HASIL DAN PEMBAHASAN · dengan luas Wilayah 820 kilometer persegi. ... Minang, Bugis, ... terdiri...

47
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kumpeh Ulu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi dengan luas Wilayah 820 kilometer persegi. Kecamatan ini secara geografis terletak pada 10 hingga 150 sampai 20 hingga 200 derajat lintang selatan dan 1020 hingga 250 sampai 1040 hingga 300 derajat bujur timur. Batas wilayah Kecamatan Kumpeh Ulu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Maro Sebo, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Gelam, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kumpeh, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kota Jambi. Posisi Kecamatan Kumpeh Ulu terletak di jalur sebelah Timur yang berdekatan dengan jantung Ibukota Provinsi Jambi. Sarana transportasi yang baik antara kecamatan ini dengan Kota Jambi sangat memadai untuk menunjang perekonomian masyarakat. Kecamatan ini secara administrasi terbagi menjadi 17 desa yaitu Desa Sungai Terap, Kasang Pudak, Kasang Lopak Alai, Solok, Sumber Jaya, Arang Arang, Sipin Teluk Duren, Pemunduran, Teluk Raya, Ramin, Tarikan, Lopak Alai, Sakean, Kota Karang, Pudak, Muaro Kumpeh, dan Kasang Kumpeh. Kecamatan Kumpeh Ulu sebagian besar merupakan dataran rendah dengan ketinggian 10 sampai dengan 300meter di atas permukaan laut. Jumlah penduduk Kecamatan Kumpeh Ulu pada tahun 2010 adalah 45.824 jiwa yang terdiri dari 23.678 jiwa laki-laki dan 22.146 jiwa perempuan yang berada dalam 10.788 rumah tangga. Sebagian besar penduduk di kecamatan ini merupakan penduduk lokal dengan suku bangsa Melayu. Selain penduduk asli terdapat juga penduduk pendatang dengan suku bangsa Jawa, Batak, Minang, Bugis, Madura dan sebagian kecil Tionghoa. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Kumpeh Ulu adalah sebagai petani, peternak, buruh perusahan perkebunan kelapa sawit, dan sisanya bekerja sebagai pegawai pemerintahan, pedagang, nelayan, serta jasa (Kecamatan Kumpeh Ulu dalam Angka, 2011). Kecamatan Kumpeh Ulu terletak di daerah dataran rendah dengan lahan rawa gambut. Pengusahaan lahan pertanian di kecamatan ini pada umumnya lebih didominasi oleh tanaman Padi. Kecamatan Kumpeh Ulu juga dikenal sebagian sebagai daerah penghasil sayur dan buah-buahan utama khususya tanaman palawija dan holtikultura. Kondisi lahan yang terdiri dari dataran rendah dengan

Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN · dengan luas Wilayah 820 kilometer persegi. ... Minang, Bugis, ... terdiri...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah Penelitian

Kumpeh Ulu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi

dengan luas Wilayah 820 kilometer persegi. Kecamatan ini secara geografis

terletak pada 10 hingga 150 sampai 20 hingga 200 derajat lintang selatan dan

1020 hingga 250 sampai 1040 hingga 300 derajat bujur timur. Batas wilayah

Kecamatan Kumpeh Ulu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Maro Sebo,

sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Gelam, sebelah Timur

berbatasan dengan Kecamatan Kumpeh, dan sebelah Barat berbatasan dengan

Kota Jambi. Posisi Kecamatan Kumpeh Ulu terletak di jalur sebelah Timur yang

berdekatan dengan jantung Ibukota Provinsi Jambi. Sarana transportasi yang baik

antara kecamatan ini dengan Kota Jambi sangat memadai untuk menunjang

perekonomian masyarakat. Kecamatan ini secara administrasi terbagi menjadi 17

desa yaitu Desa Sungai Terap, Kasang Pudak, Kasang Lopak Alai, Solok, Sumber

Jaya, Arang Arang, Sipin Teluk Duren, Pemunduran, Teluk Raya, Ramin,

Tarikan, Lopak Alai, Sakean, Kota Karang, Pudak, Muaro Kumpeh, dan Kasang

Kumpeh. Kecamatan Kumpeh Ulu sebagian besar merupakan dataran rendah

dengan ketinggian 10 sampai dengan 300meter di atas permukaan laut.

Jumlah penduduk Kecamatan Kumpeh Ulu pada tahun 2010 adalah 45.824

jiwa yang terdiri dari 23.678 jiwa laki-laki dan 22.146 jiwa perempuan yang

berada dalam 10.788 rumah tangga. Sebagian besar penduduk di kecamatan ini

merupakan penduduk lokal dengan suku bangsa Melayu. Selain penduduk asli

terdapat juga penduduk pendatang dengan suku bangsa Jawa, Batak, Minang,

Bugis, Madura dan sebagian kecil Tionghoa. Mata pencaharian penduduk

Kecamatan Kumpeh Ulu adalah sebagai petani, peternak, buruh perusahan

perkebunan kelapa sawit, dan sisanya bekerja sebagai pegawai pemerintahan,

pedagang, nelayan, serta jasa (Kecamatan Kumpeh Ulu dalam Angka, 2011).

Kecamatan Kumpeh Ulu terletak di daerah dataran rendah dengan lahan

rawa gambut. Pengusahaan lahan pertanian di kecamatan ini pada umumnya lebih

didominasi oleh tanaman Padi. Kecamatan Kumpeh Ulu juga dikenal sebagian

sebagai daerah penghasil sayur dan buah-buahan utama khususya tanaman

palawija dan holtikultura. Kondisi lahan yang terdiri dari dataran rendah dengan

lahan rawa gambut sangat memungkinkan masyarakat untuk membudidayakan

tanaman sayuran dan buah-buahan. Buah duku merupakan salah satu komoditi

buah-buahan yang sangat terkenal di kecamatan ini yang menjadi maskot flora

Kabupaten Muaro Jambi dan menjadi salah satu sumber perekonomian

masyarakat karena mempunyai harga yang cukup baik di pasar. Sentra tanaman

duku hampir merata diseluruh wilayah Kumpeh Ulu terutama yang berada

disepanjang Daerah Aliran Sungai Batang Hari tempat habitat duku berkembang.

Secara rinci, komoditas pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian

masyarakat adalah: (1) padi; (2) palawija, yang teridiri dari jagung, kedelai,

kacang tanah, kacang hijau, ketela pohon, dan ketela rambat; (3) sayuran, yang

terdiri dari kacang panjang, kacang buncis, cabe, tomat, mentimun, terong, kisik,

bayam, kangkung, dan melinjo, dan (4) buah-buahan, yang terdiri dari rambutan,

pisang, durian, duku, jeruk, nanas, alpukat, jambu, papaya, sawo, mangga, dan

manggis.

Keadaan Umum Sistem Pertanian Padi di Wilayah Penelitian

Topografi Kecamatan Kumpeh Ulu pada umumnya merupakan daerah

dataran rendah dengan lahan rawa gambut. Keadaan tersebut memungkinkan

masyarakat untuk membudidayakan tanaman padi. Luas tanam komoditi padi di

kecamatan ini pada tahun 2010 mencapai 640 hektar dan mampu memproduksi

padi sebanyak 2733 ton dengan rata-rata produksi tertinggi dibandingkan

kecamatan lainnya yaitu 6.77 ton per hektar. Total luas lahan sawah di kecamatan

ini pada tahun 2010 adalah 999.4 hektar yakni 247 hektar merupakan sawah tadah

hujan, 145 hektar sawah lebak, 110 hektar sawah irigasi setengah teknis, dan

359.4 hektar belum diusahakan (Kecamatan Kumpeh Ulu dalam Angka, 2011).

Budidaya padi merupakan sumber mata pencaharian yang baru bagi

beberapa warga kecamatan Kumpeh Ulu, karena sebelumnya hanya ada beberapa

desa yang melakukan budidaya padi, yaitu desa Muaro Kumpeh dan Desa

Tarikan. Warga Kecamata Kumpeh Ulu pada umumnya baru melakukan kegiatan

budidaya padi sekitar tiga tahun terakhir seiring dengan dilaksanakannya program

SL-PTT padi di kecamatan ini. Sebelum program ini dilaksanakan, warga di

kecamatan ini pada umumnya menggantungkan hidupnya dari hasil alam berupa

ikan sungai, udang sungai, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, dan perkebunan

serta bidang jasa. Lahan sawah di kecamatan Kumpeh Ulu pada umumnya

ditanami padi satu hingga dua kali per tahun. Lahan sawah di kecamatan ini

sangat bergantung pada cuaca dan iklim karena pada umumnya merupakan sawah

tadah hujan lebak yang tidak memiliki irigasi. Kalender musim tanam padi di

Kecamatan Kumpeh Ulu dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kalender musim tanam padi di Kecamatan Kumpeh Ulu

Pola

Tanam Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 kali

2 kali Ket : Musim tanam I

Musim tanam II

Keadaan Umum Pelaksanaan SL-PTT Padi di Wilayah Penelitian

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura Kabupaten Muaro Jambi tahun 2009, Kecamatan Kumpeh Ulu

menjadi salah satu kecamatan dari lima kecamatan yang masuk kedalam program

Peningkatan Produksi Beras melalui kegiatan SL-PTT Padi. Kecamatan kumpeh

Ulu dijadikan sebagai salah satu lokasi kegiatan SL-PTT padi karena diaggap oleh

pemerintah memiliki potensi yang baik untuk pengembangan lahan padi sawah.

Tujuan utama SL-PTT Padi di kecamatan ini adalah mempercepat alih teknologi

melalui pelatihan dari penyuluh, peneliti, dan nara sumber lainnya. Melalui SL-

PTT padi petani akan mampu mengambil keputusan untuk menerapkan teknologi

yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan

lingkungan sehingga kegiatan budidayanya akan menjadi lebih efisien,

berproduktivitas tinggi, dan berkelanjutan. Pendekatan SL-PTT berfungsi sebagai

pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompok tani, sekaligus tempat

tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen

kelompok, serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. Kegiatan SL-PTT

padi di Kecamatan Kumpeh Ulu telah dilaksanakan di lima desa pada tahun 2009,

10 desa pada tahun 2010 dan 11 desa direncanakan pada tahun 2011 (Tabel 8).

Tabel 8 Jumlah peserta, unit SL-PTT padi, dan pelaksanaan SL-PTT padi

berdasarkan desa dan kelompok tani di Kecamatan Kumpeh Ulu

Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2009 - 2011

Tahun Desa KelompokTani

Jumlah

Peserta

(Orang)

Jumlah

Unit

SL-PTT

Pelaksanaan

2009 Sipin Teluk Duren Usaha Bersama 80 1 Juli s.d Oktober

Tarikan Harapan Makmur 54 1 Juli s.d Oktober

Muaro Kumpeh Sakintang Dayo

Dano Tamiang

30

90

1 Juli s.d Oktober

Pudak Jaya Bersama

Sri Rejeki

29

48

1 Juli s.d Oktober

Solok Sido Makmur 49 1 Juli s.d Oktober

2010 Tarikan Sejahtera 25 - Tidak Terlaksana

Sipin Teluk Duren Usaha Bersama 80 1 Juli s.d Oktober

Arang Arang Kasih Embun 70 2 Juni s.d September

Usaha Tani 43

Sumber Jaya Harapan 56 1 Juli s.d Oktober

Makmur 33

Sungai Terap Sumber Rejeki 38 - Tidak Terlaksana

Sakean Suka Maju Bersama 22 - Tidak Terlaksana

Kota Karang Suka Maju 28 1 Juli s.d Oktober

Tunas Baru 12

Kasang Pudak Lantera 29 - Tidak Terlaksana

Madu Sari 30

Pudak Sri Rejeki 32 1 Juli s.d Oktober

Makmur Sejahtera 27

Tunas Muda 28

Muaro Kumpeh Dano Tamiang 45 1 Juli s.d Oktober

Sekintang Dayo 45

2011 Sungai Terap Sumber Rejeki 38 1 Belum terlaksana

Sipin Teluk Duren Usaha Bersama 45 1 Belum terlaksana

Arang-Arang Kasih Embun 75 1 Belum terlaksana

Sumber Jaya Harapan 36 1 Belum terlaksana

Tarikan Sejahtera 25 1 Belum terlaksana

Sakean Suka Maju Bersama 22 1 Belum terlaksana

Kota Karang Suka Maju 28 1 Belum terlaksana

Pudak Sri Rejeki

Tunas Muda

32

27

1 Belum terlaksana

Muaro Kumpeh Sikintang Dayo

Dano Tamiang

35

30

1 Belum terlaksana

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jambi 2011

Tabel 8 menunjukkan bahwa kegiatan SL-PTT padi telah dilaksanakan di

delapan desa. Beberapa desa tempat pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi

merupakan desa yang baru melakukan kegiatan budidaya padi dikarenakan adanya

kegiatan SL-PTT padi. Desa-desa yang baru melaksanakan kegiatan budidaya

padi adalah Desa Sipin Teluk Duren, Arang Arang, Solok, Kota Karang, dan

Tarikan, sedangkan Desa Pudak dan Desa Muaro Kumpeh sudah pernah

melakukan kegiatan budidaya padi sebelum kegiatan SL-PTT dilaksanakan.

Pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi pada umumnya berjalan selama tiga

hingga empat bulan dengan jumlah pertemuan sebanyak sepuluh sampai dengan

tiga belas kali pertemuan. Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan secara

bersamaan dengan kegiatan penanaman padi yang dilakukan oleh petani dengan

tujuan agar petani peserta SL-PTT dapat mengamati perbedaan yang terdapat pada

lahan percobaan SL-PTT dan lahan petani sendiri.

Kegiatan SL-PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi

saat ini sudah memasuki tahun ke tiga dan secara umum telah terlaksana dan

berhasil meningkatkan produktivitas padi petani. Produktivitas padi petani yang

mengikuti SL-PTT padi di Kecamatan ini pada tahun 2009 meningkat rata-rata

4.66 kuintal per hektar dengan total produksi keseluruhan sebesar 1297.55 ton dan

total produksi tahun 2010 sebesar 1569.34 ton dengan tambahan tiga desa lokasi

SL-PTT.

Karakteristik Petani Responden Peserta SL-PTT Padi

Karakteristik petani responden peserta SL-PTT yang diamati dalam

penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, suku/etnik,

status sosial ekonomi, kepercayaan, dan sikap. Gambaran karakteristik petani

responden secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 9.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur rata-rata petani responden

peserta SL-PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi adalah

45 tahun dengan rentang umur antara 24 tahun sampai dengan 64 tahun. Angka

tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya petani responden tergolong dalam

usia sedang yaitu 38 tahun sampai dengan 51 tahun.. Hasil penelitian

mengindikasikan bahwa program ini cenderung memilih penduduk yang usianya

masih muda untuk dibina menjadi petani padi karena 68.07 persen petani

responden masih tergolong dalam kategori usia muda dan sedang. Soekartawi

(1988) berpendapat bahwa petani yang lebih muda biasanya mempunyai semangat

tinggi, karena keingintahuannya, sehingga mereka lebih cepat melakukan adopsi

inovasi, walaupun mereka belum berpengalaman.

