HeMatologi.doc
Click here to load reader
-
Upload
raaney-hapsari -
Category
Documents
-
view
64 -
download
1
description
Transcript of HeMatologi.doc
PENGUKURAN HEMATOLOGI HEWAN
Oleh :
Nama : Muhimatul UmamiNIM : B1J009017Rombongan : IIKelompok : 5Asisten : Yudi Novianto
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2010
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel : Pengukuran Hematologi Hewan
Kelompok Hewan ujiKadar Hb
(gr/dl)
∑ Eritrosit
(sel/mm3)
∑ Leukosit
(sel/mm3)
Angka
haematokrit
(%)
1Ikan
6,5 148.000 2,125 x 106 22,5
2 5,8 260.800 4,97 x 106 23
3Mencit
3 234.375 2,425 x 106 27
4 11 319.200 4,02 x 106 48
5Ayam
6,2 117.200 1,89 x 106 30,1
6 6,8 117.200 1,89 x 106 30,4
Perhitungan:
Diketahui: E1= 59 ; E2= 67 ; E3= 64 ; E4= 81 ; E5= 107
L1= 70 ; L2= 46 ; L3= 112 ; L4= 65
Leukosit = 400 (L1+ L2 + L3+ L4)
= 400 (70 + 46 + 112+ 65)
= 400 x 293
= 117.200 sel/mm3
Eritrosit = 5000 (E1+ E2 + E3 + E4 + E5)
= 5000 (59 + 67 + 64 + 81 + 107)
= 5000 x 378
= 1.890.000 sel/mm3
B. Pembahasan
Plasma darah adalah adalah cairan yang komplek yang berada dalam
keadaan keseimbangan dinamik dengan cairan tubuh lain. Darah merupakan
jaringan pengikat yang umumnya mempunyai komposisi plasma darah dan sel-
sel darah. Darah manusia dan darah hewan terdiri atas suatu komponen cair
yaitu plasma dan berbagai bentuk yang dibawa dalam plasma, antara lain sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping-keping darah.
Plasma terdiri atas 90% air, 7-8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit, dan
sisanya 1-2% berbagai zat yang lain (Ville, 1988).
Sel dan plasma darah memiliki peran fisiologis sangat penting.
Pemeriksaan hematologi merupakan faktor penting dalam diagnosis, prognosis,
dan terapi suatu penyakit. Pengukuran hematologi hewan meliputi penghitungan
angka hematokrit, pengukuran kadar Hb, penghitungan jumlah total eritrosit, dan
penghitungan jumlah total leukosit. Pengukuran hematologi juga dapat
digunakan sebagai indikator dari pencemaran alam pada lingkungan akuatik
(Maheswaran,et al. 2008).
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data pada rombongan II yaitu
jumlah eritrosit untuk ikan adalah sebesar 2,125 x 106 dan 4,97 x 106 sel/mm3 dan
jumlah eritrosit untuk mencit adalah sebesar 2,425 x 106 dan 4,02 x 106 sel/mm3
serta jumlah eritrosit untuk ayam adalah sebesar 1,89 x 106 sel/mm3. Jumlah sel
eritrosit pada tiap-tiap spesies adalah berbeda satu sama lain (Legler, 1997).
Jumlah eritrosit pada ikan adalah 50.000-3.000.000 sel/mm3 sedangkan pada
ayam betina adalah 2,72 juta sel/mm3 dan pada ayam jantan adalah 3,23 juta
sel/mm3. Sedangkan pada mamalia betina 3,9-5,6 juta sel/mm3 dan pada
mamalia jantan 4,5-6,5 juta sel/mm3 (Hoffbrand, 1987). Jumlah eritrosit adalah
paling banyak jika dibandingkan dengan unsur-unsur sel darah lainnya. Eritrosit
ikan berbentuk oval dan memiliki ukuran diameter sekitar 7-26 µm. Jumlah
eritrosit dan leukosit juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur,
kondisi lingkungan, dan musim. Besarnya jumlah leukosit selalu dipengaruhi oleh
jumlah eritrosit, dimana jumlah leukosit selalu lebih rendah daripada jumlah
eritosit (Bevelander dan Judith, 1988). Berdasarkan hasil praktikum diperoleh
jumlah leukosit untuk ikan adalah sebesar 148.000 dan 260.800 sel/mm3 dan
jumlah leukosit untuk mencit adalah sebesar 234.375 dan 319.200 sel/mm3, serta
jumlah leukosit untuk ayam adalah sebesar 117.200 sel/mm3. Jumlah leukosit
pada ayam berkisar antara 16.000-40.000 sel/mm3 sedangkan pada sel darah
ikan 20.000-150.000 sel/mm3. Jumlah leukosit pada mamalia adalah 4-11 ribu
sel/mm3 (Hoffbrand, 1987) . Hasil pengamatan yang diperoleh ada yang sesuai
dengan pustaka dan ada yang tidak sesuai. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
umur, ukuran, dan jenis kelamin masing-masing spesies. Ikan yang aktif
eritrositnya lebih kecil dari ikan yang tidak aktif, ukuran yang kecil memungkinkan
jumlah eritrosit yang lebih banyak (Hadikastowo, 1982).
