Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI...

19
Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria Fitrayoga Lanang Pangestu 1 Nadila Yuvitasari 2 Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo [email protected] 1 [email protected] 2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa mengutamakan keselarasan antara jagad alit dan jagad ageng, yaitu keselarasan antara alam, manusia dengan Tuhan. Masyarakat Jawa percaya bahwa penyakit bukan hanya diakibatkan oleh virus atau bakteri, namun juga diakibatkan adanya ketidak-seimbangan kosmis. Makalah ini bertujuan untuk membahas harmonisasi kosmologi Jawa dalam jamu anti malaria. Jamu adalah campuran obat herbal yang berasal dari bagian tanaman berupa akar, batang, daun, umbi atau seluruh bagian tanaman, sedangkan mantra adalah rangkaian kata dengan kekuatan supranatural yang terkadang sulit dijangkau oleh nalar manusia. Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan lokasi penelitian di Desa Selur, Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo dengan teknik wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harmonisasi kosmologi pada jamu anti malaria diwujudkan melalui pemanfaatan jamu dan mantra dalam proses pengobatan. Penyakit malaria ditanggulangi dengan ramuan bahan alam berupa daun pepaya, daun pare, daun sambilata, dan daun bratawali yang direbus di kuali tanah kemudian diracik dengan menggunakan mantra tertentu. Hal tersebut ditempuh untuk mencapai keselarasan antara manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan serta manusia dengan metabolisme tubuhnya sendiri. Kata kunci: jamu, kosmologi Jawa, malaria, mantra. Abstract The view of Javanese cosmology prioritizes harmony between jagad alit and jagad ageng, namely harmony between nature, humans and God. Javanese people believe that disease is not only caused by viruses or bacteria, but also due to cosmic imbalances. This paper aims to discuss the harmonization of Javanese cosmology in anti-malaria herbs. Jamu is a mixture of herbal medicines derived from plant parts in the form of roots, stems, leaves, tubers or all parts of plants, while spells are a series of words with supernatural powers that are sometimes difficult to reach by human reason. The form of this research is a qualitative descriptive study with a research location in Selur Village, Ngrayun District, Ponorogo Regency with interview techniques and literature studies. The results showed that cosmological harmonization in anti-malaria herbs was realized through the use of herbs and spells in the treatment process. Malaria is treated with a mixture of natural ingredients in the form of papaya leaves, bitter melon

Transcript of Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI...

Page 1: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria

Fitrayoga Lanang Pangestu

1

Nadila Yuvitasari2

Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo

[email protected]

1

[email protected]

Abstrak

Pandangan kosmologi Jawa mengutamakan keselarasan antara jagad alit dan

jagad ageng, yaitu keselarasan antara alam, manusia dengan Tuhan. Masyarakat

Jawa percaya bahwa penyakit bukan hanya diakibatkan oleh virus atau bakteri,

namun juga diakibatkan adanya ketidak-seimbangan kosmis. Makalah ini

bertujuan untuk membahas harmonisasi kosmologi Jawa dalam jamu anti malaria.

Jamu adalah campuran obat herbal yang berasal dari bagian tanaman berupa akar,

batang, daun, umbi atau seluruh bagian tanaman, sedangkan mantra adalah

rangkaian kata dengan kekuatan supranatural yang terkadang sulit dijangkau oleh

nalar manusia. Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan

lokasi penelitian di Desa Selur, Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo dengan

teknik wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

harmonisasi kosmologi pada jamu anti malaria diwujudkan melalui pemanfaatan

jamu dan mantra dalam proses pengobatan. Penyakit malaria ditanggulangi

dengan ramuan bahan alam berupa daun pepaya, daun pare, daun sambilata, dan

daun bratawali yang direbus di kuali tanah kemudian diracik dengan

menggunakan mantra tertentu. Hal tersebut ditempuh untuk mencapai keselarasan

antara manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan serta manusia dengan

metabolisme tubuhnya sendiri.

Kata kunci: jamu, kosmologi Jawa, malaria, mantra.

Abstract

The view of Javanese cosmology prioritizes harmony between jagad alit and

jagad ageng, namely harmony between nature, humans and God. Javanese people

believe that disease is not only caused by viruses or bacteria, but also due to

cosmic imbalances. This paper aims to discuss the harmonization of Javanese

cosmology in anti-malaria herbs. Jamu is a mixture of herbal medicines derived

from plant parts in the form of roots, stems, leaves, tubers or all parts of plants,

while spells are a series of words with supernatural powers that are sometimes

difficult to reach by human reason. The form of this research is a qualitative

descriptive study with a research location in Selur Village, Ngrayun District, Ponorogo Regency with interview techniques and literature studies. The results

showed that cosmological harmonization in anti-malaria herbs was realized

through the use of herbs and spells in the treatment process. Malaria is treated

with a mixture of natural ingredients in the form of papaya leaves, bitter melon

Page 2: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

leaves, bitter leaf, and bratawali leaves boiled in earthen pots, then formulated

using certain spells. This is taken to achieve harmony between humans and nature,

humans and God and humans with their own metabolism.

Keyword: herbal medicine, Javanese cosmology, malaria, spell.

Pendahuluan

Kosmologi Jawa merupakan wawasan leluhur suku Jawa mengenai

persepsi terhadap alam semesta, manusia serta relasinya dengan kekuatan Tuhan.

Wawasan tersebut senantiasa diwariskan serta dipercaya secara turun-temurun.

Kosmologi Jawa mengenal jagad ageng dan jagad alit. Jagad ageng adalah

makrokosmos atau bentang alam semesta, sedangkan jagad alit adalah

mikrokosmos atau bentang alam dalam diri pribadi manusia. Kedua jagad ini

harus selalu diupayakan untuk selaras dan harmonis agar tidak terjadi malapetaka

yang menyebabkan kerusakan alam maupun penyakit pada diri manusia. Haryati

(2017: 181) mengemukakan bahwa dalam pandangan manusia Jawa, antara jagad

gedhe dengan jagad cilik memiliki hubungan erat yang tidak terpisahkan karena

terdapat kemanunggalan kekuatan (manunggaling kawula Gusti).

