lain yang berjudul Knowledge and the
Sacred, Nasr menyebutkan tradisi adalah kebenaran-kebenaran atau
prinsip-prinsip Ilahlmi yang diturunkan kepada manusia melalui para
16Seyyed Hossein Nasr, Islam and Plight of Modern Man (USA: ABC International Group, 2001), 73. 17Seyyed Hossein Nasr, Traditional Islam in the Modern World (London: Columbia University Press,
1987), 12.
-
5
Utusan-Nya yang disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat pada
waktu itu.18
Demikian pandangan Sayyed Hosein Nasr tentang Islam
tradisi, bagaimanakah pandangan tersebut diterapkan dalam pendekatan
hermeneutika penafsiran atas ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang
tertuang dalam karya tafsirnya yang berjudul The Study Quran A New
Tranlation and Commentary? Pertanyaan inilah yang membuat penulis
tertarik memilih pemikiran hermeneutika dari tokoh ini melalui
karyanya. Terlebih lagi, sejauh pengetahuan penulis belum ada
Penelitian di perguruan tinggi manapun yang mengangkat pemikiran
tokoh ini. Terutama yang berkaitan dengan pemikiran Seyyed Hossein
Nasr tentang hermeneutika Al-Qur’an.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berpijak dari uraian di atas, maka ada beberapa permasalahan
yang penulis anggap dapat dijadikan pikiran utama, yaitu:
1. Bagaimana kontruksi hermeneutika Seyyed Hossein Nasr dalam
karyanya The Study Quran A New Tranlation and Commentary?
2. Bagaimana aplikasi hermeneutika al-Qur’an dalam The Study Quran A
New Tranlation and Commentary?
18Seyyed Hossein Nasr, Knowledge and the Sacred (New York: State University of New York Press,
1989), 64.
-
6
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian sudah semestinya memiliki maksud dan
tujuan tertentu. Begitu pun dengan Penelitian yang sedang penulis akan
kerjakan juga memiliki maksud dan tujuan, di antaranya adalah:
1. Untuk mengetahui konstruksi hermeneutika Seyyed Hossein Nasr
dalam karyanya The Study Quran A New Tranlation and Commentary.
2. Untuk mengetahui aplikasi hermeneutika al-Qur’an dalam The Study
Quran A New Tranlation and Commentary.
Kemudian manfaat dari Penelitian yang akan penulis kerjakan
adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pegiat tafsir mengenai hermeneutika al-Qur’an dalam The Study
Quran A New Tranlation and Commentary yang ditulis oleh Seyyed
Hossein Nasr.
2. Menambah khazanah keilmuan di bidang Studi Ilmu Qur’an dalam
kajian hermeneutika al-Qur’an.
D. Manfaat Penelitian
Sebuah karya akademik harus memiliki manfaat dan kontribusi
dalam pengembangan keilmuan Islam, dalam konteks ini adalah studi
al-Qur’an. Secara umum penelitian ini bermanfaat untuk memahami
konsep sentral hermeneutika Al-Qur’an Sayyed Hosein Nasr dalam The
-
7
Study Quran A New Tranlation and Commentary. Secara terperinci
manfaat dan kontribusi penelitian ini, sebagai berikut:
1. Memperluas kajian seputar metodologi penafsiran al-Qur’an sebagai
salah satu sarana untuk menjawab problematika di era kontemporer ini
salah satunya dengan metode hermeneutika.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memperbarui mindset umat Muslim
mengenai term-term al-Qur’an yang masih menimbulkan kontroversi di
antara pendapat para Ulama’.
3. Memberikan wawasan tentang konsep hermeneutika Sayyed Hosein
Nasr dalam The Study Quran A New Tranlation and Commentary.
E. Kajian Pustaka
Setelah melacak karya-karya sebelumnya yang berkaitan
dengan studi ini, penulis tidak menemukan penelitian tentang Seyyed
Hossein Nasr dan The Study Quran A New Tranlation and Commentary
secara spesifik mengenai hermeneutika al-Qur’an. Adapun karya- karya
terdahulu yang membahas tentang Seyyed Hossein Nasr adalah:
Pertama, Penelitian yang ditulis oleh Risaldi dengan Judul
“Pengaruh Seyyed Hossein Nasr Terhadap Perkembangan Pemikiran
Islam di Indonesia”. Tulisan ini hanya membahas mengenai pengaruh
pemikiran Seyyed Hossein Nasr terhadap pemikiran ulama di Indonesia
dan tidak berfokus pada pembahasan metode hermeneutika yang beliau
-
8
lakukan. Bahkan buku ini tidak satupun menyentuh karya tafsir beliau
yang berjudul The Study Quran A New Tranlation and Commentary.
Kedua, Penelitian yang ditulis oleh Hamidah Harafiani dengan
Judul “Humanisme Spiritual Seyyed Hossein Nasr bagi Manusia
Modern”. Tulisan ini membahas mengenai pemikiran Seyyed Hossein
Nasr tentang manusia dan humanisme dan dan tidak berfokus pada
pembahasan metode hermeneutika yang beliau lakukan. Bahkan buku
ini tidak satupun menyentuh karya tafsir beliau yang berjudul The Study
Quran A New Tranlation and Commentary.
Ketiga, Penelitian yang ditulis oleh Agung Hidayat dengan
judul “Musik Sufistik Perpektif Seyyed Hossein Nasr”. Tulisan ini juga
sama, tiadak menyentuh aspek hermeneutika yang digunakan oleh
Seyyed Hossein Nasr melaikan lebih membahas pada pemikiran beliau
tentang musik sufistik. Sekali lagi, tidak satupun referensi dari tulisan
ini menyentuh The Study Quran A New Tranlation and Commentary.
Keempat, ada Tesis yang merupakan hasil karya Ahmad Sidqi
dengan judul “Konsep Metafisika Seyyed Hossein Nasr; Relevansinya
Bagi Pembentukan Manusia Sempurna dalam Era Modern”. Tulisan ini
secara khusus membahas hakikat metafisika dengan paradigma Seyyed
Hossein Nasr, ditinjau dari konteks kekinian. Sekali lagi ini merupakan
tulisan yang membahas pemikiran beliau di luar hermeneutika.
-
9
Kelima, ada juga Tesis berjudul “Islam dan Humanisme
menurut Seyyed Hossein Nasr” yang merupakan karya Zaki
Hidayatulloh. Tulisan ini secara spesifik membahas tentang
bagaimanakah bangun konsep Humanisme dalam Islam, Bagaimanakah
kerangka berpikir Seyyed Hossein Nasr tentang Islam dan Humanisme
dan Bagaimanakah pemikiran Seyyed Hossein Nasr tentang konsep
Islam dan Humanisme dalam menghadapi problem Humanisme global.
Dan lagi, tulisan ini juga belum menyentuh aspek hermeneutika beliau
dalam menyusun The Study Quran A New Tranlation and Commentary.
Keenam, jurnal yang ditlis oleh Dosen IAIN Salatiga, Asfa
Widiyanto dengan judul “Reception of Sayeyed Hossein Nar,s Ideas
Within the Indonesia Intellectual Lndscape” Tulisan ini membahas
apresiasi dan penerimaan atas pemikiran Seyyed Hossein Nasr dalam
konteks wacana intelektual di Indonesia.
Setelah melakukan pencarian yang menyeluruh, penulis
berkesimpulan bahwa belum ada karya tulis ilmiah yang membahas
mengenai metode hermeneutika yang dilakukan oleh Seyyed Hossein
Nasr. Bahkan jika mau dipersempit tidak ada juga yang membahas
karya beliau yang terbaru yaitu The Study Quran A New Tranlation and
Commentary.
-
10
F. Kerangka Pemikiran
Berbicara Hermeneutika, setidaknya ada empat terma yang
menjadi bagian dari hermeneutika. Sebagaimana yang dipaparkan oleh
Ben Vender: dalam bukunya was ist hermeneutic.19 Keempat terma
yang dimaksud ialah hermeneus/interpretation (penafsiran),
hermeneutika / hermeneutics (hermeneutika), phosphische hermeneutika
/philoshopial hermeneutics (hermeneutika filosofis) dan hermeneutische
/hermenetical philosphy (filsafat hermeneutis). Adapun pengertian
keempat terma itu adalah;
Pertama, Hermeneuse ialah penjelasan atau interpretasi sebuah
teks merupakan karya seni atau perilaku seseorang. Dari definisi
tersebut, dapat disimpulkan merefer kepada aktivitas penafsiran
terhadap obyek-obyek tertentu seperti teks, simbol-simbol seni (lukisan,
novel, puisi, dan lain-lain) dan perilaku manusia. Secara subtansial,
hermeneuse tidak terikat dengan metode requirements (syarat-syarat)
serta foundation (hal yang melandasi penafsiran).
