hematopoeisis

35
LI 1 Hemostasis 1.1 Definisi Hemostasis adalah proses fisiologis yang membantu mempertahankan darah dalam bentuk cairan dan mencegah keluarnya darah dari pembuluh darah yang rusak dengan pembentukan clot. Banyak protein koagulasi yang dilibatkan dalam reaksi yang berpresipitasi pada proses hemostatis. Kekurangan pada salah satu protein koagulasi dapat menyebabkan pendarahan. 1.2 Sistem Hemostasis terdiri dari sistem regulasi kompleks yang bergantung pada keseimbangan peka antara beberapa sistem. Sistem yang terlibat dalam proses hemostasis terdiri dari sistem vascular, sistem koagulasi, sistem fibrinolysis, platelet, sistem kinin, serine protease inhibitor dan sistem komplemen. Sistem-sistem tersebut bekerja bersama ketika alur endotel pembuluh darah rusak akibat trauma mekanik, agen fisik, atau trauma kimiawi, menghasilkan clot. Clot akan menghentikan perdarahan dan pada nantinya akan dilarutkan melalui proses fibrinolisis. Hasilnya, terdapat keseimbangan peka antara produksi dan peleburan clot selama proses hemostasis. Gangguan keseimbangan ini dapat mengpresipitasi thrombosis atau terjadinya hemorrhage sebagai hasil dari hiperkoagulasi atau hipokoagulasi, secara berturut-turut. http://labmed.ascpjournals.org/content/33/12/948.full.pdf 1.3 Mekanisme 1. Proses Primer Hemostasis primer didefinisikan sebagai pemembentukan platelet plug primer dan melibatkan platelet, dinding pembuluh darah, dan faktor von Willebrand. Sebagai aturan utama, kelainan pada hemostasis primer menghasilkan hemorrhage pada permukaan mucosal ( epistaksis, melena, hematuria ), petekie atau ecchymotic hemorrhage, dan pendarahan yang panjang setelah luka. Jika kelainan lebih berat, pendarahan lebih tipikal ke

description

pbl

Transcript of hematopoeisis

LI 1Hemostasis

1.1 Definisi

Hemostasis adalah proses fisiologis yang membantu mempertahankan darah dalambentuk cairan dan mencegah keluarnya darah dari pembuluh darah yang rusakdengan pembentukan clot. Banyak protein koagulasi yang dilibatkan dalam reaksiyang berpresipitasi pada proses hemostatis. Kekurangan pada salah satu proteinkoagulasi dapat menyebabkan pendarahan.

1.2 Sistem

Hemostasis terdiri dari sistem regulasi kompleks yang bergantung padakeseimbangan peka antara beberapa sistem. Sistem yang terlibat dalam proseshemostasis terdiri dari sistem vascular, sistem koagulasi, sistem fibrinolysis, platelet,sistem kinin, serine protease inhibitor dan sistem komplemen.

Sistem-sistem tersebut bekerja bersama ketika alur endotel pembuluh darah rusakakibat trauma mekanik, agen fisik, atau trauma kimiawi, menghasilkan clot. Clot akanmenghentikan perdarahan dan pada nantinya akan dilarutkan melalui prosesfibrinolisis. Hasilnya, terdapat keseimbangan peka antara produksi dan peleburanclot selama proses hemostasis. Gangguan keseimbangan ini dapat mengpresipitasithrombosis atau terjadinya hemorrhage sebagai hasil dari hiperkoagulasi atauhipokoagulasi, secara berturut-turut.http://labmed.ascpjournals.org/content/33/12/948.full.pdf

1.3 Mekanisme

1. Proses PrimerHemostasis primer didefinisikan sebagai pemembentukan platelet plugprimer dan melibatkan platelet, dinding pembuluh darah, dan faktor vonWillebrand. Sebagai aturan utama, kelainan pada hemostasis primermenghasilkan hemorrhage pada permukaan mucosal ( epistaksis, melena,hematuria ), petekie atau ecchymotic hemorrhage, dan pendarahan yangpanjang setelah luka. Jika kelainan lebih berat, pendarahan lebih tipikal kekelainan hemostasis sekunder. Oleh karena itu, percobaan hewan denganmanifestasi klinis tipikal kelainan hemostasis primer dapat memiliki jumlahplatelet atau fungsi abnormal, faktor von Willebrand abnormal atau kelainandinding pembuluh darah.

Endothelium normal mencegah hemostasis dengan memberi barrier fisik danmengsekresi produk yang menghambat platelet, terdiri dari nitrit oksida danprostaglandin I2 ( Prostacyclin ). Ketika terjadi luka pada dinding pembuluhdarah, terjadi vasokontriksi, fenomena yang terinduksi lokal. Vasokontriksi

tidak hanya mengurangi kehilangan darah ke ekstravaskular, tetapi jugamenghambat aliran darah lokal, memperkuat pelekatan platelet kepermukaan subendotelial dan aktivasi proses koagulasi. Pembentukan plugplateret primer melibatkan adhesi platelet, diikuti oleh aktivasi platelet danagregasi untuk membentuk plug platelet.

