HAMA KUBIS
-
Upload
muvie-delviza-fadillah -
Category
Documents
-
view
469 -
download
3
Transcript of HAMA KUBIS
HAMA KUBIS
1. Ulat Daun Kubis = Plutella xylostella
Telur Ulat Pupa Imago
a. Nama umum
ulat daun kubis Plutella xylostella
b. Klasifikasi dan morfologi
Klasifikasi
Filum (Phylum) : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Plutellidae
Genus : Plutella
Spesies : Plutella xylostella
Morfologi
Telur P. xylostella berbentuk oval, berwarna kekuning-kuningan. Ngengat
betina meletakan telurnya secara tunggal atau dalam kelompok kecil Sekitar 2 - 4
butir. Telurnya diletakkan di sekitar tulang daun pada permukaan daun bagian
bawah (Bhalla dan Bubey, 19Sb). Telur diletakkan pada malam hari yaitu di atas
pukul 18.00 (Chelliah pan Srirlwasan (1986). Menurut Salinas (1986), jumiah
telur yang dihasilkan pada suhu 260C berturut – turut sekitar 139,246 butir, dan
162 butir. Masa inkubasinya menurut Ho (1965) dalam Ooi (1986) sekitar 3 hari
di dataran rendah, sedangkan di datarn tinggi berlangsung selama ± 6 hari. Larva-
larva berbentuk silindris, relatif tidak berbuka dan mempunyai lima padang proleg
(Harcourt, 1954 dalam Sastrosisojo, 1987).
Larva yang sudah dewasa berwarna kehijau-hijauan dan akan terlihat
berbeda dengan kedua kubis-kubisan lainnya yakni tidak memiliki garis-garis
longitudinal pada tubuhnya. Menurut Ooi (1986), panjang tubuh larva di dataran
rendah ± 8 mm sedangkan di dataran tinggi dapat mencapai lebih dari 8 mm.
Salah satu karakter dari larva P. Xylostella adalah jika ada gangguan, maka larva
akan menggeliat ke belakang dengan cepat atau menjatuhkan diri lalu
gergelantungan dengan benang-benang sutra pada permukaan daun. Selanjutnya,
larva tersebut akan kembali le permukaan daun melalui benang-benang tersebut.
Pupa P. Xylostella berada dalam kokon yang tebal dari benang-benang
halus berwarna yang dikeluarkan pada mase fase prepupa (Chelliah dan
Srinivasan 1986). Papa mulanya pupa berwarna kuning kehijauan, setelah satu
atau dua hari warnanya berangsur-angsur berubah menjadi kecoklatan sampai
coklat gelap (Bhalla dan Dubey, 1986). Menurut Koshihara {1986), lamanya
hidup pupa dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu, maka masa pupa akan
semakin singkat.
Imago. Ngengat P. xylostelIa berwarna coklat keabu-abuan dengan
panjang rentang sayap ngengat jantan ± 1,97 mm dan yang betina ± 13,6 mm
(Bhalla dan Dubey, 1986). Menurut Hill (1975), pada sayap depannya terdapat
tiga bentuk indulasi yang memanjang di bagian tepi sayapnya. Dalam keadaan
istirahat, toga bentuk indulasi tersebut akan membentuk pola yang menyerupai
berlian, sehingga dengan adanya ciri-ciri ini maka P. xylostella dinamakan
Diamond Back Moth.
Ngengat aktif pada senja atau malam hari. Kopulasi terjadi pada petting
atau pagi hari (Salinas, 1986). Nisbah kelamin keturunanya adalah 1 : 1 (Ho, 1965
dalam Sastrosiswojo, 1987). Menurut Salinas (1986), fekunditas P. xyloslella
dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi pada fase larva, kondisi lingkungan,
tanaman inang, perkawinan, dan adanya inang sebagai tempat meletakkan
telurnya. Cheliah dan Srinivasan (1986), berpendapat fekuditas akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya fotoferiod. Hasil penelitia awal (1955) dalam
Chelliah dan Srinivasan (1986), menunjukan bahwa jumlah telur yang dihasilkan
lebih banyak pada suhu 70C – 240C dibandingkan pada suhu 280C – 350C. Hasil
pengamatan Jayarathman (1977) dalam Chelliah dan Srinivasan (1986), ngengat
P. xylostelIa dapat bertahan hidup tanpa pakan selama ± 3 hari, sedangkan bila
tersedia pakan maka dapat hidup selama 11 – 16 hari.