Kedua, hermeneutika adalah jika seseorang berbicara tentang
regulasi/aturan, metode /strategi langkah penafsiran, maka sedamg
berbicarahermeneutika. Jadi hermeneutika lebih berbicara pada konteks
metode penafsiran.
19Syahiron Syamsudin, Hermeneutika dan pengembangan Ulumul Quran, (Yogyakarta: Pesanten
Nawasea Press, 2009), 7.
-
11
Ketiga, philoshophical Hermeneutika; tidak lagi berbicara
metode eksegetik tertentu sebagai obyek pembahasan inti, melainkan
hal-hal yang terkait dengan “Conditions of the Possibility” (kondisi-
kondisi kemungkinan) yang dengannya seorang dapat memahami dan
menafsirkan sebuah teks, simbol atau perilaku. Pertanyaan yang di
munculkan dala hermeneutika filosofis bagaimana kita mungkin
menafsirkan teks atau perilaku manusia? Syarat-syarat (Requirements)
apa yang dapat membuat penafsiran itu mungkin dilakukan?
Requirement adalah suatu kerangka (Framework) yang atasnya sebuah
penafsiran didasarkan dan karenanya ia mungkin dilakukan. Menurut
Jung, yang menjadi sentral pemikiran dalam hermeneutika filosofis
adalah “meneliti jalan masuk ke realitas penafsiran’.20
Dan Keempat, Hermeneutische Philosophie: bagian dari
pemikiran filsafat yang mencoba menjawab problem kehidupan manusia
dengan cara menafsirkan apa yang di terima oleh manusia dari sejarah
dan tradisi. Manusia dipandang sebagai makhluk hermeneutis (a
hermeneutical being), dalam arti makhluk yang harus memahami
dirinya.21
Pada dasarnya, Istilah-istilah demikian yang dikemukakan oleh
Vedder dan Jung murupakan tingkatan dan perkembangan pemikiran
20Ibid, 9. 21Irsyadunnas, Hermeneutika Feminisme; Dalam Pemikiran Tokoh Islam Kontemporer, (Yogyakarta:
Kaukaba, 2014), 21.
-
12
hermeneutika. Yang awalnya merupakan realitas pemikiran
hermeneutika berkembang menjadi strata dalam pemikiran
hermeneutika.
Supaya terma-terma Ben Verder dapat termuat dalam cabang
ilmu hermeneutika. Maka penulis menggunakan definisi hermeneutika
sebagai cabang ilmu yang membahas metode interpretasi teks dan dasar
filosofis penafsiran.22
Secara aksiomatika hermeneutika merupakan metode tafsir Al
Quran yang menghasilkan penafsiran obyektif, tegas dan menyeluruh,23
meskipun pada awalnya, hermenutik merupakan alat untuk
menginterpretasikan kitab Injil.
Menurut Hassan Hanafi, hermeneutika al Quran ialah metode
untuk memahami al Quran sebagai transformasi wahyu ilahi kepada
tujuan kemanusiaan.24 Hermenetika digunakan Hasan Hanafi sebagai
metode filsalfat yang berkembang di barat sebagai metodologi untuk
memahami al Quran.25
Dalam penelitian ini, penulis akan meanalisis salah satu
kategori hermeneutika yaitu Hermeneutical Philosopy yang lebih
memfokuskan diri pada ontologis bahasa sebagai dasar eksistensial,
22Syahiron Syamsudin, Hermeneutika dan pengembangan Ulumul Quran, (Yogyakarta: Pesanten Nawasea Press, 2009), 18. 23Adang Kuswaya, Hermeneutika Al Quran: Model Riset Tafsir Sosio-Tematik, ( IAIN Salatiga:
LP2M-Press.215), 49. 24Ibid, 4. 25Ibid, 6.
-
13
sehingga bahasa dan teks merupakan dua entitas yang otonom dalam
diri manusia.26 Aliran ini juga dianut oleh Hans George Gadamer (w.
2002). Menurutnya, persoalan hermeneutika menjadi titik perubahan
bahasa filosofis yang terkait dengan pencapaian sebuah persetujuan
dengan pihak lain tentang makna bersama. Komunikasi tersebut
dilakukan dengan cara dialog dalam peleburan cakrawala.27
Sehingga dalam Penelitian ini, penulis akan memfokuskan
pada teori hermeneutika yang dipaparkan oleh Gadamer diatas, dengan
alasan bisa membantu penulis dalam menelusuri hermeneutika Al-
Qur’an Seyyed Hossein Nasr dalam karyanya The Study Quran A New
Tranlation and Commentary. Hal ini memiliki kesamaan karena
Gadamer mencoba menggabungkan dua cakrawala yaitu cakrawala
penulis dan pengarang teks (Fussion of Horizons) sehingga dalam
penulisan Penelitian ini mengupayakan pandangan seobjektif mungkin
atas analisis pemikiran hermeneutika Seyyed Hossein Nasr dalam
karyanya The Study Quran A New Tranlation and Commentary.
G. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh sebuah kajian yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penelitian dalam Penelitian
ini menggunakan metodologi sebagai berikut:
26Irsyadunnas, Hermeneutika Feminisme; Dalam Pemikiran Tokoh Islam Kontemporer (Yogyakarta: Kaukaba, 2014), 21. 27Ibid.22.
-
14
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena
penelitian ini bersifat kualitatif maka data-data yang digunakan
bersumber dari kepustakaan (library research) yakni keseluruhan data
dan bahan yang digunakan merupakan data atau bahan pustaka yang
sesuai dengan permasalahan yang diangkat. Sedangkan bahan-bahan
pustaka yang dijadikan objek penelitian adalah buku-buku, jurnal,
majalah atau tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan
hermeneutika Seyyed Hossein Nasr dalam karyanya The Study Quran A
New Tranlation and Commentary
2. Sumber Data
Mengingat penelitian Penelitian ini adalah berbentuk penelitian
kualitatif yang sumber datanya adalah kepustakaan, maka untuk
mencapai hasil yang maksimal maka sumber data akan diklasifikasikan
berdasar kedudukan data tersebut, yaitu sumber primer dan sumber
sekunder.
a. Sumber Primer
Adapun sumber primer yang digunakan dalam penelitian
adalah buku The Study Quran A New Tranlation and Commentary karya
Seyyed Hossein Nasr. Adapun proses peneliti dalam mendapatkan
Sumber Prime sebagai berikut; awalnya peneliti memiliki Sumber
Primer ini berupa E-Book kemudian berbentuk Fisiknya.
-
15
b. Sumber Sekunder
Sedangkan sumber data skunder yang penulis gunakan adalah
Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran karangan Syahiron
Syamsuddin, Dalam buku tersebut menjelaskan tentang pengertian dari
Hermeneutika al-Qur’an, sejarah perkembangan hermeneutika dan
menerangkan tentang perbedaannya dengan tafsir al- Qur’an. Buku
tersebut juga menjelaskan tentang aplikasi hermeneutika al- Qur’an
dalam sebuah tafsir.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan penelitian ini, metode pengumpulan data
yang penulis gunakan adalah telaah dokumen. Hal ini dilakukan dengan
jalan membaca, memahami serta menelaah buku-buku, baik yang
berupa tulisan dari Seyyed Hossein Nasr maupun tulisan-tulisan yang
berhubungan dengan penelitian Seyyed Hossein Nasr.
4. Metode Analisis Data
Karena penelitian yang penulis lakukan berbentuk penelitian
yang mengkaji tentang pemikiran tokoh maka penulisan ini
menggunakan metode pendekatan deskriptif-interpretatif.28
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika ini berguna sebagai gambaran yang akan menjadi
pokok bahasan dalam penulisan Penelitian, diharapkan mampu
28Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Sarasin, 1996), 104.
-
16
memudahkan dalam memahami masalah-masalah yang akan dibahas.
Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut.
Bab pertama, pendahuluan yang memiliki fungsi untuk
menggambarkan keseluruhan isi dari Penelitian dengan sekilas.
Kemudian dirinci ke dalam sub bab yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode
penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab kedua, pembahasan mengenai hermeneutika al-Qur’an.
