HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS...

103
i HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Studi Kasus di Kel. Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam Oleh: Darmaji NIM: 21211006 JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2018

Transcript of HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS...

i

HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI

SEBAGAI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Studi Kasus di Kel. Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Darmaji NIM: 21211006

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2018

ii

iii

HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI

SEBAGAI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Studi Kasus di Kel. Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Darmaji NIM: 21211006

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2018

iv

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat eksemplar)

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan

koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Darmaji

NIM : 21211006

Judul Skripsi : HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS

KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

PERKAWINAN (Studi Kasus di Kel. Bandungan Kec.

Bandungan Kab. Semarang)

Dapat diajukan pasa Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang

Munaqosyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan

sebagaimana mestinya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, Agustus 2018

Pembimbing,

Dr. Benny Ridwan, M. Hum

NIP. 19730520 199903 1 006

v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Darmaji

NIM : 21211006

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Syari‟ah

Judul Skripsi : HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS

KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

PERKAWINAN (Studi Kasus di Kel. Bandungan Kec.

Bandungan Kab. Semarang)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar karya saya sendiri,

bukan jiplaan dari karya tulis orang lain, pendapat atau temuan yang lain yang

terdapat dalam sripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, Agustus 2018

Menyatakan,

Darmaji

NIM. 21211006

vi

KEMENTRIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS SYARI’AH JL. Nakula Sadewa V No. 9 Telp. (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722

Website : www.iainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

(Studi Kasus di Kel. Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang)

Oleh:

Darmaji

NIM: 21211006

telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah,

Institut Agama Islam (IAIN) Salatiga, pada hari Jumat tanggal 7 September 2018

dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana

dalam hukum Islam.

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Penguji : M. Hafidz, M. Ag. …………………

Sekretaris Sidang : Dr. Benny Ridwan, M. Hum . …………………

Penguji I : Drs. Badwan, M. Ag. …………………

Penguji II : M. Yusuf Khummaini, M.H. ………………...

Salatiga, 7 September 2018

Dekan Fakultas Syari‟ah

Dr. Siti Zumrotun, M.Ag.

NIP 19670115 199803 2 002

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Hidup adalah perjuangan. Kerja keras menunjukkan kehidupan. Jangan takut

kegagalan. Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.

PERSEMBAHAN:

Sujud syukur saya persembahkan pada ALLAH yang maha kuasa, berkat dan

rahamat detak jantung, denyut nadi, nafas dan putaran roda kehidupan yang

diberikan-Nya hinga saat ini saya dapat mempersembahkan skripsi ini pada

orang-orang tersayang:

1. Bapak ( Karman ) dan ibu ( Tasmi )

Yang tak pernah lelah membesarkan dengan penuh kasih sayang, serta

memberi dukungan, perjuangan, motivasi dan pengorbanan dalam hidup ini.

2. Istri tersayang (Siti Nur Janah, S. Pd. I.)

yang selalu menyemangatiku, memberi motivasi dan dukungan, Doa serta rasa

sayang dan cintanya yang begitu indah buatku. Thank‟s for your love.

3. Anak tercinta (Arvino Faeyza Akbar)

Cepat besar Nak. Jadilah anak yang sholeh dan pintar, membanggakan orang

tua, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Ayah sayang adek.

4. Sahabat seperjuangan

(Agus Alwi calon Sarjana Hukum, Andre Irawan S.H., Yasin S.H., Anas

Ma‟ruf calon Sarjana Hukum, Ali Mukhtar, S.Sy.) yang selalu memberi

semangat dan dukungan serta canda tawa yang sangat mengesankan selama

masa pekuliahan, susah senang dirasakan bersama dan sahabat-sahabat

seperjuangan yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih

buat kalian semua.

viii

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

yang telah mengutus Nabi Muhammad Saw. Untuk menyampaikan agama yang

hak, memberi petunjuk kepada segenap manusia ke jalan kebaikan, untuk

kehidupan di dunia dan keselamatan di akhirat. Shalawat serta salam tidak lupa

kami haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, semoga pada akhir kelak

kita termasuk ke dalam umatnya yang mendapat syafaatnya.

Alhamdulillah dengan rasa syukur penulis, skripsi dengan judul:

HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Studi Kasus di Kel.

Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang) ini telah selesai.Skripsi ini diajukan

untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh Gelar Sarjana

Strata Satu (S1) dalam Ilmu Syari‟ah pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Salatiga.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai apabila tanpa ada bantuan dari

berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan tenaga, pikiran dan waktunya

guna memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesaikannya

pembuatan skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan

terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga, yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian

dan penyusunan skripsi ini.

ix

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M, Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Bapak Syukron Makmun, M. Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga

Islam IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

menyusun skripsi ini.

4. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada penulis sehingga

terselesaikannya penulisan skripsi ini.

5. Para Dosen Syari‟ah yang banyak memberikan ilmu, arahan serta do‟a selama

penulis menuntut ilmu di IAIN Salatiga.

6. Bapak Adiarso, S. TP, selaku Kepala Kelurahan Bandungan beserta stafnya

yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

7. Teman-teman mahasiswa Ahwal Al-Syakhshiyyahbaik Non-Reguler dan

Reguler khususnya angkatan tahun 2011 yang sangat berarti dalam

dukungannya kepadapenulis selama masa kuliah.

8. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga atas bantuan semua pihak yang telah berkontribusi dalam skripsi

ini sebagaimana disebutkan diatas mendapat limpahan berkah dan imbalan yang

setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

Skripsi ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi

kasempurnaan tulisan ini serta bertambahnya pengetahuan dan wawasan penulis.

x

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat

khususnya bagi Akademika IAIN Salatiga dan semua pihak yang

membutuhkannya.

Demikian, atas perhatiannya penulis sampaikan banyak terimakasih.

Salatiga, Agustus 2018

Penulis

xi

ABSTRAK

Darmaji. 2018. HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS

KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

PERKAWINAN (Studi Kasus di Kel. Bandungan Kec. Bandungan Kab.

Semarang). Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Keluarga Islam.

Institut Agama Islam Negeri. Dosen Pembimbing: Dr. Benny Ridwan,

H.Hum.

Kata Kunci: istri, pekerja seks komersial, undang-undang perkawinan

Istri berasal adalah salah seorang pelaku pernikahan yang berjenis

kelamin wanita. Seorang wanita biasanya menikah dengan seorang pria dalam

suatu upacara pernikahan sebelum diresmikan statusnya sebagai seorang istri dan

pasangannya sebagai seorang suami

Pekerja seks komersial adalah para pekerja yang bertugas

melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan

dari yang telah memakai jasa mereka tersebut. Keputusan menjadi wanita pekerja

seks komersial bukan hal yang mudah dan tidak begitu saja diambil oleh subjek

yang merupakan wanita berkeluarga. Keputusan subjek menjadi wanita pekerja

seks komersial dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor ekonomi,

pelampiasan diri, gaya hidup konsumerisme,dan lingkungan.

Di dalam skripsi ini, penulis mencoba menggali istri sebagai

pekerja seks komersial di Kelurahan Bandungan. Pertanyaan utama yang ingin

dijawab melalui penelitian ini adalah Mengapa istri bisa bekerja sebagai pekerja

seks komersial? Bagaimana hak dan kewajiban istri sebagai pekerja seks

komersial dalam keluarga? Bagaimanakah hak dan kewajiban istri sebagai pekerja

seks komersial ditinjau dari undang-undang perkawinan?

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,

merupakan salah satu wujud aturan tata tertib pernikahan yang dimiliki oleh

negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, di samping aturan-aturan tata

tertib pernikahan yang lain yaitu Hukum Adat dan Hukum Agama. Hak dan

kewajiban suami istri tercantum dalam undang-undang perkawinan no.1 tahun

1974 pasal 30 sampai dengan 34.

Temuan dari hasil penelitian di Kelurahan Bandungan

menunjukkan bahwa alasan para pekerja seks komersial melakukan pekerjaan

tersebut karena faktor ekonomi, pergaulan bebas, dan penipuan. Solusi pemecahan

masalah pekerja seks komersial. Adapun solusi yang direkomendasikan oleh

penulis untuk pemecahan masalah ini antara lain adalah meningkatkan pendidikan

agama sejak dini, memberikan pelajaran keterampilan agar ia memiliki

keterampilan khusus, memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang dampak dari

bekerja secara tidak benar .

xii

DAFTAR ISI

Lembar Berlogo ……..………………………………….………………….…..… i

Nota pembimbing ……………………………………………………………...… ii

Pernyataan Keaslian Tulisan ………………………………………….…..…….. iii

Pengesahan ……………………………………………………….……...…….... iv

Motto dan Persembahan ……………………………………………………….... v

Kata Pengantar ………………………………………………………………..... vi

Abstrak …………………………………………………………………..…….... ix

Daftar Isi ………………………………….…………………………………...… x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian........................................................................................ 7

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis ……………………………………….………………. 7

2. Secara Praktis ………………………………………………………... 8

E. Penegasan Istilah

1. Hak …………………………………………………………..……… 8

2. Kewajiban …………………………………………………………... 8

3. Istri……………………….……………………………………….…. 8

xiii

4. Keluarga …………………………………………………………….. 8

5. Pekerja Seks Komersial ………………………………….……….…. 9

6. Pelacuran ………………………………………………………..…. 10

7. Lokalisasi …………………………………………………………... 12

8. Undang-undang ……………………………………………………. 14

9. Perkawian ………………………………………………………...... 14

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian..........................................................15

2. Kehadiran Penelitian............................................................................15

3. Lokasi Penelitian..................................................................................16

4. Sumber Data.........................................................................................16

5. Prosedur Pengumpulan Data................................................................17

6. Analisis Data........................................................................................18

7. Pengecekan Keabsahan Data................................................................19

8. Tahap-tahap Penelitian.........................................................................19

G. Sistematika Penulisan.................................................................................20

BAB II : HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM PERKAWINAN

A. Perkawinan ………………………………………..…………………… 22

B. Keluarga

1. Peranan Keluarga ………………………….……………………….. 27

2. Fungsi Keluarga ……...…………………………………………….. 28

C. Hak dan Kewajiban Suami Istri

1. Suami ………………………………………………….……………. 30

xiv

2. Istri …………………………………………………………………. 32

3. Hak dan Kewajiban Suami Istri ……………………………………. 33

4. Hak Istri yang Wajib Dipenuhi Suami …………………….……….. 36

5. Hak Suami yang Wajib Dipenuhi Istri ………………….…..……… 38

6. Hak Bersama yang harus Dipenuhi Kedua Belah Pihak …………… 40

D. Pekerja Seks Komersial ………………………………………………… 41

E. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pekerja Seks Komersial ……………... 43

BAB III : ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI KEL.

BANDUNGAN

A. Keadaan Geografis

1. Luas dan Batas Wilayah ……………………………………………. 45

2. Kondisi Geografis ………………………………………….……….. 46

3. Orbitasi (Jarak dari Pusat) …………………………….……………. 47

B. Keadaan Demografis

1. Jumlah Penduduk Kelurahan Bandungan Menurut Kelompok Umur 47

2. Jumlah Penduduk Kelurahan Bandungan Menurut Pendidikan …… 48

3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ……………….… 49

4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama/ Kepercayaan ……………... 51

C. Profil Pekerja Seks Komersial di Kelurahan Bandungan ……………… 51

xv

BAB IV : PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI SEBAGAI

PEKERJA SEKS KOMERSIAL DALAM TINJAUAN UNDANG-

UNDANG PERKAWINAN

A. Analisis terhadap Alasan Istri sebagai Pekerja Seks Komersial ..……… 58

B. Analisis terhadap Hak dan Kewajiban Istri sebagai Pekerja Seks

Komersial dalam Keluarga ………………………………………….…. 61

C. Analisis terhadap Hak dan Kewajiban Istri sebagai Pekerja Seks

Komersial Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan…………………. 65

D. Problematika yang Muncul dalam Keluarga Pekerja Seks Komersial …. 69

E. Solusi Pemecahan Masalah Pekerja seks Komersial ………………....... 70

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………..…… 73

B. Saran …. ………………………………………………………..………. 77

Daftar Pustaka

Lampiran

1

BAB I

PENDAHULUAN

D. Latar Belakang Masalah

Agama Islam berpedoman pada Al-Qur‟an dan al-hadis, dalam

Islam, perkawinan dipandang sebagai suatu perbuatan yang luhur dan suci.

Perkawinan bukan hanya perbuatan akad biasa sebagaimana dikenal dalam

perkawinan perdata, lebih dari itu perkawinan merupakan perbuatan yang

memiliki nilai keakhiratan. Sedangkan hukum melakukannya bergantung

pada kondisi subyek hukumnya.(Basyir, tt:14-16)

Pada setiap perkawinan, masing-masing pihak (suami dan isteri)

dikenakan hak dan kewajiban. Pembagian hak dan kewajiban disesuaikan

dengan proporsinya masing-masing. Bagi pihak yang dikenakan kewajiban

lebih besar berarti ia akan mendapatkan hak yang lebih besar pula. Sesuai

dengan fungsi dan perannya.

Selanjutnya mengenai hak dan kewajiban suami isteri, Al-Qur‟an

telah secara rinci memberikan ketentuan-ketentuannya. Ketentuan-ketentuan

tersebut diklasifikasikan menjadi:

1. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban bersama antara suami isteri.

2. Ketentuan mengenai kewajiban suami yang menjadi hak isteri.

3. Ketentuan mengenai kewajiban isteri yang menjadi hak suami.

Secara teoritik, untuk menetapkan suatu hukum dalam Islam harus

merujuk kepada Al-Qur‟an dan sunnah Nabi sebagai sumber primer.

