Hemofilia1
Click here to load reader
-
Upload
monica-gabriella-k-tambajong -
Category
Documents
-
view
217 -
download
3
description
Transcript of Hemofilia1
Pengenalan dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Hemofilia
Abstrak
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan kongenital yang dikarakterisir oleh adanya
perdarahan episodic yang dapat terjadi spontan ataupun akibat trauma, dan dapat menjadi
masalah di Unit Gawat Darurat baik dalam hal diagnosis maupun penanganannya. Pemberian
infus faktor pembekuan darah yang tepat waktu dapat mengontrol perdarahan pada kebanyakan
kasus dan dapat secara signifikan meminimalisasi sekuele. Perdarahan pada daerah-daerah
anatomis tertentu seperti susunan saraf pusat, di dalam abdomen atau di dalam ruang-ruang
terbatas di ekstremitas membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk dapat dideteksi secara
dini. Pasien dengan hemophilia yang memiliki inhibitor terhadap faktor pembekuan darah
tertentu terutama sulit ditangani. Pasien dengan hemophilia didapat dapat datang dengan keluhan
perdarahan spontan yang berat. Koreksi defisiensi faktor pembekuan segera dengan memberikan
infus produk pengganti dalam dosis yang tepat sangatlah penting untuk tatalaksana
kegawatdaruratan hemophilia yang efektif.
Kata Kunci: hemophilia, kegawatdaruratan, perdarahan, tatalaksana, terapi.
Hemofilia merupakan gangguan perdarahan genetic yang disebabkan oleh defisiensi pada faktor
VIII (FVIII) dan fakor IX (FIX), yang menyebabkan hemophilia A dan B, yang berpotensi
menyebabkan kegawatdaruratan perdarahan berat serta komplikasinya. Hemofilia A (defisiensi
FVIII) mengenai sekitar 1 dari 5000 kelahiran hidup, sementara hemophilia B (defisiensi FIX)
1
lebih jarang ditemukan, mengenai sekitar 1 dari 30.000-50.000 kelahiran hidup. Tingkat
keparahan hemophilia secara klasik ditentukan oleh kadar aktivitas faktor, dengan penyakit berat
didefinisikan sebagai kadar faktor sebesar kurang dari 1 IU/dL (atau lebih sering dinyatakan
sebagai <1% aktivitas); sedang 1-5 IU/dL; dan ringan sebesar 6-49 IU/dL. Kadar normal faktor
pembekuan adalah 50-150 IU/dL. Kadar aktivitas faktor tidak secara penuh menggambarkan
tingkat keparahan kecenderungan perdarahan seseorang pada semua pasien hemophilia.
Hemofilia secara klasik dikarakterisir oleh adanya perdarahan spontan ataupun yang dipicu,
termasuk perdarahan dalam sendi (hemartrosis), perdarahan yang memanjang setelah terjadinya
laserasi atau setelah dilakukannya insisi bedah, serta juga perdarahan yang lebih mengancam
nyawa seperti perdarahan intrakranial. Hemofilia sedang dapat meliputi hemartrosis, epistaksis
dan perdarahan dengan cedera minor, namun episode perdarahan cenderung terjadi lebih jarang
dibandingkan pada penyakit yang berat. Individu dengan hemophilia ringan jarang atau bahkan
tidak pernah mengalami pedarahan, namun perdarahan signifikan dapat terjadi bila mengalami
cedera berat ataupun bila menjalani prosedur invasif seperti operasi. Tujuan terapi utama untuk
pasien dengan gangguan perdarahan adalah untuk memberikan terapi sesegera mungkin untuk
meningkatkan kadar sirkulasi faktor yang mengalami defisiensi sampai pada kadar hemostatic
yang aman. Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan untuk gejala dan cedera harus ditunda
sampai terapi pengganti faktor telah diberikan, bahkan pada keadaan darurat.
Hemostasis dan Pendekatan terhadap Pasien yang Mengalami Perdarahan
Proses pembentukan bekuan darah, yang dilanjutkan dengan stabilisasi dan disolusi merupakan
komponen penting dari pemeliharaan hemostasis yang rumit dan terjadi dalam fase-fase. Pada
2
saat terjadinya cedera pembuluh darah atau disrupsi endotel, proses pembekuan dimulai dengan
insiasi dan formasi sumbat trombosit. Proses pembekuan diperkuat dan diperbanyak dengan
adanya kaskade koagulasi sampai terjadinya pembentukan jaring-jaring fibrin yang ketat untuk
membentuk sumbat fibrin yang pada akhirnya larut dalam mekanisme fibrinolysis alamiah
(mekanisme antitrombotik) (Gambar 1). Skema ini mencerminkan pemahaman mutakhir
terintegrasi dan bukannya jalur pembekuan darah tradisional yang sedikit berbeda.