1. Adhesi PlateletPeristiwa pertama pada hemostasis adalah adhesi platelet padasubendothelium. Di area dengan shear rate yang tinggi ( padamicrovasculature ), peristiwa ini di mediasi oleh faktor von Willebrand (vWf ), yang mengikat glikoprotein Ib-IX pada membrane platelet. Di areadengan shear rate rendah ( contohnya aorta ), fibrinogen memediasiikatan platelet ke subendotelium ( dengan menempel pada reseptorplatelet integrin, glikoprotein Ia/IIa ).

2. Aktivasi PlateletAdhesi platelet dengan dinding pembuluh mengaktivasi mereka,mengakibatkan platelet berubah bentukuntuk mengaktivasi reseptorkolagen pada permukaan mereka ( suatu reseptor integrin yang disebutglikoprotein IIb/IIIa ) dan untuk merelasasikan reaksi ( release granulaalpha dan dense ). Sebagai tambahan, melalui aktivasi, plateletmengsintesis dan merelasasikan thromboxane A2 ( TXA2 ) dan faktoraktivasi platelet ( PAF ), yang merupakan agonist agregasi platelet danvasokontriktor.

3. Agregrasi PlateletThromboxane2, PAF, ADP dan serotonin ( ADP dan serotonin direlasasikandari granula padat ) adalah agonist platelet, menyebabkan aktivasi danpengerahan platelet tambahan, yang berikatan dengan platelettertempel. Aktivasi ini diperkuat oleh thrombin melalui kaskadekoagulasi; thrombin menjadi agonist penting platelet. Agragasi plateletdimediasi oleh fibrinogen ( vWf memiliki peran tambahan ), yangmengikat ke glikoprotein IIb/IIIa pada platelet yang berdekatan. Agregasiini mengarah ke formasi plug platelet primer, yang harus di stabilisasioleh pembentukan fibrin.

Platelet juga berkontribusi ke hemostasis sekunder ( kaskade koagulasi )dengan menyediakan permukaan fosfolipid ( PF3 ) dan reseptor untukmengikat faktor koagulasi.

2. Hemostasis SekunderHemostasis sekunder adalah formasi fibrin melalui kaskade koagulasi. Prosesini melibatkan faktor koagulasi yang beredar, yang berperan sebagai enzim (butuh aktivasi ) dan kofaktor ( fakor V dan VIII ), kalsium dan platelet (platelet menyediakan sumber fosfolipid [ PF3 ] dan tempat ikatan dimanaproses kaskade koagulasi berlangsung). Kelainan pada kaskade koagulasibermanifestasi pada pendarahan serius jika dibandingkan kelainan padahemostasis primer. Manifestasi tersebut terdiri dari pendarahan hinggarongga tubuh ( dada, sendi ) dan hematom subkutan. Hemorrhage petekitidak terlihat pada kelainan hemostasis sekunder. Kelainan ini memiliki gejalayang sama pendarahan akibat kelainan hemostasis primer, termasukepistaksis dan pendarahan setelah operasi atau luka, yang membuatnya sulituntuk dibedakan antara kelainan 2 jalur hanya berdasarkan tanda klinis.

Kaskade koagulasi secara tradisional dibagi menjadi 3 jalur: instrinsik,ekstrinsik, dan bersama.

1. Jalur Ekstrinsik melibatkan faktor jaringan dan kompleks faktor VII, yangmengaktivasi faktor X.2. Jalur Intrinsik melibatkan high molecular weight kininogen, prekallikrein,dan faktor XII, XI, IX dan VIII. Faktor VIII berperan sebagai kofaktor ( dengankalsium dan fosfolipid platelet ) untuk aktivasi faktor X melalui faktor IX.3. Jalur bersama melibatkan generasi thrombin melalui faktor X, dariprothrombin ( difasilitasi oleh faktor V, kalsium dan fosfolipid platelet ),dengan produksi terakhir dari fibrin dari fibrinogen.

Sistem pembekuan darah atau jalur koagulasi, seperti sistem komplemen, adalahkaskade proteolitik. Tiap enzim dari masing-masing jalur terdapat pada plasmasebagai zymogen ( bentuk inaktif ), yang pada aktivasinya mengalami pembelahanproteolitik untuk merelasasikan faktor aktif dari molekul prekusor. Jalur koagulasiberfungsi sebagai rangkaian dari umpan balik positif dan negatif yang dapatmengontrol proses aktivasi. Tujuan utama jalur ini adalah untuk menghasilkanthrombin, yang dapat mengubah fibrinogen larut menjadi fibrin, sehinggamembentuk bekuan. Generasi thrombin dapat dibagi menjadi tiga fase, jalurinstrinstik dan ekstrinsik, yang terdapat berbagai jalur alternatif untuk menghasilkanfaktor X, dan jalur bersama, yang menghasilkan formasi thrombin.

1.4 Mekanisme kontrol

1.5 Proses

Jalur Instrinsik

Jalur instrinsik teraktivasi ketika darah kontak dengan jaringan penyambung subendothelial atau terkena dengan permukaan bermuatan negative sebagai akibat darikerusakan jaringan. Secara kuantitatif jalur ini paling penting diantara dua jalur,namun paling lamban untuk membelah fibrin dibandingkan dengan jalur ekstrinsik.Faktor Hageman ( faktor XII ), faktor XI, prekallikrein, dan high molecular weightkininogen ( HMWK ) terlibat pada aktivasi melalui jalur ini.