2

(Syarifuddin, 2005:50) Al-Qur‟an digunakan sebagai petunjuk hukum dalam

suatu masalah kalau terdapat ketentuan praktis di dalamnya. Namun apabila

tidak ditemukan, maka selanjutnya merujuk kepada sunnah Nabi.

Sementara itu terkait dengan ketentuan praktis mengenai hak dan

kewajiban antara suami dan isteri, banyak ditemukan dalilnya dalam Al-

Qur‟an. Dalil-dalil tersebut meliputi hak dan kewajiban bersama antara suami

dan isteri, kewajiban suami terhadap isteri, kewajiban isteri terhadap suami.

Al-Qur‟an tidak menentukan secara khusus tentang hak dan

kewajiban bersama suami isteri. Namun Khoiruddin Nasution berpendapat

bahwa surat Al-Baqarah (2): 228 dan surat An-Nisa‟ (4): 9 adalah dalil untuk

menetapkan hak dan kewajiban bersama.

Sedangkan Ahmad Azhar Basyir menggunakan surat An-Nisa‟ (4):

19 sebagai dalil untuk menetapkan adanya hak dan kewajiban bersama antara

suami isteri dalam keluarga atau rumah tangga.

Dari ketiga ayat Al-Qur‟an tersebut di atas, baik surat Al-Baqarah

(2): 228 dan surat Al-Nisa (4): 9 dan 19 diperoleh ketentuan hak dan

kewajiban suami isteri sebagai berikut:

1. Bergaul dengan baik sesama pasangan.

2. Ada jaminan hak sesuai dengan kewajiban.

3. Halal bergaul antara suami isteri, dan masing-masing dapat bersenang-

senang satu sama lain.

3

Sedangkan katentuan yang berhubungan dengan kewajiban suami

terhadap isteri dalam keluarga dijelaskan dalam firman Allah surat An Nisa

:24

Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban suami membayar kepada

isterinya. Suami tidak boleh meminta mahar (pada hari-hari berikutnya)

dengan jalan paksa, namun apabila isterinya memberikan dengan sukarela,

maka suami dibenarkan untuk mengambilnya. Mahar untuk selanjutnya

menjadi hak penuh isteri apabila telah dicampuri.(Basyir, tt:53)

Sedangkan Al Qur‟an surat At-Talaq: 7 menjelaskan tentang

kewajiban suami untuk mencukupi nafkah isteri. Kadar nafkah yaitu

disesuaikan dengan kemampuannya. Menurut Azhar Basyir bahwa batas

minimal kewajiban nafkah yaitu meliputi keperluan makan, pakaian,

perumahan dan sebagainya. Ketentuan ma„ruf dalam Al-Qur‟an juga berlaku

untuk ketentuan nafkah, yaitu batas kewajaran (sedang, tengah-tengah, tidak

kurang dari kebutuhan tetapi tidak pula berlebihan) (Basyir, tt:57-58)

4

Al-Baqarah: 233 mengokohkan ayat sebelumnya yang memuat

kewajiban suami untuk memenuhi nafkah isteri-isterinya. Sekali lagi dalam

ayat ini ditegaskan bahwa kadar nafkah yaitu disesuaikan dengan kemampuan

suami. Kata عروفب م sebagai pembatas kadar nafkah yang tidak boleh ال

berlebihan, apalagi memang tidak mampu untuk memberikan nafkah secara

berlebihan.

Sedangkan kewajiban isteri terhadap suami diatur dalam firman

Allah Menurut Azhar Basyir, berdasarkan dari penjelasan surat an-Nisa‟ (4):

34 tersebut di atas dapat diperoleh ketentuan sebagai berikut:

1. Istri supaya bertempat tinggal bersama suami di rumah yang telah

disediakan.

2. Taat kepada perintah-perintah suami, kecuali melanggar larangan Allah.

3. Suami berhak memberi pelajaran.

Selanjutnya dalam Ensiklopedi Wanita Muslimah disebutkan

bahwa akhlak istri terhadap suami yaitu meliputi:

1. Wajib mentaati suami, selama bukan untuk bermaksiat kepada Allah.

2. Menjaga kehormatan dan harta suami.

5

3. Menjaga kemuliaan dan perasaan suami, yaitu berpenampilan di rumah

dengan penampilan yang memikat suami, berbicara dengan tutur kata yang

ramah dan selalu membuat perasaan suami senang dan bahagia.

4. Melaksanakan hak suami, mengatur rumah dan mendidik anak.

5. Tidak boleh menerima tamu yang tidak disenangi suaminya.

6. Tidak boleh melawan suaminya.

7. Tidak boleh membanggakan sesuatu tentang diri dan keluarganya di

hadapan suami, baik kekayaan, keturunan maupun kecantikannya.

8. Tidak boleh menilai dan menganggap bodoh suaminya.

9. Tidak boleh menuduh kesalahan atau mendakwa suaminya, tanpa bukti dan

saksi-saksi.

10. Apabila melepas suami pergi bekerja, lepaslah dengan sikap kasih dan

apabila menerima suami pulang krja, sambutlah kedatangannya dengan

muka manis, pakaian bersih dan berhias.

11. Harus pandai mengatur urusan rumah tangga.

Setelah melihat ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur‟an yang

disebutkan di atas, Menurut Nasution: 241 secara keseluruhan dapat

disebutkan hak-hak dan kewajiban suami isteri dalam keluarga menurut Islam

yaitu sebagai berikut:

1. Halal bergaul antara suami dan isteri dan masing-masing dapat bersenang-

senang satu sama lain

2. Terjadi mahram semenda

3. Terjadi hubungan waris mewarisi

4. Bergaul dengan baik antara suami dan isteri sehingga tercipta kehidupan

harmonis dan damai

5. Kewajiban Suami Terhadap Isteri

a. Memberi Maskawin (mahar)

b. Memberi nafkah sesuai kemampuannya

6. Kewajiban Istri Terhadap Suami

a. Taat kepada suami

b. Berdiam di rumah, tidak keluar kecuali seizin suami

c. Tidak menerima masuknya seseorang tanpa izin suami.

KHI Pasal 80: tentang kewajiban suami

1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi

mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan

oleh suami istri bersama

2. Suami melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan

hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya

6

3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi

kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi

agama, nusa dan bangsa

4. Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung:

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri

dan anak

c. Biaya pendidikan bagi anak

5. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf 1

dan 2 diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya

6. Istri dapat membebaskan suamninya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf 1 dan 2

7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat 5 gugur apabila istrinya

nusyuz.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa

yang wajib mencari nafkah adalah seorang suami, suami wajib melindungi

istrinya dan memberi segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai

dengan kemampuannya, suami wajib memberi pendidikan agama kepada

istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan

bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa.

Atas pertimbangan itulah peneliti berusaha untuk mengungkap

fakta yang terjadi di lingkungan tempat seorang istri yang bekerja sebagai

pekerja seks komersial (PSK) di Kel. Bandungan Kec. Bandungan Kab.

Semarang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Dengan cara

mencari nafkah yang menyimpang dari ajaran Agama Islam dan KHI.

7

E. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban istri sebagai pekerja seks

komersial dalam keluarga?

2. Apakah faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan hak dan

kewajiban istri sebagai pekerja seks komersial?

3. Bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban istri sebagai pekerja seks

komersial ditinjau dari undang-undang perkawinan?

F. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai

adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan hak dan kewajiban istri sebagai pekerja seks

komersial dalam keluarga.

2. Untuk mengetahui faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan

hak dan kewajiban istri sebagai pekerja seks komersial

3. Untuk mengetahui pelaksanaan hak dan kewajiban istri sebagai pekerja

seks komersial ditinjau dari undang-undang perkawinan.

G. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis

a. Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana keilmuan,

khususnya dalam bidang hukum Islam dan juga menambah bahan

pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

8

b. Memberikan informasi tentang kewajiban suami mencari nafkah pada

umumnya dan status pencari nafkah bagi istri sebagai pekerja seks

komersial pada khususnya.

2. Secara praktis

Digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana

pada program studi Ahwal al-Syakhsiyyah Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga.

H. Penegasan Istilah

1. Hak

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia adalah kekuasaan untuk

berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh aturan undang-undang

(Poerwadarminto, 1984: 290).

2. Kewajiban

Menurut Islam, wajib berarti sesuatu yang dituntut oleh syariat

untuk dikerjakan oleh mufakat dengan sesuatu tuntutan yang mengharuskan

sebagaimana tuntutan itu disertai dengan sesuatu yang memuat untuk

mengharuskan mengerjakan (Kholaf, 1994: 152).

3. Istri

Istri adalah partner perempuan dari laki-laki yang menikahinya.

Dalam hal ini, yang dimaksud laki-laki adalah suaminya .

4. Keluarga

Keluarga adalah tempat terpenting bagi perempuan dalam keluarga

yakni sebagai istri dan ibu yang mengtur jalannya rumahtangga serta

9

memelihara anak. Tapi dalam kondisi masyarakat pada saai ini sudah mulai

bergeser, banyak perempuan yang mencari nafkah di luar rumah. Meskipun

demikian tetap sering timbul dilema bagi dirinya untuk memilih antara

karier dan keluarga.

5. Pekerja Seks Komersial (PSK)

Menurut Soedjono D. adalah sebagai berikut: “pekerja sex komersil

atau wanita pelacur adalah wanita yang menjual tubuhnya untuk

memuaskan seksual laki-laki siapapun yang mengiginkannya, dimana

wanita tersebut menerima sejumlah uang atau barang (umumnya dengan

uang dari laki-laki pemakainya)”.

(http://research.amikom.ac.id/index.php/STI/ar cle/view/6979).

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), pelacur memiliki

arti wanita tuna susila. Wanita yang menjual dirinya. Menurut Juknis

Depsos RI Wanita Tuna Susila (WTS) adalah: “Seorang wanita yang

melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya secara berulang-ulang

diluar perkawinan yang sah dengan memperoleh imbalan uang, materi atau

jasa”.

(http://kotakjin.blogspot.com/2012/01/korelasi-antara-pola-rehabilitasi.html)

Secara umum wanita tuna susila (WTS) dapat didefinisikan: wanita

yang melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya secara berulang-

ulang dan bergantian di luar perkawinan yang sah dengan mendapat

imbalan uang, materi, dan/atau jasa.

10

6. Pelacuran

Pelacuran berasal dari bahasa latin yaitu pro-stituere atau pro-staure

yang artinya membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan,

pencabulan dan pengendakan.

Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan

memperjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak

orang untuk memuaskan napsu seks dengan imbalan pembayaran. Hal

tersebut adalah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan

badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.

Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan menyerahkan

diri kepada umum untuk dapat melakukan perbuatan seksual dengan

mendapatkan upah. Pelacuran lebih disebabkan oleh tidak masaknya jiwa

seseorang atau pola kepribadiannya yang tidak seimbang.Pelaku pelacuran

disebut dengan prostitue atau yang lebih kita kenal dengan sebutan pelacur

atau sundal. Pelacur dapat berasal dari kalangan perempuan yang lebih

dikenal dengan wanita tuna susila dan dari kalangan laki-laki yang kita

kenal dengan gigolo.

Pelacuran dalam Agama Islam juga disebut dengan zina, zina

termasuk perbuatan dosa besar. Hal ini dapat dilihat dari urutan

penyebutannya setelah dosa musyrik dan membunuh tanpa alasan yang haq

(benar). Sebagaimana dalam firman Allah surat Al-Furqaan: 68

11

Allah berfirman: “dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain

beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak

berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya

Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),.”

Islam melarang dengan tegas perbuatan zina karena perbuatan

tersebut adalah kotor dan keji. Sebagaimana dalam firman Allah surat Al-

Isra‟: 32.

Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina.

Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang

buruk”.

Oleh karena itu, Islam telah menetapkan hukuman yang tegas bagi

pelaku zina dengan hukuman cambuk seratus kali bagi yang belum nikah

dan hukuman rajam sampai mati bagi orang yang menikah. Di samping

hukuman fisik tersebut, hukuman moral atau sosial juga diberikan bagi

mereka yaitu berupa diumumkannya aibnya, diasingkan, tidak boleh

dinikahi dan ditolak persaksiannya. Hukuman ini sebenarnya lebih bersifat

preventif (pencegahan) dan pelajaran berharga bagi orang lain. Hal ini

mengingat dampak zina yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia,

baik dalam konteks tatanan kehidupan individu, keluarga (nasab) maupun

masyarakat

12

7. Lokalisasi

Di Indonesia praktik prostitusi sudah ada sejak zaman kerajaan

Nusantara, baik secara legal maupun ilegal. Lalu saat Belanda masuk,

praktik prostitusi semakin gencar, bahkan sengaja disediakan sebuah tempat

untuk menampung para wanita tuna susila ini.

Pengertian lokalisasi menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008: 838) adalah pembatasan pada suatu tempat atau

lingkungan, misal: lokalisasi wabah penyakit. KBBI tidak menyebutkan

pengertian yang merujuk lokalisasi sebagai tempat pelacuran (prostitusi).

Namun, dalam penggunaannya di masyarakat, kata ini mengalami

penurunan nilai rasa yang kurang baik.

Lokalisasi adalah melokalisir suatu kegiatan atau mengumpulkan

suatu aktivitas di suatu tempat yang di dalamnya sering terjadi pelanggaran

terhadap norma-norma sosial yand dianut masyarakat dan yang selama ini

diajarkan oleh keluarga (Siregar; 1985).

Soedjono D, (1973: 122-124), menyebutkan pengertian Lokalisasi

adalah sebentuk usaha mengumpulkan segalam macam aktivitas/kegiatan

pelacuran dalam satu wadah, dan kemudian menjadi kebijakan melokalisasi

pelacuran.

