HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · Suku bangsa Sunda 48 94.1 Jawa 2 3.9 Betawi 1...
Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · Suku bangsa Sunda 48 94.1 Jawa 2 3.9 Betawi 1...
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan Minuman Ekstrak Daun Hantap
Karateristik Responden Pada penelitian tahap pertama ini, persentase karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku disajikan pada Tabel 2. Persentase
terbesar responden adalah laki-laki sebanyak 38 orang (75,5 %) dan perempuan
sebanyak 13 orang (25,5 %). Responden yang berusia 18-39 tahun sebanyak
25 orang (49,0 %), usia 40-60 tahun sebanyak 23 orang (45,1 %) dan 60
tahunan adalah 3 orang (5,88 %). Persentase terbesar responden terdiri dari
suku Sunda 48 orang (94,1 %), suku Jawa 2 orang (3,9 %) dan suku Betawi 1
orang (2 %).
Tabel 2 Persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku
Karakteristik Responden (n=51) Jumlah (n) Persentase (%) Jenis Kelamin Perempuan 13 25.5 Laki-Laki 38 75.5 Umur (Hurlock 1980) 18-39 tahun 25 49.0 40-60 tahun 23 45.1
60 Tahun 3 5.88 Suku bangsa
Sunda 48 94.1 Jawa 2 3.9 Betawi 1 2.0
Data ini menunjukkan bahwa produk ini tidak diasosiasikan dengan jenis
kelamin tertentu sehingga produk bisa dikonsumsi baik laki-laki maupun
perempuan. Pengguna daun hantap ini adalah usia dewasa madya karena
khasiat atau manfaat kesehatan yang mereka rasakan melalui kebiasaan yang
mereka peroleh berdasarkan pengalaman dari orang tua mereka. Kesukaan
pada sifat-sifat sensori makanan dipelajari melalui pengalaman. Pengetahuan
mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh pada tingkah laku preferensi
makanan (Stepherd & Spark 1994). Suku Sunda adalah suku asli masyarakat
Sukabumi dan keberadaan daun hantap sebagai minuman yang berkhasiat telah
lama dikenal oleh masyarakat Sukabumi. Suku Jawa dan suku betawi yang
30
mengenal daun hantap disebabkan karena mereka sudah lama tinggal di
Sukabumi.
Manfaat, Asal dan Informasi Penggunaan Daun Hantap Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa persentase pemanfaatan daun
hantap yang terbesar adalah untuk panas dalam sebesar 76,5 %, sariawan dan
melancarkan persalinan masing-masing sebesar 27,5 %, melancarkan BAB
sebesar 17,6 %, batuk 15,7 %, menurunkan panas sebesar 9,8 %, perut
kembung 5,9 %, sakit gigi 3,9 % dan radang tenggorokan dan keputihan masing-
masing 3,9 %. Sebaran responden berdasarkan pemanfaatan daun hantap
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Persentase responden berdasarkan pemanfaatan daun hantap (jawaban bisa lebih dari 1)
No Khasiat Daun hantap (n=51) Jumlah (n) Persentase(%) 1 Batuk 8 15,7 2 Keputihan 1 2,0 3 Melancarkan BAB 9 17,6 4 Melancarkan persalinan 14 27,5 5 Menurunkan panas 5 9,8 6 Panas dalam 39 76,5 7 Perut kembung 3 5,9 8 Radang tenggorokan 1 2,0 9 Sakit gigi 2 3,9
10 Sariawan 14 27,5
Hasil ini menunjukkan bahwa persentase terbesar khasiat atau manfaat
minuman ekstrak daun hantap ini adalah yang terkait dengan proses pencernaan
yaitu untuk panas dalam sebesar 76,5 %, sariawan sebesar 27,5 %,
melancarkan BAB sebesar 17,6 %, perut kembung 5,9 %. Berdasarkan data
dominan manfaat daun hantap yang terkait dengan proses pencernaan maka
penelitian ini diarahkan untuk membuktikan persepsi terhadap manfaat
kesehatan yang diperoleh terkait proses pencernaan.
Persentase responden berdasarkan asal dan informasi penggunaan daun
hantap disajikan pada Tabel 4 berikut ini. Berdasarkan data dalam Tabel 4
tersebut sebanyak 44 orang (86,3 %) responden memperoleh daun hantap dari
tetangga dan hanya 7 orang (13,7 %) yang punya pohon sendiri. Persentase
Informasi penggunaan daun hantap yang terbesar diperoleh dari orang tua
mereka yaitu sebanyak 47 orang (92,2 % ) dan hanya 4 orang ( 7,8 %) yang
mengetahui dari tetangga.
31
Tabel 4 Persentase responden berdasarkan asal dan informasi penggunaan daun hantap
Asal dan Informasi (n=51) Jumlah (n) Persentase(%) Asal daun hantap Pohon sendiri 7 13,7 Pohon tetangga 44 86,3 Pengetahuan penggunaan daun hantap Orang tua/ nenek moyang 47 92,2 Tetangga 4 7,8
Hal ini menunjukkan bahwa pohon hantap sulit diperoleh karena tidak
semua pengguna mempunyai pohon sendiri. Tanaman hantap juga sudah
langka dibudidayakan, sementara masyarakat masih membutuhkannya sebagai
obat tradisional. Pengaruh informasi orang tua menjadi motivasi kuat untuk
mengkonsumsi daun hantap. Menurut Bergier (1987) latar belakang kultur dalam
penerimaan makanan tidak dapat dirubah. Adat istiadat dan norma-norma baru
tidak dapat menggantikan yang lama, kecuali untuk orang yang berada pada
tingkat atas dan sangat kaya. Penerimaan makanan oleh seseorang juga
berbeda tergantung keadaan sosial dan asal masing-masing daerah.
Frekuensi Konsumsi, Cara Konsumsi dan Cara Mengolah daun hantap. Persentase responden berdasarkan kebiasaan konsumsi daun hantap
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Persentase responden berdasarkan frekuensi konsumsi, cara Konsumsi dan mengolah daun Hantap
Konsumsi Daun Hantap (n=51) Jumlah (n) Persentase(%) Frekuensi konsumsi 1 gelas per hari 21 41,2 2 gelas per hari 24 47,1 Lebih dari 2 gelas per hari 6 11,8 Cara konsumsi Langsung minum sampai habis 44 86,3 Diminum beberapa kali waktu 7 13,7 Cara mengolah Tidak Menjawab 1 2,0 Diremas dg air dingin 17 33,3 Diremas dg air hangat 17 33,3 Diremas dg air panas 16 31,4
Pada saat dibutuhkan sebanyak 24 orang (47,1 %) mengkonsumsi
sebanyak 2 gelas per hari, 21 orang (41,2 %) mengkonsumsi 1 gelas per hari
dan 24 orang (11,8 %) mengkonsumsi lebih dari 2 gelas per hari. Untuk cara
32
mengkonsumsi dengan langsung minum sebanyak 44 orang (86,3 %) dan 7
orang (13,7 %) dengan diminum beberapa kali. Sedangkan cara membuat
minuman daun hantap dengan diremas air dingin dan air hangat masing-masing
sebesar 17 orang (33,4 %), diseduh dengan air panas sebesar 16 orang (31,4 %)
dan tidak menjawab hanya 1 orang (2 %).
Frekuensi konsumsi, cara mengkonsumsi dan cara mengolah MEDH
menunjukkan bahwa faktor kebiasaan dan pengalaman dari orang tua masih
sangat berpengaruh. Dasar pemikiran tentang kebiasaan makan yang terdapat
dalam diri seseorang diantaranya bahwa kebiasaan makan terdapat pada diri
seseorang bukan karena proses pendidikan tertentu atau yang disengaja ia
pelajari (unlearned), tetapi lebih bersifat inherited (diturunkan dari orang tua dan
nenek moyang) dan banyak ditemukan pada masyarakat yang terbelakang,
terisolir, rendah pendidikannya, serta tidak mampu (Sanjur 1982). Hal ini menjadi
dasar sehingga dalam uji persepsi digunakan frekuensi konsumsi 1 gelas per
hari dan 2 gelas per hari, cara mengkonsumsi dengan langsung minum dan
diremas dengan air dingin.