Masyarakat Jawa percaya bahwa penyakit yang menimpa manusia bukan

hanya diakibatkan oleh virus atau bakteri, namun juga diakibatkan adanya

ketidak-seimbangan kosmis. Ketidak-seimbangan tersebut dapat berupa tidak

selarasnya hubungan manusia dengan alam, tidak selarasnya hubungan manusia

dengan manusia maupuun ketidakselarasan hubungan manusia dengan alam.

Konsep pengobatan tradisional Jawa selalu mempertimbangkan aspek kosmologi.

Yitno (dalam Sudardi, 2002: 14) menyatakan bahwa sakit merupakan akibat

rangkaian hubungan antara individu dengan lingkungan, dimana individu tersebut

merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu tatanan kosmis. Oleh sebab itu,

berdasarkan konsep kosmologi Jawa, sebuah penyakit bukan hanya dianalisis

dengan mencari tahu apa yang menyebabkan sakit maupun keluhan apa yang

tengah dirasakan, namun juga ditelusuri hingga mengapa dan bagaimana penyakit

tersebut dapat diderita. Dengan demikian proses penyembuhannya tidak hanya

dilakukan dengan jamu, namun juga diberi tambahan perisai berupa mantra agar

Page 3: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

jamu lebih manjur dan penyebab penyakit yang bersifat tidak kasat mata juga

dapat dihilangkan.

Desa Selur, Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo merupakan salah

satu desa yang masih memegang teguh budaya Jawa, terutama kosmologi Jawa.

Masyarakat setempat masih menganggap tetua adat sebagai seorang yang mampu

membawa keselarasan kosmis. Di desa ini masih ditemukan budaya pembuatan

jamu yang dilakukan menggunakan mantra tertentu. Mantra tersebut bersifat

rahasia dan hanya diketahui oleh tetua adat desa setempat. Salah satu jamu yang

diracik dengan menggunakan mantra tertentu adalah jamu anti malaria. Fenomena

tersebut merupakan salah satu keunikan ragam budaya nusantara yang menarik

untuk dikaji lebih dalam.

Tinjauan Teoritis

Kosmologi Jawa

Kosmologi merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas hakikat alam

semesta dan eksistensi tersembunyi di baliknya. Masyarakat Jawa memiliki

pandangan dan wawasan tersendiri mengenai kosmologi. Masyarakat Jawa

mengenal jagad ageng dan jagad alit. Jagad ageng adalah makrokosmos atau

bentang alam semesta, sedangkan jagad alit adalah mikrokosmos atau bentang

alam dalam diri pribadi manusia. Kosmologi Jawa memandang bahwa kedua

jagad tersebut saling berkaitan. Manusia yang digambarkan berupa jagad alit

dengan segala unsur kehidupannya mengemban misi menyelaraskan hubungan

dengan Tuhan dan alam semesta yang direpresentasikan dalam jagad ageng agar

tercipta kedamaian, keselamatan dan akhir kehidupan yang baik.

Kosmologi Jawa sebagaimana dinyatakan oleh Sukmawan (2017: 181)

bahwa dalam sastra lisan Jawa, alam semesta makro (bentang alam) disikapi

sebagai cerminan diri manusia (mikrokosmos). Karena itulah, manusia Jawa

berusaha menyatukan alam semesta (makrokosmos) dengan dirinya

(mikrokosmos). Mereka percaya bahwa alam semesta juga berada dalam dirinya

dan dirinya adalah gambaran alam semesta. Hal ini berarti diri manusia menjadi

miniatur alam semesta sehingga mereka harus mengupayakan untuk meneguhkan

perilaku memayu hayuning bawana (sebuah pandangan hidup Jawa yang memuat

Page 4: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

nilai melestarikan, menjaga kedamaian, agar tercapai keselamatan dunia) melalui

penghormatan sedulur papat lima pancer agar menuju sangkan paraning dumadi,

yaitu asal dari segala kehidupan, yaitu Tuhan semesta alam dengan jalan yang

baik. Lebih lanjut, Endraswara (2003: 41) menjelaskan bahwa alam kosmis ini

dibatasi oleh keblat papat lima pancer, yakni arah wetan, kidul, kulon dan lor

serta pancer (tengah). Tengah adalah pusat kosmik manusia Jawa. Arah keblat ini

terkait erat dengan perjalanan hidup manusia, yang selama hidupnya selalu

ditemani oleh kadang papat lima pancer. Kadang papat, yaitu kawah, getih, puser

dan adhi ari-ari. Sedangkan pancer (ego manusia atau manusia itu sendiri).

Kosmologi Jawa juga menggambarkan anasir hidup manusia yakni angin, air,

tanah dan api. Anasir-anasir ini membentuk struktur nafsu yang

merepresentasikan dorongan membentuk manusia untuk memenuhi kebutuhan

badaniah dan rohaniah.

Jamu

Masyarakat suku Jawa telah memiliki budaya pengobatan tradisional

dengan racikan bahan herbal yang disebut dengan istilah jamu. Bahan herbal yang

digunakan dalam membuat jamu umumnya terbuat dari tanaman yang direbus

kemudian diambil saripatinya atau dengan ditumbuk. Dewoto (2007: 205)

mengemukakan bahwa obat tradisional Indonesia lebih dikenal dengan nama

jamu, pada umumnya merupakan campuran obat herbal yang berasal dari bagian

tanaman berupa akar, batang, daun, umbi atau seluruh bagian tanaman. Mulyani,

dkk (2016:75) mengemukakan bahwa jamu adalah pengobatan tradisional

terhadap penyakit dengan memanfaatkan tumbuhan herbal atau sering disebut

fitoterapi. Pengobatan tradisional tersebut merupakan budaya khas Jawa yang

berasal dari nenek moyang.