Ketidakseimbangan akibat defisiensi faktor pembekuan pada beberapa tahapan kunci dalam
algoritme ini akan menyebabkan terjadinya kecenderungan perdarahan.
Perdarahan pada anak merupakan kejadian yang sering ditemukan dan pada umumnya terjadi
akibat trauma. Tergantung dari keluhan, riwayat dan riwayat keluarga pasien, petunjuk-petunjuk
mungkin sudah tersedia bagi para praktisi di UGD untuk mencurigai adanya gangguan
perdarahan yang mendasari gejala. Anamnesis yang teliti yang meliputi riwayat perdarahan
pribadi, riwayat penyakit dahulu, riwayat pembedahan dan komplikasi perdarahan, riwayat
keluarga serta riwayat pemakaian obat (misalnya aspirin dan AINS yang mengganggu fungsi
trombosit) penting untuk dilakukan. Riwayat perdarahan harus difokuskan pada jenis perdarahan
terutama lokasi dan tingkat keparahannya. Gangguan hemostasis primer (trombosit dan
pembuluh darah) biasanya bermanifestasi sebagai lebam, petechie, dan perdarahan mukosa.
Gangguan hemostasis sekunder (faktor koagulasi, termasuk hemophilia) lebih sering
bermanifestasi sebagai perdarahan jaringan lunak, otot dan sendi. Riwayat keluarga dapat
membantu dalam pemeriksaan kelainan yang dicurigai diwariskan dan bersifat terkait-kromosom
x ataupun autosomal. Gambar 2 merupakan pendekatan umum untuk pasien dengan perdarahan,
termasuk kemungkinan pertimbangan diagnostik. Begitu anamnesis lengkap dan pemeriksaan
fisik selesai dilakukan, sejumlah pemeriksaan laboratorium dapat mengarahkan dokter pada
3
kemungkinan diagnosis. Menegakkan diagnosis hemophilia membutuhkan kuantifikasi kadar
faktor koagulasi tertentu.
Dasar-Dasar Hemofilia
Hemofilia diwariskan sebagai kelainan genetic resesif terkait-kromosom X, dan diagnosis
penyakit ini harus dipertimbangkan pada pasien yang mudah mengalami lebam atau pasien
dengan riwayat keluarga adanya kecenderungan perdarahan pada sanak saudara laki-laki.
Meskipun demikian, sekitar sepertiga kasus disebabkan oleh mutasi baru yang terjadi spontan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pengukuran kadar faktor koagulasi spesifik namun dapat
dicurigai berdasarkan hasil pemeriksaan skrining pembekuan darah standar. Dengan defisiensi
biasanya terjadi pada FVIII atau FIX, waktu tromboplastin parsial yang teraktivasi (aPTT) juga
akan mengalami pemanjangan karena kedua faktor ini merupakan bagian dari jalur koagulasi
intrinsic, yang diperiksa dengan aPTT. Pada defisiensi ringan, aPTT mungkin normal atau hanya
mengalami pemanjangan ringan. Bila gangguan perdarahan dicurigai dan pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya pemanjangan aPTT, pemeriksaan mixing dapat membantu
membedakan defisiensi faktor pembekuan dari diagnosis alternatif seperti adanya antibodi yang
dapat memperpanjang waktu pembekuan. Pemeriksaan mixing dilakukan dengan mengambil
sampel plasma pasien dan mencampurkannya dengan plasma normal dalam jumlah yang sama
besar. Bila terdapat defisiensi faktor pembekuan, plasma normal akan mengkompensasi
defisiensi yang dialami pasien dan pemeriksaan pembekuan darah (aPTT) akan menjadi normal.
Pemeriksaan aPTT mixing masih akan tetap memanjang pada penyakit dengan inhibitor
nonspesifik seperti bila terdapat antikoagulan mirip-lupus. Untuk diagnosis yang definitif, kadar
4
aktivitas faktor pembekuan yang spesifik harus diuji. Bila tidak ada riwayat keluarga yang
menunjukkan danya defisiensi faktor pembekuan yang spesifik, lebih baik dilakukan pengujian
untuk FVIII dan FIX.
