hand-out-desain-struktur-gedung.pdf

90
D D e e s s a a i i n n S S t t r r u u k k t t u u r r G G e e d d u u n n g g Hanggoro Tri Cahyo A. Jurusan Teknik Sipil - Universitas Negeri Semarang Hand Out Tugas Akhir Perencanaan

Transcript of hand-out-desain-struktur-gedung.pdf

  • DDeessaaiinn

    SSttrruukkttuurr

    GGeedduunngg Hanggoro Tri Cahyo A.

    Jurusan Teknik Sipil - Universitas Negeri Semarang

    Hand Out Tugas Akhir Perencanaan

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 1

    Pengantar : Pencerahan untuk Anak Bangsa

    Gunungpati, 27 Januari 2009

    Hand Out desain struktur gedung ini ditujukan untuk mahasiswa akhir untuk kelas D3 Teknik

    Sipil di Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang. Berdasarkan hasil pengamatan kami

    dalam proses penyelesaian mata kuliah Tugas Akhir, pengetahuan mahasiswa akan desain

    struktur gedung yang baik dan benar belumlah mencukupi. Sehingga ditemukan kendala

    pada saat bimbingan dan pendadaran, dan kasus yang sering dijumpai adalah mahasiswa

    hanya dapat menjawab pertanyaan berdasarkan hasil pekerjaan kakak angkatannya tanpa

    mengetahui jawaban yang sesungguhnya. Hal ini tentunya menjadi perhatian kami sebagai

    dosen yang sekaligus juga praktisi di dunia konstruksi.

    Berbekal keprihatinan akan kemampuan lulusan D3 Teknik Sipil dalam pengusaan ilmu

    struktur bangunan gedung, kami berusaha menyusun materi yang relevan dan membagi

    pelatihan ini menjadi beberapa sesi yakni :

    Sesi 1 : Tentang Bangunan Gedung

    Sesi 2 : Tentang Struktur Bangunan Gedung

    Sesi 3 : Tentang Pembebanan Gedung

    Sesi 4 : Tentang Besaran Mekanika Material

    Sesi 5 : Tentang Profesi

    Sesi 6-10 : Catatan Pelatihan SAP2000

    Besar harapan kami agar nantinya mutu lulusan D3 Teknik Sipil menjadi lebih dan lebih baik

    lagi. Taklupa kami ucapkan terimakasih kepada para guru dan kolega kami yang telah banyak

    memberikan pencerahan. Semoga sumbangsih kecil ini bermanfaat, mari terus berbagi untuk

    masa depan anak bangsa.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 2

    SESI 1 : Tentang Bangunan Gedung

    1. Persyaratan Bangunan Gedung

    Bangunan gedung adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan

    kegiatannya untuk kegiatan hunian atau tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, kegiatan

    budaya, dan/atau kegiatan khusus. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan

    administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

    Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:

    Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah

    Status kepemilikan bangunan gedung

    Izin mendirikan bangunan

    Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi :

    Persyaratan tata bangunan yang meliputi persyaratan :

    Peruntukan dan intensitas bangunan gedung

    Persyaratan peruntukan merupakan persyaratan peruntukan lokasi yang

    bersangkutan sesuai dengan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau Rencana

    Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

    Persyaratan intensitas bangunan gedung meliputi persyaratan kepadatan,

    ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang

    bersangkutan.

    Arsitektur bangunan gedung

    Persyaratan pengendalian dampak lingkungan

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 3

    Persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi persyaratan :

    Keselamatan

    Persyaratan keselamatan meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung

    untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam

    mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.

    Kesehatan

    Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan sistem penghawaan,

    pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung.

    Kenyamanan

    Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan

    hubungan antarruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran

    dan tingkat kebisingan.

    Kemudahan

    Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam

    bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan

    bangunan gedung.

    Pada persyaratan keandalan bangunan gedung, kemampuan struktur bangunan gedung

    yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan disyaratkan hingga dengan kondisi

    pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati,

    serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul

    akibat perilaku alam. Besarnya beban muatan dihitung berdasarkan fungsi bangunan gedung

    pada kondisi pembebanan maksimum dan variasi pembebanan agar bila terjadi keruntuhan

    pengguna bangunan gedung masih dapat menyelamatkan diri.

    Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam

    memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)

    selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan

    gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. Kemampuan

    memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-

    beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap

    maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.

    Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa, semua unsur

    struktur bangunan gedung, baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus

    diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya. Struktur

    bangunan gedung harus direncanakan secara daktail sehingga pada kondisi pembebanan

    maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat

    memungkinkan pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 4

    Jangka waktu bangunan dapat tetap memenuhi fungsi dan keandalan bangunan

    diperhitungkan 50 tahun, sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Adapun ilustrasi

    tetang umur layanan rencana untuk setiap bangunan gedung disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1.1. Umur Layanan Rencana

    Ketegori Umur layanan rencana Contoh bangunan

    Bangunan

    Sementara

    < 10 tahun Bangunan tidak permanen,

    rumah pekerja sederhana,

    ruang pamer sementara.

    Jangka waktu

    menengah

    25-49 tahun Bangunan industri dan

    gedung parkir

    Jangka waktu

    lama

    50-99 tahun Bangunan rumah, komersial

    dan perkantoran.

    Bangunan rumah sakit dan

    sekolah.

    Gedung parkir dilantai

    basement/dasar.

    Bangunan

    Permanen

    Minimum 100 tahun Bangunan monumental dan

    bangunan warisan budaya. Sumber : http://www.canadianarchitect.com

    2. Pembangunan Bangunan Gedung

    Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan melalui tahapan perencanaan teknis dan

    pelaksanaan beserta pengawasannya.

    a) Perencanaan teknis bangunan gedung dilakukan oleh penyedia jasa perencanaan

    bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan. Lingkup pelayanan jasa perencanaan teknis bangunan gedung meliputi:

    penyusunan konsep perencanaan;

    prarencana;

    pengembangan rencana;

    rencana detail;

    pembuatan dokumen pelaksanaan konstruksi;

    pemberian penjelasan dan evaluasi pengadaan jasa pelaksanaan;

    pengawasan berkala pelaksanaan konstruksi bangunan gedung; dan

    penyusunan petunjuk pemanfaatan bangunan gedung.

    Perencanaan teknis bangunan gedung dilakukan berdasarkan kerangka acuan kerja

    dan dokumen ikatan kerja. Dokumen rencana teknis bangunan gedung berupa

    rencana-rencana teknis arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal,

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 5

    pertamanan, tata ruang-dalam, dalam bentuk gambar rencana, gambar detail

    pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat administratif, syarat umum dan syarat

    teknis, rencana anggaran biaya pembangunan (Engineering Estimate), volume (Bill of

    Quantity) yang siap lelang dan/atau laporan perencanaan (laporan arsitektur;

    perhitungan struktur; dan perhitungan utilitas).

    b) Kegiatan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung meliputi pemeriksaan

    dokumen pelaksanaan, persiapan lapangan, kegiatan konstruksi, pemeriksaan akhir

    pekerjaan konstruksi dan penyerahan hasil akhir pekerjaan.

    Pemeriksaan dokumen pelaksanaan meliputi pemeriksaan kelengkapan,

    kebenaran, dan keterlaksanaan konstruksi (constructability) dari semua

    dokumen pelaksanaan pekerjaan.

    Persiapan lapangan meliputi penyusunan program pelaksanaan, mobilisasi

    sumber daya, dan penyiapan fisik lapangan.

    Kegiatan konstruksi meliputi pelaksanaan pekerjaan konstruksi fisik di

    lapangan, pembuatan laporan kemajuan pekerjaan, penyusunan gambar kerja

    pelaksanaan (shop drawings) dan gambar pelaksanaan pekerjaan sesuai

    dengan yang dilaksanakan (as built drawings), serta kegiatan masa

    pemeliharaan konstruksi. Pelaksanaan konstruksi harus menerapkan prinsip-

    prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

    Kegiatan pemeriksaan akhir pekerjaan konstruksi meliputi pemeriksaan hasil

    akhir pekerjaan konstruksi bangunan gedung terhadap kesesuaian dengan

    dokumen pelaksanaan. Hasil akhir pekerjaan pelaksanaan konstruksi berwujud

    bangunan gedung yang laik fungsi termasuk prasarana dan sarananya yang

    dilengkapi dengan dokumen pelaksanaan konstruksi, gambar pelaksanaan

    pekerjaan sesuai dengan yang dilaksanakan (as built drawings), pedoman

    pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung, peralatan serta

    perlengkapan mekanikal dan elektrikal bangunan gedung serta dokumen

    penyerahan hasil pekerjaan.

    c) Pengawasan konstruksi bangunan gedung berupa kegiatan pengawasan

    pelaksanaan konstruksi atau kegiatan manajemen konstruksi pembangunan

    bangunan gedung.

    Kegiatan pengawasan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung meliputi

    pengawasan biaya, mutu, dan waktu pembangunan bangunan gedung pada

    tahap pelaksanaan konstruksi, serta pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan

    gedung.

    Kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangunan gedung meliputi

    pengendalian biaya, mutu, dan waktu pembangunan bangunan gedung, dari

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 6

    tahap perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung, serta

    pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung.

    Pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung meliputi pemeriksaan kesesuaian

    fungsi, persyaratan tata bangunan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan

    kemudahan, terhadap izin mendirikan bangunan gedung yang telah diberikan.

    3. Perawatan dan Pemeliharaan Bangunan Gedung

    Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung

    dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan

    aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki seperti disajikan pada

    Gambar 1.