Di masa lalu, lokalisasi banyak dikunjungi oleh pria-pria Belanda.

Biasanya mereka datang untuk melepas penat karena jauh dari keluarga

ataupun kekasih. Akhirnya, bisnis ini terus berkembang karena adanya

13

“kebutuhan” bagi sekelompok orang. Bahkan saat Belanda sudah pergi

hingga berganti Jepang pun, keberadaan prostitusi ini masih tumbuh subur.

Lokalisasi yang yang terkenal yang dibangun sejak zaman Belanda

di antaranya adalah:

a. Gang Dolly

Gang Dolly didirikan pertama kali pada abad ke-19 saat Belanda masih

menjajah Indonesia. Nama Dolly berasal dari nama wanita keturunan

Belanda yang mendirikan rumah bordil ini pertama kali. Ia adalah Dolly

van de Mart. Ia mendirikan rumah bordil ini untuk melayani banyak

sekali tentara Belanda. Bahkan terkenal menjadi lokalisasi terbesar se

Asia Tenggara. Saat ini Gang Dolly telah lenyap. Wali kota Surabaya,

Bu Risma, menutupnya secara permanen agar Surabaya bersih dari

prostitusi yang sangat mengerikan itu.

b. Pasar Kembang (Sarkem)

Pasar Kembang atau Sarkem sebenarnya adalah nama jalan yang

terletak di dekat Stasiun Tugu, Yogyakarta. Kawasan ini dikenal di

seluruh Indonesia, bahkan mancanegara sebagai tempat untuk “jajan”

bagi para pria-pria kesepian. Saat ini Sarkem masih berjalan dengan

baik dan bertansformasi menjadi kawasan “wisata” yang katanya

banyak menampilkan kesenian-kesenian tradisional Jawa.

c. Macao Po

Macao Po adalah rumah bordil pertama yang ada di Jakarta. Rumah

yang didirikan untuk melayani kebutuhan tentara Belanda. Tempat ini

14

berdiri pada akhir abad ke-17. Akhirnya, Gubernur Jendral Belanda

yang memerintah saat itu melarang adanya prostitusi karena membuat

banyak tentara sakit sifilis dan ada yang meninggal dunia.

d. Saritem

Saritem adalah salah satu lokalisasi paling tua yang ada di Indonesia.

Letaknya di daerah Bandung, tepatnya di antara Jalan Astana Anyar dan

Jalan Gardu Jati. Saritem pertama kali dibangun pada tahun 1838 saat

Belanda masih menguasai Indonesia. Nama Saritem sendiri berasal dari

nama seorang gundik Belanda bernama Nyi Saritem.

8. Undang-Undang

Undang-Undang/Perundang-undangan (UU) adalah Peraturan

Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

dengan persetujuan bersama Presiden. Undang-undang memiliki kedudukan

sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum,

untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan

dalam bentuk negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai

kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak

rakyat, dan hubungan di antara keduanya.

https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_(Indonesia)

9. Perkawinan

Definisi perkawinan menurut pasal 1 UU No 1 Tahun 1974 yaitu

perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

15

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah

tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2,

perkawinan adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk

mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

I. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan sosiologi normatif, yaitu melakukan pembahasan terhadap

kenyataan atau data yang ada dalam praktek, untuk selanjutnya

dihubungkan dengan pendekatan secara langsung terhadap masyarakat Kel.

Bandungan yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial, jenis penelitian

ini merupakan penelitian deskriptif, sebab bertujuan untuk melakukan atau

memberi gambaran perempuan PSK dalam keluarga yang ada dalam

masyarakat Kel. Bandungan.

2. Kehadiran Peneliti

Penelitian dan pengumpulan data-data di Kelurahan Bandungan,

Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang., dimulai pada tanggal 1 Juli

2018 sampai dengan selesainya penelitian yang disertakan dengan kegiatan

akhir berupa penyusunan skripsi, peneliti bertindak sebagai instrumen

sekaligus pengumpul data, yang mana penulis langsung datang dan

mewawancarai masyarakat yang berprofesi sebagai PSK (pekerja seks

komersial)

16

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada masyarakat muslim yang berprofesi

sebagai pekerja sex komersil yang berada di Kelurahan Bandungan,

Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Adapun alasan alasan

pemilihan tempat adalah berkaitan dengan upaya peningkatan dan

pemahaman pengetahuan mengenai undang-undang perkawinan dan KHI

khususnya mengenai istri sebagai pekerja seks komersial. Oleh karena itu,

sumbangan ilmu pengetahuan mengenei istri sebagai pekerja seks komersial

dalam keluarga dari ulama dan pemerintah daerah setempat perlu terus

dikembangkan, sehingga pengetahuan keagamaan khususnya mengenai

gender perempuan dalam keluarga di masyarakat akan meningkat.

4. Sumber Data

Data merupakan suatu fakta atau keterangan dari obyek yang

diteliti. Menurut Lofland (1984:47) dalam Moleong, (2007: 157) sumber

data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan selebihnya

adalah data tambahan seperti dokumen lain (sumber data tertulis, foto, dll).

Sumber data dibagi menjadi dua yaitu:

a. Data Primer

Merupakan sebuah keterangan atau fakta yang secara langsung

diperoleh melalui penelitian lapangan. Dalam hal ini adalah data yang

didapatkan dari hasil wawancara peneliti dengan masyarakat Kel.

Bandungan yang berprofesi sebagai wanita tuna susila.

17

b. Data Sekunder

Merupakan keterangan-keterangan yang mendukung data primer, data

sekunder adalah data-data yang diperoleh dengan cara penelitian

kepustakaan melalui literatur maupun peneliti langsung ke lapangan

untuk melakukan observasi.

5. Prosedur Pengumpulan Data

a. Metode wawancara mendalam (depth interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan (Moloeng, 2004:186).

Wawancara dilakukan kepada 4 (empat) pekerja seks komersial (PSK)

muslim di Kel. Bandungan. Metode wawancara dilakukan dengan tanya

jawab secara lisan mengenai masalah-masalah yang ada, dengan

berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai rujukan yang telah

dirumuskan sebelumnya. Metode wawancara ini penulis gunakan untuk

mengetahui peran pekerja seks komersial (PSK) dalam keluarganya.

b. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara

membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada, berkaitan dan

relevan. Dalam melaksanakan metode ini, peneliti menyelidiki benda-

benda tertulis seperti buku, peraturan rapat, catatan harian, agenda

kegiatan, rincian anggaran, dan sebagainya. (Arikunto, 1989: 131).

18

Metode ini digunakan untuk memperoleh data, sejarah, dan seluk beluk

yang terkait dengan kegiatan PSK di Kel. Bandungan. Di sini peneliti

menggunakan dokumen dengan cara mengumpulkan data dengan

mencatat data-data yang sudah ada. Dokumen tersebut berupa identitas

diri dari para pekerja seks komersial yang ada di Kel. Bandungan.

c. Metode Observasi

Metode Observasi adalah metode pengumpulan data dengan jalan

pengamatan dan pencatatan secara langsung dengan sistematis

terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Sedangkan teknik

observasi yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

terjun langsung ke lapangan yang hendak diteliti.

Metode observasi ini merupakan upaya memperoleh data dengan

melihat atau mengamati obyek yang diteliti serta melakukan

pencatatan terhadap kejadian yang penulis ketahui pada masyarakat

PSK muslim di Kel. Bandungan.

6. Analisis Data

Dalam penelitian, setelah data terkumpul, langkah selanjutnya

adalah mengadakan analisis data, data mentah yang terkumpul tidak akan

ada gunanya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan hal yang penting

dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti

dan makna yang berguna untuk menyelesaikan masalah penelitian. Dalam

analisis ini penulis menggunakan analisis sosisologi normatif yang

mendiskripsikan dari tingkat kesadaran dan motivasi masyarakat yang

19

berprofesi sebagai PSK untuk berperan baik dan benar dalam keluarganya

yang ada di Kel. Bandungan.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan dalam

penelitian memiliki tingkat kebenaran atau tidak, maka dilakukan

pengecekan data yang disebut dengan validitas data. Untuk menjamin

validitas data akan dilakukan triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

(Moleong, 2006:330). Validitas data akan membuktikan apakah data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang ada dilapangan atau tidak. Dengan

demikian data yang diperoleh dari suatu sumber akan dikontrol oleh data

yang sama dari sumber yang berbeda.

Pengecekan keabsahan data dilakukan karena dikhawatirkan masih

adanya kesalahan atau kekeliruan yang terlewati oleh penulis, dengan cara

menulis kembali hasil wawancara setelah selasai melakukan wawancara

secara langsung, ataupun mewawancarai ulang dari salah satu subyek

penelitian untuk menambah data yang kurang bila diperlukan.

8. Tahap-Tahap penelitian

Langkah yang diambil peneliti untuk memulai suatu penelitian

adalah dengan menentukan atau memilih topik penelitian, pengkajian buku-

buku yang berkaitan dengan gener, hukum keluarga dan buku lain yang

berhubungan dengan Pekerja Seks Komersial (PSK), pencarian informasi,

20

menentukan lokasi yang akan diteliti, pencarian sumber-sumber dan

prosedur pengumpulan data, serta menganalisis data yang ada.

J. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang

lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah

sistematika penulisan penelitian, adapun sistematika penulisannya sebagai

berikut:

1. Bab I: Pendahuluan

Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode

Penelitian yang berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian,

Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur

Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-

tahap Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

2. Bab II: Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Perkawinan

Bab ini berisi tentang Pengertian Perkawinan, Keluarga, Hak dan

Kewajiban Suami Istri, Pekerja Seks Komersial, dan Tinjauan Hukum

Islam terhadap Pekerja Seks Komersial.

3. Bab III: Istri sebagai Pekerja Seks Komersial di Kelurahan Bandungan

Bab ini bersisi tentang Keadaan Geografis, Keadaan Demografis, dan

Profil Pekerja Seks Komersial di Kelurahan Bandungan

21

4. Bab IV: Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Istri Sebagai Pekerja Seks

Komersial dalam Tinjauan Undang-Undang Perkawinan

Bab ini berisi tentang Analisis terhadap Alasan Istri sebagai Pekerja Seks

Komersial di Kelurahan Bandungan, Analisis terhadap Hak dan

Kewajiban Istri sebagai Pekerja Seks Komersial dalam Keluarga,

Analisis terhadap Hak dan Kewajiban Istri sebagai Pekerja Seks

Komersial Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan, Problematika yang

Muncul dalam Keluarga Pekerja Seks Komersial dan Solusi Pemecahan

Masalah Pekerja seks Komersial.

5. Bab V: Penutup

Bab ini berisi tentang Kesimpulan dan Saran.

22

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM PERKAWINAN

A. Perkawinan

Pernikahan (perkawinan) dalam bahasa Arab berati az-Zawaj yang

menunjukkan pertemuan dua perkara. Maksudnya adalah roh itu dipertemukan

dengan badan supaya ia bangkit dan hidup. Karena kata az-Zawaj

menunjukkan pada pertemuan, maka dapat dikatakan akad nikah berati

pertemuan antara pria dan wanita.

Dalam kamus bahasa Indonesia nikah diartikan sebagai perjanjian

antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi. Adapula

yang mengartikan nikah dengan istilah perkawinan secara kiasan disebut

dengan hubungan seks (Fadlillah, 2014: 2-3).

Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar

pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu

pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang

biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan

dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud

untuk membentuk keluarga.

Pengertian di atas senada dengan pendapat Dr. Soejono Sukanto,

SH. MA., yang mengatakan bahwa pernikahan atau perkawinan adalah suatu

proses yang telah melembaga dimana pria dan wanita memulai dan memelihara

suatu hubungan timbal balik yang merupakan dasar bagi suatu keluarga,

23

sehingga timbullah hak dan kewajiban, baik di antara pria dan wanita maupun

anak-anak yang kemudian dilahirkan.

Definisi perkawinan menurut pasal 1 UU No 1 Tahun 1974 yaitu

perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam pasal 1 Undang-Undang perkawinan tahun 1974 tersebut

diatas dengan jelas disebutkan, bahwa tujuan perkawinan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. Jadi, perkawinan merupakan aktivitas sepasang laki-laki dan perempuan

yang terkait pada suatu tujuan bersama yang hendak dicapai

Menurut Walgito (2000), masalah pernikahan adalah hal yang tidak

mudah, karena kebahagiaan adalah bersifat reltif dan subyektif. Subyektif

karena kebahagiaan bagi seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain, relatif

karena sesuatu hal yang pada suatu waktu dapat menimbulkan kebahagiaan dan

belum tentu diwaktu yang juga dapat menimbulkan kebahagiaan.

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2,

Perkawinan adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk

mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Adapun tujuan perkawinan di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan Perintah Allah SWT dan Rasul-Nya

Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam al-Qur‟an Surat an-Nur

ayat 32 yaitu:

24

Artinya:“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-

orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki

dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah

akan memampukan mereka dengan arrunia-Nya. dan Allah Maha luas

(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”

2. Untuk mendapatkan keturunan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur‟an Surat an-Nahl ayat 72,

yaitu:

Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri

dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan

cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka

mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari

nikmat Allah ?"

3. Untuk meningkat derajat dan status sosial baik pria maupun wanita.

Allah SWT telah berfirman di dalam al-Qur‟an Surat al-Mu‟minun ayat 1-6

yaitu:

Artinya: 1). Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2). (yaitu)

orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, 3). Dan orang-orang

yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,

4). Dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5). Dan orang-orang yang

menjaga kemaluannya, 6). Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak

yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada

terceIa.”