Racikan herbal tersebut mulai dikenal dengan istilah jamu pada abad 15-

16 Masehi. Dalam penelitiannya, Purwaningsih (2013: 85) menjelaskan bahwa

jamu merupakan singkatan dari jampi yang berarti doa atau obat dan usada

(husada) yang berarti kesehatan. Dengan kata lain, jamu berarti doa atau obat

untuk meningkatkan kesehatan. Pemanfaatan jamu untuk menjaga kesehatan

Page 5: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

maupun untuk sarana pengobatan tradisional telah berlangsung sejak ribuan tahun

yang lalu sebelum obat modern ditemukan.

Bukti otentik yang memuat budaya penggunaan ramuan herbal untuk

kesehatan tercantum pada relief candi-candi di Jawa seperti Candi Borobudur,

Candi Prambanan,dan Candi Penataran pada abad 8-9 Masehi. Selain itu, terdapat

pula pada daun lontar bertuliskan resep tanaman obat yang ditulis dari tahun 991

sampai 1016 yang ditemukan di Bali. Aditama (2014: 1) menyatakan bahwa

secara historis pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional telah berlangsung

lama di Indonesia dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan hingga saat ini.

Hal tersebut dapat ditelusuri pada relief Candi, sementara istilah Jamu (Jampi

Oesada) dapat ditelusuri pada peninggalan tulisan jaman dulu, seperti dalam

naskah Ghatotkacasraya (Mpu Panuluh), Serat Centhini dan Serat Kawruh Bab

Jampi-Jampi Jawi. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan

bahwa jamu adalah ramuan herbal yang diracik untuk menjaga kesehatan maupun

untuk sarana pengobatan tradisional khas Jawa yang diwariskan secara turun-

temurun.

Mantra

Mantra merupakan rangkaian kata dengan makna tertentu yang memiliki

kekuatan supranatural. Kekuatan tersebut terkadang sulit dijangkau oleh nalar

manusia. Pada umumnya, mantra bersifat rahasia sehingga tidak sembarang orang

dengan mudah mendapatkannya. Hingga saat ini mantra masih bersifat rahasia

bagi mereka yang mempercayai tuahnya. Hal tersebut dialami oleh penulis ketika

melakukan wawancara kepada narasumber yang menguasai mantra pengobatan.

Beliau terlihat sangat menjaga kerahasiaan mantra yang dikuasainya, sehingga

beliau hanya menjelaskan secara garis besar bahwa mantra yang diucapkannya

merupakan bentuk komunikasi kepada Tuhan dalam bentuk doa.

Kata mantra berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna ’teks suci’,

teks rahasia. Pendapat lain dikemukakan oleh Padoux (1990:373) bahwa kata

mantra berasal dari akar kata man ‘berfikir’ dan tra ‘alat’ sehingga kata mantra

dapat dimaknai sebagai ‘alat berfikir’. Sementara itu, Hartarta sebagaimana

dikutip oleh Saddhono (2016:84-85) mengemukakan bahwa mantra dalam

Page 6: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

masyarakat Jawa merupakan suatu metode atau gagasan sebagai penegasan suatu

tujuan tertentu yang dinyatakan dengan kata-kata yang dianggap mengandung

kekuatan gaib dan diciptakan sebagai terobosan untuk mengatasi permasalahan

sosial. Mantra dapat berupa benda atau ucapan atau doa khusus.

Terkait definisi mantra, Setyawati (2006: 64) mengemukakan bahwa

mantra adalah suku kata tersamar yang mempunyai kekuatan dan bertuah, aksara

tertentu yang bersifat magis yang dipercaya bertuah, kata-kata bertuah berdasar

pada kepercayaan bersifat magis yang melekat pada suara. Pengamalan mantra

identik dengan proses mistik, sebagaimana dijelaskan oleh Supadjar (2001:99-

100) bahwa proses mistik biasanya ditempuh dengan cara bertapa, mengasingkan

diri, dan bersemedi. Mistik juga dipahami sebagai eksistensi tertinggi, yaitu

pamoring kawula-Gusti atau bersatunya manusia dan Tuhan, puncak kecintaan

makhluk kepada Khaliknya sebagai suatu praktik pengalaman dan aktivitas

spiritual yang disertai peniadaan atau pengabaian diri. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa mantra adalah benda, ucapan atau doa khusus yang bersifat

rahasia, magis dan memiliki kekuatan supranatural yang diperoleh melalui proses

mistik guna mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi.

Penyakit Malaria

Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang diakibatkan oleh

gigitan nyamuk jenis tertentu. Penyakit ini sering menjangkiti daerah tropis,

seperti Indonesia. Seperti dikemukakan Utami dkk (2014:104) bahwa Indonesia

merupakan negara kepulauan beriklim tropis dengan temperatur panas sampai

sedang dan lembab. Kondisi iklim tersebut sangat ideal untuk berkembangnya

penyakit–penyakit tropis dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis dan

demam dengue. Malaria dan tuberkulosis merupakan penyakit yang banyak

diderita oleh masyarakat pada tingkat ekonomi rendah dan mayoritas bertempat

tinggal di daerah terpencil dan sulit dijangkau. Hakim (2011: 107) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh

parasit plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Secara global,

penyebarannya sangat luas yaitu meliputi lebih dari 100 negara beriklim tropis

dan subtropis. Penduduk yang beresiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3

Page 7: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

miliar atau 41% dari penduduk dunia dan mengakibatkan 1,5 s/d 2,7 juta

kematian, terutama di Afrika sub Sahara, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Asia

Tengah.

