Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

14

Click here to load reader

description

semoga bermanfaat

Transcript of Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

Page 1: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

HADITS DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KUANTITASNYA

HADITS DITINJAU DARI SEGIKUANTITAS DAN KUALITASNYA

Pembagian hadits diperlukan dalam upaya untuk mengklasifikasikan hadits, dari sisi kuantitas pembagian hadits bertujuan untuk mengetahui jumlah rawi pada tiap tingkatan sehingga muncul klasifikasi hadits mutawattir dan hadits ahad. Sedangkan dari sisi kualitas bertujuan untuk mengetahui keontetikan hadits dilihat dari shahih, hasan, dhaif dan sebagainya.

A.    PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUANTITASNYA

Maksud tinjauan hadits dari segi kuantitasnya, adalah kuantitas atau jumlah perawi yang ada dalam periwayatan sebuah hadits. Ditinjau dari segi sedikit atau banyaknya rawi yang menjadi sumber berita, hadits terbagi menjadi dua macam, yaitu hadits mutawatir dan hadits Ahad.

1.     Hadits Mutawatira.    Pengertian Hadits Mutawatir

Setiap hadits pasti mempunyai rawi yang banyak dari berbagai tingkatan. Jika sejumlah sahabat yang menjadi rawi pertama suatu hadits itu banyak sekali, rawi yang kedua (tabi’in), ketiga (tabi’it – tabi’in) dan seterusnya sampai pada rawi yang mendewankan (membukukan) dalam keadaan yang sama, seimbang atau bahkan lebih banyak jumlahnya, maka termasuk Hadits Mutawatir.

Diantara salah satu rumusan definisi Hadits Mutawatir,    yaitu :

 “Suatu hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang menurut kebiasaannya mustahil mereka itu bersepakat untuk berdusta. Kualitas mereka sama dari sanad pertama sampai terakhir dan tidak ada yang cacat”.

b.    Ciri-ciri Hadits MutawatirSetelah anda mengkaji pengertian hadits mutawatir di atas, maka akan

menemukan ciri-cirinya, yaitu :1). Jumlah perawinya banyak yang tidak mungkin berdusta

Menurut Abu Thayyib, minimal 4 orang, mengkiaskan saksi dalam persidangan. Kelompok Asy-Syafi’i berpendapat, minimal 5 orang mengkiyaskan Nabi-nabi Ulul Azmi. Sebagian ulama lain menentukan minimal 20 orang berdasar QS. Al-Anfal 65, yang menjelaskan tentang 20 orang yang tahan uji sehingga dapat mengalahkan 200 orang kafir. Ada pula yang menentukan minimal rawinya berjumlah 40 orang, berdasar QS. Al-Anfal 64, yaitu jumlah orang mukmin ketika itu.

2). Jumlah rawinya seimbang dalam semua tingkatanDengan demikian jika misalnya suatu hadits diriwayatkan oleh 10 sahabat, kemudian diterima oleh 5 orang tabi’in dan seterusnya hanya diriwayatkan oleh 2 orang tabi’it tabi’in, maka tidak termasuk hadits mutawatir.

Page 2: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

3). Berdasarkan Tanggapan Panca IndraMaksudnya warta yang disampaikan itu benar-benar hasil pendengaran atau penglihatannya sendiri bukan hasil pemikiran atau teori yang mereka temukan.

c.     Kedudukan Hadits MutawatirKeadilan dan kedhabitan (kuat ingatan) dari para perawi hadits mutawatir itu

sudah tidak diragukan lagi, sehingga mereka tidak mungkin untuk berbohong dalam membawa berita dari Nabi SAW. Karena itu para ulama sepakat bahwa hadits mutawatir memberi dampak pada faedah ilmu dharury, yakni keharusan untuk menerima bulat-bulat berita dalam hadits tersebut secara pasti (qath’y wurud). Dengan demikian hadits mutawatir menduduki tingkatan teratas dibandingkan dengan hadits-hadits yang lainnya.

d.    Pembagian Hadits MutawatirUlama ushul membagi hadits mutawatir menjadi dua bagian, yaitu mutawatir

lafdy dan mutawatir ma’nawy. Adapun yang dimaksud dengan mutawatir lafdy ialah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak dan susunan redaksi serta maknanya benar-benar sama antara riwayat yang satu dengan lainnya. Sedang Mutawatir Maknawy, ialah hadits yang rawinya banyak, tetapi redaksi pemberitaannya berbeda-beda, hanya prinsip dan maknanya saja yang ada kesamaan.Contoh hadits mutawatir lafdhy, antara lain :

Menurut Abu bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, dan sebagian ulama mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan susunan redaksi dan makna yang sama.