Terapi pengganti faktor pembekuan merupakan terapi utama untuk hemophilia. Untuk lebam-
lebam minor dan episode perdarahan ringan, terapi suportif seperti es dan kompresi dapat
dilakukan. Pada beberapa kasus, terutama pada pasien dengan hemophilia A ringan, desmopresin
(DDAVP) dapat menyebabkan peningkatkan yang transien dari kadar FVIII dengan melepaskan
FVIII dan faktor von Willebrand ke dalam cadangan, yang mungkin sudah cukup untuk
mencapai hemostasis. DDAVP harus disimpan bagi pasien dimana efikasi obat ini sudah terbukti
dan untuk pasien dengan gejala perdarahan ringan-sedang. Terapi adjuvant tambahan yang
tersedia untuk episode perdarahan meliputi antifibrinolisis seperti asam aminokaproat dan
thrombin topical. Untuk perdarahan sedang atau berat, terapi pengganti faktor seringkali
dibutuhkan. Terdapat berbagai produk yang tersedia, termasuk faktor rekombinan dan produk
derivat plasma dengan inaktivasi virus, yang keduanya dianggap aman dan efektif. Tabel 1
menunjukkan sejumlah produk faktor yang tersedia berdasarkan isinya.
Pada umumnya, pada kasus-kasus darurat, paling baik memberikan terapi dengan produk yang
sama dengan yang biasanya digunakan pasien bila pasien sudah pernah diterapi sebelumnya;
beberapa pasien bahkan mungkin datang ke IGD dengan membawa produk mereka sendiri.
Produk seperti kriopresipitat (yang mengandung FVIII namun tidak mengandung FIX) dan fresh
frozen plasma (FFP) (yang mengandung FVIII dan FIX) hanya boleh diberikan bila tidak ada
produk pengganti faktor pembekuan yang tersedia. Pada umumnya, setiap unit produk FVIII per
kilogram berat badan akan menyebabkan terjadinya peningkatkan kadar plasma FVIII sebesar
2%, dan waktu paruh FVIII adalah sekitar 8-12 jam. Sebaliknya, setiap unit produk FIX per
5
kilogram berat badan akan meningkatkan kadar FIX plasma sebesar 1% dengan waktu paruh 18-
24 jam. Tabel 2 meliputi pedoman pemberian dosis umum untuk pilihan terapi spesifik pada
pasien dengan hemophilia. Selain berat badan pasien dan tingkat keparahan perdarahan darurat,
kandungan faktor aktual untuk vial, yang tertulis pada label atau pada pembungkus, harus juga
diperhitungkan dalam menghitung dosis, karena konsentrasi biasanya bervariasi tergantung dari
produsen. Lebih baik memberikan keseluruhan isi vial untuk meminimalisasi pemborosan.
Kegawatdaruratan Hemofilia
Semua pasien dengan hemophilia memiliki risiko mengalami episode perdarahan yang berat dan
mengancam nyawa, yang membutuhkan penanganan darurat. Evaluasi dan pengenalan segera
diagnosis hemophilia yang mendasari dapat mengurangi risiko hasil akhir yang tak diinginkan
pada populasi pasien ini.
Perdarahan Jaringan Lunak dan Hemartrosis
Perdarahan jaringan lunak dan hemartrosis merupakan komplikasi perdarahan yang paling sering
dijumpai pada hemophilia yang membutuhkan terapi di UGD. Hematoma intramuskuler dapat
bermanifestasi sebagai massa yang sulit dipalpasi namun dapat dideteksi dengan adanya
peningkatkan lingkar anggota gerak dan nyeri bila bergerak. Perdarahan otot yang dalam dapat
menyebabkan terjadinya kontraksi otot berat dan atrofi bila tidak ditangani sebagaimana
mestinya. Perdarahan di dalam ruang sendi biasanya terjadi pada pergelangan kaki, lutut dan
siku. Hemartrosis biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan berkurangnya jangkauan gerak
6
karena kapsul sendi mengalami distensi. Gejala ini kemudian diikuti dengan rasa panas, nyeri
tekan dan pembengkakan. Hemartrosis rekuren atau hemartrosis yang tidak ditangani degan baik
dapat menyebabkan terjadinya artropati hemophilia, yang merupakan kondisi yang sangat
menyakitkan dan menyebabkan kecacatan. Baik hematoma intramuskuler dan hemartrosis
membutuhkan terapi segera dengan faktor pembekuan, biasanya 80-100% koreksi pada awalnya.
Pemeriksaan pencitraan pada umumnya tidak diperlukan untuk perdarahan akut.