25

Masdar Helmy mengemukakan bahwa tujuan perkawinan selain

memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga membentuk

keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan di dunia, mencegah

perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang

bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.

Menurut Soemijati tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi

tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan

dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan dasar cinta dan kasih

sayang, memperoleh keturunan yang sah dengan mengikuti ketentuan-

ketentuan yang telah diatur oleh hukum.

B. Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam

kehidupan manusia, tempat dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai

manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya.

Pengertian Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang

paling penting dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah grup yang

terbentuk dari perhubungan laki–laki dan perempuan, perhubungan yang mana

sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak–

anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan suatu kesatuan sosial yang

terdiri dari suami, isteri dan anak–anak (Ahmadi, 2002:239).

Menurut UU. No. 10 Tahun 1992, mendefinisikan bahwa keluarga

merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau

suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.

26

Dengan demikian keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi

yang lebih bersifat hubungan interpersonal, dimana masing–masing anggota

dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain

antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antara anak dan

anak. Gambar di bawah dapat disimpulkan bahwa masing-masing anggota

mempunyai jumlah hubungan yang sama terhadap anggota lainnya

(Khairuddin, 1997: 4-5). Sistem interaksi antar pribadi (interpersonal) dapat

digambarkan sebagai berikut :

Dari penjelasan tersebut di atas keluarga sakinah berarti keluarga

yang bahagia atau juga keluarga yang diliputi rasa cinta-mencintai (mawaddah)

dan kasih sayang (rahmah). Dasar pembentukan keluarga tersebut Allah SWT

berfirman dalam al-Qur‟an Surat ar-Rum ayat 21 yaitu:

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda

bagi kaum yang berfikir.

27

Keluarga adalah tempat terpenting bagi perempuan dalam keluarga

yakni sebagai istri dan ibu yang mengatur jalannya rumah tangga serta

memelihara anak. Tapi dalam kondisi masyarakat pada saat ini sudah mulai

bergeser, banyak perempuan yang mencari nafkah di luar rumah. Meskipun

demikian tetap sering timbul dilema bagi dirinya untuk memilih antara karier

dan keluarga.

1. Peranan Keluarga

Dalam hal ini peranan keluarga menggambarkan seperangkat

perilaku antar pribadi, sifat serta kegiatan yang berhubungan dengan pribadi

dalam posisi dan situasi tertentu.

Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola

perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Adapun berbagai peranan

yang terdapat dalam sebuah keluarga ialah sebagai berikut:

a. Ayah

Sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, berperan

sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman,

serta sebagai kepala keluarga.

Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya,

akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-

penting diputuskan oleh sumai isteri bersama (KHI Pasal 80 Ayat 1).

b. Ibu

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu berperan untuk

mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-

28

anaknya, pelindung, dan juga dapat berperan sebagai pencari nafkah

tambahan dalam keluarganya.

c. Anak-anak

Anak-anak melaksanakan peranan sesuai dengan tingkat

perkembangannya baik secara fisik, mental, sosial, dan spiritual.

2. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut BKKBN ( 2013:7) adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Agama

Agama adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang ada sejak

dalam kandungan. Keluarga adalah tempat pertama seorang anak

mengenal agama. Keluarga juga menanamkan dan menumbuhkan serta

mengembangkan nilai-nilai agama, sehingga anak menjadi manusia yang

berahlak baik dan bertaqwa.

Dalam fungsi agama, terdapat 12 nilai dasar yang mesti difahami

dan ditanamkan dalam keluarga. Dua belas nilai dasar tersebut adalah:

Iman, Taqwa, Kejujuran, Tenggang Rasa, Rajin, Kesalehan, Ketaatan,

Suka membantu, Disiplin, Sopan santun, Sabar dan Ikhlas, serta Kasih

sayang (BKKBN, 2013:7-8).

Fungsi tersebut juga ditegaskan dalam KHI Pasal 77 ayat 3 adalah

Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-

anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun

kecerdasannya dan pendidikan agamanya.

29

Pasal 80 ayat 3 menyatakan Suami wajib memberikan pendidikan

agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan

yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

b. Fungsi Reproduksi

Salah satu tujuan dari perkawinan adalah memperoleh keturunan

sebagai pengembangan dari tuntutan fitrah manusia. Dalam hal ini

keturunan diperoleh dengan bereproduksi oleh pasangan suami istri yang

sah. Dalam fungsi reproduksi terdapat 3 nilai dasar yang mesti difahami

dan ditanamkan dalam keluarga. Nilai dasar tersebut diantaranya:

Bertanggung jawab dengan mengetahui apa yang menjadi tugasnya, sehat

secara fisik baik itu dalam fungsi sitem reproduksi maupun

emosionalnya, maupun mampu menjaga kesucian organ reproduksinya

sebelum menikah, serta setelah menikah dari selain suaminya (BKKBN,

2013:10).

Fungsi tersebut juga ditegaskan dalam KHI Pasal 77 ayat 4 yang

berbunyi bahwa suami isteri wajib memelihara kehormatannya.

c. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi adalah serangkaian dari fungsi lain yang tidak

dapat dipisahkan dari sebuah keluarga. Fungsi ini dilakukan dengan cara

mencari sumber–sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga. Dalam fungsi ekonomi terdapat 3 nilai dasar yang mesti

difahami dan ditanamkan dalam keluarga. Nilai dasar tersebut

diantaranya:

1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

2) Pengaturan dan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

30

3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan

datang (BKKBN, 2013:11-12).

Sedangkan fungsi tersebut dalam KHI dan UU Perkawinan

ditegaskan bahwa:

1) Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya (KHI

Pasal 80 Ayat 2).

2) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung : a. Nafkah,

kiswah dan tempat kediaman bagi isteri; b. biaya rumah tangga,

biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;c. biaya

pendididkan bagi anak (KHI Pasal 80 Ayat 4).

3) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya (UU

Perkawinan Pasal 34 Ayat 1).

4) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya (UU

Perkawinan Pasal 34 Ayat 2).

Dalam pandangan Islam keluarga memiliki peran

dan kedudukan yang sangat tinggi dalam menciptakan kehidupan yang

ideal, baik bagi individu maupun sosial masyarakat. Keluarga yang

baik akan mengantarkan kehidupan yang sempurna bagi

seseorang, masyarakat dan bangsa. Dan sebaliknya keluarga yang buruk

akan membawa seseorang, masyarakat dan bangsa ke arah kehancuran.

Karena itu setiap muslim harus memberikan perhatian khusus terhadap

urusan keluarga.

C. Hak dan Kewajiban Suami Istri

1. Suami

Suami adalah salah seorang pelaku dalam pernikahan yang berjenis

kelamin pria yang berikrar, berucap janji untuk memperistri wanitanya.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Suami)

31

Seorang pria biasanya menikah dengan seorang wanita dalam suatu

upacara pernikahan sebelum diresmikan statusnya sebagai seorang suami

dan pasangannya sebagai seorang istri. Dalam berbagai agama biasanya

seorang pria hanya boleh menikah dengan satu wanita. Dalam budaya

tertentu pernikahan seorang wanita dengan banyak pria dikategorikan

sebagai poliandri.

Di bawah ini adalah kriteria suami yang baik:

a. Sabar

Seorang suami harus sabar untuk menghadapi segala ujian dalam rumah

tangga, termasuk dengan omelan omelan istri jika istrinya cerewet.

b. Usaha

Seorang suami hendaknya ia bekerja untuk menghidupi keluarganya,

dalam hal ini hukumnya adalah wajib, karena seorang lelaki adalah

pemimpin bagi setiap perempuan.

c. Amanah

Istri merupakan tulang rusuk kiri suami, maksudnya kodrat perempuan

adalah titipan Tuhan untuk kaum laki laki, Sebuah beban yang harus

ditanggung lelaki untuk mempelihara setiap istrinya.

d. Membimbing

Suami adalah kepala rumah tangga bagi setiap keluarga, jika suami tidak

bisa membimbing atau mengarahkan keluarganya kejalur yang baik

maka rusaklah pula rumah tangganya.

e. Istiqomah

32

Suami harus teguh pendiriannya, agar tujaun membina keluarganya

dapat tercapai dengan baik.

2. Istri

Istri berasal dari bahasa Sanskerta yaitu istrī yang artinya adalah

"wanita" atau "perempuan" adalah salah seorang pelaku pernikahan yang

berjenis kelamin wanita. (https://id.wikipedia.org/wiki/Istri)

Seorang wanita biasanya menikah dengan seorang pria dalam suatu

upacara pernikahan sebelum diresmikan statusnya sebagai seorang istri dan

pasangannya sebagai seorang suami. Dalam berbagai agama biasanya

seorang wanita hanya boleh menikah dengan satu pria. Dalam budaya

tertentu, pernikahan seorang pria dengan banyak wanita diperbolehkan. Hal

ini dinamakan poligami, sedangkan pernikahan seorang wanita dengan

banyak pria disebut poliandri.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istri adalah wanita

(perempuan) yang telah menikah atau yang bersuami atau wanita yang

dinikahi.

Di bawah ini adalah kriteria istri yang baik:

a. Ikhlas

Setiap istri harusnya ikhlas terhadap pemberian suaminya, setiap apa

yang suami nafkahkan kepada istrinya, tidak meminta lebih ataupun

kurang, asalkan nafkah yang diberi tersebut halal. Istri juga wajib ikhlas

dengan pekerjaan yang ditanggungnya dalam kehidupan berumah tangga.

33

b. Sholehah

Sifat sholehah adalah dambaan bagi setiap lelaki untuk memiliki istri

yang mempunyai sifat tersebut.

c. Taat

Istri wajib taat kepada suami, Setiap apa apa yang diperintahkan suami

asal tidak maksiat maka istri wajib untuk mentaatinya.

d. Rajin

Setiap perempuan yang telah menjadi istri maka hendaklan rajin dalam

urusan rumah tangga

e. Iman

Selain beiman kepada Tuhannya, setiap istri juga harus beriman kepada

suaminya. Jika Tuhan memerintahkan manusia untuk bersujud selain

kepada Dia, maka akan diperintahkan setiap istri untuk bersujud

dihadapan suami.

3. Hak dan Kewajiban Suami Istri

Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974, hak dan kewajiban suami istri

adalah sebagai berikut:

Pasal 30 tertulis:

Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

Pasal 31 tertulis:

(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam

masyarakat.

(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

34

(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

Pasal 32 tertulis:

(1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

ditentukan oleh suami isteri bersama.

Pasal 33 tertulis:

Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

Pasal 34 tertulis:

(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.

(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugutan kepada Pengadilan.

Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab XII Hak dan Kewajiban Suami Istri

dibagi menjadi enam bagian, yaitu:

Pasal 77 tertulis:

1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah yang menjadi sendi dari

susunan masyarakat.

2. Suami istri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan

memeberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

3. Suami istri memiliki kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-

anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun

kecerdasannya dan pendidikan agama.

4. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

5. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan.

35

Pasal 78 tertulis: Tentang kedudukan suami istri

1. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap .

2. Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditetukan oleh suami

istri bersama.

Pasal 79 tertulis: Mengatur kedudukan suami istri

1. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.

2. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama

dalam

3. Masing-masing pihak berhak untuk melalukan perbuatan hukum.

Pasal 80 tertulis: Tentang kewajiban suami

1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan

tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting

diputuskan oleh suami istri bersama.

2. Suami melindungi istrinya dan memeberikan segala susuatu keperluan

hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

3. Suami wajib memeberikan pendidikan agama kepada istrinya dan

memberikan kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan

bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

4. Sesuai dengan pengasilannya, suami menaggung :

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri .

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri

dan anak.

c. Biaya pendidikan bagi anak .

5. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a

dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.

6. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya

sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

7. Kewajiaban suami sebagaimana dimaksud ayat 5 gugur apabila istrinya

nusyuz.

Pasal 81 tertulis:

1. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya

atau bekas istri yang masih dalam „iddah.

2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama

dalam ikatan perkawinan, atau dalam „iddah talak atau „iddah

3. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya

dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram.

36

Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta

kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.

4. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya

serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik

berupa alat-alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang

lainnya.

Pasal 82 tertulis:

1. Suami yang mempunyai istri lebih dari seseorang berkewajiban memberi

tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing istri secara

berimbang menurut besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung

masing-masing istri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan .

2. Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan istrinya

dalam satu tempat kediaman.

Pasal 83 tertulis: Tentang kewajiban istri

1. Kewajiban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir dan batin

kepada suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam.

2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-

hari dengan sebaik-baiknya.

Pasal 84 tertulis:

1. Istri dapat dianggap nusyuz jika tidak mau melaksanakan kewajiban-

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan

alasan yang sah.

2. Selama istri dalam nusyuz, kewaiban suami terhadap istrinya tersebut

pada pasal 80 ayat (4) a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk

kepentingan anaknya.

3. Kewajiban suami pada ayat (2) diatas berlaku kembali sesudah istri tidak

nusyuz.

4. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nausyuz dari istri harus

didasarkan atas bukti yang sah.

4. Hak Istri yang Wajib Dipenuhi Suami

a. Mahar

Di antara hak kebendaan istri yang wajib dipenuhi adalah mahar.

Termasuk keadilan dan keagungan hukum Islam apabila seorang wanita

diberi hak miliknya atas mahar tersebut.

37

Sebagaimana Allah berfirman dalam QS An-Nisa‟:32

Artinya: dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan

Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang

lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa

yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada

bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada

Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui segala sesuatu.

b. Nafkah

Nafkah adalah mencukupkan segala keperluan istri, meliputi makanan,

pakaian, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan,

meskipun istri tergolong orang kaya.