Langkah pertama adalah pengikatan faktor XII ke permukaan sub endothelial yangterpapar luka. Kompleks prekallikrein dan HMWK juga berinteraksi denganpermukaan yang terpapar di tempat terdekat ikatan faktor XII, yang menjadi aktif.Selama aktivasi, protein rantai tunggal dari faktor XII asal akan membelah menjadidua rantai ( 50 dan 28 kDa ), yang tetap terhubung dengan ikatan disulfida. Rantairingan ( 28 kDa ) memiliki tempat aktif dan molekulnya berhubungan dengan faktorHageman yang teraktivasi ( faktor XIIa ). Terdapat bukti bahwa faktor Hagemandapat autoaktifasi, sehingga jalurnya bersifat self-amplying ( memperkuat sendiri ).

Aktivasi faktor XII, pada gilirannya, mengaktivasi prekallikrein. Kallikrein yangdihasilkan dapat membelah faktor XII dan mekanisme penguatan berikutnya dipicu.Aktivasi faktor XII tetap menyisakan kontak dengan permukaan yang aktif,sedemikian rupa sehingga dapat mengaktivasi faktor XI, langkah selanjutnya padajalur instrinsik, yang berproses efisien, membutuhkan kalsium. Yang terlibat pada

tahap ini adalah HMWK, yang mengikat faktor XI dan mengfasilitasi proses aktivasi.Faktor XIa, XIIa, dan kallikrein yang aktif adalah serine protease.

Jalur intrinsic mengaktivasi faktor X, suatu proses yang dapat dilakukan tanpa jalurekstrinsik. Faktor X adalah molekul pertama dari jalur bersama dan teraktivasi olehkompleks molekul yang terdiri dari faktro IX, faktor VIII yang teraktivasi, kalisum danfosfolipid, yang terdapat pada permukaan platelet, tempat dimana reaksi inibiasanya terjadi. Keberadaan faktor VIII penting, terbukti sebagai ketiadaan faktorVIII dialami penderita hemophilia. Faktor VIII dimodifikasi oleh thrombin, suatureaksi yang menjadikan aktivitas faktor VIII yang kuat, mempromosikan aktivasifaktor X.

Jalur ekstrinsik

Jalur ekstrinsik adalah rute alternative untuk aktivasi kaskade pembekuan. Jalur inimenyediakan respon sangat cepat terhadap luka, mengenerasi faktor X yangteraktivasi secara instan, dibandingkan dengan jalur instrinsik yang membutuhkanwaktu beberapa detik atau menit. Funsi utama jalur ekstrinsik adalah untukmenambah aktivitas dari jalur intrinsic.

Terdapat dua komponen unik dari jalur ekstrinsik, faktor jaringan atau faktor III danfaktor VII. Faktor jaringan terdapat pada sebagian besar sel manusia berikatandengan membrane sel. Begitu teraktivasi, faktor jaringan berikatan secara cepatdengan faktor VII, yang kemudian beraktivasi untuk membentuk kompleks faktro

jaringan, faktor VII teraktivasi, kalsium dan sebuah fosfolipid. Kompleks ini kemudiandengan cepat mengaktivasi faktor X.

Sistem intrinsic dan ekstrinsik bertemu pada faktor X untuk suatu jalur bersama yangbertanggung jawab dalam produksi thrombin.

Formasi Clot

Hasil akhir dari jalur pembekuan adalah pembentukan thrombin untuk pengubahanfibrinogen menjadi fibrin. Fibrinogen adalah dimer yang larut dalam plasma. Paparanfibrinogen ke thrombin menghasilkan proteolyisis fibrinogen secaran cepat danmerelasasikan fibrinopeptide A. Kekurangan peptide A kecil tidak cukup untukmerender molekul fibrin tidak larut, suatu proses yang dibutukan untuk formasibekuan, namun cenderung membentuk kompleks dengan fibrin terdekat danmolekul fibrinogen. Peptide kedua, fibrinopeptide B, dibelah oleh thrombin, danfibrin monormer dibetuk oleh polymerise pembelah proteolyitic secara spontanuntuk membentuk gel tidak larut. Fibrin terpolymerasi, berpegangan bersama olehkekuatan non-kovalen dan elektrostaktis. Hal ini distabilisasi oleh enzimtransamindating faktor XIIIa, diproduksi oleh aktivitas thrombin pada faktor XIII.Fibrin tidak larut ini beragregasi, bersama dengan agregasi platelet, menghambatpembuluh darah yang rusak dan mencegah pendarahan lebih lanjut.

Fibrinolysis

Begitu hemostasis telah pulih dan jaringan telah diperbaiki, bekuan ( clot ) atauthrombus harus dihilangkan dari jaringan luka. Hal ini dilakukan melalui jalurfibrinolisis. Produk akhir dari jalur ini adalah enzim, plasmin. Plasmin dibentukmelalui aktivasi dari proenzim, plasminogen oleh baik plasma atau aktivator jaringan.Aktivator plasminogen jaringan ditemukan pada banyak jaringan, kecuali hati danplasenta, dimana mereka disintesasi oleh sel endothelial dan berkonsentrasi padadinding pembuluh darah. Aktivator plasminogen juga merupakan produk makrofag.Level dari aktivator jaringan di plasma normalnya rendah, namun dapat meningkatakibat latihan dan stress.