    Perawatan bangunan adalah usaha memperbaiki kerusakan yang terjadi agar

    bangunan dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.

    Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah kegiatan

    memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya.

    Pemeliharaan bangunan adalah usaha mempertahankan kondisi bangunan agar tetap

    berfungsi sebagaimana mestinya atau dalam usaha meningkatkan wujud bangunan,

    serta menjaga terhadap pengaruh yang merusak. Pemeliharaan bangunan juga

    merupakan upaya untuk menghindari kerusakan komponen/elemen bangunan akibat

    keusangan/ kelusuhan sebelum umurnya berakhir.

    Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan seluruh atau sebagian

    bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya dalam

    tenggang waktu tertentu guna menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung.

    http://www.canadianarchitect.com

    Gambar 1.1. Hubungan umur layan bangunan dengan kualitas layanan.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 7

    4. Kerusakan dan Kegagalan Bangunan Gedung

    Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya bangunan atau komponen bangunan akibat

    penyusutan/berakhirnya umur bangunan, atau akibat ulah manusia atau perilaku alam seperti

    beban fungsi yang berlebih, kebakaran, gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis. Intensitas

    kerusakan bangunan dapat digolongkan atas tiga tingkat kerusakan, yaitu:

    Kerusakan ringan

    Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen nonstruktural, seperti

    penutup atap, langit-langit, penutup lantai dan dinding pengisi.

    Kerusakan sedang

    Kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen non struktural, dan

    atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dll.

    Kerusakan berat

    Kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik

    struktural maupun non-struktural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat

    berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.

    Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak

    sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja

    konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa

    atau penyedia jasa. Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila

    kegagalan pekerjaan konstruksi mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap

    keselamatan umum.

    Kegagalan Bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara

    keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja,

    dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna Jasa

    setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib

    bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung

    jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan

    paling lama 10 (sepuluh) tahun. Kegagalan bangunan ditetapkan oleh pihak ketiga selaku

    penilai ahli. Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila

    kegagalan bangunan mengakibatkan kerugian dan atau menimbulkan gangguan pada

    keselamatan umum, termasuk memberikan pendapat dalam penunjukan, proses penilaian

    dan hasil kerja penilai ahli yang dibentuk dan disepakati oleh para pihak.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 8

    Menurut HAKI (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia) pada tahun 2001, suatu bangunan baik

    sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan bila tidak mencapai atau

    melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan minimum , maksimum dan toleransi) yang

    ditentukan oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga bangunan

    tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan definisi kegagalan bangunan akibat struktur adalah

    suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan

    struktur bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan

    minimum, maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi

    yang berlaku saat itu sehingga mengakibatkan struktur bangunan tidak memenuhi unsur-

    unsur kekuatan (strength), stabilitas (stability) dan kenyamanan laik pakai (serviceability) yang

    disyaratkan.

    Hadirnya software struktur komersial yang serba otomatis tidak jarang menjerumuskan

    praktisi konstruksi hingga tidak sedikit yang merasa mampu melakukan perhitungan dan

    perencanaan bangunan berbagai bentuk walau kurang didukung dengan pengalaman dan

    pemahaman yang baik mengenai standar praktek sesuai Code yang ada. Fakta akan

    lemahnya code enforcement yang diikuti dengan adanya praktek-praktek pembangunan

    yang tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan Standard dan Code yang ada, terutama yang

    dipicu oleh dorongan pengembang yang hanya mementingkan Rp./m2 yang serendah

    mungkin atau oleh perencana yang sadar atau tidak sadar semata-mata mempromosikan

    layanannya yang mampu memberikan struktur yang lebih murah tetapi sesungguhnya tidak

    sepenuhnya memenuhi persyaratan Code yang ada.

    Hal ini terjadi kemungkinan karena para pihak terkait tidak memahami bahwa ketentuan

    dalam Code adalah rekomendasi minimum untuk kondisi standar dan bukan rekomendasi

    maksimum untuk segala kondisi yang secara legal bisa ditawar. Semuanya dikaitkan pada

    konsep bahwa Code dibuat untuk menjaga keamanan publik. Mengingat bahwa biaya

    struktur gedung tinggi (termasuk pondasi) umumnya hanya berkisar antara 20-25 % dari biaya

    total gedung, sikap memaksakan penghematan struktur yang bisa menyebabkan turunnya

    kenyamanan layan atau bahkan turunnya tingkat keamanan struktur jelas merupakan langkah

    yang tidak dapat dibenarkan.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 9

    Sanksi administratif dan/atau pidana. Sanksi kegagalan bangunan menurut Undang -

    Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, penyelenggara

    pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran

    Undang-undang ini. Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa:

    peringatan tertulis;

    penghentian sementara pekerjaan konstruksi;

    pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;

    pembekuan izin usaha dan/atau profesi;

    pencabutan izin usaha dan/atau profesi.

    Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa :

    peringatan tertulis;

    penghentian sementara pekerjaan konstruksi;

    pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;

    larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;

    pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;

    pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

    Sanksi pidana yang dapat dikenakan berupa :

    Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan

    perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan

    kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib

    bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.

    Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak

    memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan

    konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima)

    tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per

    seratus) dari nilai kontrak.

    Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi

    dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan

    pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan

    keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi

    atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara

    atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai

    kontrak.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 10

    Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan

    pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak

    lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang

    usaha dan dikenakan ganti rugi.

    Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang

    bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah

    ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau

    kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara

    atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.

    Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan

    pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan

    kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai

    ganti rugi.

    Gambar 1.2. Trend persaingan harga yang sangat merugikan keagungan profesi.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 11

    Gambar 1.3. Kegagalan bangunan pengaman gedung parkir.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 12

    5. Tingkat Resiko How safe we are ?

    Pekerjaan engineering sebenarnya adalah pekerjaan keahlian dan seni memadu berbagai

    kegiatan, material, proses, sistem perancangan, variasi dan tingkat keahlian para teknisi dan

    pekerja yang terlibat, metode konstruksi, sistem Q/C dan berbagai sistem monitoring dan

    kontrol. Untuk meningkatkan mutu bangunan gedung, khususnya mutu struktur diperlukan

    disiplin dan kejujuran dari semua pihak yang terlibat. Disiplin yang kuat hanya dapat dicapai

    dengan menyadari sepenuhnya tingkat resiko kegagalan yang dapat terjadi. Ada faktor aman,

    faktor pembebanan, indek reliabilitas, peraturan SNI, manual dan sebagainya diciptakan

    untuk memberikan jawaban atas tantangan resiko ini. Pertanyaan yang timbul mungkin dalah

    dengan adanya jawaban ini berapa jauh keamanan yang ada (how safe we are?).

    Kelemahan suatu mata rantai cukup untuk meningkatkan resiko. Jika mata rantai yang

    mempunyai kelemahan ini ternyata dipengaruhi oleh berbagai faktor atau variabel dan

    ternyata proses Q/C atas variabel ini tidak terwujud, masalahnya akan menjadi lebih besar.

    Masalah dapat meningkat menjadi kritis jika menghadapi lebih dari satu titik kelemahan, baik

    pada satu mata rantai atau pada lebih dari satu mata rantai sehingga dapat memicu

    terjadinya satu pertikaian (dispute). Kesulitan yang dihadapi sebenarnya terletak pada begitu

    banyaknya ketidakpasitian yang harus diterima sebagai fakta yang harus diperhitungkan

    seperti di bawah ini.

    1) Ketidakpastian yang diakibatkan oleh faktor alamiah yang dapat dianalisis oleh studi

    probabilitas :

    Ketidakpastian mengenai mutu dan sifat bahan atau kombinasi bahan.

    Ketidakpastian sifat dan besaran pengaruh luar dan kombinasinya.

    Ketidakpastian analisis akibat adanya simplifikasi, asusmsi, modeling atau

    idealisasi yang tidak bisa tepat mewakili keadaan sesungguhnya.

    Ketidakpastian mutu pelaksanaan.

    Ketidakpastian nilai yang diberikan masyarakat atas tingkat keamanan.

    2) Ketidakpastian yang diakibatkan oleh faktor keterbatasan ketepatan manusia dalam

    memilih, mengolah, meramu, mengawasi, mengendalikan proses yang dianggap

    tepat, mengevaluasi masalah, melihat kekurangan-kekurangan, menentukan langkah

    kebijaksanaan dan memberikan pengarahan.

    3) Ketidakpastian yang diakibatkan oleh keterbatasan dan tingkat kebenaran dari data

    laboratorium bahan, dari lapangan dan dari riset dan dari proses pengendalian mutu

    termasuk juga keterbatasan dan variasi kemampuan ahli dalam berbagai bidang dan

    tingkatannya.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 13

    Ketidakpastian pada kelompok 2 dan 3 merupakan faktor utama yang berpengaruh pada

    terjadinya kegagalan. Disini faktor kesalahan manusia (human error) banyak terlibat, tingkat

    workmanship cukup menentukan, dan technical judgement banyak berperan. Sehingga

    dapat dikatakan bahwa memperkecil human error merupakan faktor utama yang sangat

    diperlukan untuk mengingkatkan keamanan, mengurangi kebocoran angka keamanan, dan

    memperkecil resiko. Human error dari tenaga ahli profesional, khususnya menyangkut

    kesalahan penilaian (error of judgement) tidak dapat begitu saja dikategorikan kelalaian.

    Kebocoran-kebocoran bagian demi bagian faktor keamanan dan kebiasaan buruk

    mentoleransi kebocoran tersebut dengan kesadaran yang sesat dan over confidence dapat

    menimbulkan resiko keamanan yang tersisa tidak mampu lagi menampung ketidakpastian

    yang begitu banyak tak terhindarkan. Tanpa disadari, kegagalan dapat terjadi sewaktu-waktu.