Sebagaimana Allah berfirman dalam QS A. Baqarah: 233

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua

tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan

penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian

kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani

melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang

ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang

38

ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.

apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan

kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada

dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan

oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu

memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah

kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat

apa yang kamu kerjakan.

c. Menghargai, menghormati, memperlakukan dengan baik, dan

meningkatkan taraf hidup yang lebih baik dalam bidang agama, akhlak,

dan ilmu pengetahuan.

Sebagaimana Allah berfirman dalam QS An-Nisa‟: 19

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu

mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu

menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali

sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,

terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyatadan

bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu

tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin

kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan

padanya kebaikan yang banyak.

5. Hak Suami yang Wajib Dipenuhi Istri

a. Taat kepada perintah suami, kecuali yang melanggar larangan Allah.

Seorang istri yang solehah adalah seorang istri yang mau menaati

perintah suaminya. Namun lakukan dan taatilah perintah suami sesuai

perintah Allah. Sebagaimana dalam firman Allah suray An-Nisaa‟: 34

39

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh

karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)

atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-

laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu

Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi

memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah

telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu

khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan

pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah

mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah

kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292].

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari

pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.

b. Tidak Berpuasa Sunnah Tanpa Izin Suami

Berpuasa adalah sebuah ibadah, namun jika seorang istri berpuasa

sunnah tanpa ijin dari suami, maka ia telah melakukan keharaman.

Karena istri yang berpuasa sunnah tanpa ijin dari suami itu artinya ia

telah melalaikan hak suami yang menjadi kewajiban istri. Karena

kewajiban mentaati suami adalah hal yang wajib dan harus diutamakan

melebihi hal yang sunnah. Sebagaimana sabda Rasulullah:

ذ إال بإرو جا شا ص ال يحل للمشأة أن تصم

40

Artinya: Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan

suaminya ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin

suaminya.” (HR. Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

c. Tidak keluar rumah tanpa seijin suami.

Seorang istri yang solehah dan taat kepada suami, wajib untuk meminta

ijin saat hendak bepergian kemanapun, dan jangan pernah keluar rumah

tanpa mengantogi ijin dari suamimu. Karena umat muslim percaya

bahwa jika seorang istri keluar dari rumah tanpa ijin suami, maka itu

adalah salah satu bentuk pembangkangan. Sebagaimana firman Allah

dalam surat Al-Ahzab: 33.

Artinya: dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu

berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah

yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan

taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud

hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan

membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

6. Hak Bersama yang harus Dipenuhi Kedua Belah Pihak

Menurut Ahmad Azhar Basyir (1995: 49), hak bersama yang harus dipenuhi

suami istri adalah sebagai berikut:

a. Halal bergaul antara suami istri dan masing-masing dapat bersenang-

senang satu sama lain.

b. Terjadinya hubungan mahrom semenda. Istri menjadi mahrom ayah

suami, kakeknya, dan seterusnya ke atas. Sedangkan, suami mnjadi

mahrom ibu istri, neneknya, dan seterusnya ke atas.

41

c. Terjadinya hubungan waris mewarisi.

d. Berlakunya nasab anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut.

e. Saling bergaul dengan baik,

Wajib bagi pasangan suami istri untuk memperlakukan pasangannya

dengan ma‟ruf sehingga tercipta kebersamaan dalam naungan

kedamaian.

D. Pekerja Seks Komersial

Pekerja seks komersial adalah para pekerja yang bertugas

melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau

imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut (Koentjoro, 2004:26).

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), pelacur memiliki

arti wanita tuna susila. Wanita yang menjual dirinya.

Menurut Juknis Depsos RI Wanita Tuna Susila (WTS) adalah:

“Seorang wanita yang melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya

secara berulang-ulang diluar perkawinan yang sah dengan memperoleh

imbalan uang, materi atau jasa”.

Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan menyerahkan

diri kepada umum untuk dapat melakukan perbuatan seksual dengan

mendapatkan upah. Pelacuran lebih disebabkan oleh tidak masaknya jiwa

seseorang atau pola kepribadiannya yang tidak seimbang.

(http://kotakjin.blogspot.com/2012/01/korelasi-antara-polarehabilitasi.html)

Jika dilihat dari pandangan yang lebih luas. Kita akan mengetahui

bahwa sesungguhnya yang dilakukan pekerja seks adalah suatu kegiatan yang

melibatkan tidak hanya si perempuan yang memberikan pelayanan seksual

dengan menerima imbalan berupa uang. Tetapi ini adalah suatu kegiatan

perdagangan yang melibatkan banyak pihak. Jaringan perdangan ini juga

42

membentang dalam wilayah yang luas, yang kadang-kadang tidak hanya di

dalam satu negara tetapi beberapa negara.

Perlu diakui bahwa eksploitasi seksual, pelacuran dan perdagangan

manusia semuanya adalah tindakan kekerasan terhadap perempuan dan

karenanya merupakan pelanggaran martabat perempuan dan adalah

pelanggaran berat hak asasi manusia. Jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK)

meningkat secara dramatis di seluruh dunia karena sejumlah alasan ekonomis,

sosial dan kultural.

Dalam kasus-kasus tertentu perempuan yang terlibat telah

mengalami kekerasan patologis atau kejahatan seksual sejak masa anak. Lain-

lainnya terjeremus ke dalam pelacuran untuk mendapat nafkah cukup untuk

diri sendiri atau keluarganya. Beberapa mencari sosok ayah atau relasi cinta

dengan seorang pria. Lain-lainnya mencoba melunasi utang yang tak masuk

akal. Beberapa meninggalkan keadaan kemiskinan di negeri asalnya, dalam

kepercayaan bahwa pekerjaan yang ditawarkan akan mengubah hidup mereka.

Jelaslah bahwa eksploitasi perempuan yang meresapi seluruh dunia adalah

konsekuensi dari banyak sistem yang tidak adil

Di beberapa negara istilah prostitusi dianggap mengandung

pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Pekerja

Seks Komersial (PSK). Ini artinya bahwa para perempuan itu adalah orang

yang tidak bermoral karena melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan

dengan nilai-nilai kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. Karena

pandangan semacam ini, para pekerja seks mendapatkan cap

43

buruk (stigma) sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak bermartabat. Tetapi

orang-orang yang mempekerjakan mereka dan mendapatkan keuntungan besar

dari kegiatan ini tidak mendapatkan cap demikian.

Secara umum wanita tuna susila (WTS) dapat didefinisikan: wanita

yang melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya secara berulang-ulang

dan bergantian di luar perkawinan yang sah dengan mendapat imbalan uang,

materi, dan/atau jasa.

E. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pekerja Seks Komersial

Islam adalah agama hanîf, agama tauhid, agama yang bersih dari

syirik, agama yang bersih dan menjaga kehormatan manusia. Agama Islam

adalah agama yang adil dan memandang perbuatan zina sebagai perbuatan

kotor, jorok, menjijikkan, sangat memalukan, merusak kehormatan dan

nasab.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, zina berasal dari Bahasa

Arab yaitu zinah, yaitu perbuatan senggama antara laki-laki dan perempuan

tanpa ikatan perkawinan.

Pelacuran dalam Agama Islam disebut dengan zina, zina termasuk

perbuatan dosa besar. Islam telah menetapkan hukuman yang tegas bagi

pelaku zina dengan hukuman cambuk seratus kali bagi yang belum nikah dan

hukuman rajam sampai mati bagi orang yang menikah. Di samping hukuman

fisik tersebut, hukuman moral atau sosial juga diberikan bagi mereka yaitu

berupa diumumkannya aibnya, diasingkan (taghrib), tidak boleh dinikahi dan

ditolak persaksiannya.

44

Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat An-Nuur:2

Artinya: perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah

tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah

belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk

(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan

hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka

disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.

وا مه وصيب آدم ابه عل متب األروان الىظش صواما فالعيىان محالت ال رلل مذسك الض االستماع صواما

اللسان اليذ النالم صواي جل البطش صواا الش القلب الخطا صواا يتمى ي يصذق الفشج رلل

ب ينز

Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Ditetapkan atas anak cucu

Adam bagiannya dari zina akan diperoleh hal itu tidak mustahil.

Kedua mata zinanya adalah memandang (yang haram). Kedua

telinga zinanya adalah mendengarkan (yang haram). Lisan zinanya

adalah berbicara (yang haram). Tangan zinanya adalah memegang

(yang haram). Kaki zinanya adalah melangkah (kepada yang

diharamkan). Sementara hati berkeinginan dan berangan-angan,

sedang kemaluan yang membenarkan semua itu atau

mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)

45

BAB III

ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

DI KELURAHAN BANDUNGAN

A. Keadaan Geografis

1. Luas dan Batas Wilayah

a. Luas Wilayah Kelurahan Bandungan : 434,39 Ha

~ Sawah : 52,96 Ha

½ Teknis : 15,06 Ha

Sederhana : 37,9 Ha

~ Pekarangan : 137,16 Ha

46

~ Tegal : 131,09 Ha

~ Hutan Lindung : 106 Ha

~ Kolam : 0,1 Ha

~ Lain-lain : 7,18 Ha

b. Batas Wilayah

Sebelah Utara : Desa Sidomukti

Sebelah Selatan : Desa Pasekan

Sebelah Barat : Desa Kenteng

Sebelah Timur : Desa Jetis

c. Jumlah Lingkungan Cakupan

~ Lingkungan Bandungan I RW 1( ada 6 RT )

~ Lingkungan Gamasan RW 2( ada 4 RT )

~ Lingkungan Pendem RW 3 ( ada 4 RT )

~ Lingkungan Junggul RW 4 ( ada 8 RT )

~ Lingkungan Gintungan RW 5( ada 8 RT )

~ Lingkungan Piyoto RW 7 ( ada 7 RT )

~ Lingkungan Bandungan II RW 7( ada 4 RT )

2. Kondisi Geografis

a. Ketinggian tanah dari permukaaan laut : 800 – 900 mdpl

b. Topografi : berbukit, bergelombang

c. Suhu udara rata-rata : 19 -23 oC

d. pH tanah : 4,5 – 6

47

e. Banyaknya curah hujan : 2000 mm/th dengan

perincian ; bulan Bulan basah 6, lembab1, bln kering 5

f. Kesuburan tanah : tanah subur ; 177,7 ha,

tegalan cabuk, Sawah tanah merah lempungan

g. Tekstur tanah : tegal ; cabuk, sawah ; liat/lempungan

h. Keadaan air : mata air untuk pertanian dan rmh tng 2

3. Orbitasi (Jarak dari Pusat)

a. Jarak dari pusat Kecamatan : 150M

b. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten : 20 Km

c. Jarak dari Ibu Kota Propinsi : 35 Km

B. Keadaan Demografis

1. Jumlah Penduduk Kelurahan Bandungan Menurut Kelompok Umur

NO UMUR (TAHUN) JUMLAH PENDUDUK

L P JUMLAH

1 0 – 4 288 272 560

2 5 – 9 346 336 682

3 10 – 14 310 278 588

4 15 – 19 310 286 596

5 20 – 24 311 309 620

6 25 – 29 281 310 591

7 30 – 34 372 366 738

8 35 – 39 371 353 724

9 40 – 44 316 322 638

10 45 – 49 273 295 568

48

11 50 – 54 223 249 472

12 55 – 59 210 207 417

13 60 – 64 180 141 321

14 65 – 69 116 87 203

15 70 – 74 61 71 132

16 >75 keatas 81 102 183

JUMLAH 4.049 3.984 8.033

Sumber: Data Sementara Kelurahan Bandungan

Jadi jumlah penduduk Kelurahan Bandungan yaitu 8.033 orang

yaitu terdiri dari Laki-laki sejumlah 4.049 orang dan Perempuan

sejumlah 3.984 orang.

2. Jumlah Penduduk Kelurahan Bandungan Menurut Pendidikan

NO PENDIDIKAN JUMLAH PENDUDUK

L P JUMLAH

1 Akademi/Diploma

III/S.Muda 38 40 78

2 Belum Tamat

SD/Sederajat 880 880 1.760

3 Diploma I / II 7 13 20

4 Diploma IV/ Strata I/SI 101 95 196

5 SLTA /Sederajat 623 546 1.169

6 SLTP /Sederajat 498 514 1.012

7 Tamat SD /Sederajat 8 2 10

8 Strata II/SII 932 906 1.838

9 Tidak/Belum Sekolah 962 988 1.950

49

JUMLAH 4.049 3.984 8.033

Sumber: Data Sementara Kelurahan Bandungan

Terdiri dari tingkat pendidikan belum tamat SD/Sederajat yaitu

1.760 orang, tamat SD/Sederajat yaitu 10 orang, tamat SLTP /Sederajat

yaitu 1.012 orang, tamat SLTA/Sederajat yaitu 1.169 orang, tamat

Diploma IV/Strata I yaitu 196 orang, tamat Diploma I/II yaitu 20 orang,

tamat Akademi/Diploma III/S.Muda yaitu 78,Tamat Perguruan tinggi

Strata II yaitu 1.838 orang serta tidak/belum sekolah yaitu 1.950 orang.

