Helicobacter pylory Epidemiologi.docx

12
Epidemiologi Prevalensi infeksi Helicobacter pylory di Negara berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan Negara maju. Prevalensi pada populasi di Negara maju sekitar 30-40%, sedangkan di Negara berkembang mencapai 80-90%. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 10-20% yang akan menjadi penyakit gastroduodenal. Studi seroepidemiologi di Indonesia menunjukkan prevalensi 36- 46,1% dengan usia termuda 5 bulan. Pada kelompok usia muda di bawah 5 tahun. 5,3- 15,4% telah terinfeksi, dan diduga infeksi pada usia dini berperan sebagai faktor resiko timbulnya degenerasi maligna pada usia yang lebih lanjut. Asumsi ini perlu diamati lebih lanjut, karena kenyataannya prevalensi kanker lambung di Indonesia relatif rendah, demikian pula prevalensi tukak peptic. Agaknya selain faktor bakteri, faktor pejamu dan faktor lingkungan yang berbeda akan menentukan terjadinya kelainan patologis akibat infeksi. Secara umum telah diketahui bahwa infeksi Helicobacter pylory merupakan masalah global, tetapi mekanisme transmisi apakah oral- oral atau fecal-oral belum diketahui dengan pasti. Studi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan antara sanitasi lingkungan dengan prevalensi infeksi Helicobacter pylory, sedangkan data di luar negeri menunjukkan hubungan antara infeksi dengan penyediaan sumber air minum.

Transcript of Helicobacter pylory Epidemiologi.docx

EpidemiologiPrevalensi infeksi Helicobacter pylory di Negara berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan Negara maju. Prevalensi pada populasi di Negara maju sekitar 30-40%, sedangkan di Negara berkembang mencapai 80-90%. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 10-20% yang akan menjadi penyakit gastroduodenal.Studi seroepidemiologi di Indonesia menunjukkan prevalensi 36-46,1% dengan usia termuda 5 bulan. Pada kelompok usia muda di bawah 5 tahun. 5,3- 15,4% telah terinfeksi, dan diduga infeksi pada usia dini berperan sebagai faktor resiko timbulnya degenerasi maligna pada usia yang lebih lanjut. Asumsi ini perlu diamati lebih lanjut, karena kenyataannya prevalensi kanker lambung di Indonesia relatif rendah, demikian pula prevalensi tukak peptic. Agaknya selain faktor bakteri, faktor pejamu dan faktor lingkungan yang berbeda akan menentukan terjadinya kelainan patologis akibat infeksi.Secara umum telah diketahui bahwa infeksi Helicobacter pylory merupakan masalah global, tetapi mekanisme transmisi apakah oral-oral atau fecal-oral belum diketahui dengan pasti. Studi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan antara sanitasi lingkungan dengan prevalensi infeksi Helicobacter pylory, sedangkan data di luar negeri menunjukkan hubungan antara infeksi dengan penyediaan sumber air minum.Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi tukak peptic pada pasien dyspepsia yang di endoskopi berkisar antara 5,78% di Jakarta sampai 16,91% di medan. Pada kelompok pasien dyspepsia non ulkus, prevalensi infeksi Helicobacter pylory yang dilaporkan berkisar antara 20-40%, dengan metoda diagnostic yang berbeda yaitu serologi, kultur dan histopatology. Angka tersebut memberi gambaran bahwa pola infeksi di Indonesia tidak terjadi pada usia dini tetapi pada usia yang lebih lanjut tidak sama dengan pola Negara berkembang lain seperti afrika. Agaknya yang berperan adalah faktor lingkungan dan juga faktor perbedaan ras.Tingginya prevalensi infeksi dalam masyarakat tidak sesuai dengan prevalensi SCBA seperti tukak peptic ataupun karsinoma lambung. Diperkirakan hanya 10-20% saja yang kemudian menimbulkan penyakit gastroduodenal.Strain Helicobacter pylory yang pathogenInfeksi Helicobacter pylory pada saluran cerna bagian atas mempunyai prevalensi klinis yang luas, mulai dari kelompok asimtomatik sampai tukak peptic, bahkan dihubungkan dengan keganasan dilambung seperti adenokarsinoma tipe intestinal atau mucosal associated lymphoid tissue (MALT) Limfoma.Data epidemiologis dari berbagai bagian dunia menunjukkan adanya perbedaan geografis dan juga kolerasi yang tidak sesuai antara prevalensi infeksi dengan prevalensi spectrum klinis seperti tukak peptic ataupun kanker lambung. Di Indonesia prevalensi Helicobacter pylory berdasarkan studi seroepidemiologi termasul cukup tinggi, tetapi sebaliknya prevalensi berbagai kelainan klinis seperti tukak peptic maupun kanker lambung sangat rendah.Dalam hal ini perlu dipertimbangkan peran faktor pejamu termasuk faktor genetic maupun faktor lingkungan yang selain mempengaruhi kuman Helicobacter pylory agaknya juga mungkin dapat mempengaruhi fisiologi maupun imunologi pejamu.Situasi yang berbeda terjadi di Jepang, suatu Negara yang maju, dengan prevalensi Helicobacter pylory yang relative rendah tetapi dengan prevalensi kanker lambung yang tinggi. Dari sisi kuman Helicobacter pylory diketahui terdapat strain yang lebih virulen sehingga selalu ditemukan pada pasien dengan tukak peptic, gastritis kronis, maupun kanker lambung. Gen Vac A selalu dapat ditemukan pada kuman Helicobacter pylory, tetapi tidak semua menghasilkan sitotoksin. Ternyata struktur gen ini sangat heterogen di mana pada strain penghasil sitotoksin yang tinggi terdapat sekuen signal yang tertentu.Gen CagA hanya ditemukan pada sebagian strain, dan merupakan salah satu dari kelompok yang terdiri dari 20 gen lain, membentuk apa yang disebut sebagai pulau pathogenesis (phatogenicity island). Asosiasi antara CagA dengan tukak peptic atau kanker lambung mungkin melalui respons inflamasi yang meningkat terhadap Helicobacter pylory yang mengandung CagA.Untuk tukak peptic, CagA merupakan petanda yang paling baik, tetapi di daerah dengan prevalensi CagA yang tinggi tidak mungkin untuk membuktikan asosiasi tersebut dengan melakukan suatu penelitian kasus kelola. Berbagai strain Helicobacter pylory menghasilkan vacuolating cytotoxin, mengandung kluster gen CagA yang dapat menginduksi IL-8. Protein CagA dan gen CagA mungkin merupakan satu petanda strain yang ulserogenik dan karsinogenik. Di JepangPathogenesis