Manfaat konsumsi daun hantap. Persentase responden berdasarkan manfaat konsumsi daun hantap
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Persentase responden berdasarkan manfaat konsumsi daun hantap
Manfaat Konsumsi Daun Hantap (n=51) Jumlah (n) Persentase(%) Giginya sembuh 1 2,0 Lancar BAB 2 3,9 Melancarkan dahak 1 2,0 Melancarkan dahak, panas turun 1 2,0 Melancarkan dahak, tenggorokan sembuh 1 2,0 Melancarkan persalinan, perut dingin 1 2,0 Panas dalam sembuh 5 9,8 Persalinan lancer 2 3,9 Persalinan lancar, perut dingin 1 2,0 Perut dingin 13 25,5 Perut dingin, BAB lancer 5 9,8 Perut dingin, persalinan lancer 1 2,0 Perut enak 4 7,8 Perut enak, lancar BAB 1 2,0 Perut hangat Tidak menjawab
2 10
3,9 19,6
33
Manfaat setelah mengkonsumsi daun hantap yang dirasakan oleh
responden adalah yang mengatakan perut dingin sebanyak 13 orang (25,5 %),
yang tidak menjawab sebanyak 10 orang (19,6 %), panas dalam sembuh dan
perut dingin, BAB lancar masing-masing sebanyak 5 orang (9,8 %), perut enak
sebanyak 4 orang (7,8 %), lancar BAB, perut hangat dan persainan lancar
masing-masing sebanyak 2 orang (3,9 %), giginya sembuh, melancarkan dahak,
melancarkan dahak, tenggorokan sembuh, melancarkan persalinan, perut dingin,
perut dingin, persalinan lancar, perut enak, lancar BAB masing-masing sebanyak
1 orang (2 %). Manfaat yang dirasakan responden setelah menkonsumsi juga
sangat terkait dengan pencernaan (perut dingin sebesar 25,5 %, panas dalam
sembuh dan perut dingin, BAB lancar masing-masing sebesar 9,8 %, perut enak
sebesar 7,8 %, lancar BAB, perut dingin, perut enak, lancar BAB masing-masing
sebesar 2 %). Menurut Srivastava, G.S et al. (1976) Sterculia memiliki dampak
yang baik terhadap sembelit. Daun tanaman hantap ini mengeluarkan lendir/gum
yang dapat disebut juga hidrokoloid. Gum termasuk serat makanan larut yang
memiliki efek faali berupa mempercepat pengosongan lambung (Waspadji, 1990).
Dari data ini maka penelitian ini diarahkan untuk membuktikan uji persepsi
terhadap manfaat kesehatan yang terkait dengan proses pencernaan.
Formulasi dan Uji Persepsi Minuman Ekstrak Daun Hantap
Formulasi Minuman Ekstrak Daun Hantap Hasil uji organoleptik (lampiran 4) yang meliputi kesukaan (hedonik) dan
pembedaan (mutu hedonik) formula MEDH kemudian dibuat rangking seperti
Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, metode ekstraksi perbandingan 1:15 ( 1 gram
daun hantap: 15 ml air) yang menempati urutan pertama. Perbandingan 1:15 ini
memungkinkan formulasi menjadi lebih menguntungkan yaitu dengan jumlah
daun yang sama ekstrak yang dihasilkan akan lebih banyak dibandingkan
perbandingan 1:5 dan 1:10.
Tabel 7. Hasil rangking hedonik ekstrak daun hantap
Ekstraksi Warna Aroma Rasa Kekentalan Seluruh Total Rangking
1 : 5 7 8 1 7 4 27 4
1 : 10 7 8 2 7 4 28 3
1 : 15 9 9 2 8 4 32 1
1 : 20 9 5 3 7 5 29 2
34
60
1030
0
50
100
Tidak beraroma
Biasa Beraroma
aroma
Karakteristik Organoleptik MEDH Terbaik Persentase terhadap mutu hedonik dan hedonik disajikan pada Gambar 8.
Presentase terbesar contoh memberikan penilaian warna cerah sebesar 40 %,
biasa 30 % dan tidak cerah 30 %. Persentase terbesar contoh memberikan
penilaian kesukaan terhadap parameter warna adalah 60 %, biasa 30 % dan
tidak suka 10 %. Menurut Hendry & Houghton (1996) warna minuman tidak
hanya mempengaruhi persepsi terhadap aroma tetapi juga kemanisan dan
kualitas minuman. Warna merupakan parameter tercepat untuk memberi kesan
penilaian suatu produk.
G ambar 8 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan
hedonik terhadap parameter warna MEDH
Persentase terbesar contoh memberikan penilaian tidak beraroma
sebesar 60 %, biasa 10 dan beraroma 30 % dan memberikan penilaian biasa
terhadap aroma adalah 70 %, suka 20 % dan tidak suka 10 %. Penilaian mutu
hedonik dan hedonik berdasarkan parameter aroma disajikan pada Gambar 9.
Aroma menentukan penerimaan dari buah dan sayur (Salunthe, 1991). Aroma
merupakan parameter yang dinilai dari indra penciuman. Parameter ini
menempati urutan kedua setelah indra penglihatan pada saat memberikan
penilaian terhadap produk. Thorner dan Henzberg (1978) mengatakan bahwa
bau dan sensasi rasa memegang peranan penting dalam industri minuman.
Gambar 9 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan
hedonik terhadap parameter aroma MEDH
35
Persentase terbesar contoh memberikan penilaian rasa tidak manis
sebesar 80 % dan biasa 20 % dan memberikan penilaian ketidaksukaan
terhadap parameter rasa adalah 80 %, biasa 20 % dan suka 0 % (disajikan
pada Gambar 10). Rasa merupakan parameter yang sangat subjektif dan sulit
diukur. Penilaian rasa merupakan gabungan indra pengecap dan pembau
(Parker, 2003). Rasa merupakan parameter yang lebih besar dalam
mempengaruhi penerimaan produk terhadap parameter yang lain.
Gambar 10 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan
hedonik terhadap parameter rasa MEDH
Persentase terbesar contoh memberikan penilaian kental sebesar 60 % ,
biasa 10 % dan tidak kental 30 % dan memberikan penilaian kesukaan
terhadap parameter kekentalan adalah 40 %, biasa 40 % dan tidak suka 20 %
(disajikan pada Gambar 11). Perubahan kekentalan bahan dapat mengubah
rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi cepat lambatnya
rangsangan sel olfaktori dan air liur (Winarno, 2008).
Gambar 11 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik terhadap parameter kekentalan MEDH
Persentase terbesar contoh memberikan penilaian biasa terhadap
keseluruhan adalah 40 % dan tidak suka 60 % yang disajikan pada Gambar 12.
.
36
Gambar 12 Persentase contoh berdasarkan penilaian keseluruhan MEDH
Sehingga secara umum MEDH terbaik dengan perbandingan daun
hantap : air adalah 1: 15 memiliki daya terima biasa dan cenderung tidak
disukai. Secara mutu hedonik menunjukkan bahwa hanya warna dan
kekentalan yang mendapatkan penerimaan baik. Hasil penilaian mutu hedonik
dan hedonik secara keseluruhan MEDH (minuman ekstrak daun hantap) ini
disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Penilaian mutu hedonik terhadap parameter warna, aroma,
rasa dan kekantalan MEDH
MEDH ini selanjutnya dilakukan Analisis Fisikokimia (Fisik dan
Proksimat), Analisis kandungan Klorofil dan Aktivitas Antioksidan serta
digunakan untuk uji persepsi terhadap manfaat kesehatan.
Kandungan Fisikokimia dan Fitokimia Berdasarkan data di Tabel 8 viskositas atau kekentalan rata-rata formula
MEDH adalah 330 cP dan nilai sifat fisik ekstrak daun hantap berupa tingkat
keasaman (pH) adalah 5,99. Kandungan proksimat minuman daun hantap
terdiri dari kadar air sebesar 71,08 % dan kadar abu 4.33 %,
60
40
00
20
40
60
80
Tidak suka Biasa Suka
keseluruhan
0
2
4
6Warna
Aroma
Rasa
Kekentalan
37
MEDH dinilai kental karena tanaman hantap mengandung hidrokoloid gum.