3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

NO PEKERJAAN JUMLAH PENDUDUK

L P JUMLAH

1 Belum/Tidak Bekerja 886 855 1.741

2 Bidan 0 2 2

3 Buruh Harian Lepas 262 185 447

4 Buruh Peternakan 1 0 1

5 Buruh

Tani/Perkebunan 24 18 42

6 Guru 13 18 31

7 Karyawan BUMN 4 0 4

8 Karyawan Swasta 697 537 1.234

9 Polri 3 0 3

10 Mengurus Rmh

Tangga 0 586 586

11 Pedagang 6 19 25

12 PNS 32 18 50

50

13 Pelajar/Mahasiswa 604 480 1.084

14 Pendeta 4 2 6

15 Pensiunan 25 19 44

16 Penyiar Televisi 1 0 1

17 Perawat 0 1 1

18 Perdagangan 22 106 128

19 Petani/Pekebun 681 588 1.269

20 Peternak 0 1 1

21 Sopir 5 0 5

22 TNI 3 0 3

23 Tukang Jahit 0 1 1

24 Wiraswasta 776 547 1.323

25 Lainya 0 1 1

JUMLAH 4.049 3.984 8.033

Sumber: Data Sementara Kelurahan Bandungan

Penduduk sebagai petani/pekebun 1.269 orang, buruh tani 42

orang, peternak 1 orang, wiraswasta 1.323 orang, pedagang 25 orang,

buruh harian lepas 447 orang, pensiunan 44 orang, PNS 50 orang, TNI 3

orang, POLRI 3 orang,Karyawan swasta 1.234 orang, karyawan BUMN 4

orang, guru 31 orang, pendeta 6 orang, bidan 2 orang, perawat 1 orang,

sopir 5 orang, penjahit 1 orang, serta lain-lain 2.329 orang.

51

4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama/ Kepercayaan

KELOMPOK AGAMA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

Islam 3.631 3.520 7.151

Kristen 271 291 562

Katholik 155 186 341

Hindu 1 1 2

Budha 2 1 3

Khonghucu - - -

Aliran Kepercayaan 1 - 1

JUMLAH 8.033

Sumber: Data Sementara Kelurahan Bandungan.

C. Profil Pekerja Seks Komersial di Kelurahan Bandungan

Di Kelurahan Bandungan pekerja seks komersial disebut wanita

kos binaan. Mengapa demikian? Karena para pekerja seks komersial tersebut

adalah para pendatang yang ditampung di dalam suatu panti. Setiap panti

kurang lebih 10 wanita kos binaan. Tim gabungan dari Satpol PP, ibu kos,

Puskesmas Duren, Komisi Perlindungan Aids mengadakan screening kepada

para wanita kos binaan. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi wanita yang

terkena aids agar tidak menular.

Dalam satu kali kencan atau yang biasa disebut short time yang

biasanya selama 1 jam, patokan harganya Rp 250.000,00. Untuk long time

yang kira-kira selama satu malam, patokan harganya tergantung kedua belah

pihak, yaitu Rp 800.000,00 – Rp 1.000.000,00.

52

Setiap pekerja seks komersial atau biasa disebut wanita kos binaan

memberikan tip kepada PTL ( Pengantar Tamu Hotel) sebesar minimal Rp

50.000,00.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, yang

melakukan wawancara kepada 4 orang pekerja seks komersial di Kelurahan

Bandungan dengan kriteria:

1. Wanita pekerja seks komersial yang berkeluarga dan telah dikaruniai

keturunan.

2. Berusia 20 - 40 tahun.

Di bawah ini adalah hasil wawancara yang menggambarkan profil

pekerja seks komersial dengan menggunakan nama inisial untuk melindungi

data pribadi yang bersangkutan:

1. Mrs. A

Seorang ibu muda yang selanjutnya oleh penulis disebut Mrs. A.

Mrs. A berusia 28 tahun dengan perawakan sedang, berkulit putih, dengan

rambut lurus, hitam, dan panjang sebahu. Mrs. A berasal dari Salatiga.

Mrs. A berasal dari keluarga sederhana, orang tuanya adalah petani. Mrs.

A mempunyai 3 orang saudara kandung. Mrs. A sudah menikah. Suaminya

adalah seorang pedagang mainan keliling. Mrs. A dikaruniai seorang anak

laki-laki berusia 9 tahun, kini dia kelas 3 di sebuah sekolah dasar di

Salatiga. Alasan penting yang melatarbelakangi Mrs. A menjadi seorang

pekerja seks komersial adalah faktor ekonomi. Kebutuhan yang semakin

banyak membuat Mrs. A untuk mencari sebuah pekerjaan dengan

53

penghasilan yang memuaskan. Setelah Mrs. A di PHK dari sebuah pabrik

satu tahun yang lalu, memaksa Mrs. A menjadi seorang pekerja seks

komersial untuk menambah penghasilan suaminya. Berawal dari ajakan

seorang teman lama, pekerjaan haram ini pun dilakukan. Hanya

suaminyalah yang tau pekerjaan Mrs. A, keluarga bahkan anaknya tidak

mengetahui pekerjaan Mrs. A. Mrs. A bekerja mulai pukul 22.00 sampai

03.00, sehingga orang-orang disekitar tempat tinggalnya tidak mengetahui

ketika Mrs. A berangkat dan pulang bekerja. Siang harinya Mrs. A

berjualan kecil-kecilan di samping rumahnya. Sebenarnya Mrs. A juga

sedang berusaha mencari pekerjaan lain, dengan cara mendaftar di pabrik-

pabrik. Namun, hal ini belum membuahkan hasil. Ke depannya Mrs. A

berharap segera mendapatkan pekerjaan baru, sehingga tidak terlalu lama

di dalam kubangan dosa.

Mrs. A tidak bekerja setiap hari. Mrs. A libur pada Minggu malam

atau malam Senin kerena pada malam tersebut agak sepi pelanggan. Setiap

bulan Mrs. A tidak bekerja 5-7 hari karena menstruasi. Sering kali Mrs. A

merasa kelelahan karena setiap malam harus melayani pelanggan. Di

samping itu di siang harinya juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga

dan menunggu tokonya.

2. Mrs. B

Seorang ibu yang masih sangat muda yang selanjutnya oleh penulis

disebut Mrs. B. Mrs. B berusia 22 tahun dengan perawakan tinggi

semampai, berkulit putih, dengan rambut lurus, hitam, dan panjang. Mrs.

54

B berasal dari Pekalongan. Mrs. B berasal dari keluarga broken home,

orang tuanya bercerai sejak dia duduk di bangku sekolah dasar . Mrs. B

mempunyai 3 orang saudara kandung dan dia adalah anak bungsu. Mrs. B

adalah seorang single parent. Mrs. B belum menikah tetapi sudah

mempunyai anak laki-laki berusia 3 tahun yang diasuh oleh ibunya di

kampung halamannya. Akibat pergaulan bebas sehingga memyebabkan

Mrs. B hamil di luar nikah. Naasnya, seorang laki-laki yang

menghamilinya tidak mau bertanggung jawab atas janin yang telah

terkandung di rahimnya. Alasan inilah yang melatarbelakangi Mrs. B

menjadi pekerja seks komersial. Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi

alasan penting untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, anak, serta ibu

kandung yang mengasuh anaknya. Orangtua, keluarga, ataupun saudara

Mrs. B tidak mengetahui pekerjaan yang dilakukan dan sebaliknya Mrs.

B juga tidak menceritakan kepada siapapun pekerjaanya tersebut. Mrs. B

berharap suatu hari nanti bisa bertemu dengan seorang laki-laki yang

bertanggung jawab, menerima dirinya apa adanya, dan mau menerima

anak semata wayangnya.

Mrs. B tergolong enjoy terhadap pekerjaannya tersebut. Dengan

pekerjaan ini Mrs. B dapat mendapatkan uang dengan cara yang mudah

dan cepat, serta mendapat hasil yang besar. Dengan hasil yang besar

tersebut, Mrs. B dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang lumayan

mewah, seperti tas, sepatu, pakaian, dan perhiasan mahal. Karena Mrs. B

masih di usia muda dengan paras rupawan maka pelanggannya banyak.

55

Karena pelanggannya banyak, sering kali Mrs. B kelelahan melayani

pelanggannya. Mrs. B kurang suka terhadap pelanggan yang mabuk berat

karena di waktu “bermain keluarnya” sangat lama. Mrs. B tidak pernah

libur, kecuali saat datang bulan.

3. Mrs. C

Seorang ibu yang selanjutnya oleh penulis disebut Mrs. C. Mrs. C

kira-kira berusia mendekati 40 tahun dengan perawakan sedang, agak

gemuk, berkulit putih, dengan rambut bergelombang, dan panjang sebahu.

Mrs. C berasal dari Surabaya. Mrs. C adalah anak sulung dari 5

bersaudara. Orang tuanya adalah pedagang. Mrs. C sudah menikah.

Suaminya adalah seorang petani. Mrs. C mempunyai 3 orang anak yang

mulai beranjak remaja. Anak yang pertama duduk di bangku sekolah

menengah atas kelas 3. Anak yang kedua juga duduk di bangku sekolah

menengah atas kelas 1. Anak yang bungsu duduk di bangku sekolah

menengah pertama kelas 2. Alasan yang melatarbelakangi Mrs. C menjadi

seorang pekerja seks komersial adalah penipuan. Hal ini berawal dari

sebuah iklan lowongan pekerjaan dengan berkedok agen penyalur kerja.

Lowongan pekerjaan tersebut sebagai assisten rumah tangga. Setelah

mendaftar, Mrs. C diharuskan melakukan serangkaian tes dan akhirnya

diterima olah agen penyalur tersebut. Setelah menunggu sekitar 2 minggu,

Mrs. C diberangkatkan ke daerah Semarang. Tak disangka ternyata

dijadikan pekerja seks komersial. Dengan terpaksa akhirnya Mrs. C

melakukan pekerjaan tersebut karena sudah terikat kontrak kerja yang

56

sebelumnya telah ditandatanganinya. Orang tua, suami, anak, dan

saudaranya tidak mengetahui pekerjaan tersebut. Mrs. C berharap segera

menyelesaikan kontrak tersebut dan kembali ke Surabaya.

Mrs. C was-was melakukan pekerjaan tersebut karena takut

keluarganya mengetahui pekerjaannya. Mrs. C berharap tetangga ataupun

kenalannya tidak mengenalinya. Jadi, Mrs. C selalu bermake up tebal.

Seperti halnya Mrs. A dan B, Mrs. C juga libur ketika menstruasi. Karena

faktor usia, Mrs. C tergolong mempunyai sedikit pelanggan. Hal ini juga

dikerenakan kalah bersaing dengan rekannya yang lebih muda.

4. Mrs. D

Seorang ibu yang selanjutnya oleh penulis disebut Mrs. D. Mrs. D

berusia 35 tahun dengan perawakan sedang, agak kurus, berkulit sawo

matang, berlesung pipit di pipinya, rambut lurus dan dicat agak

kemerahan. Mrs. D berasal dari Semarang. Mrs. D sudah menikah.

Suaminya adalah seorang satpam di sebuah perusahaan di Jakarta. Mrs. D

dikaruniai 2 orang anak laki-laki yang sudah beranjak remaja. Yang

pertama berusia 16 tahun dan yang kedua berusia 13 tahun. Alasan

penting yang melatarbelakangi Mrs. D menjadi seorang pekerja seks

komersial adalah faktor ekonomi. Kebutuhan yang semakin banyak

membuat Mrs. D untuk mencari sebuah pekerjaan dengan penghasilan

yang memuaskan. Di samping itu, Mrs. D mempunyai hutang yang harus

segera dilunasi. Hutang tersebut dengan jumlah yang lumayan besar.

Suami Mrs. D mengetahui dan mendukung pekerjaan tersebut. Namun, di

57

dalam lubuk hati yang terdalam, Mrs. D sangat terpaksa melakukan

pekerjaan tersebut. Dia berharap hutangnya segera lunas dan

meninggalkan pekerjaan sebagai pekerja seks komersial.

Sama halnya dengan Mrs. B, Mrs. D juga enjoy dengan

pekerjaannya. Karena di samping suaminya mendukung pekerjaan

tersebut, hasilnya juga lumayan besar. Dengan hasil tersebut Mrs. D

dapat mencicil sebagian hutangnya, membiayai sekolah anak-anaknya,

dan memenuhi kebutuhannya. Mrs. D libur ketika menstruasi. Seperti

halnya Mrs. C, karena faktor usia, Mrs. D tergolong mempunyai sedikit

pelanggan. Hal ini juga dikerenakan kalah bersaing dengan rekannya yang

lebih muda.

58

BAB IV

PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN

ISTRI SEBAGAI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

DALAM TINJAUAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

A. Analisis terhadap Alasan Istri sebagai Pekerja Seks Komersial

Keputusan menjadi wanita pekerja seks komersial bukan hal yang

mudah dan tidak begitu saja diambil oleh subjek yang merupakan wanita

berkeluarga. Keputusan subjek menjadi wanita pekerja seks komersial

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi tidak hanya

faktor eksternal yang berasal dari luar, namun juga faktor internal yang

berasal dari dalam diri subjek.

Dari 4 (empat) narasumber yang penulis wawancarai setidaknya

terdapat 4 (empat) alasan utama seorang istri bekerja sebagi pekerja seks

komersial di Kelurahan Bandungan. Adapun ketiga alasan tersebut adalah:

1. Kebutuhan Ekonomi

Alasan ekonomi merupakan alasan mayoritas yang sering

diutarakan oleh para pekerja seks komersial. Karena tidak ada pekerjaan

lain yang lebih mudah untuk menghasilkan uang yang banyak, seringkali

wanita yang sudah berkeluarga dapat terjun ke dunia malam. Dari 4

(empat) narasumber, mereka mengutarakan alasan ekonomi yang

mendesak mereka bekerja sebagai pekerja seks komersial.