Berdasarkan karakteristik jenis kelaminnya, seluruh petani responden

peserta kegiatan SL-PTT padi adalah laki-laki. Hal ini terjadi karena adanya

Tabel 9 Jumlah, dan persentase petani responden berdasarkan karakteristiknya di

Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun

2011 Karakteristik Petani

Responden Kategori

Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

Umur Muda (24 – 37 tahun) 22 13.25

Sedang (38 – 51 tahun) 108 65.06

Tua (52 – 64 tahun) 36 21.69

Jenis Kelamin Laki-laki 166 100

Perempuan 0 0

Pendidikan Formal Tidak sekolah/tidak lulus SD 31 18.67

Lulus SD sederajad 73 43.98

Lulus SMP sederajad 39 23.49

Lulus SMA sederajad 23 13.86

Pengalaman :

(a) Lama budidaya Rendah (0 – 7 tahun) 143 86.15

Sedang (8 – 14 tahun) 18 10.84

Tinggi (15 – 21 tahun) 5 3.01

(b) Padi yang pernah

dibudidaya

Ciherang 80 48.19

Cisokan 1 0.60

Impari 1 2 1.20

Ciherang dan Cisokan 22 13.25

Lokal dan Ciherang 47 28.31

Cisokan, Ciherang, dan IR 1 0.60

Cisokan, Ciherang dan Indogiri 3 1.81

Lokal, Ciherang, dan Cisokan 10 6.02

(c) Teknik budidaya Tinggi (pernah melakukan 2 teknik) 57 34.33

Rendah (pernah melakukan 1teknik) 109 65.67

Etnis Batak 1 0.60

Bugis 2 1.20

Jawa 49 29.51

Melayu 102 61.45

Madura 1 0.60

Minang 5 3.01

Sunda 6 3.61

Status Sosial Ekonomi:

(a) Kedudukan dalam

masyarakat

Ketua RT 8 4.82

BPD 9 5.42

Tokoh Agama 2 1.20

Tokoh masyarakat 9 5.42

Ketua Pemuda 2 1.20

Warga Biasa 136 81.93

(b) Status ekonomi Rendah (Rp 500.000 – Rp 1.166.666) 79 47.59

Sedang (Rp 1.166.667 – Rp 1.833.333) 86 51.81

Tinggi (Rp 1.833.334 – Rp 2.500.000) 1 0.60

Kepercayaan :

(a) Kepercayaan tetap

melakukan

budidaya padi

Faktok pendidikan 4 2.41

Faktor ekonomi 158 95.18

Faktor sosial 4 2.41

(b) Kepercayaan dalam

menerapkan teknik

budidaya

Kesesuaian Iklim 51 30.72

Ketersediaan faktor produksi 13 7.83

Keunggulan Teknik budidaya 91 54.82

Citarasa hasil produksi 11 6.63

Sikap Rendah (1 – 2) 32 19.28

Sedang (2,1 – 3) 88 53.01

Tinggi (3,1 – 4) 46 27.71

pembagian peran dalam rumah tangga petani antara laki-laki dan perempuan.

Tugas khusus petani laki-laki adalah membuka lahan, mengolah lahan, menyemai,

memupuk dan menghadiri kegiatan penyuluhan. Tugas khusus petani perempuan

adalah menanam padi. Tugas-tugas lainnya seperti menyiangi gulma,

pengendalian hama dan penyakit serta penanganan panen dan pascapanen

biasanya dilakukan secara bersama.

Karakteristik selanjutnya adalah tingkat pendidikan petani. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pendidikan formal 62.65 persen petani responden peserta

SL-PTT padi masih rendah, yaitu hanya sampai tingkat SD. Dari 166 orang

petani responden hanya 13.86 persen petani yang tingkat pendidikannya SMA dan

22.3 persen petani yang tingkat pendidikannya SMP, sedangkan 43.98 persen

petani tingkat pendidikannya hanya sampai SD dan 18.67 persen sisanya tidak

pernah mengecap pendidikan formal.

Pengalaman membudidayakan padi merupakan sesuatu yang penting untuk

petani dalam melaksanakan kegiatan budidayanya. Karakteristik pengalaman

tersebut dilihat berdasarkan jumlah tahun yang pernah dilalui petani dalam

menjalankan kegiatan budidaya padi, jenis padi yang pernah dibudidaya dan

teknik budidaya yang pernah dilakukan. Tabel 9 menunjukkan bahwa 86.15

persen petani responden memiliki pengalaman yang rendah berdasarkan jumlah

tahun mereka melakukan budidaya padi. Rata-rata lama budidaya responden

secara keseluruhan adalah 4.43 tahun. Lama budidaya responden yang rendah

terkait dengan sebagian besar petani responden merupakan petani yang baru

melakukan aktivitas budidaya padi karena adanya program SL-PTT padi. Data

yang diperoleh menunjukkan bahwa budidaya padi dahulunya bukan merupakan

pola nafkah utama sebagian besar masyarakat Kecamtan Kumpeh Ulu.

Masyarakat Kecamatan Kumpeh Ulu dahulunya lebih menggantungkan hidup dari

budidaya hortikultura, nelayan sungai dan sumber mata pencaharian lainnya.

Hasil penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengalaman

memperlihatkan bahwa pengalaman petani responden berdasarkan jenis padi yang

pernah dibudidayakan menunjukkan bahwa petani responden pada umumnya baru

pernah melakukan budidaya dengan benih Ciherang. Benih Ciherang merupakan

benih yang diajurkan oleh pemerintah dan diberikan kepada petani dengan

harapan petani mampu menghasilkan produksi padi yang tinggi sehingga mampu

membantu meningkatkan produksi padi Kabupaten Muarojambi. Petani responden

yang pada umumnya menggunakan benih ciherang merupakan petani yang baru

mulai menjalankan budidaya padi, namun ada juga petani yang baru menjalankan

budidaya padi tidak menggunakan benih ciherang karena faktor-faktor tertentu

yang akan dijelaskan pada pembahasan karakteristik kepercayaan petani.

Pengalaman petani yang dilihat dalam penelitian ini adalah pengalaman

menggunakan teknik budidaya. Terdapat dua teknik budidaya yang diterapkan

oleh petani yaitu teknik budidaya untuk padi enam bulan atau padi lokal dan

teknik budidaya padi empat bulan. Tabel 9 menunjukkan bahwa 65.67 persen

petani responden baru menerapkan satu teknik budidaya karena penyebab yang

sama yaitu 86.15 persen dari total petani responden merupakan petani padi baru

dan baru mengenal teknik budidaya yang diajarkan melalui kegiatan SL-PTT.

Karakteristik petani yang diamati adalah etnis atau suku. Senilai 61.45

persen petani responden bersuku bangsa Melayu dan 70 orang dari 102 orang

responden yang bersuku bangsa Melayu merupakan penduduk asli yaitu Melayu

Jambi. Penduduk Melayu Jambi tersebar di Desa Tarikan, Muaro Kumpeh, Kota

Karang, Arang-Arang dan Sipin Teluk Duren. Responden etnis Jawa pada

umumnya bermukim di desa Pudak dan Solok, dan responden etnis lainnya

tersebar di desa-desa tempat dilaksanakannya kegiatan SL-PTT padi.

Status sosial ekonomi responden juga menjadi karakteristik yang diamati

dalam penelitian ini. Status sosial responden dilihat berdasarkan kedudukannya

dalam masyarakat dan status ekonomi responden dilihat dari pendapatannya setiap

bulan. Tabel 9 menunjukkan bahwa kedudukan responden di masyarakat dominan

adalah sebagai warga dan beberapa responden lainnya memiliki kedudukan

tersendiri yaitu dalam sistem pemerintahan negara atau kedudukan tersendiri

dalam sistem adat. Status ekonomi petani responden pada penelitian ini pada

umumnya berada pada pada kategori sedang dengan persentase 51.81 persen, dan

sudah berada di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi yaitu 1.082.000

rupiah yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jambi Nomor

417/Kepgub/DISSOSNAKERTRANS/2010 tanggal 26 November 2010. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa 52.41 persen petani responden dapat digolongkan

sebagai penduduk dengan pendapatan yang sudah cukup layak, namun pendapatan

petani responden lainnya masih berada di bawah UMP Jambi.

Karakteristik petani responden yang lainnya adalah kepercayaan. Asch

(Rakhmat, 2003) menguraikan bahwa kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan,

kebutuhan, dan kepentingan. Pengetahuan berpengaruh dengan jumlah informasi

yang dimiliki oleh seseorang. Dalam mengambil keputusan untuk berbudidaya

padi, petani memiliki kepercayaan yang dipegang sehingga mereka memutuskan

terus melaksanakan budidaya padi seperti yang mereka terapkan. Karakteristik

kepercayaan yang diamati dalam penelitian ini adalah alasan petani untuk tetap

melaksanakan budidaya padi dan alasannya untuk menerapkan teknik budidaya

padi.

Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa diketahui 9518 persen

petani responden terus melaksanakan kegiatan budidaya padi dilatarbelakangi

faktor ekonomi dan hanya masing-masing 2.41 persen yang dilatarbelakangi

faktor pendidikan dan sosial. Alasan utama petani responden yang termasuk

dalam kategori faktor ekonomi adalah karena harga beras dirasakan cukup mahal

sehingga petani merasa lebih baik menanam padi sendiri sehingga dapat

mengurangi pengeluaran untuk membeli beras. Alasan petani yang termasuk

dalam kategori pendidikan adalah karena mereka tidak memiliki ijazah dan tidak

punya keahlian khusus sehingga ketika diajarkan untuk melakukan budidaya padi,

mereka merasa bahwa budidaya padi dapat menjadi salah satu sumber pola

nafkahnya. Alasan petani yang termasuk kategori sosial adalah karena mengikuti

anjuran dari peyuluh dan karena melihat manfaat yang dirasakan oleh warga

lainnya yang terlebih dahulu melakukan budidaya padi.

Gambaran hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 74.10 persen petani

responden memanfaatkan produksi yang dihasilkan dari budidaya beras hanya

digunakan untuk keperluan makan sehari-hari dan hanya 25.90 persen petani

responden yang menggunakan hasil produksi untuk konsumsi pribadi dan di jual.

Selain itu, kegiatan budidaya padi merupakan hal yang baru bagi 86.15 persen

petani responden sehingga tidak ada tradisi-tardisi yang kuat untuk mendukung

kegiatan baru tersebut karena tidak ada tradisi budaya yang mengatur tentang

bertani padi, bebeda dengan kegiatan bertani di daerah yang sudah dari dahulu

secara turun-temurun bergantung dengan hasil produksi padi yang

menggolongkan budidaya padi sebagai budaya yang mengakar pada masyarakat.

Karakteristik kepercayaan lainnya adalah kepercayaan dalam menerapkan

teknik budidaya padi. Teknik budidaya yang diterapkan oleh petani responden di

Kecamatan Kumpeh Ulu adalah teknik budidaya padi empat bulan dan teknik

budidaya padi enam bulan. Terdapat empat alasan petani dalam menerapkan

teknik budidaya. Alasan pertama adalah karena kesesuaian iklim dengan teknik

budidaya yang mereka terapkan. Petani yang menerapkan teknik budidaya padi

empat bulan menganggap bahwa benih padi terutama Ciherang mampu

beradaptasi dengan baik dengan iklim setempat dan menghasilkan produksi yang

lebih baik, sedangkan petani yang menerapkan teknik budidaya padi enam bulan

menganggap bahwa benih padi lokal yang waktu budidayanya adalah selama

enam bulan lebih baik dari pada padi unggul karena secara fisik lebih tinggi dan

lebih kokoh sehingga tahan dalam kondisi air yang tinggi apabila curah hujan

tinggi.

Perbedaan pendapat ini terjadi dikarenakan petani yang menerapkan teknik

budidaya empat bulan telah memiliki irigasi setengah teknis yang dapat

difungsikan dengan baik, sedangkan petani lainnya tidak memiliki irigasi yang

dapat mendukung kegiatan budidaya padi mereka, sehingga mereka lebih

cenderung untuk memilih menanam padi lokal yang secara fisik lebih tinggi dan

kokoh sehingga ketika curah hujan tinggi dan sawah mereka tergenang air yang

cukup dalam maka padi yang mereka tanam dapat bertahan.

Alasan kedua adalah karena ketersediaan faktor produksi. Alasan tersebut

adalah alasan yang diutarakan oleh petani responden yang menerapkan teknik

budidaya enam bulan. 6.63 persen petani responden beranggapan bahwa tidak ada

waktu yang cukup untuk menerapkan pola tanam dua tahun sekali dengan teknik

budidaya padi empat bulan karena mereka lebih memilih untuk melakukan

pekerjaan lain seperti menjadi buruh panen di perusahaan kelapa sawit atau

pekerjaan lainnya dan menganggap hasil panen sekali budidaya cukup untuk

kebutuhan sehari-harinya. 1.20 persen petani responden lainnya menganggap

bahwa mereka tidak punya cukup modal untuk membeli pupuk karena varietas

unggul memerlukan pupuk yang cukup banyak. Mereka menganggap bahwa

varietas lokal lebih mudah untuk ditanam karena tidak terlalu memerlukan pupuk.

Karakteristik petani responden yang terakhir adalah sikap petani terhadap

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi. Rakhmat (2003) menjelaskan sikap

dalam beberapa hal, yaitu: (1) sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,

berpikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi, atau nilai; (2) sikap

mempunyai daya pendorong atau motivasi; (3) sikap relatif lebih tetap dan

cenderung dipertahankan; (4) sikap mengandung aspek evaluatif yaitu

mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan; dan (5) sikap timbul

dari pengalaman dan merupakan hasil dari proses belajar.

Sikap petani responden terhadap PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu

terbagi dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kategori sikap petani

terhadap PTT padi rendah apabila skor sikap petani berada pada rentang skor 1.0

sampai dengan 2.0, sedang apabila skor sikap petani berada pada rentang skor 2.1

sampai dengan 3.0, dan tinggi apabila skor sikap petani berada pada rentang skor

3.1 sampai dengan 4.0. Tabel 9 menunjukkan bahwa 53.01 petani responden

memiliki sikap yang dapat digolongkan dalam kategori sedang. Petani responden

yang tergolong dalam kategori sedang tersebar di setiap desa lokasi SL-PTT.

Petani responden yang tergolong dalam kategori rendah tersebar di Desa Sumber

Jaya, Sipin Teluk Duren, Solok, Kota Karang, Tarikan, dan Muaro Kumpeh.

Petani responden yang tergolong dalam kategori sikap rendah terhadap PTT padi

seluruhnya memiliki sikap yang tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap

penggunaan benih unggul karena mereka menganggap padi lokal lebih baik dan

lebih baik dari pada benih unggul. Anggapan tersebut mengemuka karena di

lokasi mereka tidak tersedia irigasi yang sangat penting dalam penerapan PTT

padi. Petani responden yang tergolong dalam kategori sikap tinggi tersebar di

Desa Solok, Pudak, Muara Kumpeh, Tarikan dan Arang Arang. Petani responden

tersebut seluruhnya setuju dan sangat setuju terhadap penggunaan benih unggul

sehingga mereka memiliki sikap yang lebih positif terhadap inovasi lainnya dalam

PTT padi.

Karakteristik Responden Penyuluh SL-PTT Padi.

