HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

73
i HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA PETERNAK SAPI POTONG DI DESA PATAMPANUA KECAMATAN MARIORIAWA KABUPATEN SOPPENG SKRIPSI Oleh : DAEVA MUBARIKA RAISA I111 14 502 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Transcript of HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

Page 1: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

i

HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK

PADAT PADA PETERNAK SAPI POTONG DI DESA

PATAMPANUA KECAMATAN MARIORIAWA

KABUPATEN SOPPENG

SKRIPSI

Oleh :

DAEVA MUBARIKA RAISA

I111 14 502

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 2: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

ii

HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK

PADAT PADA PETERNAK SAPI POTONG DI DESA

PATAMPANUA KECAMATAN MARIORIAWA

KABUPATEN SOPPENG

Oleh :

DAEVA MUBARIKA RAISA

I111 14 502

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin Makassar

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 3: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Daeva Mubarika Raisa

Nim : I111 14 502

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

a. Karya skripsi saya asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil

dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan

dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikan pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, April 2018

DAEVA MUBARIKA RAISA

Page 4: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

iv

Page 5: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

v

Abstrak

Daeva Mubarika Raisa. I11114502. Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk

Organik Padat Pada Peternak Sapi Potong Di Desa Patampanua Kecamatan

Marioriawa Kabupaten Soppeng di bawah bimbingan Agustina Abdullah,

sebagai pembimbing utama dan Sitti Nurani Sirajuddin sebagai pembimbing

anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan adopsi teknologi

pupuk organik padat pada aspek keterampilan, pengetahuan, faktor ekonomi,

kepedulian sosial, sistem pemeliharaan, penyuluhan, dan bantuan pemerintah di

Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Desember sampai dengan Januari 2018, di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. jenis penelitian yang

digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Populasi penelitian yaitu seluruh peternak

sapi potong di Desa Patampanua sebanyak 78 peternak yang dijadikan sebagai

sampel. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan bantuan

kuesioner. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik

deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan adopsi teknologi pupuk

orgnik padat di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng

pada aspek pengetahuan 66%, keterampilan 63%, bantuan pemerintah 62%,

kepedulian sosial 59%, penyuluhan 57%, sistem pemeliharaan 53%, serta faktor

ekonomi 50%. Pada aspek pengetahuan merupakan hambatan tertinggi karena

pengetahuan peternak mengenai jenis dan bahan serta pengolahan pupuk organik

kurang diketahui oleh peternak. Dalam keterampilan pemanfaatan pupuk organik

belum adanya teknologi dan intensitas penyuluhan mengenai pengolahan limbah

kotoran ternak, serta peternak masih menggunakan sistem pemeliharaan ekstensif

sehingga sulit dalam pengumpulan limbah kotoran ternak.

Kata Kunci : Hambatan, Adopsi, Teknologi Pupuk Organik Padat, Peternak Sapi

Potong.

Page 6: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

vi

Abstract

Daeva Mubarika Raisa. I11114502. Barriers to adoption of solid organic

fertilizer technology among beef cattle farmers in Patampanua village,

Marioriawa subdistrict, Soppeng Regency under the direction of Agustina

Abdullah as the main supervisor, and Sitti Nurani Sirajuddin as supervisor

member.

This study aims to discover barriers to the adoption of solid organic

fertilizer technology on skills, knowledge, economic factors, social awareness,

maintenance, extension and government assistance in the village of Patampanua,

Marioriawa Subdistrict, Soppeng Regency. This research was conducted in

December through January 2018, in the village of Patampanua, Marioriawa

Subdistrict, Soppeng Region. The type of research used is quantitative descriptive.

The research population consists of all breeding cattle in the village of

Patampanua, and up to 78 breeders were used as samples. Data collection was

done by interview using the questionnaire. The analysis used in this research is

descriptive statistical analysis.

The results showed that the barriers to the adoption of solid fertilizer

technology in the village of Patampanua, Marioriawa Subdivision of Soppeng

Regency on the knowledge aspect 66%, skills 63%, government assistance 62%,

social services 59%, 57% advice, 53% maintenance system and 50% economic

factor. In the aspect of knowledge is the highest hurdle because farmers'

knowledge about types and materials and the treatment of organic fertilizers is

less known by farmers . In the use of organic fertilizer, lack of technology and

intensity of extension on cattle manure waste treatment, and pastoralists still use

an extensive maintenance system that is difficult to collect waste from cattle

manure.

Keywords: Barriers, Adoption, Solid Organic Fertilizer Technology, Beef Cattle

Farmers.

Page 7: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur atas diri-Nya yang memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim,

dengan kemulian-Nyalah atas kesehatan, ilmu pengetahuan, rejeki dan nikmatnya

sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini, setelah mengikuti proses belajar,

pengumpulan data, pengolahan data, bimbingan sampai pada pembahasan dan

pengujian skripsi dengan Judul ”HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI

PUPUK ORGANIK PADAT PADA PETERNAK SAPI POTONG DI DESA

PATAMPANUA KECAMATAN MARIORIAWA KABUPATEN

SOPPENG”. Skripsi ini merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan

jenjang Strata Satu (S1) pada Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan,

Universitas Hasanuddin Makassar.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemukan hambatan dan

tantangan, sehingga penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan sebagai suatu karya ilmiah, hal ini disebabkan oleh

faktor keterbatasan penulis sebagai manusia yang masih berada dalam proses

pembelajaran. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan partisipasi aktif dari

semua pihak berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi

penyempurnaan tulisan ini.

Penulis menghaturkan terima kasih dan sembah sujud kepada Allah SWT

yang telah memberikan segala kekuasaan-Nya dan kemurahan-Nya juga kepada

kedua orang tuaku tercinta Ibunda Hj. Atisah dan Ayahanda H. Rudi Hartono

Page 8: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

viii

yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap langkah

penulis dengan doa restu yang tulus serta tak henti-hentinya memberikan

dukungan baik secara moril maupun materil. Terima kasih kepada kakek dan

nenek tercinta H.Abustam dan Hj. St. Tang, serta Laugu dan Yemma yang

selalu memberi doa dan motivasi. Terima kasih kepada Adikku Nur Amalia

Raisa yang selalu memberi canda dan tawa kepada penulis. Mama aji Hj.

Hasnawati dan Bapak Aji Ir.H. Sahruddin Abbas, MM yang selalu memberi

doa dan memotivasi penulis. Tante dan Om (Wahba Damayanti S,Pd,

Multazam S.Pt, Ismail S.ST. Pel., Nur Alam, Muh. Hidayat Syahruddin, dan

Annisa Nur Qalby) dan Sepupu-sepupuku (Ahmad Fadhil Dzaky, Camel

Ibrahim, Farid Wadjadi, Muh.Aufa, Khelda Ayunita SH. M.Hum, Riri S.Pd,

Nurfadillah,A.Md,Kep) dan dr.Ahmad Afif Kurniawan yang telah memotivasi

penulis dalam menyelesaikan skripsi. Kalian semua yang ada di balik kesuksesan

penulis menyelesaikan pendidikan di jenjang (S1). Terima Kasih.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan banyak terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

• Dr. Agustina Abdullah, S.Pt, M.Si selaku pembimbing utama yang telah

memberikan nasehat, arahan, petunjuk dan bimbingan serta dengan sabar dan

penuh tanggungjawab meluangkan waktunya mulai dari penyusunan hingga

selesainya skripsi ini.

• Dr. St. Nurani Sirajuddin, S.Pt, M.Si selaku pembimbing anggota yang

tetap setia membimbing penulis hingga sarjana serta selalu menasehati dan

memberi motivasi kepada penulis untuk selalu percaya diri dan optimis.

Page 9: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

ix

• Ir. Veronica Sri Lestari, M.Ec selaku penasehat akademik yang sangat

membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan S1.

• Dr. A. Amidah Amrawaty, S.Pt, M.Si, Dr. Siti Nurlaelah, S.Pt, M.Si dan

Ir .Veronica Sri Lestari , M.Ec selaku penguji mulai dari seminar

proposal hingga seminar hasil penelitian, terima kasih telah berkenan

mengarahkan dan memberi saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

• Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas

Hasanuddin.

• Prof. Dr.Ir.H.Sudirman Baco, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin.

• Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku Wakil Dekan I Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin

• Dr. Ir. Hj. Hastang, M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin.

• Prof. Dr. Ir. Jasmal A. Syamsu, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin.

• Dr. Sitti Nurani Sirajuddin, S.Pt, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosial

Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

• Dosen Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah

banyak memberi ilmu yang sangat bernilai bagi penulis.

• Seluruh Staf dalam lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,

yang selama ini telah banyak membantu dan melayani penulis selama

menjalani kuliah hingga selesai.

Page 10: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

x

• Bapak Sudirman beserta keluarga sebagai ketua kelompok tani ternak

Tonrongnge dan seluruh peternak yang ada di Desa Patampanua terima kasih

atas informasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

• Teman-teman seperjuangan dari mahasiswa baru Lisnawati, Nurpaidah,

Meygi CP Ilahude, Zarah Mawarni, Devi Sriana, Muqarramah, St.

Nurfitrah, Fauziah Hasdin, dan Ismah Ulfiyah Azis terima kasih telah

menjadi sahabat, teman, sekaligus keluarga termasuk dalam bagian hidup saya

dan terima kasih banyak atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.

• Teman-teman Penghuni Ruang Baca, Ruhul, Riri, Nisa, Nella, Eka, Sri,

Ikhasain, Caca, Risma, Titin, Inna, Mimi,Widya.

• Teman-teman Enterpreneur, ANT 14 dan HIMSENA UH yang tak bisa

saya sebutkan satu persatu. Kalian adalah saudara, Sahabat dan Keluarga

banyak Hal yang kita lewati bersama yang tidak akan pernah terlupakan

saudaraku yang selalu ada baik dalam Suka maupun Duka

• teman-teman Fapet C tercinta Adnan, Qayyum, Lukman, Wahyu, Anto,

Cia, Depi, Mace, Cillo, Meygi, Pite, Mae, Cidi, Idham, Muna, Zul, Irsyad,

Gusti, Age, Agus, Nismut, Eka, Esy, Herly, Hikmah, Risaldi, Ical,

Cunnul, Ica, Taal, Wawa, Syair, Nella, Rahmini, Saipul, Tafa, Uday,

Ruhul, Aldi, Sulaiman, Lisa, Rahman, Accal, Rama, Serdam, Erwin,

Melky,Tito, Ricky dan Kahfi.

• Sahabat saya di SSS Nune, Dila, Dian, Diba, Latifah, Viona, Pipin dan

sahabat yang sudah seperti saudariku dari kecil Riri, Isma, Upe, Mutia, Nisa,

Diba, Kiki, Dini yang selalu setia mendengar keluhan, selalu ada disaat

penulis senang dan sedih.

Page 11: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

xi

• Teman-teman dan Kakanda yang membantu banyak dalam penyusunan tugas

akhir Asriadil, Kak Diman, S.Pt, Kak Widi S.Pt, Kak Hardi S.Pt, Kak

Diana, Ilham Taha, Muh. Zulkifli, Kak Mirna, S.Pt.

• Teman- teman selalu memberi canda dan tawa di grup XII IPA 3 SMADAS

Oen, Akel, Ade, Roni, Bangkit, dan teman-teman lain yang tidak bisa saya

sebutkan satu persatu.

• Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Peternakan kepada kakanda angkatan 11,

12, 13 dan Adinda 15, 16, dan 17 terima kasih atas kerjasamanya.

• Rekan-rekan Seperjuangan di lokasi KKN Ang. 96 Desa Gattareng

Matinggi Kecamatan Mallawa Adhan, Diana Achmad, Alwi, dan Eka.

Serta Bapak Rajab sekeluarga beserta warga Desa Gattareng Matinggi

Kecamatan Mallawa Kab. Maros. Terima kasih atas kerjasamanya dan

pengalaman saat KKN.

Semoga Allah S.W.T membalas budi baik semua yang penulis telah

sebutkan diatas maupun yang belum sempat ditulis. Akhir kata, Harapan Penulis

kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya dan diri

pribadi penulis. Amin....

Wassalumualaikum Wr.Wb.