Dua bentuk plasminogen yang terdapat dalam plasma: yang satu memiliki asamglutamic pada N-terminal dari rantai polypeptide, dan disebut sebagai native atauglu-plasminogen, dan yang lainnya memiliki lysine. Bentuk terakhir muncul sebagaihasil degradasi sebagaian dari molekul parent dari pembelahan otomatis.

Pemicuan fibrinolisis terjadi ketikan aktivator plasminogen, plasminogen, dan fibrinberdekatan. Baik plasminogen dan aktivatornya mengikat secara giat ke fibrin ketikaclot terbentuk. Asosiasi dekat ini mencegah penghambatan aktivitas plasmin olehinhibitor, dan memperbolehkan proteolyisis dari fibrin setelah produksi lys-plasminogen. Inhibitor plasmin ( antiplasmin ) yang dapat mengontrol aktivitasplasmin terdiri dari alpha-1 antitrypsin, alpha-2 antiplasmin, C1 inhibitor danantithrombin III.

Plasmin menyerak fibrin paling tidak pada 50 tempat yang berbeda, mengurangibentuknya sehingga tidak lagi memiliki aktivitas hemostasis. Banyak pecahan yangterbentuk selama proses, dan beberapa menahan kapasitas untuk berpolymerise,sehingga, beberapa produk degradasi awal dapat bersaing dengan fibrinogen untukthrombin dan berperan sebagai inhibitor pembentukan clot. Ini dapat mencegah clotdihilangkan sebelum jaringan diperbaiki.

Normalnya, mekanisme pembekuan di seimbangi oleh reaksi berkebalikan pencegahkoagulasi, contohnya anti thrombin III yang mencegah faktor II, IX, X, XI dan XII aktif.Prostacyclin yang disekresi di endothelium vasukalr mencegah agregasi platelet.

1.6Pemeriksaan Hemostasis

Pemeriksaan faal hemosatasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untukmengetahui faal hemostatis serta kelainan yang terjadi. Pemeriksaan ini bertujuanuntuk mencari riwayat perdarahan abnormal, mencari kelainan yang mengganggufaal hemostatis, riwayat pemakaian obat, riwayat perdarahan dalam keluarga.Pemeriksaan faal hemostatis sangat penting dalam mendiagnosis diatesis hemoragik.

Pemeriksaan ini terdiri atas:

A. Tes penyaring meliputi :

1.2.3.4.5.

6.

Percobaan pembendunganMasa perdarahanHitung trombositMasa protombin plasma (Prothrombin Time, PT)Masa tromboplastin partial teraktivasi (Activated partial thromboplastin time,APTT)Masa trombin (Thrombin time, TT)

B.1.2.3.4.

1.

2.

Tes khusus meliputi :Tes faal trombositTes RistocetinPengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)Pengukuran alpha-2 antiplasmin

Tes penyaring meliputi :Percobaan PembendunganPercobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler darah dengan caramengenakan pembendungan pada vena, sehingga tekanan darah di dalam kapilermeningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar danmerembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik-titik merah kecil padapermukaan kulit, titk itu disebut dengan petekia.Untuk melakukan percobaan ini mula-mula dilakukan pembendungan padalengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan antara tekanan sistolikdan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama 10 menit. Jika percobaanini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup dipertahankan selama 5menit. Setelah waktunya tercapai bendungan dilepaskan dan ditunggu sampaitanda-tanda stasis darah lenyap. Kemudian diperiksa adanya petekia di kulit lenganbawah bagian voler, pada daerah garis tengah 5 cm kira-kira 4 cm dari lipat siku.Pada orang normal tidak atau tidak sama sekali didapatkan petekia. Hasil positifbila terdapat lebih dari 10 petekia. Seandainya di daerah tersebut tidak ada petekiatetapi jauh di distal ada, hasil percobaan ini positif juga.Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan sudah terjadi petekie,berarti percobaan pembendungan sudah positif hasilnya dan tidak perlu dilakukansendiri. Pada penderita yang telah terjadi purpura secara spontan, percobaan ini jugatidak perlu dilakukan.Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan unntuk mmengukurketahanan kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsitrombosit. Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan ini barhasilpositif.

Masa PerdarahanPemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vascular dan trombosituntuk menghentikan perdarahan.Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan lamanya perdarahan pada luka yangmengenai kapiler. Terdapat 2 macam cara yaitu cara Ivy dan Duke.Pada cara Ivy, mula-mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40 mmHg padalengan atas. Setalah dilakukan tindakan antisepsis dengan kapas alkohol, kulit lenganbawah bagian voler diregangkan lalu dilakukan tusukan denagn lancet sedalam3mm. Stopwatch dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik darah dihisapdengan kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilainormal berkisar antara 1-6 menit.Pada cara duke, mula-mula dilakukan tindakan antisepsis pada anak daun telinga.Dengan lancet, dilakukan tususkan pada tepi anak daun telinga. Stopwatchdijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik, darah dapat dihisap dengan kertassaring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkiasar

antara 1-3 menit. Cara Duke sebaiknya dipakai untuk bayi dan anak kecil dimanasukar atau tidak mungkin dilakukan pembendungan.Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang kurang memuaskankarena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik mengenai dalamnya,panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi antara hasil tes ini dankeadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit juga dapat mempengaruhihasil tes ini.Pada pemeriksaan ini tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu bercakdarah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa perdarahanyang kurang dari 1 menit juga disebabkan tusukan yang kurang dalam. Dalam halseperti ini, percobaan dianggap batal dan perlu diulang.Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya daripada cara Duke,karena pada cara Duke tidak dilakukan pembendungan sehingga mekanismehemostatis kurang dapat dinilai. Apabila pada cara Ivy perdarahan berlangsung lebihdari 10 menit dan hal ini diduga karena tertusuknya vena, perlu dilakukanpemeriksaan ulang pada lengan yang lain. Kalau hasilnya tetap lebih dari 10 menit,hal ini membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme hemostatis. Tindakanselanjutnya adalah mencari letak kelainan hemostatis dengan mengerjakanpemeriksaan-pemeriksaan lain.

3.

Hitung TrombositHitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Caralangsung dapat dilakukan dengan cara manual, semi otomatik, dan otomatik.Pada cara manual, mula-mula darah diencerkan dengan larutan pengencer laludiidikan ke dalam kamar hitung dan jumlah trombosit dihitung dibawah mikroskop.Untuk larutan pengencer yang dipakai larutan Rees Ecker atau larutan amoniumoksalat 1%. Cara manula mempunyai ketelitian dan ketepatan yang kurang baik,karena trombosit kecil sekali sehingga sukar dibedakan dari kotoran kecil. Lagi pulatrombosit mudah pecah dan cenderung saling melekat membentuk gumpalan sertamudah melekat pada permukaan asing. Oleh karena itu alat-alat yang dipakai harusbetul-betul bersih dan larutan pengencer harus disaring terlebih dahulu. Sebagaibahan pemeriksaan d ipakai darah dengan anticoagulant sodium ethylendiaminetetraacetate yang masih dalam batas waktu yang diijinkan artinya tidak lebih dari 3jam setelah pengambilan darah.Pada cara semi otomatik dan otomatik dipakai alat electronic particlecounter sehingga ketelitiannya lebih baik daripada cara manual. Akan tetapi cara inimasih mempunyai kelemahan, karena trombosit yang besar (giant trombocyte) ataubeberapa trombosit yang menggumpal tidak ikut terhitung, sehingga jumlahtrombosit yang dihitung menjadi lebih rendah.Pada cara tak langsung, jumlah trombosit pada sediaan hapus dibandingkanjumlah trombosit dengan jumlah eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapatdiperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit.Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah trombositdalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaringan.Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat dilakukan penilaian semi kuantitatif,juga dapat diperiksa morfologi trombosit serta kelainan hematologi lain. Bila sediaanhapus dibuat langsung dari darah tanpa antikoagulan, maka trombosit cenderung

membentuk gumpalan. Jika berarti membentuk gumpalan berarti tedapat gangguanfungsi trombosit.Dalam keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh caramenghitungnya dan berkisar antar 150.000 400.000 per l darah.Pada umumnya, jika morfologi dan fungsi trombosit normal, perdarahan tidakterjadi jika jumlah lebih dari 100.00/l. Jika fungsi trombosit normal, pasien denganjumlah trombosit diatas 50.000/l tidak mengalami perdarahan kecualai terjaditrauma atau operasi. Jumlah trombosit kurang dari 50.000/l digolongkantrombositopenia berat dan perdarahan spontan akan terjadi jika jumlah trombositkurang dari 20.000/l.

4. Masa Protrombin Plasma (protrombin time PT)Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalurekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin danfibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oralkarena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuanprotrombin, VII, IX, dan X.Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila kedalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37C, ditambahkan reagens tromboplastinjaringan dan ion kalsium.Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh dipakaioleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan duplo dandisertai kontrol dengan plasma normal.Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat yangdigunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai normal yang ditetapkansendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut.Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan faktor-faktorpembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor. Untukmembedakan hal ini, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakancampuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan perbandingan 1:1. Bila adainhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang.Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan dalam rasio, aktivitasprotombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT penderita dengan PTkontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan menentukan denganmenggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %.Pemeriksaan PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberianantikoagulan oral. Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai danperbedaan cara pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan dilaboratorium yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH(International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH (InternationalComitte for Standardization in Haematology) menganjurkan agar tromboplastinjaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadaptromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Jugadianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkansecara seragam denganmenggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkandengan ISI dari reagens tromboplastin yang digunakan.

5. Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (activated parsial thromboplastin timeAPTT)Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melaui jalurintrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen, XI, IX,VIII, X, V, protombin dan fibrinogen.Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila kedalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan aktivator serta ionkalsium pada suhu 370C. reagen tromboplastin parsial adalah fosfolipid sebagaipengganti platelet factor 3.Nilai normal tergantung dari reagens, cara pemeriksaan dan alat yang dipakai.Juga dianjurkan agar tiap laboratorium menentukan nilai normalnya sendiri. Hasilnyamemanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan dijalur intrinsik danbersama atau bila terdapat inhibitor. Sama seperti PT, untuk membedakan hal inidilakukan pemeriksaan ulang terhadap campuran plasma penderita dan plasmakontrol dengan perbandinagn 1:1. Bila hasilnya tetap memanjang, berarti adainhibitor. Pada hemofilia A maupun hemofilia B, APTT akan memanjang, tetapipemeriksaan ini tidak dapat membedakan kedua kelainan tersebut.Pemeriksaan ini juga dipakai untuk memnatau pemberian heparin. Dosis heparindiatur sampai APTT mencapai 1,5-2,5 kali nilai kontrol.