    Pangkal dan cabang keburukan itu ada enam.

    Pangkalnya tiga yaitu iri hati, serakah dan cinta berlebih kepada dunia.

    Cabangnya juga ada tiga yaitu gila kekuasaan, pujian dan kehormatan

    The Wisdom of Hasan al-Bashri

    Gambar 1.4. Kegagalan atap baja ringan salah satu rumah sakit di Jombang.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 14

    SESI 2 : Tentang Struktur Bangunan Gedung

    1. Kestabilan Struktur

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 15

    The Simplified Structural System

    Jika suatu struktur dalam keadaan keseimbangan, maka harus dipenuhi syarat keseimbangan gaya :

    Rx = 0 Mx = 0 Ry = 0 My = 0 Rz = 0 Mz = 0

    Apabila salah satu syarat keseimbangan tidak dipenuhi, struktur dalam kondisi labil dan dapat mengalami keruntuhan.

    Strength, Stiffness, Stability, Synergy :

    Strength to prevent breaking

    Stiffness to prevent excessive deformation

    Stability to prevent collapse

    Synergy to reinforce architectural design

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 16

    Ilustrasi : koran Kompas

    Kearifan lokal (local genius) masyarakat Indonesia yang terancam

    punah dan tergerus dengan budaya dan teknologi asing

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 17

    2. Persyaratan Perencanaan Struktur

    1. Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku.

    2. Analisis dengan komputer, harus disertai dengan penjelasan mengenai prinsip cara

    kerja program, data masukan serta penjelasan mengenai data keluaran.

    3. Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis.

    4. Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang

    mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan

    dan kekakuan unsur-unsurnya.

    5. Bila cara perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus mengikuti

    persyaratan sebagai berikut :

    a. Struktur yang dihasilkan harus dapat dibuktikan cukup aman dengan

    bantuan perhitungan dan/atau percobaan.

    b. Tanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi dipikul oleh perencana

    dan pelaksana yang bersangkutan.

    c. Perhitungan dan/atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang

    ditunjuk oleh pengawas bangunan yang berwenang, yang terdiri dari ahli-

    ahli yang diberi wewenang menentukan segala keterangan dan cara-cara

    tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan percobaan ulang,

    lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat dan

    ketentuan-ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang

    sama dengan tata cara ini.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 18

    3. Klasifikasi Struktur

    Permodelan atau idealisasi struktur diperlukan untuk keperluan analisis struktur. Permodelan

    ini dilakukan dengan membagi struktur menjadi elemen-elemen dasar dengan cara

    memisahkan hubungan antara elemen-elemen struktur, kemudian mengganti aksi elemen

    dengan sekumpulan gaya dan/atau momen, yang mempunyai efek ekivalen.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 19

    3.1. Sistem Pemikul Beban Gravitasi

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 20

    3.2. Sistem Pemikul Beban Lateral

    Moment Resisting Frame Shear Wall - Frame Braced Frame

    Tubular Structure Braced Tube Systems

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 21

    3.3. Sistem Pondasi

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 22

    4. Klasifikasi Struktur

    GEOMETRI Elemen garis/batang : Struktur rangka kaku (frame), Struktur rangka (truss), Struktur

    pelengkung.

    Elemen bidang : Pelat (plate), Cangkang (shell), Pelat lipat (folding plate), Kubah

    (dome), Dinding geser (Shear wall).

    KEKAKUAN Struktur kaku : Struktur tidak mengalami perubahan bentuk yang berarti akibat

    pengaruh pembebanan, misalnya Struktur balok (beam), dan Frame.

    Struktur tidak kaku : Struktur mengalami perubahan bentuk tergantung pada kondisi

    pembebanan, misalnya Struktur kabel.

    MATERIAL Material struktur : Struktur beton bertulang, Struktur Baja, Struktur Kayu,

    Struktur Komposit.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 23

    4.1. Jenis dan Bentuk Struktur Kaku

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 24

    5. Pembebanan Struktur

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 25

    Beban Ledakan

    Beban Gempa

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 26

    5.1. Model Pembebanan pada Struktur

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 27

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 28

    6. Jenis / Model Tumpuan Struktur

    Model Tumpuan Rol Model Tumpuan Sendi

    Model Tumpuan Jepit Model Tumpuan Elastomer

    Model-model tumpuan ini hanya merupakan sebuah idealisasi dari kondisi sebenarnya yang dimaksudkan

    untuk keperluan analisis struktur.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 29

    7. Elemen Lentur : Balok

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 30

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 31

    8. Elemen Tekan : Kolom

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 32

    9. Pengaruh Variasi Kekakuan Elemen

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 33

    10. Acuan Awal Perencanaan

    Untuk mempermudah pelaksanaan dan biaya bekisting, sedapat mungkin ukuran kolom

    disamakan atau variasinya dibuat minimal dengan mutu beton dan jumlah tulangan yang

    diturunkan pada lantai yang lebih tinggi.

    Ukuran Balok Beton

    H = L/14 L/12 (tanpa prestress), L/24 (prestress) ; B = H/2

    Ukuran Pelat Lantai

    Untuk beban tipikal kantor dan apartment,

    Biasa : tp = L/35

    Flat slab : tp = L/25

    Prestressed : tp =L/35 L/45

    sedang untuk beban besar (parkir, taman, public) diasumsikan 1,2x nya.

    Ukuran Kolom Beton

    Ac = Ptot / 0,33.fc

    Ac = luas penampang kolom beton

    Ptot = luas Tributari Area x Jumlah Lantai x Factored load

    Cost Analysis

    - Setiap disain harus diperiksa terhadap cost total struktur

    - Pedoman nilai adalah sbb :

    Volume beton = 0.25-0.4 m3 beton / m

    2 lantai

    Berat baja = 90-150 kg baja / m3 beton

    Sistem Struktur

    Sistem Struktur pemikul beban gravitasi = slab, balok, kolom

    Sistem Struktur pemikul beban lateral = portal daktail (balok-kolom) dan shearwall

    P-delta effect perlu ditinjau karena wall cukup langsing (h>40meter) dan jumlah lantai > 10

    tingkat.

    Pemilihan Sistem Struktur

    Jumlah Lantai

    1-3 lantai 4-20 lantai 15-30 lantai > 30 lantai

    Frame daktail

    Balok-kolom

    Flat slab

    Balok-Kolom

    Wall-Slab

    Flat slab

    Braced Frame

    Wall-slab

    Wall+Frame

    Core+Frame

    Braced+Frame

    Core + Frame

    Tube

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 34

    LATIHAN DESAIN MANDIRI : Desainlah keyplan balok-kolom dan struktur atap untuk gedung asrama 2 lantai seperti pada gambar denah, tampak dan potongan berikut ini :

    DENAH LANTAI 1

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 35

    DENAH LANTAI 2

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 36

    DENAH ATAP

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 37

    TAMPAK DEPAN

    TAMPAK SAMPING

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 38

    POTONGAN 1-1

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 39

    POTONGAN 2-2

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 40

    SESI 3 : Tentang Pembebanan Gedung

    1. Pembebanan Gedung

    Ketentuan mengenai perencanaan didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan

    untuk memikul semua beban kerjanya. Beban kerja diambil berdasarkan SNI 03-1727-1989-

    F, Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung. Dalam perencanaan

    terhadap beban gempa, seluruh bagian struktur yang membentuk kesatuan harus memenuhi

    SNI 03-1726-2003, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.

    Harus pula diperhatikan pengaruh dari gaya prategang, beban kran, vibrasi, kejut, susut,

    perubahan suhu, rangkak, perbedaan penurunan fondasi, dan beban khusus lainnya yang

    mungkin bekerja.

    Beban Mati (D)

    Berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap termasuk segala unsur tambahan

    yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung. Berat sendiri bahan bangunan

    dan komponen gedung menurut SNI 03-1727-1989-F,

    Bahan Bangunan :

    Baja 7850 kg/m3

    Batu alam 2600 kg/m3

    Batu belah (berat tumpuk) 1500 kg/m3

    Beton Bertulang 2400 kg/m3

    Kayu kelas 1 1000 kg/m3

    Kerikil, Koral kondisi lembab 1650 kg/m3

    Pasangan bata merah 1700 kg/m3

    Pasangan batu belah 2200 kg/m3

    Pasir jenuh air 1800 kg/m3

    Pasir kerikil, koral kondisi lembab 1850 kg/m3

    Tanah lempung dan lanau jenuh air 2000 kg/m3

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 41

    Komponen Gedung :

    Adukan semen per cm tebal 21 kg/m2

    Aspal per cm tebal 14 kg/m2

    Dinding pasangan bata merah

    Satu batu 450 kg/m2

    Setengah batu 250 kg/m2

    Pernutup lantai dari ubin semen portland, teraso, beton tanpa

    adukan, per cm tebal 24 kg/m2

    Langit-langit eternit 4 mm termasuk rusuk-rusuknya

    tanpa penggantung langit-langit atau pengaku 11 kg/m2

    Penggantung langit-langit dari kayu dengan bentang

    maksimum 5 meter dengan jarak s.k.s minimum 0,80 meter 7 kg/m2

    Penutup atap genting dengan reng dan usuk per m2 bidang atap 50 kg/m

    2

    Penutup atap seng gelombang tanpa gording 10 kg/m2

    Penutup atap asbes gelombang 5 mm tanpa gording 11 kg/m2

    Beban Hidup (L)

    Semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan

    termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat

    berpindah dan beban genangan maupun tekanan jatuh air hujan. Semua beban hidup

    mempunyai karakteristik dapat berpindah atau, bergerak. Apabila beban hidup

    memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi struktur, maka pembebanan atau

    kombinasi pembebanan tersebut tidak boleh ditinjau.