Karakteristik Penyuluh SL-PTT yang diamati sama dengan karakter petani

yang diamati dalam penelitian ini, yaitu: umur, jenis kelamin, pendidikan,

pengalaman, suku/etnik, status sosial ekonomi, kepercayaan, dan sikap.

Penyusunan kategori karakteristik penyuluh disamakan dengan kategori

karakteristik petani agar mempermudah melihat tingkat kehomofilian antara

petani dengan penyuluh. Gambaran karakteristik petani responden secara

keseluruhan disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah, dan persentase penyuluh berdasarkan karakteristiknya di

Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun

2011

Karakteristik Penyuluh Kategori Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

Umur Muda (24 – 37 tahun) 2 28.57

Sedang (38 – 51 tahun) 5 71.43

Tua (52 – 64 tahun) 0 0.00

Jenis Kelamin Laki-laki 5 71.43

Perempuan 2 28.57

Pendidikan Formal Lulus SMA sederajad 2 28.57

Diploma 3 42,86

Strata I 2 28.57

Pengalaman Budidaya:

(a) Lama budidaya Rendah (0 – 7 tahun) 7 100.00

Sedang (8 – 14 tahun) 0 0.00

Tinggi (15 – 21 tahun) 0 0.00

(b) Padi yang pernah

dibudidaya

Ciherang 1 14.29

Tidakpernah budidaya 6 85.71

(c) Teknik budidaya Tinggi (pernah melakukan 2 teknik) 0 0.00

Rendah (pernah melakukan 1teknik) 1 14.29

Tidak pernah melakukan teknik 6 85.71

Etnis Jawa 1 14.29

Melayu 4 57.14

Minang 1 14.29

Sunda 1 14.29

Status Sosial Ekonomi:

(a) Kedudukan dalam

masyarakat

Warga Biasa 7 100.00

(b) Status ekonomi Rendah (Rp 500.000 – Rp 1.166.666) 0 0.00

Sedang (Rp 1.166.667 – Rp 1.833.333) 4 57.14

Tinggi (Rp 1.833.334 – Rp 2.500.000) 3 42.86

(a) Kepercayaan tetap

melakukan

budidaya padi

Faktok pendidikan 0 0.00

Faktor ekonomi 7 100.00

Faktor sosial 0 0.00

(b) Kepercayaan dalam

menerapkan teknik

budidaya

Kesesuaian Iklim 2 28.57

Ketersediaan faktor produksi 0 0.00

Keunggulan Teknik budidaya 5 71.43

Citarasa hasil produksi 0 0.00

Sikap Rendah (1 – 2) 0 0.00

Sedang (2,1 – 3) 0 0.00

Tinggi (3,1 – 4) 7 7.00

Umur rata-rata penyuluh SL-PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu

Kabupaten Muaro Jambi adalah 41 tahun dengan rentang umur 33 tahun sampai

dengan 48 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya petani

responden tergolong dalam usia sedang yaitu 38 tahun sampai dengan 51 tahun.

Karakteristik lainnya adalah jenis kelamin penyuluh. Tabel 10 menunjukkan

bahwa terdapat lima orang penyuluh laki-laki dan dua orang penyuluh perempuan.

Penyuluh laki-laki bertugas di Desa Sipin Teluk Duren, Arang Arang, Sumber

Jaya, Pudak, Muaro Kumpeh, dan Tarikan. Penyuluh perempuan bertugas di Desa

Solok dan Kota Karang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluh wanita

cenderung ditugaskan di lokasi SL-PTT yang memiliki jumlah anggota kelompok

binaan yang kecil. Ada indikasi bahwa penyuluh perempuan ditempatkan di

kelompok binaan yang kecil agar kinerjanya lebih efektif.

Karakteristik penyuluh lainnya adalah tingkat pendidikan penyuluh. Tingkat

pendidikan formal sangat penting bagi penyuluh, karena ini merupakan landasan

pengetahuan, yang akan membantu penyuluh dalam menjalankan tugasnya

dengan baik. Pendidikan formal dapat membantu penyuluh untuk membentuk cara

berpikir dan pengertiannya untuk memahami kondisi dan permasalahan yang

dihadapi oleh petani, sehingga penyuluh mampu memberdayakan petani untuk

mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh petani. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pendidikan formal sebagian besar penyuluh SL-PTT padi sudah cukup

baik, karena 71.43 persen penyuluh sudah mencapai jenjang pendidikan Diploma

dan Sarjana.

Karakteristik penyuluh lainnya yang diteliti adalah pengalaman budidaya

padi penyuluh. Pengalaman penyuluh dalam berbudidaya terdiri atas lama

budidaya padi yang pernah dilakukan oleh penyuluh, benih padi yang pernah

ditanam oleh penyuluh untuk berbudidaya, dan teknik budidaya yang pernah

dilakukan penyuluh dalam berbudidaya padi. Tabel 10 menunjukkan bahwa dari

tujuh orang penyuluh, satu orang penyuluh pernah melakukan budidaya padi.

Penyuluh lainnya hanya mengetahui cara budidaya padi dan tidak pernah

menerapkannya dalam bentuk budidaya yang berkelanjutan. Penyuluh yang

pernah menerapkan budidaya adalah penyuluh Desa Pudak. Penyuluh tersebut

terdorong untuk menekuni budidaya padi karena ia mempersiapkan sawah sebagai

bentuk investasi jangka panjang dan sumber penghasilan lain di luar pekerjaannya

sehari-hari sebagai penyuluh. Penyuluh tersebut telah menekuni budidaya padi

selama dua tahun semenjak akhir tahun 2008. Benih yang pernah ditanam di

sawahnya adalah benih Ciherang dengan menggunakan teknik budidaya padi

empat bulan.

Karakteristik etnis merupakan karakteristik yang diamati dalam penelitian

ini. Shibutani dan Morato (Mulyana dan Rakhmat, 1998) mengungkapkan bahwa

secara tradisional, etnisitas dipandang sebagai seperangkat ciri sosiokultural yang

membedakan kelompok-kelompok etnis antara yang satu dengan lainnya. Sebuah

etnis memegang nilai-nilai dan norma tertentu. Tabel 10 memperlihatkan bahwa

etnis penyuluh terdiri dari Jawa, Sunda, Minang, dan Melayu. Penyuluh yang

memiliki etnis Jawa bertugas di Desa Pudak. Penyuluh yang memiliki etnis Sunda

bertugas di Desa Sipin Teluk Duren. Penyuluh yang memiliki etnis Minang

bertugas di Desa Arang Arang dan Sumber Jaya. Penyuluh yang memiliki etnis

Melayu bertugas di Desa Solok, Kota Karang, Muaro Kumpeh, dan Tarikan.

Status Sosial Ekonomi merupakan karakteristik yang juga diamati dalam

penelitian ini. Phillips (1979) mengartikan status sosial sebagai derajad, Mar’at

dan Kartono (2006) mengartikan status ekonomi sebagai kedudukan seseorang

atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi

penyuluh dikategorikan sesuai dengan kategori status ekonomi petani. Tabel 10

menunjukkan bahwa seluruh penyuluh memiliki status sosial yang sama dalam

masyarakat yaitu sebagai warga biasa. Tabel 10 juga menunjukkan bahwa status

ekonomi penyuluh seluruhnya berada pada kategori sedang (Rp 1.166.667 – Rp

1.833.333) dan tinggi (Rp 1.833.334 – Rp 2.500.000). Tidak ada penyuluh yang

berada dalam kategori rendah (Rp 500.000 – Rp 1.166.666). Penyuluh-penyuluh

SL-PTT memiliki pendapatan perbulan tidak hanya dari pekerjaan sebagai

penyuluh tetapi pekerjaan samping lainnya.

Karakteristik penyuluh lainnya yang diamati adalah kepercayaan penyuluh

dalam berbudidaya padi. Kepercayaan yang diteliti adalah kepercayaan petani

dalam berbudidaya padi yang diketahui oleh penyuluh digabungkan dengan hal-

hal yang dipercayai oleh penyuluh dalam berbudidaya padi. Seluruh penyuluh

percaya bahwa petani menekuni budidaya padi adalah untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi dengan menjual sebagian hasil panen dan sebagiannya lagi digunakan

petani untuk makan keluarganya sehari-hari. Pada umumnya penyuluh percaya

petani menggunakan teknik budidaya padi empat bulan atas dasar keunggulan

teknik budidaya yang diterapkan, namun ada juga penyuluh yang percaya bahwa

petani menggunakan teknik budidaya atas pertimbangan kesusaian iklim setempat

dengan benih dan varietas Ciherang.

Karakteristik penyuluh yang terakhir adalah sikap. Penggolongan kategori

sikap penyuluh terhadap PTT padi disamakan dengan penggolongan kategori

sikap petani terhadap PTT padi. Tabel 11 menunjukkan bahwa seluruh penyuluh

PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu memiliki sikap yang tergolong dalam

kategori tinggi. Penyuluh-penyuluh bersikap demikian karena mereka

menganggap inovasi-inovasi yang ditawarkan kepada petani akan sangat

menguntungkan petani apabila inovasi-inovasi tersebut diterapkan dengan baik.

Persepsi Petani Responden terhadap PTT Padi.

Persepsi petani terhadap PTT padi terdiri dari : (1) persepsi petani tentang

varitas unggul, (2) persepsi petani tentang benih bermutu, (3) persepsi petani

tentang umur dan jumlah bibit, (4) persepsi tentang penerapan sistem tanam, (5)

persepsi petani tentang penggunaan bahan organik, (6) persepsi petani tentang

sistem pengairan berselang, (7) persepsi petani tentang sistem pengendalian gulma

terpadu, (8) persepsi petani tentang pengendalian hama dan penyakit terpadu, dan

(9) persepsi petani tentang penanganan panen dan pascapanen. Persepsi petani di

ukur dengan menggunakan skala Likert (skala 1 – 4) yang artinya: (1) skor 1

adalah sangat tidak setuju dengan pernyataan, (2) skor 2 adalah tidak setuju

dengan pernyataan, (3) skor 3 adalah setuju dengan pernyataan, dan (4) skor 4

adalah sangat setuju dengan pernyataan. Gambaran persepsi petani terhadap PTT

padi dapat dilihat pada Tabel 11.

Persepsi petani terhadap varietas unggul adalah pemahaman atau pengertian

petani tentang varietas unggul. Persepsi petani tentang varietas unggul pada Tabel

11 tergolong pada kategori tinggi dengan skor persepsi 3.07 (rentang skor 1 – 4)

Sebanyak 58.43 persen petani responden memiliki persepsi yang tinggi tentang

varietas unggul. Petani responden yang memiliki persepsi tinggi ini adalah

petani yang setuju bahwa varietas unggul sesuai dengan kebutuhan dan

Tabel 11. Jumlah petani responden dan skor persepsi petani responden tentang

PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi,

Provinsi Jambi tahun 2011

Obyek Persepsi Pernyataan Jumlah Petani (orang) Skor

Persepsi**)

Skor 1*)

Skor 2*)

Skor 3*)

Skor 4*)

Varietas unggul 1 24 20 29 93 3.15

2 14 30 39 83 3.15

3 10 38 54 64 3.04

4 13 47 76 30 2.74

5 0 31 102 33 2.99

6 0 25 61 80 3.33

Persepsi tentang varietas unggul 3.07

Benih bermutu 7 2 24 81 59 3.19

8 2 31 74 59 3.14

9 2 30 87 47 3.08

10 2 17 92 55 3.20

11 2 9 125 30 3.10

12 0 13 111 42 3.17

Persepsi tentang benih bermutu 3.15

Umur dan

jumlah bibit

13 19 24 103 20 2.75

14 22 21 80 43 2.87

15 21 30 80 35 2.78

16 11 51 93 11 2.63

17 0 20 135 11 2.95

18 7 43 98 18 2.77

Persepsi tentang penggunaan umur dan jumlah bibit 2.79

Sistem tanam 19 6 16 108 36 3.05

20 6 28 102 30 2.94

21 3 41 101 21 2.84

22 3 30 108 25 2.93

23 3 19 129 15 2.94

24 0 24 120 22 2.99

Persepsi tentang sistem tanam 2.95

Bahan organic 25 0 2 109 55 3.20

26 0 2 129 35 3.20

27 0 27 119 20 2.96

28 0 64 86 16 2.71

29 1 1 142 22 3.11

30 0 22 120 24 3.01

Persepsi tentang penggunaan bahan organic 3.05

Pengairan

berselang

31 0 0 15 151 3.90

32 0 0 52 114 3.69

33 0 38 75 53 3.09

34 50 74 42 0 1.95

35 4 38 90 34 2.93

36 0 0 38 128 3.77

Perepsi tentang pengairan berselang 3.22

Pengendalian

gulma terpadu

43 0 11 97 58 3.28

44 0 25 95 46 3.12

45 0 59 85 22 2.78

46 27 90 48 1 2.13

47 15 66 78 7 2.46

48 0 30 106 30 3.00

Persepsi tentang pengendalian gulma terpadu 2.80

Tabel 11 (lanjutan)

Obyek Persepsi Pernyataan Jumlah Petani (orang) Skor

Persepsi**)

Skor 1*)

Skor 2*)

Skor 3*)

Skor 4*)

Pengendalian

hama penyakit

terpadu

49 0 18 98 50 3.19

50 0 1 112 43 3.25

51 0 64 78 24 2.76

52 12 92 35 27 2.46

53 0 6 132 28 3.13

54 0 7 114 45 3.23

Persepsi tentang pengendalian hama penyakit terpadu 3.01

Panen dan

pasca panen

55 0 35 97 34 2.99

56 9 38 100 19 2.78

57 14 42 102 8 2.62

58 11 94 57 4 2.33

59 2 5 127 32 3.13

60 17 30 98 21 2.74

Persepsi tentang panen dan pascapanen 2.77

Persepsi petani tentang PTT padi 2.98

Keterangan : *)

Skor 1 = sangat tidak setuju, skor 2 = tidak setuju, skor 3 = setuju, skor 4 = sangat

setuju

**)

Persepsi dikategorikan: (1) rendah bila skor persepsi 1.0 – 2.0; (2) sedang bila skor

persepsi 2.1 – 3.0; (3) tinggi bila skor persepsi 3.1 – 4.

Kebiasaan petani, sementara sebagian petani responden yang memiliki

persepsi rendah berpendapat berbeda karena mereka tidak membutuhkan benih

unggul dan mereka lebih terbiasa menggunakan varietas lokal. Petani yang

memiliki persepsi rendah tidak setuju dengan varietas unggul menganggap

varietas unggul sulit untuk dirawat karena varietas lokal memiliki keunggulan

fisik yaitu batangnya dapat mencapai tinggi hingga satu meter dan cocok untuk di

tanam di lokasi yang belum memiliki irigasi. Petani yang memiliki persepsi

rendah juga menganggap hasil panen varietas unggul tidak lebih baik daripada

varietas lokal karena varietas unggul membutuhkan pupuk yang cukup banyak

dan membutuhkan pengairan yang baik, sementara mereka tidak memiliki modal

yang cukup banyak dan pengairan yang baik.

Persepsi petani responden tentang penggunaan benih bermutu merupakan

tingkat pemahaman responden terhadap cara untuk mendapatkan benih bermutu.