c. Gejala kerusakan
Biasanya menyerang pada musim kemarau; daun berlubang- lubang
terdapat bercak-bercak putih seperti jendela yang menerawang dan tinggal urat-
urat daunnya saja; umumnya menyerang tanaman muda, tetapi kadang-kadang
merusak tanaman yang sedang membentuk bunga.
d. Distribusi
Hama ulat daun kubis dilaporkan berasal dari daerah Mediterranean di
Eropa Selatan, yang merupakan sumber berbagai jenis brasika. Hama ini tersebar
luas di areal yang ditanami brasika, mulai dari daerah Amerika Utara dan Selatan,
Afrika, China, India, Jepang, Asia Tenggara termasuk Indonesia, Selandia Baru,
dan Australia.
e. Tanaman inang
Indonesia, terutama kubis, sawi, kembang kol, pakchoi, selada, dan caisin
f. Musuh alami
Diadegma semiclausum, dimana imago betina D. semiclausum akan
mendepositkan telurnya dalam tubuh inang P. xylostella, parasitoid larva, yaitu
Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera: Ichneumonidae)
g. Pengendalian
1) Kultur Teknik
Musim tanam. Lebih baik untuk menanam kubis dan brasika lain pada
musim hujan, karena populasi hama tersebut dapat dihambat oleh curah hujan.
Irigasi. Apabila tersedia dapat digunakan irigasi sprinkle untuk mengurangi
populasi ulat daun kubis, apabila pengairan demikian dilaksanakan pada petang
hari, dapat membatasi aktivitas ngengat. Penanaman. Sebaiknya tidak melakukan
penanaman berkali-kali pada areal sama, karena tanaman yang lebih tua dapat
menjadi inokulum bagi tanaman baru. Apabila terpaksa menanam beberapa kali
pada areal sama, tanaman muda ditanam pada arah angin yang berlawanan agar
ngengat susah terbang menuju ke tanaman muda. Pesemaian. Tempat pembibitan
harus jauh dari areal tanaman yang sudah tumbuh besar. Sebaiknya
pesemaian/bibit harus bebas dari hama ini sebelum transplanting ke lapangan.
Dalam beberapa kasus, serangan ulat daun kubis di lapangan diawali dari
pesemaian yang terinfestasi dengan hama tersebut. Tanaman perangkap. Tanaman
brasika tertentu seperti caisin lebih peka dapat ditanam sebagai border untuk
dijadikan tanaman perangkap, dengan maksud agar hama ulat daun kubis terfokus
pada tanaman perangkap. nTumpang sari. Penanaman kubis secara tumpang sari
bersamaan dengan tanaman yang tidak disukai hama ulat daun kubis dapat
mengurangi serangannya. Misalnya tumpang sari kubis kubis dengan tanaman
tomat/bawang daun.
2) Monitoring
Selama menanam kubis petani perlu melakukan pemantauan/monitoring
hama dengan melakukan pengamatan mingguan. Apabila hama mencapai 1
ulat/10 tanaman (Ambang Ekonomi = AE) atau lebih, maka dapat dilakukan
dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida kimia selektif atau
bioinsektisida, untuk menekan agar hama kembali berada di bawah AE yang tidak
merugikan secara ekonomi.
3) Penggunaan Agensia Hayati
Hama tersebut memiliki musuh alami berupa predator (Paederus sp.,
Harpalus sp.), parasitoid (Diadegma semiclausum, Cotesia plutellae), dan patogen
(Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana) yang bila diaplikasikan dapat
menekan populasi dan serangannya.
4) Mekanis
Cara ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan hama yang bersangkutan,
memasukkan ke dalam kantung plastic, dan memusnahkannya. Namun untuk areal
luas perlu pertimbangan tenaga dan waktu.