2.     Hadits Ahada.      Pengertian dan Kedudukan Hadits Ahad

Ulama Muhaditsin memberikan definisi

 “Yaitu, Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir”.

b.      Klasifikasi Hadits AhadBerdasarkan sedikit dan banyaknya para perawi yang terdapat pada tiap-tiap

tingkatan (thabaqat), maka hadits Ahad dapat dibagi menjadi tiga, yaitu hadits masyhur, hadits aziz dan hadits gharib.

1).   Hadits Masyhur

Page 3: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

Hadits Masyhur ialah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi belum mencapai derajat mutawatir.

Contoh hadits masyhur

Menurut ulama Fiqh, hadits Masyhur itu Murodif (disebut juga) Hadits Mustafid. Namun sebagian yang lain berpendapat bahwa hadits Masyhur itu lebih umum daripada hadits Mustafid. Dalam hadits Mustafid jumlah rawi harus sama dalam setiap tingkatannya, sementara pada hadits Masyhur tidak harus sama.

Dilihat dari segi makna Masyhur berarti terkenal atau populer. Maka ulama hadits membagi hadits Masyhur dari segi maknanya menjadi tiga kelompok, yaitu :

a)     Masyhur di kalangan Muhadditsin dan lainnya.b)     Masyhur di kalangan para ahli disiplin keilmuan tertentu. Misalnya hanya terkenal di

kalangan Muhadditsin, Fuqaha’, ahli nahwu, tasawuf dan lainc)     Masyhur hanya di kalangan umum

Page 4: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

2).   Hadits AzizAziz secara bahasa berarti mulia atau kuat dan juga berarti jarang, menurut istilah

Hadits aziz adalah hadits yang  diriwayatkan dua orang perawi walaupun dua orang perawi tersebut berada dalam satu tingkatan saja., kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.

Contoh hadits ini adalah :

3).   Hadits GharibContoh Hadits Gharib :

Hadits Gharib yaitu “hadits yang dalam sanadnya terdapat seseorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”. Maksudnya penyendirian itu bisa jumlah personalianya atau sendiri dalam sifat atau keadaannya perawi-perawi lainnya yang meriwayatkan hadits tersebut.

Penyendirian dalam personalianya disebut Gharib Mutlak, sedang penyendirian mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi. Misalnya ketsiqahan, tempat tinggal, rawi tertentu, maka disebut Gharib Nisby.

Mayoritas ulama sependapat bahwa hadits ahad yang maqbul (bisa diterima) dalam arti shahih, bisa digunakan sebagai dasar hukum Islam, dan wajib diamalkan. Adapun yang berkaitan dengan akidah  ada beberapa pendapat yang netral, hadits ahad yang telah memenuhi syarat (shahih) dapat dijadikan hujjah / dalil untuk masalah akidah asal hadits tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an, dan hadits-hadits lain yang lebih kuat, dan tidak bertentangan dengan akal sehat.

Pembagian hadits dari segi kuantitas ini sekedar untuk mengetahui sedikit atau banyaknya sanad, bukan untuk menentukan diterima atau tidaknya hadits. Karena itu

Page 5: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

kita perlu pula mengetahui materi berikutnya yang akan membahas tentang kualitas hadits.

B.     PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUALITASNYA

Ditinjau dari segi kualitas, para ulama membagi tiga bagian, yaitu hadits Shahih, hadits Hasan dan haditsDha’if :

1.     Hadits Shahiha.      Pengertian Hadits Shahih

Menurut Ulama Muhadditsin, hadits shahih yaitu

“Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat dan tidak janggal”.

Dengan pengertian tersebut, maka ada lima syarat untuk disebut hadits shahih, yaitu :

1).   Rawinya bersifat adilMenurut Ibnus-Sam’any, seorang rawi bisa disebut adil  bila :

a)     Menjaga ketaatan dan menjauhi kemaksiatan kepada Allahb)     Menjauhi dosa-dosa kecilc)     Meninggalkan perbuatan mubah yang dapat menggugurkan iman kepada Qadar dan

menjadikan penyesaland)     Tidak mengikuti salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’.

Sedang Muhyiddin Abdul Hamid menjelaskan bahwa adil berarti :a)     Islamb)     Mukallafc)     Selamat dari sebab-sebab yang menjadikan seseorang fasik dan mencacatkan

kepribadiannya.

2).   Sempurna ingatannya (dhabit)Maksudnya daya ingatannya kuat, dari awal menerima hadits hingga disampaikan

kepada orang lain tidak ada yang lupa. Sanggup dikeluarkan dimana dan kapan saja dikehendaki. Jika demikian, maka disebut Dhabit Shadran. Sedang bila keutuhan hadits yang disampaikan itu berdasar pada buku catatan (teks book), maka disebut Dhabit Kitabah. Adapun rawi yang memiliki sifat adil dan Dhabit disebut “Rawi Tsiqah” (dapat dipertanggung jawabkan).