Makassar, Maret 2018

Daeva Mubarika Raisa

Page 12: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii

ABSTRAK ......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

Latar Belakang ....................................................................................... 1

Rumusan Masalah.................................................................................. 4

Tujuan Penelitian ................................................................................... 4

Kegunaan Penelitian .............................................................................. 5

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

Tinjauan Umum Sapi Potong ................................................................ 6

Tinjauan Umum Pupuk Organik Padat .................................................. 7

Pengolahan Limbah Ternak Menjadi Pupuk Organik Padat ................. 9

METODE PENELITIAN .......................................................................... 15

Waktu dan Tempat ................................................................................. 15

Jenis Penelitian ...................................................................................... 15

Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 15

Populasi dan Sampel .............................................................................. 16

Metode Pengumpulan Data ................................................................... 16

Instrumen Penelitian .............................................................................. 17

Analisis Data.......................................................................................... 18

Konsep Operasional ............................................................................... 19

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................................... 21

Letak dan Keadaan Geografis ................................................................ 21

Penggunaan Lahan ................................................................................. 21

Keadaan Penduduk ................................................................................ 22

Keadaan Peternakan .............................................................................. 24

Page 13: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

xiii

KEADAAN UMUM RESPONDEN ......................................................... 26

Klasifikasi Responden Berdasarkan Umur ............................................ 26

Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 27

Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...................... 28

Klasifikasi Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga ................. 29

Jumlah Kepemilikan Ternak .................................................................. 30

Pengalaman Beternak ............................................................................ 30

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 32

Aspek Pengetahuan................................................................................ 32

Aspek Keterampilan .............................................................................. 34

Aspek Faktor Ekonomi .......................................................................... 36

Aspek Kepedulian Sosial ....................................................................... 37

Aspek Sistem Pemeliharaan .................................................................. 39

Aspek Penyuluhan ................................................................................. 41

Aspek Bantuan Pemerintah ................................................................... 43

Persentase Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat ............ 45

PENUTUP ................................................................................................... 51

Kesimpulan ............................................................................................ 51

Saran ...................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 52

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

Page 14: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

xiv

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

Tabel 1. Data Jumlah Sapi Potong di Kabupaten Soppeng ................................. 3

Tabel 2. Rumah Tangga Peternak di Kecamatan Marioriawa menurut

Desa/Kelurahan .................................................................................... 3

Tabel 3. Instrumen Penelitian/Kisi-Kisi Penelitian ............................................. 17

Tabel 4. Luas Lahan dan Tanah Kering menurut penggunaan ........................... 22

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 23

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ............................... 23

Tabel 7. Sarana Pendidikan ................................................................................. 24

Tabel 8. Jenis Ternak .......................................................................................... 25

Tabel 9.Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Umur ............................... 26

Tabel 10. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................ 27

Tabel 11. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................... 28

Tabel 12. Klasifikasi Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga ............... 29

Tabel 13. Klasifikasi Responden Berdasarkan Kepemilikan Ternak.................. 30

Tabel 14. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak................ 31

Tabel 15.Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Pengetahuan .......................................................... 32

Tabel 16.Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Keterampilan ......................................................... 34

Tabel 17.Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Ekonomi ................................................................ 36

Tabel 18.Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Kepedulian Sosial .................................................. 38

Tabel 19.Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Pemeliharaan ......................................................... 40

Tabel 20.Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Penyuluhan ............................................................ 42

Tabel 21.Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Bantuan Pemerintah .............................................. 44

Page 15: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

xv

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Teks

Tabel. 1. Grafik Persentase Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat

pada Peternak Sapi Potong di Desa Patampanua ............................... 26

Page 16: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

Teks

Lampiran 1. Daftar Kuesioner............................................................................. 57

Lampiran 2. Responden Menurut Keadaan Umum............................................. 60

Lampiran 3. Responden Menurut Tingkat Pengetahuan ..................................... 63

Lampiran 4. Responden Menurut Keterampilan ................................................. 65

Lampiran 5. Responden Menurut Faktor Ekonomi............................................. 67

Lampiran 6. Responden Menurut Kepedulian Sosial ......................................... 69

Lampiran 7. Responden Menurut Sistem Pemeliharaan ..................................... 71

Lampiran 8. Responden Menurut Intensitas Penyuluhan ................................... 73

Lampiran 9. Responden Menurut Bantuan Pemerintah ...................................... 75

Lampiran 10.Responden Mengadopsi dan Tidak Mengadopsi ........................... 77

Lampiran 11. Hasil Perhitungan Persentase Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk

Organik Padat di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa

Kabupaten Soppeng ...................................................................... 79

Lampiran 12.Tahapan Kegiatan Penelitian ......................................................... 82

Lampiran 13.Dokumentasi .................................................................................. 83

Page 17: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha peternakan sapi potong merupakan salah satu usaha peternakan

yang dapat diandalkan sebagai penyedia daging. Hal ini tentunya merupakan hal

yang sangat menguntungkan bagi peternak apabila bisa memanfaatkan peluang ini

dengan baik. Selain itu, pemenuhan protein hewani bisa meningkatkan kebutuhan

gizi masyarakat untuk meningkatkan kecerdasan. Dalam upaya meningkatkan

konsumsi protein hewani bagi masyarakat hal tersebut berarti berupaya

meningkatkan produksi ternak (Rianto, dan Purbowati, 2009).

Usaha sapi potong dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal

termasuk pengolahan limbahnya. Untuk meningkatkan produksi serta pendapatan

peternak upaya yang dilakukan yaitu dengan mengolah limbah kotoran ternak

(Adijaya, dan Yasa, 2012).

Limbah peternakan khususnya ternak sapi potong merupakan bahan

buangan dari usaha peternakan sapi yang selama ini menjadi salah satu sumber

masalah dalam kehidupan manusia, serta penyebab menurunnya mutu lingkungan

melalui pencemaran lingkungan dan menggangu kesehatan manusia. Padahal

limbah ini akan menjadi nilai tambah jika diolah dengan baik. Limbah peternakan

umumnya digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Untuk itu sudah

selayaknya perlu adanya usaha pengolahan limbah peternakan menjadi suatu

produk yang bisa dimanfaatkan manusia dan bersifat ramah lingkungan (Kartiwi,

2016).

Limbah peternakan yang dihasilkan menjadi hasil ikutan yang memiliki

nilai ekonomi tinggi dan setara dengan produk utamanya seperti daging. Satu ekor

Page 18: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

2

sapi setiap harinya menghasilkan kotoran berkisar 8 – 10 kg per hari atau 2,6 – 3,6

ton per tahun atau setara dengan 1,5-2 ton pupuk organik sehingga akan

mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan mempercepat proses perbaikan

lahan. Keadaan potensial ini yang perlu adanya penanganan limbah kotoran ternak

(Budiyanto, 2011)

Limbah peternakan dapat diolah dengan memanfaatkan teknologi yang ada

untuk menambah pendapatan keluarga, tetapi pada umumnya petani yang ada

dipedesaan hanya sebatas memelihara ternak untuk dijadikan sebagai sumber

pendapatan tambahan keluarga, namun dengan penjualan ternaknya saja. Peternak

belum mengoptimalkan bahwa ternak sapi yang dipelihara masih memiliki potensi

lain seperti feses dan urine yang dapat menghasilkan pupuk organik yang bernilai

ekonomis tinggi dengan mengadopsi teknologi yang ada (Baba, dan Risal, 2007).

Adopsi teknologi merupakan proses mental dan perubahan perilaku baik

berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan petani peternak sejak mengenal

sampai memutuskan untuk menerapkan. Peternak akan mengadopsi jika

dilingkungan terdapat teknologi dan bagi peternak teknologi tersebut dapat

memberikan keuntungan secara kongkret. Dilain pihak kebanyakan peternak

merasakan sebagai kebutuhan utama (Nugraha, dkk., 2015). Hal ini ditambahkan

Abdullah. dkk., (2015) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi

adalah karakteristik sosio-ekonomi peternak, faktor kelembagaan, dan

karakteristik teknologi, penggunaan sarana produksi, biaya atas teknologi, teknis

pelaksanaan teknologi produksi, risiko, jaringan komunikasi, dan agen

penyuluhan.

Page 19: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

3

Salah satu wilayah yang menjadi kawasan teknologi pengolahan limbah

maupun teknologi pengolahan pakan adalah Kecamatan Marioriawa. Kecamatan

ini memiliki jumlah ternak sapi potong terbanyak di Kabupaten Soppeng

dibandingkan dengan kecamatan lainnya, seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Jumlah Sapi Potong di Kabupaten Soppeng

No. Kecamatan Populasi (ekor)

1 Marioriawa 7288

2 Lalabata 5514

3 Marioriwawo 7121

4 Liliriaja 6225

5 Lilirilau 2222

6 Donri-Donri 9075

7 Gandra 2977

8 Citta 875

Sumber : Data Sekunder Dinas Peternakan Kabupaten Soppeng, 2015.

Kebijakan pembangunan sektor peternakan Kabupaten Soppeng merujuk

kepada peternak sapi potong. Dengan adanya kebijakan pemerintah yaitu

kewajiban masyarakat untuk menggunakan pupuk organik padat. Salah satu

tempat di Kecamatan Marioriawa yang banyak peternak sapi potong, seperti pada

Tabel 2.

Tabel 2. Rumah Tangga Peternak di Kecamatan Marioriawa menurut

Desa/Kelurahan

No. Desa/Kelurahan Jumlah (orang)

1 Patampanua 78

2 Panincong 56

3 Tellulimpoe 36

4 Attang Salo 13

5 Kaca 16

6 Limpomajang 12

7 Batu-Batu -

8 Manorang Salo 18

9 Laringgi 21

10 Bulue 33

Sumber : Data Sekunder Balai Penyuluhan Pertanian Kec.Marioriawa Kab.

Soppeng, 2017.

Page 20: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

4

Pada Tabel 2. Dapat dilihat bahwa Desa Patampanua mempunyai jumlah

peternak rumah tangga yang cukup banyak yaitu 78 peternak diantara

Desa/Kelurahan yang ada di Kecamatan Marioriawa. Di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa berdasarkan hasil pengambilan data terdapat beberapa

peternak sapi potong telah mengadopsi teknologi pupuk organik padat sebanyak

20 peternak dan beberapa peternak lainnya belum mengadopsi sebanyak 58

peternak. Seluruh peternak di Desa Patampanua telah mengetahui bahwa sudah

adanya kebijakan pemerintah bahwa diwajibkan peternak mengolah dan

memanfaatkan limbah kotoran ternak yang ada, namun masih banyak peternak

yang belum mengadopsi teknologi pupuk organik padat. Sehingga diharapkan

timbulnya kesadaran seluruh peternak untuk mengadopsi secara optimal pupuk

organik padat. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga peneliti melakukan

penelitian mengenai ”Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat

pada Peternak Sapi Potong di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa

Kabupaten Soppeng”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran pada latar belakang, maka masalah penelitian ini

yaitu hambatan apa yang dihadapi peternak sapi potong dalam adopsi teknologi

pupuk organik padat di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten

Soppeng ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hambatan peternak sapi

potong dalam adopsi teknologi pupuk organik padat di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng.

Page 21: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

5

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber informasi bagi penyuluh peternakan dalam program

peningkatan ternak sapi potong khususnya pengolahan sisa hasil kotoran

ternak di Kabupaten Soppeng.

2. Sebagai bahan informasi bagi para peternak sapi potong yang belum

mengetahui dan menerapkan pupuk organik padat di Kecamatan Marioriawa

Kabupaten Soppeng.

3. Sebagai bahan informasi atau sumbangan pemikiran bagi mahasiswa yang

melakukan penelitian yang sejenis atau bagi pihak yang membutuhkan

Page 22: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

6

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Sapi Potong

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga

kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%)

kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi

berasal dari family Bovidae, seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus),

kerbau afrika (Syncherus), dan anoa. Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar

400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari asia tengah, kemudian menyebar ke

eropa, afrika dan seluruh wilayah asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi ongole

dari India dimasukkan ke pulau sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan

tempat pembiakan sapi Ongole murni (Sugeng dan Bambang, 2003).

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun

ciri-ciri sapi pedaging adalah seperti berikut: tubuh besar, berbentuk persegi

empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan, laju

pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi (Santoso,

2001).

Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok

ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini

berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Sapi potong

telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja

untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola

usaha ternak sapi potong sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan

Page 23: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

7

bibit atau penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman

pangan maupun tanaman perkebunan (Suryana, 2009).

Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia.

Namun produksi daging dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena

populasi dan tingkat produktivitas ternak yang rendah. Rendahnya populasi sapi

potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak

berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa, 2005).

Usaha peternakan sapi potong dapat dikatakan berhasil apabila usaha

tersebut memberikan kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup

peternak sehari-hari. Petani peternak di daerah biasanya merupakan petani

peternak tradisional dengan kepemilikan ternak dua hingga tiga ekor dan

menjadikan usaha ternak sapi potong sebagai usaha sampingan. Pengelolaan dan

pemeliharaan sapi potong adalah salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan

rumahtangga (Abidin, 2002).

Tinjauan Umum Pupuk Organik Padat

Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik. Kompos adalah

bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan

karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk ) yang bekerja

di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami,

sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran ternak, dan urine (Setiawan, dan Iwan, 2004).

Pupuk Organik yaitu pupuk yang berasal dari sisa tanaman, hewan atau

manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentuk cair

maupun padatan yang antara lain dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah,

dapat meningkatkan daya menahan air, kimia tanah, biologi tanah dengan kriteria

Page 24: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

8

sebagai berikut : untuk pupuk padatan mengandung bahan organik minimal 25%.