    Besarnya beban hidup terbagi merata ekuivalen yang harus diperhitungkan pada

    struktur bangunan gedung, pada umumnya dapat ditentukan berdasarkan standar

    yang berlaku. Beban hidup untuk bangunan gedung adalah :

    Rumah tinggal = 125 kg/m2

    Apartment = 200 kg/m2

    Sekolah/Kantor/Hotel/Asrama/R.Sakit/Toko/Restoran = 250 kg/m2

    Koridor, tangga/bordes = 300 kg/m2

    Gd.Pertemuan/R. Pagelaran/R. Olah Raga/Masjid = 400 kg/m2

    Panggung penonton dng penonton yang berdiri = 500 kg/m2

    Ruang pelengkap = 250 kg/m2

    Tangga/bordes = 500 kg/m2

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 42

    Beban Perpus/R.Arsip/Toko Buku/ Pabrik/Bengkel/

    Ruang ME/Gudang/Kluis ditentukan sendiri minimal = 400 kg/m2

    Balkon yang menjorok bebas keluar = 300 kg/m2

    Parkir, Heavy (Lantai Bawah) = 800 kg/m2

    Parkir, Light = 400 kg/m2

    Pot kembang / Planter = h x soil Water feature/Pool = hw x water Beban Lift, berat lift x faktor kejut = Wlift x 2,0

    (Wlift dari konsultan ME)

    Beban Eskalator, berat eskalator x faktor kejut = Wesk x f.kejut

    (Wesk dari konsultan ME)

    Faktor kejut bersifat lokal dapat diambil 1,1 - 1,5

    (untuk disain keseluruhan tidak perlu dimasukkan)

    Beban diatas roof :

    Roof tank (q ) = q water/luasan

    Chiller, Boiler, Cooling Tower

    (Berat dari Konsultan ME)

    Beban hidup pada lantai gedung sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai kegunaan

    lantai ruang yang bersangkutan dan juga partisi / dinding pemisah ringan dengan berat

    tidak lebih dari 100 kg/m.

    Beban hidup pada atap atau lantai dak yang dapat dicapai dan dibebani orang harus

    diambil minimum 100 kg/m2 bidang datar. Pada balok tepi / gording tepi dari atap yang

    tidak ditunjang oleh dinding dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya

    beban hidup terpusat minimum 200 kg.

    Berhubung peluang terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian

    secara serempak selama umur gedung tersebut sangat kecil, maka beban hidup

    tersebut dianggap tidak efektif sepenuhnya, sehingga dapat dikalikan oleh koefisien

    reduksi seperti pada tabel di bawah ini.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 43

    Koefisien Reduksi Beban Hidup

    Penggunaan Gedung Perencanaan

    Balok

    Untuk Peninjauan

    Gempa

    Perumahan / Penghunian 0,75 0,3

    Pendidikan 0,90 0,5

    Pertemuan Umum 0,90 0,5

    Kantor 0,60 0,3

    Perdagangan 0,80 0,8

    Penyimpanan 0,80 0,8

    Industri 1,00 0,9

    Tempat Kendaraan 0,90 0,5 Tangga : Perumahan / Penghunian Pendidikan, kantor Pertemuan Umum, Perdagangan, Penyimpanan, Industri, Tempat Kendaraan

    0,75 0,75

    0,90

    0,3 0,5

    0,5

    Untuk memperhitungkan peluang terjadinya beban hidup yang berubah-ubah, maka

    untuk perhitungan gaya aksial, jumlah komulatif beban hidup terbagi rata dapat

    dikalikan dengan koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada lantai yang dipikul

    seperti pada tabel di bawah ini. Untuk lantai gudang, arsip, perpustakaan, ruang

    penyimpanan lain sejenis dan ruang yang memikul beban berat yang bersifat tetap,

    beban hidup direncanakan penuh tanpa dikalikan koefisien reduksi. Pada perencanaan

    pondasi, pengaruh beban hidup pada lantai yang menumpu di atas tanah harus turut

    ditinjau.

    Jumlah Lantai yang dipikul

    Koefisien reduksi yang dikalikan beban

    hidup komulatif 1 1,0 2 1,0 3 0,9 4 0,8 5 0,7 6 0,6 7 0,5

    8 dan lebih 0,4

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 44

    Beban Angin (W)

    Semua beban yang bekerja pada gedung yang disebabkan oleh selisih tekanan udara.

    Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif fan tekanan

    negatif (hisap) yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau dalam satuan kg/m2.

    Tekanan tiup minimum 25 kg/m2, sedangkan khusus sejauh 5 km dari di tepi laut

    tekanan tiup minimum 40 kg/m2. Untuk daerah dekat laut atau daerah yang dapat

    menghasilkan tekanan tiup lebih dari 40 kg/m2, nilai tekanan tiup (p) = V

    2/16, dimana

    parameter V = kecepatan angin dalam m/detik.

    Beban Gempa (E)

    Semua beban statik ekwivalen yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh

    gerakan tanah akibat gempa. Jika pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan

    berdasarkan analisis dinamik, maka beban gempa adalah gaya-gaya di dalam struktur

    yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa.

    Analisis beban gempa statik ekuivalen pada struktur gedung beraturan.

    suatu cara analisis statik 3 dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik

    ekuivalen, sehubungan dengan sifat struktur gedung beraturan yang praktis berperilaku

    sebagai struktur 2 dimensi, sehingga respons dinamiknya praktis hanya ditentukan oleh

    respons ragamnya yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban

    gempa statik ekuivalen.

    Analisis ragam spektrum respons

    suatu cara analisis untuk menentukan respons dinamik struktur gedung 3 dimensi yang

    berperilaku elastik penuh terhadap pengaruh suatu gempa melalui suatu metoda

    analisis yang dikenal dengan analisis ragam spektrum respons, di mana respons dinamik

    total struktur gedung tersebut didapat sebagai superposisi dari respons dinamik

    maksimum masing-masing ragamnya yang didapat melalui spektrum respons Gempa

    Rencana.

    Beban Khusus

    Semua beban yang bekerja pada gedung akibat selisih suhu, pengangkatan,

    pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya rem dari crane, gaya sentrifugal dan gaya

    dinamik dari mesin.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 45

    2. Kombinasi Pembebanan untuk Metode LFRD

    Metode LFRD (Load Resistance Factor Design) merupakan metode perhitungan yang

    mengacu pada prosedur metode kekuatan batas (Ultimate strength method), dimana di

    dalam prosedur perhitungan digunakan dua faktor keamanan yang terpisah yaitu faktor

    beban () dan faktor reduksi kekuatan bahan (). Kuat rencana setiap komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan yang ditentukan berdasarkan kombinasi

    pembebanan LRFD,

    Ru Rn Ru = kekuatan yang dibutuhkan (LRFD)

    Rn = kekuatan nominal

    = faktor tahanan (< 1.0) (SNI: faktor reduksi)

    Setiap kondisi beban mempunyai faktor beban yang berbeda yang memperhitungkan derajat

    uncertainty, sehingga dimungkinkan untuk mendapatkan reliabilitas seragam. Dengan kedua

    faktor ini, ketidakpastian yang berkaitan dengan masalah pembebanan dan masalah kekuatan

    bahan dapat diperhitungkan dengan lebih baik.

    2.1. Kombinasi Pembebanan untuk Desain Struktur Beton

    Perencanaan komponen struktur beton bertulang mengikuti ketentuan semua komponen

    struktur harus direncanakan cukup kuat sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam

    SNI 03-2847-2002 Standar Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung,

    dengan menggunakan metode faktor beban dan faktor reduksi kekuatan (LRFD). Struktur dan

    komponen struktur harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana

    minimum sama dengan kuat perlu, yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya

    terfaktor yang sesuai dengan ketentuan tata cara ini.

    1) Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan

    U = 1,4 D (1)

    Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban

    atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan

    U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) (2)

    2) Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan

    dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut

    harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu:

    U = 1,2 D + 1,0 L 1,6 W + 0,5 (A atau R) (3)

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 46

    Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban angin

    W belum direduksi oleh faktor arah. Faktor beban untuk L boleh direduksi

    menjadi 0,5 kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan, dan semua

    ruangan yang beban hidup L-nya lebih besar daripada 500 kg/m2.

    Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup

    L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling

    berbahaya, yaitu:

    U = 0,9 D 1,6 W (4)

    Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban angin

    W belum direduksi oleh faktor arah. Perlu dicatat bahwa untuk setiap

    kombinasi beban D, L, dan W, kuat perlu U tidak boleh kurang dari

    persamaan 2.

    3) Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan

    dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:

    U = 1,2 D + 1,0 L 1,0 E (5)

    Faktor beban untuk L boleh direduksi menjadi 0,5 kecuali untuk ruangan

    garasi, ruangan pertemuan, dan semua ruangan yang beban hidup L-nya

    lebih besar daripada 500 kg/m2, atau

    U = 0,9 D 1,0 E (6)

    dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-2003,

    Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.

    4) Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan dalam

    perencanaan, maka pada persamaan 2, 4 dan 6 ditambahkan 1,6H, kecuali

    bahwa pada keadaan dimana aksi struktur akibat H mengurangi pengaruh

    W atau E, maka beban H tidak perlu ditambahkan pada persamaan 4 dan 6.