Benih bermutu dapat diperoleh dengan cara merendam benih dalam air. Benih

yang tenggelam merupakan benih yang bermutu. Persepsi petani responden

tentang penggunaan benih bermutu berada pada kategori tinggi dengan skor 3.14

(rentang skor 1 – 4). Petani yang memiliki persepsi tinggi ini menganggap

penggunaan benih bermutu lebih menguntungkan daripada tidak menggunakan

benih bermutu dan inovasi ini juga sesuai dengan kebutuhan serta kebiasaan

petani. Petani responden pada kategori ini juga menganggap bahwa penggunaan

benih unggul mudah dilakukan, dapat dicoba, dan hasilnya lebih baik dari pada

tidak menggunakan benih bermutu. Petani responden yang memiliki persepsi

rendah tentang inovasi benih bermutu menganggap bahwa tidak ada bedanya hasil

persemaian antara penggunaan benih bermutu dengan tanpa penggunaan benih

bermutu.

Persepsi petani responden tentang penggunaan umur dan jumlah bibit

merupakan pengertian petani terhadap anjuran penggunaan bibit pada umur 18

sampai dengan 22 hari setelah benih disemai dan bibit ditaman dengan jumlah

tanaman per rumpun antara dua sampai dengan tiga tanaman. Persepsi petani

responden tentang penggunaan umur dan jumlah bibit yang diperlihatkan pada

Tabel 11 berada pada kategori sedang dengan skor persepsi 2.79 (tentang skor 1 –

4). Sebanyak 80.72 persen petani responden memahami bahwa penggunaan

jumlah umur dan jumlah bibit lebih menguntungkan karena lebih efisien dalam

menggunakan bibit dan hasilnya lebih baik, namun petani responden yang

menanam benih padi lokal memiliki pemahaman yang berbeda. Petani responden

yang menanam padi lokal memiliki waktu penyemaian yang berbeda dan

menanam bibit padi dengan jumlah empat sampai lima bibit per lubang.

Persepsi petani tentang penerapan sistem tanam adalah pemahaman petani

tentang sistem tanam tegel dan legowo. Persepsi petani responden tentang sistem

tanam yang diperlihatkan pada Tabel 11 tergolong dalam kategori sedang dengan

skor 2.95 (rentang skor1 – 4). Petani secara umum memahami manfaat dari sistem

tanam yang dianjurkan karena sistem tanam ini memudahkan petani dalam

pemeliharaan tanaman padi. Sistem tanam ini juga diyakini lebih efisien dalam

penggunaan pupuk. Sistem tanam ini pada awalnya tidak sesuai dengan kebiasaan

petani yang menanam tanpa membuat barisan terlebih dahulu karena sistem tanam

ini memerlukan teknik khusus dalam membuat barisan lubang tanam, namun

secara keseluruhan sebagian besar petani responden telah memahami manfaat dari

sistem tanam ini.

Persepsi petani tentang penggunaan bahan 18rganic merupakan pemahaman

petani terhadap penggunaan pupuk kandang dan pupuk kompos dalam pemberian

pupuk dasar. Persepsi petani responden tentang penggunaan bahan 18rganic yang

diperlihatkan pada Tabel 11 berada pada kategori tinggi dengan skor persepsi

adalah 3.05 (rentang skor 1 – 4) dan tergolong pada kategori tinggi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa petani responden memahami manfaat dari

penggunaan pupuk 19rganic, namun masih ada petani yang menganggap bahwa

penggunaan pupuk 19rganic cukup sulit untuk dilakukan karena mereka kesulitan

untuk memperoleh kotoran ternak dalam jumlah yang banyak. Apabila mereka

ingin memperoleh kotoran ternak dalam jumlah yang banyak mereka harus

membeli dari lokasi peternakan hewan.

Persepsi petani tentang penerapan sistem pengairan berselang adalah

pengertian atau pemahaman petani tentang sistem penggunaan air yang

disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman, ketersediaan air, dan sistem

pemeliharaan tanaman. Persepsi petani responden pada Tabel 11 tentang

penerapan sistem pengairan berselang berada pada kategori tinggi dengan skor

persespsi 3.22 (rentang skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani

responden merasakan sangat membutuhkan sistem pengairan berselang untuk

mengendalikan debit air di sawah mereka. Pengaturan air dengan menggunakan

sistem tersebut menurut petani tidaklah sulit selama tersedianya irigasi yang

berfungsi dengan baik dan persediaan air cukup. Sistem pengairan berselang ini

dirasakan sangat dibutuhkan oleh petani karena sistem tersebut juga dapat

mencegah tanaman padi dari gagal panen akibat air yang dalam pada saat musim

hujan. Sistem pengairan berselang bagi sebagian petani responden mudah untuk

dilakukan namun bagi sebagian petani responden lainnya sangat sulit untuk

dilakukan. Pengairan berselang mudah dilakukan bagi petani yang memiliki

sarana irigasi yang baik namun pengairan berselang sangat sulit untuk dilakukan

bagi banyak petani pada umumnya karena mereka belum memiliki sarana irigasi

yang atau sudah memiliki sarana irigasi namun sarana tersebut tidak dapat

difungsikan dengan baik.

Persepsi petani tentang pengendalian gulma secara terpadu merupakan

pemahaman petani tentang cara mengendalikan gulma melalui pengolahan lahan

yang sempurna, pengaturan air, penggunaan alat mekanis, dan pelaksanaannya

yang dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan. Persepsi petani

responden tentang pengendalian gulma secara terpadu yang diperlihatkan pada

Tabel 11 berada pada kategori sedang dengan skor persepsi 2.798 (rentang skor 1

– 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani responden memahami manfaat

dari pengendalian gulma secara terpadu. Para petani responden merasakan bahwa

mereka membutuhkan inovasi tersebut, walaupun inovasi ini tidak sesuai dengan

kebiasaan petani dimana petani tidak terbiasa melakukan pengendalian gulma

dengan menggunakan alat mekanis. Petani lebih terbiasa mengendalikan gulma

dengan cara manual. Para petani responden telah memahami manfaat dari

pengendalian gulma secara terpadu, namun mereka merasakan bahwa inovasi ini

sulit untuk dilakukan karena membutuhkan pengaturan air yang baik.

Persepsi petani tentang pengendalian hama dan penyakit secara terpadu

merupakan pemahaman atau pengertian petani terhadap cara pengendalian hama

dan penyakit melalui identifikasi penyakit dan penanganannya, melakukan sistem

bera, melakukan pemasangan perangkap, menjaga sanitasi, dan melakukan tanam

serentak. Persepsi petani responden pada Tabel 11 tentang pengendalian hama dan

penyakit terpadu berada pada kategori tinggi dengan skor 3.01 (rentang skor 1 –

4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani memahami pengendalian hama

dan penyakit secara terpadu dapat memberikan keuntungan sehingga petani

merasa membutuhkan inovasi tersebut, namun inovasi tersebut tidak sesuai

dengan kebiasaan petani. Petani responden pada umumnya tidak terbiasa untuk

melakukan tanam serentak sehingga menyulitkan petani tersebut untuk melakukan

pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. Kegiatan tanam serentak yang

sulit dilakukan juga mengakibatkan petani harus mengeluarkan modal lebih untuk

pengendalian hama dan penyakit, seperti pada saat padi akan panen, petani harus

membeli 20rganic untuk melindungi padi mereka dari serangan hama burung.

Kegiatan tanam serentak yang tidak dilakukan juga dapat mengakibatkan padi

petani gagal panen atau penurunan produksi padi karena serangan hama yang

terfokus pada lahan budidaya tertentu.

Persepsi petani tentang penanganan panen dan pasca panen merupakan

pemahaman atau pengertian petani tentang penanganan panen dan pasca panen

dengan menggunakan sabit bergerigi, dilakukan oleh kelompok pemanen, segera

dilakukan perontokan setelah dipotong, menggunakan alas 20rganic/terpal,

pengeringan dilakukan dengan lantai jemur atau alas, penggilingan dilakukan

pada kadar air gabah 12 sampai dengan 14 persen, dan penyimpanan hasil panen

dilakukan pada kadar air mencapai 12 samapi 14 persen. Persepsi petani

responden pada Tabel 11 tentang penanganan panen dan pascapanen berada pada

kategori sedang dengan skor 2.76 (rentang skor 1 – 4). Petani responden sudah

memahami manfaat dari inovasi tersebut dan petani membutuhkan inovasi

tersebut, namun para petani responden masih merasa kesulitan dalam hal

pengeringan dan penyimpanan. Mereka juga tidak memahami cara menghintung

persentase kadar air secara pasti. Mereka menganggap bahwa padi yang mereka

jemur seudah kering apabila warnanya sudah berubah dari coklat menjadi kuning.

Persepsi petani responden terhadap inovasi PTT padi secara keseluruhan

berada pada kategori sedang dengan skor 2.98 (rentang skor 1 – 4). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa sebagian petani responden telah memahami bahwa inovasi-

inovasi yang dianjurkan dalam PTT padi memiliki manfaat apabila dilaksanakan

dengan baik dan beberapa inovasi mampu menunjukkan perbedaan hasil yang

lebih baik bila dilakukan, namun beberapa inovasi masih sulit untuk dilakukan

karena terkendala sarana prasarana dan kebiasaan petani responden.

Persepsi Responden Penyuluh terhadap PTT Padi.

Persepsi penyuluh tentang PTT padi terdiri dari persepsi penyuluh tentang :

(1) varitas unggul, (2) benih bermutu, (3) penggunaan umur dan jumlah bibit, (4)

penerapan sistem tanam, (5) penggunaan bahan 21rganic, (6) sistem pengairan

berselang, (7) sistem pengendalian gulma terpadu, (8) pengendalian hama dan

penyakit terpadu, dan (9) penanganan panen dan pascapanen. Persepsi penyuluh

di ukur dengan menggunakan skala Likert (skala 1 – 4) yang artinya: (1) skor 1

adalah sangat tidak setuju dengan pernyataan, (2) skor 2 adalah tidak setuju

dengan pernyataan, (3) skor 3 adalah setuju dengan pernyataan, dan (4) skor 4

adalah sangat setuju dengan pernyataan. Gambaran persepsi petani terhadap PTT

padi dapat dilihat pada Tabel 12.

Persepsi penyuluh terhadap PTT padi adalah pengertian atau pemahaman

penyuluh terhadap setiap inovasi PTT padi dan PTT padi secara keseluruhan..

Skor persepsi penyuluh tentang setiap inovasi PTT padi adalah: (1) skor 3.83

untuk persepsi tentang penggunaan varietas unggul, artinya persepsi penyuluh

tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; (2) skor 4 untuk persepsi tentang

Tabel 12 Jumlah penyuluh dan skor persepsi penyuluh tentang PTT padi di

Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi

tahun 2011

Obyek Persepsi Pernyataan Jumlah Penyuluh (orang) Skor

Persepsi Skor 1*)

Skor 2*)

Skor 3*)

Skor 4*)

Varietas unggul 1 0 0 0 7 4

2 0 0 0 7 4

3 0 0 3 4 3.57

4 0 0 2 5 3.71

5 0 0 0 7 4

6 0 0 1 6 3.86

Persepsi tentang varietas unggul 3.86

Benih bermutu 7 0 0 0 7 4

8 0 0 0 7 4

9 0 0 0 7 4

10 0 0 0 7 4

11 0 0 0 7 4

12 0 0 0 7 4

Persepsi tentang benih bermutu 4

Umur dan jumlah

bibit

13 0 0 0 7 4

14 0 0 0 7 4

15 0 0 0 7 4

16 0 0 5 2 3.29

17 0 0 0 7 4

18 0 0 0 7 4

Persepsi tentang penggunaan umur dan jumlah bibit 3.88

Sistem tanam 19 0 0 0 7 4

20 0 0 0 7 4

21 0 0 0 7 4

22 0 0 0 7 4

23 0 0 0 7 4

24 0 0 0 7 4

Persepsi tentang sistem tanam 4

Bahan organic 25 0 0 0 7 4

26 0 0 6 1 3.14

27 0 0 4 3 3.42

28 0 0 7 0 3

29 0 0 0 7 4

30 0 0 0 7 4

Persepsi tentang penggunaan bahan organic 3.60

Pengairan

berselang

31 0 0 0 7 4

32 0 0 0 7 4

33 0 0 7 0 3

34 0 6 0 1 2.29

35 0 0 0 7 4

36 0 0 0 7 4

Perepsi tentang pengairan berselang 3.55

Pengendalian

gulma terpadu

43 0 0 0 7 4

44 0 0 0 7 4

45 0 0 5 2 3.29

46 0 6 1 0 2.14

47 0 0 5 2 3.29

48 0 0 0 7 4

Persepsi tentang pengendalian gulma terpadu 3.45

Tabel 12 (lanjutan)

Obyek Persepsi Pernyataan Jumlah Penyuluh (orang) Skor

Persepsi Skor 1*)

Skor 2*)

Skor 3*)

Skor 4*)

Pengendalian hama

penyakit terpadu

49 0 0 0 7 4

50 0 0 0 7 4

51 0 0 6 1 3.14

52 0 5 2 0 2.29

53 0 0 5 2 3.29

54 0 0 0 7 4

Persepsi tentang pengendalian hama penyakit terpadu 3.45

Panen dan pasca

panen

55 0 0 0 7 4

56 0 0 0 7 4

57 0 0 0 7 4

58 0 0 0 7 4

59 0 0 0 7 4

60 0 0 0 7 4

Persepsi tentang panen dan pascapanen 4

Persepsi penyuluh tentang PTT padi 3.75

Keterangan : *)

Skor 1 = sangat tidak setuju, skor 2 = tidak setuju, skor 3 = setuju, skor 4 = sangat

setuju **)

Persepsi dikategorikan: (1) rendah bila skor persepsi 1.0 – 2.0; (2) sedang bila skor

persepsi 2.1 – 3.0; (3) tinggi bila skor persepsi 3.1 – 4.

penggunaan benih bermutu, artinya persepsi penyuluh terhadap inovasi ini berada

pada kategori tinggi; (3) skor 3.88 untuk persepsi tentang penggunaan umur dan

jumlah bibit, artinya persepsi penyuluh tentang inovasi ini berada pada kategori

tinggi; (4) skor 4.0 untuk persepsi tentang penggunaan sistem tanam, artinya

persepsi penyuluh tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; (5) skor 3.59

untuk persepsi tentang penggunaan bahan organik, artinya persepsi penyuluh

tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; (6) skor 3.54 untuk persepsi

tentang sistem pengairan berselang, artinya persepsi penyuluh tentang inovasi ini

berada pada kategori tinggi; (7) skor 3.45 untuk persepsi tentang pengendalian

gulma terpadu dan pengendalian hama penyakit terpadu, artinya persepsi

penyuluh tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; (8) skor 3.45 untuk

persepsi tentang pengendalian hama dan penyakit terpadu, artinya persepsi

penyuluh tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; dan (9) skor 4.0 untuk

persepsi tentang penanganan panen dan pasca panen, artinya persepsi penyuluh

tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi. Skor persepsi petani tentang PTT

padi secara keseluruhan berada pada kategori tinggi dengan skor 3.75.