Bab ini memperkenalkan hermeneutika dan analisis perkembangan
hermeneutika.
Bab ketiga membahas biografi dari Seyyed Hossein Nasr yang
merupakan pengarang dari The Study Quran A New Tranlation and
Commentary. Di dalamnya berisi riwayat hidup Seyyed Hossein Nasr
atau sosio-historis Seyyed Hossein Nasr sejak ia menempuh pendidikan
hingga ia menulis The Study Quran A New Tranlation and Commentary.
Selain itu di bab ini juga membahas karya Seyyed Hossein Nasr yang
berjudul The Study Quran A New Tranlation and Commentary.
Bab keempat,aplikasi dan anlisis hermeneutika al-Qur’an
Seyyed Hossein Nasr dalam The Study Quran A New Tranlation and
Commentary. Di bab ini akan menjelaskan, bagaimana aplikasi
hermeneutika al-Qur’an dari Seyyed Hossein Nasr dalam The Study
Quran A New Tranlation and Commentary.serta analisisi terhadap
-
17
kontruksi hermeneutika Seyyed Hossein Nasr dalam The Study Quran A
New Tranlation and Commentary.
Bab kelima, penutup. Di bab terkahir ini berisi simpulan dan
saran yang merupakan hasil akhir dari penulisan Penelitian dengan judul
Hermeneutika Tradisional Seyyed Hossein Nasr dalam The Study
Quran A New Tranlation and Commentary.
-
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
BAB II
HERMENEUTIKA AL-QUR’AN
A. Hermeneutika
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hermenetika
Hermeneutika secara etimologi berasal dari bahasa yunani,
yakni hermeneuuein yang memiliki arti menafsirkan atau hermenia
yang berarti penafsiran.29 Istilah hermeneutika merujuk kepada seorang
tokoh mitologis yaitu Hermes dengan fungsi, Hermes sebagai transmisi
pesan dari Tuhan yang menggunakan bahasa langit ke dalam bahasa
manusia agar mudah di pahami oleh intelegensia manusia ke dalam
bentuk teks suci.30 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa asosiasi
hermeneutika dengan Hermes merupakan gambaran urgensi proses
interpretasi terhadap pemahaman sebuah teks.31
Secara sekilas pengasosiasian hermeneutika dengan Hermes
menunjukkan adanya tiga unsur variabel utama pada kegiatan manusia
dalam memahami teks. Pertama, adanya tanda, pesan atau teks yang
menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran yang diasosiasikan dengan
pesan yang dibawa oleh Hermes. Kedua, adanya perantara atau penafsir
29James M.Robinson, “Hermeneutic since Barth” dalam The New Hermeneutic, ed.J. M. Robinson dan Jhon B. Cobb, New York: Harper and Row Publisher, 1964, 1. 30Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta:Belukar,2004), 135 31Adang Kuswaya, Hermeneutika Al Quran: Model Riset Tafsir Sosio-Tematik, ( IAIN Salatiga:
LP2M-Press.215), 15.
-
20
yaitu Hermes dan ketiga, penyampaian pesan oleh seorang perantara
agar dapat dipahami dan sampai kepada yang menerima.32
Secara terminologi, Hermeneutika didefinisikan secara
beragam dan bertingkat. Menurut Budi Hardiman, secara terminology
hermeneutika dapat diderivasikan dalam tiga definisi. Pertama,
pengungkpatan pikiran dalam kata-kata, penerjemahan dan tindakan
sebagai penafsir. Kedua, usaha mengalihkan dari bahasa asing yang
maknanya gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa
dimengerti oleh pembaca. Ketiga, pemindahan ungkapan pikiran yang
kurang jelas di ubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.33
Beberapa kajian menyebutkan bahwa definisi hermeneutika
secara umum adalah proses mengubah sesuatu atau situasi
ketidaktauhan menjadi tahu dan mengerti.34 Lebih luasnya, menurut
Zygmunt Bauman hermeneutika merupakan upaya menjelaskan dan
menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan
yang tidak jelas, kabur, remang-remang dan kontradiktif yang
menimbulkan kebingungan bagi para pendengar atau pembacanya.35
32Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an Tema-tema Kontroversial, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 5. 33F. Budi Hardiman, “Hermeneutika; Apa itu?” dalam Basis XL. No. 3. 1990, 3. 34Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an Tema-tema Kontroversial, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm.5; Lihat pula Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Scheirmacher,
Dithey, Heidegger and Gadamer, 3. 35Komarudin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan, (Jakarta : paramadina, 1998), hlm.138; Lihat Zygmunt Bauman, Hermeneutic and Social Sciensi, New York: Columbia University Press, 1978,
hlm.7
-
21
Hermeneutika adalah seni praktis, yakni techne yang
digunakan dalam hal-hal seperti berceramah, menafsirkan bahasa-
bahasa lain, menerangkan dan menjelaskan teks-teks, dan sebagai dasar
dari semua ini (ia merupakan) seni memahami, sebuah seni yang secara
khusus dibutuhkan ketika makna sesuatu (teks) itu tidak jelas.36
Dengan makna ini pulalah F. Schleiermacher mengartikan
istilah tersebut dengan seni memahami secara benar bahasa orang lain,
khususnya bahasa tulis (the art of understanding rightly another man’s
language, particularly his written language). Selain sebagai seni,
hermeneutika pada masa modern, menurut Gadamer diartikan sebagai
art of exegesis (seni menafsirkan), melainkan lebih dari itu sebagai
disiplin yang membahas aspek-aspek metodis yang secara teoritis dapat
menjustifikasi aktivitas penafsiran. Definisi hermeneutika sebagai
gabungan antara aktivis dan metode penafsiran ini juga didapati pada
definisi yang dikemukakan oleh Franz-Peter Burkard yaitu “seni
menafsirkan teks dan dalam arti yang lebih luas hermeneutika adalah
refleksi teoritis tentang metode-metode dan syarat-syarat pemahaman.
Definisi tersebut dengan jelas memasukkan aktivitas penafsiran dan
metodenya ke dalam istilah hermeneutika.37
36Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran, (Yogyakarta:Pesantren Nawesea Press, 2009), 5-6. 37Ibid, 6.
-
22
Hermeneutika berbicara tentang pemahaman bukan untuk
menciptakan kembali hal yang dibaca. Hermeneutika bukan hanya
mengeluarkan kembali sesuatu yang sudah tersimpan lama akan tetapi
sebagai sebuah seni yang bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman.
Menurut Schleiermacher terdapat dua masalah universal dalam
hermeneutika yaitu penjumpaan dengan sesuatu yang asing dan
kemungkinan salah paham manakala harus memahami lewat kata-
kata.38Maka dengan adanya hermeneutika, pemahaman atas sebuah teks
diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dan dapat dicapai makna
objektiforisinil.39
Problem dasar yang diteliti hermeneutika adalah masalah
penafsiran teks secara umum, baik berupa teks historis maupun teks
keagamaan. Oleh karenanya, yang ingin dipecahkan merupakan
persoalan yang sedemikian banyak lagi kompleks yang terjalin sekitar
watak dasar teks dan hubungannya al-turats di satu sisi, serta hubungan
teks dengan pengarangnya di sisi lain. Yang terpenting di antara sekian
banyak persoalan di atas adalah bahwa hermeneutika
mengkonsentrasikan diri pada hubungan mufasir dengan teks.
38W. Poespoprodje, Hermeneutika, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 24. 39Siti Robikah, “Contextual Interpretations of the Quran: Telaah Hermeneutika Inklusif Nasr Hamid
Abu Zayd”, Proceeding The 2nd BUAF 17-20 Juli 2017, (Banjarmasin:UIN Antasari).
-
23
Konsentrasi atas hubungan mufasir dengan teks merupakan titik pangkal
dan persoalan serius bagi hermeneutika.40
Memahami teks melalui interpretasi menurut hermeneutika
tidak bisa lepas dari konteks sejarah dimana teks itu muncul, kepada
siapa teks itu berdialog, mengapa teks itu dibuat dan seterusnya, yang
pasti tidak lepas dari ruang yang mengintarinya. Teks adalah produk
kebudayaan yang mengintarinya sehingga harus dipahami secara kritik
historis. Menurut Schleiermacher, karya sastra atau seni merupakan
manifestasi pribadi sehingga membaca teks adalah suatu dialogia
dengan pengarang atau seniman. Teks bukanlah objek mati, bukan
sekedar benda yang merentang dalam ruang dan waktu (res extensa).41
2. Model-Model Hermeneutika
Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika terdiri atas
tiga bentuk atau model. Pertama, hermeneutika objektif yang
dikembangkan tokoh-tokoh klasik, khususnya F. Schleimacher, W.