    5) Bila ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida, F,

    yang berat jenisnya dapat ditentukan dengan baik, dan ketinggian

    maksimumnya terkontrol, diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban

    tersebut harus dikalikan dengan faktor beban 1,4, dan ditambahkan pada

    persamaan 1, yaitu:

    U = 1,4 (D + F) (7)

    Untuk kombinasi beban lainnya, beban F tersebut harus dikalikan dengan

    faktor beban 1,2 dan ditambahkan pada persamaan 5.

    6) Bila ketahanan terhadap pengaruh kejut diperhitungkan dalam

    perencanaan maka pengaruh tersebut harus disertakan pada perhitungan

    beban hidup L.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 47

    7) Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan fondasi, rangkak,

    susut, ekspansi beton, atau perubahan suhu sangat menentukan dalam

    perencanaan, maka kuat perlu U minimum harus sama dengan:

    U = 1,2(D +T ) + 1,6L + 0,5(A atau R) (8)

    Perkiraan atas perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut, ekspansi

    beton, atau perubahan suhu harus didasarkan pada pengkajian yang

    realistis dari pengaruh tersebut selama masa pakai.

    8) Untuk perencanaan daerah pengangkuran pasca tarik harus digunakan

    faktor beban 1,2 terhadap gaya penarikan tendon maksimum.

    9) Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka pengaruh

    beban tersebut dikalikan dengan faktor 1,2.

    2.2. Kombinasi Pembebanan untuk Desain Struktur Baja

    Berdasarkan SNI 03 - 1729 2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan

    Gedung maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah

    ini:

    1) 1,4D

    2) 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)

    3) 1,2D + 1,6 (La atau H) ) + (L. L atau 0,8W) 4) 1,2D + 1,3 W + L. L + 0,5 (La atau H) 5) 1,2D 1,0E + L. L 6) 0,9D (1,3W atau 1,0E)

    Keterangan:

    D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding,

    lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.

    L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi

    tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.

    La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,

    peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak

    H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.

    W adalah beban angin.

    E adalah beban gempa.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 48

    dengan,

    L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan L = 1 bila L 5 kPa. Kekecualian : Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan 3, 4,

    dan 5 harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan

    umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.

    Setiap aksi yang dapat mempengaruhi kestabilan, kekuatan, dan kemampuan-layan struktur,

    termasuk yang disebutkan di bawah ini, harus diperhitungkan:

    1) gerakan-gerakan pondasi;

    2) perubahan temperatur;

    3) deformasi aksial akibat ketaksesuaian ukuran;

    4) pengaruh-pengaruh dinamis;

    5) pembebanan pelaksanaan.

    Jika ada pengaruh struktural akibat beban yang ditimbulkan oleh fluida (F), tanah (S),

    genangan air (P), dan/atau temperatur (T) harus ditinjau dalam kombinasi pembebanan di

    atas dengan menggunakan faktor beban: 1,3F, 1,6S, 1,2P, dan 1,2T, sehingga menghasilkan

    kombinasi pembebanan yang paling berbahaya.

    3. Kombinasi Pembebanan untuk Desain Struktur Beton dengan Metode ASD

    Pada desain dengan kekuatan ijin (Allowable Strength Design), kuat ijin setiap komponen

    struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan,

    Ru Rn / Ru = kekuatan yang dibutuhkan (ASD)

    Rn = kekuatan nominal

    = faktor keamanan Rn/ = kuat ijin

    Gaya dalam pada komponen struktur dilakukan dengan analisis elastis orde pertama pada

    kondisi beban kerja. Faktor keamanan diterapkan hanya pada sisi tahanan, dan keamanan

    dihitung pada kondisi beban kerja (tak terfaktor). Kombinasi pembebanan untuk desain

    struktur baja dengan metode ASD :

    Pembebanan Tetap : DL + LL

    Pembebanan Sementara : DL + LL + E atau DL + LL + W

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 49

    4. Kombinasi Pembebanan untuk Desain Pondasi

    Pada metode desain berdasarkan tegangan kerja (working stress design), kapasitas dukung

    aman ditentukan dari nilai ultimit kapasitas dukung tanah dibagi dengan faktor aman (S.F).

    Selain meninjau kapasitas dukung aman, perencana harus mempertimbangkan kondisi batas

    kemampulayanan agar tidak terlampaui. Pada saat kriteria penurunan mendominasi,

    tegangan tanah yang bekerja di bawah dasar pondasi dibatasi oleh nilai yang sesuai tentunya

    dibawah nilai kapasitas dukung aman, yang disebut dengan kapasitas dukung ijin tanah.

    Kombinasi pembebanan untuk perhitungan pondasi :

    Pembebanan Tetap : DL + LL

    Pembebanan Sementara : DL + LL + E atau DL + LL + W

    Pada peninjauan beban kerja pada tanah pondasi, maka untuk kombinasi pembebanan

    sementara, kapasitas dukung tanah yang diijinkan dapat dinaikkan menurut tabel :

    Jenis Tanah

    Pondasi

    Pembebanan Tetap.

    qall (kg/cm2)

    Faktor

    Kenaikan

    qall

    Pembebanan

    Sementara.

    qall (kg/cm2)

    Keras 5 1,5 7,5 Sedang 2 - 5 1,3 2,6 6,5

    Lunak 0,5 - 2 1 1,3 0,65 2,6

    Amat Lunak 0 0,5 1 0 0,5

    Pada peninjauan beban kerja pada pondasi tiang untuk kombinasi pembebanan sementara,

    selama tegangan yang diijikan di dalam tiang memenuhi syarat-syarat yang berlaku untuk

    bahan tiang, kapasitas dukung tiang yang diijinkan dapat dikalikan 1,5.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 50

    SESI 4 : Tentang Besaran Mekanika Material

    1. Sifat Beban-Deformasi pada Material Secara Umum

    Adanya beban pada elemen struktur selalu menyebabkan terjadinya perubahan dimensional

    pada elemen struktur tersebut. Struktur tersebut mengalami perubahan ukuran atau bentuk

    atau kedua-duanya. Pada sebagian besar jenis material, misalnya baja, perubahan

    dimensional yang terjadi dapat secara kasar dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu

    deformasi elastis dan deformasi plastis yang terjadi secara berurutan dengan semakin

    bertambahnya beban. Apabila elemen struktur tersebut mula-mula dibebani, maka deformasi

    yang terjadi masih dalam daerah elastis dari material seperti pada Gambar 4.1.

    Gambar 4.1. Hubungan tegangan dan regangan pada material baja.

    Regangan (Strain)

    =L / L

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 51

    Dalam daerah ini, elemen struktur tersebut masih dapat kembali kepada keadaan semula

    apabila bebannya dihilangkan (perilaku demikian sama dengan perilaku pegas). Deformasi

    dalam daerah elastis bergantung langsung pada besar taraf tegangan yang terjadi pada

    elemen struktur. Apabila bebannya bertambah terus, maka akan terjadi deformasi yang

    termasuk ke dalam daerah plastis dari material, hal ini terjadi apabila tegangan pada material

    sedemikian besarnya sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan permanen di

    dalam struktur internal material. Apabila perubahan internal material ini terjadi, maka

    keadaan semula tidak dapat tercapai meskipun beban dihilangkan. Dengan demikian, apabila

    material sudah masuk kedalam daerah plastis, maka pada material terjadi perubahan dimensi

    tak dapat balik (irreversible) dan terjadi perubahan bentuk yang permanen meskipun

    bebannya dihilangkan seperti pada Gambar 4.2.

    Gambar 4.2. Perbedaan material elastis dan plastis.

    Taraf beban atau tegangan yang diasosiasikan dengan daerah plastis, deformasinya tidak

    berbanding lurus dengan beban atau tegangan yang ada. Deformasi dalam daerah plastis

    jauh lebih besar daripada dalam daerah elastis, bahkan pada material tertentu dapat terjadi

    deformasi berlebihan tanpa adanya penambahan beban.

    Seperti yang akan dibahas lebih rinci berikut ini, tidak semua material mempunyai perilaku

    elastis dan plastis apabila bebannya bertambah. Sebagai contoh, baja dapat sedangkan beton

    polos (plain concrete) tidak (Gambar 4.3).

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 52

    Gambar 4.3. Hubungan tegangan dan regangan pada material beton.

    2. Elastisitas

    Perilaku Elastis. Bagian ini membahas secara lebih rinci perilaku material yang masih berada

    dalam daerah elastis, yaitu material dapat kembali ke ukuran dan bentuk semula apabila

    tegangan dihilangkan. Hingga saat ini konsep mengenai tegangan telah banyak dibahas. Cara

    utama dalam menjelaskan perubahan ukuran dan bentuk adalah dengan menggunakan

    konsep regangan (). Secara umum regangan didefinisikan sebagai rasio (perbandingan)

    antara perubahan ukuran atau bentuk suatu elemen yang mengalami tegangan, terhadap

    ukuran atau bentuk semula (S) elemen [yaitu = S/(S + S)]. Karena merupakan perbadingan, regangan tidak mempunyai dimensi fisis. Ada hubungan umum antara

    tegangan dan regangan untuk material elastis yang pertama kali dinyatakan oleh Robert

    Hooke (1635-1703) dan dikenal sebagai Hukun Hooke. Hukum Hooke ini menayatakan

    bahwa untuk benda elastis, perbandingan antara tegangan yang ada pada elemen terhadap

    regangan yang dihasilkan adalah konstan. Jadi :

    tegangan = konstanta untuk suatu material

    regangan

    = modulus elastisitas = E

    Besar konstanta ini merupakan sifat material dan, seperti telah disinggung di atas, biasanya

    disebut sebagai modulus elastisitas. Satuan untuk konstanta ini sama dengan satuan

    tegangan (yaitu gaya per satuan luas) karena regangan tidak mempunyai dimensi. Hubungan

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 53

    antara tegangan dan regangan di atas mengandung arti bahwa regangan pada suatu elemen

    struktur bergantung linear pada tegangan untuk taraf tegangan yang ada. Konstanta yang

    menghubungkan tegangan dan regangan (modulus elastisitas) ditentukan secara

    eksperimental.