Eritrosit merupakan tipe sel darah yang jumlahnya paling banyak dalam
darah. Sebagian besar vertebrata mempunyai eritrosit berbentuk lonjong dan
berinti kecuali pada mammalia (Guyton, 1976). Menurut Junqueira (1982), eritrosit
mammalia tidak mempunyai inti dan pada manusia bebentuk cakram bikonkaf
dengan garis tengah 7,2 mikrometer. Bentuk ini menyebabkan eritrosit mempunyai
permukaan yang luas sehingga mempermudah pertukaran gas. Eritrosit berbentuk
elips, pipih dan bernukleus yang berisi pigmen-pigmen pernafasan yang berwarna
kuning sampai merah yang disebut haemoglobin yang berfungsi mengangkut
oksigen sampai jaringan (Frandson, 1992). Eritrosit pada bangsa burung (aves)
dan bangsa ikan (pisces) memiliki bentuk elips dan berinti. Fungsi eritrosit yang
utama adalah untuk mengangkut oksigen. Eritrosit mengandung hemoglobin dan
membawa O2 dari paru-paru ke jaringan. Biasanya ikan dengan eritrosit lebih
banyak akan memiliki eritrosit yang lebih kecil (Dukes,1995).
Jumlah eritrosit sangat bervariasi antara individu yang satu dengan yang
lainnya. Jumlah sel darah merah (eritrosit) paling banyak dibandingkan dengan
unsur sel-sel darah yang lain. Hal ini disebabkan jumlah eritrosit dalam keadaan
normal adalah tetap dan baru disintesis secepat kerusakan sel tersebut. Jumlah
eritrosit diperbanyak apabila terjadi perubahan dan atau pada waktu berada di
daerah tinggi dengan tujuan menormalkan pengangkutan O2 ke jaringan (Sugiri,
1988). Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh,
variasi harian, dan keadaan stress. Banyaknya jumlah eritrosit juga disebabkan
oleh ukuran sel darah itu sendiri. Dallman dan Brown (1987) menyatakan bahwa,
hewan yang memiliki sel darah kecil, jumlahnya banyak. Sebaliknya yang
ukurannya lebih besar akan mempunyai jumlah yang lebih sedikit. Jumlah sel
darah merah yang banyak, juga menunjukkan besarnya aktivitas hewan tersebut.
Hewan yang aktif bergerak atau beraktivitas akan memiliki eritrosit dalam jumlah
yang banyak pula, karena hewan yang aktif akan mengkonsumsi banyak
oksigen, dimana eritrosit sendiri mempunyai fungsi sebagai transport oksigen
dalam darah.
Leukosit berbeda dengan eritrosit, hal ini dikarenakan adanya nukleus yang
memiliki kemampuan gerak independen. Jumlah leukosit dipengaruhi oleh jenis
kelamin, umur, aktivitas dan kondisi lingkungan sedangkan jumlah eritrosit dalam
darah dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, variasi harian, ketinggian tempat dan
tekanan emosional. Jumlah leukosit jauh lebih kecil dibawah eritrosit dan
bervariasi tergantung dari spesies atau jenis hewannya. Penurunan jumlah
leukosit dapat terjadi karena infeksi usus, keracunan bakteri, septicoemia,
kehamilan, dan partus. Hewan yang terinfeksi akan mempunyai jumlah leukosit
yang banyak, karena leukosit berfungsi melindungi tubuh dari infeksi (Sutrisno,
1981). Leukosit ikan lele dumbo terdiri dari monosit, limfosit, dan neutrofil.