Dilthey, dan Emilio Betti. Menurut model ini, penafsiran berarti
memahami teks sebagaimana yang dipahami pengarangnya, sebab apa
yang ada di dalam teks adalah ungkapan jiwa pengarangya, sehingga
40Nasr Hamid Abu Zayd, Isykaliyat al-Qira’ah wa Aliyyat at-Ta’wil, terj. Muhammad Mansur, ’’Problematika Pembacaan Teks dan Takwil’’ (Jakarta: ICIP, 2004), 3. 41W. Poespoprodje, Hermeneutika, 19.
-
24
apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya tidak didasarkan pada
kesimpulan pembaca melainkan diturunkan dan bersifat instruktif.42
Kedua, hermeneutika subjektif yang dikembangkan oleh tokoh
modern Hans Georg Gadamer dan Jacques Derida. Menurut model ini,
hermeneutika bukan sebuah usaha untuk menemukan makna objektif
yang dimaksud penulis melainkan memahami apa yang tertera dalam
teks itu sendiri.43
Stressing mereka adalah isi teks itu sendiri secara mandiri
bukan pada ide awal penulis. Inilah yang membedakan antara
hermeneutika subjektif dan objektif. Dalam pandangan subjektif, teks
bersifat terbuka dan dapat diinterpretasikan oleh siapapun, ia telah
berdiri sendiri dan tidak lagi berkaitan dengan penulis. Karena itu, teks
tidak harus dipahami berdasarkan ide penulis melainkan berdasarkan
materi yang ada dalam teks itu sendiri. seseorang menafsirkan teks
berdasarkan apa yang dimiliki saat ini (vorhabe), apa yang dilihat
(vorsicht), dan apa yang diperoleh kemudian (vorgriff).44
Ketiga, hermeneutika pembebasan yang dikembangkan oleh
tokoh Muslim kontemporer yaitu Hassan Hanafi dan Farid Esack. Pada
42Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics, (London: Roudege & Kegars Paul,1980), 29. 43Nasr Hamid Abu Zayd, Al-Qur’an, Hermeneutika dan Kekuasaan, terj. Dede Iswadi, (Bandung :
RqiS), 47. 44Agus Darmaji, “Dasar-Dasar Ontologis Pemahaman Hermeneutika Hans-Georg Gadamer”,
Refleksi, (Vol.13,No.4,2013), 473.
-
25
model ini hermeneutika tidak hanya berarti ilmu interpretasi akan tetapi
lebih pada aksi.45
Dengan demikian, jika di hubungkan dengan Ilmu Al-Qur’an
terdapat tiga model hermeneutika. Pertama, hermeneutika objektif yang
berusaha memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengajak
kembali ke pendapat ulama-ulama terdahulu/klasik. Kedua,
hermeneutika subjektif yang memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an
dalam konteks kekinian dengan mengesampingkan pendapat ulama-
ulama terdahulu/klasik. Ketiga, hermeneutika pembebasan yang
memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an dalam konteks kekinian tanpa
mengesampingkan pendapat ulama-ulama terdahulu/klasik.
3. Pokok Pokok Hermeneutical Philosophy
Untuk menganalisis hermeneutika yang digunakan oleh Seyyed
Hossein Nasr, sebelumnya penulis harus membahs terlebih dahulu
tentang Hermeneutical Philosophy atau hermeneutika filosofis.
Hermeneutika filosofis tidak hanya berkaitan dengan teks, melainkan
berkaitan dengan seluruh objek sosial dan humaniora. Hermeneutika
jenis ini juga dianut oleh Gdamer. Hal ini ia jelaskan dalam bukunya
berjudul Truth And Method. Berikut kami akan memjelaskan terlebih
dahulu pokok-pokok hermeneutika filosofis.
45Hassan Hanafi, ad Dinnu wa Stauroh, terj. Jajat Firdaus, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutika,
(Yogyakarta: Prisma, 2003), 109.
-
26
Pertama, dalam karyanya itu, Gadamer menjelaskan bahwa
bahasa dalam sebuah teks tentu masih mendapatkan porsi perhatian dan
juga merupakan objek pertama. Kaitanya dengan hal itu, menurut
Gadamer semua yang tertulis pada kenyataannya lebih diutamakan
sebagai hermeneutika baik secara eksplisit maupun implisit.46
Alasan lain kenapa pendekatan hermeneutika filosofis
mengedepankan fakta atau fenemona yang terlihat sebagai objek utama,
karena filsafat hanya berbicara tentang ide-ide yang umum, mendasar
dan prinsipil. Tentang suatu objek pembahasan. Sehingga pendekatan
hermeneutika filosofis menyerahkan sepenuhnya pembicaraan mengenai
pendakatan penafsiran kepada panfsir itu sendiri.47
Pokok selanjutnya dari hermenetika filosofis yaitu penggunaan
pemahaman affective history. Time (waktu) dalam kacamata pendekatan
hermeneutika ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama adalah paest
(masa lalu), dengan kata lain tempat dimana teks itu dilahirkan atau
dipublikasikan. Kedua, present (waktu sekarang) yang didalamnya
berisi penafsiran yang penuh dengan dugaan (prejudice). Artinya
dugaan- dugaan ini akan menghasilkan penafsiran yang sesuai dengan
konteks penafsir. Adapun letak dari Affective history tadi lebih pada
46Jean Grondin, Introduction to Philosophical Hermeneutics, (Yale University Press: London, 1994). Hlm 117. 47Ibid, hlm 106
-
27
tataran waktu ketiga yaitu future (masa depan ) yang mana didalamnya
dijelaskan nuansa yang bersifat baru dan produktif.48
Pokok Ketiga dari hermeneutika filosofis yang dianut oleh
Gadamer yaitu Understanding as Questioning and Therefore
Application atau pemahaman sebagai pertanyaan dan aplikasi. Tujuan
dari pemahaman dari sebuah teks adalah untuk memahami makna-
makna yang tidak familiar. Pemahaman itu kemudian termasuk
mengaplikasikan sebuah makna kepada situasi atau kondisi penafsir
dimana pertanyaan yang kemungkinan ingin dijawab oleh pembaca.49
Pokok terakhir dari hermenetika filosofis yang dianut oleh
Gadamer adalah The Universality of The Hermeneutic Universe atau
universalisme sebagai pendekatan hermeneutika. Universalisme disini
menurut Gadamer sebagai bentuk bahaasa pemahaman yang
memperhatikan hubungan antara manusia dengan alam semesta. Dengan
kata lain pemahaman terhadap teks harus memberikan efek kepada
peembaca agar ia dapat memahami kondisi alam sekitarnya atau
universal.50
4. Hermeneutika Tradisional
Dari segi letak dan kedalaman makna, pendekatan tradisional
sebagian besar menganggap bahwa pembaca dapat memahami maksud
48Syahiron Syamsuddin dkk, Hermeneutika Alquran Madzhab Yogya, (Islamika; Yogyakarta, 2003).
