Hb analisis masalah perparkiran dalam kehidupan mahasiswa

4

Click here to load reader

Transcript of Hb analisis masalah perparkiran dalam kehidupan mahasiswa

Page 1: Hb   analisis masalah perparkiran dalam kehidupan mahasiswa

Rizqi Amelia P. 833 511 8330 Ruth Citra P. 833 511 8318 Syifa aulia 833 511 8326

Analisis Masalah Perparkiran dalam

Kehidupan Mahasiswa

Indonesia adalah negara hukum. Tentu semua hal yang ada di dalamnya pun harus selalu

berkaitan dengan hukum. Hukum sendiri menurut Apeldoorn adalah kekuasaan yang mengatur

dan memaksa. Dan diharapkan dengan adanya hukum, maka keteraturan pun bisa tercapai.

Semua aspek kehidupan di Indonesia (negara hukum) tentu memiliki aturan hukum, termasuk

juga dalam aspek bisnis. Dunia bisnis memerlukan pangaturan yang memiliki kekuatan tinggi

untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan di dalamnya. Dan untuk itu lah hukum bisnis

tercipta. Namun sebelum masuk pada hukum bisnis secara luas, ada baiknya memahami

terlebih dahulu lingkup hukum bisnis dalam konteks yang lebih kecil. Sebagai awalan, dalam

pembahasan kali ini akan dijabarkan analisis mengenai Hukum perparkiran.

Parkir berdasarkan tempat nya dibagi menjadi 2, yaitu parkir on street ( pada bahu jalan ) dan

parkir off street ( di luar bahu jalan ). Kedua nya memiliki aturan hukum perparkiran yang sama.

Dan keduanya juga sama-sama melibatkan pemilik kendaraan dan pengelola parkir. Ada pun

hubungan yang terjadi antara pemilik kendaraan dan pengelola parkir dibagi menjadi tiga, yaitu

:

1. Hubungan penitipan barang

Perjanjian penitipan terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain,

dengan syarat bahwa ia akan menimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Bila

tidak berlangsung demikian maka akan berlaku sanksi sesuai peradilan hukum yang berlaku.

2. Hubungan sewa menyewa

Sewa menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

memberikan pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu

dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi

pembayarannya. Dalam perparkiran sewa menyewa biasanya baru timbul apabila ada

perjanjian pokok, yaitu perjanjian sewa menyewa ruangan gedung dan dalam perjanjian sewa

menyewa parkir ini adalah perjanjian assesoir yang tunduk dan mengikuti perjanjian pokoknya.

Page 2: Hb   analisis masalah perparkiran dalam kehidupan mahasiswa

Selanjutnya akan dibahas analisis mengenai salah satu kasus perparkiran yang ada di Indonesia

terutama yang sering dialami oleh mahasiswa. Berikut pemaparannya :

Dewasa ini, dimanapun kita berada, masyarakat kota akan selalu dihantui oleh petugas/juru

parkir atau yang dikenal juga dengan sebutan tukang parkir yang berada dimanapun kita akan

berhenti untuk memarkirkan kendaraan kita. Setiap kali kita berhenti, kita akan memberikan

uang Rp.1000,- (untuk motor) kepada tukang parkir tersebut karena mereka sudah tidak mau

apabila diberi uang hanya Rp. 500,-. Hal ini mungkin tidak masalah bagi golongan orang

menengah ke atas. Namun bagi mahasiswa golongan menengah ke bawah termasuk

didalamnya mahasiswa yang belum memiliki penghasilan sendiri, tentunya hal ini sangat

memberatkan.