Untuk pupuk cair mengandung senyawa organik minimal 10%. Pupuk padat

mempunyai rasio C:N maksimal 15 (Firmansyah, 2011).

Pupuk organik padat merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa

tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau

pelapukan. Selama ini sisa tanaman dan kotoran hewan tersebut belum

sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan. Kompos yang baik

adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang

sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah

dan sesuai suhu ruang. Proses pembuatan dan pemanfaatan kompos dirasa masih

perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan secara lebih efektif, menambah

pendapatan peternak dan mengatasi pencemaran lingkungan (Departemen

Pertanian, 2007).

Kegunaan dari Pupuk Organik Padat (POP) yaitu dapat meningkatkan

pendapatan petani, mengurangi semua bentuk pencemaran yang dihasilkan dari

berbagai kegiatan pertanian, menghasilkan bahan pangan yang cukup aman,

bergizi, sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus daya saing

produksi agribisnis, menciptakan lingkungan yang sehat dan aman bagi petani,

meningkatkan dan menjaga produktifitas lahan pertanian dalam jangka waktu

panjang serta melestarikan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan,

menciptakan lapangan kerja serta inovasi baru dalam memelihara keharmonisan

tata sosial dipedesaan, menghasilkan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi dalam

jumlah yang cukup, melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur

alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada, mendorong dan

Page 25: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

9

meningkatkan daur ulang dalam sistem usahatani dengan mengaktifkan kehidupan

jasad renik, flora, dan fauna, memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah

secara berkelanjutan, serta membatasi terjadinya pencemaran lingkungan oleh

kegiatan pertanian (Roidah, 2013).

Inovasi pupuk organik padat dimaksudkan agar dapat mengurangi

penggunaaan pupuk anorganik yang harganya terus naik dan kadang-kadang

langka dipasaran, serta mengurangi efek negatif penggunaan pupuk buatan yang

menyebabkan tanah menjadi keras. Pupuk organik padat dapat menjadikan tekstur

tanah gembur. Selain itu, melalui pemanfaatan pupuk organik padat diharapkan

para peternak dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat karena limbah

peternakan jika tidak diolah dapat menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara

(Nurlina, dkk., 2011).

Pengolahan Limbah Ternak Menjadi Pupuk Organik Padat

Peternakan dapat menghasilkan daging telur dan susu . Namun limbah

peternakan dalam bentuk kotoran ternak dapat merupakan sumber polusi bagi

lingkungan, terutama yang berkaitan dengan siklus unsur pospor (posfat) dan

nitrogen (amonia) yang dapat mencemari udara, tanah dan air. Oleh karena itu,

penanaman kotoran ternak harus dilakukan dengan memperhatikan dampak

terhadap lingkungan . Kotoran ternak , dilain pihak, merupakan potensi yang

besar untuk dijadikan pupuk organik melalui proses pengomposan yang benar

(Bahar, dan Haryanto, 2000).

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam perencanaan usaha

peternakan khususnya ternak sapi adalah lingkungan hidup utamanya dalam hal

pengelolaan limbah. Limbah kandang terutama fases dan urine merupakan

Page 26: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

10

masalah yang paling penting karena merupakan sumber pencemaran lingkungan

yang paling dominan diareal peternakan sapi. Dalam upaya sanitasi kandang,

sistem pembangunan kandang ternak memerlukan konstruksi khusus supaya

kotoran ternak tersebut dapat dikelola dengan baik dan dapat dimanfaatkan dalam

bentuk pupuk organik agar tercipta lingkungan yang sehat (Setiawan, dan Iwan,

2004).

Pengolahan limbah menjadi pupuk organik adalah aman bagi produk dan

lahan pertanian; pupuk organik dapat dibuat sendiri oleh masyarakarat luas

dengan bahan baku yang cukup sederhana dan mudah dijumpai ; proses

pembuatannya yang tidak terlalu rumit. Dengan pupuk organik, petani dapat

menekan biaya pembelian pupuk kimia hingga 60 persen lebih, selain itu produksi

tanaman juga meningkat. Beberapa hal yang penting pada pembuatan pupuk

organik adalah ketekunan, kesabaran, dan daya motivasi. Pupuk organik padat

(konvensional) yang biasa dipakai petani adalah pupuk organik dari kompos atau

pupuk kandang yang terdekomposisi secara alami berbentuk serbuk kasar atau

gumpalan. Pupuk organik padat tersebut masih tercampur dengan bahan-bahan

lain seperti sekam, jerami, serbuk gergaji, dan lain-lain dengan bau yang masih

menyengat dan dalam kondisi relatif basah. Bentuk pupuk organik padat saat ini

semakin beragam disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. (Yuliani dan

Nugraheni, 2008).

Pemanfaatan limbah kotoran sapi yang dikelolah menjadi pupuk organik

pada aspek ekonomi tentu sangat bermanfaat bagi penambahan pendapatan petani

ternak sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan ekonominya sehingga

harapan terbesar dari proses ini adalah petani ternak sejahtera dan mandiri secara

Page 27: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

11

ekonomi. Di Kelompok Tani Ternak Mandiri Jaya Desa Moropelang Kecamatan

Babat Kabupaten Lamongan usaha pemanfaatn limbah kotoran sapi menjadi

pupuk organik sangat potensial baik pendapatan maupun pasarnya. Hal itu di

sebabkan bahan baku yang tersedia (teletong) tidak beli dan proses pembuatannya

tidak membutuhkan bahan yang mahal sehingga menekan biaya produksi,

sementara pangsa pasar potensial dikarenakan sebagian basar petani mulai beralih

menggunakan pupuk organik karena selain lebih murah juga muda di dapatkan

dari pada pupuk kimia harga mahal sulit didapat (Huda, dan Wikanta, 2016).

Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat

Adopsi dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku mengenai

pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycomotoric)

pada diri seseorang setelah menerima inovasi. Penerimaan dalam hal ini memiliki

makna tidak hanya tahu, tetapi sampai sungguh-sungguh dapat melaksanakan atau

menerapkan dengan benar, serta menghayati dalam kehidupan usaha taninya

(Mardikanto, 1993).

Suatu inovasi teknologi diadopsi akan menyebar ke petani lain atau calon

adopter apabila teknologi tersebut dapat memberikan dampak positif yaitu

keuntungan bagi penggunanya. Ada tiga hal yang diperlukan bagi calon adopter

dalam kaitannya dengan proses adopsi inovasi yaitu: 1) adanya pihak lain yang

telah mengadopsi; 2) adanya proses adopsi yang berjalan sistematis, sehingga

dapat diikuti oleh calon adopter; dan 3) adanya hasil adopsi yang menguntungkan

(Soekartawi, 2005). Proses adopsi melalui beberapa tahapan yaitu kesadaran

(awareness), perhatian (interest), penaksiran (evaluation), percobaan (trial), adopsi

(adoption), konfirmasi (confirmation) (Mundy, 2000). Beberapa aspek yang

Page 28: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

12

memberikan andil terhadap akselerasi adopsi diindikasikan oleh Hendayana

(2011) adalah faktor kesenjangan antara teknologi yang diintroduksikan dengan

teknologi yang dibutuhkan petani dan tidak efektifnya cara penyebaran informasi

teknologi (infotek), serta kurangnya pelibatan penyuluh di lapangan. Rogers

(1983) mengemukakan kecepatan adopsi dan difusi inovasi teknologi terkait

dengan persepsi petani terhadap sifat-sifat inovasi itu sendiri.

Adopsi merupakan proses yang terjadi sejak seseorang pertama kali

mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima,

menerapkan, menggunakan). Pada awalnya, petani sasaran mengetahui suatu

inovasi, yang dapat berupa sesuatu yang benar- benar baru atau yang sudah lama

ditemukan namun masih dianggap baru oleh petani sasaran. Petani sasaran

tersebut menerapkan suatu inovasi, maka petani tersebut meninggalkan cara-cara

lama. Keputusan untuk menerima inovasi ini merupakan proses mental, yang

terjadi sejak petani sasaran tersebut mengetahui adanya suatu inovasi sampai

untuk menerima atau menolaknya dan kemudian mengukuhkannya (Ibrahim, dkk.

2003).

Diketahui bahwa adopsi merupakan proses dimana seseorang mulai

mencoba sampai menggunakan suatu teknologi baru atau metode baru, yang

dianggap dapat membantu dalam melaksanakan pekerjaan. Petani atau peternak

jika mengetahui adanya teknologi baru tidak langsung menggunakannya. Banyak

faktor yang dapat mempengaruhi, sehingga mereka belum menggunakan

teknologi tersebut. Peternak tidak langsung menggunakannya, namun mereka

perlu mengetahui keuntungan yang diperoleh setelah menggunakan teknologi

tersebut (Yusriadi, 2011).

Page 29: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

13

Menurut Rogers (2003) menyatakan bahwa semakin banyak orang yang

terlibat dalam proses pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo

adopsinya. Oleh karena itu, salah satu jalan untuk mempercepat pengadopsian

suatu teknologi adalah memilih unit pembuat keputusan yang lebih sedikit

melibatkan orang.

Amrawaty, dkk., (2014) pada hasil penelitian menyatakan bahwa

penerimaan inovasi biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak

langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan: sikap,

pengetahuan, dan atau keterampilannya. Perubahan pengetahuan, sikap dan

keterampilan peternak dalam merespon teknologi pengolahan limbah ternak sapi

dengan hasil penelitian yang terjadi yaitu pengetahuan peternak dalam wilayah

binaan dalam pengolahan limbah ternak mengalami peningkatan dari 5 % menjadi

20 – 40 %, sehingga ada peningkatan sekitar 15 – 35 % pada beberapa komponen

teknologi pengolahan limbah ternak sapi. Sementara untuk peternak di wilayah

non binaan tidak mengalami perubahan pengetahuan dan sikap berkisar antara 1,6

% - 5 %, pada aspek keterampilan tidak mengalami perubahan karena belum

pernah memiliki pengalaman melihat contoh nyata ataupun mengalami sendiri.

Faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi sekitar 69,90% dipengaruhi

oleh sikap petani/peternak, motivasi petani/ peternak, intensitas/ keaktifan

mengikuti penyuluhan, pengalaman usahatani/usaha ternak, peran ketua kelompok

tani, ketersedian input, sifat teknologi, dan ketersediaan modal usahatani/usaha

ternak. Namun demikian sikap petani/peternak, intensitas/keaktifan mengikuti

penyuluhan, pengalaman usahatani/usaha ternak, peran ketua kelompok tani,

ketersedian input, sifat teknologi, dan keter-sediaan modal usahatani/usaha ternak

Page 30: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

14

tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi. Sebaliknya motivasi petani

berpangaruh nyata terhadap tingpat adopsi, dengan nilai koefisien regresi sebesar

0,49, yang berarti makin tinggi motivasi petani makin tinggi tingkat adopsinya

(Hutahaean, dan Sulistyawati, 2002).

Penerapan teknologi di lapangan sangat ditentukan oleh pengetahuan dan

keterampilan peternak. Kebiasaan peternak dalam tata laksana atau manajemen

pemeliharaan sapi Bali yang dilakukan secara turun-temurun menyebabkan

lambatnya penyerapan teknologi baru yang dianjurkan. Beda halnya dengan

penggunaan pupuk organik padat (kompos) oleh petani dalam sistem integrasi

ternak sapi-tanaman. Penggunaan pupuk organik padat (kompos) oleh petani

cenderung mempengaruhi keputusan mereka untuk mengadopsi sistem integrasi

ternak sapi tanaman. Hal ini karena petani menyadari pentingnya pupuk kompos

dalam memperbaiki struktur tanah sehingga hasil padi meningkat. Penyuluhan

pertanian akan selalu mengutamakan teknologi baru yang tepat guna, dan

teknologi baru ini dikembangkan kepada para petani sesuai dengan kebutuhan

para petani, guna meningkatkan produktivitas usahataninya (Sanjaya, 2013).

Page 31: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

15

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat

pada Peternak Sapi Potong dilaksanakan pada bulan Desember 2017 sampai

dengan Januari 2018. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Patampanua Kecamatan

Marioriawa Kabupaten Soppeng.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif

deskriptif, yaitu jenis penelitian yang menjelaskan atau menggambarkan suatu

fenomena penelitian sebagaimana adanya atau membahas suatu variabel tanpa

melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Hal ini

dikarenakan peneliti ingin menggali informasi yang terjadi di masyarakat.

Penelitian ini menggunakan metode survey. Metode survey digunakan untuk

mengetahui hambatan yang dialami peternak sapi potong dalam adopsi teknologi

pupuk organik padat.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Data Kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan

gambar. Hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat pada peternak sapi

potong berupa pengetahuan, keterampilan, faktor ekonomi, penyuluhan,

kepedulian sosial, sistem pemeliharaan, serta bantuan pemerintah.