Hlm 59. 49Jean Grondin, Introduction to Philosophical Hermeneutics, (Yale University Press: London, 1994). Hlm 115. 50Ibid, 121
-
28
penulis dan menerjemahkan beberapa makna obyektif dari teks. Karena
makna teks itu tetap, peran pembaca dalam menentukan atau
mempengaruhi makna sangatlah minimal. Pendekatan ini percaya pada
keberadaan obyektif makna dalam pikiran penulis, yang mudah diakses
dengan cara yang sama obyektif untuk pembaca, memberikan kontribusi
pada gagasan bahwa hanya ada satu interpretasi yang benar dari teks.51
Sementara dari segi hubungan antara teks dan konteks,
Hermeneutika tradisional cenderung meminggirkan konteks historis di
mana teks Al-Qur'an diturunkan. Meskipun ada pengakuan terhadap
karakter historis dan perkembangan Al-Qur'an ketika berbicara tentang
asbab al-nuzul dan naskh, tidak ada model hermeneutika yang jelas
untuk sepenuhnya mengintegrasikan dan memanfaatkan aspek-aspek ini
dalam menafsirkan bahasa Al-Qur’an. Sejauh konteks historis
dipertimbangkan, para tradisional tidak secara sistematis membedakan
antara dimensi historis dan historis dari makna teks. Akibatnya, ada
kecenderungan kuat untuk menguniversalkan makna historis tertentu.52
Kita mengetahui bahwa, Al-Qur'an diturunkan secara lisan
dalam kurun waktu dua dekade, dan proses kanonisasi membutuhkan
waktu puluhan tahun lebih. Urutan kanonik sūrah Qur'an tampaknya
tidak diatur oleh kronologi; juga tidak tampak diatur oleh tema, karena
51Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1994), hlm. 73 52Ibid, hlm. 74
-
29
referensi ke tema sering tersebar di seluruh Al-Qur’an. Para penafsir
tradisional mengecilkan sifat dasarnya lisan dan kerygmatic dari wahyu
dan terutama mengambil analisis kata demi kata segmental dan
berurutan dari teks kanonik. Dengan demikian pendekatan ini memang
tidak menggunakan koherensi tematik Al-Qur'an dalam penafsiran
mereka.53
Dari segi kontribusi Nalar dalam Interpretasi Etika-Legal Al-
Qur’an, pendekatan hermenutika tradisional sangat membatasi peran
nalar pada bentuk analoginya, sehingga semua penafsiran yang
berkaitan dengan etika dan hukum harus dikaitkan dengan bukti tekstual
dalam al quran. Jika tidak ada teks yang terkait secara langsung, maka
setiap upaya dilakukan untuk mengidentifikasi teks yang terkait secara
tidak langsung dengan prinsip dasar yang sama dan untuk
menafsirkannya dengan mengingat signifikansinya terhadap kasus baru.
Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa pengetahuan etika dan legal
harus selalu berasal dari wahyu dan bahwa manusia tidak dapat
mengetahui apa yang benar secara etika atau hukum dengan alasan
independen. Dari perspektif ini, banyak penafsir menyimpulkan dimensi
legalistik untuk semua Al-Qur'an, sehingga bahkan nasihat Al-Qur'an
53Ibid, 78.
-
30
yang dapat dilihat sebagai etika atau didaktik luas ditafsirkan sebagai
perintah hukum yang positif.54
Dalam pendekatan hermeneutika tradisonal penggunaan
sunnah sebagai alat penafsiran tentu merupakan konstitutif dan dibatasi
oleh kumpulan teks hadis. Salah satu implikasi penting dari konsepsi
tekstual sunnah ini adalah bahwa penalaran interpretatif hanya sampai
batas tertentu dalam memilih dan mengevaluasi hadis semata, tidak
merupakan konstitutif dari konsep sunnah sebagai alat penafsiran.55
Sehingga menurut pemahaman penulis berdasarkan semua
aspek hermeneutika tradisional yang disebutkan di atas, pemahaman Al-
Qur’an terbatas ketika menyangkut perwujudan nilai-nilai etika dasar,
seperti keadilan dan kesetaraan, dan tujuan yang mendasarinya. Hal itu
dapat dilihat dari pendekatan hermeneutika tradisional yang
mengedepankan filologi dan morfologi teks semata dan
mengesampingkan konteks keadaan sosial dan permasalahan kekinian.
5. Hermeneutika Kontemporer
Seperti yang berkembang pada masa kontemporer, aliran
hermeneutika pada dasarnya sangat beragam. Richard E.Palmer,
berdasarkan kronologi, hermenutika didefinisikan kedalam enam bentuk
yang berbeda. Pertama, Hermeneutika sebagai Teori Eksegesis Bible.
Menurut Richard E.Palmer hermeneutika dan exsegesis memiliki arti
54Ibid, hlm. 78 55Ibid, hlm. 82
-
31
yang sama tetapi memiliki hakikat yang berbeda. Hermeneutika
menunjukan metodologi penfsiran, sedangkan exegesis berkaitan
dengan aspek praksisnya atau penerapan komentar actual terhadap kitab
suci. Dengan kata lain, hermeneutika adalah exegesis theorica,
sedangakan exegesis practica adalah exegesis itu sendiri.56
Kedua, heremeutika sebagai metodologi filologi. Bersamaan
perkembangan rasionalisme, lahirnya filologi klasik pada abad 18 yang
mempunyai pengaruh besar terhadap hermeneutika kitab suci.57 Karena
munculnya filologi memberikan dorongan terhadap kajian kritik sejarah
dalam teologi dan kitab suci.58
Munculnya rasinoalisme membuat tugas exegeses menjadi
bergeser, penafsir harus masuk kedalam arti teks yang bersangkutan
dengan penggunaan akal budi yang bertujuan untuk menemukan
kebenaran moral yang dimaksud dalam kitab suci. Dalam konteks
filologi usaha menginterpretasikan elemen mistis dalam kitab suci
bukan untuk melakukan demitologisasi. Dengan teknik analisis
gramatika mufasir dapat menangkap konteks historisnya. Sejak abad
pencerahan metode riset kitab suci tidak dapat dipisahkan dari filologi
56Adang Kuswaya, Studi Kritis terhadap Metode Tafsir Tradisonal ala Hassan Hanafi, ( Salatiga: Penerbit STAIN Salatiga Press, 2009). Hlm, 28 Lihat, James Robinson, The New Hermeneutic, hlm. 1 57Richard E Palmer, Hermeneutics Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger and
Gadamer, terj. Masnur Hery dan Damanhuri Muhammed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003). hlm. 43 58Adang Kuswaya, Studi Kritis terhadap Metode Tafsir Tradisonal ala Hassan Hanafi, ( Salatiga:
Penerbit STAIN Salatiga Press, 2009). hlm, 29
-
32
dengan kata lain, hermeneutika kitab suci selalu ada di bawah aturan
dalam exegeses filologi.59
Ketiga, hermeneutika sebagai ilmu pemahaman linguistik.
Dengan kata lain, pendekatan ini mengimplikasikan bahwa setiap teks
kitab suci didalamnya pasti menggunakan bahasa tertentu, dan setiap
bahasa memiliki kaidah ketata bahasaan atau gramatikal. Sehingga
setiap makna dari teks kitab suci tersebut dapat dipahami dengan
pendekatan gramatikal.60
Keempat, hermeneutika sebagai fondasi metodologi bagi ilmu-
ilmu sosial kemanusiaan. Hermeneutika sebagai ilmu sosial
kemanusiaan merupakan ilmu pengetahuan untuk mengungkapkan
terdalam (bathiniah) kehidupan manusia dan menafsirkan perilau atau
sikap sosial kemanusiaan.61
Kelima, hermeneutika sebagai fenomologi das sein dan
pemahaman eksistensial. Heremenutika sebagai fenomologi das sein
merupakan studi terhadap bagaimana adanyanya keberadaan keseharian
59Richard E Palmer, Hermeneutics Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger and
Gadamer, terj. Masnur Hery dan Damanhuri Muhammed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003). hlm. 43-
44 Lihat, Adang Kuswaya, Studi Kritis terhadap Metode Tafsir Tradisonal ala Hassan Hanafi, ( Salatiga: Penerbit STAIN Salatiga Press, 2009). hlm. 29
60Ibid, 46-47 Lihat, Adang Kuswaya, Studi Kritis terhadap Metode Tafsir Tradisonal ala Hassan
Hanafi, ( Salatiga: Penerbit STAIN Salatiga Press, 2009). hlm. 30
61Adang Kuswaya, Studi Kritis terhadap Metode Tafsir Tradisonal ala Hassan Hanafi, ( Salatiga:
Penerbit STAIN Salatiga Press, 2009). hlm. 31 Lihat, Richard E Palmer, Hermeneutics Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer, terj. Masnur Hery dan Damanhuri
Muhammed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003). hlm. 45-46
-
33
manusia di dunia. Dalam konteks ini hermeneutika gadamer merupakan
suatu perjumpaan dengan being, ada melalui bahasa dengan
menganalisis realitas manusia yang berdimensi linguistik.62 Keenam,
hermeneutika sebagai sistem interpretasi. Merupakan keseluruhan
aturan yang mengatur suatu tafsiran teks tertentu dengan meliputi tanda
yang terkandung dalam teks.63
6. Tipologi Hermeneutika Al-Qur’an
Terkait tipologi pemikiran tafsir pada masa sekarang ini, para
peniliti studi tafsir Al-Qur’an berbeda-beda. Rotraud Wielandt
membagi pemikiran tafsir modern dan kontemporer menjadi enam
macam yakni;
a. Penafsiran yang didasarkan pada rasionalisme,64 pada masa ini
hermeneutika Al-Qur’an di ilhami oleh modernitas barat yang lebih
fokus meneliti demitologisasi konsep-konsep tententu dalam Al-
Qur’an yang bersifat metodologis seperti konsep tentang mukjizat
dan hal ghaib. Sedangkan di Mesir, Muhammad Abduh
menyatakan hermeneutika Al-Qur’an bertumpu pada analisis sosial
63Ibid, 32-35 Lihat, Richard E Palmer, Hermeneutics Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer, terj. Masnur Hery dan Damanhuri Muhammed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003). hlm. 46-49
64Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran, (Yogyakarta: Pesantren
Nawesea Press, 2017), 52.