    Apabila elemen struktur mengalami gaya tarik murni, maka elemen struktur tersebut akan

    mengalami perpanjangan. Jika L menunjukkan panjang semula dan L adalah perubahan panjang, maka regangan yang ada pada batang tersebut adalah :

    regangan = pertambahan panjang atau = L panjang semula L

    Seperti telah tersebut diatas, regangan tidak mempunyai dimensi. Kita dapat memandang

    regangan sebagai besar deformasi per satuan panjang. Dengan pengertian ini, regangan

    dapat dipandang seolah-olah mempunyai dimensi mm/mm atau in/in.

    Cara yang biasa dipakai untuk menentukan modulus elastisitas (E) material adalah dengan

    menggunakan suatu batang dari material tersebut, yang mempunyai panjang serta luas

    tertentu, kemudian diberi beban yang diketahui, dan mengukur besarnya perpajangan L. Karena tegangan yang ada dapat secara langsung dihitung dengan menggunakan hubungan

    f = P/A, dan regangan dapat diperoleh dari hubungan = L/L, maka modulus elastisitas material tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan E = f/. Modulus elastisitas untuk

    berbagai material dapat diperoleh dengan prosedur umum seperti ini.

    Untuk baja (steel) ES = 204000 MPa, dan untuk aluminium, E

    a = 77900 MPa. Harga

    yang umum untuk beton (concrete) adalah Ec = 20700 MPa, dan untuk kayu

    (timber) adalah Et = 11000 MPa. Nilai E untuk kayu dan beton bergantung pada

    karakteristik deformasi beton atau mutu jenis kayu yang digunakan.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 54

    Apabila nilai telah diketahui, E dapat dipakai sebagai konstanta dalam memprediksi deformasi

    material yang mengalami deformasi akibat berbagai kondisi tegangan. Dengan

    memperhatikan Gambar 4.4, terlihat bahwa modulus elastisitas adalah kemiringan kurva

    tegangan-regangan di dalam daerah elastis material.

    Gambar 4.4. Grafik tipikal tegangan dan regangan.

    Untuk tegangan yang semakin tinggi pada elemen struktur, suatu titik dicapai dimana

    regangannya akan menjadi tidak bergantung linear lagi terhadap tegangan. Ini adalah titik

    transisi antara daerah elastis dan plastis untuk material tersebut, atau disebut juga sebagai

    limit proporsional untuk material. Sesudah titik ini dilalui, konsep modulus elastisitas konstan

    sudah tidak berlaku lagi. Untuk kebanyakan material, seperti baja, besar deformasi yang dapat

    terjadi di dalam daerah plastis jauh lebih besar dibandingkan dengan di dalam daerah elastis.

    Perlu diingat bahwa beberapa material, seperti aluminium, tidak menunjukkan limit

    proporsional yang jelas. Bahkan material lain, seperti besi tuang, tidak menunjukkan

    deformasi plastis sama sekali. Dengan demikian material yang berbeda akan menunjukkan

    perilaku yang berbeda-beda terhadap beban.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 55

    Deformasi Lateral di dalam Daerah Elastis. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 di bawah

    ini, batang yang diberi beban aksial akan mengalami perubahan elastis dalam dimensi lateral

    selain juga dalam arah longitudinal.

    Gambar 4.5. Perubahan elastis dalam dalam arah longitudinal dan lateral.

    Dimensi lateral batang berkurang apabila batang tersebut mengalami beban tarik, dan

    bertambah apabila batang tersebut mengalami beban tekan. Ada suatu konstanta di antara

    kedua perubahan lateral ini dengan yang terjadi dalam arah longitudinal.

    Konstanta hubungan ini biasanya disebut sebagai angka Poisson () yang didefinisikan

    sebagai = -y /

    x. Untuk baja, angka poisson ini adalah sekitar 0,3.

    3. Kekuatan

    Sebutan kekuatan sering digunakan sebagai acuan dalam menentukan kapasitas-pikul-beban

    material. Sebagaimana telah disinggung diatas, material sering kali menunjukkan perilaku

    yang tidak sederhana apabila dibebani sehingga perlu ada definisi yang lebih tepat untuk

    menyebut kekuatan. Sebagai contoh, banyak material dapat terus memikul beban

    tambahan bahkan setelah limit proporsional material terlampaui. Baja dapat terus memikul

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 56

    taraf tegangan di atas limit proporsional, tetapi disertai deformasi yang sangat berlebihan

    utnuk penambahan tegangan yang sedikit saja. Titik kritis, yang disebut titik leleh, dicapai

    apabila baja berdeformasi tanpa adanya penambahan tegangan sama sekali. Sebenarnya,

    apabila baja diuji tarik dengan menggunakan mesin-uji-tarik (yang pada umumnya dapat

    memberi deformasi dan mengukur tegangan atau bebannya, bukan sebaliknya),

    pengurangan aktual dalam taraf tegangan akan terjadi. Apabila beban diberikan langsung

    (bukan deformasi), titik leleh dengan mudah akan terlihat dengan adanya pertambahan

    deformasi secara tiba-tiba. Selanjutnya material akan mengalami deformasi permanen (dalam

    selang plastis) pada taraf tegangan yang relatif konstan. Akan tetapi, pada saat deformasinya

    bertambah, baja mulai tidak aman untuk memikul sedikit saja pertambahan beban, dan taraf

    tegangan yang ada bertambah lagi. Ini adalah yang disebut sebagai kekuatan batas (ultimate

    strength) material. Sesudah tegangan ini tercapai, baja berdeformasi dengan sangat cepat,

    disertai dengan berkurangnya luas penampang, yaitu terbentuk apa yang disebut takik

    (notch), dan akhirnya putus.

    4. Material Daktail (Ductile) versus Getas (Brittle)

    Perilaku Daktail dan Getas. Material yang dapat mengalami deformasi plastis seperti yang

    baru saja dibahas di atas, sampai keadaan sebelum putus biasanya disebut sebagai material

    daktail. Baja adalah contoh klasik dari material daktail. Sebaliknya apabila material tidak

    menunjukkan perilaku plastis apabila dibebani, tetapi dapat putus pada saat deformasi yang

    tidak besar, disebut material getas (brittle). Besi tuang adalah material getas, begitu pula

    beton polos (plain concrete). Kurva tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 4.6 di

    bawah ini menggambarkan perbedaan perilaku yang ada diantara kedua jenis umum

    material.

    Gambar 4.6. Perbedaan grafik hubungan tegangan-regangan pada

    material getas dan daktail.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 57

    Besar daktalitas atau kegetasan yang ada pada material seperti baja secara aktual dapat

    dikontrol dengan mengatur konsistensi atau metode prosesnya. Dengan menambah kadar

    karbon di dalamnya, daktalitas akan berkurang. Alternatif lain, baja yang menunjukkan

    daktalitas kecil dapat semakin daktail dengan menempanya (dipanaskan pada temperatur

    tinggi dan dibiarkan mendingin secara perlahan-lahan).

    Implikasi Daktalitas dalam Desai Struktural. Dari tinjauan desain struktural, material

    seperti baja yang menunjukkan perilaku daktail atau plastis seperti yang dijelaskan sebelum

    ini sangat diinginkan karena daerah plastisnya (yaitu adanya sedikit pertambahan kapasitas-

    pikul-beban di atas titik leleh), memberikan arti sebagai ukuran cadangan kekuatan. Taraf

    tegangan desain, atau taraf tegangan izin, selalu menggunakan tegangan dibawah tegangan

    leleh material, dan benar-benar di dalam daerah elastis material. Balok baja, misalnya akan

    dirancang agar mempunyai taraf tegangan yang sama atau lebih kecil daripada harga

    tegangan izin. Taraf tertentu dari defleksi balok elastis adalah sehubungan dengan taraf

    tegangan tersebut, dan diasosiasikan dengan regangan elastis. Apabila beban pada balok

    bertambah hingga di atas taraf desain yang diantisipasi, maka taraf tegangan lentur dan

    regangannya juga bertambah sampai titik leleh material tercapai. Pada saat tersebut baja

    leleh, tetapi secara fisik belum putus dan balok mulai mengalami defleksi permanen yang

    diasosiasikan dengan daerah plastis material. Defleksi ini dengan jelas dapat terlihat dengan

    mata, dan jauh lebih besar dibandingkan defleksi yang digunakan dalam desain sehingga

    dapat dipakai sebagai peringatan akan adanya kegagalan. Karena bertambahnya tegangan

    yang diperlukan untuk mencapai kekuatan batas material, balok masih dapat memikul beabn

    yang sedikit lebih besar sekalipun sudah terjadi defleksi permanen. Hanya apabila kekuatan

    batas material sudah tercapai, balok tersebut akan gagal. Karena fenomena ini dikaitkan

    dengan bertambahnya kapasitas-pikul-beban sebagai akibat adanya redistribusi tegangan

    plastis yang terjadi, maka balok tersebut mempunyai cadangan kapasitas-pikul-beban yang

    cukup besar. Dengan demikian, plastisitas material sangat berguna dan merupakan sifat

    material yang sangat diinginkan.