Terkait penyakit malaria, Yatim (2017: 47) menjelaskan bahwa malaria

adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa genus plasmodium dan ditularkan

oleh nyamuk spesies Anopheles. Penyakit ini ditandai dengan demam periodik

berbagai derajat, anemia, limpa membesar, serta berbagai sindroma karena

gangguan pada hati, otak dan ginjal. Dalam penelitiannya Zein (2005: 4)

menjelaskan bahwa malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

protozoa yang disebut plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Anopheles. Apabila biang keladinya adalah plasmodium vivax, penyakitnya

disebut malaria tertiana, yang ditandai dengan munculnya demam tiga hari sekali.

Apabila penyebabnya adalah plasmodium malariae, penyakitnya disebut malaria

kuartana, yang ditandai dengan munculnya demam empat hari sekali. Kemudian

ada pula plasmodium falciparum yang mengakibatkan malaria falciparum, yaitu

jenis malaria paling serius yang dapat mengakibatkan kematian.

Metode Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan lokasi penelitian

di Desa Selur, Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo. Pemilihan lokasi

tersebut didasari oleh pertimbangan berikut: (1) di Desa tersebut masih ditemukan

budaya pembuatan jamu yang dilakukan menggunakan mantra, (2) masyarakat

desa setempat masih mempercayai kosmologi Jawa, (3) masyarakat setempat

masih menganggap tetua adat sebagai seorang yang mampu membawa

keselarasan kosmis. Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi sumber

data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini

adalah Mbah Imam Soewandi selaku saksi hidup wabah malaria tahun 1972 di

Desa Selur, Kecamatan Ngrayun, Kabupaten Ponorogo. Beliau juga merupakan

tetua adat Desa Selur yang menjadi pelaku pengobatan tradisional untuk

menanggulangi wabah tersebut. Adapun sumber data sekunder berupa literatur

yang terkait dengan potensi pemanfaatan tumbuhan sebagai obat antimalaria serta

Page 8: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

literatur terkait dengan kosmologi Jawa dan penyakit malaria yang dapat

digunakan sebagai pembanding.

Data dibagi menjadi dua kelompok, yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer yaitu informasi dari wawancara dengan narasumber pelaku

pengobatan tradisional menggunakan jamu yang diberi mantra sedangkan data

sekunder diperoleh melalui studi literatur. Guna mendapatkan data yang

memenuhi standar, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik

analisis dokumen dan wawancara. Seperti yang dikemukakan Sugiyono (2016:

63) bahwa secara umum terdapat empat macam teknik pengumpulan data, yaitu

observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi,

dan gabungan keempatnya (triangulasi). Triangulasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tipe triangulasi sumber data. Sebagaimana dikemukakan oleh

Sugiyono (2016: 373) bahwa triangulasi sumber data yaitu pengujian kredibilitas

data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber

guna mendapatkan data yang valid. Data yang telah dianalisis oleh peneliti

sehingga menghasilkan suatu kesimpulan, selanjutnya dimintakan kesepakatan

(member check) kepada sumber data tersebut. Triangulasi sumber data dilakukan

oleh peneliti dengan melakukan pengecekan data yang sama terhadap sumber data

yang berbeda, yaitu narasumber primer, buku dan artikel ilmiah terkait agar

diperoleh kemantapan dan kevalidan analisis.

Hasil Penelitian

Kondisi geografis Desa Selur yang merupakan daerah pegunungan yang

dikelilingi oleh sawah dan hutan pinus rimbun. Hal tersebut membuat lingkungan

Desa Selur potensial menjadi ekologi nyamuk Anopheles. Desa ini berada di

daerah pegunungan yang memiliki sumber air melimpah. Selain itu, terdapat

sawah terasering atau sawah bertingkat yang luas di dekat pemukiman warga.

Ketika awal musim penghujan, banyak nyamuk yang masuk ke rumah-rumah

warga, terutama ketika waktu pagi tiba. Menurut keterangan narasumber, nyamuk

banyak mengganggu setelah matahari terbit. Pada mulanya warga mengira

nyamuk tersebut adalah nyamuk biasa. Namun, setelah digigit oleh nyamuk

tersebut, warga mengalami panas tinggi, pegal-pegal, menggigil, dan mengalami

Page 9: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

mati rasa. Warga mulai semakin waspada terhadap nyamuk-nyamuk yang

semakin sering masuk karena semakin banyak warga yang mengalami gejala-

gejala panas tinggi, pegal-pegal, menggigil, dan mati rasa. Ketika ada satu

anggota keluarga yang terkena gejala tersebut, tidak berapa lama anggota keluarga

yang lain juga mengalami gejala serupa. Bahkan pada kurun waktu 1972 sampai

dengan 1982 pernah terjadi kasus malaria yang cukup parah hingga berujung

kematian. Kondisi tersebut relevan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh Hakim (2011:112) bahwa pegunungan, sawah dan hutan menjadi ekologi

nyamuk Anopheles. Daerah pegunungan yang memiliki mata air terlindung serta

kobakan dasar sungai pada musim kemarau menjadi tempat perindukan nyamuk

Anopheles. Sawah yang menjadi tempat perindukan biasanya sawah bertingkat di

pegunungan yang airnya bersumber dari mata air, sedangkan tempat perindukan di

hutan adalah air hujan yang tergenang di tanah bekas lubang kaki binatang.

Fenomena penyakit malaria yang menjangkiti warga Desa Selur hingga

banyak memakan korban jiwa membuat tetua adat desa setempat melakukan

semedi untuk meminta wangsit atau petunjuk dari Tuhan untuk menyelamatkan

para warga dari wabah malaria yang melanda Desa Selur. Laku semedi atau

bertapa yang ditempuh sebagai langkah spiritual untuk dapat mencapai

keselarasan dengan kosmosnya. Laku semedi tersebut dilaksanakan dengan

mengasingkan diri dari hiruk-pikuk dunia dan dilakukan dalam keadaan pasa

mutih selama enam hari berturut-turut. Pasa mutih adalah puasa yang hanya

memperkenankan orang yang mengamalkannya makan nasi putih dan air putih

saja pada waktu berbuka.