-
34
masyarakat.65 Hal ini di tegaskan oleh M Arkoun bahwa setiap
pembaca atau pengarang tidak dapat lepas dari konteks sosial,
politis psikologi, teologi dan konteks lainnya dalam ruang dan
waktu tertentu, sehingga dalam memahami sejarah diperlukan
tranformasi makna sehingga pemaknaan Al-Qur’an dapat
berkembang sesuai zamannya.66 Seperti penafsiran yang disusun
oleh Sayyed Ahmad Khan (1817 -1898), Amin Ali (1849-1928)
dan Muhammad ‘Abduh (1849-1905).
b. Penfasiran yang berdasarkan sains modern dan kontemporer,
seperti penafsiran Thanthawi Jawhari.
c. Penafsiran yang berangkat dari ilmu sastra (balaghah).
Sebenarnya, penafsiran ini sudah ada dalam hermeneutika Al-
Qur’an tradisional yakni dalam tradisi keilmuan al Bayan terutama
Ushul Fiqh. seperti penafsiran Amin al-Khuli, Ahmad Muhammad
Khalafallah dan ‘A’ isyah Abdurrahman (Bint al-Syathi).
d. Penafsiran dengan prespektif historisitas teks Al-Qur’an. Aliran
ini sangat menekanka pentingnya memperhatikan konteka sosiao-
hintoris dalam proses pamahaman dan penafsiran terhadap teks Al-
Qur’an baik situasi politik, sosial, historis, kultural dan ekonomi
65Adang Kuswaya, Hermeneutika Al Quran: Model Riset Tafsir Sosio-Tematik, ( IAIN Salatiga: LP2M-Press.215), 22.
66Ibid, 37.
-
35
pada masa Nabi Saw maupun pada masa sekarang seperti
penafsiran Fazlur Rahman dan Nashr Hamid Abu Zayd.
e. Penafsiran yang bernuansa kembali ke pemahaman generasi awal
Islam, seperti penafsiran Sayyid Qutb dan Abu al-A’la al-
Mauwdudi.
f. Penafsiran secara tematik seperti pemikiran Hasan Hanafi.67
67Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran, (Yogyakarta: Pesantren
Nawesea Press, 2017), 52-53
-
Halaman ini sengaja dikosongkan
-
BAB III
BIOGRAFI SEYYED HOSSEIN NASR DAN PROFIL THE STUDY QURAN
A NEW TRANSLATION AND COMMENTARY
A. Biografi Seyyed Hossein Nasr
Seyyed Hossein Nasr lahir di kota Teheran, Iran, pada tanggal
7 April 1933 dari keluarga yang berpendidikan dan terhormat. Ayahnya
bernama Seyyed Valiullah Nasr, beliau adalah seorang ulama besar
sekaligus menjabat sebagai menteri pendidika dan dokter pada masa
pemerintahan raja Syah Reza Pahlevi.68 Gelar Seyyed adalah sebutan
kebangsawanan yang dianugerahkan oleh raja Syah Reza Pahlevi
kepada keduanya.69 Nasr juga merupakan nama penghargaan yang
memiliki arti kemenangan atau Victory of Physicion. Nama perhargaan
tersebut diberikan kepada kakek Nasr dari Raja Persia atas
pengabdiannya.70
Keluarga Nasr adalah penganut aliran Syi’ah tradisional yang
menjadi aliran teologi Islam. Selain itu, Nasr juga keturunan dari ulama
68Aminrazavi dan Zailan Moris, The Complete Bibliography of the Works of Science of Hpssein Nasr
from 1958-1993, (Kuala Lumpur: Islamic Academy of Science of Malaysia, 1994) 69Mehdi Aminrazavi, " Persia" dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Seyyed Hossein Nasr dan
Oliver Leaman, (Bandung: Mizan, 2003), hlm, 1376-1380. Dalam,
http://digilib.uinsby.ac.id/902/5/Bab%202.pdf, diakses 14 Agustus 2019. 70Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritual Menuju Paradigma Kosmologi
Alternatif, (Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, 2015). Hlm, 44 Lihat, nasrfoundation.org
http://digilib.uinsby.ac.id/902/5/Bab%202.pdf
-
38
sufi Kashan yang bernama Mulla Seyyed Muhammad Taqi
Poshtmashhad.71
Pada masa pendidikannya di Iran, ketegangan telah mewarnai
hubungan antara barat dan timur. Kebudayaan Barat telah
mempengaruhi negara muslim dalam banyak hal yang bertentangan
dengan islam tradisional. Dengan demikian, hal ini yang mendorong
Nasr untuk belajar ke barat.Nasr memperoleh pendidikan trdisional di
Iran pada usia 12 tahun. Pendidikan tradisional ini diperoleh secara
informal dan formal. Pendidikan informalnya dia dapat dari keluarga,
terutama dari ayahnya, sedangkan pendidikan tradisional formalnya
diperoleh di madrasah Teheran.72 Kemudian, Nasr berangkat ke
Amerika Serikat untuk menuntut ilmu. Mulailah kehidupan Nasr yang
bertolak belakang dengan kehidupannya di Iran. Nasr belajar di The
Peddie School Hightstown, New Jersey, Amerika Serikat dan dan
selesai tahun 1950.73
Kemudian melanjutkan ke Massacheusetts Institute of
Technology (MIT),74 Dan Nasr mengenal pemikiran-pemikiran Timur,
diantaranya ialah pemikiran Frithjof Schuon tentang perenialisme, Rene
71Siti Fatimah, Pemikiran Tasawuf Seyyed Hossein Nasr: Pembahasan terhadap Buku Living Sufism, Skripsi Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1990). 72Ibid, hlm, 20 73Ibid, hlm. 46. 74Seyyed Hossein Nasr dan Ramin Jahanbegloo, In Search of The Sacred, (California: Peager, 2010).
hlm. 36.
-
39
Guenon, A. K. Coomaraswamy, Titus Burchardt, Luis Massignon dan
Martin Lings yang mempengaruhi intelektual dan spiritual Nasr.75
Pada usia 25, Nasr menyelesaikan pendidikan Doktoral. Dalam
menyelesaikan pendidikan formal atau non formal Seyyed Hssein Nasr
bertemu dengan guru-guru hebat dan berlatar belakang intelektual dan
spiritual yang bergama. Berikut pembahasan selanjutnya mengenai
guru-guru Seyyed Hossein Nasr, karir Seyyed Hossein Nasr, Pemikiran
beserta karya-karya Seyyed Hossein Nasr;
1. Guru-guru Seyyed Hossein Nasr
Bertrand Russsel membimbing Seyyed Hossein Nasr dalam
memahami ilmu fisika dan matematika teoritis di MIT Massacheusetts
of Technologi. Geogio De Santillana seorang metafisika yang
mengenalkan Seyyed Hossein Nasr tantang metafisika dan keberagaman
tradisi di timur mislanya tentang Hinduisme. George Sorton sebagai
supervisi desertasi Seyyed Hossein Nasr pertama kemudian di lanjutkan
oleh I.Bernard Cohe, H.A.R. Gibb dan Harry A. Wolfson.76
Selama belajar di Harvard, Nasr juga memperluas cakrawala
pemikirannya dengan mengunjungi beberapa kota, terutama Prancis,
Switzerland, Inggris, Italia dan Spanyol. Dalam wisata intelektual, Nasr
bertemu dengan Schuon dan Burkhardt yang dapat memperkuat
75Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritual Menuju Paradigma Kosmologi
Alternatif, (Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, 2015). Hlm. 48. 76 Ibid Hlm, 48.
-
40
pandangan hidupnya. Selain itu, Nasr juga berjumpa dengan Syaikh
Ahmad al-Alawi di Maroko. Tahun 1958, Seyyed Hossein Nasr belajar
filsafat Islam dengan tokoh tradisional seperti, Muhamad Kazim Assar,
Muhammad Husayn Thabathaba’I serta Sayyid Abu al-Hasan Qazwini.