Pada jenis Sterculia urens, yang terdapat di India gum karaya (gum yang
mengeras seperti getah karet) merupakan hasil dari tanaman ini dan dijadikan
sumber devisa negara.. Tetapi, pada tanaman hantap Sterculia oblongata
R.Brown yang digunakan pada penelitian ini memiliki karakteristik gum yang
berbeda karena tidak mengeras. Diduga sifat kekentalan yang dimiliki minuman
ini berasal dari hidrokoloid tersebut. Selain memberikan sifat kental, hidrokoloid
ini dapat berfungsi sebagai sumber serat larut.
Tabel 8 Kandungan fisikokimia dan fitokimia MEDH
Fisikokimia dan Fitokimia Jumlah Viskositas pH Kadar Air
330 cP 5.99
71.08 % Kadar Abu Klorofil Daun Klorofil MEDH Antioksidan Daun Antioksidan MEDH
4.33 % 5,92mg/L 1,93 mg/L 14.97 % 75,83 %
Kandungan klorofil MEDH adalah 1,93 mg/L, sedangkan kandungan klorofil
daun hantap adalah 5,92 mg/L. Aktivitas antioksidan daun hantap adalah 14,07
persen dan Aktivitas antioksidan MEDH adalah 75,83 persen. Berdasarkan data
tersebut maka MEDH berpotensi mengandung klorofil.
Menurut Kumar et al (2008) dalam penelitiannya menyatakan aktivitas
antioksidan sebesar 13 % termasuk aktivitas sedang. Penyataan ini sejalan
dengan Chairul (2003) yang menyatakan tanaman hantap memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih besar dari alfa-tokoferol. Dari hasil ini maka daun hantap
dinyatakan memiliki potensi antioksidan yang baik. Aktivitas antioksidan berkisar
antara 19,7 %-83,1 % sehingga dapat dinyatakan bahwa ekstraksi daun hantap
berpotensi antioksidan. Potensi antioksidan diduga dari fitokimia daun berupa
tanin, alkaloid, polifenol, fenol dan juga klorofil. Menurut Endo et al (1985) klorofil
dapat berfungsi sebagai antioksidan. Menurut Prangdimurti (2007) dengan daun
sujinya menunjukkan bahwa klorofil memiliki aktivitas antioksidan. Klorofil dan
turunannya juga memiliki fungsi antimutagenik, antikarsiogenik, menurunkan
serum kolesterol, menurunkan trigleserida, dan menurunkan sembelit (Lecfer-
Marquez, 2001; Anonim, 2001).
38
Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kesehatan MEDH Karakteristik responden.
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku
disajikan secara lengkap pada Tabel 9 berikut
Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku
Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah (n) Prosentase(%)
Jenis Kelamin Perempuan 33 37.9 Laki-Laki 54 62.1 Umur (Hurlock 1980) 18-39 tahun 65 74.7 40-60 tahun 20 23,0
60 Tahun 2 2.3 Suku bangsa
Sunda 72 82.8 Jawa 12 13.8 Lain-lain 3 3.4
Dari total responden sebanyak 87 orang, 33 orang (37,9 %) adalah
perempuan dan 54 orang (62,1 %) adalah laki-laki. Berdasarkan usia, maka usia
18-39 tahun sebesar 65 orang (74,7 %), usia 40-60 tahun sebesar 20 orang
( 23,0 %), dan lebih dari 60 tahun 2 orang (2,3 %). Berdasarkan karakteristik
suku, terdiri dari suku sunda sebesar 72 orang (82,8 %) , suku jawa sebesar 12
orang (13,8 %) dan suku lainnya 3 orang (3,4 %).
Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi
food preference diantaranya adalah faktor biologis, fisik dan psikologi, yaitu umur,
jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis. MEDH biasa
dikonsumsi oleh laki-laki dan perempuan berdasarkan manfaat kesehatannya
yang tidak membedakan jenis kelamin. Faktor-faktor yang mempengaruhi food
preference diantaranya adalah faktor umur (Stepherd & Spark 1994). Preferensi
terhadap pangan bersifat elastis pada orang yang relatif muda, akan tetapi
bersifat permanen bagi mereka yang sudah berumur dan akhirnya menjadi gaya
hidup (Rahardjo 2007). Olfactory preference didefinisikan dengan baik sesuai
dengan pertambahan usia (Zandastra & Graff 1998).
65 persen penduduk Jawa Barat (Sukabumi) adalah Suku Sunda yang
merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku Jawa dan suku lainnya bertambah
seiring dengan urbanisasi masyarakat untuk bekerja dan mencari nafkah di
39
Sukabumi. Menurut Bergier (1987), latar belakang kultur dalam penerimaan
makanan tidak dapat dirubah. Adat istiadat dan norma-norma baru tidak dapat
menggantikan yang lama, kecuali untuk orang yang berada pada tingkat atas
dan sangat kaya. Penerimaan makanan oleh seseorang juga berbeda tergantung
keadaan sosial dan asal masing-masing daerah. Biasanya makanan tradisional
akan dipertahankan dan tidak pernah diganti oleh adanya perkembangan
makanan baru.
Persepsi Emosional Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung kondisi responden
yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari selama 7
hari. Responden menggambarkan persepsi emosional sebagaimana data yang
disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 Persepsi emosional responden setelah mengkonsumsi MEDH selama 7 hari
Persepsi emosional setelah mengkonsumsi
Hari ke-7 sangat tidak setuju
Agak setuju
tidak setuju Setuju sangat
setuju
1 gelas per hari (prosentase) Perut terasa nyaman 0,0 25,7 0,0 20,0 54,3Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan 0,0 14,3 0,0 31,4 54,3Tidak mengalami gangguan pencernaan 0,0 17,1 0,0 34,3 48,6Tubuh terasa ringan 0,0 22,9 5,7 37,1 34,3Tubuh terasa rileks 0,0 25,7 5,7 54,3 14,3Merasa bahagia terkait dengan pencernaan 0,0 22,9 0,0 31,4 45,72 gelas per hari (prosentase) Perut terasa nyaman 1,9 3,8 0,0 36,5 57,7Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan 0,0 9,6 0,0 28,8 61,5Tidak mengalami gangguan pencernaan 0,0 0,0 0,0 50,0 50,0Tubuh terasa ringan 1,9 11,5 0,0 51,9 34,6Tubuh terasa rileks 1,9 21,2 0,0 53,8 23,1Merasa bahagia terkait dengan pencernaan 0,0 19,6 2,0 41,2 37,3
Setelah mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari selama 7 hari,
persentase terbesar responden memiliki persepsi emosional yang positif
dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika perut terasa nyaman (54,3 %
dan 20 %), tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan (54,3 % dan
40
31,4 %), tidak mengalami gangguan pencernaan (48,6 % dan 34,3 %), tubuh
terasa ringan (34,3 % dan 37,1 %), tubuh terasa rileks (14,3 % dan 54,3 %) ,
merasa bahagia dengan pencernaan (45,7% dan 31,4% ). Diantara responden
ada juga yang memiliki persepsi negatif dengan tidak setuju jika tubuh terasa
ringan (5,7 %) dan tubuh terasa rileks (5,7 %). Sisa responden menyatakan
persepsi yang pertengahan dengan menyatakan agak setuju untuk semua
parameter.
Responden yang mengkonsumsi MEDH 2 gelas per hari selama 7 hari
juga memiliki persepsi emosional yang positif dengan menyatakan sangat
setuju dan setuju jika perut terasa nyaman (57,7 % dan 36,5 %), tidak mengalami
stress akibat gangguan pencernaan (61,5 % dan 28,8 %), tidak mengalami
gangguan pencernaan (50,0 % dan 50,0 %), tubuh terasa ringan (34,6 % dan
51,9 %), tubuh terasa rileks (23,1% dan 53,8 % ), merasa bahagia dengan
pencernaan (37,3 % dan 41,2 %). Diantara responden ada juga yang memiliki
persepsi negatif dengan sangat tidak setuju jika perut terasa nyaman (1,9 %),
tubuh terasa ringan (1,9 %) dan tubuh terasa rileks (1,9 %). Diantara responden
ada yang menyatakan tidak setuju jika merasa bahagia terkait pencernaan
(2,0 %). Sisa responden menyatakan persepsi pertengahan dengan
menyatakan agak setuju untuk semua parameter.