Data Tabel 11 menunjukkan bahwa penyuluh merasa bahwa seluruh inovasi

PTT padi bemanfaat dan menguntungkan petani. Para penyuluh juga menganggap

bahwa inovasi PTT padi sesuai dengan kebutuhan petani. Beberapa inovasi PTT

padi diantaranya pengairan berselang, penanganan gulma, dan penanganan hama

penyakit tanaman dirasakan penyuluh sedikit sulit untuk diterapkan karena

sebagian besar desa lokasi PTT padi belum memiliki irigasi yang baik dan

sebagian besar petani sulit untuk diajak melakukan tanam serentak.

Homofili Obyektif Petani dan Penyuluh

Homofili obyektif petani dan penyuluh merupakan tingkat kesamaan

karakteristik antara petani dan penyuluh. Tingkat kesamaan karakteristik antara

penyuluh dengan petani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesamaan

karakteristik: (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) pendidikan, (4) pengalaman, (5)

suku/etnik, (6) status sosial ekonomi, (7) kepercayaan, dan (8) sikap. Homofili

objektif petani dan penyuluh diukur berdasarkan selisih kesamaan karakteristik

yang terdapat pada pasangan petani dan penyuluh (lihat Tabel 3). Tingkat

homofili obyektif antara petani dengan penyuluh disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Jumlah dan persentase tingkat homofili obyektif petani dan penyuluh

berdasarkan karakteristiknya di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten

Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2011 Karakteristik Tingkat Homofili

*) Jumlah Persentase(%)

Umur Rendah (1) 10 6.02

Sedang (2) 69 41.57

Tinggi (3) 87 52.41

Jenis Kelamin Rendah (1) 22 13.25

Tinggi (2) 144 86.75

Pendidikan Formal Rendah (1 – 2) 46 27.71

Sedang (3 – 4) 96 57.83

Tinggi (5 – 6) 24 14.46

Pengalaman Budidaya Rendah (1) 133 80.12

Sedang (2) 15 9.04

Tinggi (3) 18 10.84

Etnis Rendah (1) 86 51.81

Tinggi (2) 80 48.19

Status Sosial Ekonomi

a. Status sosial Rendah (1) 29 17.47

Tinggi (2) 137 82.53

b. Status ekonomi Rendah (1) 0 0.00

Sedang (2) 79 47.59

Tinggi (3) 87 52.41

Kepercayaan Rendah (1) 40 24.10

Sedang (2) 116 69.88

Tinggi (3) 10 6.02

Sikap Rendah (1 – 2) 13 7.83

Sedang (>2 – 3) 105 63.25

Tinggi (>3 – 4) 48 28.92

Ket : *)

Perbandingan karakteristik yang menentukan skor tingkat homofili obyektif petani dan

penyuluh dapat dilihat pada lampiran 3.

Homofili umur merupakan tingkat kesamaan umur antara petani responden

dengan penyuluh. Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat homofili antara petani

dengan penyuluh paling dominan berada pada kategori tinggi. Rata-rata skor

homofili adalah 2.46 (rentang skor 1 – 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

umur petani responden dan penyuluh cenderung homofili dan sebagian kecil

lainnya heterofili, yang artinya bahwa petani dan penyuluh sebagian besar (52.41

%) berada pada kategori umur yang sama.

Homofili jenis kelamin adalah tingkat kesamaan jenis kelamin antara petani

responden dengan penyuluh. Homofili jenis kelamin dikategorikan dengan tinggi

dan rendah. Tabel 13 memperlihatkan bahwa homofili jenis kelamin antara petani

dengan penyuluh berada pada kategori tinggi (skor 2.00) dengan persentase 86.75

persen. Rata-rata skor tingkat homofili jenis kelamin adalah 1.87 (rentang skor 1 –

2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh petani responden

memiliki jenis kelamin yang sama dengan penyuluh, karena seluruh petani

responden berjenis kelamin laki-laki dan lima diantara tujuh orang penyuluh

adalah laki-laki.

Homofili pendidikan formal merupakan tingkat kesamaan jenjang

pendidikan formal antara petani dengan penyuluh. Tabel 13 memperlihatkan

bahwa homofili pendidikan formal 57.83 persen berada pada kategori sedang dan

cenderung mengarah pada kategori rendah (rentang skor 1 – 6). Rata-rata skor

homofili pendidikan formal adalah 3.30. Jenjang pendidikan formal antara petani

dengan penyuluh masih lebar. Jenjang pendidikan yang lebar tersebut dikarenakan

sebagian besar petani hanya merupakan lulusan SD dan tidak sekolah sedangkan

tingkat pendidikan penyuluh sudah ada yang mencapai Diploma dan Sarjana.

Homofili pengalaman budidaya antara petani dan penyuluh merupakan

tingkat kesamaan pengalaman antara petani dengan penyuluh yang dilihat dari

aspek lama usaha tani, varietas yang pernah dibudidaya, dan teknik budidaya yang

pernah dilakukan. Tabel 13 memperlihatkan bahwa homofili pengalaman antara

petani responden dengan penyuluh 80.12 persen berada pada kategori rendah

(rentang skor 1 – 3). Rata-rata skor homofili pengalaman tersebut adalah 1.54.

Kesamaan pengalaman petani responden dengan penyuluh adalah rendah karena

hanya satu orang penyuluh yang pernah melakukan budidaya padi dan kegiatan

tersebut baru dilaksanakannya sejak tahun 2009. Petani responden yang pada

umumnya juga baru melaksanakan budidaya padi sejak tahun 2008 bersamaan

dengan dilaksanakannya SL-PTT padi juga memiliki pengalaman yang lebih

banyak dibandingkan dengan penyuluhnya masing-masing dalam melakukan

budidaya padi karena mereka merasakan dan mengalami secara langsung

melakukan budidaya padi, sedangkan penyuluhnya tidak merasakan pengalaman

yang dirasakan petani dalam melakukan budidaya padi.

Homofili etnis merupakan tingkat kesamaan etnis antara petani responden

dengan penyuluh. Tabel 13 memperlihatkan bahwa tingkat homofili etnis terbagi

merata yakni hampir setengah dari jumlah petani responden memiliki etnis yang

sama dan sisanya memiliki etnis yang berbeda. Kesamaan etnis antara petani dan

responden terjadi karena 57.14 penyuluh memiliki etnis Melayu dan bertugas di

desa tempat sebagian besar petani memiliki etnis Melayu. Penyuluh yang

memiliki etnis Jawa juga bertugas di desa yang dominan petaninya memiliki etnis

Jawa.

Homofili status sosial ekonomi merupakan tingkat kesamaan status antara

petani dengan penyuluh yang dilihat dari status sosialnya dalam masyarakat dan

status ekonominya. Tabel 13 memperlihatkan bahwa tingkat homofili status sosial

antara petani dengan penyuluh pada 82.53 persen berada pada kategori tinggi pada

(rentang skor 1 – 2) dengan rata-rata skor yaitu 1.83. Tingkat homofili status

sosial antara petani dan penyuluh berada pada kategori tinggi karena 100 persen

penyuluh dan 81.93 persen petani berkedudukan sebagai warga biasa dalam

masyarakat. Tabel 13 juga memperlihatkan bahwa tingkat homofili ekonomi

antara petani dengan penyuluh berada pada kategori tinggi dan sedang, karena

pendapatan per bulan sebagian besar petani responden tidak terlalu jauh berbeda

dengan pendapatan perbulan penyuluh. Pendapatan petani responden dan

penyuluh pada umumnya berada pada kategori pendapatan yang sama sehingga

tidak terdapat perbedaan jarak yang terlalu jauh dari pendapatan petani dan

penyuluh.

Homofili kepercayaan merupakan tingkat kesamaan kepercayaan yang

dimiliki oleh petani respondendan penyuluh dalam berkaitan dengan budidaya

padi. Asch (Rakhmat, 2003) menguraikan bahwa kepercayaan dibentuk oleh

pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan. Kepercayaan petani responden yang

berkaitan dengan budidaya padi dibentuk berdasarkan pengetahuan, kebutuhan

dan kepentingannya dalam menjalankan budidaya padi, sedangkan kepercayaan

penyuluh yang berkaitan dengan budidaya padi dibentuk berdasarkan pengetahuan

yang diperoleh dari pengalaman dan informasi petani, kebutuhan dan kepentingan

untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan hasil yang baik.

Tabel 13 menunjukkan bahwa homofili kepercayaan antara petani dengan

penyuluh dominan berada pada kategori sedang (69.88 %) dan cenderung

mengarah pada kategori rendah (24.10 %). Rata-rata skor homofili kepercayaan

tersebut adalah 2.19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan antara

petani responden dengan penyuluh cenderung berbeda, karena penyuluh percaya

petani terus melakukan budidaya padi karena untuk memenuhi kebutuhan pangan

keluarga petani dan sebagian hasil panen dijual dan hasil penjualan digunakan

untuk keperluan petani dan keluarganya. Kepercayaan penyuluh tersebut pada

dasarnya memiliki kesamaan dengan kepercayaan petani responden, namun pada

kenyataanya petani responden terus melakukan melakukan budidaya padi karena:

(1) harga beras yang mahal sehingga petani menganggap budidaya padi dapat

membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, (2) untuk

memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dan dijual, (3) pendidikan yang rendah

sehingga budidaya dianggap sebagai salah satu peluang untuk mendapatkan

sumber pangan sehari-hari, (4) termotivasi oleh petani-petani yang telah terlebih

dahulu melakukan budidaya padi, dan (5) mengikuti anjuran PPL.

Kepercayaan antara petani responden dengan penyuluh cenderung berbeda,

karena perbedaan kepercayaan tentang pennggunaan teknik budidaya. Penyuluh

mempercayai bahwa petani melakukan teknik budidaya yang dianjurkan karena

teknik budidaya yang dianjurkan sesuai dengan kondisi lahan dan iklim setempan,

tahan terhadap hama dan penyakit, waktu budidaya relatif lebih singkat, dan

menghasilkan produksi yang lebih banyak. Kepercayaan penyuluh sudah hamper

sama dengan kepercayaan petani, namun masih ada alasan-alasan lain yang tidak

diketahui penyuluh. Petani menerapkan teknik demikian karena: (1) cita rasa beras

lokal, dan (2) teknik yang dianjurkan tidak sesuai dengan kondisi iklim dan lahan

karena tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk

menerapkan teknik tersebut.

Homofili sikap merupakan tingkat kesamaan sikap terhadap PTT padi antara

petani dengan penyuluh. Kesamaan sikap tersebut terdiri dari kesamaan sikap

terhadap: (1) varietas unggul, (2) penggunaan benih bermutu, (3) penggunaan

umur dan jumlah bibit, (4) teknologi sistem tanam, (5) penggunaan bahan organik

sebagai pupuk dasar, (6) sistem pengairan berselang, (7) pengendalian gulma

terpadu, (8) pengendalian hama dan penyakit terpadu, dan (9) penanganan panen

dan pasca panen. Tabel 13 menunjukkan bahwa homofili sikap terhadap PTT padi

antara petani dengan penyuluh pada umumnya berada pada kategori sedang

dengan persentase 63.25 persen. Rata-rata skor homofili sikap tersebut adalah 2.7.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa homofili sikap antara petani dan

penyuluh cenderung tinggi pada sikap terhadap varietas unggul, penggunaan

benih bermutu, penggunaan umur dan jumlah bibit, teknologi sistem tanam, dan

penggunaan bahan organik. Homofili sikap terhadap sistem pengairan berselang,

pengendalian gulma terpadu, pengendalian hama terpadu cenderung rendah, dan

penanganan panen dan pascapanen cenderung sedang. Homofili sikap terhadap

sistem pengairan berselang, pengendalian gulma terpadu, dan pengenedalian hama

terpadu cenderung rendah. Petani responden cenderung tidak setuju dengan sistem

pengairan berselang karena mereka tidak memiliki sarana irigasi yang baik. Petani

responden juga cenderung tidak setuju dengan pengendalian gulma terpadu dan

pengendalian hama penyakit terpadu karena tidak didukung pengarian yang baik

untuk pengendalian gulma terpadu dan tidak serentaknya penanaman padi

sehingga menyulitkan petani dalam melakukan pengendalian hama penyakit

terpadu.

Homofili Subyektif Petani dan Penyuluh

Rogers dan Bhowmik (1971) menjelaskan bahwa homofili subyektif

adalah tingkatan kesamaan antara sumber atau penerima dalam memahami suatu

obyek. Homofili subyektif antara petani dan penyuluh tentang PTT padi diukur

melalui kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang : (1) varietas

unggul, (2) benih bermutu, (3) penggunaan umur dan jumlah bibit, (4)

penggunaan sistem tanam, (5) penggunaan bahan organik, (6) sistem pengairan

berselang, (7) sistem pengendalian gulma secara terpadu, (8) pengendalian hama

penyakit secara terpadu, dan (9) penanganan panen dan pascapanen. Homofili

subyektif petani dan penyuluh diukur berdasarkan selisih kesamaan karakteristik

yang terdapat pada pasangan petani dan penyuluh (lihat Tabel 5). Tingkat

homofili subyektif petani dan penyuluh dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Jumlah dan persentase persepsi petani dan penyuluh berdasarkan

tingkat homofili subyektif di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten

Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2011.

Persepsi tentang Kategori

Petani Penyuluh Homofili Subyektif

Jumlah

(orang)

Persen

(%)

Jumlah

(orang)

Persen

(%)

Jumlah

(orang)

Persen

(%)

Varietas unggul R (1.0 – 2.0) 28 16.87 0 0 23 13.85

S (2.1 – 3.0) 41 24.70 0 0 36 21.69

T (3.1 – 4.0) 97 58.43 7 100 107 64.46

Benih bermutu R (1.0 – 2.0) 8 4.82 0 0 8 4.82

S (2.1 – 3.0) 71 42.77 0 0 72 43.37

T (3.1 – 4.0) 87 52.41 7 100 86 51.81

Umur dan

jumlah bibit

R (1.0 – 2.0) 32 19.28 0 0 28 16.87

S (2.1 – 3.0) 85 51.20 0 0 59 35.54

T (3.1 – 4.0) 49 29.52 7 100 79 47.59

Sistem tanam R (1.0 – 2.0) 18 10.84 0 0 18 10.48

S (2.1 – 3.0) 95 57.23 0 0 94 56.62

T (3.1 – 4.0) 53 31.93 7 100 54 32.53

Bahan organik R (1.0 – 2.0) 0 0.00 0 0 0 0.00

S (2.1 – 3.0) 115 69.28 0 0 31 18.67

T (3.1 – 4.0) 51 30.72 7 100 135 81.33

Sistem

pengairan

berselang

R (1.0 – 2.0) 0 0.00 0 0 0 0.00

S (2.1 – 3.0) 67 40.36 0 0 15 9.04

T (3.1 – 4.0) 99 59.64 7 100 151 90.96

Pengendalian

gulma terpadu

R (1.0 – 2.0) 17 10.24 0 0 0 0.00

S (2.1 – 3.0) 99 59.64 0 0 60 36.14

T (3.1 – 4.0) 50 30.12 7 100 106 63.86

Pengendalian

hama penyakit

terpadu

R (1.0 – 2.0) 2 1.21 0 0 1 0.60

S (2.1 – 3.0) 113 68.07 0 0 57 34.34

T (3.1 – 4.0) 51 30.72 7 100 108 65.06

Penanganan

panen dan

pasca panen

R (1.0– 2.0) 18 10.84 0 0 18 10.84

S (2.1 – 3.0) 107 64.46 0 0 109 65.66

T (3.1 – 4.0) 41 24.70 7 100 39 23.50

Inovasi PTT

padi secara

keseluruhan

R (1.0 – 2.0) 1 0.60 0 0 0 0.00

S (2.1 – 3.0) 70 42.17 0 0 52 31.33

T (3.1 – 4.0) 95 57.23 7 100 114 68.67

Homofili subyektif tentang varietas unggul ialah kesamaan persepsi antara

petani dan penyuluh tentang varietas unggul. Tabel 14 menunjukkan bahwa

tingkat kesamaan persepsi antara petani responden dengan penyuluh berada pada

kategori tinggi. Rata-rata skor kesamaam persepsi tersebut adalah 3.11 (rentang

Ket : R = rendah, S = sedang, T = tinggi

skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi antara petani responden

dengan penyuluh cenderung homofili. Hasil tersebut menunjukkan bahwa petani

responden dan penyuluh pada umumnya sama-sama memahami bahwa

penggunaan varietas unggul lebih baik dari pada penggunaan varietas lainnya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian kecil petani memahami bahwa

penggunaan varietas unggul tidak lebih baik dari pada varietas lainnya. Mereka

lebih memilih varietas lokal daripada varietas unggul, sehingga ada 13.85 persen

tingkat homofili antara petani responden dengan penyuluh yang berada pada

kategori rendah.