Page 32: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

16

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder.

1. Data primer adalah data yang bersumber dari wawancara langsung dengan para

peternak yang mengadopsi teknologi pupuk organik padat dengan

menggunakan kuesioner seperti data identitas responden, dan tanggapan

responden terhadap variabel penelitian.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait

seperti data monografi desa di kantor Desa Patampanua dan data populasi

ternak serta jumlah rumah tangga peternak di Balai Penyuluh Pertanian

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan peternak sapi potong di

Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Jumlah populasi

dalam penelitian ini yaitu 78 peternak sapi potong dan semua populasi diambil

sebagai sampel penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan

langsung terhadap lokasi penelitian dan aktivitas peternak sapi potong.

2. Wawancara yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui interview

langsung dengan peternak sapi potong dengan menggunakan alat bantu berupa

daftar pertanyaan (kuesioner) yang disusun sesuai kebutuhan.

Page 33: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

17

Instrumen Penelitian

Adapun instrumen hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat pada

peternak sapi potong di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten

Soppeng dapat ditunjukkan pada instrumen/kisi-kisi penelitian pada Tabel 3.

Tabel 3. Instrumen Penelitian/Kisi-Kisi Penelitian

Variabel Sub Variabel Indikator Pengukuran

Hambatan Adopsi

Teknologi Pupuk

Organik Padat Pengetahuan

a. Pengertian pupuk organik

padat

b. Jenis dan Bahan dalam

pembuatan pupuk organik

padat

c. Pengolahan limbah ternak

Keterampilan

a. Penerapan teknologi pupuk

organik padat

b. Pemanfaatan teknologi

pupuk organik padat

c. Pengolahan teknologi

pupuk organik padat yang

sesuai

Faktor Ekonomi

a. Biaya yang digunakan

peternak dalam

mengadopsi teknologi

pupuk organik padat

b. Keuntungan yang

diperoleh dalam

mengadopsi kompos

Penyuluhan

Intensitas peternak

mendapatkan penyuluhan

tentang pupuk organik

padat

Kepeduliaan Sosial

a. Dukungan yang diperoleh

peternak dari dalam diri

dan lingkungan untuk

mengadopsi teknologi

kompos

b. Kepedulian sosial terhadap

lingkungan sekitar

Sistem pemeliharaan

Sistem pemeliharaan yang

dilakukan peternak dalam

memelihara ternak sapi

potong

Bantuan Pemerintah

Bantuan dan dukungan

pemerintah dalam adposi

teknologi pupuk organik.

Page 34: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

18

Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistik deskriptif.

Dengan menggunakan model pengelompokan, penyederhanaan, serta penyajian

seperti tabel distribusi frekuensi dan pengukuran dengan menggunakan skala

likert.

Menurut Riduwan (2007) skala likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala

sosial. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur

dijabarkan menjadi indikator-indikator yang dapat diukur, dapat berupa menjadi

pernyataan atau pertanyaan yang selanjutnya dikategorikan ke dalam skor.

Pada penelitian ini bobot penilaian terhadap variabel menggunakan 3

tingkat (likert) yaitu :

1. Skor 3 : Setuju

2. Skor 2 : Kurang Setuju

3. Skor 1 : Tidak Setuju

Untuk mengukur hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat pada

peternak sapi potong digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

• Nilai indeks minimum adalah skor minimum dikali jumlah responden.

• Nilai indeks maksimum adalah skor tertinggi dikali jumlah responden.

Dari pengukuran satu pernyataan tersebut peneliti gunakan untuk

mengukur dari tiap indikator pada masing-masing variabel. Maka persentase

hambatan dapat diukur sebagai berikut :

Bobot Tertinggi = Skor tertinggi x jumlah responden

(3) (78)

= 234

Page 35: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

19

Bobot Terendah = Skor terendah x jumlah responden

(1) (78)

= 78

Persentase Hambatan (%) = Rata−Rata Bobot

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 x 100%

Konsep Operasional

a. Peternak sapi potong adalah orang yang berusaha ternak sapi potong di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng.

b. Pupuk Organik Padat adalah pengolahan sisa hasil limbah peternakan sapi yang

bertujuan sebagai pupuk organik bagi tanaman, memperbaiki struktur tanah,

serta dapat menambah pendapatan keluarga.

c. Adopsi adalah peternak sapi potong yang menerapkan teknologi pupuk organik

padat

d. Pengetahuan yaitu pengembangan pengetahuan peternak dalam teknologi

pemanfaatan dan pengolahan.

e. Keterampilan yaitu penerapan, pengolahan, serta pemanfaatan teknologi

peternak dalam mengadopsi pupuk organik padat

f. Faktor ekonomi yaitu tanggapan peternak tentang keuntungan yang diperoleh

dalam adopsi teknologi pupuk organik padat

g. Penyuluhan yaitu intensitas peternak mendapatkan penyuluhan mengenai pupuk

organik padat.

h. Kepedulian sosial yaitu perilaku peternak terhadap lingkungan sekitarnya.

i. Sistem pemelihaaan yaitu cara peternak dalam memelihara ternak sapi potong

serta pengumpulan limbah kotoran ternak.

j. Bantuan Pemerintah yaitu dukungan pemerintah terhadap pengolahan pupuk

organik padat.

Page 36: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

20

k. Hambatan Peternak merupakan tanggapan langsung dari peternak dalam adopsi

teknologi pupuk organik padat. Untuk membatasi jawaban dari responden

maka diberi batasan cakupan penelitian.

Untuk mengukurnya digunakan skala likert (1-3):

• Skor 1 (tidak setuju): Jika peternak memberi tanggapan tidak setuju terhadap

pernyataan yang disampaikan.

• Skor 2 (kurang setuju): Jika peternak memberi tanggapan Kurang

Setuju/kurang setuju terhadap pernyataan yang disampaikan.

• Skor 3 (setuju): Jika peternak memberi tanggapan setuju terhadap pernyataan

yang disampaikan.

Page 37: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

21

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Geografis

Secara administratif, Desa Patampanua merupakan salah satu desa dari

sepuluh 10 Desa yang ada di Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Jarak

Desa Patampanua dari ibukota kecamatan 7 km. Luas wilayah 34 Km2. Desa

Patampanua memiliki batas-batas wilayahnya yaitu :

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tellulimpoe

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bulue

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tottong/Kessing

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lalabata Riaja

Desa Patampanua terdiri atas empat dusun yakni Dusun Kawarang, Dusun

Medde, Dusun Alompang dan Dusun Tampaning. Secara umum keadaan

topografi Desa Patampanua adalah daerah perbukitan. Desa ini berada pada

wilayah dengan topografi yang tinggi. Berdasarkan daerah topografi Desa

Patampanua sangat cocok untuk tanah persawahan, peternakan, dan perkebuan

oleh karena itu Desa Patampanua sangat berpotensi sebagai penghasil padi dan

kakao. Juga diperkaya dengan hutan tanaman rakyat dengan berbagai komoditi

tanaman kayu dari hasil hutan seperti kemiri dan lebah hutan. Adapun iklim Desa

Patampanua sebagaimana kelurahan lain di wilayah Indonesia yaitu beriklim

tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan.

Penggunaan Lahan

Dilihat dari kondisi objektif penggunaan lahan yang meliputi topografi

daerah dan kondisi fisik lainnya, penggunaan lahan di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng secara garis besar dapat dibedakan

Page 38: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

22

atas persawahan, perkebunan, pemukiman, dan lainnya. Adapun penggunaan

lahan di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng

berdasarkan peruntukannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Lahan dan Tanah Kering menurut penggunaannya di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng.

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Persawahan 700,00 13,3

2 Perkebunan 501,00 9,5

3 Pemukiman 969,00 18,4

4 Lainnya 3.093,00 58,8

Jumlah 5.263,00 100%

Sumber : Data Sekunder Desa Patampanua, 2018.

Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa penggunaan lahan di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng persawahan 13,3%,

perkebunan 9,5%, pemukiman 18,4%, dan lainnya 58,8%. Lahan tersebut

digunakan oleh masyarakat setempat sebagai pemukiman.

Keadaan Penduduk

Penduduk di Desa Patampanua pada tahun 2017 terdiri atas 517 KK

dengan 2161 jiwa, dengan penduduk laki-laki sebanyak 1055 jiwa, sedangkan

sisanya sebanyak 1106 perempuan. Jumlah penduduk tersebut merupakan salah

satu faktor pendukung dalam pengembangan subsektor peternakan sebagai

sumber tenaga kerja.Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk berdasarkan jenis

kelamin dapat dilihat padat Tabel 5.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Patampanua,

Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 39: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

23

Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng.

No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 1055 49

2 Perempuan 1106 51

Jumlah 2161 100%

Sumber : Data Sekunder Desa Patampanua, 2018.

Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa penduduk di Desa Patampanua

memiliki jumlah yang hampir sama, laki-laki 1.055 dan perempuan 1.106 karena

banyak laki-laki yang mencari kerja di luar atau merantau ke daerah lain untuk

mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu banyaknya

angka penduduk yang berjenis kelamin perempuan karena tingkat kelahiran anak

perempuan di Desa Patampanua lebih banyak dibandingkan dengan anak laki-laki

sehingga kurangnya tenaga kerja laki-laki, menyebabkan perempuan di Desa

Patampanua dapat bekerja seperti pria.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Patampanua,

Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng.

No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Petani Peternak 78 29,9

2 Pedagang 11 4,2

3 Wiraswasta 74 28,3

4 PNS 14 5,4

5 Tukang Kayu 17 6,5

6 Tukang Batu 7 2,7

7 Sopir 10 3,8

8 Penjahit 50 19,2

Jumlah 261 100%

Sumber : Data Sekunder Desa Patampanua, 2018.

Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa jumlah penduduk berdasarkan mata

pencaharian di Desa Patampanua sebagian besar petani peternak yaitu sekitar

Page 40: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

24

29,9%. Hal ini dikarenakan Desa Patampanua berapa pada dataran tinggi sehingga

sangat cocok untuk pertanian. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar

pekerjaan pokok masyarakat bekerja sebagai petani seperti persawahan,

perkebunan dan peternakan terutama ternak sapi potong.

Sarana Pendidikan

Untuk memperlancar kegiatan proses pendidikan dan untuk menghasilkan

sumber daya manusia yang berkualitas maka faktor pendidikan perlu mendapat

perhatian bagi pemerintah. Ketersediaan sarana pendidikan bagi masyarakat Desa

Patampanua dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sarana Pendidikan di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa

Kabupaten Soppeng.

No. Sarana Pendidikan Jumlah (Unit)

1 Taman Kanak-kanak 1

2 Sekolah Dasar 3

Jumlah 4

Sumber : Data Sekunder Desa Patampanua, 2017.

Berdasarkan Tabel 7. diketahui bahwa jumlah sarana pendidikan di Desa

Patampanua yang paling banyak adalah sekolah dasar (SD) yaitu 3 unit. Sarana

pendidikan penduduk di wilayah Desa Patampanua masih sangat kurang. Hal ini

disebabkan karena jumlah sekolah masih sangat kurang, misalnya SLTP dan

SLTA hanya terdapat di Ibukota kecamatan yang berjarak 7 km. Selain itu

kesibukan dalam berladang dan bertani menyebabkan kurangnya perhatian pada

peningkatan pendidikan, sedangkan kendala lainnya adalah faktor ekonomi.

Sub Sektor Peternakan

Desa Patampanua merupakan wilayah di Kabupaten Soppeng dengan

potensi sub sektor peternakan yang cukup besar. Potensi sub sektor peternakan

Desa Patampanua meliputi jenis ternak besar dan kecil dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 41: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

25

Tabel 8. Jenis Ternak di Desa Patampanua, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten

Soppeng

No. Jenis Ternak Jumlah (Ekor) Persentase (%)

1 Sapi 318 5,4

2 Kuda 7 0,1

3 Kambing 154 2,6

4 Ayam Buras 4626 80,0

5 Itik 167 2,9

6 Entok 579 9,0

Jumlah 5851 100%

Sumber : BPP Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng, 2017.

Berdasarkan Tabel 8 untuk jenis ternak khususnya di Desa Patampanua

sapi sebanyak 318 ekor, kuda 7 ekor, kambing 154 ekor, ayam buras 4626 ekor

dan merupakan jumlah ternak terbanyak, itik 167 ekor, dan entok 579 ekor.