Menurut Bastiawan dkk (2001) monosit berfungsi sebagai fagosit terhadap
benda-benda asing yang berperan sebagai agen penyakit. Limfosit berfungsi
sebagai penghasil antibodi untuk kekebalan tubuh dari gangguan penyakit.
Neutrofil berperan dalam respon kekebalan terhadap serangan organisme
patogen dan mempunyai sifat fagositik. Neutrofil dalam darah akan meningkat
bila terjadi infeksi dan berperan sebagai pertahanan pertama dalam tubuh
(Dellman dan Brown, 1989 dalam Bastiawan dkk., 2001). Berikut ini tabel
parameter hematologis ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dibudidayakan
di desa Mangkubumen Boyolali.
Parameter
hematologis
Sehat
(normal)*Klm 1 Klm 2 Klm 3 Klm 4 Klm 5
Eritrosit
(x106 sel/mm3)3,18 1,46 2,42 14 1,89 1,54
Leukosit
(x106 sel/mm3)20 – 150 651,18 731,13 669,32 741,76 701,76
Hemoglobin
(Hb/100 ml)12 – 14 7,93 7,84 6,46 6,78 6,48
Hematokrit (%) 30,8–45,5 23,30 22,30 22,80 19,70 19,30
* sumber: Bastwain, dkk. (2001)
Kimball (1988) menyatakan bahwa, sel darah putih berperan dalam
melawan infeksi, untuk melaksanakan fungsinya dalam menanggapi suatu zat
kimia umpan, leukosit akan keluar melalui dinding kapiler di area terjadinya
kerusakan jaringan. Apabila telah bebas dalam jaringan, mereka akan mulai
dengan fagositosis. Leukosit berperan penting dalam pertahanan seluler dan
humoral organisme terhadap organ-organ asing. Sedangkan apabila tersuspensi
dalam sirkulasi darah mereka berbentuk steris, tetapi mampu bersifat amoboid.
Melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan
menerobos antara sel-sel endotel dan menembus ke dalam jaringan ikat
(Janqueira, 1982).
Nilai hematokrit atau “volume cell packed” adalah suatu istilah yang
artinya presentase berdasarkan volume dari darah, yang terdiri dari sel-sel darah
merah. Nilai hematokrit standar adalah sekitar 45%, namun nilai ini dapat
berbeda-beda tergantung species. Nilai hematokrit biasanya dianggap sama
manfaatnya dengan hitungan sel darah merah total (Frandson, 1998). Mengukur
kadar hematokrit darah hewan uji digunakan tabung mikrohematokrit yang
berupa pipa kapiler berlapiskan EDTA (Ethylen Diamin Tetra Acetic Acid) yang
berfungsi sebagai bahan anti pembekuan darah. Jumlah eritrosit dalam darah
tidak selalu tetap. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit
dalam darah antara lain obat-obatan, sel darah merah dapat dilisiskan oleh obat-
obatan tertentu dan infeksi, tekanan osmotik, sel eritrosit mengkerut dalam
larutan yang mempunyai tekanan osmotik yang lebih tinggi dari tekanan osmotik
plasma, faktor keturunan, hemoglobin dipengaruhi oleh orang tua. Sedangkan
jumlah leukosit dalam darah sering dipengaruhi oleh infeksi, apabila bakteri dan
zat asing menyerang tubuh sumsum tulang belakang akan langsung
menghasilkan leukosit (Ganong, 1983). Menurut Sutrisno (1991), ada beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap jumlah eritrosit, diantaranya :
1. Umur, semakin tua umur maka jumlah eritrosit semakin menurun.
2. Jenis kelamin (individu jantan memiliki jumlah eritrosit lebih besar dari pada
betina)