5) Penggunaan Insektisida Selektif
Aplikasi ini dilaksanakan setelah hama tersebut mencapai atau melewati
ambang ekonomi, dengan memilih insektisida kimia selektif yang efektif tetapi
mudah terurai, atau penggunaan insektida.
DAFTAR PUSTAKA
Herminanto. 2010. hama ulat daun kubis plutella xylostella L. dan upaya pengendaliannya . Purwokerto. Jawa Tengah
Bhalla, O.P. and J.K. Dubey.1986. Bionomics of the Diamond Back Moth in the Northwestern
Himalaya. In Proceedings of the First International Workshop, Tainan, Taiwan 11 - 15
March 1985. Diamond Back Moth Management. The Asian Vegetable Research and Development Center. Shanhua, Taiwan. Pp. 55 - 61.
2. Penggorok Daun = Liriomyza Huidobrensis
Imago Telur Pupa Gejala Serangan
a. Nama umum
Penggorok daun Liriomyza huidobrensis
b. Klasifikasi dan morfologi
Klasifikasi
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Family : Agromyzidae
Genus : Liriomyza
Spesies : Liriomyza huidobrensis
Morfologi
Hama pengorok daun yang menyerang tanaman kentang termasuk dalam
spesies Liriomyza huidobrensis. Serangga dewasa berupa lalat kecil berukuran
sekitar 2 mm, fase imago betina 10 hari dan jantan 6 hari. Telur berukuran 0,1-
0,2 mm, berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian epidermis daun. Larva
berukuran 2,5 mm, tidak mempunyai kepala atau kaki. Pupa terbentuk di dalam
tanah. Larva akan merusak tanaman dengan cara menggorok daun sehingga yang
tinggal bagian epidermisnya saja. Serngga dewasa merusak dengan menusukkan
ovipositornya saat meletakan telur dan mengisap cairan daun.
Serangga dewasa (imago) berwarna coklat tua kehitaman, berukuran
panjang 1,5 – 2 mm. Sayap transparan mengkilat dan rentang sayap mencapai
2,25 mm. Sayap terlipat di atas tubuhnya. Bentuk tubuh seperti lalat kacang
(lebih kecil dan lebih ramping). Telur berwarna putih dan agak transparan dengan
panjang 0,2 – 0,3 mm. Larva instar satu berwarna bening, setelah itu menjadi
kuning kecoklatan dengan panjang 2,5 – 2 mm. Serangga betina dewasa
meletakkan telur pada jaringan daun, sehari setelah kawin. Serangga betina dapat
meletakkan telur sampai sekitar 300 butir. Telur menetas setelah 3 – 4 hari dan
larva berada pada liang korok pada jaringan tanaman (di bawah kutikula dari
permukaan atas daun) tersebut. Siklus hidupnya berlangsung sekitar 17 – 65 hari,
tergantung suhu lingkungan.
c. Gejala
Pada daun nampak bintik-bintik cokelat sebagai akibat tusukan ovipositor
lalat betina saat menghisap cairan sel daun tanaman dan meletakan telur di dalam
jaringan daun. Kerusakan selanjutnya adalah terlihatnya lubang kerokan dalam
daun yang disebabkan oleh larva. Pada serangan parah daun tampak berwarna
merah kecoklatan. Akibatnya seluruh pertanaman hancur.
d. Tanaman inang
Liriomyza sp. merupakan hama yang bersifat polifag yang menyerang
tanaman sayuran dari famili Solanaceae, Cruciferae, Cucurbitaceae,
Leguminoceae, Liliaceae, Umbeliferae,Chenopodiaceae, Amaranthaceae, dan
Compositae. Selain sayuran juga menyerang tanaman hias seperti gerbera, krisan
dan berbagai gulma seperti babadotan, sawi tanah, senggang, bayam liar dan
sejenisnya.
e. Musuh alami
Di Indonesia, diidentifikasi terdapat 17 spesies parasitoid, yaitu
Hemiptarsenus varicornis Asecodes delucchii, Asecodes sp., C. pentheus,
Cirrospilus ambiguus, Closterocerus sp., Gromotoma micromorpha, Kleidotoma
sp., Neochyrsocharis formosa, N. okazakii, Quadrastichus liriomyzae, Opius
sp.,Pnigalio sp., Stenomesius sp., dan Zagrammosoma latilineatum (Samsudin
2008), serta Euderus sp. dan Eucolidea sp. Parasitoid H. varicornis telah
dimanfaatkan secara luas untuk mengendalikan lalat pengorok daun di Indonesia.