Page 42: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

26

GAMBARAN UMUM RESPONDEN

Umur

Umur merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kemampuan

fisik seseorang. Orang yang memiliki umur yang lebih tua fisiknya lebih lemah

dibandingkan dengan orang yang berumur lebih muda. Umur seorang peternak

dapat berpengaruh pada produktifitas kerja mereka dalam kegiatan usaha

peternakan. Umur juga erat kaitannya dengan pola fikir peternak dalam

menentukan sistem manajemen yang akan di terapkan dalam kegiatan usaha

peternakan. Klasifikasi responden berdasarkan tingkat umur di Desa Patampanua

dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Klasifikasi Responden berdasarkan Tingkat Umur di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 15-64 70 89,7

2 ≥65 8 10,3

Jumlah 78 100

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Pada tabel 9 menunjukkan responden di Desa Patampanua Kecamatan

Marioriawa Kabupaten Soppeng berumur 15-64 sebanyak 70 peternak dengan

persentase 89,7% dan 8 peternak yang berusia >65 dengan persentase 10,3%.

Umur produktif dimulai dari umur 15 sampai dengan 60 tahun. Kondisi tersebut

mendukung usaha peternakan yang dijalankan karena membutuhkan kemampuan

fisik yang baik sehingga dapat maksimal dalam mengembangkan usaha

peternakannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumiati (2011) bahwa kemampuan

kerja seseorang peternak sangat dipengaruhi oleh tingkat umur. Semakin produktif

umur peternak maka semakin mempunyai semangat ingin tahu hal-hal baru yang

belum diketahui. Selain itu usia juga mempengaruhi kondisi fisik dan motivasi

Page 43: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

27

peternak. Hal ini sesuai hasil penelitian Kasim dan Sirajuddin (2008), bahwa

umur non produktif berada pada rentan umur 0 – 14 tahun , umur produktif 15 –

64 tahun dan berumur lanjut 65 tahun keatas. Semakin tinggi umur seseorang

maka ia lebih cenderung untuk berpikir lebih matang dan bertindak lebih

bijaksana. Secara fisik akan mempengaruhi produktifitas usaha ternak, dimana

semakin tinggi umur peternak maka kemampuan kerjanya relatif menurun.

Ditambahkan pendapat Eddy, et al (2012) bahwa meningkatnya umur cenderung

meningkat pengetahuan, pengalaman dan keterampilan peternak.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin seseorang merupakan kondisi alamiah dan kodrat dari

pencipta. Perbedaan jenis kelamin dengan ciri masing-masing menjadi gambaran

tingkat kesulitan dari pekerjaan yang digeluti oleh seseorang. Adanya perbedaan

kekuatan fisik yang dimiliki antara laki-laki dan perempuan biasanya memberikan

dampak perbedaan pada hasil kerja mereka. Klasifikasi responden berdasarkan

jenis kelamin yang terdapat di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa

Kabupaten Soppeng dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Klasifikasi Responden berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng

No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Perempuan 10 7,8

2 Laki-Laki 68 92,2

Jumlah 78 100

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Pada Tabel 10, menunjuknkan jumlah responden di Di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng berdasarkan jenis kelamin, laki-laki

berjumlah 92,2% dan perempuan berjumlah 7,8%. Hal ini dikarenakan dalam

usaha peternakan sapi potong membutuhkan tenaga yang lebih besar dan tidak

Page 44: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

28

menutup kemungkinan bagi kaum perempuan untuk mampu melakukannya.

Sementara itu perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin sehingga

menyebabkan perempuan memiliki tanggung jawab untuk mengerjakan seluruh

pekerjaan domestik/reproduktif dibandingkan laki-laki yang lebih dominan pada

peran produktif (Nadhira, dan Sumarti, 2017).

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang merupakan suatu indikator yang

mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu jenis

pekerjaan atau tanggung jawab. Dengan latar belakang pendidikan seseorang

dianggap mampu melaksanakan suatu pekerjaan tertentu atau tanggung jawab

yang diberikan kepadanya. Tingkat pendidikan yang memadai tentunya akan

berdampak pada kemampuan manajemen usaha peternakan yang digeluti.

Klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Klasifikasi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Tidak Sekolah 5 6,4

2 SD 40 51,3

3 SMP/Sederajat 17 21,8

4 SMA/Sederajat 15 19,2

5 Perguruan Tinggi 1 1,3

Jumlah 78 100

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng tergolong masih rendah.

Hal ini dibuktikan dengan responden yang tidak bersekolah 6,4% dan SD sebesar

51,3% dan SMP 21,8 %. Selebihnya pada tingkat pendidikan tinggi yakni SMA

sebesar 19,2 %, serta S1 sebesar 1,3%. Sebagian besar peternak berpendidikan

rendah, mereka masih menganggap bahwa usaha peternakan mereka tidak perlu

Page 45: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

29

adanya pendidikan sehingga akan lebih mudah dalam menerima suatu teknologi.

Hal ini sesuai pendapat Soekartawi (1996) bahwa tingkat pendidikan peternak

cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan inovasi dan

teknologi baru.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Siagian (2008) menyatakan bahwa jumlah tanggungan adalah seluruh

jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan seseorang. Adapun klasifikasi

responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. Pengelompokkan responden

berdasarkan jumlah tanggungan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Klasifikasi Responden berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga di

Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng

No Tanggungan Keluarga (Orang) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 1 7 8,9

2 2-5 58 74,4

3 6-10 13 16,7

Jumlah 78 100

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga dari

responden di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng

jumlah tanggungan keluarga terbanyak yaitu 2-5 orang berjumlah 74,4%. Jumlah

tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peternak

dalam mengambil keputusan untuk mengadopsi suatu teknologi. Hal ini sesuai

dengan pendapat Azizi dan Nasution (2008) bahwa beberapa hal yang mempunyai

pengaruh terhadap teknologi, yaitu jumlah tanggungan keluarga, dengan adanya

pengaruh teknologi yang didesiminasikan diharapkan mampu meningkatkan

pendapatan petani.

Page 46: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

30

Jumlah Kepemilikan Ternak

Jumlah kepemilikan ternak sapi potong pada tiap responden berbeda-beda

tergantung dari skala usahanya itu sendiri. Adapun klasifikasi responden

berdasarkan kepemilikan ternak sapi potong di Desa Patampanua Kecamatan

Marioriawa Kabupaten Soppeng dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Klasifikasi Responden berdasarkan Jumlah Kepemilikan Ternak di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng

No Kepemilikan Ternak (Ekor) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 1-8 71 91

2 9-16 6 7,7

3 16-24 1 1,3

Jumlah 78 100

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa responden yang paling banyak

memiliki jumlah ternak sapi potong adalah responden yang memiliki ternak sapi

potong dengan skala 1-8 yaitu 71 orang atau sebesar 91%. Hal tersebut merupakan

jumlah kepemilikan ternak yang masih kurang sehingga sebagian besar responden

belum melakukan pengolahan limbah kotoran ternak. Hal ini sesuai pendapat

Rasali, dkk (2013) bahwa lebih dari 90% peternakan rakyat yang memiliki ciri

seperti skala usaha relatif kecil, berkisar antara 1-8 ekor merupakan usaha rumah

tangga dan pemeliharaan bersifat tradisional sehingga belum melakukan

pengolahan limbah yang dihasilkan dari ternak mereka.

Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan

keterampilan peternak dalam pengelolaan usaha ternaknya. Pengalaman beternak

merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh peternak dalam meningkatkan

produktifitas dan kemampuan kerjanya dalam usaha peternakan (Gusmaniar,

Page 47: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

31

2013). Adapun klasifikasi responden berdasarkan pengalaman beternak dapat

dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Klasifikasi Responden berdasarkan Pengalaman Beternak di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng

No Pengalaman Beternak (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 1-10 57 73,1

2 11-33 21 26,9

3 34-50 0 0

Jumlah 78 100

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Pada Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 73,1 % responden yang

memiliki pengalaman beternak yang cukup lama yakni 1-10 tahun, sedangkan

sebanyak 26,9% responden yang memiliki pengalaman beternak selama 11-33

tahun. Peternak yang memiliki pengalaman beternak cukup lama umumnya

memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan peternak yang baru saja

menekuni usaha peternakan. Pengalaman beternak/bertani menjadi salah satu

ukuran kemampuan seseorang dalam mengelola suatu usaha peternakan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hendrayani (2009) bahwa pengalaman beternak

merupakan modal penting untuk berhasilnya suatu kegiatan usaha tani ternak.

Berbedanya tingkat pengalaman masing-masing petani maka akan berbeda pula

pola pikir mereka dalam menerapkan inovasi pada kegiatan usaha taninya.

Penerapan teknologi dan manajemen yang baik akan mempengaruhi perilaku

berusaha petani dalam melakukan usaha taninya yang dimiliki. Semakin lama

pengalaman beternak seseorang maka keterampilan yang dimiliki akan lebih

tinggi dan berkualitas. Hal ini juga sesuai pendapat Herawati, dkk., (2012) bahwa

semakin banyak pengalaman maka banyak pula pelajaran yang diperolehnya, dari

pengalaman yang diperoleh peternak dapat menerima inovasi teknologi yang baru

dengan berbagai pertimbangan.

Page 48: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat pada peternak sapi

potong dapat dinilai dari 7 (tujuh) sub variabel meliputi Pengetahuan,

Keterampilan, Faktor Ekonomi, Kepedulian Sosial, Sistem Pemeliharaan,

Penyuluhan, dan Bantuan Pemerintah.

A. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan motivasi individu untuk belajar lebih banyak

mengenai teknologi pupuk organik padat sehingga peternak akan lebih mudah

dalam mengadopsi. Tetapi menurut Rogers (2003) bahwa dengan kurangnya

informasi yang didapatkan masyarakat merupakan kendala dalam mengadopsi.

Pengetahuan dapat meningkatkan peluang dalam sebuah inovasi maka individu

harus memiliki pengetahuan untuk menggunakan suatu inovasi teknologi. Adapun

hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat peternak sapi potong dari aspek

pengetahuan di Desa Patampanua dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Pengetahuan di Desa Patampanua. No. Indikator Pengukuran Skor Frekuensi Bobot

1

Peternak mengetahui tentang

kompos

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

73

1

4

219

2

4

Jumlah 78 225

2

Peternak mengetahui jenis dan

bahan dalam pembuatan

kompos

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

35

6

37

105

12

37

Jumlah 78 154

3 Peternak mengetahui

pengolahan limbah ternak

menjadi kompos

Page 49: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

33

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

4

5

69

12

10

69

Jumlah 78 91

Rata-rata Bobot 156

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Berdasarkan Tabel 15 menunjukkan bahwa hambatan adopsi teknologi

pupuk organik padat pada aspek pengetahuan di Desa Patampanua, rata-rata bobot

hambatan peternak sebanyak 156 atau 66%. Berdasarkan jumlah ini dapat

dikatakan bahwa sebagian besar responden memiliki beragam tanggapan. Pada

indikator pertama terdapat 73 peternak yang memilih setuju, terdapat 1 peternak

memilih kurang setuju, dan 4 peternak yang memilih tidak setuju bahwa mereka

mengetahui tentang kompos. Hal ini sesuai dengan pendapat Witjaksono (2000)

bahwa pengetahuan peternak diperoleh dari komunikasi dengan memperoleh

informasi dari peternak lainnya untuk mengetahui teknologi yang ada.

Indikator kedua menunjukkan bahwa sebanyak 35 peternak setuju,

sebanyak 6 peternak kurang setuju, dan sebanyak 37 peternak yang tidak setuju

bahwa peternak dilokasi penelitian ada yang sudah mengetahui tentang jenis dan

bahan namun ada yang belum mengetahui sehingga terdapat peternak yang

mengadopsi dan yang belum mengadopsi, hal ini dikarenakan belum ada

teknologi pengolahan pupuk organik padat di Desa Patampanua. Hal ini sesuai

dengan pendapat Huda dan Wikanta (2016) bahwa pemanfaatan kotoran sapi

menjadi pupuk masih sangat terbatas pada kebutuhan anggota kelompok tani

ternak, alat produksi dan bahan dalam pembuatan pupuk organik masih terbatas.

Indikator ketiga merupakan pengetahuan peternak dalam pengolahan

limbah kotoran ternak sebanyak 4 peternak setuju, sebanyak 5 peternak kurang

setuju, dan sebanyak 69 peternak tidak setuju. Berdasarkan hasil penelitian

Page 50: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

34

responden bahwa pengetahuan peternak masih kurang dalam pengolahan limbah

kotoran ternak menjadi kompos. Hal ini dikarenakan memiliki tingkat pendidikan

yang rendah dan pengalaman beternak yang kurang dalam usaha peternakan. Hal

ini sesuai dengan pendapat (Arfan, 2013) bahwa adanya keterbatasan pengetahuan

peternak dalam pengolahan limbah sehingga tidak dapat dikembangkan, baik

dalam pengolahan biogas maupun pengolahan pupuk organik.