3. Emosi (dalam keadaan emosional, terjadilah kenaikan jumlah eritrosit).
4. Status makanan.
5. Pregnancy atau bunting dan menstruasi yang menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah eritrosit.
6. Bread atau Bangsa.
7. Ketinggian tempat.
8. Iklim.
Jumlah leukosit dalam darah dapat berubah apabila terjadi infeksi dalam
tubuh individu. Dalam keadaan patologis, jumlah leukosit dapat lebih besar dari
keadaan normal, dengan demikian dapat diketahui bahwa kondisi kesehatan
berpengaruh terhadap jumlah leukosit yang ada dalam darah (Salakij et al.,
2008). Menurut Bastiawan et al, (2001) apabila ikan terkena penyakit atau nafsu
makannya menurun, maka nilai hematokrit darahnya menjadi tidak normal, jika
nilai hematokrit rendah maka jumlah eritrositpun rendah. Ikan yang terkena
penyakit atau nafsu makannya menurun, maka nilai hematokrit darahnya menjadi
tidak normal, jika nilai hematokrit rendah maka jumlah eritrositpun rendah
(Bastiawan et al,2001).
Hemoglobin adalah senyawa organik yang kompleks yang terdiri dari
empat pigmen porfirin merah, masing-masing mengandung atom Fe ditambah
globulin yang merupakan protein globuler yang terdiri atas empat asam amino.
Kadar hemoglobin dan kadar glukosa setiap species berbeda-beda, hal ini
bergantung pada kebutuhan metabolisme species itu sendiri. Hemoglobin
bergabung dengan oksigen paru-paru disebut oksihemoglobin (Hoffbrand dan
Pettit, 1987). Kadar hemoglobin dalam darah ikan berdasarkan pengukuran
adalah 6,5 dan 5,8 gr/dl, kadar hemoglobin dalam darah mencit berdasarkan
pengukuran adalah 3 dan 11 gr/dl, sedangkan kadar hemoglobin dalam darah
ayam berdasarkan pengukuran adalah 6,2 dan 6,8 gr/dl. Hemoglobin tidak
hanya menentukan bentuk eritrosit, tapi juga menentukan osmolaritas eritrosit.
Hemoglobin mampu mengikat oksigen secara maksimal setelah darah kembali
dari paru-paru dan disebut oksihemoglobin. Setelah oksigen dilepas untuk
metabolisme jaringan tubuh, hemoglobin kembali dalam keadaan reduksi
(Delmann dan Brown, 1987).
Hemoglobin berfungsi mengikat oksigen yang kemudian akan digunakan
untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi. Kemampuan mengikat
oksigen dalam darah tergantung pada jumlah hemoglobin yang terdapat dalam
sel darah merah. Bastiawan et al., (2001) menyatakan bahwa rendahnya kadar
Hb menyebabkan laju metabolisme menurun dan energi yang dihasilkan menjadi
rendah. Hal ini membuat ikan menjadi lemah dan tidak memiliki nafsu makan
serta terlihat diam di dasar atau menggantung di bawah permukaan air (Intan.et
al, 2007).
Metode pengukuran eritrosit, leukosit, dan kadar Hb. Cara menghitung
eritrosit, dan leukosit sama, kecuali larutan yang digunakan. Pengukuran
eritrosit digunakan larutan Hayem, untuk pengenceran eritrosit. Sedangkan
untuk mengencerkan leukosit dengan menggunakan larutan Turk. Sebelum
darah digunakan untuk percobaan, darah ditambah dengan larutan EDTA agar
darah tidak mudah menggumpal. Pengukuran kadar Hb digunakan pengencer
HCl atau akuades, besarnya kadar Hb dapat diukur dengan membandingkan
larutan darah yang digunakan dengan larutan yang ada pada Haemometer
(Bastiawan et al., 2001). Pemeriksaan hematologi biasanya dipakai darah vena
yang dicampur dengan antikoagulan, agar bahan darah tersebut tidak
menggumpal. Antikoagulan yang sering dipakai antara lain garam EDTA seperti
tripotassium EDTA (K3EDTA). Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa
penggunaan garam EDTA yang berbeda dan atau konsentrasinya yang
berbeda dapat menyebabkan perbedaan kuantitas maupun kualitas hasil
pemeriksaan. Lamanya penundaan pemeriksaan juga dapat memberikan hasil
yang berbeda untuk parameter tertentu (Aulia, 1998).
Menurut Frandson (1992) angka haematokrit adalah angka yang
menunjukkan jumlah persentase plasma dan sel-sel darah dalam darah. Untuk
mengukur kadar haematokrit darah hewan uji, digunakan tabung
mikrohaematokrit yang berupa pipa kapiler berlapiskan EDTA yang berfungsi
sebagai bahan anti pembekuan darah. Hematokrit adalah istilah yang
menunjukkan besarnya volume sel-sel eritrosit seluruhnya di dalam 100 mm3
darah dan dinyatakan dalam %. Nilai hematokrit pada ikan tergantung pada
kekeruhan sel darah dan kapasitas mengikat O2. Berdasakan percobaan dapat
diperoleh angka hematokrit pada ikan sebesar 22,5% dan 23%, pada mencit
sebesar 27% dan 48%, sedangkan pada ayam 30,1% dan 30,4%. Nilai
hematokrit standar adalah sekitar 45%, namun nilai ini dapat berbeda-beda
tergantung spesies. Menurut Evans (1998), angka hematrokit ikan menunjukan
30% dan pada mamalia jantan 40,75-50,3% sedangkan mamalia betina 36,1-
44,3%. Angka hematrokit ayam adalah ½ dari angka hematrokit mamalia. Ada
beberapa angka hematrokit yang tidak sesuai dengan pustaka, kemungkinan hal
ini disebabkan oleh terlalu banyaknya larutan heparin/EDTA. EDTA (Ethylen
Diamin Tetra Acetic Acid) berfungsi sebagai antikoagulan atau zat yang
menyebabkan daerah tidak membeku (Hoffbrand dan Pettit, 1987).
Kondisi fisiologis ikan, mencit dan ayam menentukan jumlah eritrosit dan
leukosit. Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi tubuh,
keadaan stress, umur, varian harian dan jenis kelamin (Schmidt and Nielsen,
1990). Banyak sedikitnya leukosit sangat berpengaruh pada pertahanan tubuh.
Kadar leukosit yang rendah menyebabkan daya tahan tubuh rendah sehingga
rentan terhadap penyakit. Keadaan patologis juga sangat mempengaruhi jumlah
leukosit (Villee et. al.,1988). Menurut Sutrisno (1981), darah memiliki fungsi
antara lain :
1. Mengangkut zat-zat makanan dari saluran pencernaan ke dalam jaringan.
2. Mengangkut oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan dan mengangkut
karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru-paru.
3. Mengangkut metabolis dari jaringan ke alat sekresi.
4. Mengangkut hormone dari kelenjar endokrin ke organ target.
5. Memelihara keseimbangan air dalam tubuh.
6. Mempertahankan suhu tubuh karena panas jenisnya yang tinggi.
7. Memelihara pH jaringan dan cairan tubuh.
8. Membantu pertahanan tubuh terhadap bermacam-macam penyakit.
Haematologi digunakan untuk mendeteksi perubahan fisiologis yang
mengikuti kondisi-kondisi tekanan berbeda. Pengukuran haematologi hewan
meliputi pengukuran kadar hemoglobin, penghitungan total eritrosit,
penghitungan total leukosit, dan pengukuran angka hematokrit. Penurunan nilai
hematologi akan menyebabkan eritropoiesis, haemosintesis dan disfungsi
osmoregulasi serta menyebabkan peningkatan pemecahan eritrosit pada organ
hematopoetik. Pengamatan komponen darah dapat memberikan informasi
mengenai kesehatan tubuh suatu organisme, misalnya dengan menghitung
kadar eritrosit, leukosit darah, glukosa darah, hemoglobin dan hematokrit.
Larutan-larutan yang digunakan yaitu larutan turk sebagai pengencer leukosit,
larutan hayem sebagai pengencer eritrosit, dan EDTA (Ethylen Diamin Tetra
Acetic Acid) berfungsi sebagai antikoagulan atau zat yang menyebabkan darah
tidak membeku (Hoffbrand dan Pettit, 1987).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Kadar hemoglobin, jumlah dan bentuk sel darah hewan berbeda-beda.
Eritrosit pada mammalia tidak berinti dan berbentuk bulat, sedangkan pada
burung dan ikan eritrosit berbentuk elips dan berwarna merah muda, serta
sel leukosit mengandung sebuah nukleus dan organel-organel sel.
2. Jumlah eritrosit darah ikan yang dipraktikumkan adalah sebesar 2,125 x 106
dan 4,97 x 106 sel/mm3, jumlah leukositnya adalah sebesar 148.000 dan
260.800 sel/mm3, kadar hemoglobinnya sebesar 6,5 dan 5,8 gr/dl, sedangkan
angka hematokritnya sebesar 22,5% dan 23%.