Wangsit yang didapat setelah melakukan laku semedi dan pasa mutih

adalah hasil komunikasi dengan penghuni alam adikodrati yang dipercaya

merupakan isyarat langsung dari Tuhan yang diberikan melalui sarana penghuni

alam adikodrati atau alam gaib. Tetua adat Desa Selur sangat mempercayai bahwa

selama perjalanan hidup manusia akan selalu ditemani oleh saudara gaib yang

bersama-sama dilahirkan dari rahim ibu ketika seorang manusia lahir ke dunia.

Saudara gaib tersebut dikenal dengan istilah kadang papat atau sedulur papat

‘empat saudara’ yang dipercaya menjadi pengasuh diri seorang manusia yang

akan selalu menemani, menjaga dan menolong. Kadang papat atau sedulur papat

Page 10: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

‘empat saudara’ tersebut adalah kakang kawah ‘air ketuban’, getih ‘darah’, puser

‘plasenta’ dan adhi ari-ari ‘tali pusat’.

Berdasarkan wangsit yang diterima oleh tetua adat, terdapat tumbuh-

tumbuhan di sekitar Desa Selur yang dapat dimanfaatkan sebagai ramuan anti

malaria, diantaranya adalah pepaya gantung, pare, sambilata, dan bratawali.

Seluruh tumbuh-tumbuhan tersebut ternyata dapat dimanfaatkan daunnya untuk

diramu menjadi jamu anti malaria. Namun, terdapat buah-buahan yang menjadi

pantangan bagi para penderita malaria, yaitu buah pepaya masak dan buah pisang

ambon. Selain mendapatkan wawasan berupa ramuan jamu dan pantangan buah,

tetua adat juga mendapatkan wangsit berupa mantra yang dapat digunakan sebagai

perisai tambahan ketika melakukan proses pengobatan. Dengan demikian

pengobatan tradisional yang diberikan melalui ramuan jamu tersebut dapat lebih

manjur.

Pembahasan

Pengobatan malaria yang dilakukan di Desa Selur, Kecamatan Ngrayun,

Kabupaten Ponorogo masih mempertimbangkan aspek kosmologi Jawa. Hal

tersebut terlihat dari pengobatan tradisional yang dilakukan dengan memanfaatkan

tumbuh-tumbuhan herbal di sekitar desa menjadi jamu kemudian dipadukan

dengan mantra tertentu. Tumbuh-tumbuhan herbal berupa daun pepaya gantung,

daun pare, daun sambilata dan daun bratawali yang direbus dalam kuali tanah

dengan air sebanyak tiga gelas kecil hingga airnya tersisa satu gelas. Ramuan ini

diminum dua kali sehari. Pada proses peracikan jamu anti malaria tersebut, tetua

adat juga mempergunakan mantra rahasia yang hanya diketahui olehnya sendiri.

Proses pemantraan dilakukan secara khusyuk dalam meditasi memohon kepada

Tuhan untuk lekas dihilangkan seluruh penyakitnya dan selalu diberikan

keselamatan.

Rangkaian pengobatan tersebut ditempuh untuk mencapai keselarasan

antara manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan serta manusia dengan

metabolisme tubuhnya sendiri. Upaya penyelarasan antara manusia dengan alam

dilakukan melalui penghormatan terhadap alam yang telah menyediakan berbagai

kebutuhan manusia, yaitu dengan memanfaatkan sumber daya alam secara bijak

Page 11: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

kemudian tidak merusak siklus alamnya. Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan herbal

berupa daun pepaya gantung, pare, sambilata, dan bratawali dilakukan sesuai

kebutuhan. Selain mengambil manfaatnya, warga juga memperlakukan tanah

tumbuhnya dengan baik, yaitu dengan memberikan pupuk dan tidak menimbun

sampah plastik. Upaya penyelarasan manusia dengan Tuhan dilakukan melalui

laku semedi, pasa mutih dan rapalan mantra. Laku semedi dan pasa mutih

merupakan manifestasi langkah spiritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan

agar tercipta hubungan yang harmonis sehingga Tuhan akan memberikan

kelancaran dalam mencapai tujuan dan mengabulkan segala permohonan.

Sementara itu, rapalan makna merupakan manifestasi pemanjatan doa, memohon

kepada Tuhan untuk menghilangkan penyakit yang tengah diderita. Upaya

penyelarasan antara manusia dengan metabolisme tubuhnya sendiri tercermin dari

penggunaan bahan-bahan alami sebagai sarana pengobatan sehingga metabolisme

tubuh menjadi lebih baik dan lebih lancar.

Apabila dilihat dari segi medis, tumbuh-tumbuhan herbal ternyata sangat

berpotensi menjadi fitofarmaka, yaitu sediaan obat dan obat tradisional yang telah

dibuktikan secara klinis keamanan dan khasiatnya. Tumbuh-tumbuhan herbal

yang dimanfaatkan dalam racikan jamu anti malaria diantaranya adalah pepaya

gantung. Pepaya gantung adalah salah satu jenis pepaya yang letak buahnya

menggantung. Berdasarkan sifat morfologinya, tanaman pepaya memiliki tiga

macam bunga sekaligus yaitu bunga jantan (staminate), bunga betina (pistilate),

dan bunga sempurna (hermaphrodite). Pepaya gantung adalah buah pepaya yang

berasal dari bunga jantan. Daun bunga pepaya gantung berjumlah 5 helai, letaknya

saling melekat disekitar bagian bawah bentuknya seperti tabung. Bunga pada

pepaya jantan tersusun dalam rangkaian bunga yang bertangkai panjang dan dapat

ditemukan di sekitar pucuk. Pada bagian atasnya saling melepas yang mirip

seperti corong. Bunga jantan menghasilkan buah kecil menggantung sehingga

sering dikenal dengan pepaya gantung.