Homofili subyektif tentang benih bermutu merupakan tingkat kesamaan

persepsi antara petani responden dengan penyuluh terhadap penggunaan benih

bermutu. Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat homofili subyektif tersebut

dominan berada pada kategori tinggi (51.81 %) dan sedang (43.37 %). Rata-rata

skor homofili tersebut adalah 3.15 (rentang skor 1 – 4). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada umumnya petani responden dan penyuluh sama-sama

memahami bahwa penggunaan benih bermutu lebih menguntungkan daripada

tidak menggunakannya. Mereka sama-sama memahami bahwa inovasi

penggunaan benih bermutu dibutuhkan oleh petani, sesuai dengan kebiasaan

petani, mudah dilakukan, dapat dicobakan pada skala yang kecil, dan hasilnya

dapat dibedakan dengan benih yang tidak bermutu. Terdapat perbedaan persepsi

antara petani dan penyuluh dikarenakan petani responden memahami bahwa

bahwa tidak ada bedanya hasil persemaian antara penggunaan benih bermutu

dengan tanpa penggunaan benih bermutu. Hal tersebut menyebabkan sebagian

kecil homofili subyektif penggunaan benih bermutu berada pada kategori rendah

dengan persentase 4.82 persen.

Homofili subyektif tentang penggunaan umur dan jumlah bibit adalah

kesamaan persepsi antara petani responden dengan penyuluh terhadap

penggunaan umur dan jumlah bibit pada saat menanam. Tabel 14 menunjukkan

bahwa homofili subyektif tersebut pada umumnya berada pada kategori sedang

mengarah pada kategori tinggi (35.54 %) dengan skor homofili 2.87 (rentang skor

1 – 4). Petani responden dan penyuluh sama-sama memahami bahwa penggunaan

jumlah umur dan jumlah bibit lebih menguntungkan karena lebih efisien dalam

menggunakan bibit dan hasilnya lebih baik. Sebagian besar petani responden dan

penyuluh juga memahami bahwa inovasi ini sesuai dengan kebutuhan petani,

dapat disesuaikan dengan kebiasaan petani, mudah dialakukan, dapat dicoba

dalam skala tertentu, dan produksinya lebih baik daripada tidak menggunakan

inovasi ini. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian kecil petani

responden yang menanam benih padi lokal memiliki pemahaman yang berbeda.

Petani responden yang menanam padi lokal memiliki waktu penyemaian yang

berbeda dan menanam bibit padi dengan jumlah empat sampai lima bibit per

lubang, sehingga menyebabkan perbedaan persepsi antara petani dengan

penyuluh.

Homofili subyektif tentang penggunaan sistem tanam adalah pemahaman

petani tentang sistem tanam tegel dan legowo. Tabel 14 menunjukkan bahwa

homofili subyektif tersebut pada umumnya berada pada kategori sedang (56.62

%) dan tinggi (32.53 %). Rata-rata skor homofili tersebut adalah 2.95 (rentang

skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai sebagian besar petani

responden dan penyuluh sama-sama memahami bahwa sistem tanam tersebut

bermanfaat bagi petani karena sistem tanam ini memudahkan petani dalam

pemeliharaan tanaman padi. Sistem tanam ini juga diyakini oleh petani responden

dan penyuluh lebih efisien dalam penggunaan pupuk. Perbedaan persepsi antara

petani responden dan penyuluh adalah pemahaman tentang kesesuaian inovasi ini

terhadap kebiasaan petani. Seluruh penyuluh menganggap inovasi ini bisa sesuai

dengan kebiasaan petani, namun sebagian besar petani responden menganggap

bahwa inovasi ini tidak sesuai dengan kebiasaan petani karena petani terbiasa

menanam padi tanpa membuat barisan terlebih dahulu. Perbedaan pemahaman

juga terjadi pada penyuluh dengan petani responden yang menanam padi lokal.

Petani responden yang menanam padi lokal memahami bahwa padi lokal memiliki

batang yang tinggi dan melebar membutuhkan jarak tanam yang berbeda dengan

sistem yang ditawarkan sehingga hal tersebut mempengaruhi tingkat kehomofilian

subyektif sistem tanam antara petani responden dengan penyuluh.

Homofili subyektif tentang penggunaan bahan organik merupakan tingkat

kesamaan pemahaman petani terhadap penggunaan pupuk kandang dan pupuk

kompos dalam pemberian pupuk dasar. Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat

homofili tersebut pada umumnya berada pada kategori tinggi (81.33 %) dan tidak

ada yang tergolong dalam kategori rendah. Rata-rata skor persepsi petani

responden tentang penggunaan bahan organik adalah 3.295 (rentang skor 1 – 4).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani responden dan penyuluh pada

umumnya memahami bahwa penggunaan pupuk organik memberikan manfaat

bagi petani. Petani responden dan penyuluh juga sama-sama memahami bahwa

penggunaan pupuk organik sedikit sulit untuk dilakukan karena petani mengalami

kesulitan untuk memperoleh kotoran ternak dalam jumlah yang banyak.

Homofili obyektif tentang penerapan sistem pengairan berselang adalah

tingkat kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang sistem

penggunaan air yang disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman, ketersediaan air,

dan sistem pemeliharaan tanaman. Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat homofili

inovasi ini dominan berada pada kategori tinggi (90.96 %) dan sebagian kecil

pada kategori sedang (9.04 %), dan tidak ada yang termasuk dalam kategori

rendah. Skor rata-rata tingkat kehomofilian inovasi ini adalah 3.45 (rentang skor 1

– 4). Pemahaman petani responden dan penyuluh petani terhadap sistem

pengairan berselang sebagian besar sama atau mendekati satu sama lain. Petani

responden dan penyuluh sama-sama memahami bahwa petani sangat

membutuhkan sistem pengairan berselang untuk mengendalikan debit air di sawah

mereka. Pengaturan air dengan menggunakan sistem tersebut menurut sebagian

besar petani dan penyuluh tidak sulit selama tersedianya irigasi yang berfungsi

dengan baik dan persediaan air cukup.

Homofili subyektif tentang pengendalian gulma secara terpadu merupakan

tingkat kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang cara

mengendalikan gulma melalui pengolahan lahan yang sempurna, pengaturan air,

penggunaan alat mekanis, dan pelaksanaannya yang dilakukan bersamaan atau

segera setelah pemupukan. Tabel 14 memperlihatkan bahwa homofili obyektif

tersebut berada pada kategori tinggi (63.86 %). Rata-rata skor homofili tersebut

adalah 3.16 (rentang skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani

responden dan penyuluh sama-sama memahami manfaat dari pengendalian gulma

secara terpadu. Mereka merasakan bahwa petani membutuhkan inovasi tersebut,

walaupun kedua pihak memahami bahwa inovasi ini tidak sebenarnya tidak sesuai

dengan kebiasaan petani dimana petani tidak terbiasa melakukan pengendalian

gulma dengan menggunakan alat mekanis. Petani responden dan penyuluh juga

sama-sama memahami bahwa inovasi ini agak sulit untuk dicoba karena masih

banyak sawah yang belum memiliki irigasi yang baik. Petani responden dan

penyuluh yang bertugas di lokasi dimana sawah petani memiliki irigasi yang

berfungsi dengan baik juga memiliki persepsi yang hampir sama dimana mereka

memahami bahwa pengendalian gulma bisa dicobakan karena sudah ada irigasi

yang berfungi dengan baik.

Homofili subyektif tentang pengendalian hama dan penyakit secara terpadu

merupakan tingkat kesamaam persepsi antara petani dengan penyuluh terhadap

cara pengendalian hama dan penyakit melalui identifikasi penyakit dan

penanganannya, melakukan system bera, melakukan pemasangan perangkap,

menjaga sanitasi, dan melakukan tanam serentak. Tabel 14 menunjukkan bahwa

pada umumnya persepsi petani responden tentang pengendalian hama dan

penyakit terpadu berada pada kategori tinggi (65.06 %). Rata-rata persepsi petani

responden tentang inovasi tersebut adalah 3.22 (rentang skor 1 – 4). Petani

responden dan penyuluh pada umumnya sama-sama memahami bahwa

pengendalian hama dan penyakit secara terpadu dapat memberikan keuntungan

sehingga petani semestinya membutuhkan inovasi tersebut, namun mereka juga

beranggapan hampir sama dimana inovasi tersebut tidak sesuai dengan kebiasaan

petani, karena petani responden tidak terbiasa melakukan tanam serentak pada

saat musim tanam.

Homofili subyektif tentang penanganan panen dan pasca panen merupakan

tingkat kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang penanganan

panen dan pasca panen Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat homofili subyektif

tersebut pada umumnya berada pada kategori sedang (65.66 %). Rata-rata

kesamaan persepsi petani dengan penyuluh tentang inovasi tersebut adalah 2.767

(rentang skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh petani

responden dan penyuluh memahami manfaat dari inovasi tersebut dan keduanya

memahami bahwa petani membutuhkan inovasi tersebut, namun petani responden

umumnya merasa kesulitan dalam hal pengeringan dan penyimpanan, sedangkan

penyuluh pada umumnya menganggap bahwa inovasi ini tidak sulit dilakukan

oleh petani. Petani juga tidak memahami cara menghitung persentase kadar air

secara pasti. Petani terbiasa mengeringkan gabah tanpa mengukur kadar air gabah.

Petani menganggap padi yang mereka jemur seudah kering apabila warnanya

sudah berubah dari coklat menjadi kuning Perbedaan persepsi antara petani dan

penyuluh menyebabkan tingkat homofili subyektif tentang penanganan panen dan

pasca panen ini pada umumnya berada pada kategori sedang.

Tingkat homofili subyektif antara petani dengan penyuluh secara

keseluruhan dapat dikategorikan tinggi (68.67 %). Rata-rata skor tingkat homofili

subyektif antara petani dengan penyuluh adalah 3.11 (rentang skor 1 – 4) dengan.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh petani responden dan

penyuluh memiliki pemahaman yang sama atau mendekati sama tentang inovasi-

inovasi yang terdapat dalam PTT padi.

Penerapan Inovasi PTT Padi

Pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi pada akhirnya bertujuan agar petani mau

menerapkan inovasi-inovasi yang ditawarkan dalam kegiatan tersebut, sehingga

dengan diterapkannya inovasi tersebut maka produksi padi petani diharapkan

meningkat, kesejahteraan petani meningkat, dan daerah mampu mencapai

swasembada beras. Gambaran tingkat penerapan PTT padi dapat dilihat pada

Tabel 15.

Varietas unggul merupakan inovasi yang paling utama ditawarkan kepada

petani dalam program ini. Tabel 15 memperlihatkan bahwa tingkat penerapan

varietas unggul oleh petani pada umumnya berada pada kategori tinggi, yakni

74.09 petani responden telah menerapkan varietas unggul. Tingkat penerapan

varietas unggul tinggi karena petani menganggap bahwa varietas unggul memiliki

hasil yang lebih baik dan lebih cepat dari pada varietas lainnya. Petani responden

lainnya yang belum menerapkan inovasi ini sudah sampai pada tahap mencoba.

Petani-petani yang tidak menerapkan inovasi ini seluruhnya pernah mencoba

menanam padi dengan varietas unggul pada lahan sawah mereka, akan tetapi

mereka merasa kesulitan untuk terus melaksanakan budidaya padi dengan varietas

unggul di lahan sawahnya, sehingga mereka beranggapan bahwa padi unggul

tidak cocok untuk di tanam di sawah mereka.

Tabel 15 Kategori, jumlah dan persentase tingkat penerapan PTT padi petani

responden di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi

Provinsi Jambi tahun 2011

Penerapan Kategori Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

Varietas unggul Rendah (sadar - minat) 0 0.00

Sedang (evaluasi - mencoba) 43 25.90

Tinggi (menerapkan) 123 74.09

Benih bermutu Rendah (sadar - minat) 0 0.00

Sedang (evaluasi - mencoba) 10 6.02

Tinggi (menerapkan) 156 93.98

Umur dan jumlah bibit Rendah (sadar - minat) 1 0.60

Sedang (evaluasi - mencoba) 54 32.53

Tinggi (menerapkan) 111 66.87

Sistem tanam Rendah (sadar - minat) 0 0.00

Sedang (evaluasi - mencoba) 36 21.69

Tinggi (menerapkan) 130 78.31

Bahan organic Rendah (sadar - minat) 0 0.00

Sedang (evaluasi - mencoba) 46 27.71

Tinggi (menerapkan) 120 72.29

Sistem pengairan berselang Rendah (sadar - minat) 0 0.00

Sedang (evaluasi - mencoba) 121 72.89

Tinggi (menerapkan) 45 27.11

Pengendalian gulma terpadu Rendah (sadar - minat) 0 0.00

Sedang (evaluasi - mencoba) 107 64.46

Tinggi (menerapkan) 59 35.54

Pengendalian hama dan

penyakit terpadu

Rendah (sadar - minat) 0 0.00

Sedang (evaluasi - mencoba) 129 77.71

Tinggi (menerapkan) 37 22.29

Penanganan panen dan pasca

panen

Rendah (sadar - minat) 0 0.00

Sedang (evaluasi - mencoba) 112 67.47

Tinggi (menerapkan) 54 32.53

PTT padi Rendah (sadar - minat) 0 0.00

Sedang (evaluasi - mencoba) 166 100.00

Tinggi (menerapkan) 0 0.00

Inovasi penggunaan benih bermutu juga diharapkan dapat diterapkan oleh

petani peserta SL-PTT padi. Tabel 15 memperlihatkan bahwa tingkat penerapan

benih bermutu dominan berada pada kategori tinggi, yakni 93.98 petani responden

telah menerapkan inovasi tersebut, karena inovasi ini mudah untuk dilakukan dan

memberikan manfaat pada petani. 6.02 persen petani responden lainnya enggan

untuk menerapkan inovasi ini. Mereka beranggapan bahwa pada dasarnya tidak

terlalu terlihat perbedaan antara benih yang diberikan perlakuan untuk

memperoleh benih bermutu dengan benih yang tanpa diberikan perlakuan dan

langsung di semai. Anggapan ini membuat 3.01 persen petani dari keseluruhan

petani responden hanya sampai pada tahap evaluasi dalam tahap adopsi inovasi,

dan 3.01 persen lainnya sampai pada tahap mencoba tetapi tidak menerapkan.