Perdarahan Susunan Saraf Pusat
Perdarahan di dalam susunan saraf pusat merupakan salah satu kegawatdaruratan yang paling
sering dijumpai pada pasien dengan hemophilia. Kebanyakan terjadi akibat trauma, namun
perdarahan ini dapat terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu setelah terjadinya cedera
minor, sehingga harus dipertimbangkan bahkan pada pasien tanpa riwayat trauma. Perdarahan
intrakranial dapat meliputi perdarahan subdural, epidural atau intraparenkimal. Perdarahan pada
semua lokasi dapat menyebabkan deteriorasi neurologis cepat, edema otak, kemungkinan
herniasi batang otak, dan kematian. Meskipun demikian, bahwa perdarahan intraparenkim yang
kecil dapat menyebabkan sekuele neurologis yang permanen. Pemberian pengganti faktor
pembekuan yang cepat untuk mengkoreksi status koagulasi sampai 100% kadar normal sangat
dibutuhkan dengan koreksi kontinu selama minimal 2-3 minggu. Bayi baru lahir lebih berisiko
dibandingkan bayi normal untuk komplikasi ini, terutama mungkin berhubungan dengan trauma
persalinan, dan diperkirakan 3,5-4% dari semua bayi laki-laki dengan hemophilia di negara maju
mengalami perdarahan susunan saraf pusat selama periode neonatal.
7
Gejala dan tanda-tanda klinis pada bayi baru lahir dengan perdarahan intrakranial dapat tersamar,
meliputi anemia dan pucat, yang diikuti dengan gejala neurologis seperti kejang, apnea, letargi
dan paresis. Untuk pasien di luar kelompok usia neonatal, perdarahan intrakranial terjadi pada 3-
10% populasi hemophilia, terutama berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini juga lebih
sering terjadi pada pasien yang diberi terapi faktor pembekuan sesuai kebtuhan dibandingkan
dengan pasien yang diberikan resimen terapi profilaksis. Bila anak dengan hemophilia dicurigai
mengalami perdarahan intrakranial akibat adanya riwayat cedera kepala ataupun adanya gejala
neurologis, praktek yang umum dilakukan adalah memberikan infus faktor pembekuan sebelum
melakukan foto kepala. Pemeriksaan pencitraan dapat meliputi ultrsonografi kepala pada ubun-
ubun neonatus, atau lebih sering lagi, CT scan tanpa kontras pada semua usia. Selain terapi
faktor pembekuan untuk mengoreksi defek faktor, intervensi bedah saraf untuk evakuasi darah
mungkin juga dibutuhkan, tergantung dari derajat cedera, termasuk volume dan durasi.
Hematoma epidural spinal jarang terjadi dan berpotensi menyebabkan kegawatdaruratan yang
menimbulkan kecacatan pada anak dengan hemofilia, terutama menyerag bayi dan anak kecil,
yang biasanya datang berobat dengan nyeri punggung tiba-tiba dan pada umumnya terjadi akibat
trauma namun juga dapat terjadi spontan atau tertunda. Gejala dapat meliputi trias klasik berupa
nyeri tulang punggung, nyeri radikuler dan defisit motorik sensorik; meskipun demikian, gejala
ini biasanya kurang spesifik pada anak kecil dan dapat meliputi nafsu makan menurun,
iritabilitas dan menangis. Tingginya ambang kecurigaan penting untuk diagnosis. Patogenesis
kondisi ini dianggap terjadi akibat ruptur vena epidural akibat adanya peningkatan tiba-tiba pada
tekanan intra-abdominal atau intra-thoraks. Defisit neurologis dapat terjadi beberapa jam sampai
beberapa hari setelah nyeri timbul. Koreksi status koagulasi segera sampai kadar aktivitas faktor
sebesar 100% penting untuk dilakukan, bahkan sebelum melakukan pemeriksaan pencitraan.
8
Pemeriksaan pencitraan harus meliputi MRI, yang merupakan pemeriksaan pilihan. Terapi masih
bersifat kontroversial. Dua pilihan yang ada meliputi terapi konservatif dengan terapi pengganti
faktor yang agresif untuk mempertahankan status koagulasi normal (kadar faktor 50-100%
selama setidaknya 2 minggu) ataupun intervensi bedah dengan laminektomi dekompresif, yang
berisiko menyebabkan perdarahan operatif tambahan dan deformitas tulang belakang. Keputusan
terapi harus juga mempertimbangkan ukuran dan lokasi hematoma, segmen tulang belakang
yang terkena, sert status klinis pasien. Hematoma yang berukuran besar, pergeseran segmen
tulang belakang, ataupun deficit neurologis progresif harus dipertimbangkan untuk ditangani
dengan intervensi bedah dengan terapi pengganti faktor pembekuan perioperatif.
