HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman...

44
Humanis Warta Hak Asasi Manusia VOLUME 2 TAHUN X DESEMBER 2014 ISSN 1412-3916 Implementasi Perda dalam Perspektif HAM Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Ekonomi HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI

Transcript of HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman...

Page 1: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

HumanisWarta Hak Asasi Manusia

VOLUME 2 TAHUN X DESEMBER 2014 ISSN 1412-3916

Implementasi Perda dalam Perspektif HAM

Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Ekonomi

HAK HIDUP vs

HUKUMAN MATI

Page 2: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan
Page 3: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 1

HumanisWarta Hak Asasi Manusia

Daftar IsiHalaman

Surat Pembaca 2

Buah Bibir Hak Hidup VS Hukuman Mati dalam Perspektif Hukum dan HAM 3

OpiniImplementasi Perda dalam Perspektif HAM 6

Membuka Kembali Wacana Tentang Reformasi Hukum Di Indonesia Dilihat Dari Teori Hukum 10

Kebijakan KriminalPenanggulangan Tindak Pidana Ekonomi 15

FokusMengenal Jenis Metode Penelitian 19

Peranan Filsafat Ilmu dalam Pengetahuan 24

Mengapa Kita Perlu Indikator Hak Asasi Manusia 30

Agenda 36

Dari RedaksiPelindung

Menteri Hukum dan HAMRepublik Indonesia

PengarahDr. Mualimin, S.H., M.H.

Penanggung JawabIr. Maruahal Simanjuntak, S.H., M.M.

RedakturWahyuning Widayati, S.H., M.H.

Trisasi Dwi Handahyni, S.H.Jumanter Lubis, SH.

Drs. M. Arifin HA, MM.

Redaktur PelaksanaDrs. Halasan Pardede

Penyunting/EditorIndah Kurnianingsih, S.H.

Agustinus, S.H.Petrus Uje Palue, S.H., M.Si.

Rahjanto, SIP., M.Si.Harison Citrawan Damanik, S.H.

Desain Grafis dan Fotografer rubrik Fokus

Sabir R, Bc.KN, S.Sos.Daryono, S.H.

Agus Priyatna, A.Md.Ratidjo Slamet

Desain Grafis dan Fotografer rubrik Opini

Rahjanto, SIP., M.Si.Donny Michael, S.H.

Penny Naluria Utami, S.Sos.Sujatmiko, S.H., M.Si.

SekretariatSyafril M., S.Sos.Tri Wantustri, S.H.

PenerbitBadan Penelitian dan

Pengembangan Hak Asasi Manusia

Alamat RedaksiJl. HR. Rasuna Said Kav. 4-5,

Kuningan-Jakarta Selatan, Telp. 021-2525165, Fax. 2526438website:www.balitbangham.go.id

Redaksi menerima tulisan, artikel, karikatur, yang berkaitan dengan HAM.

Redaksi berhak mengedit tanpa mengubah substansi. Surat dikirim ke redaksi Humanis atau melalui email :

[email protected]

Maraknya peredaran narkoba, pelecehan seksual, dan tindak kejahatan lainnya sudah sangat mengkhawatirkan. Hal ini ber-ujung dengan diberlakukanya kembali hukuman mati di Indo-nesia. Penjatuhan dan pelaksa-naan hukuman mati sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan ma-syarakat baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam pandangan sosial, hukuman mati merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia tetapi bila dilihat mela-lui pandangan hukum, hukuman mati harus dilaksanakan demi keadilan dan perlindungan terha-dap warga negara. Hukuman mati menjadi hal yang rentan terhadap hilangnya hak hidup seseorang. Namun demikian dengan adanya hukuman mati dapat menjadi pel-ajaran agar kejadian serupa tidak terulang. Pada edisi kali ini re-daksi memaparkan topik tentang reformasi hukum, implementasi perda dalam perspektif HAM dan kebijakan kriminal penanggulang-an tindak pidana ekonomi dan be-berapa topik lain yang dijadikan dasar dalam pemenuhan HAM. Kiranya para pembaca akan men-dapat wawasan dari tulisan yang disajikan pada edisi kali ini.

Page 4: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 20142

SURAT PEMBACA

HAM Internasional dan HAM di Indonesia

Redaksi yang terhormatSaya merupakan salah satu pemerhati masalah Hak Asasi Manusia. Dengan adanya majalah Humanis ini, saya menyambut baik dengan pe-nerbitan - penerbitan yang menyangkut masa-lah Hak Asasi Manuisa.Mungkin sebagai usulan kepada Redaksi, seba-iknya perlu ditampilkan pelaksanaan HAM di du-nia Internasional yang disandingkan dengan pe-laksanaan HAM di Indonesia. Dari sini tercermin suatu perbedaan atau mungkin sebagai suatu acuan dari yang kurang di dalam pemahaman, penegakkan dan perlindungan mengenai Hak Asasi Manusia.

Soegito Jl. Batuampar I/ 12 Jakarta Timur

Sdr. SoegitoTerima kasih atas usul yang anda sampaikan. Redaksi sependapat dengan apa yang di usul-kan, seringkali di dalam pemberitaan dunia internasional, penegakkan dan perlindungan mengenai HAM lebih di akui di negara-negara barat. Dimana negara-negara tersebut merupa-kan negara maju yang relatif dapat menghargai, menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manu-sia denga baik, namun untuk mengetahui dan memahami HAM perlu adanya suatu persama-an persepsi atau pandangan di setiap negara, karena HAM dapat di tegakkan apabilah ma-sing-masing individu mengetahu apa yang men-jadi hak dan kewajiban.Redaksi berharap suatu saat dan keterbatasan informasi yang ada, kami dapat menyampaikan suatu ganbaran atau pemberitaan aktual me-ngenai pelaksanaan HAM di dunia internasional.

Perlindungan dan Keselamatan Tenaga Kerja Wanita

Redaksi yang terhormatBanyak kasus-kasus yang terjadi akhir-akhir ini terutama sekali yang dialami oleh tenaga kerja wanita, seperti penyiksaan, pemerkosaan dan pelecehan seksual. Pada kasus-kasus tersebut ada yang belum tertangani bahkan belum terpe-cahkan dan terkesan tertutup.Pada kesempatan ini saya ingin menyarankan agar pada Majalah Humanis menyediakan rub-rik yang menampilkan kasus-kasus pelanggaran yang dialami tanaga kerja wanita baik di dalam negeri maupun luar negeri, sehingga publik dapat mengetahui secara gamblang mengenai kasus-kasus tersebut sehingga dapat membuka mata bagai aparatur negara yang menanganinya.

Gunandi Jl. Kalijati Jakarta Pusat

Sdr. GunandiPerlindungan dan keselamatan kerja memang merupakan suatu hak yang di lindungi oleh nega-ra dengan peraturan perundang-undangan yang ada seperti UU No. 13 tahun 2003 tentang ke-tenagakerjaan dan kepmennakertrans No. 104A/MEN/2002 tentang Penempatan TKI ke luar ne-geri.Namun seringkali dengan segala keterbatasan dan kendala pengawasan yang di hadapai oleh para stakeholders, dalam hal penanganan ter-hadap perlindungan dan keselamatan kerja juga acapkali terbentur pada perbedaan hukum dari suatu negara. Redaksi di setiap terbitan beru-saha untuk mengetengahkan suatu topik yang berbeda-beda, oleh karena itu redaksi suatu saat dapat menghadirkan rubrik yang bertemakan per-lindungan dan keselamatan tenaga kerja wanita.

Page 5: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 3

BUAH BIBIR

Hak hidup dijamin dalam

Pasal 28A Undang-

Undang Dasar 1945

(“UUD 1945”) yang berbunyi:

“Setiap orang berhak untuk hidup

serta berhak mempertahankan

hidup dan kehidupannya.” Dasar

hukum yang menjamin hak untuk

hidup di Indonesia juga terdapat

dalam Pasal 9 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia (“UU HAM”)

yang berbunyi:

Setiap orang berhak untuk

hidup, mempertahankan hidup dan

meningkatkan taraf kehidupannya

Setiap orang berhak hidup

tenteram, aman, damai, bahagia,

sejahtera lahir dan batin

Setiap orang berhak atas

lingkungan hidup yang baik dan

sehat.

Lebih lanjut, dalam

Penjelasan Pasal 9 UU HAM

dikatakan bahwa setiap

orang berhak atas kehidupan,

mempertahankan kehidupan, dan

meningkatkan taraf kehidupannya.

Hak atas kehidupan ini bahkan

juga melekat pada bayi yang belum

lahir atau orang yang terpidana

mati. Dalam hal atau keadaan

yang sangat luar biasa yaitu demi

kepentingan hidup ibunya dalam

kasus aborsi atau berdasarkan

putusan pengadilan dalam kasus

pidana mati. Maka tindakan aborsi

atau pidana mati dalam hal dan

atau kondisi tersebut, masih dapat

diizinkan. Hanya pada dua hal

tersebut itulah hak untuk hidup

dapat dibatasi. Dari penjelasan

Pasal 9 UU HAM di atas dapat

diketahui bahwa dalam kondisi

tertentu seperti pidana mati, hak

untuk hidup dapat dibatasi.

Merujuk pada putusan

Mahkamah Konstitusi mengenai

pengujian Pasal 80 Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1997

tentang Narkotika (“UU Narkotika”)

yang memuat sanksi pidana mati

terhadap UUD 1945.

Berkaitan dengan hal ini,

di dalam artikel Terikat Konvensi

Internasional Hukuman Mati

Mesti Jalan Terus, diberitakan

bahwa Mahkamah Konstitusi

(“MK”) dalam putusannya pada 30

Oktober 2007 menolak uji materi

hukuman mati dalam UU Narkotika

dan menyatakan bahwa hukuman

mati dalam UU Narkotika tidak

bertentangan dengan hak hidup

yang dijamin UUD 1945 lantaran

jaminan hak asasi manusia dalam

UUD 1945 tidak menganut asas

kemutlakan. Menurut MK, hak

asasi dalam konstitusi mesti

dipakai dengan menghargai dan

menghormati hak asasi orang lain

demi berlangsungnya ketertiban

umum dan keadilan sosial.

Dengan demikian, MK, hak asasi

manusia harus dibatasi dengan

instrumen Undang-Undang, yakni

Hak untuk hidup itu tidak boleh

dikurangi, kecuali diputuskan oleh

pengadilan.

Alasan lain pertimbangan

putusan MK salah satunya

karena Indonesia telah terikat

dengan konvensi internasional

narkotika dan psikotropika yang

telah diratifikasi menjadi hukum

nasional dalam UU Narkotika.

Sehingga, menurut putusan MK,

Indonesia justru berkewajiban

menjaga dari ancaman jaringan

peredaran gelap narkotika skala

internasional, yang salah satunya

dengan menerapkan hukuman

yang efektif dan maksimal.

Masih dalam artikel yang

sama dijelaskan bahwa dalam

konvensi tersebut Indonesia telah

HAK HIDUP VS HUKUMAN MATIDALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM

Harison Citrawan

Page 6: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 20144

BUAH BIBIR

mengakui kejahatan narkotika

sebagai kejahatan luar biasa

serius terhadap kemanusiaan

(extra ordinary) sehingga

penegakannya butuh perlakuan

khusus, efektif dan maksimal.

Salah satu perlakuan khusus itu,

menurut MK, antara lain dengan

cara menerapkan hukuman

berat yakni pidana mati. Dengan

menerapkan hukuman berat

melalui pidana mati untuk

kejahatan serius seperti narkotika,

MK berpendapat, Indonesia

tidak melanggar perjanjian

internasional apa pun, termasuk

Konvensi Internasional Hak

Sipil dan Politik (ICCPR) yang

menganjurkan penghapusan

hukuman mati. Bahkan MK

menegaskan, Pasal 6 ayat 2

ICCPR itu sendiri membolehkan

masih diberlakukannya hukuman

mati kepada negara peserta,

khusus untuk kejahatan yang

paling serius.

Dalam pandangan MK,

keputusan pembikin undang-

undang untuk menerapkan

hukuman mati telah sejalan

dengan Konvensi PBB

1960 tentang Narkotika dan

Konvensi PBB 1988 tentang

Pemberantasan Peredaran Gelap

Narkotika dan Psikotropika,

Pasal 3 Universal Declaration of

Human Rights, dan UU HAM sebab

ancaman hukuman mati dalam

UU Narkotika telah dirumuskan

dengan hati-hati dan cermat, tidak

diancamkan pada semua tindak

pidana Narkotika yang dimuat

dalam UU tersebut.

Lebih lanjut, melihat pada

UU HAM, MK memandang bahwa

UU itu juga mengakui adanya

pembatasan hak asasi seseorang

dengan memberi pengakuan hak

orang lain demi ketertiban umum.

Dalam hal ini, MK menganggap

hukuman mati merupakan bentuk

pengayoman negara terhadap

warga negara terutama hak-hak

korban.

Hal lain yang juga penting

diketahui adalah orang yang dijatuhi

hukuman mati (terpidana mati) oleh

pengadilan masih memiliki upaya

hukum lain sehingga masih ada

peluang tidak dihukum mati. Hal

ini telah kami bahas dalam artikel

Apakah Terpidana Mati Juga Perlu

Pembinaan?

Dengan demikian, hak untuk

hidup dijamin dalam konstitusi

Indonesia, namun hak tersebut

dapat dibatasi dengan instrumen

undang-undang. Konstitusionalitas

hukuman mati yang diatur sejumlah

undang-undang, salah satunya UU

Narkotika, juga telah diperkuat

oleh putusan MK.

Kontroversi mengenai

hukuman mati muncul kembali

di negeri kita, pelaksanaan

hukuman mati yang hingga kini

masih berlangsung di Indonesia

menjadi bahan pembicaraan

di kalangan masyarakat dan

praktisi hukum. Menentang

atau menyetujui hukuman mati

pasti memiliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing.

Apakah hukuman mati itu

merupakan suatu kebutuhan

bagi hukum di Indonesia,

dan bagaimana pelaksanaan

hukuman mati itu jika ditinjau dari

UUD 1945 pasal 28A, pasal ayat

1, pasal 28J ayat 1?

Di tengah upaya Indonesia

membangun demokratisasi

dan penghormatan HAM yang

menjadi agenda reformasi di

bidang hukum, negara justru

mengeluarkan ketentuan hukum

yang menerapkan hukuman

mati seperti UU Nomor 5 Tahun

1997 mengenai Psikotropika, UU

Nomor 22 Tahun 1997 mengenai

Narkotika, UU Nomor 26 tahun

2000 mengenai Pengadilan

HAM, UU Nomor 20 tahun 2001

mengenai Perubahan atas UU

No 31 Tahun 1999 tentang

Page 7: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 5

BUAH BIBIR

Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, UU Nomor 23 mengenai

Perlindungan Anak dan UU Nomor

15 tahun 2003 tentang penetapan

Perpu RI Nomor 1 Tahun 2002

mengenai Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme menjadi

undang-undang.

Presiden Megawati

Sukarnoputri, pernah

mengeluarkan KEPPRES yang

berisi penolakan terhadap grasi

para terpidana mati, baik dalam

kaitan perkara pembunuhan

maupun narkotika, maka

eksekusi terhadap terpidana mati

seperti Ayodya Prasad Chaubey

beberapa waktu lalu akan terjadi

lagi. Hal ini juga terulang di era

pemerintah yang dipimpin Jokowi-

Jusuf Kalla tidak akan memberikan

grasi kepada terpidana kasus

narkoba. Hingga saat ini terpidana

mati kasus narkoba berjumlah 64

orang. Dengan demikian, proses

eksekusi mati terhadap mereka

akan segera dilaksanakan jika

sudah mempunyai kekuatan

hukum.