3).   Sanadnya tidak terputusMaksudnya sanadnya bersambung, tidak ada yang terputus, karena tiap-tiap rawi

dapat saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya.

4).   Tidak mempunyai ‘illatSelamat dari illat (penyakit) hadits, yaitu penyakit yang samar-samar yang dapat

menodai kesahihan suatu hadits. Misalnya, meriwayatkan hadits secara Muttasil (bersambung) terhadap haditsMursal (gugur seorang sahabat yang meriwayatkannya) atau terhadap hadits Munqathi’ (gugur salah seorang rawinya). Demikian juga dapat dianggap illat hadits, jika ada sisipan dalam matan haditsnya.

5).   Tidak janggalMaksudnya hadits yang rawinya maqbul (dapat diterima periwayatannya) tersebut

tidak bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajih (kuat), disebabkan dengan adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan dalam kedhabitan rawinya atau adanya segi-segi tarjih yang lainnya.

b.      Klasifikasi Hadits ShahihHadits Shahih terbagi menajdi dua bentuk, yaitu :

Page 6: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

1).   Shahih li-Dzatihi (صحيح لذات��ه), yaitu hadits shahih yang secara sempurna terpenui kriteria persyaratan tersebut di atas. Hadits shahih li dzatihi tingkatannya bisa turun menjadi Hasan li zatihi ketikakedhabitan seorang rawi kurang sempurna.

2).   Shahih Lighairih (ص�������حيح لغ�������يره), yaitu hadits yang rawinya kurang hafizd dan dhabit (hasan Lizzatih), namun ada sanad lain yang serupa atau lebih kuat, sehingga dapat menutupi kekurangan-kekurangannya.

c.      Martabat Hadits ShahihDi dalam hadits shahih sendiri terdapat tingakatan-tingkatan berdasarkan

kedhabitan dan keadilan para perawinya, yaitu :

االساند   .(1 ,sanadnya paling shahih, misalnya bagi Imam Bukhari adalah Malik)  اصح Nafi’ dan Ibnu Umar, bagi Imam An-Nasa’I adalah Ubaidillah Ibnu ‘Abbas dan Umar bin Khattab).

.(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)  متفق عليه   .(2

(Hadits riwayat Imam Bukhari)  رواه البخارى   .(3

(Hadits riwayat Imam Muslim) رواه مسلم    .(4

(menurut syarat-syarat Imam Bukhari dan Muslim)  شراط البخارى ومسلم   .(5

(Shahih memenuhi syarat Imam Bukhari)  صحيح على شرط البخارى   .(6

(Shahih memenuhi syarat Imam Muslim)  صحيح على شرط مسلم   .(78).   Hadits yang ditakhrij dengan tidak menggunakan syarat Bukhari dan Muslim.

2.     Hadits HasanMenurut bahasa, hadits hasan adalah hadits yang  baik. Menurut istilah hadits

hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sanadnya bersambung, tidak mengandung ilat, dan tidak janggal, namun rawinya kurang dhabit (kurang baik tingkat hapalannya).

Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi semua syarat-syarat hadits shahih, hanya saja seluruh atau sebagian perawinya kurang dhabit. Dengan demikian perbedaan hadits shahih dan hadits hasan terletak pada tinggi atau rendahnya kedhabitan seorang rawi. Hadits hasan terbagi menjadi dua, yaitu :

a.      Hasan Lizzatihi. Maksudnya hadits itu telah memenuhi syarat-syarat hadits hasan.b.      Hasan Lighairihi, Maksudnya hadits itu sanadnya ada yang dirahasiakan (Mastur),

tidak jelas keahliannya, namuan mereka bukan pelupa, tidak banyak salah dan tidak dituduh dusta dalam periwayatannya. Pada mulanya hadits hasan ligahirih itu adalah hadits dha’if, namun karena ada dukungan sanad lain yang memperkuat, maka naik tingkatannya menjadi hadits Hasan.

Hadits hasan ini bisa dijadikan sebagai dasar sumber hukum Islam, namun tingkatannya di bawah hadits shahih.

3.     Hadits Dha’ifDha’if artinya “lemah”. Adapun yang disebut hadits dha’if adalah hadits yang

kehilangan satu atau lebih syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan.Pada dasarnya hadits dha’if itu disebabkan dua alasan, yaitu :

a.      Karena sanadnya tidak muttasil (bersambung)Nama hadits dhaif karena alasan / sebab tidak muttasilnya sanad antara lain ;

hadits mursal, hadits munqati’, hadits mu’adhdhal, hadits mudallas, dan hadits muallal.b.      Karena faktor lain misal dari matan

Nama hadits dhaif karena alasan / sebab ini antara lain hadits mudha’af, hadits mudhtharib, hadits maqlub, hadits mungkar, hadits matruk, dan hadits mathrub.