Sindroma Kompartemen/Dekompresi Saraf
Kejadian perdarahan intramuskuker, yang biasanya diinduksi oleh trauma, dapat menyebabkan
terjadinya efek desak-ruang di dalam kompartemen fascia yang tertutup ketat, terutama pada
lengan bawah dan betis, yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakompartemen
yang dikenal sebagai ‘sindroma kompartemen’. Hal ini menyebabkan terjadinya risiko kecacatan
neurologis permanen bila mengenai bundle vaskuler atau neurologis. Gejala akan memburuk dari
bengkak menjadi parestesia atau paresis, kompresi arteri, hilangnya denyut, dan pada akhirnya,
ekstremitas mendingin. Terapi dapat diberikan dengan terapi konservatif berupa terapi pengganti
faktor pembekuan sampai kadar aktivitas faktor pembekuan sebesar 100% bila dapat dideteksi
secara dini, dan kadar faktor pembekuan harus dipertahankan lebih dari 50% sambil terus
memantau ekstremitas seara ketat untuk melihat adanya perbaikan, termasuk resolusi nyeri dan
bengkak. Bila tekanan intrakompartemam meningkat atau bila gejala sindroma kompartemen
9
seperti hilangnya denyut atau ekstremitas dingin muncul kemucian, dekompresi darurat, biasanya
melalui fasciotomi, harus dilakukan. Penting diingat bahwa hemostasis normal dengan kadar
aktivitas faktor pembekuan yang telah dikoreksi sampai 100% dibutuhkan sebelum prosedur
operasi dapat menurunkan tekanan kompartemen.
Perdarahan intramuskuler serius palign sering terjadi pada muskulus iliopsoas. Pasien dapat
datang dengan gejala akut abdomen, mirip dengan apendisitis, termasuk nyeri perut kuadran
bawah dan nyeri berat pada ekstensi panggul. Perdarahan ilipsoas mungkin dapat menyebabkan
kompresi nervus femoralis, yang bermanifestasi sebagai berkurangnya sensasi pada aspek
anterior paha. Volume darah yang hilang pada ruang anatomis ini mungkin sudah cukup untuk
menyebabkan terjadinya anemia dan hipotensi. Ultrasonografi dapat membantu membedakan
perdarahan ke dalam sendi panggul vs muskulus iliopsoas. Dengan adanya kecurigaan
perdarahan muskulus iliopsias, terapi pegganti faktor sampai 100% harus dilakukan, dan begitu
diagnosis ditegakkan, terapi harus diteruskan sampai hematoma pulih sepenuhnya, yang
mungkin membutuhkan waktu beberapa minggu.
Perdarahan Abdominal
Perdarahan abdominal sebagai kegawatdaruratan biasanya dapat dibagi menjadi perdarahan
gastrointestinal (GI) dan trauma abdomen dengan rupture organ. Perdarahan gastrointestinal
lebih sering terjadi pada periode neonatal atau pada lansia namun dapat mngenai pasien hemfilia
dari semua kelompok usia. Ulkus duodenum dan gastritis merupakan penyebab tersering dari
perdarahan GI. Evaluasi pasien dan luasnya perdarahan dapat menentukan sifat kgawatdaruratn
dan kondisi ini. Hilangnya darah akut yang cepat dari saluran GI merupakan kegawatdaruratan
10
medis dan dapat menyebabkan terjadinya hipotensi dengan adanya darah keluar melalui rectum
ataupun hematochezia atau melena. Terapi pengganti faktor pembekuan segera untuk
mengoreksi hemostasis sampai mendekati 100% dibutuhkan, bersama juga dengan terapi suportif
termasuk resusitasi darah dan cairan sesuai kebutuhan. Begitu hemostasis tercapai, pemeriksaan
untuk mnenetukan penyebab perdarahan dapat mulai dilakukan. Durasi penggantian faktor
pembekuan akan ditentukan oleh intervensi terapeutik dari kondisi yang mendasari.
Trauma tumpul abdomen pada pasien dengan hemophilia dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi berupa hematoma dinding abdomen, ruptur limpa, rupture kapsul ginjal, cedera
pankreas ataupun laserasi hepar. Hilangnya darah dalam jumlah besar atau ekssanguinisasi juga
dapat terjadi. Gejala pada umumnya dimulai dengan nyeri abdomen dan riwayat trauma
abdomen, namun penting diperhatikan bahwa komplikasi berat dapat tertunda manifestasinya
karena perdarahan dapat terus terjadi bahkan setelah terjadinya trauma ringan. Hematoma yang
meluas membutuhkan kontrol hemostasis dengan terapi pengganti faktor pembekuan (sampai
akdar aktivitas faktor sebesar 100%) sebagai upaya untuk mencegah terjadinya rupture
hematoma. Terkadang dibutuhkan intervensi bedah, dan koreksi dengan infus produk
antihemofilik yang sesuai untuk mencapai hemostasis normal dibutuhkan sebagai terapi
perioperative.
Perdarahan Jalan Napas
Gangguan jalan napas akibat perdarahan jarang terjadi sebagai kegawatdaruratan medis,
namunpada pasien dengan hemophilia, hal inimembuuthkan intervensi terapeutik segera. Gejala
dapat sangat bervariasi, meliputi tenggorokan bengkak, disfagia, batuk atau sesak napas.
11
Obstruksi jalan napas akibat kompresi trakea atau edema saluran napas atas dapat disebabkan
oleh berbagai etiologi seperti cedera leher akut dengan hematoma yang meluas akibat trauma
atau operasi, perdarahan retrofaringeal atau perdarahan trakea yang mungkin disebabkan oleh
instrumentasi gigi, hematoma epiglottis, pembengkakan lidah akibat hematoma arteri lingualis
atau hematoma sublingualis. Konsultasi dengan ahli otolaringologi dan anestesiologi serta ahli
hematologi harus dipertimbangkan dalam menangani perdarahan jalan napas dengan gangguan
jalan napas. Mengenali pedarahan sangat penting dalam skenario-skenario ini dan membutuhkan
terapi faktor segera untuk menormalisasi faktor pembekuan dalam sirkulasi sampai mendekati
100% sebagai upaya untuk menghentikan perdarahan. Kegagalan untuk menghentikan
perdarahan dapat menyebabkan dibutuhkannya intubasi atau trakeostomi untuk menanggulangi
obstruksi jalan napas. Pemeriksaan pencitraan seperti x-foto leher lateral dan CT harus dilakukan
untuk mengetahui luas hematoma dan tanda-tanda resolusi. Perawatan inap dan infus konsentrat
faktor berulang atau kontinu mungkin dibutuhkan sampai resolusi pembengkakan leher atau
resolusi perdarahan terjadi. Duras terapi pengganti faktor bergantng pada perdarahan itu sendiri
namun kemungkinan berlangsung minimal 7 hari dengan follow up rawat jalan yang ketat.
Kegawatdaruratan Mata
Trauma okuler atau perdarahan spontan membutuhkan tatalaksana segera pada pasien
hemophilia. Perdarahan ke dalam ruang tertutup pada mata atau perdarahan yang disertai dengan
ablatio retina meningkatkan peluang terjadinya kebutaan pada populasi hemophilia. Sebagai
contohnya, darah pada kamera okuli anterior atau hifema dapat menyebabkan terjadinya tekanan
intraokuler dan selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya atrofi nervus optikus dan/atau
12
kebutaan. Normalisasi kadar faktor segera sampai 100% melalui infus faktor diindikasikan pada
pasien ini, yang diikuti dengan penilaian oftalmologis darurat.
Pseudotumor
Perdarahan rekuren dan yang tidak ditangani ke dalam jaringan lunak, subperiosteum atau tulang
dapat menyebabkan terjadinya kista dengan kapsul fibrosa. Pembentukan hematoma berkapsul
atau pseudotumor merupakan komplikasi yang jarang terjadi yang mengenai sekitar 1% pasien
hemophilia. Pseudotumor biasanya avaskuler, namun kapsul ini biasanya sangat bervaskularisasi,
yang dapat berperna dalam terjadinya perdarahan terus menerus di dalam kapsul dan perluasan
masa seiring berjalannya waktu. Pseudotumor yang membesar dapat menyebabkan terjadinya
nekrosis tekanan dan destruksi struktur sekitar, erosi tulang dan gangguan neurovaskuler.
Meskipun pseudotumor sulit ditangani, pada umumnya kondisi ini bukan merupakan
kegawatdaruratan murni. Meskipun demikian, pasien-pasien ini berisiko kecil mengalami rupture
dan ekssanguinisasi dari pseudotumor pelvis atau paga, yang akan bermanifestasi sebagai gejala
perdarahan akut seperti hipotensi. Terapi pengganti faktor segera sampai normalisasi kadar
faktor sebesar 100% menggunakan konsentrat faktor (atau obat hemostatic yang sesuai)
merupakan terapi segera yang paling penting dengan perawatan suportif dan resusitatif lainnya.
Pertimbangan Khusus untuk Pasien dengan Inhibitor
Sekitar 20-30% pasien dengan hemophilia A berat dan 5% pasien dengan hemophilia B berat
akan mengembangkan antibodi immunoglobulin G terhadap faktor pembekuan yang diinfuskan
13
sebagai terapi penyakit yang mereka derita. Antibodi-antibodi ini menghambat fungsi dari faktor
pembekuan dan disebut sebagai inhibitor. Inhbitor juga dapat muncul pada penyakit yang ringan
atau sedang namun jarang terjadi. Terdapat inhibitor titer tinggi atau titer rendah, yang
mencerminkan jumlah aktivitas inhibisi terhadap faktor pembekuan. Inhibitor harus dicurigai
muncul pada pasien yang melaporkan adanya peningkatakn episode perdarahan meskipun sudah
dilakukan terapi pengganti faktor atau bila dosis yang dibutuhkan pasine meningkat untuk
mendapatkan efek yang sama. Pemeriksaan definitive untuk inhibitor ini disebut assay Bethesda
dimana 1 unit Bethesda (BU) sama dengan jumlah inhibitor yang menetralisir 50% kadar
aktivitas faktor pada plasma normal. Inhibitor titer rendah didefinisikan sebagai inhibitor sebsar
kurang dari 5 BU, dan inhibitor titer tinggi dalah inhibitor yang lebih tinggi dari 5 BU. Strategi
terapi dapat berbeda antara inhibitor titer tinggi dan titer rendah. Dengan dosis konsentrat faktor
yang lebih besar, Anda mungkin dapat menanggulangi inhibitor titer rendah sampai
mendapatkan efek terapi. Meskipun demikian, inhibitor titer tinggi tidak berespon terhadap
peningkatan dossi pengganti faktor, dan agen bypass dibutuhkan untuk profilaksis ataupun
sebagai terapi perdarahan. Agen bypass meliputi rekombinan faktor VII teraktivasi (rFVIIa),
seperti NovoSeven, atau konsentrat kompleks protrombin teraktivasi (aPCC) seperti factor eight
inhibitor bypassing activity (FEIBA). Agen bypass memungkinkan hemostasis tercapai
meskipun terdapat inhibitor karena agen bypass ini berjalan memutari kaskade koagulasi dimana
inhibitor ini bekerja.
Sebagaimana halnya dengan kondisi kegawatdaruratan yang dibahas dalam tinjauan pustaka ini,
koreksi hemostasis cepat dengan terapi pengganti faktor dalam dosis yang tepat pada pasien
dengan inhibitor penting untuk dilakukan. Adanya inhibitor dapat membuat terapi pasien
hemophilia menjadi lebih sulit. Terapi yang agresif dengan dosis pengganti faktor yang lebih
14
tinggi atau pemberian dosis berulang agen bypass mungkin dibutuhkan untuk mencapai efek
hemostatic normal. Strategi penentuan dosis bervariasi, dan konsultasi segera dengan ahli
hematologi dapat diindisikasi pada beberapa kasus darurat, terutama dalam tatalaksanan efektif
pada pasien hemophilia dengan inhibitor.
Hemofilia Didapat
Hemofilia didapat merupakan gangguan yang jarang ditemukan namun berpotensi mengancam
nyawa, yang disebabkan oleh adanya pembentukan autoantibodi terhadap faktor pembekuan,
seperti FVIII, yang menyebabkan pasien tersebut mengalami defisiensi protein pembekuan.
Kondisi ini dikarakterisir oleh onset gejala perdarahan yang tiba-tiba pada pasien yang tidak
memiliki riwayat keluarga untuk gangguan perdarahan. Kelainan ini jarang diteukan dan hanya
mengenai sekitar 1 kasus per 1 juta orang per tahun namun memiliki tingkat mortalitas yang
tinggi yakni 10-20%. Teradapat distribusi usia bifasik dengan puncak pada periode dewasa muda
(usia 20-30 tahun) dan puncak lain yang lebih besar pada usia 70-80 tahun. Kehamilan mungkin
berhubungan dengan pembentukan autoantibdi terhadap fakor pembekuan dan berperan dalam
mengapa kondisi ini lebih banyak terjadi pada perempuan pada kohor yang berusia muda,
sementara kasus inhibitor yang terjadi pada usia lebih dari 60 tahun lebih sering terjadi pada pria.
Hemofilia didapat seringkali berhubungan dengan kondisi lain yang mendasari seperti
kehamilan, gangguan autoimun, keganasan dan reaksi obat; namun demikian, sekitar 50%
diantaranya bersifat idiopatik. Presentasi klinis dari hemophilia didapat seringkali berbeda dari
hemophilia klasik. Hemartrosis, yang sering terjadipada hemophilia klasik, jarang terjadi pada
autoantibodi didapat; meskipun demikian, 80% atau lebih dari kasus hemophilia didapat
15
bermanifestasi sebagai perdarahan kulit, otot, jaringan lunak dan membrane mukosa. Tingkat
keparahan perdarahan pada pasien dengan hemophilia didapat dapat serius atau mengancam
nyawa, termasuk perdarahan intraserebral atau perdarahan retroperitoneal progresif.
Diagnosis hemophilia didapat membtuuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi dan harus
diinvestigasi bila terdapat gejala perdarahan klinis dan pemanjangan aPTT, yang tidak dapat
dikoreksi dengan pemeriksaan mixing. Diagnosis definitive dibuat berdasarkan adanya defisiensi
faktor, yang dideteksi sebagai kadar aktivitas fatkro yang rendah (biasanya FVIII rendah) dan
adanya inhibitor faktor, yang dilaporkan dalam BU. Tatalaksana hemophilia didapat sama
dengan hemophilia klasik tanpa inhibitor. Tujuan utama dari terapi adalah untuk mengontrol
perdarahan akut dan kemudian mengeradikasi antibody inhibitorik untuk terapi jangka panjang.