Perdebatan pro-kontra

mengenai eksistensi hukuman

mati masih terjadi. Hukuman mati

sebenarnya tidak menjadi isu

kontroversial bila pelaksanaannya

segera dilakukan sejak putusan

berkekuatan tetap. Namun,

sebagaimana kita ketahui,

hukuman mati di Indonesia baru

dilaksanakan setelah terpidana

menempuh upaya hukum (banding,

permohonan grasi dan peninjauan

kembali) dan menjalani pidana

bertahun-tahun. Pelaksanaan

hukuman mati pun masih tertunda.

Banyak terjadi perdebatan

yang berkepanjangan mengenai

hukuman mati ini, dan

menimbulkan banyak pendapat.

Pendapat pertama, hukuman mati

menjadi bagian hukum (pidana)

positif Indonesia, karenanya

masih relevan untuk dilaksanakan.

Pendapat kedua, hukuman mati

bertentangan dengan Amandemen

Kedua Pasal 28 A, Pasal 28 I ayat

1 dan Pasal 28 J ayat 1 UUD 1945.

5 Pasal 28 A menyatakan bahwa

setiap orang berhak untuk hidup

serta berhak mempertahankan

hidup dan kehidupannya, Pasal

28 I ayat 1 menyatakan Hak

untuk hidup, hak untuk tidak

disiksa, hak kemerdekaan pikiran

dan hati nurani, hak beragama,

hak untuk tidak diperbudak, hak

untuk diakui sebagai pribadi di

hadapan hukum, dan hak untuk

tidak dituntut atas dasar hukum

yang berlaku surut adalah hak

asasi manusia yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apa

pun, dan Pasal 28 J ayat 1

UUD 1945 menyatakan Setiap

orang wajib menghormati hak

asasi manusia orang lain dalam

tertib kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

Ketiga pasal tersebut secara

tegas menyatakan, s e t i a p

orang berhak untuk hidup

serta berhak mempertahankan

hidup dan kehidupannya. Sesuai

asas konstitusionalitas, legalitas

produk hukum positif di atas yang

masih mempertahankan hukuman

mati, seharusnya menyesuaikan

dengan amandemen konstitusi

agar tidak bertentangan dengan

asas perundang-undangan lex

superior derogat legi inferiori (

hukum yang lebih rendah tidak

boleh bertentangan dengan

hukum yang lebih tinggi) berdasar

Pasal 2 juncto Pasal 4 ayat (1) TAP

MPR No III/MPR/2000 mengenai

Sumber Hukum dan Tata

Peraturan Perundang-undangan,

karena legalitas hukuman mati

sebagai produk hukum yang lebih

rendah bertentangan dengan

produk hukum yang lebih tinggi.

Page 8: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 20146

OPINI

Salah satu tujuan negara

yang utama adalah

penegakan hak asasi

manusia. John Locke (1970:124),

sebagaimana dikutip Saut Sirait,

2000:63), merumuskan tujuan

negara sebagai berikut.

The great and chief

end of means uniting

into commonwealth,

and putting themselves

under government is

the preservation of their

properti.

Pengertian property dalam

pandangan Locke tidak semata-

mata benda-benda yang bernilai

ekonomis, tetapi lebih dari itu,

yakni mencakup hak-hak manusia,

kebebasan dan kehidupan itu sendiri

(Saut Sirait, 2000:63). Hak Asasi

Manusia (HAM) yang dalam bahasa

Indonesia diartikan sebagai hak-

hak mendasar pada diri manusia

harus menjadi akar dari negara,

menghormati perbedaan, menerima

keanekaragaman, menerima

hubungan, serta menghargai

hubungan gender. Kondisi yang

diperlukan adalah negara harus

konsisten terhadap konstitusi,

hak-hak dasar, persamaan lelaki

dan perempuan, persamaan

antara muslim dan non-muslim.

Di dalam Undang-Undang

No. 39 Tahun 1999 Tentang

Hak Asasi Manusia, dijelaskan

tentang pengertian hak asasi

manusia. Salah satu hak asasi

manusia adalah perlakuan

negara yang tidak diskriminatif.

Pada Pasal 3 ayat (1) Undang-

Undang No. 39 Tahun 1999,

disebutkan bahwa diskriminasi

adalah setiap pembatasan,

pelecehan, atau pengucilan yang

langsung ataupun tak langsung

didasarkan pada pembedaan

manusia atas dasar agama,

suku, ras, etnik, kelompok,

golongan, status sosial, status

ekonomi, jenis kelamin, bahasa,

keyakinan politik, yang berakibat

pengurangan, penyimpangan,

atau penghapusan pengakuan,

pelaksanaan, atau penggunaan

hak asasi manusia dan

Implementasi Perda dalam Perspektif Hak Asasi ManusiaHidayat*

Page 9: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 7

OPINI

kebebasan dasar dalam kehidupan

baik individual maupun kolektif

dalam bidang politik, ekonomi,

hukum, sosial, budaya dan aspek

kehidupan lainnya.

Suatu negara, menurut

Aswanto (2007:2), dapat

Rekapitulasi Pembatalan Perda Tahun 2002 sd 2011

No. Tahun Pajak Retribusi

Minuman Beralkohol

Sumbangan Pihak Ketiga

Lain-lain Jumlah

1. 2002 17 - 2 - 192. 2003 95 3 1 6 1053. 2004 220 2 13 1 2364. 2005 118 1 4 3 1265. 2006 114 - - - 1146. 2007 161 1 4 7 1737. 2008 223 4 - 2 2298. 2009 831 11 5 29 876

Jumlah 1179 22 29 48 1876 Sumber data: Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011

dikatakan sebagai negara

hukum apabila negara tersebut

memberikan jaminan perlindungan

dan penghargaan hak-hak asasi

manusia, karena ciri negara

hukum adalah: (1) pengakuan

dan perlindungan hak-hak asasi

manusia, yang mengandung

persamaan dalam bidang

politik, hukum, sosial, kultur dan

pendidikan; (2) Peradilan yang

bebas, tidak memihak, tidak

dipengaruhi oleh suatu kekuasaan

atau kekuatan lain apapun; dan

(3) Legalitas dalam arti hukum

dalam semua bentuknya.

Semua ketentuan dalam

UU itu mestinya mengilhami

semua kebijakan politik dan

penegakan hukum termasuk

perdanya agar tidak ada

kebijakan pemerintahan, di pusat,

dan daerah yang melanggar HAM.

Dalam berbagai model panorama

kekejian dan ketidakadilan,

dalam konteks kekinian seiring

dengan perubahan pendulum

kekuasaan politik di negeri kita

dari sentralisasi ke desentralisasi

(otonomi daerah).

Sistem otonomi daerah

telah memberi manfaat yang luar

biasa bagi proses percepatan

pembangunan daerah. Namun

sesungguhnya di dalamnya

juga mengandung sejumlah

potensi ketidakadilan dan

pelanggaran HAM yang kian

lama kian sulit ditoleransi.

Perda dan HAM Salah satunya

adalah lemahnya daya sensitivitas

terhadap asas dan kaidah aspek

HAM dalam penyusunan aneka

Peraturan Daerah (Perda)

yang merupakan payung bagi

penyelenggaraan Otonomi

Daerah (Otda). Baik di bidang

ekonomi, sosial, maupun budaya

(ekosobud) di daerah. Terlihat

pada tahun 2002 sampai 2009

terdapat 1876 Perda diprotes oleh

rakyat di daerah dan dibatalkan

oleh Kementerian Dalam Negeri

karena bertentangan dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 dan bertentangan HAM.

Berikut ini adalah Rekapitulasi

Pembatalan Perda sebagai

berikut:

Tak pelak, ribuan Perda di

berbagai daerah dinyatakan oleh

Kementerian Dalam Negeri tidak

layak diberlakukan karena content

draft-nya tak memenuhi kualifikasi

filosofis dan standar baku dalam

asas dan kaidah penyusunan

peraturan perundang-undangan.

Baik yang diatur dalam Undang-

Undang No.12 Tahun 2011

tentang Penyusunan Peraturan

Perundang-Undangan maupun

Page 10: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 20148

OPINI

tidak sebangun dengan hierarki

peraturan perundang-undangan,

bahkan tidak senapas dengan

UUD 1945.

Belakangan ini sejumlah

daerah (provinsi/kabupaten/kota)

ramai-ramai membuat Perda

untuk mendongkrak pendapatan

asli daerah (PAD) tanpa

mengindahkan beban sosial

ekonomi rakyat di tengah terpaan

krisis. Seperti, perda tentang

retribusi, pajak, dan

aneka pungutan dari

kendaraan, usaha,

radio, sepeda,

bahkan sampai

soal kematian dan

izin keramaian

(hajatan).

Begitu pula

maraknya Perda

yang mengatur tentang

maksiat, lokalisasi, dan

pelaksanaan hukum agama

tertentu. Biasanya Perda jenis ini

cenderung mendiskriminasikan

kaum perempuan dan anak-anak,

pemihakan pada agama tertentu

dan diskriminasi pada agama

minoritas. Ini adalah cermin dari

keragaman perda yang kian

ìmenjauhî dari norma dan asas-

asas hukum di negara demokrasi

yang berpihak pada pluralitas

dan insklusivitas masyarakat.

Semua jenis perda model

ini mencerminkan betapa lemahnya

tingkat sensitivitas pembuat Perda,

yakni DPRD dan kepala daerah

terhadap penempatan perspektif

HAM dan proses perancangan

perda (legal drafting). Akibatnya

Perda di era kebebasan otonomi

daerah ini cenderung

melupakan aspek HAM dan

berpotensi mengeliminasi keadilan

substansial.

Saat ini, Indonesia telah

memiliki perundang-undangan

tentang HAM cukup lengkap. Pada

28 Oktober 2005, pemerintah

telah meratifikasi International

Covenant on Civil and Political

Rights (ICCPR) dan International

Covenant on Economic, Social,

and Cultural Rights (ICESCR).

Kedua kovenan PBB itu telah

menjadi produk hukum yakni

Undang-Undang No 12 Tahun

2005 untuk ICCPR dan Undang-

Undang No 11 Tahun 2005 untuk

ICESCR.

Disyahkannya kedua

kovenan tersebut menjadi

UU, maka secara de

jure mestinya setiap

warga negara dan

anggota masyarakat

lebih terjamin hak-

hak asasinya.

ICCPR mengatur

perlindungan hak-

hak warga di bidang

sipil dan politik,

sedangkan ICESCR

menjamin hak-hak warga

di bidang ekonomi sosial dan

budaya. ICCPR dan ICESCR

melengkapi ketentuan HAM

dalam UUD 1945 seperti Pasal

28A sampai dengan 28J tentang

HAM.

Pasal 29 tentang Agama,

Pasal 31 dan Pasal 32 tentang

Pendidikan dan Kebudayaan,

Pasal 33 dan 34 UUD 1945

tentang Perekonomian Nasional

Pembiaran (omission)

terhadap berlakunya Perda di daerah yang

memuat aturan tentang aspek ekonomi, sosial, politik dan

budaya yang mengabaikan hak-hak asasi masyarakat daerah jelas

merupakan pelanggaran HAM secara terselubung, karena dibungkus dengan prosedur yang demokratis di tingkat

DPRD.

Page 11: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 9

OPINI

dan Kesejahteraan Sosial dengan

UU No 39/1999 tentang HAM

serta UU No 26/2000 tentang

Pengadilan HAM.

Tak pelak lagi, semua

ketentuan dalam undang-undang

HAM itu mestinya mengilhami

semua kebijakan politik dan

penegakan hukum termasuk

perda untuk melindungi hak asasi

(HAM) setiap warganya. Sehingga

tidak ada kebijakan pemerintahan,

di pusat ,dan daerah yang

melanggar HAM.

Karena itu, saatnya

Perancang Peraturan Perundang-

Undangan (legal drafter) memiliki

pemahaman dan sensitivitas

terhadap implementasi HAM

dalam kebijakan pembuatan

Perda. Produk hukum Perda

tidak dirancang sebebas-

bebasnya tanpa memperhatikan

aspek hak ekonomi dan sosial

masyarakat daerah, karena

sesungguhnya Perda dibuat untuk

menjadi garis kebijakan daerah

dalam mengimplementasikan

kemakmuran dan kesejahteraan

secara ekonomi dan sosial-politik

masyarakat daerah otonom.

Di titik ini diperlukan

kearifan pada para Perancang

Peraturan Perundang-Undangan,

misalnya terkait dengan perda

ekonomi tidak boleh hanya

semata-mata mengejar PAD tanpa

mengindahkan hak-hak ekonomi

masyarakat daerah. Begitu pula,

Perda terkait dengan pengaturan

sosial, politik, dan budaya agar

tidak hanya berpihak pada suara

mayoritas partai politik di DPRD

tanpa mengindahkan nurani

minoritas masyarakat.

Pembiaran (omission)

terhadap berlakunya Perda di

daerah yang memuat aturan tentang

aspek ekonomi, sosial, politik dan

budaya yang mengabaikan hak-

hak asasi masyarakat daerah

jelas merupakan pelanggaran

HAM secara terselubung, karena

dibungkus dengan prosedur yang

demokratis di tingkat DPRD.

Fungsi pemerintah dalam

pemajuan dan perlindungan

hak asasi manusia, yaitu

sebagai guardians of human

rights (pengawal hak asasi

manusia) bermakna bahwa fungsi

pemerintah adalah menciptakan

kondisi masyarakat yang kondusif

untuk perlindungan dan pemajuan

hak asasi manusia. Negara

Indonesia merupakan negara

hukum di mana pemerintahnya,

termasuk pemerintah daerah,

sudah hakikatnya memajukan

penegakan hak asasi manusia.

Bukan sebaliknya, mereduksi hak

asasi itu melalui Perda. Perda ini

perlu pengecualian bagi orang-

orang yang terkondisi hal khusus,

sehingga tidak memungkinkan

orang tersebut bisa membaca.

Misalnya, orang yang cacat (buta

atau mental terbelakang/idiot),

dan orang yang baru menganut

agama Islam.

Sebagai contoh, Perda

No. 06 Tahun 2003 Kabupaten

Bulukumba tidak hanya melanggar

HAM berkeluarga dan hak pribadi

yang berhubungan dengan

agama, tetapi sekaligus kurang

sesuai dengan Kompilasi Hukum

Islam Tentang Perkawinan, UU

No. 1 Tahun 1974, UU No 39

Tahun 1999, dan UUD 1945.

Perda No. 06 Tahun 2003

Kabupaten Bulukumba ini telah

melampaui kewenangan karena

persoalan pandai baca Alquran

dan hal perkawinan merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari

hak pribadi di bidang keagamaan.

*) Kepala Sub bidang Evaluasi hasil penelitian pada Puslitbang hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Balitbang HAM

Page 12: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201410

OPINI

Perkembangan rezim

hukum yang berkeadilan,

transparan, dan tidak

diskriminatif merupakan salah

satu aspek yang menjadi fokus

kerja pembangunan hukum di

Indonesia saat ini. Banyaknya

penyalahgunaan kekuasaan

untuk menegakan hukum

menjadikan rakyat yang tidak

bersalah menjadi korban, serta

terjerat dengan kompleksitas

prosedur yang diciptakan.

Agenda hukum ‘Kabinet Kerja’

yang dikomandoi Joko Widodo

dan Jusuf Kalla menjadi tumpuan

dan harapan masyarakat.

Gambaran pemerintahan

khususunya hukum yang ideal

tertanam dibenak sebagian besar

Rakyat Indonesia. Sejak Kabinet

Kerja pemerintahan ini berjalan,

pekerjaan rumah terus menuntut

untuk diselesaikan. Semata menanti

perbaikan-perbaikan signifikan

terhadap hukum dan kualitas

koordinasi pimpinan dan pelaksana

di lapangan sejalan seirama.

Dari seluruh susunan ‘Kabinet

Kerja’, yang menjadi perhatian

menarik adalah Kementerian

di bidang Politik, Hukum dan

Keamanan yang selalu menjadi

posisi strategis dalam kabinet.