Hal yang pernah saya alami sendiri ketika saya bersama teman saya pergi ke sebuah ATM

dengan sepeda motor dan pada saat itu teman saya yg mengambil uang sedangkan saya hanya

menunggu dan tetap duduk di sepeda motor hanya sekitar 3 menit, namun kami harus tetap

membayar 1000 rupiah sebagai ongkos parkir. Menurut saya 3 menit dengan membayar 1000

rupiah cukup lumayan, sedangkan tukang parkir di tempat itu tidak memakirkan kendaraan

kami ketika kami datang namun hanya meminta bayaran parkir ketika kami pergi dari tempat

tersebut. Bayangkan saja, apabila kita pergi ke ATM, belanja di tempat perbelanjaan, makan di

rumah makan, membeli pulsa maupun keperluan lain, sudah berapa uang yang kita keluarkan

dalam satu harinya hanya untuk parkir?. Terkadangpun kita dibuat kesal dalam perparkiran.

Misalkan kita ke ATM yang hanya membutuhkan waktu kurang dari dua menit, motorpun

dalam pengawasan kita atau bahkan terkadang berada disamping kita. Akan tetapi ketika kita

hendak meninggalkan ATM tersebut, tiba-tiba muncul tukang parkir yang langsung menagih

uang kepada kita. Cara penagihannya pun terkadang dilakukan dengan paksaan tanpa ada

sopan santun sehingga membuat kita menjadi tidak simpatik atau ikhlas menyerahkan uang

tersebut. Melihat hal yang demikian, ada baiknya kita melakukan sedikit penelitian sosial untuk

memahami permasalahan tersebut.

Pertama-tama kita memahami terlebih dahulu Peraturan Daerah Kota yang mengatur

mengenai masalah perparkiran tersebut.

Perda nomor 18 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran :

Pasal 1

13. Petugas Parkir adalah orang yang dipekerjakan oleh Penyelenggara Tempat Parkir sebagai

tukang parkir pada Tempat Khusus Parkir.

14. Juru Parkir adalah orang yang ditugaskan pada tempat parkir di tepi jalan umum

berdasarkan surat tugas.

Page 3: Hb   analisis masalah perparkiran dalam kehidupan mahasiswa

Berdasarkan pasal 1 angka 13 dan 14 tersebut kita dapat mengetahui bahwa dibedakan antara

petugas parkir dan juru parkir yang merupakan istilah resmi.

Pasal 5

Juru Parkir wajib:

a. menggunakan pakaian seragam, tanda pengenal serta perlengkapan lainnya yang ditetapkan

oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk; (hal ini juga berlaku bagi petugas parkir dan juru

parkir tempat parkir tidak tetap).

d. menyerahkan karcis parkir sebagai tanda bukti untuk setiap kali parkir pada saat memasuki

lokasi parkir dan memungut retribusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

e. menggunakan karcis parkir resmi yang diterbitkan Pemerintah kota yang disediakan untuk

satu kali parkir dan tidak boleh digunakan lebih dari satu kali; (untuk petugas parkir karcis yang

diserahkan bukan karcis resmi).

Dalam realita yang dapat kita temukan sehari-hari, ketentuan pasal 5 ini yang paling sering

dilanggar. Dalam pasal 5 huruf a, cukup banyak ditemui juru parkir maupun petugas parkir yang

menggunakan atribut yang diwajibkan kepadanya. Demikian juga dengan pasal 5 huruf d,

sangat jarang kita diberikan karcis apabila kita memarkirkan kendaraan kita. Kita hanya diminta

untuk membayar namun tidak diberikan tanda bukti pembayaran. Setali tiga uang demikian

juga dengan pasal 5 huruf e. meskipun pada saat kita memarkirkan kendaraan kita diberikan

karcis parkir resmi oleh juru parkir, namun pada saat kita hendak mengambil kembali

kendaraan kita, kita diminta untuk menyerahkan kembali karcis tersebut dengan alasan sebagai

tanda bukti kepemilikan kendaraan. Apabila diperhatikan karcis yang kita dapatkan bukanlah

karcis baru melainkan karcis yang telah digunakan. Apabila lebih jauh lagi diperhatikan, karcis

yang telah diserahkan kembali itu tidak dirobek atau dimusnahkan oleh juru parkir tersebut.