    Material getas tidak menunjukkan perilaku plastis. Elemen struktur yang menggunakan

    material getas, seperti balok dari besi tuang, tidak dapat berdefleksi secara cukup besar untuk

    memberi peringatan sebelum terjadinya collapse. Elemen struktur demikian cukup berbahaya

    apabila digunakan. Beton juga merupakan material yang getas, tetapi apabila digunakan

    bersama material daktail seperti baja (sebagai tulangannya), material gabungannya (disebut

    beton bertulang) dapat mempunyai sifat daktail yang ukuran daktailnya dapat direncanakan.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 58

    5. Sifat Mekanis Lainnya

    Efek Laju Regangan

    Apabila laju pembebanan pada struktur bertambah, biasanya material yang secara normal

    daktail mulai berperilaku sebagai material getas (deformasi palstis yang ada hanya sedikit).

    Limit proporsional dan titik leleh sering kali bertambah apabila laju regangan bertambah.

    Efek Temperatur

    Tempertur rendah seringkali menyebabkan material yang secara normal daktail seperti baja,

    mulai menunjukkan perilaku getas. Dalam banyak hal efek temperatur rendah pada material

    sama dengan efek laju regangan tinggi.

    Efek Rangkak

    Sebutan rangkak (creep) di sini dimaksudkan sebagai deformasi terus-menerus dengan

    bertambahnya waktu untuk suatu keadaan tegangan konstan. Bahan plastik dan beton polos,

    misalnya mempunyai kecenderungan demikian, sedangkan baja tidak. Defleksi jangka

    panjang pada struktur akibat rangkak sering kali cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan.

    Rangkak dapat juga menyebabkan redistribusi tegangan yang tidak diinginkan pada elemen

    struktur beton bertulang.

    Efek Fatik

    Matrial yang mengalami siklus tegangan yang bolak-balik dapat mengalami kegagalan pada

    tegangan yang relatif rendah (meskipun masih di bawah kekuatan elastis material). Batas daya

    tahan material adalah tegangan satuan maksimum di mana material dapat menahan tak

    hingga siklus tanpa mengalami kegagalan. Kebanyakan material yang mengadung ferrum

    (seperti baja) mempunyai limit daya tahan yang terdefinisi dengan baik. Material yang tak

    mengandung ferrum, seperti aluminium, tidak demikian. Pada umumnya fatik (fatigue) bukan

    merupakan masalah pada gedung karena tidak ada beban dominan yang menyebabkan

    terjadinya tegangan bolak-balik. Kebanyakan getaran tidak cukup lama untuk menyebabkan

    masalah fatik.

    Efek Pemusatan Tegangan, Retak, dan Cacat

    Pada banyak struktur sangat mungkin terjadi retak mikro maupun cacat-cacat lainnya. Pada

    titik-titik demikian sering timbul tegangan yang sangat tinggi pada luasan yang kecil. Inilah

    yang disebut pemusatan (atau konsentrasi) tegangan. Apabila yang digunakan material getas,

    maka pada titik-titik di mana terjadi pemusatan tegangan terjadi retak yang menjalar terus

    hingga dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada elemen struktur tersebut. Apabila

    material daktail yang digunakan, maka material akan berdeformasi sedikit sedikit secara lokal

    saja sehingga memungkinkan terjadinya redistribusi tegangan. Dengan demikian, retak yang

    terjadi pada material daktail akan menjalar lebih lambat dibandingkan dengan pada material

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 59

    getas. Karena itulah retak minor yang biasa ada pada elemen struktur, seperti penampang

    baja sayap lebar (wide flange) tidak merupakan masalah serius dan tidak banyak pengaruhnya

    pada kapasitas-pikul-beban elemen struktur tersebut. Hal seperti ini tidak terjadi pada elemen

    struktur yang getas.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 60

    SESI 5 : Tentang Profesi

    Kita telah menyaksikan sekelompok orang yang lebih suka mendahulukan dunia daripada

    akhirat, akhirnya mereka menjadi hina, binasa dan tercela.

    The Wisdom of Hasan al-Bashri

    1. A professional engineer

    Structural engineering, being considered a field of specialty within the realm of civil

    engineering, is the application of math and science to the design of structures, including

    buildings, bridges, storage tanks, transmission towers, roller coasters, aircraft, space vehicles,

    and much more, in such a way that the resulting product will safely resist all loads imposed

    upon it. The design of structures has always involved theory, buttressed by testing and direct

    observation, and a professional engineer is able to make wise use of intuition and experience

    to bring theoretical truths into reality. In order to develop an adequate understanding of

    structures that are designed, an engineer must make justifiable approximations and

    assumptions in regards to materials used and loading imposed and must also simplify the

    problem in order to develop a workable mathematical model.

    We are all living and working in a rapidly changing environment and more changes are

    expected to come. Therefore, to survive and to be a leader of constant change, a new kind of a

    structural designer has to emerge, who will be able to meet the challenges of the future.

    He/she will have the following major abilities :

    To understand engineering design in its complexity and in the context of the ever-

    changing societies and technology.

    To understand engineering knowledge on both the systems level and on the level of

    details necessary for engineering purposes.

    To use various analytical and design methods and tools.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 61

    To find inventive solutions to complex problems.

    To continuously learn and use new knowledge, including new inventive design

    methods.

    To utilize Information Technology in every-day practice for designing and learning.

    Structural engineers usually begin training long before theyve even dreamed of joining the

    profession. Structural engineering is much more than just a careerit is a lifelong experience,

    meant to be passed along to future generations. The process of designing a structure cannot

    be truly understood within textbooks or example problems.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 62

    Sometimes a problem or issue should be seen in a new and refreshing light, opening the

    doors to better, more creative solutions. Structural engineering is truly a profession of science

    married to art, where creative expression of antitypical, original designs instills confidence in

    the practitioner as well as those who must build the system.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 63

    In order to be successful, a graduate engineer must be trained in the following areas:

    1. Ethics and liability:

    Because an engineer is expected to create a product that safeguards the life and welfare of the

    public, this profession can have some painful legal penalties when negligence is proven.

    Engineers need to understand their responsibility to the public, employers, clients, and their

    families, keeping ethical practice firmly embedded within the process of earning a living.

    2. Business knowledge:

    All engineers need clients, whether the government funding research or a local homeowner

    with a dream to fulfill. Managing clients and business aspects, including scheduling, deadlines,

    and resource management, is not only a business owners concern, but that of every

    employee who is instrumental in delivering a product.

    3. Communicating and delivering a product:

    An engineers work will be reviewed by an agency having the right to give or refuse a building

    permit. A building, for example, requires a set of structural calculations to prove that a

    particular design works and complies with adopted codes, notes, or specifications to indicate

    a desired product to use in the construction, and a set of drawings to show the complete

    assembly of the building from foundation and roof framing to means of weather-protection.

    These documents must be organized, straightforward, and easy to follow through.

    4. Technical knowledge:

    There will always be room to learn new things and to expand on existing knowledge related

    to the technical aspects of structural engineering including new technologies and discoveries,

    building- or bridgecode changes, new design standards, or design methods.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 64

    Overall Design Process : Conception, Modeling, Analysis, Design,

    Detailing, Drafting, and Costing.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 65

    2. Building Information Modelling (BIM)

    BIM is not software. It is a process built on consistent, coordinated, computable, and reliable

    information about a project from design to construction to building operations. With BIM,

    architects, engineers, contractors, and owners create coordinated digital design information

    and documentation. They then use that information to accurately visualize, simulate, and

    analyze performance, appearance, and cost. The outcome is delivering reliable and faster

    results that are more economical, and have less impact on the environment.

    BIM has started to transform the way many structural engineering firms do business, directly

    influencing their rapidly evolving practices. The building industry, for the most part, has

    adopted the word processor approach to documenting building designs over the past 20

    years. CAD tools are primarily used to create electronic drawings of buildings. Even some 3D

    models are little more than 3D drawings. Although the output of these systems may resemble

    the output of a BIM solution just as the financial table in the word processor looks the same

    as the spreadsheet table it is not computable information. It's quite common to try to use

    this incomputable building design data for analysis and find that the data, although

    seemingly computable, is actually an empty shell a collection of graphic elements with no

    implicit knowledge of building elements such as walls, beams or ducts. For the most part,

    humans look at the data, interpret it, and transfer it to new applications for additional analysis.

    Architects make occasional use of analysis packages, lighting studies, or baseline energy

    calculations, for example, which are typically outsourced to specialized engineering firms.

    Whereas the structural engineer is heavily dependent on analysis, which is an integral part of

    the structural design process. As a result, a computable building model is a key ingredient for

    efficient structural design processes.

    Traditional structural processes (those that don't use a building information model) begin

    with the architectural document set, be it paper or CAD-based. The structural engineering

    team interpret the architectural design to create an overall structural design, then create

    specialized analytical models, using different software applications for the multiple types of

    structural analyses required for the project; gravity, dynamic (e.g., seismic), and wind analyses.

    In parallel, the structural drafters create yet another representation of the building in the

    construction documentation process creating multiple drawings of the same information.

    This traditional workflow results in multiple models (including the drawings set) that are not

    coordinated, requiring manual efforts to keep them in sync. Opportunity for errors abound.

    For instance, one of the analysis programs prompts a change to a structural column, but the

    structural drafter misses the change, so the analytical representation doesn't match the

    physical representation. The documentation falls out of sync. The other analytical models

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 66

    become outdated, the downstream analyses are compromised, and the validity of the design

    suffers.