Parasitoid tersebut ditemukan pada setiap daerah endemis Liriomyza di Indonesia
dengan tingkat populasi cukup tinggi (Samsudin 2008).
Pada kondisi alami Pada kondisi alami, larva Liriomyza terparasit oleh
berbagai jenis parasitoid dan imago dimangsa oleh predator. Jenis parasitoid lalat
pengorok daun berbeda untuk setiap tanaman dan daerah geografi.
Predator alami lalat pengorok daun adalah semut, kumbang, Chrysopa sp.,
dan spesies Diptera lain seperti Drapetis subaenescens, Tachydromia annulata,
Coenosia attenuata, Draperis sp., Oxyopes sp., Cyrtopeltis modestus, dan
nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae.
Asecodes sp
f. Distribusi
Hama yang diduga berasal dari Kalifornia, yang kemudian menyebar ke
Amerika Selatan. Pada awalnya Liriomyza spp. bukan hama penting karena
populasinya sealalu dapat dikendalikan oleh musuh alaminya. Namun pada awal
tahun 1970-an lalat ini berubah menjadi sangat merugikan akibat musuh alaminya
banyak terbunuh oleh insektisida. Di Indonesia hama ini pertama kali ditemukan
tahun 1994 di daerah Cisarua Bogor. Setahun kemudian menyebar ke dataran
tinggi penghasil sayuran di Jawa dan Sumatra, sejak tahun 1998 telah ditemukan
pula di Sulawesi Selatan.
g. Pengendalian
1) Kultur teknis
Cara ini dilakukan dengan menerapkan budidaya tanaman sehat yang
meliputi :
- Penggunaan varietas yang tahan
- Sanitasi yaitu dengan membersihkan gulma
- Pemupukan berimbang
- Menimbun bagian-bagian tanaman yang terserang
2) Mekanis
Pemangkasan daun-daun yang terserang dan daun bagian bawah yang
telah tua.
Larva dikumpulkan dari sekitar tanaman yang rusak kemudian
dimusnahkan.
Pemasangan yellow sticky trap dengan membentangkan kain kuning
(lebar 0,9 m x panjang sesuai kebutuhan atau 7 m, untuk setiap lima
bedengan memanjang) berperekat di atas tajuk tanaman kentang (Baso
et al. 2000). Goyangkan pada tanaman membuat lalat dewasa
beterbangan dan terperangkap pada kain kuning.
3) Biologis
- Dengan memanfaatkan musuh alami.
- Penggunaan ekstrak biji mimba (Azadirachta indica).
4) Kimia
Sebelum aplikasi insektisida dilakukan pemantauan OPT dan aplikasinya
apabila diperlukan. Pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian
untuk OPT gerbera belum ada, namun demikian untuk sementara dapat
menggunakan insektisida seperti insektisida Neem azal T/S Azadirachtin 1 %
5) Karantina
Tidak membawa bibit dari daerah endemik ke daerah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Parrella, M.P., K.L. Robb, D.G. Christie, and J. A. Bethke. 1982. Control of Liriomyza trifolii with biological agents and insect growth regulators. Calif. Agric. 36: 17−19.
Samsudin, H. 2008. Sebaran Hemiptarsus varicornis (Girault) (Hymenopetra: Eulopidae)parasitoid larva Liriomyza spp. Lembaga Pertanian Sehat. http://www.pertaniansehat.or.id Di akses 22 mei 2011
Yuliantoro Baliadi dan Wedanimbi Tengkano Lalat Pengorok Daun, Liriomyza sp. (DIPTERA: AGROMYZIDAE), hama baru pada tanaman Kedelai di indonesia Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3291101.pdf Di akses 22 mei 2011