Menteri Koordinator Politik, Hukum

dan Keamanan akan bekerja sama

dengan Menteri Hukum dan HAM

yang memiliki peran signifikan bagi

pelaksanaan tata kelola, perbaikan,

dan penguatan rezim hukum di

Indonesia saat ini. Tidak hanya

Menkumham, bersama Menteri

Pertahanan, Menteri Dalam Negeri,

Menteri Luar Negeri, Menteri

Pendayaguaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi, diikuti

oleh Menteri Komunikasi dan

Informasi, Kejaksaan Agung dan

Kepolisian, seluruh kementerian/

lembaga diharapkan mampu

mewujudkan semangat perbaikan

hukum di Indonesia.

Tulisan ini akan membuka

kembali wacana dan akan

mengingatkan kembali kepada

kita akan pentingnya reformasi

dibidang hukum yang ditinjau dari

sisi teori serta pendapat para ahli

hukum.

Berawal dari tahun 1998

dikenang dalam sejarah

Indonesia sebagai salah satu

tahun yang menandai perubahan

radikal berbagai tatanan

MEMBUKA KEMBALI WACANA TENTANG REFORMASI HUKUM DI INDONESIA DILIHAT DARI TEORI HUKUMGunawan*

Page 13: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 11

OPINI

kehidupan melalui gerakan

reformasi. Meskipun pada

mulanya reformasi merupakan

gerakan politik karena berkaitan

dengan perjuangan pembaharuan

tatanan politik, namun dampak

yang ditimbulkannya tidak hanya

pada bidang politik, melainkan

m e n y e n t u h

b idang-b idang

lain, misalnya,

h u k u m ,

e k o n o m i ,

s o s i a l ,

budaya, dan

lain-lain1.

Reformasi hukum memiliki

arti yang fundamental bagi

tercapainya tujuan gerakan

reformasi, yaitu menjadikan

Indonesia sebagai Negara hukum

yang demokrasi untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat.

Munculnya berbagai aturan dan

institusi baru ataupun penguatan

lembaga-lembaga hukum yang

ada yang mampu membentuk tata

nilai baru yang adil dan mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat

dalam memperoleh keadilan dan 1 Susi Dwi Harijanti, “Satu Dasawarsa Reformasi Hukum: Indonesia Diper-simpangan Jalan”, Jurnal Demokrasi dan HAM, vol.7 No. 1, Tahun 2007

kesejahteraan itulah capaian

dalam cita-cita reformasi hukum

Pengertian dan Ruang Lingkup

Reformasi Hukum

Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, reformasi

hukum adalah perubahan secara

drastis untuk perbaikan di bidang

hukum dalam suatu masyarakat

atau negara. Sedangkan menurut

Prof. Muladi, reformasi hukum

adalah proses demokratisasi

dalam pembuatan, penegakkan,

dan kesadaran hukum. Dalam

hal pembuatan hukum bukan

aspirasi penguasa saja yang

ditonjolkan melainkan juga harus

mendengarkan aspirasi dari

siapa saja yang berkepentingan

dengan pemerintahan (pemangku

kepentingan). Reformasi hukum

mempunyai arti penting guna

membangun desain kelembagaan

bagi pembentukan negara

hukum yang dicita-citakan.

Untuk kepentingan itu dalam

sistem politik yang demokratis,

hukum harus memberi kerangka

struktur organisasi formal

bagi bekerjanya lembaga-

lembaga negara,menumbuhkan

akuntabilitas normatif

dan akuntabilitas

publik dalam

p r o s e s

p e n g a m b i l a n

k e p u t u s a n

politik, serta

d a p a t

meningkatkan kapasitasnya

sebagai sarana penyelesaian

konflik kepentingan politik.

Bagir Manan menyatakan

bahwa ruang lingkup dan

pengertian hukum dalam

reformasi hukum hukum ‘tidak

diartikan secara parsial, apalagi

hanya fenomena atau persoalan

yang muncul seketika’.2 Misalnya,

apabila terdapat kejadian dimana

seorang pegawai MA terlibat

penipuan perkara, mendadak

2 Bagir Manan, “Peran Pendidikan Tinggi Hukum Dalam Reformasi Hukum”, Makalah disampikan pada Ceramah Ilmiah pada Minahasa Law Center, 16 januari 2007, hlm 3.

Page 14: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201412

OPINI

timbul gagasan mengocok ulang

semua Hakim Agung. Cara-cara

berpikir sporadic dan cenderung

reaksioner yang tidak didukung

oleh landasan konseptual yang

komprehensif dapat berakibat

pada munculnya tindakan-

tindakan kontra produktif.3 Agar

reformasi hukum dapat menjadi

dasar kokoh reformasi maka

lingkup dan pengertian reformasi

hukum adalah reformasi sistem

hukum.4

Lawrence M. Friedman

menawarkan tiga elemen system

hukum yang meliputi legal

structure (struktur hukum), legal

substance (subtansi hukum)

dan legal culture (budaya

hukum).5 Dalam bukunya

friedman menjelaskan bahwa

struktur hukum menunjuk pada

lembaga-lembaga Negara,

misalnya: legislatif; eksekutif;

dan yudikatif. Substansi hukum

menunjuk pada aturan-aturan,

sedangkan budaya hukum berarti

persepsi masyarakat terhadap

hukum dan sistem hukum. Agar

lebih memahami, friedman

memberikan pangandaian:

struktur adalah semacam

mesin; subtansi merupakan 3 Ibid 4 Ibid hlm.45 Lawrence M. Friedman, American Law:an introduction, 1998, hlm 16-34

sesuatu yang diproduksi oleh

mesin; sedangkan budaya hukum

adalah apapun atau siapapun yang

memutuskan apakah mesin akan

dihidupkan atau dimatikan serta

bagaimana mesin itu digunakan.

Berbeda dengan freidman, Bagir

Manan berpendapat bahwa

elemen-elemen sistem hukum

meliputi: sub sistem aturan hukum;

sub sistem penegakan hukum;

sub system pelayanan hukum; sub

system profesi hukum; sub system

pendidikan hukum; dan sub system

budaya hukum.6 Bagir Manan

memandang perlunya memasukkan

budaya hukum sebagai sub system

karena: hukum tidak lepas dari

masyarakat maka isi budaya hukum

mencakup segala bentuk tingkah

laku sosial, yang disatu pihak

menjadi sumber tatanan hukum,

dipihak lain merupakan refleksi

hukum yang ada.

Reformasi penegakan

hukum menurut Bagir Manan

tidak hanya dikonsentrasikan

pada penindakan, melainkan

mencakup pula membangun sistem

pencegahan atau penyimpangan

terhadap hukum. Selain itu,

reformasi penegakan hukum tidak

hanya semata-mata ditujukan pada

proses peradilan karena harus

6 Bagir manan. Loc.cit.

pula memasukkan reformasi

penegakan hukum dalam proses

birokrasi.7 Terdapat beberapa

alasan kenapa mengapa

penegakan hukum perlu

dimasukkan sebagai unsur sistem

hukum. Pertama, keberhasilan

suatu peraturan perundang-

undangan tergantung pada

penerapannya. Kedua, putusan-

putusan dalam rangka penegakan

hukum merupakan instrument

kontrol dan berfungsi sebagai

feedback bagi pembaharuan

atau penyempurnaan peraturan

perundang-undangan. Ketiga,

penegakan hukum merupakan

dinamisator peraturan

perundang-undangan.8

Dalam kaitan dengan

pelayaan hukum, Bagir Manan

menayatakan bahwa pelayanan

hukum berpusat pada lingkungan

jabatan birokrasi. Oleh Karena

itu, pembaruan birokrasi dalam

rangka mewujudkan konsep the

service state dan the welfare

state merupakan sub sistem dari

reformasi sistem hukum.9 Sub

sistem hukum berkaitan dengan

7 Ibid hlm 6-7 8 Bagir Manan, “Politik Perun-dang-Undangan”, Makalah pada Pena-taran Dosen FH/STH PTS se Indone-sia, Bogor, 26 September-16 Oktober 1993, hlm 4-5.9 Bagir Manan, “peran pendidikan tinggi hukum…, op cit, hlm 7-8

Page 15: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 13

OPINI

pekerjaan pelayanan bebas

atas dasar keahlian tertentu,

misalnya advokat. Sedangkan

sub sistem pendidikan hukum

berkaitan dengan pengajaran dan

penelitian hukum. Dan sub sistem

budaya hukum menyoroti sikap

masyarakat terhadap hukum.10

Sebagai perbandingan,

Moh. Mahfud MD berpendapat

bahwa sistem hukum

nasional Indonesia

adalah: “Sistem hukum

yang berlaku diseluruh

Indonesia yang meliputi

semua unsur hukum

(seperti isi, struktur,

b u d a y a , s a r a n a ,

peraturan perundang-

undangan, dan semua

sub unsurnya) yang antara

satu dengan yang lain saling

tergantung dan yang bersumber

dari Pembukaan dan Pasal-pasal

UUD Negara RI Tahun 1945.11

Perlunya Reformasi Hukum

Berawal dari pemikiran

bahwa hukum seharusnya

menjadi jembatan (instrumen)

dalam mewujudkan apa yang

dicita-citakan oleh bangsa

Indonesia sebagaimana yang 10 Ibid hlm. 4,9,16, dan 1711 Moh.Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitu-si, 2006, hlm 21

tercantum dalam Pembukaan

UUD 1945, yaitu: melindungi

segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa,

ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan

sosial.

Disini hukum haruslah

berperan lebih dalam kondisi

dimana pergeseran nilai

berubah dengan sangat cepat

sebagai akibat perubahan yang

mengadung sifat revolusioner.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja,

misalnya, berpendapat bahwa

untuk mengetahui fungsi hukum

maka dapat dikembalikan pada

pertayaan dasar, yakni “apakah

tujuan hukum itu”.12 Menurutnya, 12 Otje Salman dan Eddy Damian, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan: Kumpulan Karya tulis Prof. Dr. Mochtar Kusu-maatmadja, SH, LLM, 2002, hlm.3

tujuan pokok hukum adalah

ketertiban (order) karena ketertiban

merupakan syarat mutlak bagi

adanya suatu masyrakat yang

teratur. Disamping ketertiban,

hukum juga mempunyai tujuan

lain yaitu terwujudnya keadilan

yang berbeda-beda menurut

isi dan ukurannya karena

tergantung pada masyarakat dan

zamannya. Oleh

Karena sangat

menekankan pada

fungsi pencapaian

ketertiban, sifat

hukum pada

dasarnya adalah

k o n s e r v a t i f .

Namun fungsi

ini tidak dapat

dipertahankan sebagai satu-

satunya fungsi utama karena

hukum juga harus berperan

dalam masyarakat yang sedang

membangun. Dalam kaitan

ini Mochtar Kusumaatmadja,

dengan mengadaptasi konsep

fungsi hukum Roscoe Poud

mengenai “law as a tool of social

engineering”, memperkenalkan

konsep hukum sebagai sarana

pembaharuan dan pembangunan.

Menurutnya peranan hukum

dalam pembangunan dan

pembaharuan adalah untuk

peranan hukum dalam pembangunan dan pembaharuan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur.

Page 16: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201414

OPINI

menjamin bahwa perubahan itu

terjadi dengan cara yang teratur.

Dalam pendapatnya

S. Tasrif untuk menanggapi

pendapatnya Mochtar

Kusumaatmadja mengenai

peran hukum dalam masyarakat

“bahwa seluruh produk hukum

yang dihasilkan harus mampu

mewujudkan masyarakat yang

adil dan makmur secara materil

dan spiritual. Memperhatikan

pentingnya fungsi hukum untuk

terwujudnya masyarakat yang

adil dan makmur, maka sudah

sewajarnya seluruh produk

hukum, terutama peraturan

perundang-undangan,13 ditinjau

ulang dan apabila perlu diubah

agar sesuai dengan aspek-aspek

filosofis, yuridis, sosiologis dan

teknik perancangan.14

Dalam periode transisi yang

dalam beberapa hal menunjukkan

perubahan yang penuh gejolak,

antagonisme antara penolakan

tatanan dan nilai lama dnegna

keinginan menciptkan tatanan

dan nilai baru, hukum harus

memainkan peran tambahan. Hal 13 Peraturan perundang-un-dangan masih menjadi sumber hukum utama dalam system hukum di Indonesia14 Pentingnya aspek-aspek ini, lihat Bagir Manan, Dasar-dasar pe-rundang-undangan Indonesia, 1992, hlm 14-20

ini disebabkan “setiap gerakan atau

perubahan yang mengandung sifat

revolusioner atau gerakan rakyat

praktis tidak dapat terhindar dari

situasi “excessive”15, peran-peran

hukum dalam kondisi seperti ini

dapat menjelma dalam berbagai

bentuk:

Pertama, mendorong dan

memberikan arah perubahan

yang dikehendaki atau yang

dicita-citakan. Kedua, menjamin

fungsi kestabilan masyarakat agar

terhindar dari segala bentu excessive

yang timbul akibat refomasi. Guna

manjamin kestabilan tersebut maka

aparat penegak hukum tidak boleh

mempunyai keragu-raguan dalam

upaya penindakan dan penegakan

hukum agar ketentraman dan

ketertiban masyarakt tidak goyah.16

Penutup

Didalam menjalankan

kehidupan berbangsa dan bernegara

haruslah berlandaskan pada nilai-

nilai Pancasila, sehubungan dengan

itu, maka politik pembangunan

hukum semestinya mengikuti hal

tersebut melalui grand design untuk

15 Bagir Manan, “Peran Hukum dalam Pergeseran Nilai sosial budaya masyarakat memasuki era reformasi” makalah disampaikan pada seminar di fakultas hukum ilmu sosial dan ilmu politik UNPAD, Bandung, maret 1999, hlm.816 Ibid hlm.9

merombak tatanan lama menjadi

baru. Disini terjadi tranformasi

nilai-nilai, dimana hukum sebagai

kekuatan pengintegrasian

mengambil peranan yang

penting. Sistem hukum Indonesia

mengemban tugas besar untuk

mentranformasikan nilai-nilai

baru tersebut ke dalam kehidupan

sosial sehari-hari.

Dalam menghadapi tugas

transformasi dan menyusun

grand design tersebut, boleh

memberanikan diri untuk

menggugat asas-asas yang telah

mapan dan mengajukan gagasan

alternatif. Misalnya menggugat

kemapanan Rule of law untuk

digantikan atau setidak-tidaknya

ditandingi oleh Rule of Moral atau

Rule of Justice. (Satjipto Raharjo,

1995, “Transformasi Nilai-nilai

dalam Penemuan Hukum dan

Pembentukan Hukum Nasional”,

Makalah, temu Wicara tentang

Pelaksanaan pembangunan

Hukum PJP II, BPHN – DepKeh,

Jakarta, hal. 26.)

*) Penulis adalah Kepala Sub Bidang Sosialisasi hasil Penelitian pada Puslitbang Hak -hak Kelompok Khusus Balitbang HAM

Page 17: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 15

OPINI

Dalam kehidupan

bermasyarakat dan

bernegara, kegiatan

memenuhi kebutuhan dan

mempertahankan hidup

merupakan bagian penting dari

upaya manusia mewujudkan

kehidupan yang

berkesejahteraan.

Kenyataannya,

upaya manusia

untuk memenuhi

kebutuhan dan

mempertahankan

hidup terkendala

oleh terbatasnya

sumber daya yang ada. Sejarah

mencatat bahwa ribuan tahun

lalu, 3 (tiga) kelompok masyarakat

yang teridentifikasi sebagai

Westia, Tropica, dan Egalia telah

berusaha melakukan pertukaran

komoditas untuk mencukupi

kebutuhan masing-masing.