Sebagaimana diatur dalam Perda nomor 19 tahun 2009 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di

Tepi Jalan Umum, telah ditentukan besarnya tarif parkir yang dibagi menjadi dua kawasan,

yaitu kawasan I dan kawasan II. Hal inipun terkadang disimpangi dimana seharusnya suatu

kendaraan berada di kawasan II, akan tetapi oleh tukang parkir tersebut dikenakan tarif parkir

kawasan I yang nominalnya lebih besar dibandingkan kawasan II. Alasan perbuatan tukang

parkir tersebut tentunya dapat dipahami dengan melihat berbagai faktor. Diantaranya

ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Tentunya hal ini tidak dapat dikatakan sebagai adat

istiadat karena bukan merupakan perbuatan yang baik.

Faktor pendidikan menimbulkan kaedah sopan santun dilanggar atau diabaikan terkadang

kitapun tidak berani melawan sehingga yang dapat dilakukan adalah pasrah yang menimbulkan

Page 4: Hb   analisis masalah perparkiran dalam kehidupan mahasiswa

celaan, umpatan dan cemoohan hanya didalam hati saja. Sanksi ini tidak terlalu dirasakan

sehingga dikhawatirkan tukang parkir tersebut akan mengulangi perbuatannya lagi karena

sanksinya dirasakan terlalu ringan.

Faktor kebiasaan menimbulkan tukang parkir menganggap benar perbuatan yang dilakukannya.

Padahal perlu diingat bahwa beberapa kewajiban tidak dapat dituntut pemenuhannya menurut

hukum secara paksa. Misalnya kewajiban yang berhubungan dengan apa yang dinamakan

perikatan alamiah (obligation naturalis/natuurlijke verbintenis), yaitu suatu perikatan yang

tidak ada akibat hukumnya. Maksudnya adalah hubungan hukum dalam harta kekayaan yang

menimbulkan hak bagi pihak yang satu atas suatu prestasi dari pihak yang lain, sedang pihak

yang lain wajib melakukan prestasi untuk pihak satunya. Jadi perikatan alamiah adalah

perikatan yang boleh dikatakan tidak sempurna, yang tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya

menurut hukum.

Guru Besar FH UGM, Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH dalam bukunya mengenal

hukum mengatakan “Karena kaedah hukum itu melindungi kepentingan manusia maka harus

ditaati, dilaksanakan, dipertahankan dan bukan dilanggar.” Akan tetapi untuk melaksanakan

kaedah hukum tersebut harus ada kemauan dari penguasa karena yang dapat memberi atau

memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum adalah penguasa, karena penegakan

hukum dalam hal ada pelanggaran adalah monopoli penguasa. Penguasa mempunyai

kekuasaan untuk memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum. Hakikat kekuasaan

tidak lain adalah kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

Akan tetapi sebagaimana yang kita lihat realitanya pengawasan yang dilakukan oleh penguasa,

dalam hal ini Pemerintah Kota kurang dirasakan. Padahal hal ini sudah diatur di dalam Perda

yang telah mereka buat dan terapkan demikian pula dengan sanksinya.

Kasus tersebut memang sangatlah nyata. Seluruh anggota kelompok kami pun

mengalaminya dalam rutinitas sehari-hari. Dimana terdapat banyak aktivitas perparkiran yang

tidak sesuai dengan aturan. Misalnya saat berbelanja ke alfamart atau indomart seringkali

dimintai uang parkir yang seharus tidak perlu, tukang parkir nya pun bukan lah rujukan

pemerintah daerah. Jadi jelas bahwa uang hasil retribusi parkir akan menjadi milik pribadi

tukang parkir dan bukan untuk pemerintah daerah. Dan itu semua seharusnya bisa dikurangi

dengan penerapan hukum parkir yang baik.