Persepsi adalah proses dimana sensasi yang dirasakan oleh konsumen,
dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan. Tiga tahap dari persepsi adalah
pemaparan, perhatian dan interpretasi (Salminen 2004). Tubbs dan Sylva (1996)
mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang aktif berupa kegiatan
memperhatikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan seluruh stimuli secara
efektif. Pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan
harapan. Kesalahan dalam mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon
yang negatif terhadap stimuli.
Persepsi emosional responden yang positif menunjukkan bahwa ada
minat dan harapan yang positif terhadap daun hantap yang dipengaruhi oleh
daya terima fisik terhadap produk serta aspek fisiologis yang mereka rasakan.
Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi food
preference diantaranya adalah faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma dan
faktor biologis. Persepsi emosional yang positif juga dipengaruhi oleh
pengalaman, cakrawala dan pengetahuan in disampaikan.
41
Responden yang memiliki persepsi emosional yang negatif, tubuh terasa
ringan (5,7 %), tubuh terasa rileks (5,7 %) dan merasa bahagia terkait
pencernaan (2 %) bisa disebabkan mereka belum merasakan seperti perasaan
tersebut. Dijelaskan oleh Robbins (2003) bahwa meskipun individu-individu
memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya
berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan
terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari :1) Pelaku persepsi
(perceiver) 2) Objek atau yang dipersepsikan 3) Konteks dari situasi dimana
persepsi itu dilakukan
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5), tidak terdapat perbedaan
yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per
hari dengan 2 gelas per hari terhadap persepsi emosional setelah
mengkonsumsi MEDH selama 7 hari. Hal ini menunjukkan bahwa setelah
mengkonsumsi MEDH selama 7 hari, konsumsi MEDH 2 gelas per hari tidak
memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada persepsi emosional responden
yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari. Minat dan keinginan responden
sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat terakhir mengkonsumsi, perasaan
bosan menyebabkan persepsi emosional responden yang mengkonsumsi 2
gelas per hari tidak lebih baik daripada yang mengkonsumsi 1 gelas per hari.
Pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan
harapan (Tubbs dan Sylva 1996). Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi
makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir
mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan disukai apabila belum pernah
mencoba, tidak disukai setelah dicoba, dan membosankan (Lyman 1989).
Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung kondisi responden
yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari selama 13 hari,
Setelah mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari selama 13 hari,
prosentase terbesar responden memiliki persepsi emosional yang positif
dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika perut terasa nyaman (57 %
dan 28,6 %), Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan (54,3 % dan
28,6 %). Tidak mengalami gangguan pencernaan (45,7 % dan 28,6 %). Tubuh
terasa ringan (51,4 % dan 22,9 %), Tubuh terasa rileks (60,0 % dan 20,0 %),
Merasa bahagia dengan pencernaan (34,3 % dan 42,9 %). Diantara responden
ada juga yang memiliki persepsi negatif dengan tidak setuju jika tubuh terasa
ringan (5,7 %). Sisa responden menyatakan persepsi yang pertengahan dengan
42
menyatakan agak setuju untuk semua parameter. Responden menggambarkan
persepsi emosional sebagaimana data yang disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11 Persepsi emosional responden setelah mengkonsumsi MEDH selama 13 hari
Persepsi emosional setelah mengkonsumsi
Hari ke-13 sangat tidak setuju
Agak setuju
tidak setuju Setuju sangat
setuju
1 gelas per hari (prosentase) Perut terasa nyaman 0,0 14,3 0,0 28,6 57,1 Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan 0,0 17,1 0,0 28,6 54,3 Tidak mengalami gangguan pencernaan 0,0 25,7 0,0 28,6 45,7 Tubuh terasa ringan 0,0 22,9 2,9 22,9 51,4 Tubuh terasa rileks 0,0 20,0 0,0 20,0 60,0 Merasa bahagia terkait dengan pencernaan 0,0 22,9 0,0 42,9 34,3 2 gelas per hari (prosentase) Perut terasa nyaman 0,0 19,2 0,0 26,9 53,8 Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan 1,9 3,8 0,0 38,5 55,8 Tidak mengalami gangguan pencernaan 0,0 11,5 5,8 40,4 42,3 Tubuh terasa ringan 0,0 0,0 1,9 46,2 51,9 Tubuh terasa rileks 0,0 7,8 0,0 51,0 41,2 Merasa bahagia terkait dengan pencernaan 0,0 15,4 0,0 53,8 30,8
Setelah mengkonsumsi MEDH 2 gelas per hari selama 13 hari,
prosentase terbesar memiliki persepsi emosional yang positif dengan
menyatakan sangat setuju dan setuju jika perut terasa nyaman (53,8 % dan
26,9 %), Tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan (55,8 % dan
38,6 %), Tidak mengalami gangguan pencernaan (42,3 % dan 40,4 %), Tubuh
terasa ringan (51,9 % persen dan 46,2 %), Tubuh terasa rileks (41,2 % dan
51,0 %), Merasa bahagia dengan pencernaan (30,8 % dan 53,8 %). Diantara
responden ada yang memiliki persepsi negatif dengan sangat tidak setuju jika
tidak mengalami stress akibat gangguan pencernaan (1,9 %), tidak setuju jika
tidak mengalami gangguan pencernaan (5,8 %) dan tubuh terasa ringan (1,9 %).
Sisa responden menyatakan persepsi pertengahan dengan menyatakan agak
setuju untuk semua parameter.
Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana
seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan
informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Walgito (1993)
43
mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang
memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga
individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi
serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus.
Persepsi emosional responden yang positif menunjukkan bahwa ada
minat dan harapan yang positif terhadap daun hantap yang dipengaruhi oleh
daya terima fisik terhadap produk serta aspek fisiologis yang mereka rasakan.
Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi food
preference diantaranya adalah faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma dan
faktor biologis. Persepsi emosional yang positif juga dipengaruhi oleh
pengalaman, cakrawala dan pengetahuan individu (Alport 1973). Pengalaman
yang dirasakan oleh responden dan pengetahuan terhadap khasiat daun hantap
akan memberikan arti terhadap persepsi yang disampaikan.
Ketika ada responden yang memiliki persepsi emosional yang negatif
tubuh terasa ringan (5,7% dan 1,9 %). dan tidak mengalami gangguan
pencernaan (5,8 %) bisa disebabkan mereka belum merasakan seperti perasaan
tersebut. Tubbs dan Sylva (1996) menyebutkan bahwa pemilihan stimuli tersebut
tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam
mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5), tidak terdapat perbedaan
yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per
hari dengan 2 gelas per hari terhadap persepsi emosional setelah
mengkonsumsi MEDH selama 13 hari. Hal ini menunjukkan bahwa setelah
mengkonsumsi MEDH selama 7 hari, konsumsi MEDH 2 gelas per hari tidak
memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada persepsi emosional responden
yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari. Minat dan keinginan responden
sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat terakhir mengkonsumsi, perasaan
bosan menyebabkan persepsi emosional responden yang mengkonsumsi 2
gelas per hari tidak lebih baik daripada yang mengkonsumsi 1 gelas per hari.
Minat dan keinginan responden sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat
terakhir mengkonsumsi, perasaan bosan yang menyebabkan persepsi
emosional responden yang mengkonsumsi 2 gelas per hari tidak lebih baik
daripada yang mengkonsumsi 1 gelas per hari.
Tubbs dan Sylva (1996) menyebutkan bahwa pemilihan stimuli tersebut
tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam
44
mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli.
Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti
kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak
akan disukai jika belum pernah mencoba, tidak disukai setelah dicoba, dan
membosankan (Lyman 1989).
Hasil uji beda t-independent test (Lampiran 6) menunjukan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap
persepsi emosional pada responden yang mengkonsumsi MEDH satu gelas
sehari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama mengkonsumsi MEDH satu
gelas per hari akan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap persepsi
emosional responden. Persepsi adalah proses dimana sensasi yang dirasakan
oleh konsumen, dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan. Tiga tahap dari
persepsi adalah pemaparan, perhatian dan interpretasi (Salminen 2004). Faktor
persepsi sangat dipengaruhi oleh minat dan keinginan (Tubbs dan Sylva 1996)
dan Kesukaan pada sifat-sifat sensori makanan dipelajari melalui pengalaman.