Inovasi penggunaan umur dan jumlah bibit juga diharapkan mampu

diterapkan oleh petani sehingga bibit yang ditanam oleh petani memperoleh

anakan yang lebih tinggi dan produksi yang lebih banyak. Tabel 15 menunjukkan

bahwa tingkat penerapan inovasi ini pada umumnya berada pada kategori tinggi

yakni 66.87 persen petani telah menerapkan inovasi ini. Penerapan inovasi ini

tergolong tinggi karena sebagian petani memahami bahwa waktu pemindahan

bibit yang tepat sangat mempengaruhi produksi padi nantinya. Petani responden

lainnya belum terdorong untuk menerapkan inovasi ini, karena mereka lebih

memilik untuk menanam benih padi lokal memiliki. Perbedaan varietas yang

ditanam akan menyebabkan perbedaan teknik budidaya. Padi lokal membutuhkan

waktu yang lebih lama selama masa penyemaian. Jumlah bibit yang ditanam jika

melakukan budidaya padi lokal juga berbeda yaitu empat sampai lima bibit per

rumpun bahkan lebih, sehingga inovasi yang ditawarkan tidak dapat diterapkan.

Inovasi penggunaan sistem tanam merupakan inovasi menegenai jarak

tanam dan cara menanam benih padi. Petani PTT di Kecamatan Kumpeh Ulu

dianjurkan untuk menerapkan sistem tanam jajar legowo dengan jarak tanam 20

cm x 10 cm x 40 cm dengan cara tanam berselang seling 2 baris dan 1 baris

kosong. Tabel 16 menunjukkan bahwa tingkat penerapan inovasi ini pada

umumnya tergolong pada kategori tinggi yakni 78.31 persen petani telah

menerapkan inovasi ini. Petani yang menerapkan inovasi ini adalah petani yang

menerapkan varietas unggul. Penerapan inovasi ini tergolong dalam kategori

tinggi karena petani merasakan manfaat dari inovasi ini. Sistem tanam ini

memudahkan petani dalam pemeliharaan tanaman padi terutama dalam

melakukan pemupukan dan pengendalian gulma. Sistem tanam ini diyakini oleh

petani responden lebih efisien dalam penggunaan pupuk.

Petani lainnya yang belum menerapkan inovasi sistem tanam ini berada

pada kategori sedang yakni 1.2 persen petani memutuskan tidak menerapkan

setelah sampai pada tahap evaluasi dan 20.48 persen petani memutuskan tidak

menerapkan setelah sampai pada tahap mencoba. Inovasi ini belum diterapkan

karena petani lebih memilih untuk menerapkan padi varietas lokal sehingga sistem

tanam yang diterapkan berbeda. Petani yang tidak menerapkan sistem tanam ini

cenderung melakukan sistem tanam tanpa larikan dan tanam mundur (tandur).

Inovasi penggunaan bahan organik merupakan salah satu inovasi yang

ditawarkan kepada petani dalam kegiatan SL-PTT padi di Kecamatan ini. Tabel

15 menunjukkan bahwa tingkat penerapan inovasi penggunaan bahan organik

pada umumnya tergolong dalam kategori yang tinggi, dimana 72.29 persen petani

responden telah menerapkan penggunaan bahan organik sebagai pupuk dasar.

Petani responden yang menerapkan inovasi ini pada dasarnya meyakinin bahwa

inovasi ini bermanfaat bagi petani. Penggunaan pupuk organik dirasakan mampu

mengurangi kepadatan tanah, memberikan kesuburan tanah, dan mengurangi

penggunaan pupuk anorganik sehingga mengirit biaya produksi. Penerapan

inovasi ini sudah dilakukan hampir seluruh petani, walaupun tidak semua lahan

petani yang bisa dipupuk karena keterbatasan jumlah pupuk organik yang dimiliki

oleh petani.

Petani lainnya masih ada yang belum menerapkan inovasi penggunaan

bahan organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 27.71 persen petani belum

memutuskan untuk menerapkan inovasi ini dan hanya sampai pada taham

mencoba dari lima tahapan adopsi inovasi. Petani responden yang belum

menerapkan inovasi ini pada umumnya merasa sedikit kesulitan dalam

memperoleh kotoran hewan karena mereka hanya mengetahui penggunaan pupuk

organik dengan kotoran hewan. Mereka juga belum mengetahui cara membuat

pupuk kompos.

Inovasi pengairan berselang merupakan sistem penggunaan air yang

disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman, ketersediaan air, dan sistem

pemeliharaan tanaman. Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat penerapan petani

terhadap inovasi ini pada umumnya berada pada katergori sedang dimana 71.69

persen petani belum memutuskan untuk menerapkan dan masih mengevaluasi

inovasi ini dan 1.20 persen petani juga belum menerapkan akan tetapi sudah

pernah mencoba inovasi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

petani belum menerapkan inovasi ini karena mereka tidak memiliki irigasi yang

dapat difungsikan dengan baik.Keberadaan irigasi merupakan sesuatu yang sangat

vital dalam pelaksanaan sistem pengairan berselang.Tanpa irigasi sistem

pengairan ini tidak dapat dilaksanakan.

Pada umumnya petani responden memang tidak menerapkan inovasi sistem

pengairan berselang, namun 27.11 persen dari keseluruhan petani responden telah

menerapkan inovasi tersebut. Petani responden yang menerapkan inovasi ini

adalah petani yang sawahnya terdapat irigasi yang baik. Petani yang menerapkan

inovasi ini juga sedikit mengalami kesulitan dalam melakukan pengaturan air,

karena tidak semua petani melakukan tanam serentak.Walaupun masih terdapat

beberapa kesulitan dalam penerapan inovasi ini, sebagian kecil dari keseluruhan

petani responden sudah bisa menerapkan inovasi tersebut.

Inovasi tentang pengendalian gulma secara terpadu merupakan cara

mengendalikan gulma melalui pengolahan lahan yang sempurna, pengaturan air,

penggunaan alat mekanis, dan pelaksanaannya yang dilakukan bersamaan atau

segera setelah pemupukan. Tabel 15 memperlihatkan bahwa tingkat penerapan

inovasi ini sebagian besar berada pada kategori sedang, dimana 48.19 persen

petani responden belum menerapkan inovasi ini dan hanya sampai pada tahap

evaluasi dari lima tahap adopsi inovasi, serta 16.27 persen lainnya baru sampai

pada tahap mencoba. Tingkat penerapan yang sedang ini terjadi karena inovasi ini

membutuhkan pengaturan air yang baik, sementara sebagian besar petani

responden tidak memiliki irigasi yang baik di sawahnya. Petani yang menerapkan

inovasi ini secara keseluruhan hanya 35.54 persen dari total petani responden,

karena mereka didukung oleh irigasi yang baik.

Tingkat penerapan pengendalian hama dan penyakit terpadu merupakan cara

pengendalian hama dan penyakit melalui identifikasi penyakit dan

penanganannya, melakukan sistem bera, melakukan pemasangan perangkap,

menjaga sanitasi, dan melakukan tanam serentak. Tabel 15 menunjukkan bahwa

tingkap penerapan inovasi ini pada umumnya masih berada pada kategori sedang

dimana 6.02 persen petani responden memutuskan tidak menerapkan inovasi

tersebut dan hanya sampai pada tahap evaluasi dalam tahapan adopsi inovasi serta

71.69 persen petani responden memutuskan tidak menerapkan inovasi tersebut

walaupun sudah sempat mencoba inovasi tersebut. Para petani cenderung tidak

menerapkan innovasi ini karena pada umumnya petani sudah tidak lagi melakukan

tanam serentak seperti yang dilakukan pada saat pertama kali tanam pada program

SL-PTT padi.Petani responden umumnya menjelaskan bahwa kegiatan tanam

serentak sulit dilakukan karena petani-petani lainnya punya kesibukan masing-

masing dan terkadang petani lainnya juga terkendala pada modal.Pengunaan

modal terkait dengan sewa traktor.

Sampai pada saat penelitian dilakukan ada beberapa jenis hama yang

teridentifikasi oleh petani yaitu hama tikus, penggerek, dan burung. Hama tikus

biasanya dibasmi dengan menggunakan racun tikus atau klerat. Pemerintah

Kabupaten Muarojambi melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura pernah memberikan bantuan burung hantu, akan tetapi keberadaan

burung hantu tersebut sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Hama

penggerek biasanya dibasmi oleh petani dengan menggunakan pestisida.Hama

burung biasanya di atasi dengan penggunaan jaring. Penggunaan jaring dalam

menanggulangi hama burung membutuhkan modal yang sangat besar karena

harga jaring yang mahal yang mencapai 80.000 rupiah untuk jaring dengan ukuran

5 x 50 meter. Penggunaan jaring ini dilakukan karena jumlah burung lebih banyak

daripada luasan padi yang di tanam.Apabila kegiatan tanam serentak dilakukan,

maka petani tidak perlu membeli jaring karena jumlah padi yang ditanam sangat

luas dan tidak terlalu berpengaruh apabila sebagian kecilnya dimakan oleh

burung.

Penerapan inovasi tentang penanganan panen dan pasca panen merupakan

kegiatan penanganan panen dan pasca panen dengan menggunakan sabit

bergerigi, dilakukan oleh kelompok pemanen, segera dilakukan perontokan

setelah dipotong, menggunakan alas plastik/terpal, pengeringan dilakukan dengan

lantai jemur atau alas, penggilingan dilakukan pada kadar air gabah 12 sampai

dengan 14 persen, dan penyimpanan hasil panen dilakukan pada kadar air

mencapai 12 samapi 14 persen. Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat penerapan

inovasi tersebut berada pada kategori sedang dimana 7.83 persen petani responden

memutuskan untuk tidak menerapkan inovasi dan hanya sampai pada tahap

evaluasi dan 59.63 petani responden memutuskan untuk tidak menerapkan dan

hanya sampai pada tahap mencoba. Tingkat penerapan yang sedang terjadi karena

hampir seluruh petani responden memahami manfaat dari inovasi tersebut namun

tidak semua cara penanganan dilakukan, karena pada umumnya petani belum

memahami bagaimana cara penghitung persentase kadar air secara pasti. Mereka

menganggap bahwa padi yang mereka jemur seudah kering apabila warnanya

sudah berubah dari coklat menjadi kuning. Apabila sudah dianggap kering petani

kemudian sebagian petani menyimpan gabah hasil panennya dan sebagian lagi ada

yang menyisihkan sebagian dari hasil panen dan sisianya langsung di jual

ketempat penggilingan dengan harga 4.500 rupiah hingga 5.000 rupiah per

kilogram.

Tingkat penerapan inovasi PTT padi secara keseluruhan dapat dikategorikan

dalam kategori sedang, yakni 1.81 persen tingkat adopsi inovasi petani secara

keseluruhan masih berada pada tahap evaluasi dan 76.51 persen tingkat adopsi

inovasi petani secara keseluruhan masih berada pada mencoba. Hasil penelitian

menunjukan bahwa tingkat penerapan inovasi PTT padi berada dalam kategori

sedang karena masih banyak sarana-prasarana untuk melakukan budidaya yang

belum terpenuhi dan kondisi sosial ekonomi petani yang belum memungkinkan

seluruh teknologi dapat diterapkan oleh seluruh petani.

Pengaruh Homofili Objektif terhadap Homofili Subjektif

Petani dan Penyuluh Peserta SL-PTT Padi

Rogers dan Bhowmik (1971) pernah melakukan investigasi yang

menunjukkan bahwa pada umumnya derajat homofili subyektif berkorelasi positif

dengan tingkat homofili obyektif, meskipun tidak dengan sempurna. Homofili

subyektif petani dengan penyuluh yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari

kesamaaan persepsi petani terhadap: (1) varietas unggul, (2) benih bermutu, (3)

penggunaan umur dan jumlah bibit, (4) sistem tanam, (5) penggunaan bahan

organik, (6) pengairan berselang, (7) pengendalian gulma terpadu, (8)

pengendalian hama dan penyakit terpadu, (9) penanganan panen dan pascapanen,

dan (10) inovasi PTT padi secara keseluruhan. Homofili obyektif petani dengan

penyuluh yang diamati dalam penelitian ini adalah kesamaan karakteristik anatara

petani dengan penyuluh yang terdiri dari: (1) umur, (2) jenis kelamin, (3)

pendidikan formal, (4) pengalaman, (5) etnis, (6) status sosial ekonomi, (7)

kepercayaan, dan (8) sikap.

Pengaruh homofili obyektif terhadap homofili subyektif diuji dengan

menggunakan uji korelasi Kendall tau_b, untuk menguji hipotesis penelitian

dengan menggunakan taraf kepercayaan 95 persen dan 99 persen. Hasil uji

korelasi mengenai pengaruh antara homofili subyektif dengan homofili obyektif

petani dan penyuluh dalam kegiatan SL-PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu

Kabupaten Muarojambi dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai keofisien korelasi yang diperoleh dari

peubah-peubah yang diamati memiliki tingkat keeratan pengaruh yang berbeda.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa secara umum peubah homofili subyektif

berkorelasi positif dengan peubah homofili obyektif kecuali peubah status sosial

ekonomi. Kesamaan status sosial ekonomi antara petani dengan penyuluh ternyata

tidak berpengaruh secara nyata dengan kesamaan persepsi antara petani dengan

penyuluh.

Teori Rogers dan Bhowmik (1971) menyatakan bahwa derajat homofili

subyektif berkorelasi positif dengan tingkat homofili obyektif dapat dibuktikan

melalui penelitian ini meskipun tidak sempurna. Dari Sembilan peubah homofili

obyektif, hanya satu peubah yang tidak memiliki pengaruh yang kuat dengan

peubah homofili subyektif lainnya yaitu peubah status sosial ekonomi. Kesamaan

status antara petani dengan penyuluh baik status sosial maupun status ekonomi

tidak mempengaruhi kesamaan persepsi di antara keduanya. Penelitian ini

menunjukkan hasil demikian karena baik petani dan penyuluh yang memiliki

kondisi sosial ekonomi yang sama maupun kondisi sosial ekonomi yang berbeda,

memiliki pemahaman yang sama tentang inovasi-inovasi PTT padi.

Rakhmat (2003) menguraikan bahwa sikap merupakan kecenderungan

bertindak, berpersepsi, berfikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi,

atau nilai. Penjelasan tersebut dapat diasumsikan bahwa setelah seseorang

berpersepsi terhadap sesuatu, maka orang tersebut akan cenderung bersikap sesuai

dengan persepsinya. Pernyataan tersebut sesuai dengan temuan dari penelitian ini.