Tindakan invsif yaitu dengan menggunakan endoskopi untuk mendapatkan specimen yang diperlukan untuk pemeriksaan langsung, histopatologi ataupun kultur mikrobiologi. Pemeriksaan non invasive seperti tes serologi dan urea breath test (UBT). SerologiYang diperiksa adalah antibody IgG terhadap kuman Helicobacter pylory. Teknik yang dipakai adalah dengan ELISA, Westernblot, fiksasi komplemen, dam imunofluoresen. Cut off point 1800 EU/L dapat ditingkatkan sensitivitas tes ELISA. Selain serum tes ELISA telah dilakukan pula pada saliva pasien terutama pada anak. Sensitivitas dan spesifisitasnya lebih rendah dibandingkan dengan serum tetapi diduga kadar antibody dalam saliva menurun lebih awal pasca terapi eradikasi sehingga mungkin dapat digunakan untuk menilai hasil terapi antimikroba.Urea breath test (UBT)Merupakan baku emas. Cara kerja dengan menyuruh pasien menelan urea yang mengandung isotop carbon, baik 13C ataupun 14C. bila ada aktivitas urease dari kuman Helicobacter pylory akan dihasilkan isotop karbon dioksida yang diserap dan dikeluarkan melalui pernafasan. Hasilnya dinilai dengan membanndingkan dengan nilai dasar. 13C merupakan isotop nonradioaktif, ditemukan pada 1,11% karbon dioksida yang keluar melalui udara pernafasan normal. Positif bila terjadi kenaikan minimal 0,01% kadar isotop sehingga dibutuhkan alat mass spectrometer. Mula-mula diambil sampel udara pernafasan untuk menentukan nilai dasar. Kemudian diberikan tes meal berupa cairan dengan kalori tinggi atau larutan 0,1 N asam sitrat untuk memperlambat pengosongan lambung sehingga kontak antara isotop dengan mukosa lambung lebih baik. Dosis 13C yang diberikan adalah dalam bentuk sebanyak 75-100 mg yang memberikan akurasi lebih dari 95%. Isotop 14C memancarkan radiasi yang dapat dianalisis dengan scintillation counter. Pengambilan sampel dilakukan sesudah 10 dan 20 menit baik dengan atau tanpa tes meal. Cara ini tidak dianjurkan pada perempuan hamil ataupun anak- anak. Sensistifitas dan spesifitas lebih dari 90%. Hasil positif palsu dipertimbangkan bila diduga ada mikroorganisme lain yang juga menghasilkan urease pada keadaan aklorhida. Hasil negative palsu dapat dapat terjadi bila pasien mendapat antibiotic, antacid, bistmusth, atau anti sekresi asam.Pemeriksaan invasiveMengambil specimen biopsy mukosa lambung secara endoskopi. Persyaratan upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hasil negative palsu adalah akibat pengaruh obat antibiotic, anti sekresi asam lambung terutama golongan inhibitor pompa proton, bismuth selama satu atau dua minggu sebelum pemeriksaan. Biopsy standar untuk diagnosis infeksi Helicobacter pylory diambil dari antrum dan korpus, sedangkan untuk menilai adanya metaplasia intestinal biasanya diambil dari biopsy pada angulus.Biopsy urease test (BUT)Enzim urease dari Helicobacter pylory yang mengubah urea menjadi amonia yang bersifat basa sehingga terjadi perubahan warna media menjadi merah. Sensitivitas pemeriksaan ini sekitar 89-98% sedangkan spesifisitasnya mencapai `100%.Histopatology Pemeriksaan standar dengan menggunakan H & E untuk deteksi kuman mempunyai sensitivitas 93% dan spesifitasnya 87% dengan akurasi 93%. Pewarnaan khusus secara giemsa, genta atau warthin-starry memberikan gambaran Helicobacter pylory yang lebih jelas. Dengan pewarnaan genta gambaran metaplasia gastric akan tampak lebih jelas.Biakan mikrobiologiAkibat Helicobacter pylory kultur tidak selalu dilakukan karena cara dignostik lain baik yang non invasive maupun yang invasive memberikan hasil memuaskan. Pemeriksaan kultur sendiri tidak mudah dilakuakan, dengan sensitivitas yang relative rendah, berkisar 68-98%. Teknik yang dianjurkan dengan tes difusi agar atau dengan E test dimana sekaligus dapat ditentukan konsentrasi inhibisi