    Revit Structure allows engineers and designers to create a single building model combining a

    physical representation of the building which is fully associated with an analytical

    representation. This building model is used for the complete production of construction

    documents and (since it is computable) can be used for different types of analyses. The

    physical representation denotes the physical layout of the structure in the building beams,

    columns, walls, footings, etc. It also drives the construction documentation. As the physical

    representation develops, the analytical representation is created automatically, containing the

    necessary data needed for third-party analysis applications. The analytical representation is an

    abstract (usually simplified) 3D digital model used for structural analysis. The engineer adds

    specific loads, material properties, and so forth and then runs the analysis. Currently, Revit

    Structure is linked via an application programming interface (API) to several leading industry

    applications for building analysis: ETABS from CSI (http://www.csiberkeley.com), RISA-3D

    from RISA Technologies (http://www.risatech.com) and ROBOT Millennium from RoboBAT

    (http://www.robot-structures.com).

    If the engineers chooses to, the analysis program can then return information that

    dynamically updates the building model and therefore the documentation as well. This

    capability eliminates much of the redundant work done by structural engineers to model and

    analyze single- or multi-material building frames (steel, concrete, masonry, wood) using many

    different applications. The value of using BIM for structural design becomes clear when

    comparing and contrasting the traditional structural workflow and a workflow supported by a

    building information model.

    Traditional Structural Workflow = Multiple Models

    Traditional structural workflows have two main branches, the iterative design/analysis process

    and the documentation process. Both begin with the architects design, communicated

    through drawings. As mentioned earlier, the structural engineers interpret the architectural

    design to create an overall structural design, and then create specialized analytical models in

    different software applications for the different types of analyses required. Time constraints

    usually dictate that the documentation effort parallels the design effort, so as the structural

    engineers begin their analyses, the structural drafters begin developing the documentation

    set framing plans, bracing elevations, typical details, etc.

    This use of multiple models models that are not coordinated with each other or the

    documentation requires a manual effort to keep them and the documentation package

    synchronized, to the detriment of a firm's efficiency, quality, and flexibility. Whereas the use of

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 67

    a common building information model to drive analysis, coordination, and documentation

    reduces these problems. The use of a building information model gives structural firms an

    integrated modeling environment for analysis and documentation so that the structural

    design and documentation are always coordinated, consistent, and complete. Leveraging

    existing architectural digital design information and sharing the structural building

    information model with architects and engineers further coordinates the building design and

    documentation a winning combination for all parties involved in the design, construction,

    and operation of a building.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 68

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 69

    3. Penyusunan Laporan Perencanaan

    Ada lima laporan yang harus disusun :

    Laporan perencanaan struktur bawah

    Laporan perencanaan struktur atas

    Laporan Spesifikasi Teknis

    Laporan Metode Konstruksi

    Laporan Engineer Estimate (Volume and Cost) untuk owner

    Gambar Detail Struktur Bawah

    Gambar Detail Struktur Atas

    Metode Pelaksanaan Struktur Bawah

    Metode Pelaksanaan Struktur Atas

    Laporan Perencanaan Struktur Bawah :

    Penjelasan Sistem Struktur

    Ringkasan Langkah Perencanaan

    Penjelasan Software yang digunakan

    Penjelasan Peraturan yang digunakan

    Mutu bahan yang digunakan

    Parameter Tanah yang diambil

    Beban rencana

    Metode Pelaksanaan

    Perhitungan struktur penahan galian

    Pengaruh akibat beban vertikal pada galian

    Pengaruh gempa pada dinding penahan tanah

    Perhitungan sistem basement

    Kontrol Heave

    Perhitungan penanggulangan air hujan

    Pengaruh penurunan air tanah sekitar

    Settlement akibat dewatering

    Laporan Penyelidikan tanah

    Laporan pumping test

    Gambar struktur detail

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 70

    Laporan Perencanaan Struktur Atas :

    Penjelasan Sistem Struktur

    Ringkasan Langkah Perencanaan

    Penjelasan Software yang digunakan

    Penjelasan Peraturan yang digunakan

    Mutu Bahan yang digunakan

    Beban pada struktur atas

    Perhitungan struktur sekunder

    Perhitungan struktur pratekan (kalau ada)

    Kurva spring nonlinear

    Pemodelan dan analisis struktur

    Model struktur pada sofware

    Analisis statik

    Analisis dinamik

    Summary analisis

    Koreksi eksentrisitas

    Koreksi base shear

    Desain slab dan balok

    Desain wall dan kolom

    Desain struktur sekunder : tangga, struktur atap, dsb

    Perencanaan Basement, Tie-Beam dan Sloof

    Gambar struktur detail

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 71

    Contoh Daftar Gambar Gedung Asrama 2 Lantai :

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 72

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 73

    4. Pendetailan Gambar Struktur

    At Structural Drafting Design, we provide accurate, clear and concise construction cost

    estimation. At Structural Drafting Design, we are experts in preparing accurate, quick and cost

    effective construction documents. Our construction documents include coordinated drawings

    that integrate architectural, civil, electrical, mechanical and structural drawings into one set of

    drawings.

    Di dalam peninjauan satu sistem struktur selalu dilalui proses simplifikasi, idealisasi,

    penyesuaian produk akhir, dan peninjauan atas detail dan urutan pelaksanaan. Pada

    perencanaan struktur tidak ada detail yang sama sekali tidak boleh diubah, sehingga pada

    prinsipnya perubahan dan penyesuaian detail dapat dibenarkan jika tidak menimbulkan suatu

    pengaruh keandalan dari hubungan antar komponen. Di dalam gambar detail segalanya

    menjadi jelas baik dimensi maupun sistem dan urutan pelaksanaannya. Tanpa detail dapat

    terjadi kesalah pahaman yang pada waktunya akan sampai pada tingkat yang fatal. Beberapa

    kejadian kegagalan yang terjadi diakibatkan oleh masalah detail yang tidak dipersiapkan dan

    ini akan mengakibatkan kerugian baik materiil maupun waktu yang tidak sedikit termasuk

    kerugian mengenai nama baik.

    Kondisi persaingan yang tidak sehat pada dunia konsultansi dan permintaan owner agar

    penyelesaian desain dalam periode yang sangat pendek akhirnya berdampak pada ditekan

    biaya produksi serendah mungkin. Sehingga seolah-olah karena konsultan diberikan imbal

    jasa yang minim, konsultan memberikan tugas pendetailan gambar (yang sebenarnya bagian

    dari tugasnya) sepenuhnya kepada kontraktor. Namun sayangnya, kontraktor juga tidak

    mempunyai cukup tenaga ahli dalam mempersiapkan detail (detailer) sehingga berujung

    pada keliru dalam membaca gambar. Bahkan terkadang kontraktor tidak mengerti apa yang

    perlu dipersiapkan dalam detail untuk kemudahan pelaksanaan dan kesempurnaan

    pelaksanaaan. Ini membuka peluang resiko yang lebih besar akan terjadinya kegagalan

    dimana pengguna bangunan dan lingkungan masyarakat di sekitarnya harus menaggung

    resiko yang tidak semestinya. Untuk itu diperlukan chek dan rechek antara pembuat detail,

    perencana, pengawas/MK, dan kontraktor sebagai sarana jala pengamanan untuk me-

    minimize kemungkinan terjadinya kekeliruan.

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 74

    SESI 6-10 : Catatan Pelatihan SAP2000

    -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    STEP BY STEP SAP2000 v9.0.1 BASIC LEVEL : FRAME / TRUSS DENGAN BEBAN STATIS

    1. MEMILIH SATUAN YANG DIPILIH 2. MEMODIFIKASI GRID DAN JOINTS

    Edit Grid Data. 3. MENENTUKAN MATERIAL

    Define Material 4. MENENTUKAN FRAME SECTION DAN AREA SECTION

    Define Frame Sections Define Area Sections (jika ada elemen shell)

    5. MENENTUKAN KONDISI BEBAN YANG BEKERJA DAN KOMBINASINYA Define Load Cases Define Analysis Cases Define Combination

    6. MENGGAMBAR ELEMEN STRUKTUR (DRAW DAN PENGEDITAN) Draw Frame Draw Draw Frame/Cable/Tendon Draw Draw Poly Area atau Draw Draw Rectangular Area (jika ada elemen shell) Assign Frame Frame Section (jika diperlukan) Assign Frame Release (jika diperlukan) Assign Area Sections (jika ada elemen shell) Edit Devide Frame (jika diperlukan) Edit Mesh Areas (jika ada elemen shell) Edit Replicate (jika diperlukan) Edit Move (jika diperlukan)

    7. RESTRAINTS TUMPUAN Assign Joint Restraints ( Suatu joint yang tidak bebas berdeformasi karena di-restraints)

  • Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A. 75

    8. MEMASUKKAN BESARNYA BEBAN YANG BEKERJA UNTUK SETIAP KONDISI Assign Joint Loads Forces Assign Joint Loads Displacements Assign Frame Load Distributed Assign Area Loads Uniform (jika ada elemen shell) Assign Clear Display of Assigns

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 9. PENGECEKAN ULANG MODEL STRUKTUR DAN PELABELAN ULANG

    Display Show Undeformed Shape, Load Assigns, Misc Assigns Edit Change Labels (jika diperlukan)

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 10. RUN ANALISIS

    Analyze Set Analysis Option (D.O.F= Drajat kebebasan suatu joint untuk berdeformasi) Analyze Run Analysis

    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 11. PEMBACAAN HASIL ANALISIS STRUKTUR

    Display Show Deformed Shape, Show Forces/Stresses Joints, Show Forces/Stresses Frames

    -----------------------------------------------------------------------