Pengetahuan mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh pada tingkah
laku preferensi makanan (Stepherd & Spark 1994). Pengetahuan yang mereka
peroleh tentang manfaat daun hantap dan pengalaman yang mereka rasakan
selama mengkonsumsi selama 13 hari memberikan pengaruh yang positif
terhadap persepsi emosional responden.
Hasil uji beda t-independent test menunjukan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p>0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap persepsi
emosional pada responden yang mengkonsumsi MEDH dua gelas sehari
(Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama mengkonsumsi MEDH
2 gelas per hari tidak memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap persepsi
emosional responden. Faktor persepsi sangat dipengaruhi oleh minat dan
keinginan (Tubbs dan Sylva 1996). Minat dan keinginan responden sangat
dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat terakhir mengkonsumsi dan perasaan
bosan (Lyman 1989) yang menyebabkan persepsi emosional responden yang
mengkonsumsi 2 gelas per hari selama 13 hari tidak lebih baik daripada selama
7 hari.
Penerimaan atau preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat
sensori pada makanan seperti rasa, aroma, tekstur dan penampakan (Cardello
1994). Daya terima formula MEDH pada rasa dan aroma yang relatif rendah
sangat mempengaruhi persepsi emosional responden yang mengkonsumsi 2
45
gelas per hari selama 13 hari. Dijelaskan oleh Robbins (2003) ada sejumlah
faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi.
Faktor-faktor ini dari :1) Pelaku persepsi (perceiver) 2) Objek atau yang
dipersepsikan 3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan
Persepsi Kondisi Kesehatan Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung kondisi responden
yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari selama 7 hari.
Beragam manfaat yang dirasakan contoh disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12 Persepsi kondisi kesehatan responden setelah mengkonsumsi MEDH selama 7 hari
Kondisi Kesehatan setelah mengkonsumsi
Hari ke-7 sangat tidak setuju
Agak setuju
tidak setuju Setuju sangat
setuju
1 gelas per hari (prosentase) Frekuensi buang air besar teratur setiap hari 0,0 45,7 2,9 22,9 28,6Pengeluaran feses lancer 0,0 2,9 0,0 17,1 80,0Pengeluaran fese teras tuntas dengan sekali ke toilet 0,0 5,7 0,0 28,6 65,7Perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) 0,0 2,9 0,0 25,7 71,4Tidak merasa perut kembung 0,0 8,6 2,9 45,7 42,9Tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali 0,0 28,6 2,9 42,9 25,7Tidak mengalami keluhan sakit maag 0,0 2,9 0,0 54,3 42,92 gelas per hari (prosentase) Frekuensi buang air besar teratur setiap hari 0,0 25,5 0,0 41,2 33,3Pengeluaran feses lancer 0,0 9,6 0,0 28,8 61,5Pengeluaran fese teras tuntas dengan sekali ke toilet 0,0 5,8 0,0 17,3 76,9Perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) 0,0 7,7 0,0 36,5 55,8Tidak merasa perut kembung 0,0 11,5 0,0 46,2 42,3Tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali 0,0 21,2 1,9 57,7 19,2Tidak mengalami keluhan sakit maag 0,0 13,5 1,9 32,7 51,9
Setelah mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari selama 7 hari,
prosentase terbesar responden memiliki persepsi kondisi kesehatan yang positif
dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika frekuensi buang air besar
teratur setiap hari (28,6 % dan 22,9 %), pengeluaran feses lancar (80,0 % dan
46
17,1 %), pengeluaran feses terus tuntas dengan sekali ke toilet (65,7 % dan
28,6 %), perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) (71,4 % dan 25,7 %),
tidak merasa perut kembung (42,9 % dan 45,7 %), tidak perlu mengejan dengan
kuat atau berkali-kali (25,7 % dan 42,9 %), tidak mengalami keluhan sakit maag
(42,9 % dan 54,3 %). Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi
negatif dengan menyatakan tidak setuju jika frekuensi buang air besar teratur
setiap hari (2,9 %), tidak merasa perut kembung (2,9 %), tidak perlu mengejan
dengan kuat atau berkali-kali (2,9 %). Sisa responden menyatakan persepsi yang
pertengahan dengan menyatakan agak setuju untuk semua parameter kecuali
frekuensi buang air besar teratur setiap hari (45,7 %) yang cukup besar
prosentasenya.
Setelah mengkonsumsi MEDH 2 gelas per hari selama 7 hari,
prosentase terbesar responden memiliki persepsi kondisi kesehatan yang positif
dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika frekuensi buang air besar
teratur setiap hari (33,3 % dan 41,2 %), pengeluaran feses lancar (61,5 % dan
28,8 %), pengeluaran feses terus tuntas dengan sekali ke toilet (76,9% dan
17,3 %), perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) (55,8 % dan 36,5%),
tidak merasa perut kembung (42,3 % dan 46,2 %), tidak perlu mengejan dengan
kuat atau berkali-kali (19,2 % dan 57,7 %), tidak mengalami keluhan sakit maag
(51,9 % dan 32,7 %). Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi
kondisi kesehatan yang negatif dengan tidak setuju jika tidak perlu mengejan
dengan kuat atau berkali-kali (1,9 %), tidak mengalami keluhan sakit maag
(1,9 %). Sisa responden menyatakan persepsi yang pertengahan dengan
menyatakan agak setuju untuk semua parameter terutama untuk frekuensi buang
air besar teratur setiap hari (25,5 %).
Manfaat adalah dampak positif yang diharapkan oleh konsumen setelah
mengkonsumsi produk. Menurut Engel et al (1994), kebutuhan yang diaktifkan
akhirnya diekspresikan menjadi perilaku pembelian dan konsumsi dalam bentuk
dua jenis manfaat yang diharapkan, yaitu manfaat guna (utilitarian) dan manfaat
hedonik (pengalaman). Persepsi kondisi kesehatan responden yang positif
menunjukkan adanya manfaat guna dan manfaat pengalaman yang mereka
peroleh setelah mengkonsumsi MEDH. Menurut Alport (1973) proses persepsi
merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala,
dan pengetahuan individu. Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi
seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya
47
stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan
pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam
menanggapi stimulus.
Tanaman hantap ini mengeluarkan lendir/gum yang dapat disebut juga
hidrokoloid. Gum termasuk serat makanan larut yang memiliki efek faali berupa
mempercepat pengosongan lambung (Waspadji, 1990). Menurut Srivastava et al
(1976) sterculia memiliki dampak yang baik terhadap sembelit dan mengurangi
waktu transit pada penyakit diverticular. Pengetahuan responden terhadap
khasiat daun hantap ini berpengaruh positif terhadap persepsi kondisi kesehatan
responden. Kesatuan pengalaman dalam mengkonsumsi MEDH dan kondisi
kesehatan yang mereka alami juga berpengaruh positif terhadap persepsi kondisi
kesehatan responden.
Ketika ada responden yang memiliki persepsi kondisi kesehatan yang
negatif dengan frekuensi buang air besar teratur setiap hari (2,9 %), tidak merasa
perut kembung (2,9 %), tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali
(2,9 %) bisa disebabkan mereka belum merasakan seperti perasaan yang
dimaksud. Tubbs dan Sylva (1996) mendefinisikan persepsi sebagai suatu
proses yang aktif berupa kegiatan memperhatikan, mengorganisasikan, dan
menafsirkan seluruh stimuli secara efektif. Pemilihan stimuli tersebut tergantung
pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam
mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli.
Menurut Robbins (2003) Faktor yang bekerja untuk membentuk dan
terkadang memutar-balikkan persepsi diantaranya adalah 1) Pelaku persepsi
(perceiver) 2) Objek atau yang dipersepsikan 3) Konteks dari situasi dimana
persepsi itu dilakukan. Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan
yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi.
Suatu makanan tidak akan disukai apabila belum pernah mencoba, tidak disukai
setelah dicoba, membosankan dan terlalu biasa dikonsumsi akan menyebabkan
alergi atau reaksi fisiologis yang berhubungan dengan efek penyakit setelah
mengkonsumsinya (Lyman 1989).