Menurut para Muhadditsin, sebab-sebab tertolaknya hadits sebagai sumber hukum bisa ditinjau dari dua faktor, yaitu Sanad dan matannya.

1.      Faktor SanadDari faktor sanad ini bisa karena rawinya cacat dan bisa pula tertolak karena sanadnya tidak bersambung.

Page 7: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

a.       Rawi CacatRawi hadits yang cacat dari keadilan dan kedhabitan haditsnya disebut

-          Mandhu’ (rawinya dusta)-          Matruk (tertuduh dusta)-          Munkar (fasik, banyak salah, lengah dalam hafalan)-          Mu’allal (banyak prasangka)-          Mudraj (penambahan suatu sisipan)-          Maqlub (memutarbalikkan)-          Mudhtharib (menukar-nukar rawi hadits)-          Muharraf (mengubah syakal - huruf)-          Mushahhaf (mengubah titik dan kata)-          Mubham (tidak diketahui identitasnya)-          Mardud (penganut Bid’ah)

b.      Sanadnya tidak bersambungHadits yang sanadnya gugur atau tidak bersambung haditsnya disebut

-          Mu’allaq (gugur pada sanad pertama)-          Mursal (gugur pada sanad terakhir / shahabat)-          Mu’dhal (gugur dua orang rawi atau lebih berurutan)-          Munqhati’ (gugurnya rawi tidak berurutan)

2.      Faktor MatanHadits yang tertolak dari faktor matan hadits, maka haditsnya bisa karena berupa hadits-     Mauquf (disandarkan kepada sahabat)-     Maqthu’ (disandarkan kepada tabi’in).

Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha’if sebagai hujjah (dasar hukum) atau sebagai amalan kebaikan. Pendapat pertama, menolak sama sekali menggunakan hadits dha’if. Baik untuk mendorong berbuat kebajikan maupun dalam penetapan hukum. Kedua, menerima secara utuh hadits dha’if.Ketiga, menolak sebagai hujjah (dasar hukum) dan menerima sekedar untuk memotifasi berbuat kebajikan dan nasehat asalkan haditsnya tidak terlalu janggal dan ada penguat dari hadits yang lainnya.

Dari ketiga pendapat tersebut, yang paling selamat adalah pendapat pertama, karena penuh dengan ihtiyat dan kehati-hatian agar tidak terjebak dalam perbuatan bid’ah.

Diposkan 5th March 2013 oleh M. Arifin  

B. Hadis Hasan

1.  Pengertian Hadis Hasan

Hadis  hasan  ialah hadis yang sanadnya bersambung, oleh penukil yang ‘adil namun kurang ke-dhabit-annya (tidak terlalu kuat ingatannya)  serta terhindar dari Syaz dan illat.[12]

Perbedaan antara hadis Hasan dengan Shahih terletak pada dhabit yang sempurna untuk hadis shahih dan dhabit yang kurang untuk hadis hasan[13]

Ibn Hajar sebagaimana dinukil Mahmud Thahhan dalam Musthalah Hadis mengemukakan bahwa khabar ahad yang diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi sempurna ke-dhabithan-nya, mutthashil tanpa syaz dan illat. Itulah yang disebut shahih li dzatihi. Bila kedhabithannya kurang maka itulah hadis hasan li dzatihi[14]

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis hasan adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis shahih seluruhnya, hanya saja semua perawi atau sebagiannya,  kurang  ke-dhabitan-nya dibanding dengan perawi hadis shahih. [15]

Berdasarkan pada pengertian-pengertian yang telah dikemukakan diatas, para ulama hadis merumuskan kriteria hadis hasan, kriterianya sama dengan hadis shahih, Hanya saja pada hadis hasan terdapat perawi yang tingkat kedhabitannya kurang atau lebih rendah dari perawi hadis shahih.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis hasan mempunyai kriteria sebagai berikut:a.       Sanad hadis harus bersambung.b.      Perawinya adilc.       Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang dimiliki oleh perawi hadis shahihd.      Hadis yang diriwayatkan tersebut tidak syaze.       Hadis yang diriwayatkan terhindar dari illat yang merusak (qadihah)[16]

Page 8: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

2. Pembagian Hadis Hasan

Hadis hasan dibagi menjadi dua, yaitu:a.       Hadis hasan li dzatihi

      Hadis hasan li dzatihi adalah hadis yang dengan sendirinya telah memenuhi kriteria hadis hasan sebagaimana tersebut diatas, dan tidak memerlukan riwayat lain untuk mengangkatnya ke derajat hasan.

b.      Hadis hasan li ghairihi

      Hadis hasan li ghairihi adalah hadis dha’if apabila jalan (datang)-nya berbilang (lebih dari satu), dan sebab-sebab kedha’ifannya bukan karena perawinya fasik atau pendusta.[17]

Dengan demikian hadis hasan li ghairihi pada mulanya merupakan hadis dha’if, yang naik menjadi hasan karena ada riwayat penguat, jadi dimungkinkan berkualitas hasan karena riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentu masih berstatus dha’if.