Pepaya merupakan salah satu tanaman anti malaria. Seperti yang

dikemukakan oleh Handayani (2016: 25) dalam penelitiannya bahwa salah satu

tanaman yang bersifat antiplasmodium adalah daun pepaya (Carica Papaya Linn).

Daun pepaya diketahui mengandung senyawa alkaloid karpain, caricaksantin,

Page 12: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

violaksantin, papain, saponin, flavonoida, dan politenol. Senyawa yang

terkandung dalam daun pepaya tersebut dikenal sebagai anti malaria dan anti

bakteri. Selain itu Dalimarta&Hembing (1994) juga mengemukakan bahwa daun

pepaya telah lama dipergunakan oleh kelompok masyarakat untuk pengobatan,

seperti obat sakit malaria, penambah nafsu makan, obat cacing, obat batu ginjal,

meluruhkan haid, dan menghilangkan rasa sakit. Bentuk fisik tanaman pepaya

gantung ditunjukkan oleh gambar 1 berikut:

Gambar 1: Pepaya Gantung

Tumbuhan yang juga dimanfaatkan daunnya sebagai jamu anti malaria

adalah pare. Pare memiliki banyak nama lokal, di daerah Jawa di sebut sebagai

paria, pare, pare pahit, pepareh. Di Sumatra dikenal dengan nama prieu, fori,

pepare, kambeh, paria. Orang Nusa Tenggara menyebutnya paya, truwuk, paitap,

paliak, pariak, pania, dan pepule, sedangkan di Sulawesi, orang menyebutnya

dengan poya, pudu, pentu, paria belenggede, serta palia. Pare adalah tumbuhan

merambat yang berasal dari daerah Asia Tropis. Tanaman ini tumbuh merambat

dengan sulur berbentuk spiral, banyak bercabang, berbau tidak enak serta

batangnya berusuk. Tumbuhan ini memiliki daun tunggal bertangkai yang

letaknya berseling, berbentuk bulat panjang. Panjang daunnya mencapai 3,5-8,5,

lebar 4 cm, menjari dengan jumlah 5-7. Pangkal daun pare berbentuk jantung dan

berwarna hijau tua.

Daun pare dijadikan sebagai salah satu bahan jamu anti malaria karena

berkhasiat menurunkan panas. Seperti yang dinyatakan oleh Dalimartha (dalam

Ermawati, 2010: 12) bahwa daun pare digunakan oleh sebagian masyarakat

sebagai penurun panas dengan cara ditumbuk kemudian ditambahkan air dan

disaring lalu diminum saat pagi hari sebelum makan. Lebih lanjut Ermawati

Page 13: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

(2010) menjelaskan bahwa daun pare mengandung vitamin A, vitamin B, vitamin

C, saponin, flavonoid, steroid/triterpenoid, asam fenolat, alkaloid, dan karotenoid.

Komponen daun pare yang mempunyai potensi sebagai antipiretik adalah

flavonoid. Antipiretik adalah obat untuk mengurangi dampak negatif demam atau

pireksia. Demam atau pireksia merupakan gejala dari suatu penyakit infeksi

seperti demam berdarah, tifus, malaria, peradangan hati, dan penyakit infeksi lain.

Bentuk fisik tanaman pare ditunjukkan oleh gambar 2 berikut:

Gambar 2: Daun Pare

Tumbuhan yang dimanfaatkan dalam racikan jamu anti malaria

selanjutnya adalah daun sambilata. Nama daerah untuk sambiloto antara lain:

sambilata (Melayu); ampadu tanah (Sumatera Barat); sambilata, ki pait, bidara,

andilata (Jawa Tengah); ki oray (Sunda); pepaitan (Madura), sedangkan nama

asingnya Chuan xin lien (Cina). Tumbuhan ini merupakan jenis tanaman liar yang

tumbuh di sekitar tempat yang lembab. Biasanya tumbuh di sekitar sawah, tepi

sungai, kebun dan pekarangan sekitar kita. Tinggi tanaman sekitar 30-100 cm.

Ciri daun sambilata dapat dikenali dari panjang daunnya 8 cm, bertangkai pendek,

berwarna hijau tua, tepian daun rata dan ujung daun beserta pangkal daunnya

meruncing. Bunga Sambilata muncul dari ketiak daun dan berwarna putih.

Buahnya berbentuk kapsul, panjangnya 2 cm, bijinya berwarna putih kecoklatan.

Daun sambilata memiliki senyawa aktif sebagai antibiotik. Utami (2012)

dalam bukunya menjelaskan bahwa daun sambilata mengandung senyawa aktif

yang dapat berfungsi sebagai antibiotik. Antibiotik adalah senyawa yang memiliki

kemampuan untuk menekan atau menghentikan proses biokimiawi di dalam suatu

organisme, khususnya proses infeksi bakteri. Oleh sebab itu, penggunaan

Page 14: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

antibiotik dikhususkan untuk mengobati penyakit infeksi. Doktor dalam Ilmu

Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dra. Risdawati, Apt.,

M.Kes sebagaimana diberitakan dalam portal liputan6.com pada tanggal 11 Juni

2014 juga melakukan penelitian terhadap tanaman Sambilata (Andrographis

paniculata). Dalam penelitiannya, beliau menemukan bahwa di dalam tanaman

sambilata terdapat senyawa Andrografolida yang sangat dominan. Senyawa

Andrografolida dapat berfungsi sebagai senyawa antimalaria. Risdawati

mengungkapkan, bahan aktif sambilata, andrografolida, terbukti efektif

menghambat pertumbuhan parasit malaria dan memiliki potensi sebagai obat

antimalaria. Hal senada juga dibuktikan oleh Susanti, dkk dalam penelitiannya

(2017: 47) bahwa andrografolid merupakan senyawa kimia utama yang terdapat

dalam tanaman sambilata. Andrografolid (C20H30O5) merupakan senyawa

golongan diterpenoid lakton bisiklik berbentuk kristal tak berwarna dengan rasa

yang sangat pahit. Andrografolid telah terbukti memiliki berbagai aktivitas

farmakologi, diantaranya: antiinflamasi, antiaterosklerosis, antioksidan,

antihiperglikemik, dan antimalaria. Bentuk fisik tanaman sambilata ditunjukkan

oleh gambar 3 berikut:

Gambar 3: Daun Sambiloto

Tumbuhan yang dimanfaatkan dalam racikan jamu anti malaria

selanjutnya adalah daun bratawali. Bratawali menyebar merata hampir di seluruh

wilayah Indonesia dan beberapa negara lain di Asia tenggara dan India. Tanaman

ini mempunyai banyak nama yaitu antawali, bratawali, putrawali, daun gadel,

andawali (Jawa), bitter grape (Inggris), shen jin teng (Cina). Selain ditemukan

tumbuh liar di hutan dan ladang, bratawali sengaja ditanam sebagai tanaman hias.

Page 15: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

Tanaman ini menyukai tempat terbuka dan membutuhkan banyak sinar matahari.

Ia dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 1.700

m di atas permukaan laut (dpl). Bratawali memiliki tinggi batang hingga 2,5 meter

dengan besar batang sebesar jari kelingking, berbintil-bintil rapat dan memiliki

rasa yang pahit. Tangkai dari tanaman bratawali berciri-ciri daun menebal pada

pangkal dan ujung, pertulangan daun menjari dan berwarna hijau. Tanaman ini

merupakan tumbuhan berdaun tunggal, dengan bentuk daun seperti jantung atau

agak mirip seperti bundar telur berujung lancip, dengan panjang daun 7-12 cm dan

lebar 5-10 cm. Bunga bratawali bersifat majemuk berbentuk tandan, terletak pada

batang kelopak ketiga, bunga berwarna hijau muda kecil, memiliki enam mahkota,

berbentuk benang berwarna hijau. Benang sari pada bungga bratawali berjumlah

enam, tangkai bunga berwarna hijau muda dengan kepala sari kuning. Buahnya

keras seperti batu, berwarna hijau. Tanaman bratawali dapat diperbanyak dengan

dua cara, yaitu secara generatif (menggunakan biji) dan vegetatif (stek), tetapi

kebanyakan menggunakan stek.

Kandungan senyawa dalam tanaman bratawali dapat dimanfaatkan

sebagai obat malaria. Dalam penelitiannya, Sulastri, dkk (2018: 80)

mengemukakan bahwa salah satu tanaman obat yang berkhasiat sebagai

antimalaria adalah bratawali (Tinospora crispa (L.). Tanaman ini banyak

mengandung alkaloid, pati, glikosida pikroretosid, pikroretin, berberin, palmatin

dan kolumbin. Berdasarkan kandungan tersebut, bratawali banyak digunakan

sebagai obat tradisional untuk antidiabetes, anti inflamasi analgetik dan

antimalaria. Malik (2015: 48) dalam penelitiannya juga menemukan fakta bahwa

Tanaman Bratawali (Tinospora crispa) mengandung senyawa aktif tinokrisposid

yang berfungsi sebagai antimalaria. Tinokrisposid bekerja di fase eritrositer

dengan cara menghambat pertumbuhan parasit dalam eritrosit. Kandungan

senyawa dalam tanaman bratawali juga dapat meredakan demam. Hal tersebut

dikemukakan oleh Kresnady dan Tim Lentera (2003: 3) bahwa di Jawa bratawali

banya digunakan sebagai obat demam dan sebagai obat luar seperti luka dan gatal-

gatal.

Page 16: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

Gambar 3: Daun Bratawali

Selain memanfaatkan tumbuh-tumbuhan herbal menjadi racikan jamu,

pengobatan tradisional anti malaria tersebut juga dilakukan menggunakan mantra

tertentu sebagai perisai tambahan agar jamu yang diracik menjadi lebih manjur.

Mantra tersebut bersifat rahasia dan hanya diketahui oleh tetua adat desa

setempat. Fenomena semacam ini juga pernah diteliti oleh Setyawati (2006:64-65)

yang menghasilkan kesimpulan bahwa ada teks-teks mantra adakalanya menjadi

satu dengan pengobatan, bahkan ada mantra tertentu yang bersifat sangat rahasia

sehingga hanya diucapkan dalam hati. Mantra seperti ini disebut mantra

ajapa’tanpa ucapan’. Berdasarkan penelitian tersebut, jenis mantra yang

dipergunakan oleh tetua adat Desa Selur termasuk jenis mantra manasa ‘batin’,

yaitu mantra yang hanya diucapkan di dalam batin ketika melaksanakan meditasi.

Kesimpulan

Kondisi geografis Desa Selur berupa daerah pegunungan yang dikelilingi

oleh sawah dan hutan pinus rimbun membuat lingkungan Desa menjadi potensial

bagi ekologi nyamuk Anopheles. Bahkan, pada kurun waktu 1972 sampai dengan

1982 pernah terjadi kasus malaria yang cukup parah hingga berujung kematian.

Fenomena tersebut membuat tetua adat desa setempat melakukan laku semedi

untuk meminta wangsit atau petunjuk dari Tuhan untuk menyelamatkan para

warga dari wabah malaria. Berdasarkan wangsit yang diterima oleh tetua adat,

terciptalah ramuan anti malaria berupa jamu yang diberi mantra serta buah

pantangan. Jamu berasal dari racikan daun pepaya gantung, daun pare, daun

sambilata dan daun bratawali yang direbus dalam kuali tanah hingga airnya tersisa

satu gelas, kemudian diminum dua kali sehari. Mantra pengobatan dipergunakan

Page 17: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

pada proses peracikan jamu, namun mantra tersebut hanya diketahui oleh tetua

adat sendiri. Buah-buahan yang menjadi pantangan bagi penderita malaria, yaitu

buah pepaya masak dan buah pisang ambon.