Perbedaan kondisi geografis

mengakibatkan ketiga kelompok

masyarakat tersebut memiliki

kelebihan dalam bidang tertentu

dan kekurangan pada bidang

lainnya. Pada komunitas Westia

misalnya, dengan kondisi iklim

yang ekstrim berakibat sumber

daya alam yang tersedia sangat

terbatas baik dalam jumlah maupun

jenisnya, namun keterbatasan

tersebut justru mendorong

masyarakatnya untuk lebih mandiri

dan berusaha keras mencukupi

kebutuhan hidupnya. Kondisi

tersebut berbeda dengan yang

terjadi pada komunitas Tropica

yang memiliki sumber daya alam

berlimpah namun kurang mampu

mengelolanya sehingga sebagian

masyarakatnya terpuruk dalam

kemiskinan.1

Pada era globalisasi

saat ini, pertukaran

komoditas untuk

mencukupi kebutuhan

manusia telah

terbingkai dalam

bentuk kegiatan

ekonomi. Kegiatan

ekonomi meliputi

seluruh kegiatan manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidup, yang

secara umum dikelompokkan ke

dalam tiga kegiatan utama yaitu,

kegiatan produksi, distribusi,

1 Ralph H. Folsom, et. al, In-ternational Business Transactions A Problem-Oriented Coursebook, Fourth Edition, West Group Publishing, St. Paul Minn, 1999, hlm. 2-11.

Kebijakan KriminalPenanggulangan Tindak Pidana EkonomiEdy Sumarsono*

Berkembangnya tindak pidana perekonomian, menuntut keberadaan kebijakan kriminal dari pemerintah untuk menciptakan kondisi atau situasi perekonomian yang akomodatif.

Page 18: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201416

OPINI

dan konsumsi. Perkembangan

perekonomian dan dunia usaha

yang semakin pesat, ditambah

lagi dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi,

telah memicu timbulnya

penyimpangan-penyimpangan

dalam aktivitas perekonomian

yang secara faktual

menghadirkan berbagai bentuk

kejahatan yang merupakan

pelanggaran terhadap hukum

pidana. Salah satu dampak

globalisasi ekonomi yang rentan

menimbulkan permasalahan

hukum yang bersifat kompleks,

misalnya penyelenggaraan jasa

transfer dana yang bersifat lintas

negara (cross border), melibatkan

berbagai mata uang dalam

jumlah nominal dan volume yang

besar. Umumnya permintaan

transfer dana dilatar belakangi

dengan adanya suatu kegiatan

antara pengirim dan penerima

(underlying transaction), seperti jual

beli, pembayaran angsuran, tagihan

dan sebagainya namun tidak jarang

kegiatan transaksi tersebut dijadikan

sebagai sarana menyembunyikan

dana hasil kejahatan ke dalam

kegiatan normal dari bisnis.

Di sisi lain proses transfer dana

juga rentan menimbulkan gejolak

perekonomian. Ketika proses

transfer dana gagal di laksanakan

maka dipastikan kegiatan ekonomi

akan terganggu. Kondisi seperti ini

akan memicu timbulnya berbagai

permasalahan di antara para

pihak dalam perekonomian. jika

dilihat dari sisi para pihak yang

terkait didalamnya, kegiatan

transfer dana melibatkan banyak

pihak. Dengan banyaknya

pihak yang terkait didalamnya,

apabila terjadi kegagalan atau

keterlambatan penyampaian

transfer akibat adanya kejahatan

bisnis, dapat berdampak

pada ketidakmampuan bank

atau lembaga penyelenggara

transfer dana lainnya dalam

menyelesaikan transfer dana,

maka kondisi ini berpotensi

secara sistemik menyebabkan

salah satu atau lebih pihak

mengalami kerugian.2

Menghadapi era keterbukaan

dalam bidang perekonomian yang

dipengaruhi oleh kebebasan pasar

yang telah memicu timbulnya

berbagai bentuk kejahatan di

bidang perekonomian, kiranya

perlu dipikirkan perlindungan

atas perekonomian di

Indonesia. Ketika terjadi

gejolak dalam perekonomian,

sering orang berpendapat

hal demikian adalah semata-

mata kesalahan Pemerintah

dalam mengambil kebijakan di

bidang perekonomian.3 Bahkan,

para nasabah bank yang

menjadi korban dilakukannya

likuidasi beberapa bank,

menganggap Pemerintah yang

menjadi penyebabnya. Inipun

2 Lihat Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Transfer Dana, hlm. 4.3 Loebby Loqman, Kapita Selekta Tindak Pidana di bidang Per-ekonomian, Jakarta:Datacom, 2001, hlm. 1.

http

://as

sets

.kom

pasi

ana.

com

/sta

tics/

files

/140

1810

7593

8145

0624

.jpg

Page 19: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 17

dipergunakan oleh pimpinan bank

bersangkutan untuk mencari

kambing hitamnya.4

Atas dasar pemikiran tersebut,

selain diperlukan adanya kajian

dari perspektif ekonomi tentang

keadaan perekonomian berikut

gejolaknya, tidak dapat dipungkiri

bahwa bidang hukum harus

ikut pula melakukan analisis

yuridis terhadap perekonomian

di Indonesia. Berkembangnya

tindak pidana perekonomian,

menuntut keberadaan kebijakan

kriminal dari pemerintah untuk

menciptakan kondisi atau situasi

perekonomian yang akomodatif.

Penegakan hukum pidana

ekonomi pada hakekatnya

merupakan penyampuran dua

nilai, yaitu tujuan hukum pidana

dan tujuan penciptaan kondisi

perekonomian yang kondusif

untuk itu hukum pidana harus

dapat menyeimbangkan dan

menyerasikan kedua nilai tersebut

serta sekaligus bertindak sebagai

4 Ibid.

ultimum remedium.

Paling tidak muncul dua pertanyaan

yang menarik untuk dijawab, yaitu

(1) Bagaimanakah kebijakan

kriminal penanggulangan tindak

pidana ekonomi? (2) Aspek-

aspek socio-legal apa saja

yang perlu dipertimbangkan

dan mendapat perhatian serius

dari pemerintah dalam rangka

pembaharuan kebijakan kriminal

penanggulangan tindak pidana

ekonomi?

Dari sisi hukum, L.M Friedmen

mengungkapkan ada tiga

elemen atau aspek dari suatu

sistem hukum, yaitu structur,

substance dan legal culture. Aspek

pertama adalah structure, yaitu

menyangkut lembaga-lembaga

yang berwenang membuat dan

melaksanakan undang-undang

antara lain lembaga pengadilan

dan lembaga legislatif. Aspek

kedua adalah subtance, yaitu

materi atau bentuk dari peraturan

perundang-undangan. Aspek

ketiga adalah legal culture, yaitu

sikap orang terhadap hukum

dan sistem hukum menyangkut

kepercayaan akan nilai pikiran

atau ide dan harapan mereka.5

Friedman menemukan 4 fungsi

sistem hukum. Pertama, sebagai

bagian dari sistem kontrol sosial

(social control) yang mengatur

perilaku manusia. Kedua, sebagai

sarana untuk menyelesaikan

sengketa (dispute settlemen).

Ketiga, sistem hukum memiliki

fungsi sebagai social engineering

function. Keempat, hukum sebagai

social maintenance, berfungsi

menekan peranan hukum sebagai

pemeliharaan “status quo” yang

tidak menginginkan perubahan.

Sunaryati Hartono berpendapat

bahwa hukum itu tidak hanya

secara pasif menerima dan

mengalami pengaruh dan

nilai-nilai sosial budaya dalam

masyarakat, akan tetapi secara

aktif harus mempengaruhi pula 5. Lawrence M. Friedman, Amirican Law, New York: W.W.Norton & Compa-ny, 1984, hlm. 5-6

OPINI

gam

bar :

http

://w

ww

.pcp

lus.

co.id

/wp-

cont

ent/u

ploa

ds/2

013/

10/c

uci-u

ang.

jpg

Page 20: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201418

OPINI

timbulnya nilai-nilai sosial budaya

yang baru.6

Mochtar Kusumaatmadja

mengemukakan bahwa hukum

sebagai kaidah sosial, tidak

terlepas dari nilai (values) yang

berlaku di suatu masyarakat,

bahkan dapat dikatakan

bahwa hukum itu merupakan

pencerminan dari nilai-nilai yang

berlaku dalam masyarakat.

Hukum yang baik adalah hukum

yang sesuai dengan hukum

yang hidup (the living law)

dalam masyarakat, yang tentu

sesuai pula atau merupakan

pencerminan dari nilai-nilai yang

berlaku dalam masyarakat itu.

Nilai-nilai itu tidak terlepas

dari sikap (attitude) dan sifat-

sifat yang (seharusnya) dimiliki

orang-orang yang menjadi

anggota masyarakat yang

sedang membangun itu. Tanpa

perubahan sikap-sikap dan sifat

ke arah yang diperlukan oleh

suatu kehidupan yang modern,

maka segala “pembangunan”

dalam arti benda fisik, akan

sedikit sekali artinya. Hal ini sudah

dibuktikan oleh pemborosan-

pemborosan yang terjadi di

banyak negara yang sedang

6. Sunaryati Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Jakarta:Binacipta, 1976, hlm 5.

berkembang yang mengabaikan

aspek ini. Jadi hakekat dari masalah

pembangunan nasional adalah

masalah pembaharuan cara berfikir

dan sikap hidup.7

Di dalam masyarakat yang modern

atau pramodern terdapat suatu

kecenderungan untuk merumuskan

kaedah-kaedah hukum dalam

bentuk tertulis secara resmi dan

pada umumnya disebut perundang-

undangan (untuk selanjutnya akan

dipergunakan istilah hukum secara

bergantian) yang berisi seperangkat

peraturan dengan hirarki tertentu.

Tujuan utama untuk menjamin

kepastian hukum di dalam

masyarakat dan bagi para penegak

hukum merupakan suatu landasan

yang kokoh untuk menerapkan

atau melaksanakan tugas sebagai

hamba hukum.

Menurut G. Peter Hoefnagels yang

menyatakan, criminal policy is the

rational organization of the social

reaction to crime.8 Hal ini berarti

bahwa politik criminal adalah usaha

yang rasional dari masyarakat

untuk menanggulangi kejahatan.

Kebijakan hukum pidana (penal

7. Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Hukum Univer-sitas Padjajaran, 1976, hlm. 10.8. G. Peter #hoefnagels, Op.cit., hlm. 57.

policy) adalah merupakan

suatu ilmu sekaligus seni yang

mempunyai tujuan praktis

untuk memungkinkan peraturan

hukum positif dirumuskan secara

lebih baik untuk memberikan

pedoman kepada pembuat

undang-undang, pengadilan yang

menetapkan undang-undang,

dan kepada para pelaksana

putusan pengadilan. Kebijakan

hukum pidana (penal policy)

tersebut merupakan salah satu

komponen dari modern criminal

science di samping criminology

dan criminal law. Kebijakan non

penal (non penal policy) adalah

kebijakan penanggulangan

dengan menggunakan

sarana di luar hukum pidana,

misalnya penyantunan dan

pendidikan sosial dalam rangka

mengembangkan tanggungjawab

sosial masyarakat, penggarapan

kesehatan jiwa masyarakat

melalui pendidikan moral, agama

dan sebagainya.

*) Penulis adalah Kepala Subbidang Pelaksanaan Penelitian Hak-hak Sipil dan Politik padaPusat Penelitian dan Pengembangan Hak-hak sipil dan PolitikBadan Penelitian dan Pengembangan

Hak Asasi Manusia

Page 21: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 19

FOKUS

Riset atau penelitian sering

dideskripsikan sebagai

suatu proses investiga-

si yang dilakukan dengan aktif,

tekun, dan sistimatik, yang bertu-

juan untuk menemukan, mengin-

terpretasikan, dan merevisi fakta-

fakta. Penyelidikan intelektual ini

menghasilkan suatu pengetahuan

yang lebih mendalam mengenai

suatu peristiwa, tingkah laku,

teori, dan hukum, serta membuka

peluang bagi penerapan praktis

dari pengetahuan tersebut. Istilah

ini juga digunakan untuk men-

jelaskan suatu koleksi informasi

menyeluruh mengenai

suatu subyek tertentu,

dan biasanya dihubung-

kan dengan hasil dari

suatu ilmu atau metode

ilmiah. Kata ini dise-

rap dari kata bahasa

Inggris research yang

diturunkan dari bahasa

Perancis yang memiliki

arti harfiah “menyelidiki

secara tuntas”.

Sebuah riset yang baik

akan menghasilkan:

Produk atau inovasi baru yang da-

pat langsung dipakai oleh industri

(bukan hanya sebatas prototipe)

Paten

Publikasi di jurnal internasional

Penelitian banyak bersinggungan

dengan pemikiran kritis, rasional,

logis (nalar), dan analitis, sehing-

ga akhirnya penggunaan metode

ilmiah (scientific method) adalah

hal yang jamak dan disepakati

umum dalam penelitian. Metode il-

miah juga dinilai lebih bisa diukur,

dibuktikan dan dipahami dengan

indera manusia. Penelitian yang

menggunakan metode ilmiah

disebut dengan penelitian ilmiah

(scientific research).

Ketidakpuasan manusia terhadap

cara-cara non-ilmiah (unscientific)

membuat manusia menggunakan

cara berpikir deduktif atau induk-

tif. Kemudian orang mulai me-

madukan cara berpikir deduktif

dan induktif, dimana perpaduan

ini disebut dengan berpikir reflek-

tif (reflective thinking). Diperke-

nalkan oleh John Dewey, yang

akhirnya menjadi dasar metode

penelitian ilmiah. Tahapannya

adalah:

The Felt Need (adanya

suatu kebutuhan): Sese-

orang merasakan adanya

suatu kebutuhan yang

menggoda perasaanya

sehingga dia berusaha

mengungkapkan kebutuh-

an tersebut.

The Problem (menetapkan

masalah): Dari kebutuh-

an yang dirasakan pada

tahap the felt need di

atas, diteruskan dengan

Mengenal Jenis Metode Penelitian Indah Kurnianingsih, S.H.*

Page 22: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201420

FOKUS

merumuskan, menempatkan

dan membatasi permasalahan

(kebutuhan). Penemuan terha-

dap kebutuhan dan masalah

boleh dikatakan parameter yang

sangat penting dan menentukan

kualitas penelitian. Studi literatur,

diskusi, dan pembimbingan dila-

kukan sebenarnya untuk mene-

tapkan kebutuhan dan masalah

yang akan diteliti.

The Hypothesis (menyusun hipo-

tesis): Jawaban atau pemecahan

masalah sementara yang masih

merupakan dugaan yang dihasil-

kan misalnya dari pengalaman,

teori dan hukum yang ada.

Collection of Data as Evidance

(merekam data untuk pembuk-

tian): Membuktikan hipotesis

dengan eksperimen, pengujian

dan merekam data di lapangan.

Berbagai data dihubungkan satu

dengan yang lain untuk ditemu-

kan kaitannya. Proses ini disebut

dengan analisis. Kegiatan anali-

sis dilengkapi dengan kesimpul-

an yang mendukung atau meno-

lak hipotesis.

Concluding Belief (kesimpulan

yang diyakini kebenarannya):

Berdasarkan analisis yang di-

lakukan pada tahap ke-4, dibu-

atlah sebuah kesimpulan yang

diyakini mengandung kebenaran,

khususnya untuk kasus yang diuji.

General Value of the Conclusion

(memformulasikan kesimpulan

umum): Kesimpulan yang diha-

silkan tidak hanya berlaku untuk

kasus tertentu, tetapi merupakan

kesimpulan (bisa berupa teori,

konsep dan metode) yang bisa

berlaku secara umum, untuk kasus

lain yang memiliki kemiripan-kemi-

ripan tertentu dengan kasus yang

telah dibuktikan di atas.

Kalau ada pertanyaan untuk apa

penelitian perlu dilakukan? Mung-

kin beberapa jawabannya adalah:

Memecahkan atau menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi

Menemukan, mengembangkan dan

memperbaiki teori

Menemukan, mengembangkan dan

memperbaiki metode kerja

Jenis-jenis penelitian sangat

beragam macamnya, disesuaikan

dengan cara pandang dan dasar

keilmuan yang dimiliki oleh para

pakar dalam memberikan klasi-

fikasi akan jenis penelitian yang

diungkapkan. Namun demikian,

jenis penelitian secara umum dapat

digolongkan sebagaimana yang

akan dipaparkan berikut ini.