6. Masa Trombin (thrombin time TT)Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin.Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu

Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai. Hasil TT dipengaruhioleh kadar dan fungsi fibrinogen serta ada tidaknya inhibitor. Hasilnya memanjangbila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau fungsi fibrinogen abnormal ataubila terdapat inhibitor thrombin seperti heparin atau FDP (Fibrinogen degradationproduct).Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakancampuran plasma penderita dan plasma control dengan perbandingan 1:1 untukmengetahui adanya tidaknya inhibitor.Untuk membedakan apakah TT yang memanjang karena adanya heparin,fibrinogen abnormal atau FDP, dilakukan pemeriksaan masa reptilase. Reptilaseberasal dari bisa ularAneistrodon Rhodostoma. Apabila TT yang memanjangdisebabkan oleh heparin maka masa reptilase akan memberikan hasil normal,sedangkan fibrinogen abnormal atau FDP akan menyebabkan masa reptilasememanjang.

7. Pemeriksaan Penyaring Untuk Faktor XIIIPemeriksaan ini dimasukkan dalam pemeriksaan penyaring, karena baik PT,APTT, maupun TT tidak menguji factor XIII, sehingga adanya defisiensi F XIII tidakdapat di deteksi dengan PT, APTT, maupun TT.Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan factor XIII dalam menstabilkanfibrin.

Prinsipnya F XIII mengubah fibrin soluble menjadi fibrin stabil karenaterbentuknya ikatan cross link. Bila tidak ada F XIII, ikatan dalam molekul fibrin akandihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%. Cara pemeriksaannya adalahdengan memasukkan bekuan fibrin ke dalam larutan urea 5M atau asammonokhloroasetat 1%, kemudian setelah 24 jam stabilitas bekuan dinilai. Bila factorXIII cukup, setelah 24 jam bekuan fibrin tetap stabil dalam larutan urea 5M. jikaterdapat defisiensi factor XIII bekuan akan larut kembali dalam waktu 2-3 jam.

LI 2Hemofilia

2.1Definisi

Hemofilia adalah kelainan darah keturunan dimana darah tidak dapat membekudengan baik. Orang dengan hemofilia memiliki faktor pembekuan pada level rendahatau tidak sama sekali. semakin rendah kadarnya, semakin serius hemofilia, danmasalah seperti pendarahan tanpa jelas atau pendarahan akibat luka atauoperasi. (CDC)

2.2Klasifikasi

1. Hemofilia A ( Classic Hemophilia )Tipe ini diakibatkan oleh ketiadaan atau menurunnya faktor VIII ( 8 ).

2. Hemofilia B ( Christmas Diseasase )Tipe ini diakibatkan oleh ketiadaan atau menurunya faktor IX (9). ( CDC)

3. Acquired hemophilia jarang, namun merupakan kelainan pendarahan yangberpotensi life-threatening, disebabkan oleh perkembangan autoantibodi yangdiarahkan melawan faktor koagulasi plasma, paling sering Faktor VIII. Autoantibodimelawan protein faktor lain juga pernah dilaporkan.

4. Hemofilia C. Tidak seperti kecenderungan pendarahan pada hemofilia A atauhemofilia B, yang dengan jelas berhubungan dengan kadar faktor, risiko pendarahanpada hemofilia C tidak selalu dipengaruhi oleh parahnya jumlah kekurangan,terutama pada individu dengan defisieni sebagian. Beberapa pasien dengan defiensiparah tidak menunjukan pendarahan, sementara pasien dengan defisiensi ringandapat mengalami pendarahan berlebihan. Hal yang tidak terduga ini masih belumsepenuhnya dimengerti, sehingga hemofilia C sulit ditangani dibandingkan denganHemofilia A atau B.

Hemofilia A empat kali lebih sering terjadi dibandingkan B; B terjadi pada 1 dari 20--34,000 kelahiran anak laki-laki.

Hemofilia A maupun B dapat dibedakan menjadi 3 :

berat (kadar factor VIII atau IX sedang (kadar factor VIII atau IX antara 1% - 5%)ringan (kadar factor VIII atau IX antara 5% - 30%)

2.3Etiologi

Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII(Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).

Diturunkan sebagai sifat resesif terkait sex dengan manifestasi pendarahanhanya pada laki-laki. Gen yang mengontrol produksi faktor VIII dan IX terletak pada kromosom X,jika gen cacat, maka sintesis protein akan cacat Perempuan carrier membawa gen abnormal dan mentransfernya.