Imam adz-Zahaby mengatakan, tingkat hasan tertinggi adalah riwayat Bahz ibn Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Ibn Ishaq dari at-Taimy dan sanad sejenis yang menurut para ulama dikatakan sebagai sanad shahih, yakni merupakan derajat shahih terendah.[18]              Contoh hadis hasan:

&د% اه+يم& ، ع&ن' م&ع'ب 'ر& +ب 'ن/ إ ع'د/ ب +ي س& &ن &أ 'ب &ن &ة/ ، ق&ال& أ ع'ب &ا ش/ &ن &ا ع&ف8ان/ ، ح&د8ث &ن ح&د8ث'ه+ &ي 8ه/ ع&ل 8ه+ ص&ل8ى الل س/ول+ الل /ح&د=ث/ ع&ن' ر& 8م&ا ي &ة/ ق&ل &ان& م/ع&او+ي +ي= ، ق&ال& : ك 'ج/ه&ن ال+ه+ن8 ف+ي /ح&د=ث/ ب و' ي

& &د&ع/ه/ن8 ، أ 8م&ا ي +م&ات+ ق&ل &ل 'ك &ق/ول/ ه&ؤ/الء+ ال Jا و&ي 'ئ ي 8م& ش& ل و&س&ا Jر' ي +ه+ خ& 8ه/ ب /ر+د+ الل 8م& ، ق&ال& : م&ن' ي ل 'ه+ و&س& &ي 8ه/ ع&ل +ي= ص&ل8ى الل 8ب 'ج/م&ع+ ع&ن+ الن ال&ه/ ك' ل &ار& /ب +ح&ق=ه+ ي 'خ/ذ'ه/ ب &أ 'وP خ&ض+رP ف&م&ن' ي ل 'م&ال ح/ +ن8 ه&ذ&ا ال /ف&ق=هR ف+ي الد=ين+ ، و&إ ي.)رواه أحمد( 'ح/ 8ه/ الذ8ب +ن 8م&اد/ح& ف&إ /م' و&الت 8اك +ي ف+يه+ ، و&إ

                                                                                         Hadis tersebut diatas bersambung sanadnya dan semua perawinya termasuk orang-orang terpercaya kecuali Ma’bad al-Juhany menurut     adz-

Zahaby,Ma’bad termasuk orang yang kurang ke-‘adilan-nya.[19]            Contoh hadis shahih li ghairihi:

'ن& ع&ام+ر+ 8ه+ ب 'د& الل م+ع'ت/ ع&ب 8ه+ ، ق&ال س& 'د+ الل &ي 'ن+ ع/ب + ب &ة/ ، ع&ن' ع&اص+م ع'ب &ا ش/ &ن ح&د8ث'ن+ . &ي &ع'ل و8ج&ت' ع&ل&ى ن &ز& ة& ت ار& +ي ف&ز& &ن &ةJ م+ن' ب أ &ن8 ام'ر& +يه+ : أ ب

& +يع&ة& ، ع&ن' أ ب 'ن+ ر& ب+ك+ &ف'س+ك+ و&م&ال ض+يت+ م+ن' ن ر&

& 8م& :" أ ل 'ه+ و&س& &ي 8ه/ ع&ل 8ه+ ص&ل8ى الل س/ول/ الل ف&ق&ال& ر&ه/ .)رواه ج&از&

& &ع&م' . ق&ال& : ف&أ 'ن+ ؟" ق&ال&ت' : ن &ي &ع'ل +ن ب                                 الترمذي(

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari ‘ashim bin ‘Ubaidillah,dari Abdillah bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya bahwasanya seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal.

 Kemudian at-Tirmidzi berkata,”pada bab ini juga diriwayatkan (hadis yang sama) dari ‘Umar, Abi Hurairah,Aisyah dan Abi Hadrad.”Jalur ‘Ashim didha’ifkan karena buruk hafalannya, kemudian hadis ini dihasankan oleh at-Tirmidzy melalui jalur riwayat yang lain.[20]

Hadis dha’if dapat ditingkatkan derajatnya ke tingkat hasan dengan dua ketentuan,yaitu:a)      hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi yang lain melalui jalan lain, dengan syarat bahwa perawi (jalan) yang lain tersebut sama kualitasnya atau lebih

baik dari padanya.b)      bahwa sebab kedha’ifannya karena keburukan hafalan perawinya, putusnya sanad.serta adanya periwayat yang tak dikenal.[21]

Jadi hadis dha’if yang bisa naik kedudukannya menjadi hadis hasan hanyalah hadis-hadis yang tidak terlalu lemah, sementara hadis yang terlalu lemah seperti hadis munkar, hadis matruk betapapun syahid  dan muttabi’ kedudukannya tetap saja dha’if, tidak bisa berubah menjadi hasan.