JENIS PENELITIAN MENURUT

PENDEKATAN ANALITIK

Dilihat dari pendekatan analisisnya,

penelitian dibagi menjadi dua

macam, yaitu: penelitian kuanti-

tatif dan penelitian kualitatif.

1. Jenis penelitian kuantitatif

Penelitian dengan pendekatan

kuantitatif menekankan ana-

lisisnya pada data- numerikal

(angka-angka) yang diolah

dengan metoda statistik. Pada

dasarnya pendekatan kuantitatif

dilakukan pada jenis penelitian

inferensial dan menyandarkan

kesimpulan hasil penelitian pada

suatu probabilitas kesalahan pe-

nolakan hipotesis nihil. Dengan

metoda kuantitatif akan diperoleh

signifikansi perbedaan kelom-

pok atau signifikansi hubungan

antar variabel yang diteliti. Pada

umumnya, penelitian kuantitaif

merupakan penelitian dengan

jumlah sampel besar.

Bila disederhanakan penelitian

berdasarkan pendekatan kuan-

titatif secara mendalam dibagi

menjadi: penelitian deskriptif dan

penelitian inferensial.

a. Penelitian deskriptif

Penelitian deskriptif melakukan

analisis hanya sampai taraf

deskripsi, yaitu menganalisis dan

menyajikan data secara sistema-

tik, sehingga dapat lebih mudah

untuk difahami dan disimpulkan.

Penelitian deskriptif bertujuan

Page 23: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 21

FOKUS

menggambarkan secara sistema-

tik dan akurat fakta dan karak-

teristik mengenai populasi atau

mengenai bidang tertentu. Anali-

sis yang sering digunakan adalah:

analisis persentase dan analisis

kecenderungan. Kesimpulan

yang dihasilkan tidak bersifat

umum. Jenis penelitian deskriptif

yang cukup dikenal adalah peneli-

tian survei.

b. Penelitian inferensial

Penelitian inferensial melakukan

analisis hubungan antar varia-

bel dengan pengujian hipotesis.

Dengan demikian, kesimpulan pe-

nelitian jauh melebihi sajian data

kuantitatif saja, dan kesimpulan-

nya adakalanya bersifat umum.

2. Jenis penelitian kualitatif

Penelitian dengan pendekatan

kualitatif pada umumnya mene-

kankan analisis proses dari pro-

ses berfikir secara deduktif dan

induktif yang berkaitan dengan

dinamika hubungan antar feno-

mena yang diamati, dan senanti-

asa menggunakan logika ilmiah.

Penelitian kualitatif tidak berarti

tanpa menggunakan dukungan

dari data kuantitatif, akan tetapi

lebih ditekankan pada kedalaman

berfikir formal dari peneliti dalam

menjawab permasalahan yang

dihadapi.

Penelitian kualitatif bertujuan

untuk mengembangkan konsep

sensitivitas pada masalah yang

dihadapi, menerangkan realitas

yang berkaitan dengan penelu-

suran teori dari bawah (grounded

theory), dan mengembangkan

pemahaman akan satu atau lebih

dari fenomena yang dihadapi.

JENIS PENELITIAN MENURUT

TUJUAN

1. Penelitian Eksploratif

Jenis penelitian eksploratif adalah

jenis penelitian yang bertujuan

untuk menemukan sesuatu yang

baru. Sesuatu yang baru itu dapat

saja berupa pengelompokkan

suatu gejala, fakta, dan penyakit

tertentu. Penelitian ini banyak

memakan waktu dan biaya.

2. Penelitian Pengembangan

Jenis penelitian pengembangan

bertujuan untuk mengembang-

kan aspek ilmu pengetahuan.

Misalnya: penelitian yang

meneliti tentang pemanfaatan

terapi gen untuk penyakit-

penyakit menurun.

3. Penelitian Verifikatif

Jenis penelitian ini bertuju-

an untuk menguji kebenaran

suatu fenomena. Misalnya saja,

masyarakat mempercayai bahwa

air sumur Pak Daryan mampu

mengobati penyakit mata dan ku-

lit. Fenomena ini harus dibuktikan

secara klinik dan farmakologik,

apakah memang air tersebut me-

ngandung zat kimia yang dapat

menyembuhkan penyakit mata.

JENIS PENELITIAN MENURUT

RANCANGAN

Ada beberapa jenis penelitian

yang didasarkan pada rancangan

yang digunakan untuk memper-

oleh data, misalnya penelitian

korelasional, kausal-komparatif,

eksperimen, dan penelitian tin-

dakan (action research).

1. Penelitian Korelasional (corre-

lational research)

Tujuan penelitian korelasional

adalah

Page 24: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201422

FOKUS

untuk mendeteksi sejauh mana

variasi-variasi pada suatu faktor

berhubungan dengan variasi-

variasi pada satu atau lebih

faktor lain berdasarkan pada

koefisien korelasi.

Contoh penelitian korela-

sional yang umum dilakukan:

Studi yang mempelajari hubung-

an antara skor pada test masuk

perguruan tinggi dengan indeks

prestasi semester pada maha-

siswa STIKes di Wilayah Jawa

Barat.

Studi analisis faktor mengenai

hubungan antara tingkat penge-

tahuan, pendidikan, dan status

sosial dengan pemilihan jenis

persalinan di desa tertinggal.

2. Penelitian Kausal-Komparatif

(causal-comparative research)

Tujuan penelitian kausal-kom-

paratif adalah untuk menyelidiki

kemungkinan hubungan sebab-

akibat dengan berdasar atas

pengamatan terhadap akibat

yang ada dan mencari kembali

faktor yang mungkin menjadi

penyebab melalui data tertentu.

Penelitian kausal-komperatif

bersifat ex post facto, artinya

data dikumpulkan setelah se-

mua kejadian yang dipersoalkan

berlangsung (lewat). Peneliti

mengambil satu atau lebih akibat

sebagai “dependent variable” dan

menguji data itu dengan mene-

lusuri kembali ke masa lampau

untuk mencari sebab-sebab, saling

hubungan, dan maknanya.

3. Penelitian Eksperimental-Sung-

guhan (true-experimental research)

Tujuan penelitian eksperimental

sungguhan adalah untuk menyeli-

diki kemungkinan saling hubungan

sebab-akibat dengan cara me-

ngenakan kepada satu atau lebih

kelompok eksperimental dengan

satu atau lebih kondisi perlakuan

dan memperbandingkan hasilnya

dengan satu atau lebih kelompok

kontrol yang tidak dikenai kondisi

perlakuan.

Ciri utama dari penelitian eksperi-

men meliputi (a) Pengaturan vari-

abel-variabel dan kondisi-kondisi

eksperimental secara tertib-ketat,

baik dengan kontrol atau mani-

pulasi langsung maupun dengan

randomisasi (pengaturan secara

rambang); (b) Secara khas meng-

gunakan kelompok kontrol sebagai

“garis dasar” untuk dibandingkan

dengan kelompok (kelompok-

kelompok) yang dikenai perlakuan

eksperimental; (c) Memusatkan

usaha pada pengontrolan varians

dengan cara: pemilihan subyek

secara acak, penempatan subyek

dalam kelompok-kelompok secara

rambang, dan penentuan per-

lakuan eksperimental kepada

kelompok secara rambang; (d)

Validitas internal merupakan tuju-

an pertama metode eksperimen-

tal; (e) Tujuan ke dua metode

eksperimental adalah validitas

eksternal; (f) Dalam rancangan

eksperimental yang klasik, se-

mua variabel penting diusahakan

agar konstan kecuali variabel

perlakuan yang secara sengaja

dimanipulasikan atau dibiarkan

bervariasi.

4. Penelitian Eksperimental-

Semu (quasi-experimental

research)

Tujuan penelitian eksperimental-

semu adalah untuk memperoleh

informasi yang merupakan per-

kiraan bagi informasi yang dapat

diperoleh dengan eksperimen

yang sebenarnya dalam keadaan

yang tidak memungkinkan untuk

mengontrol dan/atau memani-

pulasikan semua variabel yang

relevan. Si peneliti harus dengan

jelas mengerti kompromi apa

yang ada pada validitas internal

dan validiti eksternal rancangan-

nya dan berbuat sesuai dengan

keterbatasan-keterbatasan

tersebut.

Ciri penelitian eksperimen semu

meliputi (a) Penelitian eksperi-

Page 25: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 23

FOKUS

mental-semu secara khas me-

ngenai keadaan praktis, yang di

dalamnya adalah tidak mungkin

untuk mengontrol semua variabel

yang relevan kecuali bebera-

pa dari variabel tersebut; (b)

Subyek penelitian adalah manu-

sia, misalnya dalam mengukur

aspek minat, sikap, dan perilaku;

(c) Tetap dilakukan randomisasi

untuk sampel, sehingga validitas

internal masih dapat dijaga.

5. Penelitian Tindakan (action

research)

Penelitian tindakan bertujuan

mengembangkan keterampilan-

keterampilan baru atau cara

pendekatan baru dan untuk

memecahkan masalah dengan

penerapan langsung di dunia ker-

ja atau dunia aktual yang lain.

Contoh penelitian tindakan misal-

nya adalah:

Penelitian tentang pelaksanaan

suatu program inservice training

untuk melatih para konselor be-

kerja dengan anak putus sekolah;

Penelitian untuk menyusun pro-

gram penjajagan dalam pence-

gahan kecelakaan pada pendidik-

an pengemudi;

Penelitian untuk memecahkan

masalah apatisme dalam penggu-

naan teknologi modern atau me-

tode menanam padi yang inovatif.

Ciri penelitian tindakan adalah (a)

Praktis dan langsung relevan un-

tuk situasi aktual dalam dunia ker-

ja; (b) Menyediakan rangka-kerja

yang teratur untuk pemecahan

masalah dan perkembangan baru;

(c) Penelitian mendasarkan diri

kepada observasi aktual dan data

mengenai tingkah laku, dan tidak

berdasar pada pendapat subyektif

yang didasarkan pada pengalam-

an masa lampau; (d) Fleksibel

dan adaptif, membolehkan peru-

bahan selama masa penelitiannya

dan mengorbankan kontrol untuk

kepentingan on-the spot experi-

mentation dan inovasi.

Demikian beberapa jenis peneliti-

an yang dikenal secara umum dari

sisi metodologi. Tantangan bagi

Balitbang HAM sebagai salah satu

institusi penelitian dan pengem-

bangan adalah apakah mampu

mengambil peluang dari berbagai

jenis penelitian tersebut untuk

dapat diterapkan dalam kegiat-

an Balitbang HAM. Hal tersebut

tentunya memperkaya wawasan

dan terapan dari kegiatan inti

organisasi.

Sumber :

Badriah, D.L. 2006. Studi

Kepustakaan, Menyusun

Kerangka Teoritis, Hipotesis

Penelitian dan Jenis

Penelitian.

http://www.kopertis4.or.id/

Pages/data%20

2006/kelembagaan/

studi_kepustakaan_

DR%5B1%5D._Dewi.Doc

Mart, T. 2006. Iptek Indonesia.

Berada di Titik Nadir, Siapa

Bertanggung Jawab?

Kompas, Senin, 8 Mei 2006

http://www.ktiguru.org/index.php/

interpretatif-2

http://id.wikipedia.org/wiki/

Penelitian

*) Penulis adalah Kepala Bidang Penelitian Puslitbang Transformasi

Konflik Badan Penelitian dan

Pengembangan HAM

Page 26: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201424

FOKUS

Pada awalnya yang pertama

muncul adalah filsafat

dan ilmu-ilmu khusus

merupakan bagian dari filsafat.

Sehingga dikatakan bahwa filsafat

merupakan induk atau ibu dari

semua ilmu (mother scientiarum).

Karena objek material filsafat

bersifat umum, yaitu seluruh

kenyataan, pada hal ilmu-

ilmu membutuhkan

objek khusus. Hal

ini menyebabkan

berpisahnya ilmu dari

filsafat.

Dalam perkembangan

berikutnya, filsafat tidak saja

dipandang sebagai induk dan

sumber ilmu, tetapi sudah

merupakan bagian dari ilmu itu

sendiri, yang juga mengalami

spesialisasi. Dalam taraf

peralihan ini filsafat tidak

mencakup keseluruhan,

tetapi sudah menjadi sektoral.

Contohnya filsafat agama, filsafat

hukum, dan filsafat ilmu adalah

bagian dari perkembangan filsafat

yang sudah menjadi sektoral dan

terkotak dalam satu bidang tertentu.

Dalam konteks inilah kemudian

ilmu sebagai kajian filsafat sangat

r e l e v a n untuk dikaji

dan didalami (Bakhtiar, 2005).

Meskipun pada perkembangannya

masing-masing ilmu memisahkan

diri dari filsafat, ini tidak berarti

hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu

khusus menjadi terputus. Dengan

ciri kekhususan yang dimiliki setiap

ilmu, hal ini menimbulkan batas-

batas yang tegas di antara masing-

masing ilmu. Dengan kata lain

tidak ada bidang pengetahuan

yang menjadi penghubung ilmu-

ilmu yang terpisah. Di sinilah

filsafat berusaha untuk menyatu

padukan masing-masing

ilmu. Tugas filsafat adalah

mengatasi spesialisasi

dan merumuskan

suatu pandangan

hidup yang didasarkan

atas pengalaman

kemanusiaan yang luas.

Ada hubungan timbal

balik antara ilmu dengan

filsafat. Banyak masalah filsafat

yang memerlukan landasan

pada pengetahuan ilmiah

apabila pembahasannya tidak

ingin dikatakan dangkal dan

keliru. Ilmu dewasa ini dapat

menyediakan bagi filsafat

sejumlah besar bahan yang

berupa fakta-fakta yang sangat

penting bagi perkembangan ide-

PERANAN FILSAFAT ILMU DALAM PENGETAHUANSabir*

Filsafat ilmu merupakan su-

atu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi

dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara

filsafat dan ilmu.

Page 27: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 25

FOKUS

ide filsafati yang tepat sehingga

sejalan dengan pengetahuan

ilmiah (Siswomihardjo, 2003).

Akumulasi penelaahan empiris

dengan menggunakan rasionalitas

yang dikemas melalui metodologi

diharapkan dapat menghasilkan

dan memperkuat ilmu pengetahuan

menjadi semakin rasional. Akan

tetapi, salah satu kelemahan

dalam cara berpikir ilmiah adalah

justru terletak pada penafsiran

cara berpikir ilmiah sebagai

cara berpikir rasional, sehingga

dalam pandangan yang dangkal

akan mengalami kesukaran

membedakan pengetahuan

ilmiah dengan pengetahuan yang

rasional. Oleh sebab itu, hakikat

berpikir rasional sebenarnya

merupakan sebagian dari berpikir

ilmiah sehingga kecenderungan

berpikir rasional ini menyebabkan

ketidakmampuan menghasilkan

jawaban yang dapat dipercaya

secara keilmuan melainkan

berhenti pada hipotesis yang

merupakan jawaban sementara.

Berfilsafat sesungguhnya

dilakukan dalam masyarakat.

Kenyataan ini menunjukkan

bahwa pada hakekatnya filsafat

pun membantu masyarakat

dalam memecahkan masalah-

masalah kehidupan. Salah

satu tujuan tulisan ini adalah

menunjukkan bantuan apa yang

dapat diberikan filsafat kepada

hidup masyarakat. Selain filsafat,

ilmu-ilmu pengetahuan pun pada

umumnya membantu manusia

dalam mengorientasikan diri

dalam dunia. Akan tetapi, ilmu-

ilmu pengetahuan, seperti biologi,

kimia, fisiologi, ekonomi, dan lain

sebagainya secara hakiki terbatas

sifatnya. Untuk menghasilkan

pengetahuan yang setepat

mungkin, semua ilmu tersebut

membatasi diri pada tujuan atau

bidang tertentu. Untuk meneliti

bidang itu secara optimal, ilmu-

ilmu semakin mengkhususkan

metode-metode mereka.