3. Jumlah eritrosit darah mencit yang dipraktikumkan adalah sebesar 2,425 x
106 dan 4,02 x 106 sel/mm3, jumlah leukositnya sebesar 234.375 dan 319.200
sel/mm3, kadar hemoglobinnya sebesar 3 dan 11 gr/dl, sedangkan angka
hematokritnya 27% dan 48%.
4. Jumlah eritrosit darah ayam yang dipraktikumkan adalah sebesar 1,89 x 106
sel/mm3. jumlah leukositnya sebesar 117.200 sel/mm3, kadar hemoglobinnya
sebesar 6,2 dan 6,8 gr/dl. sedangkan angka hematokritnya 30,1% dan
30,4%.
5. Jumlah eritrosit dan leukosit dipengaruhi oleh kondisi fisiologis seperti kondisi
tubuh, keadaan stress, umur, varian harian dan jenis kelamin. Angka
hematokrit bergantung terhadap keadaan fisiologis seperti jenis kelamin dan
umur individu. Sedangkan kadar hemoglobin pada setiap species berbeda-
beda tergantung pada kebutuhan metabolisme spesies itu sendiri.
DAFTAR REFERENSI
Aulia, diana. 1998. Pengaruh Lamanya Penyimpanan Darah denganAntikoagulan Tripotassium Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (K3Edta)dalam Tabung Vacuette terhadap Beberapa Parameter Hematologi.Perpustakaan pusat UI.Jakarta.
Bastiawan, D, Taukhid, M. Alifudin, dan T. S. Dermawati. 1995. PerubahanHematologi dan Jaringan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yangdiinfeksi Cendawan Aphanomyces sp. Jurnal Penelitian PerikananIndonesia. 106-115.
Bevelander, Gerrit and Judith A, Remaley. 1988. Dasar-dasar Histologi.Erlangga, Jakarta.
Dallman, D.M. and Brown, E.M. 1987. Text Book of Vaterinary Histology. Lea andFabige, New York.
Dukes, H. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock PublishingAssociated, New York.
Evans, P. H. 1998. The Physiology of Fishes 2nd Edition. CRC Press. USA.
Frandson, R. D. 1998. Anatomy and physiology of Farm Animals. Lea andFebiger, Philadelphia.
Ganong, F. W. 1983. Fisiologi Kedokteran. ECG penerbit buku kedokteran,Jakarta.
Guyton, A. C. 1976. Text Book of Medical Physiology. W. B. Saunders CompanyPhiladelphia, London.
Hadikastowo. 1982. Zoologi Umum. Alumni, Bandung.
Hoffbrand dan Pettit, A. V. dan J. E. Pettit. 1987. Haematologi. Penerbit EGC,Jakarta.
Intan. E.A, Noor, S.H, Budiharjo, Agung. 2007. Penggunaan Metode Hematologidan Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan IkanLele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa MangkubumenBoyolali. Volume 8, Nomor 1. Januari 2007 Halaman: 34-38.
Junqueira, D. 1982. Histologi Dasar. EGC, Jakarta.
Kimball, J. W. 1988. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Lagler, K.F. 1977. Ichtiology 2nd Edition. Jhon Willey and Sons, New York
Maheswaran. R, et al. 2008. Haematologi Studies of Fresh Water Fish, Clariasbatrachus (L.) Exposed to Mercuric Chloride. Vol : 2, No:1. 49-54.
Salakij, C., K. Prihirunkit, N. A Narkkong, S. Apibal and D. Tongthainun. 2008.
Hematology, Cytochemistry and Ultrastructure of Blood Cells in CloudedLeopard (Neofelis nebulosa). http://www.medwelljournal.org. Diaksestanggal 14 Oktober 2010.
Schmidt, W. and Nelson, B. 1990. Animal Physiology. Harper Collins Publisher,New York.
Sugiri, N. 1988. Zoologi umum. Erlangga, Jakarta.
Sutrisno. 1981. Fisiologi Hewan. Fakultas Peternakan UNSOED, Purwokerto.
Ville, C. A. W. F. Walker and R. D Bornes. 1988. Zoologi Umum Jilid I. Erlangga, Jakarta.