59

Alasan ekonomi ini disebabkan oleh berbagai macam hal,

diantaranya adalah:

a. Suami mendukung pekerjaan istri sebagai pekerja seks komersial.

b. Suami tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

c. Tidak ada pekerjaan yang memberikan pendapatan lebih banyak

dibanding bekerja sebai pekerja seks komersial.

d. Kemampuan atau keterampilan mereka yang pas-pasan.

2. Gaya Hidup Bebas

Faktor gaya hidup bebas tidak hanya datang dari diri sendiri,

misalnya karena terlanjur berbuat, seorang perempuan biasanya

berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya,

maka dalam pikirannya tersebut ia akan merasa putus asa dan mencari

pelampiasan, sehingga dia memutuskan untuk tetap melakukan perbuatan

buruknya itu. Sama halnya pada narasumber Mrs. B, karena dulu pernah

melakukan gaya hidup bebas dan bahkan menghasilkan seorang anak.

3. Gaya Hidup Mewah.

Menuruti gaya hidup merupakan alasan yang penulis temukan

selama penelitian. Mereka kemudian memutuskan untuk menjadi pekerja

seks komersial karena menginginkan kehidupan yang lebih mewah. Pada

narasumber Mrs. B dan D melakukan pekerjaan tersebut, selain untuk

memenuhi kebutuhannya juga untuk hidup glamor.

60

4. Penipuan

Faktor ini juga melatarbelakangi seorang istri bekerja sebagai

pekerja seks komersial. Hal ini terjadi pada Mrs. D yang awalnya mencari

pekerjaan sebagai assisten rumah tangga tetapi pada akhirnya bekerja

sebagai pekerja seks komersial.

Hal di atas adalah alasan narasumber bekerja sebagai pekerja seks

komersial di Kelurahan Bandungan. Di bawah ini adalah hal yang

menghambat narasumber bekerja sebagai pekerja seks komersial:

1. Kelelahan

Kelelahan adalah suatu kondisi yang memiliki tanda berkurangnya

kapasitas yang dimiliki seseorang untuk bekerja dan disertai dengan

perasaan letih dan lemah. Kelelahan yang terjadi pada para narasumber

disebabkan karena banyaknya pelanngan, bekerja di malam hari, dan

masih melakukan aktivitas pada siang hari. Seperti yang terjadi pada Mrs.

A, pada malam hari harus bekerja dan siang harinya masih menjaga toko

dan melakukan aktivitas rumah tangga.

2. Menstruasi

Menstruasi adalah siklus alami yang terjadi pada tubuh wanita.

Siklus ini umumnya akan muncul setiap 4 minggu, dimulai sejak hari

pertama menstruasi hingga hari pertama menstruasi berikutnya tiba.

Karena “datang bulan” inilah para narasumber tidak bisa melakukan

aktivitasnya yaitu melayani pelanggan.

61

3. Pelanggan Mabuk

Pengalaman yang tidak mengenakkan yang pernah dialami Mrs. B

adalah ketika mendapatkan pelanggan yang sedang mabuk. Ketika

pelanggan mabuk, pelanggannya melakukan foreplay yang lumayan lama,

sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk “keluar”.

4. Usia

Faktor usia mempengaruhi minat pelanggan. Hal ini disebabkan

karena pelanggan biasanya memilih wanita yang muda, cantik, dan agresif.

Hal ini tejadi pada Mrs. C dan D yang berusia lebih dari 35 tahun.

B. Analisis terhadap Hak dan Kewajiban Istri sebagai Pekerja Seks

Komersial dalam Keluarga

Pengertian Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang

paling penting dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah grup yang

terbentuk dari perhubungan laki–laki dan perempuan, perhubungan yang

mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan

anak–anak. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan suatu kesatuan

sosial yang terdiri dari suami, isteri dan anak–anak (Ahmadi, 2002:239).

Menurut UU. No. 10 Tahun 1992, mendefinisikan bahwa keluarga

merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau

suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.

Jika melihat definisi di atas, maka keluarga pekerja seks komersial

juga merupakan bentuk keluarga pada umumnya. Mereka juga terdiri dari

suami istri dan anak dalam keluarganya. Suami istri tersebut juga

62

merupakan pasangan yang telah diikat dalam sebuah akad, dan sepakat

untuk hidup bersama dengan tulus dan setia serta melengkapi.

Di bawah ini, penulis mamaparkan analisis fungsi dan peran

anggota keluarga:

1. Peran dan Fungsi Suami/ Ayah

a. Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan

tetap mengenai hal-halurusan rumah tangga yang penting-penting

diputuskan oleh suami isteri bersama (KHI Pasal 80 Ayat 1).

b. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan

bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa(KHI Pasal 80 Ayat 3).

Kewajiban mencari nafkah ada di pundak suami. Namun,

adakalanya dalam kondisi tertentu seorang istri ikut bahkan mengambil

alih tugas tersebut. Seorang istri yang bekerja di luar rumah tentunya harus

mendapatkan ijin dari suaminya terlebih dahulu. Sebab bagi seorang istri

ridho suami itu sangat penting.

Para suami narasumber adalah juga suami yang bekerja tetapi hasil

yang didapatkan tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Sehingga

para narasumer membantu suami bekerja untuk menambah penghasilan

keluarga.

2. Peran dan Fungsi Istri/ Ibu

a. Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya. (UU.

Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal 34 Ayat 2)

63

b. Kewajiban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir dan batin

kepada suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam.

(KHI Pasal 83 Ayat 1)

Pada kenyataan kita banyak menemui wanita atau istri yang

bekerja. Hal ini terjadi pada para narasumber yang bekerja sebagai pekerja

seks komersial karena beberapa sebab antara lain adalah sebagai berikut:

a. Membantu suami karena kondisi keuangan keluarga masih belum

mencukupi.

b. Melakukan gaya hidup mewah.

c. Istri tidak memiliki ilmu dan keterampilan dan mendapat izin dari

suami.

d. Keinginan wanita atau istri karena kekurangan keuangan keluarga dan

diizinkan suami.

3. Peran dan Fungsi Anak

Anak sebagai pengikat tali perkawainan. Kehadiran anak

mendorong komunikasi antara suami isteri karena mereka merasakan

pengalaman bersama anak mereka. Suami istri memiliki kewajiban untuk

mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai

pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan

agama. (KHI Pasal 77 Ayat 3)

Dalam kenyataanya, anak tidak mengetahui pekerjaan ibunya yaitu

sebagai pekerja seks komersial. Jadi mereka beraktivitas seperti anak-anak

pada umumnya.

64

Menurut Husein Syahatah ( 1998: 130-140) berapa fatwa ulama

yang memperbolehkan istri atau wanita berkarir untuk mencukupi kebutuhan

rumah tangganya adalah sebagai berikut:

1. Abdul Hamid Kasyk

Menurut beliau, wanita adalah sebagai pendidik sehingga dapat

membentuk generasi yang baik sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.

Artinya: wanita adalah pemimpin rumah tangga suaminya dan dia akan

dimintai pertanggungjawabannya atas kepamimpinannya.

2. Abdul A‟la Al-maududi

Di dalam bukunya yang berjudul Al Hijab dijelaskan bahwa peran wanita

dalam Islam adalah sebagai ibu rumah tangga. Oleh karena itu, jika suami

mampu bekerja dan berusaha, maka kewajiban istri adalah mengatur

rumah tangga.

3. Muhammad Abdullah Al-khatib

Beliau menjelaskan bahwa Islam memperbolehkan wanita bekerja dengan

tempat dan jenis pekerjaan yang sesuai dengan karakternya, yaitu guru,

dokter, dan lain sebagainya.

4. Abdul Aziz bin Baz

Beliau menjelaskan bahwa ajakan agar wanita mengerjakan pekerjaan

khusus laki-laki adalah perkara yang berbahaya bagi masyarakat Islam,

diantaranya menimbulkan perzinahan dan dedikasi moral.

65

5. Hasan Al-bana

Dijelaskan bahwa jika kebutuhan primer menuntut wanita bekerja demi

keluarga dan anak-anaknya, dia harus memenuhi persyaratan yang

ditentukan Islam. Syarat utamanya adalah status pekerjaannya hanya untuk

memenuhi kebutuhan primer buka kebutuhan yang lain.

C. Analisis terhadap Hak dan Kewajiban Istri sebagai Pekerja Seks

Komersial Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan

Dalam paparan Bab II, penulis telah memberikan gambaran

kewajiban suami dan istri. Pada prinsipnya perkawinan adalah suatu akad,

untuk menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong

menolong antara pria dengan wanita yang antara keduanya bukan muhrim.

Apabila di tinjau dari segi hukum, jelas bahwa pernikahan adalah

suatu akad yang suci dan luhur antara pria dengan wanita, yang menjadi

sebab sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkan hubungan seksual

dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, mawadah serta saling menyantuni

antara keduanya.

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 adalah salah satu wujud

aturan tata tertib pernikahan yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai

bangsa yang berdaulat, di samping aturan-aturan tata tertib pernikahan yang

lain yaitu Hukum Adat dan Hukum Agama.

Menurut UU No.1 tahun 1974, hakikat perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Dari

rumusan di atas jelaslah bahwa ikatan lahir dan batin harus ada dalam setiap

66

perkawinan. Terjalinnya ikatan lahir dan batin merupakan fondasi dalam

membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal.

Menurut UU No. 1 tahun 1974, tujuan perkawinan adalah

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan peraturan perundangan ini adalah

memberikan kesaksian legal terhadap upaya membentuk keluarga (rumah

tangga) tersebut melalui adanya pencatatan di Catatan Sipil dan pengakuan

hukum dari negara atas tindak perkawinan.

Fungsi UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan adalah

memberikan pengesahan terhadap tindak perkawinan tersebut. Tindak

perkawinan baik yang dilaksanakan secara agama tertentu maupun secara

adat.

Secara garis besar hukum dari Perkawinan terhadap hak dan

kewajiban suami istri menurut UU No.1 tahun 1974 Pasal 30 sampai dengan

34 dan KHI Pasal 77 sampai dengan 84 isinya:

1. Suami istri memikul kewajiban hukum untuk menegakan rumah tangga

yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat.

2. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir-batin yang satu kepada yang lain.

3. Hak dan kedudukan istri seimbang dengan suami dalah kehidupan rumah

tangga dan pergaulan hidup bersama masyarakat.

4. Suami istri sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

67

5. Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga.

Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan rumah tangga sesuai dengan kemampuannya dan istri wajib

mengurus rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

6. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, yang

ditentukan secara bersama.

Berdasarkan garis besar Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun

1974 Pasal 30 sampai dengan 34 dan KHI Pasal 77 sampai dengan 84 di atas,

penulis dapat menganalisa bahwa:

1. Mrs. A

Mrs. A taat dan patuh terhadap suami. Hal ini dibuktikan dengan

adanya dukungan suaminya, yaitu dengan mengantar dan menjemput Mrs.

A ketika bekerja. Namun, hal ini tidak sesuai dengan Pasal 30 yaitu suami

isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga

yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat, Pasal 34 Ayat 1 yaitu

suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan KHI

Pasal 80 Ayat 4 yaitu suami menanggung nafkah, kiswah dan tempat

kediaman bagi istri, biaya pendidikan anak, dan biaya rumah tangga.

2. Mrs. B

Karena Mrs. B adalah seorang single parent dan belum pernah

menikah, maka tidak ada hak dan kewajiban istri menurut UU Perkawinan

No.1 Tahun 1974.

68

3. Mrs. C

Mrs. C tidak taat dan patuh terhadap suami. Hal ini dibuktikan dengan

auami maupu keluarganya tidak mengetahui pekerjaannya tersebut.

Namun, hal ini tidak sesuai dengan Pasal 30 yaitu suami isteri memikul

kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi

sendi dasar dari susunan masyarakat, Pasal 34 Ayat 1 yaitu suami wajib

melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup

berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan KHI Pasal 80 Ayat 4

yaitu suami menanggung nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri,

biaya pendidikan anak, dan biaya rumah tangga.

4. Mrs. D

Mrs. A taat dan patuh terhadap suami. Hal ini dibuktikan dengan adanya

dukungan suaminyayang bekerja sebagai satpam di kota lain. Namun, hal

ini tidak sesuai dengan Pasal 30 yaitu suami isteri memikul kewajiban

yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari

susunan masyarakat, Pasal 34 Ayat 1 yaitu suami wajib melindungi

isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga

sesuai dengan kemampuannya, dan KHI Pasal 80 Ayat 4 yaitu suami

menanggung nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri, biaya

pendidikan anak, dan biaya rumah tangga.

Dalam kehidupan berumah tangga, suami dan istri dapat sama-

sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan

terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati, sehingga sempurnalah

69

kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup

berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntutan agama, yaitu Sakinah,

Mawaddah, wa rahmah.

D. Problematika yang Muncul dalam Keluarga Pekerja Seks Komersial

Dari data yang sudah dipaparkan dalam Bab III, penulis

mendapatkan beberapa problematika yang memang seringkali muncul dalam

keluarga pekerja seks komersial. Penulis menilai hal ini penting untuk

dipaparkan, dan dijelaskan dalam sebuah analisa untuk melihat adanya

kesamaan yang seringkali timbul dan muncul dalam keluarga ini. adapun

problematika-problematika tersebut adalah sebagai berikut:

1. Cemburu

Cemburu adalah perasaan tidak senang terhadap hal yang dilakukan

olaeh seseorang yang dicintai karena dinilai mengabaikan kepentingan

dirinya. Semua orang akan menaruh cemburu apabilayang dimilikinya itu

akan diambil atau dirampas orang. Cemburu bisa menjadi faktor awalnya

permusuhan antara suami istri. Karena itu, suami atau istri harus dapat

menjauhkan diri dari hal-hal yang menimbulkan kecemburuan, baik

berupa ucapan, perbuatan dan sebagainya. Problematika cemburu adalah

problematika yang sering muncul dalam keluarga pekerja seks komersial.