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5), tidak terdapat perbedaan
yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per
hari dan 2 gelas per hari terhadap persepsi kondisi kesehatan setelah
mengkonsumsi 7 hari MEDH. Hal ini menunjukkan bahwa setelah
mengkonsumsi MEDH selama 7 hari, konsumsi MEDH 2 gelas per hari tidak
48
memberikan pengaruh yang lebih baik pada persepsi kondisi kesehatan
responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari. Minat dan keinginan
responden sangat dipengaruhi oleh kondisi perasaan saat terakhir
mengkonsumsi, perasaan bosan menyebabkan persepsi kondisi kesehatan
responden yang mengkonsumsi 2 gelas per hari tidak lebih baik daripada yang
mengkonsumsi 1 gelas per hari.
Tubbs dan Sylva (1996) menyebutkan bahwa pemilihan stimuli tersebut
tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Preferensi dipengaruhi
oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan
dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan disukai apabila
belum pernah mencoba, tidak disukai setelah dicoba, membosankan (Lyman
1989). Menurut Robbins (2003) Faktor yang bekerja untuk membentuk dan
terkadang memutar-balikkan persepsi diantaranya adalah 1) Pelaku persepsi
(perceiver) 2) Objek atau yang dipersepsikan 3) Konteks dari situasi dimana
persepsi itu dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung kondisi responden
yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per hari dan 2 gelas per hari selama 13
hari. Beragam manfaat yang dirasakan contoh disajikan dalam Tabel 13.
Setelah mengkonsumsi MEDH ekstrak daun hantap 1 gelas per hari selama 13
hari, prosentase terbesar responden memiliki persepsi kondisi kesehatan yang
positif dengan menyatakan sangat setuju dan setuju jika frekuensi buang air
besar teratur setiap hari (74,3 % dan 17,1 %), pengeluaran feses lancar
(71,4 % dan 22,9 %), pengeluaran feses terus tuntas dengan sekali ke toilet
(62,9% dan 25,7%),perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) (74,3 %
dan 20,0 %), tidak merasa perut kembung (68,6 % dan 25,7 %), tidak perlu
mengejan dengan kuat atau berkali-kali (60,0 % dan 31,4 %) tidak mengalami
keluhan sakit maag (62,9 % dan 25,7 %). Diantara responden ada juga yang
memiliki persepsi negatif dengan tidak setuju jika tidak mengalami keluhan sakit
maag (2,9 %). Sisa responden menyatakan persepsi yang pertengahan dengan
menyatakan agak setuju untuk semua parameter.
Setelah responden mengkonsumsi minuman ekstrak daun hantap 2 gelas
per hari selama 13 hari, prosentase terbesar responden memiliki persepsi
manfaat kesehatan yang positif dengan menyatakan sangat setuju dan setuju
jika frekuensi buang air besar teratur setiap hari (69,2 % dan 21,2 %),
pengeluaran feses lancar (67,3 % dan 30,8 %), pengeluaran feses terus tuntas
49
dengan sekali ke toilet (63,5 % dan 13, 5 %), perut terasa “plong” setelah
buang air besar (BAB) (61,5 % dan 36,5 %), tidak merasa perut kembung
(51,9 % dan 38,5 %), tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali (50,0 %
dan 34,6 %) ,tidak mengalami keluhan sakit maag (55,8 % dan 28,8 %).
Diantara responden ada juga yang memiliki persepsi negatif dengan tidak setuju
jika pengeluaran feses terus tuntas dengan sekali ke toilet (1,9 %), tidak
mengalami keluhan sakit maag (1,9 %). Sisa responden menyatakan persepsi
yang pertengahan dengan menyatakan agak setuju untuk semua parameter.
Tabel 13 Persepsi kondisi kesehatan setelah mengkonsumsi MEDH selama 13 hari
Kondisi Kesehatan setelah mengkonsumsi setelah 7 hari
2 gelas per hari (prosentase) sangat tidak setuju
Agak setuju
tidak setuju setuju sangat
setuju
1 gelas per hari (prosentase) Frekuensi buang air besar teratur setiap hari 0,0 8,6 0,0 17,1 74,3Pengeluaran feses lancer 0,0 5,7 0,0 22,9 71,4Pengeluaran fese teras tuntas dengan sekali ke toilet 0,0 11,4 0,0 25,7 62,9Perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) 0,0 5,7 0,0 20,0 74,3Tidak merasa perut kembung 0,0 5,7 0,0 25,7 68,6Tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali 0,0 8,6 0,0 31,4 60,0Tidak mengalami keluhan sakit maag 0,0 8,6 2,9 25,7 62,92 gelas per hari (prosentase) Frekuensi buang air besar teratur setiap hari 0,0 9,6 0,0 21,2 69,2Pengeluaran feses lancer 0,0 1,9 0,0 30,8 67,3Pengeluaran fese teras tuntas dengan sekali ke toilet 0,0 21,2 1,9 13,5 63,5Perut terasa “plong” setelah buang air besar (BAB) 0,0 1,9 0,0 36,5 61,5Tidak merasa perut kembung 0,0 9,6 0,0 38,5 51,9Tidak perlu mengejan dengan kuat atau berkali-kali 0,0 15,4 0,0 34,6 50,0Tidak mengalami keluhan sakit maag 0,0 13,5 1,9 28,8 55,8
Persepsi kondisi kesehatan responden yang positif menunjukkan adanya
manfaat guna dan manfaat pengalaman yang mereka peroleh setelah
mengkonsumsi MEDH. Alport (1973) proses persepsi merupakan suatu proses
kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan
individu. Walgito (1993) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan
proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya
50
tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya,
motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus.
Tanaman hantap ini mengeluarkan lendir/gum yang dapat disebut juga
hidrokoloid. Gum termasuk serat makanan larut yang memiliki efek faali berupa
mempercepat pengosongan lambung (Waspadji, 1990). Menurut Srivastava et al
(1976) sterculia memiliki dampak yang baik terhadap sembelit dan mengurangi
waktu transit pada penyakit diverticular. Pengetahuan responden terhadap
khasiat daun hantap ini berpengaruh positif terhadap persepsi kondisi kesehatan
responden. Kesatuan pengalaman dalam mengkonsumsi MEDH dan kondisi
kesehatan yang mereka alami juga berpengaruh positif terhadap persepsi kondisi
kesehatan responden.
Ketika ada responden yang memiliki persepsi kondisi kesehatan yang
negatif tidak mengalami keluhan sakit maag (2,9 %) dan pengeluaran feses
terus tuntas dengan sekali ke toilet (1,9 %). bisa disebabkan mereka belum
merasakan seperti perasaan yang dimaksud. Tubbs dan Sylva (1996)
mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang aktif berupa kegiatan
memperhatikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan seluruh stimuli secara
efektif. Pemilihan stimuli tersebut tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan
harapan. Kesalahan dalam mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon
yang negatif terhadap stimuli.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5), tidak terdapat perbedaan
yang nyata (p>0,05) antara responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas per
hari dengan 2 gelas per hari terhadap kondisi kesehatan setelah mengkonsumsi
13 hari. Hal ini menunjukkan bahwa setelah mengkonsumsi MEDH selama 13
hari, konsumsi MEDH 2 gelas per hari tidak memberikan pengaruh yang lebih
baik pada persepsi emosional responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas
per hari. Minat dan keinginan responden sangat dipengaruhi oleh kondisi
perasaan saat terakhir mengkonsumsi, perasaan bosan menyebabkan persepsi
emosional responden yang mengkonsumsi 2 gelas per hari tidak lebih baik
daripada yang mengkonsumsi 1 gelas per hari.
Tubbs dan Sylva (1996) menyebutkan bahwa pemilihan stimuli tersebut
tergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapan. Kesalahan dalam
mempersepsikan sesuatu akan memberikan respon yang negatif terhadap stimuli.
Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti
kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak
51
akan disukai apabila belum pernah mencoba, tidak disukai setelah dicoba, dan
membosankan (Lyman 1981)
Hasil uji beda t-independent test (Lampiran 6) menunjukan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara hari ke-7 dan ke-13 terhadap
persepsi manfaat kesehatan responden yang mengkonsumsi MEDH 1 gelas
sehari dan 2 gelas per hari. Hal ini menyatakan bahwa semakin lama
mengkonsumsi MEDH satu gelas per hari ternyata memberikan pengaruh yang
lebih baik terhadap persepsi kondisi kesehatan responden.