Tabel 16 menunjukkan bahwa diantara peubah-peubah homofili obyektif lainnya,

peubah kesamaan sikap antara petani dan penyuluh merupakan peubah yang

mempunyai pengaruh yang paling erat dengan kesamaan persepsi antara petani

dengan penyuluh.

Tabel 16 Hasil uji korelasi Kendall’s tau_b antara homofili obyektif dengan homofili subyektif petani dan penyuluh Peserta SL-PTT padi

di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2011

Homofili

Obyektif Kendall’s tau_b

Homofili Subyektif

Varietas

Unggul

Benih

Bermutu

Umur dan

jumlah Bibit

Sistem

Tanam

Bahan

Organik

Pengairan

Berselang

Pengendalian

Gulma Terpadu HPT

Panen dan

Pascapanen

PTT

padi

Umur Koefisien Korelasi .310**

.369**

.322**

.303**

.017 .044 .156* -.103 .170** .272**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .805 .518 .018 .117 .009 .000

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Jenis Kelamin Koefisien Korelasi .087 .113 .140*

.112 .210**

-.023 .025 .072 .239**

.140*

Sig. (2-tailed) .189 .092 0.34 .098 .002 .739 .712 .284 .000 .028

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Pendidikan

Formal

Koefisien Korelasi .183**

.156*

.193**

.083 -.007 .142*

.196**

.094 .093 .180**

Sig. (2-tailed) .022 .010 .001 .179 .907 .024 .001 .123 .124 .022

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Pengalaman Koefisien Korelasi .285**

.228**

.188**

.321**

.192**

174**

.288**

.198**

.214**

.312**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .003 .000 .003 .008 .000 .002 .001 .000

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Etnis Koefisien Korelasi .110 .028 -.034 137*

.330**

.212**

.288**

.296**

.202**

.231**

Sig. (2-tailed) .097 .672 .608 .046 .000 .002 .000 .000 .033 .000

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Status Sosial Koefisien Korelasi .042 0.79 .068 .029 -.004 -.064 .032 -.051 .130 .063

Sig. (2-tailed) .529 .240 .311 .671 .953 .355 .632 .451 .052 .324

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Status

Ekonomi

Koefisien Korelasi .098 020 .055 -.043 -.075 -.046 .036 .054 .042 .031

Sig. (2-tailed) .139 .767 .414 .525 .276 .509 .597 .427 .529 .624

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Kepercayaan Koefisien Korelasi .412**

.365**

.381**

.335**

.006 .203**

.352**

.003 .238**

.349**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .932 .002 .000 .959 .000 .000

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Sikap Koefisien Korelasi .579**

.553**

.606**

.525**

.245**

.189**

.381**

.167**

.363**

.628**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .033 .000 .000

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Ket :**)

Korelasi signifikan pada α 0,01, dan *)

Korelasi signifikan pada α 0,05

Pengaruh Homofili Obyektif Petani dan Penyuluh Peserta SL-PTT Padi

terhadap Penerapan Inovasi PTT Padi

Rogers dan Bhowmik (1971) menjelaskan bahwa tingkat homofili obyektif

adalah tingkat kesamaan dalam berkomunikasi diamati dari karteristik antara

individu yang berkomunikasi. Karakteristik antara petani dan penyuluh yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah kesamaan karakteristik: (1) umur, (2) jenis

kelamin, (3) pendidikan, (4) pengalaman, (5) suku/etnik, (6) status sosial

ekonomi, (7) kepercayaan, dan (8) sikap. Rogers dan Bhowmik (1971) juga

menjelaskan bahwa tingkat homofili obyektif dapat mempengaruhi efektivitas

komunikasi. Efektivitas komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

tingkat penerapan PTT padi.

Pengaruh homofili obyektif terhadap penerapan PTT padi diuji dengan

menggunakan uji korelasi Kendall tau_b dengan menggunakan taraf kepercayaan

95 persen dan 99 persen. Hasil uji korelasi antara homofili obyektif dengan

tingkat penerapan PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi

Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 17.

Secara keseluruahan hanya kesamaan karakteristik pengalaman dan sikap

saja yang mempengaruhi penerapan inovasi PTT padi. Dale (Rakhmat 2003)

menjelaskan bahwa pengalaman mempengaruhi penafsiran seseorang terhadap

sesuatu. Dale menguji pengaruh dari pengalaman terhadap penafsiran melalui

Facial Meaning Sensitivity Test (FMST). Melalui tes tersebut diketahui bahwa

orang-orang yang dilatih dengan FMST memiliki persepsi yang lebih cermat

dibandingkan yang belum dilatih dengan FMST. Hasil pengujian Dale

menunjukkan bahwa perbedaan pengalaman antara satu orang dengan yang

lainnya dapat mempengaruhi pemahaman mereka terhadap sesuatu. Pemahaman

tersebut akan membentuk sikap orang terhadap sesuatu dan mempengaruhi

perilaku orang tersebut terhadap obyek tertentu.

Hasil penelitian penunjukkan bahwa semakin homofili pengalaman antara

petani dan penyuluh maka semakin tinggi tingkat penerapan inovasinya, begitu

juga sebaliknya. Pengalaman petani dan penyuluh yang cenderung heterofili

berbanding lurus dengan penerapan budidaya padi yang cenderung rendah.

Perbedaan pengalaman antara petani dengan penyuluh menyebabkan perbedaan

Tabel 17 Hasil uji korelasi Kendall’s tau_b antara homofili obyektif petani dan penyuluh peserta SL-PTT padi dengan penerapan PTT

padi di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2011

Homofili

Obyektif Kendall’s tau_b

Penerapan PTT Padi

Varietas

Unggul

Benih

Bermutu

Umur dan

jumlah Bibit

Sistem

Tanam

Bahan

Organik

Pengairan

Berselang

Pengendalian

Gulma Terpadu HPT

Panen dan

Pascapanen

PTT

padi

Umur Koefisien Korelasi ..439

** .138 313

** .445

** -.018 .333

** .149

* .099 -.137 -.020

Sig. (2-tailed) .000 .067 .000 .000 .808 .000 .037 .901 .064 .762

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Jenis Kelamin Koefisien Korelasi .112 .061 .162*

.146 -.013 .111 .161*

.129 .067 .036

Sig. (2-tailed) .148 .425 .031 .057 .864 .150 .028 0.89 .369 .593

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Pendidikan

Formal

Koefisien Korelasi .220**

-027 .142*

.301**

.026 .043 .063 .058 .050 -.060

Sig. (2-tailed) .002 .700 .039 .000 .710 .536 .345 .395 .465 .323

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Pengalaman Koefisien Korelasi .357**

.140 .245**

.233**

.239**

.108 .141**

-.055 .012 .250**

Sig. (2-tailed) .000 .055 .011 .002 .001 .139 .000 .442 .868 .000

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Etnis Koefisien Korelasi .164*

-.041 -.048 .195*

.194*

-.132 .166*

-.002 .014 .091

Sig. (2-tailed) .035 .592 .524 .012 .012 0.87 0.24 .980 .850 .173

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Status Sosial Koefisien Korelasi .054 .149 .083 .070 -.001 -.031 -.060 -.128 .035 .016

Sig. (2-tailed) .489 .54 .272 .366 .987 .685 .415 .094 .643 .817

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Status

Ekonomi

Koefisien Korelasi .097 .062 .116 .111 -.105 .137 .026 -.005 .049 .001

Sig. (2-tailed) .211 .419 .125 .150 .178 .076 .728 .951 .513 .984

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Kepercayaan Koefisien Korelasi .747**

.204**

.576**

.604**

.217**

.296**

.286**

.175*

-.066 .071

Sig. (2-tailed) .000 .005 .000 .000 .003 .000 .000 .014 .348 .256

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Sikap Koefisien Korelasi .637**

.189**

.532**

.568**

.341**

.391**

.569**

.351**

.004 .220**

Sig. (2-tailed) .000 .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .955 .000

N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166

Ket :**)

Korelasi signifikan pada α 0,01, dan *)

Korelasi signifikan pada α 0,05

sikap diantara keduanya sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian

besar tingkat kesamaan sikap antara petani dan penyuluh berada pada kategori

sedang. Tingkat kesamaan sikap yang heterofili menyebabkan tingkat penerapan

PTT padi semakin rendah.

Tabel 17 memperlihatkan bahwa secara umum tingkat homofili obyektif

antara petani dan penyuluh memiliki pengaruh yang lemah dengan tingkat

penerapan budidaya. Artinya bahwa teori yang dikemukakan oleh Rogers dan

Bhowmik belum bisa diterima secara umum.

Pengaruh Homofili Subyektif Petani dan Penyuluh Peserta SL-PTT Padi

terhadap Penerapan Inovasi PTT Padi

Rogers dan Bhowmik (1971) menjelaskan bahwa homofili subyektif

adalah tingkatan kesamaan antara sumber atau penerima dalam memandang suatu

obyek. Kesamaan tersebut akan mempengaruhi efektivitas komunikasi diantara

keduanga. Teori yang dikemukakan tersebut dapat dikaitkan dengan pelaksanaan

kegiatan SL-PTT padi yang diharapkan mampu meningkatkan produksi beras

nasional. Komunikasi antara penyuluh dengan petani diharapkan efektif sehigga

program tersebut berjalan dengan baik dan berhasil.Efektivitas komunikasi

tersebut dapat diukur melalui tingkat penerapan teknologi PTT padi oleh petani.

Berdasarkan teori yang dikemukakan, maka pengaruh dari tingkat kesamaan

pemahaman antara petani dengan penyuluh tentang PTT terhadap tingkat

penerapan PTT padi. Teori yang dikemukakan mengartikan bahwa semakin tinggi

tingkat kesamaan pemahaman antara petani dengan penyuluh tentang PTT padi

maka tingkat penerapan PTT padi akan semakin tinggi.

Tingkat kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang PTT padi

berpengaruh secara nyata dengan tingkat penerapan PTT padi secara

keseluruhan.Hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi

kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh atau semakin tinggi tingkat

homofili subyektif antara petani dengan penyuluh tentang PTT padi, maka

semakin tinggi tingkat penerapan PTT padi.Pengaruh homofili subyektif antara

petani dan penyuluh tentang PTT padi dengan tingkat penerapan PTT padi dapat

dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Hasil uji korelasi Kendall’s tau_b antara Homofili subyektif petani dan

penyuluh peserta SL-PTT padi dengan penerapan PTT padi di

Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun

2011

Pengaruh peubah

Kendall’s tau-b

Koefisien

Korelasi Sig. (2-tailed) N

Homofili subyektif tentang Varietas Unggul dengan

penerpan Varietas unggul

.649**

.000 166

Homofili subyektif tentang benih bermutu dengan

penerapan benih bermutu

.232**

.001 166

Homofili subyektif tentang penggunaan umur dan jumlah

bibit dengan penerapan umur dan jumlah bibit

.581**

.000 166

Homofili subyektif tentang sistem tanam dengan

penerapan system tanam

.443**

.000 166

Homofili subyektif tentang bahan organic dengan

penerapan bahan organic

.160**

.020 166

Homofili subyektif tentang pengairan berselang dengan

penerapan pengairan berselang

-.052 .456 166

Homofili subyektif tentang pengendalian gulam terpadu

dengan penerapan pengendalian gulma terpadu

.388**

.000 166

Homofili subyektif tentang PHT dengan penerapan PHT .039 .608 166

Homofili subyektif tentang penanganan panen dan

pascapanen dengan penerapan penanganan panen dan

pascapanen

.190**

.004 166

Homofili subyektif tentang PTT padi dengan penerapan

PTT padi

.652**

.000 166

Ket :**)

Korelasi signifikan pada α 0,01 dan *)

korelasi signifikan pada α 0.05

Tabel 18 memperlihatkan bahwa seluruh peubah homofili subyektif antara

petani dengan penyuluh berkorelasi dengan peubah penerapan secara nyata

kecuali homofili subyektif antara petani dengan penyuluh tentang pengairan

berselang dan pengendalian hama terpadu. Peubah homofili subyektif tentang

pengairan berselang tidak memiliki pengaruh yang kuat dengan penerapan

pengairan berselang karena tidak tersedianya irigasi yang dapat berfungsi dengan

baik. Petani dan penyuluh sebenarnya sudah memiliki pemahaman yang sama

tentang inovasi ini dimana mereka sama-sama memahami manfaat dari pengairan

berselang ini. Mereka juga sama-sama memahami bahwa petani membutuhkan

inovasi ini walaupun inovasi ini tidak sesuai dengan kebiasaan petani pada

umumnya, namun petani merasakan bahwa inovasi ini mereka perlukan dan

penyuluh memahami hal yang sama. Mereka juga sama-sama memahami bila

inovasi ini akan memberikan hasil yang lebih baik petani, namun keterbatasan

sarana irigasi yang baik yang menyebabkan inovasi ini sulit untuk diterapkan.

Irigasi yang baik samapai saat ini hanya ada di lahan persawahan desa Arang

Arang yang lokasi persawahannya berada di samping kantor Badan Penyuluhan

Pertanian (BPP) Kecamatan Kumpeh Ulu, sedangkan desa lainnnya ada yang

memiliki irigasi namun tidak berfungsi dengan baik dan yang lainnya lagi pada

umumnya belum memiliki irigasi.

Peubah homofili subyektif tentang pengendalian hama penyakit terpadu

juga memiliki pengaruh yang lemah dengan tingkat penerapan inovasi

pengendalian hama terpadu. Pengaruh yang lemah tersebut dikarenakan kurang

efektifnya penyelenggaraan kegiatan tanam serentak. Petani dan penyuluh pada

umumnya memahami bahwa inovasi ini sangat dibutuhkan oleh petaniwalaupun

sulit untuk diterapkan oleh petani karena sulit terselenggaranya kegiatan tanam

serentak. Kegiatan tanam serentak sulit terselenggara lemahnya komitmen petani

dalam melakukan kegiatan tanam serentak. Kegiatan tanam serentak yang sudah

di tentukan dalam rapat kelompok tani hanya dilakukan oleh sedikit petani saja.

Banyak petani lainnya tidak melakukan kegiatan tanam serentak dikarenakan

berbagaimacam alasan seperti: belum punya cukup modal untuk mulai menanam

lagi, belum ada waktu karena kesibukan lainnya, dan perbedaan penerapan

varietas sehingga menyebabkan perbedaan waktu tanaman. Hasil temuan dalam

penelitian mengungkapkan bahwa sampai sejauh ini petani melakukan

pengendalian hama secara individu dengan menggunakan pestisida, rodentisida,

dan memasang jaring. Pengendalian hama secara individu yang dilakukan petani

membuat petani harus mengeluarkan modal lebih.

Tabel 18 secara umum telah memperlihatkan keeratan pengaruh homofili

subyektif antara petani dan penyuluh tentang PTT padi dengan penerapan PTT

padi secara keseluruhan.Keeratan pengaruh tersebut mengindikasikan bahwa

kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh terhadap suatu obyek inovasi

sangatlah penting. Kesamaan pemahaman atau pengertian diantara keduanya

terhadap suatu obyek akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif

diantara keduanya yang ditunjukkan melalui perubahan prilaku dalam bentuk

penerapan inovasi ataupun tujuan-tujuan komunikasi lainnya.