2. Ekonomi

Kelancaran rumah tangga sangat dipengaruhi oleh kelancaran dan

kesetabilan ekonomi. Segala kebutuhan rumah tangga dapat terpenuhi jika

ekonominya lancar.Tetapi sebaliknya, kericuhan kericuhan rumah tangga

70

sering terjadi yang kadang-kadang diakhiri dengan perceraian. Ini

disebabkan oleh ekonomi yang tidak stabil. Permasalahan ekonomi

merupakan permasalah utama yang sering timbul dalam keluarga pekerja

seks komersial. Bahkan menurut penulis, permasalah ekonomi adalah yang

menjadi penyebab mayoritas seseorang bekerja menjadi pekerja seks

komersial.

3. Kurang menjaga kehormatan diri

Perlu diingat anda sebagai seorang suami atau istri, harus

selalu mawas diri, menjaga kehormatan diri. Segala tingkah laku, kata

dan perbuatan hendaknya mencerminkan sikap kepribadian seorang muslim.

Ingatlah bahwa dipundak anda terpikul amanat nama baik anda, keluarga,

masyarakt, bangsa dan agama.

4. Pergaulan Bebas

Dalam kehidupan bermasyarakat, pergaulan merupakan suatu

kebutuhan. Kita tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Namun

pergaulan bebas tanpa batas, lebih-lebih yang menyangkut hubungan pria

dan wanita, akan menjurus kepada gangguan kebahagiaan keluarga. Segala

bentuk perbuatan yang mengarah pada zina harus dijauhi. Oleh karena itu,

penulis melihat bahwa problematika ini merupakan suatu sebab akibat yang

tidak akan bisa hilang tanpa diberantas dari akarnya.

E. Solusi Pemecahan Masalah Pekerja seks Komersial

Adapun solusi yang direkomendasikan oleh penulis untuk

pemecahan masalah ini antara lain sebagai berikut:

71

1. Meningkatkan pendidikan agama sejak dini. Agama adalah kebutuhan

dasar bagi setiap manusia yang ada sejak dalam kandungan. Keluarga

adalah tempat pertama seorang anak mengenal agama. Keluarga juga

menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai agama,

sehingga anak menjadi manusia yang berahlak baik dan bertaqwa

2. Memberikan pelajaran keterampilan agar ia memiliki keterampilan khusus

sehingga dia dapat memiliki pekerjaan yang layak atau setidaknya dapat

membuka usaha sendiri walaupun hanya usaha kecil. Namun, hal tersebut

seharusnya tidak lepas dari campur tangan pemerintah.

3. Memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang dampak dari bekerja secara

tidak benar , baik dampak jangka panjang, jangka pendek, maupun

dampak bagi orang-orang yang berada di sekitar pekerja seks komersial

tersebut (keluarga dan sanak saudaranya).

4. Mengingat lapangan pekerjaan di Indonesia yang semakin sulit, akan lebih

baik jika pemerintah memberikan pendidikan tentang budaya, bahasa,

teknologi dari beberapa negara. Selain itu, pemerintah juga perlu

mempermudah, bahkan menggratiskan perizinan migrasi penduduk ke luar

negeri. Sehingga para PSK bisa di kirim menjadi TKI ke luar negeri

dengan bekal ilmu dan keterampilan yang baik.

5. Bimbingan Rehabilitasi Sosial dan Ketrampilan Tuna Susila sistim Luar

panti. Agar pekerja seks komersial memiliki kemampuan dalam

berinteraksi dengan lingkungan dan dapat menguasai ketrampilan.

72

6. Work Shop penanganan pekerja seks komersial untuk mencari rumusan

program dalam penyusunan kebijakan penanganan tuna susila.

7. Penyuluhan bagi masyarakat dalam penanganan pekerja seks komersial.

Dengan tujuan masyarakat memahami program penanganan pekerja seks

komersial yang dilaksanakan oleh pemerintah dan turut serta secara aktif

di dalamnya.

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan Hak dan Kewajiban Istri sebagai Pekerja Seks

Komersial Ditinjau dari UU Perkawian, penulis dapat menarik kesimpulan,

yaitu sebagai berikut:

1. Pelaksanaan hak dan kewajiban istri sebagai pekerja seks komersial dalam

keluarga adalah

Kewajiban mencari nafkah ada di pundak suami. Namun, adakalanya

dalam kondisi tertentu seorang istri ikut bahkan mengambil alih tugas

tersebut. Seorang istri yang bekerja di luar rumah tentunya harus

mendapatkan ijin dari suaminya terlebih dahulu. Sebab bagi seorang istri

ridho suami itu sangat penting. Kewajiban utama bagi seorang istri adalah

berbakti lahir dan batin kepada suami didalam batas-batas yang

dibenarkan oleh hukum islam. (KHI Pasal 83 Ayat 1). Pada kenyataan kita

banyak menemui wanita atau istri yang bekerja. Hal ini terjadi pada para

narasumber yang bekerja sebagai pekerja seks komersial karena beberapa

sebab antara lain adalah sebagai berikut:

e. Membantu suami karena kondisi keuangan keluarga masih belum

mencukupi.

f. Melakukan gaya hidup mewah.

74

g. Istri tidak memiliki ilmu dan keterampilan dan mendapat izin dari

suami.

h. Keinginan wanita atau istri karena kekurangan keuangan keluarga dan

diizinkan suami.

2. Faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan hak dan kewajiban

istri sebagai pekerja seks komersial adalah:

a. Faktor yang mendorong

1) Kebutuhan Ekonomi

Alasan ekonomi merupakan alasan mayoritas yang sering

diutarakan oleh para pekerja seks komersial. Karena tidak ada

pekerjaan lain yang lebih mudah untuk menghasilkan uang yang

banyak. Alasan ekonomi ini disebabkan oleh berbagai macam hal,

diantaranya adalah:

» Suami mendukung pekerjaan istri sebagai pekerja seks komersial.

» Suami tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-

hari.

» Tidak ada pekerjaan yang memberikan pendapatan lebih banyak

dibanding bekerja sebai pekerja seks komersial.

» Kemampuan atau keterampilan mereka yang pas-pasan.

2) Gaya Hidup Bebas

Faktor gaya hidup bebas tidak hanya datang dari diri sendiri,

misalnya karena terlanjur berbuat, seorang perempuan biasanya

berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam

75

dirinya, maka dalam pikirannya tersebut ia akan merasa putus asa

dan mencari pelampiasan, sehingga dia memutuskan untuk tetap

melakukan perbuatan buruknya itu.

3) Gaya Hidup Mewah.

Menuruti gaya hidup merupakan alasan yang penulis temukan

selama penelitian. Mereka kemudian memutuskan untuk menjadi

pekerja seks komersial karena menginginkan kehidupan yang lebih

mewah.

4) Penipuan

Faktor ini juga melatarbelakangi seorang istri bekerja sebagai

pekerja seks komersial. Hal ini terjadi pada Mrs. D yang awalnya

mencari pekerjaan sebagai assisten rumah tangga tetapi pada

akhirnya bekerja sebagai pekerja seks komersial.

b. Faktor yang menghambat:

1) Kelelahan

Kelelahan adalah suatu kondisi yang memiliki tanda berkurangnya

kapasitas yang dimiliki seseorang untuk bekerja dan disertai

dengan perasaan letih dan lemah. Kelelahan yang terjadi pada para

narasumber disebabkan karena banyaknya pelanngan, bekerja di

malam hari, dan masih melakukan aktivitas pada siang hari.

2) Menstruasi

Menstruasi adalah siklus alami yang terjadi pada tubuh wanita.

Siklus ini umumnya akan muncul setiap 4 minggu, dimulai sejak

76

hari pertama menstruasi hingga hari pertama menstruasi berikutnya

tiba. Karena “datang bulan” inilah para narasumber tidak bisa

melakukan aktivitasnya yaitu melayani pelanggan.

3) Pelanggan Mabuk

Pengalaman yang tidak mengenakkan yang pernah dialami Mrs. B

adalah ketika mendapatkan pelanggan yang sedang mabuk. Ketika

pelanggan mabuk, pelanggannya melakukan foreplay yang

lumayan lama, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama

untuk “keluar”.

4) Usia

Faktor usia mempengaruhi minat pelanggan. Hal ini disebabkan

karena pelanggan biasanya memilih wanita yang muda, cantik, dan

agresif.

3. Ditinjau dari Hukum Perkawinan terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban

istri sebagai pekerja seks komersial adalah

Menurut UU No.1 tahun 1974, Pasal 30 sampai dengan 34 dan KHI

Pasal 77 sampai dengan 84 adalah

7. Suami istri memikul kewajiban hukum untuk menegakan rumah

tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat.

8. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati, setia

dan memberi bantuan lahir-batin yang satu kepada yang lain.

9. Hak dan kedudukan istri seimbang dengan suami dalah kehidupan

rumah tangga dan pergaulan hidup bersama masyarakat.

77

10. Suami istri sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

11. Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga.

Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan rumah tangga sesuai dengan kemampuannya dan istri wajib

mengurus rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

B. Saran

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hingga

akhirnya tugas akhir skripsi guna memperoleh gelar Sarjana ini dapat tersusun

sampai selesai.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan

sarana ataupun solusi untuk memecahkan masalah pekerja seks komersial

adalah:

1. Meningkatkan pendidikan agama sejak dini.

2. Memberikan pelajaran–pelajaran keterampilan agar ia memiliki

keterampilan khusus.

3. Memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang dampak dari bekerja sebagai

pekerja seks komersial.

4. Bimbingan Rehabilitasi Sosial dan Ketrampilan Tuna Susila sistem Luar

panti.

5. Work Shop penanganan pekerja seks komersial untuk mencari rumusan

program dalam penyusunan kebijakan penanganan tuna susila.

6. Penyuluhan bagi masyarakat dalam penanganan pekerja seks komersial.

78

Demikianlah pokok bahasan skipsi ini yang dapat penulis

paparkan, Besar harapan skripsi ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran

dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar skripsi ini dapat disusun

menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

79

DAFTAR PUSTAKA

Abu, Ahmadi. H. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Surabaya: Rineka Cipta.

Baron, A. R. (Alih bahasa Ratna Juwita). (2000). Psikologi Sosial. Bandung:

Khazanah Intelektual.

Bachtiar, A. (2004). Menikahlah, Maka Engkau Akan Bahagia!. Yogyakarta :

Saujana

Basyir, Ahmad. Tt. (1995). Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta :

Perpustakaan FH UII

Khairuddin, H.1997. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty.

Kartono, K. (1992). Psikologi Wanita : Gadis Remaja dan Wanita Dewasa.

Bandung : Mandar Madu.

Kisyik, Abdul Hamid. Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakiah.

Bandung: Mizan Al-bayan

Moloeng, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Maramis, W.F. & Yuwana, T.A. (1990). Dinamika Perkawinan Masa Kini.

Malang : Diana

Nasution, Khoiruddin. 2004. Tentang Relasi Suami dan Istri. Yogyakarta:

academia + tazzafa.

Rahmawati, A. (2004). Persepsi Remaja tentang Konsep Maskulin dan Feminim

Dilihat dari Beberapa Latar Belakangnya. Skripsi pada Jurusan

80

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. UPI Bandung: Tidak

diterbitkan.

Santrock, J. W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup.

Jakarta:

Syahatah, Husein. 1998. Ekonomi Tumah Tangga. Jakarta: Gema Insani Press.

Syarifuddin, 2005. Ushul Fiqh, Jilit I, cet. III. Jakarta:Logos Wacana ilmu.

Walgito, B. (2000). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Edisi kedua.

Yogyakarta: Andi.

(http://kotakjin.blogspot.com/2012/01/korelasi-antara-polarehabilitasi.html)

(http://research.amikom.ac.id/index.php/STI/ar cle/view/6979).

(http://kotakjin.blogspot.com/2012/01/korelasi-antara-pola-rehabilitasi.html)

(https://www.fiqihmuslim.com/2017/07/hadits-tentang-zina.html)

(https://id.wikipedia.org/wiki/Istri-suami)

UU. No. 10 Tahun 1992 tentang Keluarga merupakan Unit Terkecil

UU No.1 Tahun 1974 pasal 30-34 tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri

KHI pasal 77-84 tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri

Q. S Al-Nisa‟: 19, 24, 32, dan 34

Q. S Al-Talaq: 7

Q. S Al-Baqarah: 233

Q.S Al Ahzab: 33

Q.S Al Furqon: 68

Q.S Al Isra‟: 32

Q. S An Nuur: 2, 32

81

Q. S.An Nahl: 72

Q. S. Al Mu‟minun: 1-6

LAMPIRAN

DAFTAR PERTANYAAN

1. Siapakah nama anda?

2. Berapakah umur anda?

3. Darimanakah anda berasal?

4. Sudahkah anda menikah?

5. Ceritakan sedikit tentang keluarga anda?

6. Apakah kelebihan dan kekurangan anda?

7. Apakah keluarga anda mengetahui pekerjaan anda?

8. Mengapa anda memilih pekerjaan ini?

9. Mengapa anda tidak memilih pekerjaan yang lain?

10. Darimanakah anda mengenal pekerjaan ini?

11. Sejak kapan anda melakukan pekerjaan ini?

12. Apakah anda senang dengan pekerjaan ini?

13. Bagaimanakah hubungan anda dengan rekan kerja anda?

14. Bagaimana anda menghadapi dan mengatasi kritik tentang

pekerjaan anda?

15. Apakah rencana anda 2-3 tahun ke depan?