minimal dari antibiotic yang diujiPolymerase Chain Reaction (PCR)Polymerase chain reaction merupakan pilihan yang menarik karena sensitivitas tinggi (94-100%) serta sensitivitas yang tinggi pula 100%. Bahan yang digunakan adalah specimen biostik baik yang sudah diparafin maupun bekas tes urease seperti CLO. Keuntungannya adalah kemampuannya untuk mendeteksi infeksi dengan densitas rendah, bahkan juga ekspresi dari berbagai gen bakteri seperti CagA.Infeksi Helicobacter pylory, gastritis dan sekresi asam lambungTerdapat hubungan timbale balik antara infeksi Helicobacter pylory, gastritis dengan asam lambung. Infeksi Helicobacter pylory yang predominan di antrum akan meningkatkan sekresi asam lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan menstimulasi sekresi gastrin, yang selanjutnya akan merangsang sel parietal untuk meningkatkan sekresi asam lambung. Infeksi Helicobacter pylory akan meningkatkan kadar gastrin, yang terutama berasal dari mukosa antrum. Selain itu peningkatan sekresi gastrin juga terjadi akibat menurunnya kadar somatostatin dalam mukosa antrum, yang berasal dari sel D berfungsi sebagai acid brake, menekan fungsi sel G dan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Mekanisme lain adalah melalui peran sitokin local akibat inflamasi antrum yang juga dapat mempengaruhi sekresi somatostatin maupun gastrin.Apabila gastritis akibat infeksi Helicobacter pylory predominan di korpus, sekresi asam lambung akan menurun, dengan resiko jangka panjang yang lebih besar untuk menjadi kanker lambung. Inflamasi korpus yang berat atau luas, akan mengganggu atau menekan fungsi sel parietal yang menimbulkan hipo atau aklorhidria, disertai pula dengan atrofi mukosa korpus, yang merupakan lesi premaligna untuk terjadinya keganasan lambung. Sebaliknya, tingkat sekresi asam lambung yang mungkin dipengaruhi faktor genetic diduga berperan terhadap perbedaan predominasi gastritis akibat infeksi Helicobacter pylory. Bila sekresi asam lambung tinggi, akan terjadi gastritis predominan antrum, sedangkan bila rendah akan terjadi gastritis predominan korpus dengan akibat penyakit berbeda.Manifestasi klinis infeksi Helicobacter pyloryMulai dari tanpa gejala, dyspepsia fungsional, tukak peptic sampai kanker lambung.Terapi eradikasiSangat dianjurkan: ulkus duodeni, ulkus ventrikuli, MALT Lymphoma gaster derajat keganasan rendah, riwayat kanker lambung di keluarga, gastritis kronis aktif, paska reseksi kanker lambung dini, gastritis atrofikPertemuan consensus nasional penatalaksanaan infeksi Helicobacter pylory di Jakarta pada bulan januari 2003 menganjurkan regimen terapi sebagai berikut:Terapi lini pertama:Urutan prioritas1. PPI + Amoksisilin + Klaritromisin2. PPI + Metronidazol + Klaritromisin3. PPI + Metronidazol + tetrasiklinPengobatan dilakukan selama 1 mingguDosis:1. Proton pump inhibitorOmeprazole 2 x 20 mgLansoprazole 2 x 30 mgRabeprazole 2 x 10 mgEsomeprazole 2 x 20 mg2. Amoksisilin2 x 1000 mg/hari3. Klaritomisin 2 x 500 mg/hari4. Metronidazole3 x 500 mg/hari5. Tetrasiklin4 x 250 mg/hariTerapi lini kedua/ terapi kuadrupelJika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria kegagalan: 4 minggu pasca terapi, kuman Helicobacter pylory tetap positif berdasarkan pemeriksaan UBT atau histopatology.Urutan prioritas Collodial bismuth subcitrate + PPI + Amoksisilin + klaritomisin Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazole + klaritomisin Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazole + tetrasiklin Pengobatan dilakukan selama 1 minggu.Dosis collodial bismuth subcitrate : 4 x 120 mgKriteria keberhasilan terapi eradikasiEmpat minggu setelah terapi selesai, dilakukan pemeriksaan UBT atau histopatologi. Jika UBT negatif atau PA negative, terapi dianggap berhasil (sembuhh).