3. Kehujjahan Hadis Hasan.

Hadis hasan sebagaimana kedudukannya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis shahih, adalah dapat dijadikan sebagai hujjahdalam penetapan hukum maupun dalam beramal.Para ulama hadis dan ulama ushul fiqh, serta para fuqaha sependapat tentang kehujjahan hadis hasan ini.[22]

4. Kitab-kitab Yang Memuat Hadis Hasan            Ulama yang mula-mula membagi hadis sebagai hadis shahih, hasan dan dha’if adalah Imam at-Tirmidzy, sehingga wajar jika Imam at-Tirmidzy memiliki peran dalam menghimpun hadis-hadis hasan. Diantara kitab-kitab yang memuat hadis hasan adalah[23]:a.   Sunan at-Tirmidzyb.  Sunan Abu Daudc.   Sunan ad-Dar Quthny

C. Hadis Dhaif

1.  Pengertian dan Pembagian Hadis Dha’if 

Page 9: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

Dha’if menurut bahasa adalah lawan dari kuat. Dha’if ada dua macam, yaitu lahiriyah dan maknawiyah. Sedangkan yang dimaksud disini adalah dha’if maknawiyah.Hadis dhaif menurut istilah adalah “hadis yang didalamnya tidak didapati syarat hadis shahih dan tidak pula didapati syarat hadis hasan.”[24]Diantara para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadis dhaif ini, akan tetapi pada dasarnya isi dan maksudnya sama.            An-Nawawi mendefinisikannya dengan:“hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis hasan”[25]            As-Suyuthi mendefinisikan hadis dhaif adalah:“Hadis yang hilang salah satu syarat atau keseluruhan dari syarat-syarat hadis maqbul, atau dengan kata lain hadis yang tidak terpenuhi didalamnya syarat-syarat hadis maqbul”            Hadis dhaif apabila ditinjau dari segi sebab-sebab kedhaifannya, maka dapat dibagi kepada dua bahagian, pertama: Dhaif disebabkan karena tidak memenuhi syarat bersambungnya sanad. Kedua: Dhaif karena terdapat cacat pada perawinya. Dhaif disebabkan karena tidak memenuhi syarat bersambungnya Sanad. Dhaif jenis ini di bagi lagi menjadi :

1) Hadis Mu’allaq

Hadis mu’allaq yaitu hadis yang pada sanadnya telah dibuang satu atau lebih rawi baik secara berurutan maupun tidak. Contohnya pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari:

قال مالك عن الزهرى عن أبى سلمة عن أبى هريرة عن النبى "ال تفا ضلوا بين األنبيأDikatakan Muallaq karena Imam bukhari langsung menyebut Imam Malik padahal ia dengan Imam Malik tidak pernah bertemu. Contoh lain adalah,

قال ألبخارى قالت العائشة كان النبى يذكر الله على كل أحوالهDisini Bukhari tidak menyebutkan rawi sebelum Aisyah

2) Hadis Mursal

Hadis mursal menurut istilah adalah hadis yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in, seperti bila seorang tabi’in mengatakan,”Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda begini atau berbuat seperti ini”[26]. Contoh hadits ini adalah:

قال مالك عن جعفر بن محمد عن أبيه أن رسول الله قضى باليمن والشاهدDisini Muhammad bin Ali Zainul Abidin tidak menyebutkan sahabat yang menjadi perantara antara nabi dan bapaknya.

3) Hadis Munqathi'

Hadis munqathi’ menurut istilah para ulama hadis mutaqaddimin sebagai “hadis yang sanadnya  tidak bersambung dari semua sisi”. Sedangkan menurut para ulama hadis mutaakhkhirin adalah ”suatu hadis yang ditengah sanadnya gugur seorang perawi atau beberapa perawi tetapi tidak berturut-turut” [27]Contoh hadits ini adalah;

ما رواه عبد الرزاق عن الثورى عن أبى إسحاق عن زيد بن يثيع عن حذيفه مرفوعا إن وليتموها أبا بكر فقوى أمينRiwayat yang sebenarnya adalah Abdul Razak meriwayatkan hadis dari Nukman bin Abi Saybah al-Jundi bukan dari Syauri. Sedangkan Syauri tidak meriwayatkan hadis dari Abi Ishak, akan tetapi ia meriwayatkan hadits dari Zaid. Dari riwayat yang sesungguhnya kita dapat mengetahui bahwa hadits di atas adalah termasuk hadis yang munqthi’.