Persepsi adalah proses dimana sensasi yang dirasakan oleh konsumen,
dipilih, diorganisir, dan diinterpretasikan. Tiga tahap dari persepsi adalah
pemaparan, perhatian dan interpretasi (Salminen 2004). Penerimaan atau
preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat sensori pada makanan
seperti rasa, aroma, tekstur dan penampakan. Sifat-sifat sensori pada makanan
akan diproses dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis,
psikososial, pembelajaran dan daya ingat, ketahanan tubuh dan lain-lain
(Cardello 1994). Kesukaan pada sifat-sifat sensori makanan dipelajari melalui
pengalaman. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan selanjutnya berpengaruh
pada tingkah laku preferensi makanan (Stepherd & Spark 1994).
Penerimaan terhadap sifat sensori makanan yang dilatarbelakangi oleh
pembelajaran dan pengalaman sangat mempengaruhi persepsi kondisi
kesehatan yang positif. Pengetahuan responden terhadap khasiat daun hantap
dan Pengalaman yang dirasakan langsung responden dalam bentuk reaksi tubuh
terkait proses pencernaan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
persepsi kondisi kesehatan setelah mengkonsumsi 1 gelas per hari dan 2 gelas
per hari.
Formulasi Minuman Formula Daun Hantap Minuman Formula Daun Hantap
Bahan yang ditambahkan untuk pembuatan minuman fungsional daun
hantap(MFDH) adalah sukrosa (gula pasir) dan pasta melon. Sukrosa dipilih
untuk menghindari pemanis buatan. Sukrosa merupakan pemanis yang paling
banyak digunakan karena flavornya lebih dapat memberkan kenikmatan manis
pada manusia sehingga dianggap sebagai pemanis baku (Winarno & Rahayu,
1994). Sukrosa juga dapat menurunkan aktivitas mikroorganisme sehingga suatu
produk dapat lebih awet. Pasta melon dipilih untuk mengurangi aroma daun
(langu) serta menyesuaikan antara warna minuman dengan aroma yang sesuai.
52
Pasta juga dapat memperbaiki warna minuman. Sitrat digunakan untuk
menambah kesegaran produk. Sitrat juga dapat memberi vitamin C pada
minuman sehingga menambah aktivitas antioksidan minuman. Formulasi
minuman ekstrak daun hantap tahap pertama disajikan pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14 Formulasi minuman fungsional daun hantap pertama Formula Massa daun (gram) Air (ml) Pasta melon Gula Sitrat
AF1 40 600 1%
5%
0.1%
AF2 40 600 1% 0.4%
AF3 40 600 1% 0.5%
AF4 40 600 1%
10%
0.1%
AF5 40 600 1% 0.4%
AF6 40 600 1% 0.5%
AF7 40 600 1%
15%
0.1%
AF8 40 600 1% 0.4%
AF9 40 600 1% 0.5%
AF10 40 600 1%
20%
0.1%
AF11 40 600 1% 0.4%
AF12 40 600 1% 0.5%
Hasil uji organoleptik dari formula pada Tabel 14 di atas menunjukkan
panelis menyukai formula AF8 dan dan AF11 yaitu formula dengan penambahan
gula 15% dan 20% dan essens 0.4%. Tetapi, semua formula memiliki
kekurangan berupa terjadinya perubahan warna minuman dari hijau menjadi
coklat. Menurut Gross dalam Prangdimurti et al (2006) perubahan warna ini
disebabkan karena klorofil mempunyai sifat yang labil terhadap asam. Ion Mg2+
dalam klorofil akan disubtitusi dengan ion H+ sehingga warna klorofil yang hijau
menjadi cokelat (feofitin). Karena warna merupakan salah satu aspek penting
dalam penilaian organoleptik yang juga dapat mempengaruhi rasa maka
dilakukan formulasi baru tanpa sitrat. Formulasi baru juga menggunakan taraf
penambahan gula 15% dan 20% serta mengganti pasta melon menjadi essens
melon sehingga warna minuman merupakan warna asli ekstrak daun hantap.
Penambahan essens melon dilakukan satu taraf yaitu 0,3%. Taraf penambahan
essen ini mengacu pada penelitian Alfitra (2009) dan Yulianti (2008).
Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan panelis terbatas berjumah 30
orang, formulasi MEDH terbaik tahap I dengan perlakuan penambahan gula
15% mendapatkan daya terima tertinggi. Dan berdasarkan uji organoleptik dg
53
6.720
73.3
0
50
100
Tidak cerah Biasa cerah
warna
3.316.7
80
0
50
100
Tidak suka Biasa Suka
warna
panelis terbatas selanjutnya, formula tahap II dengan penambahan gula 15 %
dan esen 0,4 % mendapatkan daya terima tertinggi. Formulasi baru tahap kedua
disajikan pada Tabel 15 dibawah ini
Tabel 15 Formulasi minuman fungsional daun hantap kedua
Perlakuan Kode Massa daun (gram) Air (ml) Essen melon
(%) Gula (%)
Remas SF1 40 600 0.3 15
SS2 40 600 0.3 20
Sebanyak dua buah formulasi ini dibuat dengan perbandingan 1:15.
Kemudian formula diujikan pada panelis sebanyak 30 orang dengan penilaian
pada mutu hedonik dan hedonik. Dari kedua formula ini kemudian dipilih formula
yang paling disukai panelis dari masing-masing cara ekstraksi berdasarkan (total
modus) rangking kesukaan untuk dianalisis statistik, yaitu formula SF1 dan LF1.
Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan panelis terbatas, formula MFDH
terbaik adalah Formula MEDH dengan penambahan gula 15 % dan Essen
melon 0,4 %.
Karakteristik Organoleptik MFDH Terbaik Penilaian mutu hedonik memberikan penilaian warna cerah sebesar
73,3 %, biasa 20 % dan tidak cerah 6,7 %. Pada penilaian hedonik (kesukaan)
terhadap warna 76,7 persen responden menyatakan suka, biasa 13,3 persen
dan tidak suka 10 persen. Persentase contoh berdasarkan penilaian terhadap
parameter warna MFDH disajikan dalam Gambar 14. Menurut Hendry &
Houghton (1996) warna minuman tidak hanya mempengaruhi persepsi terhadap
aroma tetapi juga kemanisan dan kualitas minuman. Warna merupakan
parameter tercepat untuk memberi kesan penilaian suatu produk.
Gambar 14 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik
terhadap parameter warna MFDH
54
26.7 20
53.3
0
20
40
60
Tidak suka Biasa Suka
rasa
Persentase terbesar panelis memberika penilaian beraroma adalah 83,3
%, biasa 13,3 % dan tidak beraroma 3,3 %. Pada penilaian hedonik terhadap
penilaian kesukaan terhadap aroma 80 %, biasa 16,7 % dan tidak suka 3,3 %.
Persentase contoh berdasarkan penilaian terhadap parameter aroma MFDH
disajikan dalam Gambar 15. Aroma menentukan penerimaan dari buah dan
sayur (Salunthe, 1991). Aroma merupakan parameter yang dinilai dari indra
penciuman. Aroma MFDH mendapatkan daya terima lebih tinggi.
Gambar 15 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan
hedonik terhadap parameter aroma MFDH
Persentase terbesar panelis memberikan penilaian manis adalah 43,3 %,
biasa 40 % dan tidak manis 16,7 %. Pada penilaian terhadap rasa, prosentase
terbesar panelis memberikan penilaian kesukaan terhadap rasa adalah 53,3 %,
biasa 20 % dan tidak suka 26,7 %. Persentase contoh berdasarkan penilaian
terhadap parameter rasa MFDH disajikan dalam Gambar 16.
Gambar 16 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan
hedonik parameter rasa MFDH
Rasa merupakan parameter yang sangat subjektif dan sulit diukur.
Penilaian rasa merupakan gabungan indra pengecap dan pembau (Parker, 2003).
Rasa merupakan parameter yang lebih besar dalam mempengaruhi penerimaan
produk terhadap parameter yang lain. Daya terima rasa MFDH lebih rendah
55
3023.3
46.7
0
20
40
60
Tidak suka Biasa Suka
kekentalan
dibandingkan MEDH yang menunjukkan penambahan gula belum secara
optimal mempengaruhi penerimaan produk. Responden lebih suka produk
minuman dengan rasa tidak manis melon sangat mempengaruhi penerimaan
responden terhadap warna.