GenomH. pyloriGenomH. pyloriberbentuk sirkuler. Urutan DNA dari genom beberapa strainH. pyloritelah berhasil dikerjakan seluruhnya pada tahun 1997. GenomH. pyloriterdiri dari 1,7 juta pasang basa dan mengandung 1630 gen, 1576 diantaranya mengkode pembentukan protein.Dalam genom kuman tersebut didapatkan urutan DNA sepanjang 40 kB yang disebut cag pathogenecity island(cag PAI). Cag pathogenecity island ini didalamnya mengandung 40 gen. Cag pathogenecity island didapatkan pada kumanH. pyloriyang diisolasi dari penderita dyspepsia . Pasien dyspepsia yang menderita infeksiH. pylori dengan cag PAI positif biasanya pada pemeriksaan menunjukkan anti-cagA yang positif.Fungsi dari gen cagA Gen cagA mengkode sintesa protein yang merupakan protein utama yang menentukan virulensi kumanH. pylori.Gen cagA mengkode suatu protein yang terdiri dari 1186 asam amino yang disebut protein cag a. Protein cag a ini menyebabkan gangguan fungsi sel-sel lambung.

Helicobacter pylori (H. pylori) adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan kronis pada lapisan dalam perut (gastritis) pada manusia. Bakteri ini juga dianggap sebagai penyebab umum dari ulkus di seluruh dunia, sebanyak 90% dari penderita maag memiliki organisme terdeteksi.Infeksi H. pylori kemungkinan besar didapat dengan memakan makanan dan air yang terkontaminasi, dan melalui kontak orang ke orang. Di Amerika Serikat, sekitar 30% dari populasi orang dewasa terinfeksi (50% dari orang yang terinfeksi terinfeksi pada usia 60), tetapi prevalensi infeksi menurun karena ada peningkatan kesadaran tentang infeksi, dan pengobatan umum. Sekitar 50% dari populasi dunia diperkirakan memiliki terdeteksi H. pylori dalam saluran pencernaan mereka (saluran pencernaan, tetapi perut, terutama).Infeksi ini lebih sering terjadi pada kondisi hidup yang penuh sesak dengan sanitasi yang buruk. Di negara-negara dengan sanitasi yang buruk, sekitar 90% dari populasi orang dewasa dapat terinfeksi. Individu yang terinfeksi biasanya membawa infeksi tanpa batas (seumur hidup) hingga mereka dirawat dengan obat-obat untuk membasmi bakteri. Satu dari setiap enam pasien dengan infeksi H. pylori dapat mengembangkan ulkuas duodenum atau perut. H. pylori juga berhubungan dengan kanker perut dan suatu tipe yang jarang dari tumor lymphocytic dari perut yang disebut MALT (mukosa terkait jaringan limfoid) limfoma.

Patogenesis terjadinya gastritis kronik sebagai akibat dari infeksiH. pyloriSetelah berhasil menembus asam lambung dan masuk ke dalam habitatnya maka kumanH. pyloridapat bertahan hidup dan mengadakan multiplikasi. KumanH. pylori mengadakan kontak dengan epitel mukosa lambung melalui bagian kuman yang disebut adhesin. Melalui adhesinH. pyloriberikatan dengan suatu gliserolipid yang didapatkan pada epitel lambung. KumanH. pylorimenghasilkan berbagai enzim misalnya urease, catalase, protease dan fosfolipase. Protease dan fosfolipase dapat merusak mukus lambung. Disamping ituH. pylorijuga memproduksi beberapa macam toksin. Toksin-toksin ini akan menyebabkan reaksi keradangan dan kerusakan jaringan dan menyebabkan gastritis kronik. Demikian pula reaksi imun serta reaksi radang lokal akan menambah beratnya gastritis.