Dengan demikian, ilmu-ilmu

tersebut tidak membahas

pertanyaan-pertanyaan yang

menyangkut manusia sebagai

keseluruhan dan sebagai

kesatuan yang utuh. Padahal

pertanyaan-pertanyaan itu terus-

menerus dikemukakan manusia

dan sangat penting bagi praksis

kehidupan manusia. Pertanyaan-

pertanyaan mendasar tentang

apa arti dan tujuan hidup

manusia, apa kewajiban dan

tanggung jawab saya sebagai

manusia, atau pun pertanyaan

tentang dasar pengetahuan kita,

tentang metode-metode ilmu-

ilmu, dan lain sebagainya, tidak

mampu ditangani ilmu-ilmu

pengetahuan. Padahal jawaban

yang diberikan secara mendalam

dapat mempengaruhi penentuan

orientasi dasar kehidupan

manusia. Di sinilah filsafat

memainkan peranannya.

Pengertian Filsafat

Perkataan Inggris philosophy

yang berarti filsafat berasal dari

kata Yunani “philosophia” yang

lazim diterjemahkan sebagai

cinta kearifan. Akar katanya ialah

philos (philia, cinta) dan sophia

(kearifan). Menurut pengertiannya

yang semula dari zaman Yunani

Kuno itu filsafat berarti cinta

kearifan. Namun, cakupan

pengertian sophia yang semula itu

ternyata luas sekali. Dahulu

sophia tidak hanya

b e r a r t i

kearifan

s a j a ,

me la inkan

meliputi pula

k e b e n a r a n

p e r t a m a ,

pengetahuan

luas, kebajikan

Page 28: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201426

FOKUS

intelektual, pertimbangan sehat

sampai kepandaian pengrajin

dan bahkan kecerdikan

dalam memutuskan soal-soal

praktis (The Liang Gie, 1999).

Menurut Merriam-Webster

(dalam Soeparmo, 1984),

secara harafiah filsafat berarti

cinta kebijaksanaan. Maksud

sebenarnya adalah pengetahuan

tentang kenyataan-kenyataan

yang paling umum dan kaidah-

kaidah realitas serta hakekat

manusia dalam segala aspek

perilakunya seperti: logika, etika,

estetika dan teori pengetahuan.

Pengertian Filsafat Ilmu

Menurut The Liang Gie (1999),

filsafat ilmu adalah segenap

pemikiran reflektif terhadap

persoalan-persoalan mengenai

segala hal yang menyangkut

landasan ilmu maupun hubungan

ilmu dengan segala segi dari

kehidupan manusia. Filsafat

ilmu merupakan suatu bidang

pengetahuan campuran yang

eksistensi dan pemekarannya

bergantung pada hubungan

timbal-balik dan saling-pengaruh

antara filsafat dan ilmu.

Filsafat ilmu merupakan

penerusan pengembangan

filsafat pengetahuan. Objek

dari filsafat ilmu adalah ilmu

pengetahuan. Oleh karena itu,

setiap saat ilmu itu berubah

mengikuti perkembangan zaman

dan keadaan tanpa meninggalkan

pengetahuan lama. Pengetahuan

lama tersebut akan menjadi pijakan

untuk mencari pengetahuan baru.

Hal ini senada dengan ungkapan

dari Archie J.Bahm (1980) bahwa

ilmu pengetahuan (sebagai teori)

adalah sesuatu yang selalu

berubah.

Dalam perkembangannya filsafat

ilmu mengarahkan pandangannya

pada strategi pengembangan ilmu

yang menyangkut etik dan heuristik.

Bahkan sampai pada dimensi

kebudayaan untuk menangkap tidak

saja kegunaan atau kemanfaatan

ilmu, tetapi juga arti maknanya

bagi kehidupan manusia (Koento

Wibisono dkk., 1997).

Pengertian Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan adalah seluruh

usaha sadar untuk menyelidiki,

menemukan, dan meningkatkan

pemahaman manusia dari berbagai

segi kenyataan dalam alam

manusia. Beberapa pendapat para

ahli tentang ilmu pengetahuan

antara lain disampaikan:

- Harold H. Titus

mendefinisikan “Ilmu

(Science) diartikan

sebagai common

science yang diatur

dan diorganisasikan,

mengadakan pendekatan

terhadap benda-benda

atau peristiwa-peristiwa

dengan menggunakan

metode-metode observasi

yang teliti dan kritis”.

- Dr. Mohammad

Hatta mendefinisikan

“Tiap-tiap ilmu

pengetahuan yang teratur

tentang pekerjaan kausal

dalam satu golongan

masalah yang sama

tabiatnya, baik menurut

kedudukannya tampak

dari luar maupun menurut

bangunannya dari dalam”.

- J. Habarer mendefinisikan

“Suatu hasil aktivitas

manusia yang merupakan

kumpulan teori, metode

dan praktek dan

menjadi pranata dalam

masyarakat”.

- The Liang Gie

mendefinisikan “Ilmu

sebagai pengetahuan,

artinya ilmu adalah

sesuatu kumpulan yang

sistematis, atau sebagai

kelompok pengetahuan

Page 29: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 27

FOKUS

teratur mengenai pokok

soal atau subject matter.

Dengan kata lain bahwa

pengetahuan menunjuk

pada sesuatu yang

merupakan isi substantif

yang terkandung dalam

ilmu”.

Menurut The Liang Gie (1987)

ilmu pengetahuan mempunyai 5

ciri pokok, yaitu:

1. Empiris, pengetahuan itu

diperoleh berdasarkan

pengamatan dan percobaan.

2. Sistematis, berbagai

keterangan dan data yang

tersusun sebagai kumpulan

pengetahuan itu mempunyai

hubungan ketergantungan

dan teratur.

3. Objektif, ilmu berarti

pengetahuan itu bebas dari

prasangka perseorangan dan

kesukaan pribadi.

4. Analitis, pengetahuan ilmiah

berusaha membeda-bedakan

pokok soalnya ke dalam

bagian yang terperinci untuk

memahami berbagai sifat,

hubungan, dan peranan dari

bagian-bagian itu.

5. Verifikatif, dapat diperiksa

kebenarannya oleh siapa pun

juga.

Peranan filsafat dalam Ilmu

pengetahuan

Semakin banyak manusia tahu,

semakin banyak pula pertanyaan

yang timbul dalam dirinya.

Manusia ingin tahu tentang asal

dan tujuan hidup, tentang dirinya

sendiri, tentang nasibnya, tentang

kebebasannya, dan berbagai hal

lainnya. Sikap seperi ini pada

dasarnya sudah menghasilkan

pengetahuan yang sangat

luas, yang secara metodis dan

sistematis dapat dibagi atas

banyak jenis ilmu.

Ilmu-ilmu pengetahuan pada

umumnya membantu manusia

dalam mengorientasikan diri

dalam dunia dan memecahkan

berbagai persoalan hidup.

Berbeda dari binatang, manusia

tidak dapat membiarkan insting

mengatur perilakunya. Untuk

mengatasi masalah-masalah,

manusia membutuhkan kesadaran

dalam memahami lingkungannya.

Di sinilah ilmu-ilmu membantu

manusia mensistematisasikan

apa yang diketahui manusia

dan mengorganisasikan proses

pencariannya.

Pada abad modern ini, ilmu-ilmu

pengetahuan telah merasuki setiap

sudut kehidupan manusia. Hal

ini tidak dapat dipungkiri karena

ilmu-ilmu pengetahuan banyak

membantu manusia mengatasi

berbagai masalah kehidupan.

Prasetya T. W. dalam artikelnya

yang berjudul “Anarkisme dalam

Ilmu Pengetahuan Paul Karl

Feyerabend” mengungkapkan

bahwa ada dua alasan mengapa

ilmu pengetahuan menjadi begitu

unggul. Pertama, karena ilmu

pengetahuan mempunyai metode

yang benar untuk mencapai hasil-

hasilnya. Kedua, karena ada

hasil-hasil yang dapat diajukan

sebagai bukti keunggulan ilmu

pengetahuan. Dua alasan yang

diungkapkan Prasetya tersebut,

dengan jelas menunjukkan bahwa

ilmu pengetahuan memainkan

peranan yang cukup penting dalam

kehidupan umat manusia. Akan

tetapi, ada pula tokoh yang justru

anti terhadap ilmu pengetahuan,

dalam hal ini adalah Paul Karl

Feyerabend. Sikap anti ilmu

pengetahuannya ini, tidak berarti

anti terhadap ilmu pengetahuan

itu sendiri, tetapi anti terhadap

kekuasaan ilmu pengetahuan

yang kerap kali melampaui

maksud utamanya. Feyerabend

menegaskan bahwa ilmu-ilmu

pengetahuan tidak menggunguli

bidang-bidang dan bentuk-bentuk

Page 30: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201428

FOKUS

pengetahuan lain. Menurutnya,

ilmu-ilmu pengetahuan menjadi

lebih unggul karena propaganda

dari para ilmuan dan adanya

tolak ukur institusional yang

diberi wewenang untuk

memutuskannya.

Sekalipun ada berbagai

kontradiksi tentang keunggulan

ilmu pengetahuan, tidak

dapat disangkal bahwa ilmu

pengetahuan sesungguhnya

memberikan pengaruh yang

besar dalam kehidupan

masyarakat. Hal ini tidak terlepas

dari peranan ilmu pengetahuan

dalam membantu manusia

mengatasi masalah-masalah

hidupnya, walaupun kadang-

kadang ilmu pengetahuan dapat

pula menciptakan masalah-

masalah baru.

Meskipun demikian, pada

kenyataannya peranan ilmu

pengetahuan dalam membantu

manusia mengatasi masalah

kehidupannya sesungguhnya

terbatas. Seperti yang telah

diungkapkan pada bagian

pendahuluan, keterbatasan

itu terletak pada cara kerja

ilmu-ilmu pengetahuan yang

hanya membatasi diri pada

tujuan atau bidang tertentu.

Karena pembatasan itu, ilmu

pengetahuan tidak dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan tentang

keseluruhan manusia. Untuk

mengatasi masalah ini, ilmu-ilmu

pengetahuan membutuhkan filsafat.

Dalam hal inilah filsafat menjadi hal

yang penting.

C.Verhaak dan R.Haryono Imam

dalam bukunya yang berjudul

Filsafat Ilmu Pengetahuan:

Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu,

menjelaskan dua penilaian filsafat

atas kebenaran ilmu-ilmu. Pertama,

filsafat ikut menilai apa yang

dianggap “tepat” dan “benar” dalam

ilmu-ilmu. Apa yang dianggap tepat

dalam ilmu-ilmu berpulang pada

ilmu-ilmu itu sendiri. Dalam hal

ini filsafat tidak ikut campur dalam

bidang-bidang ilmu itu. Akan tetapi,

mengenai apa kiranya kebenaran itu,

ilmu-ilmu pengetahuan tidak dapat

menjawabnya karena masalah

ini tidak termasuk bidang ilmu

mereka. Hal-hal yang berhubungan

dengan ada tidaknya kebenaran

dan tentang apa itu kebenaran

dibahas dan dijelaskan oleh filsafat.

Kedua, filsafat memberi penilaian

tentang sumbangan ilmu-ilmu

pada perkembangan pengetahuan

manusia guna mencapai kebenaran.

Dari dua penilaian filsafat atas

kebenaran ilmu-ilmu di atas,

dapat dillihat bahwa ilmu-ilmu

pengetahuan (ilmu-ilmu pasti)

tidak langsung berkecimpung

dalam usaha manusia menuju

kebenaran. Usaha ilmu-ilmu

itu lebih merupakan suatu

sumbangan agar pengetahuan

itu sendiri semakin mendekati

kebenaran. Filsafatlah yang

secara langsung berperan dalam

usaha manusia untuk mencari

kebenaran. Di dalam filsafat,

berbagai pertanyaan yang

berhubungan dengan kebenaran

dikumpulkan dan diolah demi

menemukan jawaban yang

memadai.

Kritikan dan jawaban yang

diberikan filsafat sesungguhnya

berbeda dari jawaban-jawaban

lain pada umumnya. Kritikan

dan jawaban itu harus dapat

dipertanggungjawabkan secara

rasional. Pertanggungjawaban

rasional pada hakikatnya

berarti bahwa setiap langkah

harus terbuka terhadap segala

pertanyaan dan sangkalan,

serta harus dipertahankan

secara argumentatif dengan

argumen-argumen yang objektif.

Hal ini berarti bahwa kalau ada

yang mempertanyakan atau

menyangkal klaim kebenaran

suatu pemikiran, pertanyaan

dan sangkalan itu dapat dijawab

Page 31: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 29

FOKUS

dengan argumentasi atau alasan-

alasan yang masuk akal dan dapat

dimengerti.

Dari berbagai penjelasan di atas,

tampak jelas bahwa filsafat selalu

mengarah pada pencarian akan

kebenaran. Pencarian itu dapat

dilakukan dengan menilai ilmu-

ilmu pengetahuan yang ada secara

kritis sambil berusaha menemukan

jawaban yang benar. Tentu saja

penilaian itu harus dilakukan

dengan langkah-langkah yang teliti

dan dapat dipertanggungjawabkan

secara rasional. Penilaian dan

jawaban yang diberikan filsafat

sendiri, senantiasa harus terbuka

terhadap berbagai kritikan dan

masukan sebagai bahan evaluasi

demi mencapai kebenaran yang

dicari.

---oOo---

Sumber Pustaka:

Bertens, K., Panorama Filsafat

Modern, Jakarta: Gramedia,

1987.

Koento. Wibisono S. dkk.,

Filsafat Ilmu Sebagai

Dasar Pengembangan Ilmu

Pengetahuan, Klaten: Intan

Pariwara, 1997.

Koento Wibisono S., Filsafat

Ilmu Pengetahuan Dan

Aktualitasnya Dalam Upaya

Pencapaian Perdamaian

Dunia Yang Kita Cita-

Citakan, Fakultas Pasca

Sarjana UGM Yogyakarta,

1984.

______________, Arti

Perkembangan Menurut

Filsafat Positivisme

Auguste Comte, Cet.Ke-2,

Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 1996.

________________, ,

Ilmu Pengetahuan

Sebuah Sketsa Umum

Mengenai Kelahiran Dan

Perkembangannya Sebagai

Pengantar Untuk Memahami

Filsafat Ilmu, Makalah, Ditjen

Dikti Depdikbud – Fakultas

Filsafat UGM Yogyakarta,

1999.

Nuchelmans, G., 1982., Berfikir

Secara Kefilsafatan: Bab X,

Filsafat Ilmu Pengetahuan

Alam, Dialihbahasakan

oleh Soejono Soemargono,

Fakultas Filsafat – PPPT

UGM Yogyakarta, 1982.

Sastrapratedja, M., Beberapa

Aspek Perkembangan Ilmu

Pengetahuan, Makalah,

Disampaikan Pada Internship

Filsafat Ilmu Pengetahuan,

UGM Yogyakarta 2-8 Januari

1997.

Soeparmo, A.H., Struktur

Keilmuwan Dan Teori

Ilmu Pengetahuan Alam,

Surabaya: Penerbit

Airlangga University Press,

1984.

*) Penulis adalah Kepala Sub Bagian Humas dan Protokol Bagian Humas dan Informasi pada Sekretariat badan Penelitian dan Pengembangan HAM

Page 32: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201430

FOKUS

Secara normatif, beban

tanggung jawab negara

terhadap perlindungan dan

pemenuhan hak asasi manusia

dilimpahkan lebih kepada

pemerintah sebagai pelaksana

roda pemerintahan. Sebagai

konsekuensi, seluruh normativitas

hak asasi manusia yang tertera

baik di dalam naskah dokumen

hukum nasional maupun

hukum internasional

dapat menjadi realitas

hanya dengan

tindakan pengukuran

(measurement) terhadap

tindakan negara,

khususnya pemerintah,

dalam melaksanakan

kewajiban legal melindungi

dan memenuhi hak asasi

manusia.