4) Hadis Mu'dhal

Hadis mu’dhal menurut istilah adalah “ hadis yang gugur pada sanadnya dua atau lebih secara berurutan.”[28].Contohnya :Diriwayatkan oleh al-Hakim dengan sanadnya kepada al-Qa’naby dari Malik bahwasanya dia menyampaikan, bahwa Abu Hurairah berkata, “rasulullah bersabda,

/طيق /كلjف من العمل إال ما ي " للمملوك طعامه وكسوته بالمعروف ، ال يAl-Hakim berkata,” hadis ini mu’dhal dari Malik dalam kitab al-Muwaththa’., Letak ke-mu’adalahan-nya karena gugurnya dua perawi dari sanadnya yaitu

Muhammad bin ‘Aljan, dari bapaknya. Kedua perawi tersebut gugur secara berurutan[29]

5) Hadis Mudallas

Yaitu hadits yang diriwayatkan dengan menghilangkan rawi diatasnya. Tadlis sendiri dibagi menjadi beberapa macam;

a. Tadlis Isnad, adalah hadis yang disampaikan oleh seorang perawi dari orang yang semasa dengannya dan ia betemu sendiri dengan orang itu namun ia

tidak mendengar hadis tersebut langsung darinya. Apabila perawi memberikan penjelasan bahwa ia mendengar langsung hadis tersebut padahal kenyataannya tidak, maka tidak tidak termasuk mudallas melainkan suatu kebohongan/ kefasikan.b. Tadlis qath’i : Apabila perawi menggugurkan beberapa perawi di atasnya dengan meringkas menggunakan nama gurunya atau misalnya perawi mengatakan

“ telah berkata kepadaku”, kemudian diam beberapa saat dan melanjutkan “al-Amasi . . .” umpamanya. Hal seperti itu mengesankan seolah-olah ia mendengar dari al-Amasi secara langsung padahal sebenarnya tidak. Hadist seperti itu disebut juga dengan tadlis Hadf (dibuang) atau tadlis sukut (diam dengan tujuan untuk memotong).c. Tadlis ‘Athaf (merangkai dengan kata sambung semisal “Dan”). Yaitu bila perawi menjelaskan bahwa ia memperoleh hadis dari gurunya dan

menyambungnya dengan guru lain padahal ia tidak mendengar hadis tersebut dari guru kedua yang disebutnya.d. Tadlis Taswiyah : apabila perawi menggugurkan perawi di atasnya yang bukan gurunya karena dianggap lemah sehingga hadis tersebut hanya diriwayatkan

oleh orang-orang yang terpercaya saja, agar dapat diterima sebagai hadis shahih. Tadlistaswiyah merupakan jenis tadlis yang paling buruk karena mengandung penipuan yang keterlaluan.e. Tadlis Syuyukh: Yaitu tadlis yang memberikan sifat kepada perawi dengan sifat-sifat yang lebih dari kenyataan, atau memberinya nama

dengan kunyah (julukan) yang berbeda dengan yang telah masyhur dengan maksud menyamarkan masalahnya. Contoh: Seseorang mengatakan: “Orang yang sangat alim dan teguh pendirian bercerita kepadaku, atau penghafal yang sangat kuat hafaleannya brkata kepadaku”.f. Termasuk dalam golongan tadlis suyukh adalah tadlis bilad (penyamaran nama tampat). Contoh: Haddatsana fulan fi andalus (padahal yang dimaksud adalah

suatu tempat di pekuburan). Ada beberapa hal yang mendasari seorang perawi melakukan tadlis suyukh, adakalanya dikarenakan gurunya lemah hingga perlu diberikan sifat yang belum dikenal, karena perawi ingin menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak guru atau karena gurunya lebih muda usianya hingga ia merasa malu meriwayatkan hadis darinya dan lain sebagainya.

Dhaif karena terdapat cacat pada perawinyaSebab-sebab cela pada perawi yang berkaitan dengan ke’adalahan perawi ada lima, dan yang berkaitan dengan kedhabithannya juga ada lima.