B. Keterampilan

Keterampilan merupakan tindakan responden terhadap pembuatan

teknologi pupuk organik padat. Adapun hambatan adopsi teknologi pupuk organik

padat peternak sapi potong pada aspek keterampilan di Desa Patampanua dapat

dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Keterampilan di Desa Patampanua. No. Indikator Pengukuran Skor Frekuensi Bobot

1

Peternak menerapkan

teknologi pengolahan limbah

menjadi pupuk organik padat

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

20

30

28

60

60

28

Jumlah 78 148

2

Peternak memanfaatkan

teknologi pengolahan limbah

menjadi pupuk organik padat

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

20

30

28

60

60

28

Jumlah 78 148

3

Peternak melakukan

pengolahan limbah pupuk

organik sesuai prosedur

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

4

62

12

12

124

12

Jumlah 78 148

Rata-Rata Bobot 148

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Page 51: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

35

Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa hambatan adopsi teknologi

pupuk organik padat pada aspek keterampilan di Desa Patampanua, rata-rata

bobot hambatan peternak sebanyak 148 atau 63%. Berdasarkan jumlah tersebut

didapatkan peternak menerapkan dan memanfaatkan teknologi pengolahan limbah

menjadi pupuk organik padat sebanyak 20 peternak yang setuju, terdapat 30

peternak yang kurang setuju, dan terdapat 28 peternak yang tidak setuju. Peternak

melakukan pengolahan limbah pupuk organik sesuai prosedur sebanyak 4

peternak setuju, terdapat 62 peternak kurang setuju, dan terdapat 12 peternak tidak

setuju. Hal ini menunjukkan bahwa peternak belum memanfaatkan limbah

kotoran ternak secara optimal untuk pembuatan pupuk organik karena peternak

kurang mengetahui bahwa bahan-bahan atau biomassa yang ada disekitarnya

dengan jumlah yang melimpah dapat diolah sebagai tambahan pendapatan

keluarga. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar peternak berpendapat bahwa

apabila peternak melakukan pengolahan tidak sesuai prosedur dapat

menumbuhkan gulma (tanaman pengganggu) pada saat pupuk organik digunakan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Maksudi, dkk (2015) bahwa limbah ternak

merupakan hasil sampingan usaha peternakan yang dapat dijadikan sebagai

sumber utama pupuk organik dengan menggunakan metode pembuatan yang

sederhana. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Setiawan (2007) bahwa mengubah

kotoran ternak menjadi pupuk organik cukup mudah, namun jika tidak ditangani

dengan baik maka akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan penyusutan

unsur hara sehingga diperlukan usaha untuk menanganinya.

Page 52: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

36

C.Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang

perekonomian keluarga. Keputusan seseorang dalam memilih dan menerapkan

suatu teknologi dipengaruhi oleh pendapatan serta sumber daya atau kemampuan

dalam diri individu. Menurut Mardikanto (1993) bahwa petani dengan tingkat

pendapatan semakin tinggi akan semakin cepat mengadopsi teknologi. Adapun

hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat peternak sapi potong pada aspek

ekonomi di Desa Patampanua dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Ekonomi di Desa Patampanua. No. Indikator Pengukuran Skor Frekuensi Bobot

1

Peternak akan mengadopsi

teknologi kompos jika biaya

yang dikeluarkan murah

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

2

7

69

6

14

69

Jumlah 78 89

2

Banyaknya keuntungan yang

diperoleh dalam mengadopsi

kompos

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

23

19

36

69

38

36

Jumlah 78 143

Rata-Rata Bobot 116

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Berdasarkan Tabel 17. menunjukkan bahwa hambatan adopsi teknologi

pupuk organik padat pada aspek ekonomi di Desa Patampanua, rata-rata bobot

hambatan peternak sebanyak 116 atau 50%. Berdasarkan jumlah tersebut

didapatkan bahwa faktor ekonomi mengenai peternak akan mengadopsi teknologi

kompos jika biaya yang dikeluarkan murah terdapat 2 peternak yang setuju, 7

peternak kurang setuju, dan terdapat 69 peternak tidak setuju. Hal ini

Page 53: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

37

menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini sebanyak 58 rumah tangga

peternak tidak mengolah pupuk organik padat, karena biaya dalam pembuatan

kompos mahal dan pupuk organik padat sulit dipasarkan di daerah tersebut. Pada

indikator kedua mengenai keuntungan yang diperoleh dalam mengadopsi kompos

menunjukkan bahwa sebanyak 23 peternak setuju, 19 peternak kurang setuju, dan

terdapat 36 peternak tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa dengan banyaknya

peternak yang memilih tidak setuju dikarenakan kurangnya keuntungan yang

diperoleh jika peternak mengolah pupuk organik padat karena mengeluarkan

biaya yang banyak dalam membeli bahan untuk pengolahan kompos. Hal ini tidak

sesuai dengan pendapat Huda dan Wikanta (2016) bahwa pemanfaatan limbah

kotoran sapi yang dikelola menjadi pupuk organik pada aspek ekonomi dapat

menambah pendapatan peternak sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan

ekonominya. Pupuk organik sangat potensial bahan baku yang tersedia tidak beli

dan proses pembuatannya tidak membutuhkan bahan yang mahal sehingga dapat

menekan biaya produksi, sementara pangsa pasar potensial sebagian besar petani

mulai beralih menggunakan pupuk organik. Hal ini juga sesuai dengan pendapat

Suwandi (2005) bahwa petani peternak belum biasa dalam mengolah kotoran

ternak menjadi kompos untuk menambah pendapatan keluarga.

D.Kepedulian Sosial

Kepedulian sosial merupakan perilaku individu yang mengacu kepada

perilaku anggota kelompok dan individu yang memiliki keinginan untuk

membantu sesama serta kepedulian terhadap lingkungan yang ada disekitarnya

(Mzoughi, 2010). Adapun hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat

Page 54: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

38

peternak sapi potong pada aspek kepedulian sosial di Desa Patampanua dapat

dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Kepedulian Sosial di Desa Patampanua. No. Indikator Pengukuran Skor Frekuensi Bobot

1

Peternak peduli dengan

keberadaan teknologi kompos

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

29

11

38

87

22

38

Jumlah 78 147

2

Peternak memiliki dukungan

dari dalam diri dan lingkungan

dalam mengadopsi kompos

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

16

5

57

48

10

57

Jumlah 78 115

3

Peternak peduli terhadap

lingkungan sekitar

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

27

25

26

81

50

26

Jumlah 78 157

Rata-Rata Bobot 139

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Berdasarkan Tabel 18 menunjukkan bahwa hambatan adopsi teknologi

pupuk organik padat pada aspek kepedulian sosial di Desa Patampanua, rata-rata

bobot hambatan peternak sebanyak 139 atau 59%. Berdasarkan jumlah ini

didapatkan bahwa pada indikator kepedulian peternak terhadap keberadaan

teknologi kompos sebanyak 29 peternak setuju, terdapat 11 peternak kurang

setuju, dan 38 peternak tidak setuju. Pada Indikator kedua dukungan dari dalam

diri dan lingkungan dalam mengadopsi kompos sebanyak 16 peternak setuju,

terdapat 5 peternak kurang setuju, dan 57 peternak tidak setuju. Serta pada

indikator ketiga bahwa peternak peduli terhadap lingkungan sekitar sebanyak 27

peternak memilih setuju, terdapat 25 peternak kurang setuju, dan 26 peternak

Page 55: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

39

tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa menurut responden limbah kotoran

ternak yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan menimbulkan pencemaran

sehingga menjadi penyebab kritikan dari warga sekitar berupa bau yang tidak

enak, hingga keluhan lainnya. Hal ini disebabkan karena peternak belum

mengolah limbah kotoran ternak untuk menjadi pupuk organik, serta belum

adanya dukungan teknologi untuk mengolah limbah kotoran ternaknya. Hal ini

tidak sesuai dengan pendapat Ginting (2007) bahwa pengolahan limbah ternak

merupakan upaya yang dapat memberikan banyak manfaat, disisi lain pengolahan

limbah akan mengurangi dampak terhadap lingkungan, serta pengolahan limbah

dapat digunakan secara ekonomis untuk mengurangi pencemaran lingkungan di

daerah pedesaan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Mzoughi (2010) bahwa

kepedulian sosial dapat mengubah status serta perilaku manusia baik terhadap

individu, kelompok, maupun lingkungan sekitar.

E. Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan yang digunakan peternak sapi potong di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng masih menggunakan

sistem pemeliharaan semi intensif dan ekstensif. Adapun hambatan adopsi

teknologi pupuk organik padat peternak sapi potong pada aspek pemeliharaan di

Desa Patampanua dapat dilihat pada Tabel 19.

Page 56: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

40

Tabel 19. Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Pemeliharaan di Desa Patampanua. No. Indikator Pengukuran Skor Frekuensi Bobot

1

Peternak melakukan

pengolahan teknologi kompos

karena ternak yang dipelihara

secara intensif

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

8

35

35

24

70

35

Jumlah 78 129

2

Pengumpulan limbah kotoran

ternak lebih mudah jika

dilakukan pemeliharaan secara

ekstensif

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

1

40

37

3

80

37

Jumlah 78 120

Rata-Rata Bobot 125

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Berdasarkan Tabel 19. menunjukkan bahwa hambatan adopsi teknologi

pupuk organik padat pada aspek sistem pemeliharaan di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng, rata-rata bobot hamabtan peternak

sebanyak 125 atau 53%. Berdasarkan jumlah ini diperoleh bahwa pada indikator

mengenai peternak melakukan pengolahan teknologi kompos karena ternak

dipelihara secara intensif sebanyak 8 peternak setuju, 35 peternak kurang setuju,

dan terdapat 35 peternak tidak setuju. Serta pada indikator mengenai

pengumpulan limbah kotoran ternak lebih mudah jika dilakukan pemeliharaan

secara ekstensif sebanyak 1 peternak memilih setuju, 40 peternak kurang setuju,

dan 37 peternak tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini

peternak lebih banyak menggembalakan ternaknya karena kurangnya lahan untuk

membangun kandang, serta pada musim panen tidak dapat mengurus ternaknya

sehingga peternak hanya menggembalakan ternak mereka di gunung yang ada di

Page 57: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

41

sekitar pedesaan yang mengakibatkan sulitnya dalam pengumpulan kotoran ternak

untuk dilakukan pengolahan limbah menjadi pupuk organik. Hal ini sesuai dengan

pendapat Sumanto, dkk., (2010) bahwa pada musim panen peternak hanya

terkonsentrasi pada kegiatan tersebut sehingga peternak tidak mengandangkan

ternaknya, serta tempat tinggal peternak yang relatif jauh dengan kandang. Hal ini

juga sesuai dengan pendapat Setiawan (2010) bahwa peternak terkendala dalam

pengumpulan feces sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik padat karena

sistem pemeliharaan yang dilakukan sebagian besar tradisional baik semi-intensif

dan ekstensif.

F. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan suatu kegiatan pendidikan non-formal untuk

mengubah masyarakat menjadi lebih baik, selain itu penyuluhan dapat

mengajarkan sesuatu serta memotivasi peternak. Sebelum melaksanakan

komunikasi penyuluhan terdapat beberapa faktor pendukung efektifitas

komunikasi penyuluh, diantaranya metode penyuluhan, media penyuluhan, serta

materi penyuluhan (Purba, 2000). Adapun hambatan adopsi teknologi pupuk

organik padat peternak sapi potong dari aspek intensitas penyuluhan di Desa

Patampanua dapat dilihat pada Tabel 20.

Page 58: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

42

Tabel 20. Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Penyuluhan di Desa Patampanua. No. Indikator Pengukuran Skor Frekuensi Bobot

1

Penyuluhan mengenai

pengolahan limbah kotoran

ternak sering diadakan

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

24

4

50

72

8

50

Jumlah 78 130

2

Keterlibatan peternak dalam

penyuluhan mengenai

pengolahan limbah kotoran

ternak

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

18

6

54

54

12

54

Jumlah 78 120

3

Peran penyuluh dalam

sosialisasi yang melibatkan

tokoh masyarakat

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

26

18

34

78

36

34

Jumlah 78 148

Rata-Rata Bobot 133

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Berdasarkan Tabel 20. Menunjukkan bahwa hambatan adopsi teknologi

pupuk organik padat pada aspek penyuluhan di Desa Patampanua Kecamatan

Marioriawa Kabupaten Soppeng, rata-rata bobot hambatan peternak sebanyak 133

atau 57%. Berdasarkan jumlah ini didapatkan bahwa pada indikator pertama

mengenai penyuluhan pengolahan limbah ternak sering diadakan sebanyak 24

peternak setuju, 4 peternak kurang setuju, dan 50 peternak tidak setuju. Pada

indikator kedua mengenai keterlibatan peternak dalam penyuluhan mengenai

pengolahan limbah kotoran ternak sebanyak 18 peternak memilih setuju, 6

peternak kurang setuju, dan 54 peternak tidak setuju. Serta pada indikator ketiga

peran penyuluh dalam sosialisasi yang melibatkan tokoh masyarakat sebanyak 26

Page 59: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

43

peternak memilih setuju, 18 peternak memilih kurang setuju, dan 34 peternak

tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya penyuluhan pengolahan

limbah kotoran ternak sehingga antusias dari para peternak masih kurang dalam

mengikuti penyuluhan. Berdasarkan informasi dari petugas penyuluh lapangan

bahwa intensitas penyuluhan didasarkan pada kebutuhan kelompok tani, apabila

kelompok tani merasa perlu diadakan penyuluhan maka kelompok tani tersebut

menghubungi petugas penyuluh lapangan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat

(Purba, 2000) bahwa seorang penyuluh sebagai agen perubahan bertugas

menyebarkan inovasi baru kepada masyarakat sehingga dalam melaksanakan

suatu penyuluhan, dukungan komunikasi sangat penting untuk meyakinkan

masyarakat agar percaya, mau, dan ikut serta dalam kegiatan penyuluhan tersebut.