2.4Epidemiologi

Secara epidemiologi dikatakan bahwa angka kejadian hemofilia A berkisar yangpaling rendah 1 per 20.000 populasi dan yang tertinggi 1 per 10.000populasi, hemofilia A jauh lebih banyak dibandingkan dengan penderita hemofilia B,angka kejadian hemofilia B biasanya kurang dari seperlimahemofilia A, hemofilia dapat terjadi pada semua suku bangsa dan semua datalaporan dari World Federation of Haemofilia (WFH) 2002 tercatatjumlah penderita hemofilia yang terdaftar hanya 150 penderita, namun sejak tahun2005 setelah terbentuk organisasi Himpunan MasyarakatHemofilia Indonesia (HMHI) di Jakarta pendataan penderita sudah mulai terorganisir.Berdasarkan data terakhir dari Yayasan HemofiliaIndonesia/HMHI Pusat jumlah penderita hemofilia yang sudah teregistrasi sampaiJuli 2005 sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21 provinsi dari30 provinsi, berarti ada 9 provinsi yang belum membuat data registrasi kemungkinanadanya penderita hemofilia di daerahnya, dengan jumlahpenduduk Indonesia yang mencapai 217.854.000 populasi (BPS Indonesia, 2004),secara nasional prevalensi hemofilia hanya mencapai 4,1/1 jutapopulasi, angka ini sangat kecil dibandingkan prediksi secara epidemiologiseharusnya di Indonesia penderita hemofilia 21.000 orang.Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan jumlah penderita terbanyak yangterdata di HMHI yaitu dengan jumlah penderita 257 orangdengan jumlah penduduk 8,7 juta jiwa (BPS, 2004), prevalensinya 29,5/1 jutapopulasi (0,29/10.000 populasi), diikuti Sumatera Utara154 penderita dengan jumlah penduduk 12,1 juta jiwa (BPS, 2004), prevalensinya12,8/1 juta populasi (0,128/10.000 populasi), Jawa Tengah122 penderita dengan jumlah penduduk 32,5 juta jiwa (BPS, 2004) prevalensinya

3,7/1 juta populasi atau 0,037/10.000 populasi, Jawa Barat106 penderita, jumlah penduduk 38,6 juta jiwa (BPS, 2004), prevalensinya 2,75/1juta populasi atau 0,027/10.000 populasi, Jawa Timur 92 penderitadengan jumlah penduduk 26,4 juta jiwa (BPS, 2004), prevalensinya 2,52/1 jutapopulasi atau 0,052/10.000 populasi).Prevalensi hemofilia di masing-masing provinsi di Indonesia sangat bervariasi danmasih sangat kecilsekali. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2006/ppgb_2006_adi_koesoema_aman.pdf

http://www.health.qld.gov.au/haemophilia/images/inherited%20chart.jpg

2.5Patogenesis

2.6Manifestasi Klinis

Hemofilia A dan B memiliki manifestasi klinis yang sama.

Pendarahan Sendi Sendi-sendi (Hemarthrosis)Patofisiologi: Pendarahan mungkin bermula dari pembuluh synovial ke ruangsynovial. Reabsorpsi darah ini sering tidak lengkap, mengakibatkan sinovitisproliferative kronik, dimana sinovium lebih tebal dan vascular, menyebabkansebuah target joint dengan pendarahan yang terus berulang. Terdapatdestruksi pada struktur sekitar seperti necrosis tulang, pembentukan kista,osteofit.

Terminal stage: Chronic Hemophiliac arthropathy: fibrous or bony ankilosing ofthe joint.

Lutut, pergelangan kaki, siku adalah tempat yang paling sering terjadi.Mulai ketika anak-anak mulai merangkak dan berjalan.

Banyak pendarahan terjadi antara umur 615 tahun. Pendarahan Sendi tunggal: Single joint bleed: kekakuan, pembengkakan,nyeri, loose pack position

Sub Acute Hemarthrosis

Berkembang setelah pendarahan berulang pada sendi. Synovium menjaditerinflamasi. Hipertropi, hyperplasia, dan menaiknya vaskularitas membrane synovial. Hemosiderosis ; hemoglobin darah intraartikular tergradasi dan ironterdeposit ke ruang sendi.

Chronic Arthropathy

Destruksi sendi progresif Pannus ( sinovium terinflamasi ) dan enzim mulai menghancurkan tulangrawan articular Microfracture dan pembentukan kista di tulang subkondral. Tahap akhir: kontraktur firbrous sendi dan permukaan sendi tidak teratur.

Muscle Bleeds

Pendarahan hingga otot atau jaringan lunak Kurang cenderungan untuk pendarahan berulang Tempat: iliopsoas, betis, tangan atas dan lengan bawah, paha, daerah bahu,pantat Symptoms: rasa sakit, pembengkakan, kejang otot Complications: pemampatan saraf, kontraktur

Tempat pendarahan yang lain: Perut Saluran pencernaan Pendarahan intracranial Sekitar struktur vital pada leher

2.7Diagnosis

1. AnamnesisKeluhan penyakit ini dapat timbul saat : Lahir : perdarahan lewat tali pusat. Anak yang lebih besar : perdarahan sendi sebagai akibat jatuh pada saat belajar berjalan. Ada riwayat timbulnya biru-biru bila terbentur (perdarahan abnormal).

2. Pemeriksaan fisikAdanya perdarahan yang dapat berupa : Hematom di kepala atau tungkai atas/bawah Hemarthrosis Sering dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi dari otot, pergerakan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi yang sering terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan sendi bahu.