Aktivitas pengukuran

implementasi kewajiban negara

dalam melindungi dan memenuhi

Mengapa Kita Perlu Indikator Hak Asasi

Manusia?Harison Citrawan*

hak asasi manusia tersebut tentu

saja secara langsung memerlukan

alat (tool) yang mampu menyajikan

gambaran tentang kadar dan kualitas

perlindungan suatu hak di suatu

negara. Secara global, diskursus

tentang metodologi studi hak

asasi manusia dalam satu dekade

terakhir cenderung mengarahkan

indikator hak asasi manusia sebagai

alat pengukuran implementasi

perlindungan hak asasi manusia

di suatu negara. Adapun

United Nations Development

Programme (UNDP)

mendefinisikan indikator

hak asasi manusia

adalah “tools for providing

specific information on

the state or condition

of an event, activity or

outcome” (Sudders,

2004). Selain itu, Office of

the High Commissioner of Human

Rights (OHCHR) merumuskan

secara lebih rinci indikator hak

asasi manusia sebagai “specific

information on the state of an

event, activity or an outcome

Tabel 1. Cakupan Kewajiban Negara terhadap Hak Asasi ManusiaPenghormatan Perlindungan Pemenuhan

State must refrain from interfering with the enjoyment of human rights

State must prevent private actors or third parties from violating human rights

State must take positive measures, including adopting appropriate legislation, policies and programmes, to ensure the realization of human rights

Sumber: OHCHR, 2012.

indikator hak asasi manusia merupakan upaya secara sistematis dari pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan metodologis (methodological approach) untuk mengukur dan memantau implementasi hak asasi manusia oleh negara.

Page 33: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 31

FOKUS

that can be related to human

rights norms and standards; that

address and reflect the human

rights concerns and principles;

and that are used to assess and

monitor promotion and protection

of human rights” (OHCHR, 2006b).

Namun demikian, pertanyaan

yang kerap muncul ialah apakah

perbedaan antara indikator

dengan statistik? Secara

ringkas, statistik pada prinsipnya

menyediakan pengukuran

deskriptif terkait beberapa hal

(issues) yang berbeda, sedangkan

indikator bersifat lebih analitik

dan terhubung pada tujuan atau

perhatian tertentu yang bersifat

evaluatif. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa indikator hak

asasi manusia merupakan upaya

secara sistematis dari pendekatan

konseptual (conceptual approach)

dan pendekatan metodologis

(methodological approach)

untuk mengukur dan memantau

implementasi hak asasi manusia

oleh negara.

Human Rights Measurement

Framework di the United Kingdom

Selain indikator hak asasi

manusia yang dipromosikan oleh

UN-OHCHR, salah satu bentuk

praktis lain yang dapat menjadi

contoh ialah Human Rights

Measurement Framework (HRMF)

yang diinisasi oleh Equality and

Human Rights Commission di

the United Kingdom (EHRC-

UK). Secara umum, HRMF di

UK merupakan upaya untuk

menyajikan secara menyeluruh

informasi tentang: hukum hak

asasi manusia nasional dan

ratifikasi terhadap perjanjian

internasional dengan bukti

(evidence) luas lainnya meliputi

informasi tentang kerangka kerja

regulasi dan kebijakan publik

dalam rangka perlindungan hak

asasi manusia; informasi tentang

keluaran (outcomes) dari kasus-

kasus hukum (misalnya informasi

tentang terjadinya pelanggaran

hak asasi manusia); isu-isu

yang menjadi sorotan lembaga

pemantau hak asasi manusia di

tingkat domestik dan internasional;

temuan investigasi, inquiries dan

peninjauan (reviews); persoalan-

persoalan yang dimunculkan

oleh regulator, inspektorat, dan

ombudsmen; serta dugaan

pelanggaran serta perhatian

yang disuarakan oleh NGO dan

mekanisme civil society lainnya

seperti media reports dan lain

sebagainya; dan sumber-sumber

statistik termasuk data administratif

dan survey-survey sosial. (EHRC,

2011)

HRMF dalam hal ini

membangun sistem pengukuran

berdasarkan pada rangkaian panel

yang masing-masing terfokus

pada satu hak asasi manusia.

Pada tiap panel hak, HRMF

menyusun ‘indicator dashboard’

yang merupakan komponen

pembentuk hak tersebut. Di

masing-masing ‘dashboard’

HRMF menguraikan sepuluh

indikator kualitatif dan kuantitatif.

Lebih lanjut, konsep ‘evidence

base’ dalam HRMF dimaksudkan

untuk mengumpulkan berbagai

tipe informasi dalam rangka

analisis dan penilaian hak asasi

manusia.

Informasi Kualitatif dan Kuantitatif

Masih dalam kerangka

HRMF, informasi yang bersifat

kualitatif meliputi “information

about regulatory and public

policy frameworks, Information

about concerns raised by

national and international

human rights monitoring bodies,

The findings of investigations,

inquiries and reviews, Findings

of regulators, inspectorates and

ombudsmen, dan NGO and

media reports and allegations.”

Page 34: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201432

FOKUS

Adapun informasi yang bersifat

kualitatif sangat penting dalam

mendukung penggambaran

implementasi hak asasi manusia

karena, sebagaimana OHCHR

menggariskan, bahwa “human

rights relate to qualitative aspects

of life, which may not be amenable

to being captured by statistical

information.”

Sedangkan Informasi

kuantitatif dalam HRMF ‘evidence

base’ ini meliputi: “official

administrative and social survey

data sources, Administrative

statistics generated from

specific monitoring exercises,

Specialist social surveys run by

regulators and inspectorates,

General population surveys, dan

Disaggregation and separate

identification of the position of at risk

and vulnerable groups.” Tafsiran

terhadap informasi kuantitatif

tersebut perlu diletakkan dalam

konteks informasi tersebut: (i)

providing direct information on

human rights violations and

prima facie evidence of human

rights violations/deficiencies;

(ii) providing information about

overall patterns and variations

and evidence of the vulnerability/

risks of different individuals and

groups and of possible gaps

and/or weaknesses in protection;

(iii) providing information about the

outcomes of relevant regulatory and

inspection processes (for example,

routine statistical monitoring of the

number of deaths in custody and/

or following police contact) and of

other relevant monitoring excises;

(iv) providing relevant contextual

and background information (for

example, general population data

on the prison population, on stop

and search by ethnicity and data

on public attitudes/understanding

of human rights); (v) meeting the

data requests of international

human rights bodies that monitor

the implementation of international

human rights treaties that the UK

is signed up to (such as the UN

Human Rights Committee, the

United Nations Committee on

Economic, Social and Cultural

Rights (UNCESCR) and the

UNCRC). (EHRC, Id.)

Sejalan dengan konsep

implementasi hak asasi manusia

oleh OHCHR yang meliputi

commi tments-e f fo r ts - resu l ts ,

‘indicator dashboard’ dalam HRMF

juda dibagi ke dalam tiga indikator,

yakni: pertama, indikator struktural,

yakni indikator yang menyajikan

basis bukti (evidence base) tentang

komitmen formal negara dalam

melindungi dan memajukan

hak asasi manusia. Indikator

ini juga dianggap sebagai

cerminan dari upaya politik luar

negeri sebuah negara dalam

bentuk ratifikasi instrumen legal

serta gambaran mekanisme

institusional yang dianggap

penting untuk mendukung

implementasi hak asasi manusia;

kedua, indikator proses, yakni

indikator yang mengukur upaya-

upaya konkret dari negara untuk

mengimplementasikan elemen-

elemen struktural agar dapat

dinikmati oleh individu. OHCHR

mencontohkan indikator proses

ke dalam bentuk-bentuk seperti:

alokasi anggaran berdasarkan

indikator, cakupan kelompok

masyarakat yang ditargetkan

dalam program-program publik,

gugatan hak asasi manusia

yang ditujukan kepada negara

dan proporsi penyelesaiannya,

langkah-langkah insentif dan

kesadaran tentang isu hak asasi

manusia tertentu, serta indikator

yang mencerminkan berfungsinya

institusi tertentu seperti Komisi

Hak Asasi Manusia, atau sistem

penegakan hukum. (OHCHR,

2011); ketiga, indikator hasil

(outcome) yakni indikator yang

menggambarkan pencapaian

Page 35: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 33

FOKUS

Tabel 2. Daftar Perjanjian Internasional yang Telah Diratifikasi oleh Indonesia (per Desember 2014)

Treaty Description Treaty Name Signature Date

Ratification Date, Accession(a), Succession(d)

DateConvention against Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment

CAT 23 Oct 1985 28 Oct 1998

Optional Protocol of the Convention against Torture CAT-OP

International Covenant on Civil and Political Rights CCPR 23 Feb 2006 (a)Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights aiming to the abolition of the death penalty

C C P R -OP2-DP

Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance

CED 27 Sep 2010

Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women

CEDAW 29 Jul 1980 13 Sep 1984

International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination

CERD 25 Jun 1999 (a)

International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights

CESCR 23 Feb 2006 (a)

International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families

CMW 22 Sep 2004 31 May 2012

Convention on the Rights of the Child CRC 26 Jan 1990 05 Sep 1990Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the involvement of children in armed conflict

C R C - O P -AC

24 Sep 2001 24 Sep 2012

Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the sale of children child prostitution and child pornography

C R C - O P -SC

24 Sep 2001 24 Sep 2012

Convention on the Rights of Persons with Disabilities CRPD 30 Mar 2007 30 Nov 2011

Sumber: UN-OHCHR

individu atau kelompok yang

merefleksikan penikmatan

(enjoyment) hak asasi manusia

pada konteks tertentu. (OHCHR,

Id.) Bentuk praktis yang dapat

dijadikan contoh pada indikator

ini semisal: angka kematian bayi,

angka harapan hidup, tingkat

partisipasi sekolah, dan lain

sebagainya.

Indikator Hak Asasi Manusia untuk

Indonesia

Secara normatif, politik

hak asasi manusia Pemerintah

Indonesia tercermin dalam

rencana aksi nasional hak asasi

manusia yang diterbitkan setiap

lima tahun, dimana fase ketiga

berakhir pada tahun 2014 ini. Perlu

dipahami bahwa politik hak asasi

manusia dalam format tersebut

tidak akan cukup bagi kita untuk

dapat mengukur implementasi

kewajiban negara tentang hak

asasi manusia. Oleh sebab itu,

pembentukan indikator hak asasi

manusia di Indonesia adalah

sebuah keharusan. Adapun

menuruh hemat penulis, inisiatif

tersebut dapat saja muncul dari

lembaga/unit pemerintah yang

memiliki tugas dan fungsi di

bidang hak asasi manusia.

Page 36: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201434

FOKUS

Terlepas dari tugas, fungsi,

serta persoalan organisatoris

terkait pembentukan indikator

hak asasi manusia di Indonesia,

indikator hak asasi manusia

di Indonesia harus mampu

menggambarkan secara

konseptual dan metodologis

‘commitments-efforts-results’

Negara Indonesia terhadap

perlindungan hak asasi manusia.

Dalam format ‘commitments-

efforts-results’ tersebut, indikator

hak asasi manusia di Indonesia

dapat beranjak dari hukum hak

asasi manusia domestik (dalam

Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia) serta instrumen hak

asasi manusia internasional

yang telah disahkan (lih. Tabel

2). Adapun normativitas masing-

masing hak secara lebih rinci

dan praktis dapat ditemukan

dalam interpretasi treaty bodies

yang berwenang pada masing-

masing instrumen internasional;

selain itu, praktik-praktik yudisial

di tingkat domestik perlu menjadi

acuan dalam menafsirkan

implementasi masing-masing

hak. Secara khusus, perhatian

pada indikator struktural

perlu melihat tafsiran hak

konstitusional warga negara oleh

Mahkamah Konstitusi sebagai

bentuk kontekstualisasi hak asasi

manusia yang berlaku universal.

Menurut hemat penulis, tantangan

dalam penyusunan indikator hak

asasi manusia di Indonesia berada

pada level struktural, mengingat

Berangkat dari praktik HRMF

yang telah disinggung sebelumnya,

beberapa hal praktis yang dapat

dilakukan dalam membangun

indikator hak asasi manusia di

Indonesia meliputi: a) tinjauan

kepustakaan dan telaahan data

awal; b) membangun panel

indikator hak asasi manusia

Indonesia berdasarkan praktik di

level internasional (misal melalui

modifikasi panel yang dibentuk

oleh OHCHR); c) ‘road-testing’ dan

memperbaiki panel awal dengan

expert atau advisory group; d)

menyusun daftar panjang indikator

hak asasi manusia berdasarkan

telaah dan tinjauan data dan pustaka,

termasuk sumber seperti: indikator

OHCHR, Komentar Umum PBB,

dan lain sebagainya; e) menyusun

daftar pendek indikator hak asasi

manusia sesuai dengan kriteria atau

prioritas; f) diskusi dan konsultasi

dengan pemangku kepentingan

(stakeholders) terkait dengan

hak asasi manusia dalam rangka

mencapai kesepakatan tentang

komponen hak dan elemen-

elemen indikator; g) perbaikan

panel dan indikator sesuai

dengan masukan dan feedback

dari diskusi dan konsultasi

sebelumnya; h) membangun

basis bukti berdasarkan indikator

dan ukuran-ukuran yang telah

dibentuk berdasarkan data

statistik administratif, survey

publik, atau data lainnya.

Benchmarking dan Disagregasi

Data

Dalam rangka membangun

serta mendorong perancangan

serta penerapan model indikator

hak asasi manusia di Indonesia,

penulis ingin menaruh perhatian

khusus pada dua hal metodologis

yang menjadi karakteristik riset hak

asasi manusia, yakni: pertama,

benchmarking implementasi

hak asasi manusia. Metodologi

demikian akan bersifat signifikan

dalam rangka pengukuran

terhadap progresivitas

pemenuhan hak, khususnya hak

ekonomi, sosial, dan budaya.

Dalam konteks tersebut, Komite

Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya dalam Komentar Umum

1 (1989) meminta agar negara-

negara peserta Kovenan Hak

Page 37: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 35

FOKUS

Ekosob untuk menyusun patokan

(benchmark) dalam mengukur

kewajiban negara dalam

memenuhi hak ekonomi, sosial,

dan budaya.

Kedua, disagregasi data

berbasis unsur-unsur diskriminasi.

Disagregasi data ini merupakan

karakteristik studi hak asasi

manusia, mengingat hukum

hak asasi manusia dibentuk

dalam rangka mengurangi

potensi pelanggaran hak asasi

manusia terhadap individu atau

kelompok rentan (vulnerable

groups). Adapun disagregasi data

secara praktis dapat dilakukan

berdasarkan basis diskriminasi

seperti: usia, jenis kelamin, status

ekonomi, agama, maupun wilayah

dari individu atau kelompok

masyarakat tertentu yang diukur

penikmatan haknya.

Berangkat dari uraian

yang telah digambarkan di

atas, tercermin bahwa terdapat

kebutuhan bagi Negara Indonesia,

khususnya pemerintah, untuk

menyusun kerangka pengukuran

implementasi hak asasi manusia

dengan menggunakan indiaktor

hak asasi manusia. Keuntungan

praktis dari tersusunnya indikator

tersebut adalah agar Pemerintah

Indonesia dapat memetakan

secara komprehensif capaian serta

secara terstruktur mengidikasikan

kekurangan serta tantangan dalam

melaksanakan kewajibannya

untuk melindungi dan memenuhi

hak asasi manusia. Selain itu,

dengan adanya indikator hak

asasi manusia, maka akan

memudahkan Pemerintah dalam

pengumpulan data tentang

pemenuhan hak asasi manusia

dalam rangka pelaporan

mekanisme hak asasi manusia di

tingkat internasional.