Hal ini juga sesuai pendapat Assegaf (2017) bahwa intensitas penyuluhan yang

diterima oleh peternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kecepatan adopsi suatu inovasi. Ditambahkan Soekartawi (2008) bahwa semakin

tinggi frekuensi mengikuti penyuluhan maka keberhasilan penyuluhan yang

disampaikan semakin tinggi pula.

G. Bantuan Pemerintah

Bantuan pemerintah merupakan salah satu usaha pemerintah dalam

mengembangkan peternakan. Adapun hambatan adopsi teknologi pupuk organik

padat peternak sapi potong dari aspek bantuan pemerintah di Desa Patampanua

dapat dilihat pada Tabel 21.

Page 60: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

44

Tabel 21. Hambatan Adopsi Teknologi Pupuk Organik Padat pada Peternak Sapi

Potong dari Aspek Bantuan Pemerintah di Desa Patampanua. No. Indikator Pengukuran Skor Frekuensi Bobot

1

Dukungan dan bantuan

pemerintah dalam pengolahan

teknologi pupuk organik padat

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

15

2

61

45

4

61

Jumlah 78 110

2

Bantuan ternak sapi potong

dari pemerintah untuk usaha

peternakan

Setuju

Kurang Setuju

Tidak Setuju

3

2

1

50

2

26

150

4

26

Jumlah 78 180

Rata-Rata Bobot 145

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2018.

Berdasarkan Tabel 21 menunjukkan bahwa hambatan adopsi teknologi

pupuk organik padat pada aspek pengetahuan di Desa Patampanua, rata-rata bobot

hambatan peternak sebanyak 145 atau 62%. Berdasarkan jumlah ini didapatkan

bahwa pada indikator mengenai dukungan dan bantuan pemerintah dalam

pengolahan teknologi pupuk organik padat sebanyak 15 peternak setuju, 2

peternak kurang setuju, dan sebanyak 61 peternak tidak setuju. Hal ini

menunjukkan bahwa bantuan teknologi dari pemerintah untuk melakukan

pengolahan limbah kotoran ternak belum ada, sehingga sebagian besar peternak

belum mengolah dan memanfaatkan limbah kotoran ternak yang ada. Hal ini

sesuai dengan pendapat Arisandi, dkk., (2016) bahwa salah satu kebijakan

pemerintah untuk mendukung sektor pertanian adalah kebijakan penggunaaan

pupuk organik. Kebijakan pupuk organik pemerintah dapat berhasil apabila

diproduksi oleh gabungan kelompok tani dengan sistem pertanian terintegrasi

dengan menyediakan alat pengolahan pupuk organik dan rumah percontohan

Page 61: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

45

pembuatan pupuk organik. Pupuk organik dapat dikatakan berhasil apabila

masyarakat menerima manfaat dari kebijakan untuk meringankan beban dalam

penyediaan serta penggunaan pupuk untuk kegiatan usahataninya.

Pada indikator kedua bantuan ternak sapi potong dari pemerintah untuk

usaha peternakan menunjukkan bahwa sebanyak 50 peternak setuju, terdapat 2

peternak kurang setuju, dan 26 peternak tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa

dengan dukungan pemerintah untuk usaha peternakan setiap anggota kelompok

mendapatkan bantuan sapi untuk dikembangkan, namun pemerintah belum

memberikan bantuan teknologi pengolahan pupuk organik. Hal ini sesuai dengan

pendapat Herlinae, dkk (2010) bahwa bantuan pemerintah sangat berperan dalam

pembangunan bidang peternakan untuk mengoptimalkan agar rakyat dapat

membangun dan mengembangkan usaha peternakan.

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai hambatan

adopsi teknologi pupuk organik padat pada peternak sapi potong di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng, diperoleh persentase

hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat pada aspek pengetahuan,

keterampilan, faktor ekonomi, kepedulian sosial, sistem pemeliharaan,

penyuluhan, dan bantuan pemerintah dapat dilihat pada gambar 1.

Page 62: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

46

Gambar 1. Grafik persentase hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat

pada peternak sapi potong di Desa Patampanua.

Sumber : Data primer setelah diolah, 2018.

Gambar 1 merupakan grafik dari persentase hambatan adopsi teknologi

pupuk organik padat yang menunjukkan bahwa hambatan peternak sebesar 66%

berada pada aspek pengetahuan peternak yang ada di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Menunjukkan sebagian besar

peternak tidak mengetahui jenis dan bahan dalam pembuatan kompos serta

kurangnya pengetahuan peternak dalam pengolahan limbah kotoran ternak

menjadi kompos. Hal ini dikarenakan intensitas penyuluhan yang masih rendah

dan berdasarkan pola pikir peternak bahwa dalam pengolahan limbah kotoran

ternak itu sulit. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdullah, dkk (2012) bahwa

peternak belum memanfaatkan secara optimal karena diperlukan adanya sentuhan

teknologi pengolahan limbah sehingga dapat memiliki nilai tambah dan dapat

meningkatkan produktivitas usahatani, faktor penentu keberhasilan pemanfaatan

limbah ternak sangat ditentukan oleh kapasitas peternak dalam hal pengetahuan

66% 63%

50%59%

53% 57% 62%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Page 63: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

47

yang sampai saat ini masih rendah dan peternak kurang mengetahui teknologi

pengolahan limbah tersebut.

Hambatan yang terdapat dalam adopsi teknologi pupuk organik padat

sebesar 63% berada pada aspek keterampilan peternak di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng menunjukkan masih kurang yang

melakukan pengolahan dan pemanfaatan limbah kotoran ternak. Selain

pengolahan limbah yang kurang baik, teknologi pengolahan limbah di Desa

Patampanua yang belum ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Baba, dan Risal

(2007) bahwa pada dasarnya peternak belum mampu melakukan pengolahan feses

ternak menjadi kompos secara mandiri disebabkan karena kurangnya standar

kualitas pengolahan yang dimiliki peternak, seperti dalam melakukan uji kualitas

terhadap hasil produksinya dan untuk mengetahui apakah hasil produksinya sudah

memenuhi kualitas.

Persentase hambatan adopsi teknologi pupuk organik padat sebesar 62%

berada pada bantuan pemerintah yang ada di Desa Patampanua Kecamatan

Marioriawa Kabupaten Soppeng. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah

populasi sapi potong terbesar di Kecamatan Marioriawa pemerintah mendukung

dengan memberikan bantuan sapi potong setiap kelompok tani ternak yang ada di

Desa Patampanua dan sudah ada kebijakan pemerintah bahwa peternak wajib

menggunakan pupuk organik untuk tanaman maupun pertanian yang ada disekitar

mereka dengan mengolah limbah kotoran ternak yang ada. Tetapi pemerintah

belum memberi dukungan berupa teknologi dalam pengolahan pupuk organik

untuk meringankan beban dalam penyediaan dan penggunaan pupuk untuk

kegiatan untuk usaha taninya. Hal ini sesuai dengan pendapat Indri, dkk (2015)

Page 64: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

48

bahwa pemerintah harus lebih tegas dalam memberi kebijakan mengenai

keberadaan suatu usaha peternakan serta memberi dukungan kepada peternak, dan

peternak harus melakukan pengolahan limbah dengan baik.

Hambatan yang terdapat dalam adopsi teknologi pupuk organik padat

sebesar 59% berada pada kepedulian sosial. Kepedulian sosial di Desa

Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng menunjukkan peternak

belum memiliki rasa kepedulian terhadap keberadaan teknologi pupuk organik,

sehingga peternak belum memiliki dukungan dari dalam diri terhadap

lingkungannya untuk mengolah teknologi pupuk organik padat. Peternak masih

membiarkan begitu saja kotoran ternak yang ada tanpa melakukan pengolahan.

Hal ini sesuai pendapat Amanah, dkk (2014) bahwa pemanfaatan pupuk organik

semakin berkurang karena kurangnya kepedulian masyarakat untuk mengolah

limbah kotoran ternak maupun limbah rumah tangga. Masyarakat lebih banyak

menggunakan pupuk kimia untuk digunakan sebagai pupuk tanaman karena lebih

efisien dalam penggunaan waktu dan mudah diperoleh. Akibatnya pupuk organik

menjadi tersisihkan padahal penggunaan pupuk organik tidak menimbulkan

bahaya apapun dari sudut kesehatan maupun lingkungan.

Hambatan yang terdapat dalam adopsi teknologi pupuk organik padat

sebesar 57% berada pada intensitas penyuluhan yang ada di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng dikarenakan sebagian besar peternak

belum mengadopsi teknologi pupuk organik padat akibat kurangnya intensitas

penyuluhan mengenai pengolahan limbah serta penyuluh belum berperan aktif

dalam sosialisasi mengenai pengolahan limbah. Rendahnya intensitas penyuluhan

yang diterima peternak semakin memperkecil kemungkinan teknologi diadopsi

Page 65: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

49

oleh peternak apalagi jika tidak ditidaklanjuti dengan pendampingan kepada

peternak setelah penyuluhan dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim

(2003) bahwa penyuluhan peternakan merupakan sistem pendidikan non-formal

untuk memberdayakan masyarakat peternak agar memperbaiki kehidupan dan

penghidupannya, sehingga berpartisipasi dalam pembangunan peternakan. Hal ini

juga sesuai dengan pendapat Setyarini (2009) bahwa intensitas penyuluhan

merupakan frekuensi peternak mendapatkan informasi yang dibutuhkannya.

Intensitas penyuluhan sangat berperan dalam peningkatan pengetahuan peternak.

Oleh karena itu, peran peternak secara partisipatif dan penyuluh haruslah

bersinergi.

Hambatan yang terdapat dalam adopsi teknologi pupuk organik padat

sebesar 53% berada pada sistem pemeliharaan di Desa Patampanua Kecamatan

Marioriawa Kabupaten Soppeng. Menurut peternak sistem pemeliharan ternak

sapi potong yang dikandangkan lebih mudah namun pada kenyataannya sebagian

besar peternak menggembalakan ternaknya. Peternak lebih memilih

mempertahankan pemeliharaan dengan cara menggembalakan ternaknya dan

menurut peternak jika membangun kandang mengeluarkan biaya yang banyak.

Padahal fungsi kandang selain memudahkan pemeliharaan dapat mempermudah

dalam pengumpulan limbah yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Aritonang, dkk (2010) bahwa perkandangan penting bagi usaha peternakan

khususnya untuk melakukan pengumpulan limbah untuk dilakukan pengolahan.

Hambatan peternak yang terdapat dalam adopsi teknologi pupuk organik

padat sebesar 50% berada pada faktor ekonomi yang ada di Desa Patampanua

Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Sebagian besar peternak belum

Page 66: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

50

mengadopsi teknologi karena biaya bahan mahal untuk pengolahan, serta menurut

peternak kurangnya keuntungan yang diperoleh dalam mengadopsi teknologi

kompos. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Setiawan (2010) bahwa

pengumpulan limbah kotoran ternak yang dilakukan, menurut peternak selama ini

tidak berharga bahkan menjadi masalah bagi peternak dan ternyata setelah

dilakukan pengolahan dapat menambah pendapatan keluarga. Feses yang

dikumpulkan peternak ini dapat dijual dengan harga Rp 5.000/ karung atau

Rp100- Rp200/kg tanpa dilakukan pengolahan. Sedangkan untuk pengadaan

bahan baku stater pengurai untuk mempercepat proses composting sebenarnya

dapat dibuat sendiri dengan memanfaatkan limbah yang ada disekitarnya atau

limbah rumah tangganya menjadi MOL (Mikro Organisme Lokal) sehingga dapat

mengurangi biaya pengolahan.