3. Pemeriksaan penunjang APTT/masa pembekuan memanjang PPT (Plasma Prothrombin Time) normal SPT (Serum Prothrombin Time) pendek Kadar fibrinogen normal Retraksi bekuan baik

Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan hemostatis, seperti pemanjangan masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin partial teraktivasi (APTT), abnormalitas uji tromboplastin generation, dan masa pendarahan dan masa protrombin (PT) dalam masa normal. Diagnosis definitif ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas F VIII/F IX , dan jika sarana pemeriksaan sitogenetik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan petanda gen F VIII/F IX. Aktivitas F VIII/F IX dinyatakan dalam U/ml dengan arti aktivitas faktor pembekuan dalam 1 ml plasma normal adalah 100 %. Nilai normal aktivitas F VIII/F IX adalah 0,5-1,5 U/ml atau 50-150 %. Diagnosis antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil dengan risiko. Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen F VIII dalam darah janin pada trimester kedua dapat membantu menentukan status janin terhadap kerentanan hemofilia A. indentifikasi gen F VIII dan petanda gen tersebut lebih baik dan lebih dianjurkan.

2.8 Diagnosis bandingHemofilia A dengan penyakit von willebrand (khususnya varian normandy), inhibitor F VIII dan V kongenital.Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K, sangat jarang inhibitor F IX yang di dapat.

Gambaran klinis dan laboratorium pada hemofilia A, Hemofilia B dan penyakit Von Willebrand

Hemofilia AHemofilia BVon Willebrand

Pewarisan X-linkedRecessiveX-linkedRecessiveAutosomal dominant

Lokasi perdarahan utamaSendi,otot, pascatrauma/operasiSendi,otot,post trauma/operasiMukosa, kulit postTrauma operasi

Jumlah trombosit NormalNormalNormal

Waktu pendarahanNormalNormal Memanjang

PPTNormalNormalNormal

aPPTMemanjang MemanjangMemanjang/normal

F VIII CRendahNormal Rendah

F VIIIAGNormalNormalRendah

F IX NormalRendah Normal

Tes ristosetin NormalNormal terganggu

Activated partial tromboplastin time (APTT)APTT memanjang dijumpai pada :Defisiensi bawaan Jika APPT normal kemungkinan kekurangan :1. Faktor VIII2. Faktor IX3. Faktor XI4. Faktor XII Jika faktor-faktor koagulasi tersebut normal, kemungkinan kekurangan HMW kininogen (Fitzgerald factor) Defisiensi vitamin K, defisiensi protrombin, hipofibrinogenemia. Defisiensi didapat dan kondisi abnormal seperti : Penyakit hati (sirosis hati) Leukemia (mielositik, monositik) Penyakit von Willebrand (hemophilia vaskular) Malaria Koagulopati konsumtif, seperti pada disseminated intravascular coagulation (DIC)

2.9Tatalaksana

Terapi Suportif Melakukan pencegahan kegiatan yang dapat menyebabkan luka/benturan Mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan 30-50% pada perencanaan operasi Pemberian kortikosteroid membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Prednison 0.5-1mg/kgBB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemophilia Analgesik diberikan pada pasien dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgesic yang tidak mengganggu agregasi trombosit (hindari pemakaian aspirin dan antikoagulan) Rehabilitasi medic dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan holistic dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisikm okupasi, maupun psikososial dan edukasi. Diantaranya adalah latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas (hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial, dan terapi rekreasi serta edukasiTerapi Pengganti Faktor Pembekuan Dilakukan 3x seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemophilia dapat melakukan aktivitas normal, namun membutuhkan Anti Hemofilia (AHF) dalam jumlah banyak dan membutuhkan biaya tinggi Pemberian faktor VIII atau faktor IX (rekombinan, konsentrat, maupu komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tersebut) Diberikan hingga pembekuan membaik, serta khususnya selama fisioterapi

Konsentrat F VIII/F IX F VIII : Konsentrat Memperbaiki faktor pembekuan darah Waktu paruh 8-12 jam Mampu meningkatkan aktivitasnya di dalam plasma 0.02 U/ml selama 12 jam F IX : Protrhrombin Complex Concentrates F II, F VII, F IX, dan F X Dapat menyebabkan thrombosis paradoksial dan koagulasi intravena yang tersebar yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan yang lainnya (meningkat pada pemberian berulang) Purified F IX Concentrates F IX tanpa faktor yang lain Waktu paruh 24 jam Volum distribusi 2x Volum distribusi F VIII

LO 2.10. KomplikasiKomplikasi yang dapat timbul diantaranya : 1. Akibat dari perdarahan atau transfusi darah. Komplikasi akibat perdarahan adalah anemia, ambulasis atau deformitas sendi, atrofi otot atau neuritis. 2. Kerusakan sendi dan otot 3. Hematuria, bila gumpalan darah terjadi di uretra, dapat menyebabkan nyeri yang tajam. 4. Perdarahan sistem pencernaan, kelainan yang timbul dapat berupa adanya darah pada feses dan muntah. kehilangan darah secara kronis akibat ini dapat menyebabkan anemia pada pasien. 5. Perdarahan intrakranial 6. Sindroma kompartmen.

LO 2.11. PrognosisPrognosis baik bila diterapi dengan benar, dan pasien dapat hidup secara normal.Pasien harus secara rutin berkonsultasi dengan dokter spesialisnya.

Daftar Pustaka

*Aru W., Sudoyo, dkk, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta *Hoffbrand, Petite, Moss, 2012. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. EGC. Jakarta

*Setiabudi, Rahajuningsih. 2009. Hemostatis dan Trombosis. Edisi 4. FKUI. Jakarta