Adapun yang berkaitan dengan ke’adalahannya, yaitu: a) Dusta, b) Tuduhan, c)  berdusta, d) Fasik, e) bid’ah, f) al-Jahalah (ketidakjelasan)

Adapun yang berkaitan dengan ke’adalahannya, yaitu: a) kesalahan yang, sangat buruk, b) Buruk hafalan, c) Kelalaian, d) Banyaknyawaham, e) menyelisihi para perawi yang tsiqahDan berikut ini macam-macam hadis yang dikarenakan sebab-sebab diatas:

Page 10: Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya

1) Hadis Maudhu'

Hadis maudhu’ adalah hadis kontroversial yang di buat seseorang dengan tidak mempunyai dasar sama sekali. Menurut Subhi Shalih adalah khabar yang di buat oleh pembohong kemudian dinisbatkan kepada Nabi.karena disebabkan oleh faktor kepentingan.[30] Contohnya adalah hadis tentang keutamaan bulan rajab yang diriwayatkan Ziyad ibn Maimun dari shabat Anas r.a:

قيل يارسول الله لم سمي رجب قال ألنه يترجب فيه خير كثبرMenurut Abu Dawud dan Yazid ibn Burhan, Ziyad ibn Maimun adalah seorang pembohong dan pembuat hadis palsu.

2) Hadis Matruk

Hadis matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang disangka suka berdusta.[31] Contoh hadis ini adalah hadis tentang qadha' al hajat yang diriwayatkan oleh Ibn Abi Dunya dari Juwaibir ibn Sa'id al Asdi dari dhahak dari Ibn 'Abbas.

قال النبي عليكم باصطناع المعروف فانه يمنع مصارع السوء ... الخMenurut an Nasa'i dan Daruqutni, Juwaibir adalah orang yang tidak dianggap hadisnya.

3) Hadis Munkar

Hadis munkar adalah hadits yang diriwatkan oleh perawi yang dhaif, yang menyalahi orang kepercayaan.[32] perawi itu tidak memenuhi syarat biasa dikatakan seorang dhabit. Atau dengan pengetian hadis yang rawinya lemah dan bertentangan dengan riwayat rawi tsiqah. Munkar sendiri tidak hanya sebatas pada sanad namun juga bisa terdapat pada matan.

4) Hadis Majhul

a. Majhul 'aini : hanya diketahui seorang saja tanpa tahu jarh dan ta'dilnya.Contohnya hadis yang diriwayatkan oleh Qutaibah ibn Sa'ad dari Ibn Luhai'ah dari

Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn Abi Waqas dari Saib ibn Yazid dari ayahnya Yazid ibn Sa'id al Kindi

ان النبي كان اذا دعا فرفع يديه مسح وجهه بيده. اخرجه ابي داودHanyalah Ibn Luhai'ah yang meriwayatkan hadis dari Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn Abi Waqas tanpa diketahui jarh danta'dilnya.

b.   Majhul hali : diketahui lebih adari satu orang namun tidak diketahui jarh dan ta'dilnya.contoh hadis ini adalah hadisnya Qasim ibn Walid dari Yazid ibn

Madkur.

ان عليا رضي الله عنه رجم لوطيا. اخرجه البيهقىYazid ibn Madkur dianggap majhul hali.

5) Hadis Mubham

Hadis mubham yaitu hadis yang tidak menyebutkan nama orang dalam rangkaian sanad-nya, baik lelaki maupun perempuan.[33]Contohnya adalah hadis Hujaj ibn Furadhah dari seseorang (rajul), dari Abi Salamah dari Abi Hurairah.

قال رسو ل الله المؤمن غر كريم والفاجر خب لئيمز اخرجه ابو داود

6) Hadis Syadz

Hadis syadz yaitu hadis yang beretentangan dengan hadis lain yang riwayatnya lebih kuat[34].

7) Hadis maqlubYang dimaksud dengan hadis maqlub ialah yang memutar balikkan (mendahulukan) kata, kalimat, atau nama yang seharusnya ditulis di belakang, dan mengakhirkan kata, kalimat atau nama yang seharusnya didahulukan.

8) Hadis mudrajSecara terminologis hadits mudraj ialah yang didalamnya terdapat sisipan atau tambahan, baik pada matan atau pada sanad. Pada matan bisa berupa penafsiran perawi terhadap hadits yang diriwayatkannya, atau bisa semata-mata tambahan, baik pada awal matan, di tengah-tengah, atau pada akhirnya.

9) Hadis mushahafHadits mushahaf ialah yang terdapat perbedaan dengan hadis yang diriwayatkan oleh orang kepercayaan, karena di dalamnya terdapat beberapa huruf yang di ubah. Perubahan ini juga bisa terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud hadis menjadi jauh berbeda dari makna dan maksud semula.

Selain hadis diatas masih terdapat beberapa hadits lagi yang termasuk dha'if antara lain, mudhtharab, mudha'af , mudarraj, mu'allal, musalsal, mukhtalith untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam buku Hasby as-Shiddieqy; Pokok-pokok dirayah ilmu hadis dan juga ‘Ajjaj al-Khotib; Ushul al-hadits