Saran

Sebagai generasi muda, hendaknya kita tidak melupakan budaya lokal.

Banyak hal positif yang dapat diambil dari kearifan budaya lokal, seperti selalu

mengupayakan kehidupan yang harmonis dan selaras antara manusia dengan

Tuhan, manusia dengan lingkungan, maupun manusia dengan manusia. Dengan

demikian akan tercipta kelestarian sumber daya alam, kehidupan yang damai dan

tenteram walaupun di tengah keragaman. Berkaitan dengan jamu, sudah

seharusnya kita sebagai generasi muda turut mengupayakan eksistensinya karena

jamu adalah sarana pengobatan alami yang dapat dikembangkan menjadi

fitofarmaka yang terstandardisasi. Dengan demikian, kita bisa turut

mengupayakan pola hidup sehat yang meminimalisasi obat kimiawi agar tercipta

keselarasan antara diri kita dengan metabolisme tubuh kita sendiri.

Daftar Pustaka

Aditama, Tjandra Yoga. Jamu&Kesehatan. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.

Dalimarta & Hembing. Atlas tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus

Agriwidia. 1994.

Dewoto, Hedi, R. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi

Fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia, 57 (7), 205-2011. 2007.

Endraswara, Suwardi. Mistik Kejawen: Sinkretismen Simbolisme dan Sufisme

dalam Budaya Spiritual Jawa. Jogjakarta: Narasi. 2003.

Ermawati, Elly Fauziyah. Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pare (Momordica

Charantia) Pada Tikus Putih Jantan. SKRIPSI. Surakarta: Universitas

Sebelas Maret. 2010.

Hakim, Lukman. Malaria: Epidemiologi dan Diagnosis. Aspirator, 3(2), 107-116.

2011.

Page 18: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

Handayani, Dwi. Uji Aktivitas Daun Pepaya(Carica papaya Linn) Terhadap

Plasmodium falciparum Secara in Vitro. JK Unila, 1 (1), 24-18. 2016.

Haryati, Tri Astutik. Kosmologi Jawa sebagai Landasan Filosofis Etika

Lingkungan. Religia, 20(2), 174-189. 2017.

Kresnady, Budi dan Tim Lentera. Khasiat dan Manfaat Bratawali, Si Pahit yang

Menyembuhkan. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. 2003.

https://www.liputan6.com/health/read/2061321/sambiloto-efektif-cegah-malaria

diakses pada tanggal 5 April 2019.

Malik, Muhammad Mahardhika. The Potential Of Bratawali Stem Extract

(Tinospora Crispa) as Analternative Antimalarial Drug. J Majority, 4(5).

2015.

Mulyani, Hesti., Widyastuti, Sri Harti., Ekowati, Venny Indria. Tumbuhan Herbal

sebagai Jamu Pengobatan Tradisional Terhadap Penyakit dalam Serat

Primbon Jampi Jawi Jilid I. Humaniora, 21(2), 73-91. 2016.

Padoux, Andre. Vac. The Concept of the Word in Selected Hindu Tantras.

Terjemahan Jacques Gontier. New York: State University of New York.

1990.

Purwaningsih, Ernie H. Jamu, Obat Tradisional Asli Indonesia Pasang Surut

Pemanfaatannya di Indonesia. Jurnal Kesehatan Indonesia, 1(2), 85-89.

2013.

Saddhono, Kundharu dan Hartarta, Arif. Dialektika Islam dalam Mantra sebagai

Bentuk Kearifan Lokal Budaya Jawa. Jurnal Akademika, 21(1), 83–98.

2017.

Setyawati, Kartika. Mantra Pada Koleksi Naskah Merapi Merbabu. Humaniora,

18(1), 63-71. 2006.

Sudardi, Bani. Konsep Pengobatan Tradisional Menurut Primbon Jawa.

Humaniora, XIV(1), 12-19. 2002.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. 2016.

Sulastri, Lilik., Syamsudin., Simanjuntak Partomuan. 3 Karakterisasi Senyawa

Penghambat Polimerisasi Heme dari Batang Bratawali (Tinospora Crispa

(L.). Biopropal Industri, 9 (2). 2018.

Page 19: Harmonisasi Kosmologi Jawa dalam Jamu Anti Malaria · Prodi Pendidikan Bahasa Jawa STKIP PGRI Ponorogo yogalanang@gmail.com1 nadila363@gmail.com2 Abstrak Pandangan kosmologi Jawa

Supadjar, Damardjati. Filsafat Sosial Serat Sastra Gending. Yogyakarta: Fajar

Pustaka Baru. 2001.

Sukmawan, Sony. Kosmo(Eko)logi Jawa dalam Sastra Lisan. Repository

Universitas Brawijaya, 1-18. 2017.

Potensi Toksisitas Andrografolid dari Sambiloto (Andrographis paniculata

(Burm.f.) Nees)

Susanti, N. M. P, Warditiani, N. K., Juwianti, C., Wisesa, I. N. T. Potensi

Toksisitas Andrografolid dari Sambiloto (Andrographis paniculata

(Burm.f.) Nees) pada kulit dan mata secara In Silico. Jurnal Farmasi

Udayana, 6 (1). 2017.

Utami, Basundari Sri, dkk. Situasi Paten Obat Anti Diabetes, Anti Hipertensi,

Anti Malaria dan Anti Tuberkulosis di Indonesia. Media Litbangkes,

24(2), 103-110. 2014.

Utami, Prapti. Antibiotik Alami untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta: Agro

Media Pustaka. 2012.

Yatim, Faisal. Macam-Macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid

2. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2017.

Zein, Umar. Pemanfaatan Tumbuhan Obat dalam Upaya Memelihara Kesehatan.

E-USU Repository Universitas Sumatera Utara, 1-7. 2005.