Gambar 17 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan
hedonikn terhadap parameter kekentalan MFDH
Persentase terbesar panelis memberikan penilaian kental untuk adalah
93,3 %, biasa 3,3 % dan tidak kental 3,3 %. Pada penilaian terhadap
kekentalan, prosentase terbesar panelis memberikan penilaian kesukaan
terhadap kekentalan adalah 46,7 %, biasa 23,3 % dan tidak suka 30 %.
Persentase contoh berdasarkan penilaian terhadap parameter aroma MFDH
disajikan dalam Gambar 17. Perubahan kekentalan bahan dapat mengubah rasa
dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi cepat lambatnya rangsangan
sel olfaktori dan air liur (Winarno, 2008).
Pada penilaian kesukaan terhadap keseluruhan, persentase terbesar
contoh memberikan penilaian kesukaan terhadap keseluruhan adalah 56,7 %,
biasa 20 % dan tidak suka 23,3 %. Persentase contoh berdasarkan penilaian
terhadap keseluruhan MFDH hantap disajikan dalam Gambar 18.
Gambar 18 Persentase contoh berdasarkan penilaian mutu hedonik dan hedonik
terhadap keseluruhan MFDH
23.3 20
56.7
0
20
40
60
Tidak suka Biasa Suka
keseluruhan
56
Secara mutu hedonik maka semua karakteristik, warna, aroma, rasa dan
kekentalan mendapatkan daya penerimaan yang baik. Hasil penilaian mutu
hedonik minuman formula daun hantap ini disajikan pada Gambar 19.
Gambar 19 Penilaian mutu hedonik terhadap parameter
warna,aroma, rasa dan kekentalan MFDH
Perbandingan hasil penilaian mutu hedonik antara Minuman ekstrak daun
hantap (MEDH) dan minuman Formula Daun hantap (MFDH) disajikan dalam
gambar 20. Dalam gambar ini menunjukkan bahwa hasil penilaian mutu hedonik
setelah adanya penambahan gula 15 % dan essen 0,4 % (MFDH) mendapatkan
penerimaan yang jauh lebih baik dibandingkan minuman ekstrak daun hantap
(MEDH).
Gambar 20 Perbandingan penilaian mutu hedonik MEDH dan MFDH
Kandungan Fisikokimia dan Fitokimia MFDH
Berdasarkan Tabel 16 viskositas atau kekentalan rata-rata formula MFDH
adalah 300 cP dan sifat fisik minuman formula daun hantap berupa tingkat
keasaman atau (pH) dengan nilai pH rata-rata formula MFDH terbaik adalah
02468Warna
Aroma
Rasa
Kekentalan
02468Warna
Aroma
Rasa
Kekentalan
minuman ekstrak daun hantap
minuman formula daun hantap
57
6,26. Berdasarkan Kandungan proksimat MFDH adalah kadar air sebesar
84,80 %, kadar abu 4.33 % , kadar serat pangan larut 4,5 % dan kadar serat
pangan tidak larut adalah 15,67 %.
Tabel 16 Kandungan proksimat, klorofil dan antioksidan minuman fungsional daun hantap ( MFDH)
Proksimat % Kadar Air 84,80 Kadar Abu 0,043 Kadar Serat pangan - larut - tidak larut Klorofil Daun Klorofil MFDH Antioksidan Daun Antioksidan MFDH
4,5 15,67 5,92 mg/L 0,46 mg/L 14.97 44,03
MFDH ini terlihat kental. Hal ini dikarenakan tanaman hantap mengandung
hidrokoloid gum. Diduga sifat kekentalan yang dimiliki minuman ini berasal dari
hidrokoloid tersebut. Selain memberikan sifat kental, hidrokoloid ini dapat
berfungsi sebagai sumber serat larut. Kadar air MFDH tergolong tinggi. Hal ini
merujuk pada penelitian Alfitra (2009) yang menyatakan 82-89,6% tergolong
tinggi. Tingginya kadar air dikarenakan sampel berasal dari bentuk cair. Tetapi,
kadar abu kedua formula minuman jauh lebih kecil daripada kadar abu daun
(4.33 %). Hal ini dapat disebabkan mineral terikat pada sel tanaman sehingga
pada ekstraksi dengan menggunakan air sedikit saja yang terekstrak.
Kadar serat pangan total adalah 20,17 % yang merupakan hasil
penjumlahan kadar serat larut sebesar 4,5 % dan kadar serat tidak larut sebesar
15,67 %. Kadar serat lebih dari 20 % dapat dinyatakan sebagai sumber serat.
Kadar serat yang tinggi ini dikarenakan bahan penelitian merupakan daun.
Kandungan klorofil MFDH adalah 0,463 mg/L sedangkan kandungan klorofil
daun hantap adalah 5,92 mg/L. Aktivitas antioksidan daun hantap adalah
14,0719 persen dan aktivitas antioksidan MFDH adalah 44,03 persen.
Berdasarkan data tersebut maka kandungan klorofil MFDH hanya sekitar
7,8 persen jika dibandingkan kandungan klorofil daun hantap. Hal ini dapat
disebabkan minimnya ekstraksi dengan metode remas dan tidak semua
permukaan daun dapat diektrak kandungan klorofilnya. Selain fitokimia tanaman,
klorofil juga dapat memberikan aktivitas antioksidan seperti dinyatakan pada
penelitian Prangmudi (2007). Menurut Endo et al (1985) dalam kusharto (2008)
klorofil dapat berfungsi sebagai antioksidan. Juga menurut Prangdimurti (2007)
58
dengan daun sujinya menunjukkan bahwa klorofil memiliki aktivitas antioksidan.
Klorofil dan turunannya juga memiliki fungsi antimutagenik, antikarsiogenik,
menurunkan serum kolesterol, menurunkan trigleserida, dan menurunkan
sembelit (Lecfer-Marquez, 2001; Anonim, 2001).
Menurut Kumar et al (2008) dalam penelitiannya menyatakan aktivitas
antioksidan sebesar 13% termasuk aktivitas sedang. Penyataan ini sejalan
dengan Chairul (2003) yang menyatakan tanaman hantap memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih besar dari alfa-tokoferol. Berdasarkan hasil ini maka daun
hantap memiliki potensi antioksidan yang baik
Aktivitas antioksidan MFDH adalah 44,03 persen (Tabel 16). Aktivitas
antioksidan berkisar antara 19,7%-83,1% sehingga dapat dinyatakan bahwa
MFDH berpotensi antioksidan. Potensi antioksidan diduga dari fitokimia daun
berupa tanin, alkaloid, polifenol, fenol dan juga klorofil. Menurut Endo et al (1985
dalam kusharto 2008) klorofil dapat berfungsi sebagai antioksidan. Juga menurut
Prangmudi (2007) dengan daun sujinya menunjukkan bahwa klorofil memiliki
aktivitas antioksidan. Klorofil dan turunannya juga memiliki fungsi antimutagenik,
antikarsiogenik, menurunkan serum kolesterol, menurunkan trigleserida, dan
menurunkan sembelit (Lecfer-Marquez, 2001; Anonim, 2001).
Aktivitas antioksidan pada MFDH lebih kecil daripada minuman MEDH
(75,8 %). Selain itu, aktivitas antioksidan pada MFDH lebih besar daripada
aktivitas antioksidan pada daun hantap. Kedua hal ini dapat disebabkan karena
perbedaan efisiensi ekstraksi dan karakteristik bahan uji. Menurut Prakash
(2001) senyawa antioksidan dapat larut air, larut lemak, tidak larut keduanya,
atau terikat pada dinding sel tanaman.
Pada penelitian ini, diduga perbedaan aktivitas antioksidan pada daun,
minuman ekstrak, dan minuman fungsional disebabkan perbedaan efisiensi
ektraksi dan sifat senyawa antioksidan daun hantap yang terikat pada dinding sel.
Kurangnya efisiensi ekstraksi dapat terjadi karena perbedaan jumlah sampel
awal antara pengujian aktivitas antioksidan daun, minuman ekstrak dan minuman
fungsional yang berturut-turut 4 helai daun, 14 gram dan 40 gram. Selain itu,
perbedaan umur daun tanaman juga diduga berpengaruh pada kandungan
antioksidan minuman ekstrak dan minuman fungsionalnya.