Nasr juga belajar dengan putri pendiri Tarekat Yashturiyah salah satu
cabang tarekat Syadziliyah bernama Sayyidina Fatimah Yashrutiyah77
2. Karir Seyyed Hossein Nasr
Seyyed Hossin Nasr adalah guru besar studi Islam di George
Washington University, Washington D.C. sekaligus seorang ilmuwan
dalam bidang perbandingan agama, filsafat, sejarah sains dan seorang
spiritual.78 Nasr mendapat gelar M.Sc pada tahun 1956 di Harvard
University.
Menyelesaikan pendidikan doktoral dan meraih gelar Ph. D
tahun 1958. Setelah selesai dari pendidikan doktoral Nasr menjadi guru
besar filsafat dan sejarah sains di Fakultas Sastra Universitas Teheren, 5
tahun kemudian mendapat gelar Profesor termuda di Universitasnya.
Seyyed Hossein Nasr juga berperan dalam memprakasai dibukanya
jurusa Persia di Universitas Teheren. Tahun 1965, Nasr mengajar di
universitas Harvard serta mengadakan seminar di universitas Princeton
dan universitas Utah. Selain itu, Nasr rutin berdialog dengan sarjana
77Seyyed Hossein Nasr dan Ramin Jahanbegloo, In Search of The Sacred, (California: Peager, 2010).
hlm. 80. 78Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritual Menuju Paradigma Kosmologi
Alternatif, (Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, 2015). Hlm, 46.
-
41
terkemukau, seperti Huston Smith dan Jacob Needleman tokoh-tokoh
serta para filsuf dan teologi Kristen. Di samping itu, Nasr juga aktif
berdialog dengan tokoh-tokoh Katolik dan Syiah.79
Tahun 1969-1972, Nasr menjabat Dekan Fakultas dan Tangan
kanannya Rektor di bidang akademik. Melalui jabatan ini, Seyyed
Hossein Nasr mengembangkan programnya dalam bidang ilmu
humanities dan filsafat. Tahun 1972, Seyyed Hossein Nasr ditunjuk oleh
Syah Iran sebagai pempinan Arymehr dan memprakasi studi filsafat
sains dan filsafat sains Islam. tahun 1973, di tunjuk Ratu Iran untuk
memimpin Akademi Filsafat Kekaisaran Iran. Tahun 1966, Nasr
memberikan perkuliahan Rockefeller di Chicago dengan topik, aspek-
aspek hubungan antara agama, filsafat dan krisis lingkungan. Nasr tetap
aktif mengajar di Universitas Harvard (1952-1965) dan mengisi seminar
di UniversitasPrinceto dan Universitas Utah. Kemudian tahun 1977,
Nasr memberikan kuliah kevorkian tentang makna filsafat seni Islam di
Universitas New York. Tahun berikutnya, Nasr memberi kuliah
Wiegand tentang filsafat dan agama di Universitas Toronto Kanada dan
terlibat dalam pembentukan seksi Hermetisisme dan filsafat perennial di
Akademi Agama Amerika. Nasr juga banyak terlibat diskusi serta
79Ibid, 53
-
42
dialog dengan para filsuf dan teolog Kristen maupun Yahudi seperti,
Hans Kung, Jhon Hick dan Rabbi Izmar Schorch.80
Tahun selanjutnya, 1990, Nasr terpilih sebagai pelindung The
Center for the Study of Islam and Christian Muslim Realition di Sally
Oaks College Birmingham dan terpilihnya Nasr sebagai anggotan
parlemen Agama-agama Dunia tahun 1993. Pada tahun ini, Nasr juga
menghadiri Nasr juga termasuk salah satu anggota Temenos Academy.
Nasr juga termasuk salah satu anggota Temenos Academy dan
menerbitkan karya Religion and The Order of Naturepada pada 1994.81
Demikian aktivitas Nasr yang lebih ditunjukan dalam
sosialisasi gagasan melalui karya-karyanya dan prestasi lainnya
menjadikan sebagai gagasan tawaran dalam menyikapi seluruh ajaran
tradisional agama.
3. Pemikiran Seyyed Hossein Nasr
Pemikiran Nasr merambah pada kajian berikut: hermeneutika
dan studi Islam. Dalam studi Islam, pemikiran Nasr menyentuh tiga hal
yaitu doktrin dan pemikiran yang meliputi disiplin tradisional Islam
seperti filsafat, tasawuf, kalam serta fiqih, sains Islam dan seni Islam.
80Abdullatif Ahmadi Ramchahi ddk., “Seyyed Hossein Nasr’s Perspective on the Theory of Islamization
of Knowledge”, International Journal of Contemporary Applied Sciences 3, No.5 (Mei 2016): 30 81Asfa Widianto, The Reception of Seyyed Hossein Nasr’s Ideas within the Indonesian Intellectual
Landscape, Studia Islamika 23, No.5 (2015), 195.
-
43
klasifikasi tersebut tidak dimaksudkan sebagai pembagian yang ketat,
tetapi lebih sebagaia upaya untuk mempermudah pemetaan.82
a. Studi Islam
Dalam pandangan Nasr, studi Islam yang ada telah mereduksi
Islam dalam makna hakikinya. Reduksi tersebut diakibatkan oleh
kemiskinan perspektif yang mampu menghadirkan kesatuan fenomena
Islam yang beragam.83 Dalam fenomena tersebut, Nasr selalu berusaha
menampilkan dimensi esotoriknya yang berujung pada kesatuan pada
dimensi yang lebih tinggi. Dalam hukum Islam, Nasr membedakan
hukum semitik dengan konsepsi modern. Konsepsi hukum semitik
merupakan pengejawantahan kehendak ilahiah. Dengan nuansa
tradisional Nasr melihat hukum dalam kerangka transedental dan
keyakinan akan nilai manfaat serta kesesuaian. Sementara kajian tentang
ilmu kalam, Nasr merujuk pada satu sumber yang bertujuan sama
dengan inti ajaran Islam.84
Dalam kajian terhadap sejarah dan pemikiran kalam, Nasr
memberi apresiasi dan interpretasi spiritual atas konsep automisme
Asy’ariyah atau occasionalisme. Automisme konseptual yang
mendominasi sunni menentang kontinuitas sebab horizontal pada
realitas jagat raya dalam metra, ruang dan waktunya. Dengan keyakinan
82Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritual Menuju Paradigma Kosmologi
Alternatif, (Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, 2015). 57. 83Ibid, 77 84Ibid, 80
-
44
terhadap diskontinuitas sebab horizontal atau konsep atau konsepsi
kausal kaum filsuf dan saintis, konsep tersebut menegaskan Tuhan
sebagai satu-satunya sebab. Pada hakikatnya, konsep kausal para filsuf
dan saintis menekanan kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari
serta penegasan kehendak-Nya dalam memutar kehidupan. Segalanya
disebabkan oleh Tuhan sebagai sebab Adikodrati. Dengan konsep itu,
manusia akan selalu diingat akan kehadiran Ilahiah sekaligus
penghubung yang transenden dengan kehidupan sehari-hari. Atomisme
dinilai Nasr memiliki akar dalam karakter spesifik Islam yang
menetapkan transendensi absolut dasar Ilahiah dan ketiadaan segala hal
yang lain.85
Pemikiran Nasr dalam fiqih dan kalam memang tidak banyak,
tetapi mencerminkan konsistensi pandangan dunianya sebagai
tradisionalis. Dalam filsafat, Nasr tidak lepas dari paradigma filsafat
perennial yang dianutnya. Baginya kebenaran universal dan hakiki
hanya terdapat dalam rumah transendental. Akar tradisi filsafat yang
demikian dapat dilacak pada neoplatonisme yang membentuk aliran
iluminasi sebagai lawan peripatetik. Bidang tasawuf merupakan jantung
pemikiran Nasr yang menyebar dan mewarnai pemikiran dalam bidang
lainnya. Dalam tasawuf, Nasr menggabung tasawuf falsafi dan sunni
dan juga tasawuf praktis dan teoritis. Sebagai orang tradisional, Nasr
85Ibid, 81
-
45
tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an sebagai fondasi tasawuf. Sebab,
kitab suci itulah yang mengajarkan manusia tentang hal yang bisa
diketahui dan menjadi pembimbing menuju tujuan penciptanya.