Konsentrat spesifik-faktor (seperti konsentrat FVIII) dan antifibrinolisis dapat diberikan untuk
terapi jangka pendek terhadap perdarahan dengan antibody titer rendah (<5 BU); meskipun
demikian agen bypass (seperti rFVIIa atau aPCC) dibutuhkan untuk inhibitor titer tinggi. Selain
infus faktor pembekuan atau produk bypass, eradikasi inhibitor biasanya dapat dicapai dengan
terapi imunosupresif, termasuk kortikosteroid, siklofosfamid, immunoglobulin dosis tinggi,
siklosporin, dan rituximab. Karena hemophilia didapat lebih cenderung beranifestasi sebagai
gejala perdarahan berat, penting juga mempertimbangkan kebutuhan transfusi PRC dini sebagai
tatalaksana darurat dari kondisi ini.
Meskipun hemophilia didapat merupakan kondisi yang jarang, penting untuk mengenali kondisi
ini dan mempersiapkan intervensi. Tinjauan pustaka terbaru mengenai hemophilia didapat pada
anak melaporkan 42 kasus autoantibodi terhadap faktor koagulasi, yang kebanyakan muncul
terhadp FVIII (76%), namun dapat juga muncul terhadap FIX (14%) dan faktor XI (5%). Gejala
yang paling sering meliputi perdarahan mukosa, perdarahan kulit dan hematoma; meskipun
16
demikian, 11% pasien bermanifestasi sebagai perdarahan intrakranial yang mengancam nyawa.
Tiga puluh tiga persen kasus yang dapat dievaluasi bersifat idiopatik, sementara kasus lainnya
berhubungan dengan kondisi lain termasuk penyakit autoimun (16%), infeksi (16%) dan
penggunaan antibiotik (22%) terutama penisilin dan obat mirip-penisilin. Enam puluh tiga persen
kasus berhubungan dengan inhibitor titer tinggi (>5 BU). Resimen terapi untuk perdarahan akut
meliputi konsentrat faktor, desmopresin, agen antifibrinolisis dan agen bypass. Eradikasi
antibody inhibitorik meliputi sejumlah resimen imunosupresif, dan 8% kasus mengalami resolusi
spontan tanpa terapi. Secara keseluruhan, hasil akhir terapi biasanya baik, dengan 80% kasus
mengalami resolusi setelah median 2,5 bulan (kisaran, 0,3-24 bulan), termasuk 100% kasus yang
berhubungan dengan infeksi atau antibiotik.
Hemofilia pascapersalinan didapat menyebabkan 10-20% kasus hemophilia didapat. Kondisi ini
biasanya terjadi pada wanita primigravida dalam waktu 3 bulan pascapersalinan. Autoantibodi
dapat juga muncul selama kehamilan dan menyebabkan terjadinya perdarahan intrauterine yang
berat. Neonatus dapat terkena akibat transfer transplasental autoantibodi IgG yang dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan yang mengancam nyawa. Kebanyakan antibody terhadap
faktor koagulasi akan mengalami resolusi spontan setelah persalinan (median 30 bulan) dan
jarang terjadi pada kehamilan berikutnya.
Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan perdarahan, dan kebanyakan pasien mengalami kejadian
perdarahan dengan tingkat keparahan yang bervariasi seumur hidup mereka. Meskipun pasien
dengan hemophilia dapat datang ke UGD untuk infus faktor pembekuan rutin sebagai terapi
17
perdarahan minor atau hemartrosis tanpa komplikasi, episode perdarahan darurat berat, meskipun
lebih jarang terjadi, membutuhkan pengenalan dan intervensi segera. Infus dosis tinggi dengan
konsentrat faktor (VIII atau IX) pada umumnya dibtuhkan untuk memulai koreksi hemostasis,
bahkan sebelum dilakukan pemeriksaan diagnostik. Pemeliharaan hemostasis dengan pemberian
dosis tabahan dapat diteruskan seperlunya sampai perdarahan dapat dikontrol dan penyembuhan
dimulai. Situasi-situasi khusus seperti adanya inhibitor dapat membutuhkan pilihan terapi
spesifik seperti agen bypass (FEIBA atau rFVIIa) untuk menghentikan perdarahan. Layanan
konsultatif seperti hematologi, bedah atau keahlian lainnya tergantung dari lokasi perdarahaan
harus dilakukan pada awal proses evaluasi pasien untuk memastikan tercapainya hasil akhir
tatalaksana jangka panjang yang terbaik.
18