Page 67: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

51

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa hambatan peternak dalam adopsi teknologi pupuk organik

padat di Desa Patampanua Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng berada

pada aspek pengetahuan, keterampilan, bantuan pemerintah, kepedulian sosial,

penyuluhan, sistem pemeliharaan, serta faktor ekonomi. Pada aspek pengetahuan

merupakan hambatan tertinggi karena pengetahuan peternak mengenai jenis dan

bahan serta pengolahan pupuk organik kurang diketahui oleh peternak. Dalam

keterampilan pemanfaatan pupuk organik belum adanya teknologi dan intensitas

penyuluhan mengenai pengolahan limbah kotoran ternak, serta peternak masih

menggunakan sistem pemeliharaan ekstensif sehingga sulit dalam pengumpulan

limbah kotoran ternak.

Saran

Diharapkan peran penyuluh dapat meningkatkan intensitas kinerja dalam

mengajarkan teknologi pupuk organik padat. Dengan adanya kebijakan

pemerintah untuk menggunakan pupuk organik padat, peternak dapat

memanfaatkan teknologi secara maksimal dan diharapkan pemerintah memberi

dukungan berupa teknologi seperti alat pengolahan pupuk organik dan rumah

percontohan pembuatan pupuk organik (rumah kompos).

Page 68: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

52

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A., M. Aminawar, A. H. Hoddi, H. M. Ali, dan J. A. Syamsu. 2012.

Identifikasi kapasitas peternak dalam adopsi teknologi untuk

pengembangan sapi potong yang terintegrasi dengan padi. Prosiding

Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan IV. Fakultas Peternakan

Universitas Padjadjaran.

Abdullah, A., H.M. Ali, dan J.A. Syamsu. 2015. Status keberlanjutan adopsi

teknologi pengolahan limbah ternak sebagai pupuk organik. Jurnal

Mimbar Terakreditasi SK Kemindikbud. Universitas Padjajaran. Bandung.

Vol. 31 (1): 11-20.

Abidin. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Adijaya, I. N., dan I. M. R. Yasa. 2012. Hubungan konsumsi pakan dengan

potensi limbah pada sapi bali untuk pupuk organik padat dan cair. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian. Denpasar.

Amanah, S., I. P N. Damanik, dan H. Ibrahim. 2014. Pemanfaatan sampah untuk

mendukung usaha tanaman obat keluarga (toga) dan agroekosistem di

Desa Benteng, Kecamatan, Ciampea, Kabupaten Bogor. Jurnal Manusia

dan Lingkungan. Vol. 21 (1) : 90-97.

Amrawaty, A.A., A. Asnawi, dan N. Husnah. 2014. Adopsi teknologi pengolahan

limbah ternak sapi potong di sulawesi selatan. Prosiding Seminar

Nasional Peternakan Berkelanjutan 7. Universitas Padjajaran. Bandung.

Arfan, H.H., A. Zubair, dan Alpryono. 2013. Studi instalasi pengolahan air

limbah RSUP.Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jurnal Penelitian Teknik Sipil.

Arisandi, N. W. W., I. M. Sudarma, dan I. K. Rantau. 2016. Efektivitas distribusi

subsidi pupuk organik dan dampaknya terhadap pendapatan usahatani

padi sawah di Subak Sungsang, Desa Tibubiu, Kabupaten Tabanan. E-

Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol. 5 (1).

Aritonang, N.S., E. Roza., J. Pinem dan Y. Mulyadi. 2010. Penerapan aspek

teknis pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Lembah Gumanti

Kabupaten Solok. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang.

Assegaf, C. I. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi

teknologi biogas oleh peternak sapi potong di Desa Timbuseng

Kecamatan Polangbangkeng Utara Kabupaten Takalar. Skripsi. Fakultas

Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Page 69: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

53

Azizi, A., dan Nasution. 2008. Adopsi teknologi budidaya ikan kerapu sistem

keramba jaring apung. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Baba, S., dan M. Risal. 2007. Strategi pemanfaatan limbah ternak sapi sebagai

solusi peningkatan kesejahteraan petani di Kabupaten Maros. Prosiding

Seminar Nasional dan Workshop. Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin. Makassar.

Bahar, S., dan B. Haryanto. 2000. Pembuatan kompos berbahan baku limbah

ternak. Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II:

200-202.

Budiyanto, M.A.K., 2011. Tipologi pendayagunaan kotoran sapi dalam upaya

mendukung pertanian organik di Desa Sumbersari Kecamatan

Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal Gamma. Vol.7 (1): 42-29.

Departemen Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan

Kotoran Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Eddy BT, Roessali W, dan Marzuki S. 2012. Dairy cattle famers’ behavior And

factors affecting the effort to enhanche The economic of scale at Getasan

District Semarang Regency. J Indonesian Trop Anim Agric. 37:34-40.

Firmansyah, M. A. 2011. Peraturan tentang pupuk, klasifikasi pupuk alternatif

dan peranan pupuk organik dalam peningkatan produksi pertanian. Dinas

Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya.

Ginting. 2007. Tekhnologi pengolahan limbah peternakan. Fakultas Pertanian

Universitas Sumatra Utara.

Gusmaniar. 2013. Kontribusi pendapatan wanita peternak kelinci terhadap total

pendapatan keluarga Di Kelurahan Salokaraja Kecamatan Lalabata

Kabupaten Soppeng. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hendayana R. 2011. Analisis faktor-faktor sosial ekonomi yang

mempengaruhi percepatan adopsi teknologi usaha ternak: kasus pada

usaha ternak sapi potong Di Boyolali, Jawa Tengah. Seminar Nasional

Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.

Hendrayani. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berternak

sapi di Desa Koro Benai Kec. Benai Kap. Kuantan Singingi. Jurnal

Peternakan. 6 (2): 53-62.

Herawati, T., A. Anggraeni, L. Praharani, D. Utami, dan A. Argiris. 2012. Peran

inseminator dalam keberhasilan inseminasi buatan pada sapi perah.

Jurnal Informatika Pertanian. Vol. 21 (2): 81-88.

Page 70: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

54

Herlinae, Yemima, dan D.A.Jaya. 2010. Analisis sosial ekonomi peternakan sapi

bali gaduhan terhadap perkembangan tinggi gumba ternak setelah dua

tahun pemeliharaan di Fakultas Peternakan Universitas Kristen Palangka

Raya. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. Vol 1 (2).

Hutahaean, L., dan H. Sulistyawati. 2002. Faktor-faktor sosial ekonomi yang

mempengaruhi tingkat adopsi teknologi integrasi sapi potong pada lahan

sawah irigasi di Sulawesi Tengah. Jurnal Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian. Sulawesi Tengah.

Huda, S. dan W. Wikanta. 2016. Pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi pupuk

organik sebagai upaya mendukung usaha peternakan sapi potong di

Kelompok Tani Ternak Mandiri Jaya Desa Moropelang Kec. Babat

Kab.Lamongan. Axiologiya. Jurnal Pengabdian Masyarakat. Surabaya.

Vol.1 (1) : 23-31.

Ibrahim, J. B., A. Sudiyono dan Harpowo. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan

Pertanian. Bayumedia Publishing. Malang.

Indri, A., S. Marina, dan M. M. Ali. 2015. Persepsi masyarakat terhadap manfaat

dan dampak negative limbah peternakan sapi perah (Kasus di Desa

Rancamulya Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang).

Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.

Kartiwi, A. N. 2016. Pengaruh pengetahuan dan motivasi peternak sapi potong

terhadap adopsi teknologi biogas di Desa Bumiayu Kecamatan

Wonomulyo Kabupaten Polman. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Kasim, K., dan Sirajuddin, N. 2008. Peranan Usaha Wanita Peternak Itik

Terhadap Pendapatan Keluarga (Studi Kasus di Kelurahan Manisa

Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap). Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Maksudi, S. Wigati, dan E. Wiyanto. 2015. Produksi pupuk organik padat dan

cair dari sludge biogas dan bio-urin. Jurnal Pengabdian Masyarakat.

Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Vol. 30 (1) : 73-80.

Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. UNS Press.

Surakarta.

Mundy P. 2000. Adopsi dan Adaptasi Teknologi Baru. PAATP3. Bogor.

Mzoughi, N. 2010. Farmers adoption of integrated crop protection and organic

farming: Do moral and social concerns matter?. Jurnal INRA, UR 767

Ecodéveloppement, Domaine Saint-Paul, France. ECOLEC-03919; No of

Pages 10.

Page 71: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

55

Nadhira, V. F., dan Sumarti, T. 2017. Analisis gender dalam usaha ternak dan

hubungannya dengan pendapatan rumah tangga peternak sapi perah

(Kasus Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung). Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Institut Pertanian Bogor. Vol.1 (2) :129-142.

Nugraha, A., A. Abdullah, dan N. Sirajuddin. 2015. Tingkat adopsi inovasi

teknologi IB pada peternak sapi potong di Kecamatan Lalabata

Kabupaten Soppeng. Jurnal Aves. Makassar. Vol. 10 (2) :16-24.

Nurlina, L., E. Harlia, dan D. Karmilah. 2011. Hambatan sosiologis peternak sapi

potong pada program ibw dalam pemanfaatan limbah menjadi pupuk

organik padat. Jurnal Ilmu Ternak. Universitas Padjadjaran. Vol. 11 (2):

74-80.

Purba, E. D. F. 2000. Komunikasi penyuluhan dan tingkat adopsi inovasi. Studi

Korelasi tentang pengaruh komunikasi penyuluhan perkoperasian

Indonesia oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara

terhadap Tingkat Adopsi Inovasi Koperasi pada Masyarakat Kelurahan

Pangkalan Mansur Medan.

Rasali, H., Matondang dan S. Rusdiana. 2013. Langkah-Langkah Strategis dalam

Mencapai Swasembada Daging Sapi/Kerbau 2014. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian. Bogor.

Riduwan. 2002. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Penerbit

Alfabeta. Bandung.

Rogers, E.M. 1983. Diffusions of Innovations, Third Edition. Free Press. New

York.

__________. 2003. Diffusion of Innovation. Free Press. New York London

Toronto.

Roidah, I. S. 2013. Manfaat penggunaan pupuk organik untuk kesuburan tanah.

Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo. Vol. 1 (1): 30-42.

Sanjaya, I.G.A.M.P. 2013. Efektivitas penerapan simantri dan pengaruhnya

terhadap peningkatan pendapatan petani-peternak di Bali. Disertasi

Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

Santoso. 2001. Analisis usaha ternak sapi perah di daerah Jawa Tengah dan

Jawa Timur. Buletin LPP. No.23 Bogor.

Setiawan. 2007. Cara Tepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setiawan, B.S. 2010. Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Tim Penulis

ETOSA IPB, Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 72: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

56

Setyarini, D. 2009. Pengaruh intensitas penyuluhan terhadap tingkat partisipasi

masyarakat dalam program penghijauan kota:studi kasus kecamatan kota

kabupaten wajo. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Siagian, S. P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.

Sumanto, Murtiyeni, dan E. Juarini. 2010. Adopsi teknologi pengandangan sapi

dan pembuatan pupuk organik pada sistem integrasi sapi dan kakao di

lahan marginal Kabupaten Donggala. Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Sugeng, Y, dan Bambang. 2003. Sapi Potong Pemeliharaan, Perbaikan Produksi,

Prospek Bisnis dan Analisa Penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumiati. 2011. Analisis kelayakan finansial dan faktor-faktor yang memotivasi

petani dalam kegiatan agroforesti. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Suwandi. 2005. Keberlanjutan usahatani pola padi sawah-sapi potong terpadu di

Kabupaten Sreagen. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Soekartawi. 1996. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

_________. 2008. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: UI Press.

_________. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia

Press. Jakarta.

Suryana, A. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi

agribisnis dengan pola kemitraan. Jurnal Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Kalimantan Selatan.

Witjaksono, R. 2000. Hubungan perilaku komunikasi dan tingkat pemahaman

informasi anggota kelompok tani tentang paket teknologi supra insus di

WKBPP Sanden, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta. Fakultas

Pascasarjana IPB. Bogor.

Yuliani, F. dan F. Nugraheni. 2008. Pembuatan pupuk organik (kompos) dari

arang ampas tebu dan limbah ternak. Universitas Muria Kudus.

Yusriadi. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi peternak sapi

perah tentang teknologi biogas di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan.

Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 73: HAMBATAN ADOPSI TEKNOLOGI PUPUK ORGANIK PADAT PADA ...

57

RIWAYAT HIDUP

Daeva Mubarika Raisa, Lahir di Ujung Pandang pada

tanggal 20 April 1997, sebagai anak Pertama dari dua

bersaudara dari pasangan H. Rudi Hartono dan Hj.Atisah.

Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah

Sekolah Dasar (SD) Inpres Tamalanrea 5 Makassar, lulus

pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan ke jenjang

SMPN 30 Makassar, dan lulus pada tahun 2011. Kemudian melanjutkan ke

SMAN 21 Makassar, dan lulus pada tahun 2014. Setelah menyelesaikan Tingkat

SMA, pada tahun 2014 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)

Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis menyelesaikan

Strata 1 (S1) dan mendapatkan gelar S.Pt pada Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin pada April 2018.