Tasawuf bertujuan membebaskan manusia dari kemajemukan realitas
semu, membersihkan dari kemunafikan sehingga menjadi suci
sebagaimana fitrahnya. Orang yang berhasil mencapai tujuan tersebut
akan menjadi manusia universal.86
Meskipun, pemikiran Nasr masih terlihat adanya pengaruh dari
filsafat perennial. Akan tetapi, dalam hal ini Nasr mampu memberi
intrepretasi baru terhadap tasawuf dengan tuntutan era kontemporer.
Nasr menghadirkan tasawuf sebagai solusi krisi modernitas serta
sanggahan atas kecenderungan spiritual yang dinilainya menyimpang,
sekaligus jawaban bagi kaum modernis muslim yang anti dengan segala
hal yang berbau mistis dan metafisika. Pemikiran tasawuf turut
mewarnai pemikiran Nasr dalam bidang sains. Baginya, sains Islam
termasuk salah satu manifestasi dimensi spiritual-esoterik yang menjadi
inti Islam. Manifestasi lain dari Islam transendental ialah gagasan
spiritual seni yang dilihat dari dua sisi yaitu, dari proses kelahiran dan
fungsinya. Dari sisi fungsinya, seni Islam termasuk salah satu sarana
menghadirkan Allah dalam kehidupan. Adapun sumbangan Nasr dalam
seni perspektif spiritual ialah sastra, musik, tata ruang, dan arsitektur
86Ibid, 87
-
46
yang disajikan secara filosofis. Dengan demikian bahasa seni dapat
menjadi bahasa media komunikasi.87
Dalam bidang studi sains, titik pemikiran terfokus pada kritik
terhadap sains modern. Menurut Nasr, sains telah keluar dari peran
fungsi dan aplikasi yang seharusnya, sehingga membawa dampak
negatif terhadap ekologi maupun krisis manusia. Paradigma sains
modern tersebut menjadi masalah bagi Nasr, karena telah menyebabkan
desakralisasi terhadap alam dan menjelma saintisme yaitu sebuah
keyakina yang dinilai absolut dan menolak kebenaran lain. Pelepasan
dari dogmatisme gereja, sains modern justru buta terhadap dimensi
kebenaran lain, sedangkan mekanisasi alam mengantarnya pada
eksploitasi tanpa ampun.88
Untuk mengatasi persoalan ini, Nasr menawarkan paradigma
baru dengan merombak cara pandang terhadap alam dan filsafat alam
(kosmologi) tradisional sebagaimana diajarkan oleh scientia sacra.
Selain itu, Nasr ingin mengingatkan masyarakat pada teologi natural
(natural theology) dan ajaran Plotinus yang melihat alam sebagai
sesuatu yang sakral, suci, dan jalan menuju Tuhan. Menurut Nasr,
pendekatan yang dinilai lebih adil untuk memahami agama secara utuh
adalah pendekatan kaum tradisional yang tak lain adalah pendekatan
filsafat perennial. Pendekatan ini menjanjikan dua hal yaitu, pertama
87Ibid, 76-94. 88Ibid, 69
-
47
pengetahuan yang terletak di jantung agama bisa memancarkan makna
ritus-ritus, doktrin dan simbol keagamaan. Kedua kunci untuk
memahami keniscayaan pluralitas agama dan jalan untuk menembus
alam agama lain dalam pengkajiannya tanpa harus mereduksi makna
penting dan komitmen iman pada agama yang dianutnya sendiri.89
Sebagai peneliti agama, perhatian filsafat perennial ditunjukan
kepada dimensi transhistoris yakni menembus kawasan di balik realitas
kasat mata untuk menyingkap makna dan pengetahuan ilahiah yang
unversal melintas batas ruang maupun waktu. Oleh karena itu,
pendekatan ini harus sesuai dengan teori filsafat perennial tentang
realitas hakiki, sedangkan realitas kasat mata hanya sebatas manifestasi.
Bukan berarti kaum perennial menyangkal aspek-aspek sosial-hinstoris,
tetapi menilai sebagai manifestasi semata dari hakikat agama. Menurut
kaum perennial, pendekatan semacam ini bisa memberi kemungkinan
untuk mengembangkan teologi perbandingan agama yang lebih adil di
tengah pluralitas agama dan memberi peluang kepada peneliti untuk
melintas ke wilayah agama lain tanpa beban teologis. Dengan gagasan
ini, Nasr menyebutnya sebagai relatively-absolute, karena manifestasi
agama itu berbeda-beda tetapi absolut. Tampak dalam studi agama, Nasr
masih konsisten dengan pendekatan perennial. Karena tanpa pendekatan
89Ibid, 72
-
48
tersebut, Nasr tidak akan pernah menemukan pengetahuan suci yang
merupakan iluminasi dari langit tentang hakikat agama.90
b. Hermeneutika Alquran
Penulis beranggapan bahwa Hermeneutika Seyyed Hossein
Nasr lebih tergolong kepada hermeneutika yang memiliki tipologi
kembali kepada pendapat genersi awal. Hal tersebut akan penulis coba
jelaskan pada bab-bab selanjutnya yang akan membahas tentang
Pengertian, Tioplogi dan Model-Model Hermeneutika serta
Hermeneutika Tradisional. Akan tetapi generasi awal ini bukan generasi
tabi’in atau sahabat, menurut Seyyed Hossein Nasr generasi awal adalah
para ulama tradisional yang kitabnya sudah dibaca dan menjadi sebagai
kitab rujukan.91
Hermeneutika tradisional merupakan interpretasi atas
obyektifitas makna dalam ayat Al-Qur’an melalui pendekatan tradisi.
Tradisi disini di artikan Seyyed Hossein Nasr sebagai pendekatan
penafsiran melalui pendapat mufasir terdahulu dengan mengedepankan
filolofi dan morfologi. Itulah prinsip penafsiran Seyyed Hossein Nasr
dalam metode hermeneutikanya. Dia memilih karya-karya yang paling
otoritatif dan banyak dibaca. Dia juga tidak segan-segan menggunakan
90Ibid, 74-76.
Seyyed Hossein Nasr (dkk), The Study Quran A New Translation and Commentary (New York:
HarperOne, 2015), xIiii
-
49
referensi dari ulama tafsir dari kalangan Sunni dan Syiah.92 Sehingga,
penafsiran Al-Qur’an dalam pendekatan ini sangat terbatas jika
dikaitkan dengan nilai-nilai etika dasar.
4. Karya Seyyed Hossein Nasr
Berbagai karya yang lahir dari produktivitas Nasr, memiliki
paradigma, pendekatan dan metodologi tertentu yang tidak terlepas dari
sense of crisis (kepekaan terhadap suasana).93 Berikut karya-karya
Seyyed Hossein Nasr:
a. Islamic Sudies
Awal penulisan Seyyed Hossein Nasr dimulai dari penulisan
Desertasi Conception of Nature in Islamic Thought and Methods Used
for Its Study by the Ikhwan al-Salaf, al-Biruni and Ibnu Sina tahun 1958
yang kemudian dipublikasikan oleh Harvard University Press pada
tahun 1964 dengan judul “An Introduction to Islamic Cosmological
Doctrines”. Kemudian berkat bantuan William Chittick, Nasr
menerbitkan Bibliografi Sains Islam tiga volume disertai anotasi bahasa
Inggris dan Persia. Bersamaan dengan itu Seyyed Hossein Nasr
menerbitkan beberapa kritis naskah filsafat ke dalam berbagai edisi
seperti, edisi Persia dengan karya Suhrawardi al-Maqtul dan Mulla
Sadra, dan naskah Arab karya Ibnu Sina dan al-Biruni. Pada tahun 1962,
92Ibid, xIiii. 93Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritual Menuju Paradigma Kosmologi
Alternatif, (Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, 2015), 60.
-
50
Nasr juga menerbitkan karyanya diantaranya, Ceenter of Study of World
Relegions yang membahas seluruh tradisi intelektual Islam dari ajaran
agama Islam. kemudian buku ini, menginspirasi Nasr untuk terus
berkarya dan menerbitkan Science and Civilization in Islam yang
kemudian menjadi buku wajib perkuliahan filsafat dan sains di
Universitas Iran.94
Buku Nasr yang lain berjudul Ideal and Realities of Islam,
Islamic Studies yang membahas aspek-aspek fundamental tradisi Islam.
buku tersebut dikembangkan dan diterbitkan kembali dengan judul
Islamic Life and Thought. Tahun 1966, selanjutnya Nasr menerbitkan
karyanya yang berjudul Man and Nature:The Spiritual Crisis of Modern
Man merupakan buku pertama Nasr yang membah