*) Penulis adalah Peneliti Pertama pada Puslitbang Transformasi Konflik balitbang HAM

Page 38: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201436

AGENDA

Penyusunan RENSTRA (Rencana Strategis) Badan Litbang HAM Tahun 2015 - 2019

Isu-isu Hak Asasi Manusia meru-pakan agenda Badan Penelitian dan Pengembangan HAM dalam menyusun tema/judul kegiat-an penelitian, pengembangan dan evaluasi. Guna menyusun Rencana Strategis (Renstra) Badan Litbang HAM tahun 2015 -2019 yang hasilnya dapat di manfaatkan oleh para pemang-ku kepentingan (stakeholders) dalam perumusan kebijakan dan bahan pembentukan peraturan perundang-undangan, Badan Litbang HAM telah mengundang beberapa narasumber sebagai acuan dalam penyempurnaan RENSTRA yang diselenggara-kan di Jakarta (27/8). Pemilihan isu-isu HAM yang tepat dan

aktual akan membantu kita agar hasil litbang dapat terman-faatkan dan menjawab Indika-tor Kinerja Utama (IKU) Badan Litbang HAM, sehingga pen-capaian kinerja tidak hanya pada tataran output tetapi juga outcome, demikian yang disampaikan kepala Badan litbang HAM Mualimin da-lam arahannya. Dalam paparannya Yosep Adi Prasetyo dari Dewan Pers yang memprediksi masalah yang akan dihadapi 5 tahun men-datang dapat berupa liberalisasi ekonomi, radikalisme, konflik lahan serta maraknya aksi-aksi komuna-lisme. Untuk itu didalam menyusun kerangka acuan harus menjelaskan asalan tempat pemilihan kegiatan, penjelasan dampak yang terjadi

bila hal itu tak dilakukan, dan pihak-pihak yang akan menjadi penerima manfaat dari kegiatan yang akan dilakukan. Lain halnya yang disampaikan oleh Arist Mer-deka Sirait dari Komisi Nasional Perlindungan Anak yang lebih mengedepankan pada hak dan perlindungan anak dari tindak kekerasan dan pelecahan, ka-rena pada kondisi saat ini dinilai sudah sangat mengkhawatirkan dilihat dari beberapa kasus yang sudah menjadi perhatian publik.

Bimbingan Teknis Penulisan Jurnal Ilmiah

Fungsional peneliti di lingkungan Badan Penelitian dan Pengem-bangan HAM mendapatkan bimbingan teknis penulisan jur-nal ilmiah yang dilaksanakan di Badan Penelitian dan Pengem-bangan HAM (1/10). Kegiatan yang berlangsung selama 2 hari ini para peneliti di bimbing bagaimana menuangkan karya tulis ilmiah hasil penelitiannya ke dalam bentuk jurnal. Standar mutu tulisan jurnal ilmiah pen-ting untuk publikasi ilmiah yang terpercaya dan menilai kinerja

hasil riset ilmiah. Tanpa komit-men pada standar mutu tulisan jurnal ilmiah, maka kepercaya-an dan kinerja hasil riset ilmiah dapat dipertanyakan. Demikian yang disampaikan Erman Ami-nullah narasumber dari Pusbin-diklat LIPI dalam penyampaian materinya. Dalam sesi yang lain di-sampaikan pula aturan yang harus diikuti guna menghasilkan majalah ilmiah yang terakreditasi. Dalam paparannya Edward H. Lumbanto-ruan dari LIPI menyebutkan bah-wa ada beberapa instrumen yang

harus dipenuhi dalam akreditasi yang meliputi Substansi, penyun-ting dan mitra bestari serta gaya penulisan yang konsisten. Selain menekankan kepada peneliti, redaksi juga mendapatkan asu-pan materi dalam pengelolaan majalah ilmiah.

Page 39: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Badan Penelitian dan Pengem-bangan HAM mempunyai peran sangat penting untuk menghasil-kan kebijakan-kebijakan Kemen-terian Hukum dan HAM di bidang Hak Asasi Manusia. Salah satu cara untuk menyebarluaskan

informasi terkait dengan hasil penelitian yang telah dilaksa-nakan serta kebijakan-kebi-jakan yang telah dihasilkan kepa-da masyarakat

dan khalayak luas adalah dengan acara talkshow. Badan Penelitian dan Pengembangan HAM. Bebe-rapa kegiatan penelitian merupa-kan kerjasama dengan melibatkan

Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan Pusat Studi HAM Universitas. Tema yang diangkat dalam talkshow kali ini meng-angkat tema mengenai standar Rumah Detensi Imigrasi dalam pencegahan konflik antar deteni, penerapan hak-hak narapidana, perlindungan dan pemberdayaan petani, serta pemenuhan hak kesehatan anak di pesisir.

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 37

AGENDA

Pengembangan Fungsional Peneliti di lingkungan Badan Litbang HAM

Penelitian merupakan sebuah proses pencarian atau penelaah-an pengetahuan melalui serang-kaian langkah atau prosedur yang ketat guna mendapatkan kebe-naran dari realitas suatu benda, subjek atau keadaan tertentu. Pertemuan mengenai metodologi penelitian kualitatif ini bertujuan agar peserta dapat memahami apa yang dimaksud dengan penelitian kualitatif, perbedaan-nya dengan penelitian kuantitatif dan bagaimana mengembangkan karya tulis ilmiah dalam rangka meningkatkan kapasitas peneliti di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan HAM. Kegi-atan yang berlangsung di Jakarta (26/8) ini dimaksudkan untuk

memberikan pemaham-an tentang bagaimana menulis karya tulis ilmiah di bidang hukum mau-pun sosial lainnya yang didasarkan pada hasil kajian atau penelitian dan meningkatkan angka kre-dit peneliti dalam mening-katkan kapasitas peneliti. Diskusi yang melibatkan peneliti di lingkungan Badan Litbang HAM ini menitikberatkan mengenai metodologi penelitian dan teknik penulisan Karya Tulis Ilmiah dan meningkatkan angka kredit. Karya Tulis Ilmiah yang baik sebaiknya tidak sekedar menghadirkan ide atau klaim yang kita buat atas su-atu realitas sosial atau subjek ter-

tentu dengan dukungan informasi yang hanya mendukung argumen kita saja justru seringkali sumber bacaan yang efektif berasal dari pemikiran yang berbeda dari kita, demikian yang disampaikan oleh Lilis Mulyani selaku narasumber dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Publikasi Hasil Penelitian dalam Talkshow

Page 40: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201438

AGENDA

Pusat Peneltian dan Pengem-bangan Hak-hak Kelompok Khusus Badan Litbang HAM mengadakan presentasi akhir Penelitian Perlindungan Hak Anak Korban kekerasan Seksual yang bertempat di kantor Badan Litbang HAM Jakarta (29/8). Acara yang di moderator oleh Agustinus Pardede ini mengha-dirkan narasumber dari Kemen-terian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Budi Triwinata. Kekeras-an terhadap anak bisa terjadi

dimanapun dan kapanpun, salah satu pemicunya karena adanya anggapan masya-rakat tentang relasi antara anak orang dewasa yang timpang. Anak juga sering dijadikan objek kekerasan oleh orang lain, karena keterbatasan yang dimilik-inya ditambah lagi belum adanya upaya perlindungan yang maksimal baik oleh pemerintah, masyarakat dan penegak hukum. Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa pelaku kekerasan seksual pada anak masih berkeliaran bebas

karena tidak adanya pengaduan. Presentasi akhir penelitian yang dibuka oleh kepala Puslitbang Hak-hak Kelompok Khusus M. Arifin yang dihadiri stakeholders dari lembaga-lembaga perlin-dungan anak ini bertujuan untuk mengetahui situasi dan kondisi perlindungan anak yang menjadi korban kekerasan seksual khu-susnya di Bali dan NTB.

Evaluasi Perlindungan Hak Anak Korban Kekerasan Seksual

Gangguan keamanan dan ke-tertiban (kamtib) yang terjadi di berbagai Lapas memiliki dampak terhadap lingkungan internal La-pas pada dasarnya ditimbulkan oleh friksi antar para pihak di da-lam Lapas yang berujung pada terjadinya konflik antar pihak ter-

sebut. Melalui kegiatan Eva-luasi Kebijakan Pencegahan Gangguan Keamanan dan Ketertiban di Lembaga Pema-syarakatan yang diselengga-rakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Transfor-masi Konflik di Jakarta (4/9) ini secara khusus evaluasi ini

mencoba mengurai interaksi antara kebijakan, petugas dengan warga binaan pemasyarakatan dengan sebab-sebab terjadinya konflik di dalam Lapas. Evaluasi ini menilai bahwa potensi gangguan kamtib di tiga Lapas yang dijadikan studi

kasus belum dikelola secara sistemik dan sistematis dari tingkat UPT sampai ke tingkat pembuat kebijakan, evaluasi ini juga menilai bahwa kebijakan yang dikeluarkan dalam pelaksa-naan mekanisme pengawasan internal belum memuat bentuk analisa gangguan kamtib dalam pendekatan manajemen konflik-dari evaluasi yang dilakukan ini merumuskan beberapa rekomen-dasi dengan memetakan poten-si gangguan kamtib di Lapas, membangun sistem peringatan dini gangguan kamtib, serta dengan melakukan rehabilitasi bangunan Lapas.

Evaluasi Kebijakan Pencegahan Gangguan Keamanan dan Ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan

Page 41: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 2014 39

AGENDA

Penganugerahan Bung Hatta Award untuk HAM

Memperingati hari HAM se-Dunia ke 66

Penganugerahan Bung Hatta Award untuk HAM pada tahun ini dimenangkan oleh Pemerin-tah Kota Ambon. Penghargaan ini didasarkan pada pengukuran yang objektif terhadap implemen-tasi HAM di tingkat Kabupaten/Kota, yang berdasarkan indi-kator hak atas pendidikan dan hak atas kesehatan yang telah disusun oleh Badan Penelitian

dan Pengembangan HAM Kementerian Hukum dan HAM. Walikota Ambon menyampaikan ucapan terima kasih yang sebe-sar – besarnya kepada Menteri Hukum dan HAM

RI, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kemen-kumham RI atas penganugerahan Trophy Bung Hatta Award 2014 yang dimana merupakan bentuk dari perhatian pemerintah pusat terhadap pemerintah Kota Ambon, serta menjadi motivasi bagi jajar-an pemerintah Kota Ambon dalam pemenuhan, pengembangan dan

penegakkan Hak Asasi Manusia kedepan. Kegiatan kali ini meng-ambil tema Perlindungan Anak dari Tindak Kekerasan. Beberapa penghargaan lain juga di berikan kepada pemerintah Kabupaten/Kota Peduli HAM yang didasar-kan pada lima kriteria yaitu hak hidup, hak mengembangkan diri, hak atas kesejahteraan, hak atas rasa aman, dan hak perempuan, serta Komunitas Pemuda dan Pelajar Pecinta HAM, dan Penulis HAM sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap kreativitas dan pengembangan diskursus terhadap HAM di Indonesia.

Dalam menyambut hari HAM se-Dunia yang ke 66 Badan Litbang HAM menyelenggara-kan seminar tentang kesetaraan dan non-Diskriminasi di bidang Pendidikan dan Kesehatan yang bertempat di Graha Pengayom-an, Kamis (4/12). Kegiatan yang dihadiri oleh instansi pemerintah, organisasi internasional, unsur Kementerian/Lembaga pergu-ruan tinggi negeri/swasta serta lembaga swadaya masyarakat ini untuk memproyeksikan peluang dan tantangan bagi pemerintahan

periode 2015-2019 serta untuk menggambarkan secara evaluatif atas capaian dan kendala yang dihadapi pemerintahan sebelum-nya dalam melindungi hak asasi manusia. Dalam sambutannya Menteri Hukum dan HAM Yason-na H Laoly mengatakan “Bebera-pa sifat kewajiban hukum umum yang harus dilaksanakan oleh Indonesia adalah kewajiban untuk menjamin bahwa hak-hak yang berkaitan akan dilaksanakan tan-pa diskriminasi serta untuk meng-ambil langkah – langkah peme-

nuhan hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Hak Sipil dan Politik harus dilaksanakan secara seksama, konkrit dan ditujukan secara jelas untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang di-atur dalam kovenan.” Seminar yang mengangkat tema peluang dan tantangan pemerintahan 2015-2019 di bidang hak asasi manusia : Kesetaraan dan non-Diskriminasi di bidang Pendidikan dan kesehatan ini menghadirkan narasumber di bidang pendidikan

Page 42: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan

Humanis Volume 2 Tahun X Desember 201440

APA DAN SIAPA

Drs. M. Arifin H.A., MM., lahir di Bima 2 Desember 1959, pernah aktif di Organisasi Prayuana se-jak sekolah di SMPS (Sekolah menengah Pendidikan Sosial) setingkat SMA. Memulai karir sebagai PNS di Departemen Ke-hakiman sejak tahun 1981 s/d 1990 pada Bimbingan Kemasya-rakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) (Sekarang BAPAS) di Jakarta Selatan. Kemudian pada tahun 1991 ditempatkan di Pus-diklat Kehakiman sampai dengan tahun 2000. Tahun 2000 s/d 2005 menjabat jabatan Kepala Sub Tata Usaha Menteri pada tahun 2005. Kembali ke Pusdiklat seba-

Drs. M. Arifin HA, MM

Trisasi Dwi Handahyni, S.H.

gai Kepala Bagian Penyelenggara Administrasi sampai dengan tahun 2007. Pada tahun 2007 sampai de-ngan 2009 menjabat sebagai Kepa-la Bagian Mutasi Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal. Tahun 2009 kembali menjabat sebagai Kepala Bidang Penyelenggara Kepemim-pinan dan manajemen di Badan Pengembangan Sumber Daya Ma-nusia (BPSDM) Hukum dan HAM. Pada tahun 2011 dipromosi menjadi Kepala Divisi Administrasi Kantor Wilayah Kemenkumham NTB, ke-mudian mutasi ke Kantor Wilayah Jawa Tengah Kemenkumham ma-sih sebagai Kepala Divisi Adminis-trasi pada tahun 2012-2013 Desem-

Trisasi Dwi Handahyni, S.H., lahir di Makassar 12 Maret 1956. Me-namatkan pendidikan S1 Hukum di UII Yogyakarta. Memulai karir sebagai PNS pada tahun 1982 di Biro Perencanaan Departemen Kehakiman. Menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pengendali-an dan Laporan Biro Perencana-an Sekretariat Jenderal Departe-men Kehakiman RI pada tahun 1985, menjadi Kepala Sub Bagi-an Tata Usaha Bro Perencanaan Sekretariat Jenderal tahun 1991. Kemudian pada tahun 1996 men-

ber 2012 mendapat kepercayaan untuk menjabat sebagai Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal sampai dengan Agustus 2014. Saat ini dipercaya untuk menja-bat sebagai Kepala Pusat Peneli-tian dan pengembangan Hak-hak Kelompok Khusus Badan Pene-litian dan Pengembangan HAM Kemenkumham RI.

jabat sebagai Kepala Bagian Ke-tatalaksanaan Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal, Kepala Ba-gian Umum Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Setjen Kemenkumham pada tahun 2003, Kepala bagian Keuangan pada Ba-dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemenkumham pada tahun 2007, dan pada tahun yang sama menjabat sebagai Ke-pala Bagian Penyusunan Program dan kerjasama BPSDM. Bertugas ke daerah menempati jabatan seba-gai Kepala Divisi Administrasi Kan-

tor Wilayah (Kanwil) Kemenkum-ham Bangka Belitung pada tahun 2008, Kanwil Kemenkumham Lampung pada tahun 2010 dan kembali ke Jakarta masih seba-gai Kepala Divisi Administrasi Ke-menkumham Kanwil DKI Jakarta. Saat Ini dipercaya untuk mendu-duki jabatan sebagai Kepala Pu-sat penelitian dan pengembang-an Transformasi Konflik Badan Penelitian dan Pengembangan HAM

Page 43: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan
Page 44: HAK HIDUP vs HUKUMAN MATI - balitbangham.go.id · Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan