Distribusi Responden Bukan Penderita Penyakit Diabetes Mellitus
H09awi
-
Upload
ari-anandapraja -
Category
Documents
-
view
378 -
download
6
Transcript of H09awi
ANALISIS KINERJA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
USAHA KERAJINAN SEPATU DI KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus pada CV. Anugerah Jaya, Desa Suka Makmur, Kecamatan
Ciomas)
OLEH
AGUNG WIBOWO
H14103021
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
AGUNG WIBOWO. Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan Usaha
Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor Studi Kasus CV. Anugerah Jaya, Desa
Suka Makmur, Kecamatan Ciomas. (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI).
Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia telah memaparkan pada
publik bahwa upaya pembangunan ekonomi yang hanya ditumpukan kepada
sektor usaha besar dan konglomerasi ternyata tidak melahirkan suatu pondasi
yang kokoh bagi perekonomian. Sebaliknya sektor Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) yang sebelumnya dipandang sebelah mata, ternyata telah menunjukkan
dirinya sebagai sektor usaha yang dapat bertahan bahkan dapat memulihkan
perekonomian nasional. Hal ini dapat dibuktikan dengan kontribusi yang
diberikan oleh sektor UKM dimana pasca krisis tahun 1997 pun jumlah UKM
semakin bertambah setiap tahunnya. Selain itu UKM juga mampu menyerap
tenaga kerja dan memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang cukup banyak
memiliki industri kecil. Jumlah industri kecil di Kabupaten Bogor pada tahun
2007 adalah sebanyak 1368 sedangkan jumlah usaha menengah dan besar adalah
sebanyak 667 (Disperindag, 2008). Jenis industri yang memiliki jumlah usaha
paling banyak di daerah Kabupaten Bogor adalah usaha barang yang terbuat dari
kulit. Usaha pada sektor ini memiliki jumlah sebanyak 145 usaha dan merupakan
jumlah terbesar ketiga setelah sektor tekstil dan industri logam (Disperindag,
2008). Industri kerajinan sepatu di kecamatan Ciomas merupakan salah satu
bidang usaha yang memberi peluang pada masyarakat desa untuk bekerja.
Penelitian ini menganalisis beberapa hal yaitu mengukur kinerja usaha
kerajinan sepatu di Kecamatan Ciomas, dan menganalisis kekuatan dan
kelemahan usaha kerajinan sepatu.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data
primer dan data sekunder. Data primer berkaitan dengan data yang dikumpulkan
untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang dilakukan dan diperoleh dengan
wawancara langsung terhadap pemilik usaha kerajinan sepatu CV. Anugerah
Jaya. Data sekunder merupakan data pelengkap diperoleh dengan cara pencatatan
(penggunaan data sekunder terlebih dahulu sebelum menentukan pengumpulan
data primer), pengumpulan data-data dari literatur atau bahan bacaan yang ada
dan dari instansi-instansi pemerintahan, seperti Badan Pusat Statistika, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, dan sebagainya.
Hasilnya menunjukkan tingkat keuntungan usaha kerajinan sepatu adalah
Rp.117.091.555,-, nilai ROI usaha kerajinan sepatu sebesar 19,71 persen dan nilai
rasio R/C sebesar 1,15. Dari segi faktor internal yang menjadi kekuatan bagi
industri kerajinan sepatu adalah produk sudah dikenal masyarakat luas, produk
yang dihasilkan berkualitas, harga yang ditawarkan bersaing, tenaga kerja tersedia
melimpah dan terlatih, lokasi dekat dengan pemasok, dan pimpinan kreatif.
Sedangkan yang menjadi kelemahannya adalah manajemen keuangan belum
teratur, manajemen persediaan bahan baku belum teratur, kurangnya pengawasan
produksi, lahan kerja kurang luas dan nyaman, teknologi minimalis, tidak ada
perhitungan harga pokok produksi dan sarana transportasi terbatas. Dari segi
faktor eksternal yang menjadi kekuatan adalah memiliki sistem pemasaran
terpusat, dan tempat penjualan strategis, serta memiliki banyak relasi. Sedangkan
yang menjadi kelemahannya adalah adanya pesaing dalam negeri, adanya pesaing
dari luar negeri, faktor musim, faktor inflasi, kekuatan tawar menawar pemasok
bahan dan grosir. Berdasarkan analisis SWOT maka strategi yang dapat
dijalankan dalam rangka mengembangkan usaha kerajinan sepatu adalah
Pemerintah membantu usaha kerajinan sepatu dengan regulasi yang mendukung
perkembangan usaha tersebut, misalnya: pemberian kredit lunak tanpa agunan dan
mendirikan koperasi atau paguyuban yang memfasilitasi kebutuhan modal dan
ketersediaan bahan baku yang relatif lebih murah.
Sarannya adalah karena kontribusi tenaga kerja terhadap usaha kerajinan
sepatu cukup banyak, maka pemerintah harus lebih perhatian terhadap sektor
UKM khususnya Industri kerajinan sepatu yaitu dengan melakukan pembinaan
secara intensif terhadap para pengusaha kerajinan sepatu, baik dari segi
permodalan maupun peningkatan skill para pengusaha kerajinan sepatu itu sendiri.
Perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, perlu meningkatkan
efisiensi dan meningkat kualitas produk yang menarik minat konsumen. Selain
itu, karena melihat kontribusi pengeluaran bahan baku yang sangat besar dalam
usaha kerajinan sepatu, maka ntuk efisiensi biaya bahan baku, perlu dibentuknya
koperasi atau paguyuban yang bisa menyediakan bahan baku dengan harga yang
lebih murah. Sehingga keuntungan yang diperoleh pengrajin sepatu dapat lebih
besar. Dan terakhir untuk mempermudah memperoleh mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah dan perbankan, pengusaha kerajinan sepatu perlu membuat
pembukuan terhadap transaksi bisnisnya dan mengurus surat-surat yang berkaitan
dengan perizinan usaha.
ANALISIS KINERJA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA
KERAJINAN SEPATU DI KABUPATEN BOGOR (Studi Kasus pada CV. Anugerah Jaya, Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas)
Oleh
AGUNG WIBOWO
H14103021
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Agung Wibowo
Nomor Registrasi Pokok : H14103021
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan
Usaha Kerajinan Sepatu di Kabupaten
Bogor (Studi Kasus pada CV. Anugerah Jaya,
Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati M.Si
NIP. 131 653 137
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS.
NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2009
Agung Wibowo
H14103021
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Agung Wibowo lahir pada tanggal 24 April 1986 di
Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan
penulis Alhamdulillah dilalui tanpa hambatan dan tepat pada waktunya. Penulis
menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Mekar Sari I pada tahun 1997,
kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Tambun Bekasi dan lulus pada tahun
2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Tambun Selatan
Bekasi dan lulus pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan
tinggi. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima
sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor (DIE FEM IPB). Selama menjadi
mahasiswa, penulis juga aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan baik
tingkat kampus maupun nasional. Pada tingkat satu, penulis telah aktif sebagai
pengurus DKM Al huriyyah sebagai staff Departemen Informasi dan Komunikasi
(INFOKOM). Kemudian pada awal tingkat kedua, penulis diamanahkan sebagai
ketua lembaga legislatif mahasiswa tingkat fakultas yakni DPM FEM untuk
periode 2004-2005. Selain itu pada tahun yang sama, penulis juga aktif di
Departmen Kewirausahaan HIPOTESA. Kemudian pada tingkat tiga penulis
diamanahkan menjadi ketua Departmen Kajian FORMASI ( Forum Mahasiswa
Studi Islam) FEM. Penulis juga pernah tergabung dalam berbagai kepanitiaan
kegiatan kampus seperti Panitia PEMIRA dalam pemilihan Presma IPB Periode
2005-2006 dan Gema Alunan Syukur (GAS) dalam rangka Dies Natalis FEM
yang ke empat. Pada tingkat kelima, penulis aktif sebagai pengurus Maestro Muda
Indonesia. Disamping itu penulis juga aktif merintis usaha di kampus diantaranya
adalah Electronic Campus yang berlokasi di Gudang Buku Fateta IPB, LSI IPB,
Kopma Asrama Putra/i dan Minuman Teh Upet, Gongtea, serta jasa penyewaan
stand untuk kegiatan pameran kewirausahaan di IPB . Saat ini penulis menjabat
sebagai Direktur Utama PT Semestaguna Food and Beverage.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
atas pertolongan dan kemudahan-Nya serta limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang diberi judul “Analisis Kinerja
dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu Di Kabupaten Bogor
(Studi Kasus CV. Anugerah Jaya Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas)”.
Usaha Kecil dan Menengah merupakan topik yang sangat menarik karena
diharapkan berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan strategi
bertahan ditengah-tengah krisis. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan topik ini, khususnya didaerah Kabupaten Bogor yang menjadi
sentra penghasil sepatu. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih yang tulus penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Wiwiek Rindayati,
M.Si selaku Pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara
teknis maupun teoritis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Dosen penguji utama Dr. Ir. Sri Mulatsih M.Sc dan penguji komisi
pendidikan Ibu Widyastutik SE, M.Si atas semua saran dan masukkannya.
2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS dan
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS yang telah
memberikan bimbingan dalam menjalankan perkuliahan di Program Studi
Ekonomi Studi Pembangunan Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB.
3. Seluruh Staf pegawai dan karyawan Tata Usaha FEM dan Tata Usaha
Departemen Ilmu Ekonomi, Pak Suryadi, pak Cecep, pak Kholik, mas
Dona, mas Anto, mba Ati, mas Dede, mas Rian, kang Anwar, dan yang
lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya,
kebaikannya serta kenyamanan pelayanan yang diberikan.
4. Para pengrajin sepatu Ciomas yang telah membantu penulis memperoleh
data dan ilmu tentang usaha sepatu.
5. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 40, terimakasih atas
persahabatan selama masa kuliah, terutama kepada Aga, Henry, Yusuf,
Dindin, Cenita, Dian Abang, Heni, dan Fajar. Terimakasih atas bantuan dan
dorongan semangat yang diberikan.
6. Seluruh penghuni Al-Fath dan Wisma Galih yang telah memberi inspirasi
selama tinggal bersama, terutama Erik (Presma IPB 2007), Indra Tamrin,
dan Presiden Republik Galih Andri Meiriki.
7. Teman-teman yang telah berkenan untuk hadir pada seminar penulis,
terimakasih atas kehadirannya.
8. Pihak-pihak yang namanya tidak disebutkan disini, namun telah banyak
membantu penulis di dalam proses penelitian dan penulisan.
9. Tresna Aji Firmansyah terimakasih atas nasihat dan motivasi yang sering
diberikan.
10. Teman-teman di BEM dan DPM FEM 2004/2005 terimakasih atas
kerjasama yang pernah terjalin.
11. Tresna Resmi Asih sebagai sahabat yang selalu sabar.
12. Teman-teman di PT. Semesta Guna Food and Beverage, terutama kepada
Elang Gumilang dan kang Gigin Boneka Horta terimakasih atas
kepercayaan yang diberikan. InsyaAllah saya akan menjalankan perusahaan
dengan penuh amanah.
Secara khusus, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orangtua penulis yang telah memberikan kasih sayang dan
pengorbanannya selama ini. Juga keluarga besarku yang tak bisa disebutkan satu
persatu, terimakasih atas dukungan moril maupun materil, curahan kasih sayang,
perhatian dan do’a yang tulus ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
dengan baik.
Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan skripsi ini
kepada pembaca sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan yang
mudah-mudahan bermanfaat dan berguna bagi penelitian berikutnya.
Bogor, Mei 2009
Agung Wibowo
H14103021
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. iii
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 9
1.5. Ruang Lingkup ............................................................................ 9
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 10
2.1. Definisi Usaha Kecil dan Menengah(UKM) ............................... 10
2.2. Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Usaha. .................................... 12
2.2.1. Pendapatan Usaha Industri Kecil ....................................... 13
2.2.2. Analisa Return on Investment (ROI) .................................. 18
2.2.3. R/C ................................................................................... 20
2.3. Analisis Deskriptif. ..................................................................... 20
2.4. Analisis Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT). 20
2.5. Penelitian Terdahulu ................................................................... 21
2.6. Kerangka Pemikiran ................................................................... 23
III. METODE PENELITIAN ................................................................... 24
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 24
3.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 24
3.3. Metode Pengambilan Data. ......................................................... 25
3.4. Metode Analisis .......................................................................... 25
3.4.1. Analisis Deskriptif ............................................................. 25
3.4.2. Analisis Pendapatan Usaha ................................................. 26
3.4.3. Analisis Return on Investment(ROI) ................................... 27
3.4.4. Analisis Rasio R/C ............................................................. 27
3.4.5. Analisis SWOT .................................................................. 28
IV. GAMBARAN UMUM ........................................................................ 31
4.1. Geografi dan Pemerintahan ......................................................... 31
4.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan .................................................. 32
4.3. Keadaan Umum Industri Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor . 32
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 38
5.1. Analisis Deskriptif ....................................................................... 38
5.1.1. Karakteristik Responden .................................................... 38
5.1.2. Karakteristik Pekerja Usaha Kerajinan Sepatu .................... 39
5.1.2.1. Usia Pekerja .......................................................... 39
5.1.2.2. Pendidikan Pekerja ................................................ 40
5.1.2.3. Pengalaman Kerja .................................................. 40
5.1.2.4. Jenis Pekerjaan ...................................................... 41
5.1.3. Karakteristik Usaha ............................................................ 42
5.1.3.1. Biaya Investasi ...................................................... 42
5.1.3.2. Pemasaran Produk ................................................. 42
5.1.3.3. Sumber Pasokan .................................................... 43
5.2. Analisis Kinerja Usaha ................................................................ 43
5.2.1. Pendapatan Usaha .............................................................. 43
5.2.2. Return on Investment .......................................................... 45
5.2.3. Rasio R/C ........................................................................... 46
5.3. Analisis SWOT ............................................................................ 47
5.3.1. Faktor Kekuatan..................................................................... 47
5.3.2. Faktor Kelemahan .................................................................. 48
5.3.3. Faktor Peluang ................................................................... 50
5.3.4. Faktor Ancaman ................................................................. 51
5.4.Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu Berdasarkan
Analisi SWOT .............................................................................. 53
VI. KESIMPULAN ................................................................................... 56
6.1. Kesimpulan ................................................................................ 56
6.2. Saran…………………………………………………………….... 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 59
LAMPIRAN .............................................................................................. 61
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 1999-2006 di Indonesia
( Unit) .................................................................................................... 1
2. Jumlah dan Proporsi Unit Usaha, Tenaga Kerja UKM dan Usaha Besar
Tahun 2005-2006 di Indonesia ............................................................... 2
3. PDB Usaha Kecil dan Menengah Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2003-
2006 Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah) ................................... 4
4. Data Perkembangan Industri Kabupaten Bogor (2005-2007) ................. 6
5. Data Perkembangan Investasi Industri Kabupaten Bogor (2005-2007) ... 7
6. Pengelompokkan Kegiatan Usaha ditinjau dari Jumlah Pekerja ............. 12
7. Jumlah dan Proporsi Industri Kecil dan Menengah (UKM) Sepatu Menurut
Desa di Kecamatan Ciomas Tahun 2002 ................................................ 34
8. Identitas Responden.. ............................................................................ 38
9. Produksi Sepatu CV. Anugerah Jaya ..................................................... 39
10.Frekuensi Pekerja Berdasarkan Usia ...................................................... 39
11.Frekuensi Pekerja Berdasarkan Pendidikan ............................................ 40
12.Frekuensi Pengalaman Kerja Pekerja ..................................................... 40
13 Jenis Pekerjaan ...................................................................................... 41
14.Biaya Investasi Awal CV. Anugerah Jaya .............................................. 42
15.Kinerja Usaha Berdasarkan Pendapatan ................................................. 44
16 Kinerja Usaha Berdasarkan ROI ............................................................ 45
17.Kinerja Usaha Berdasarkan Rasio R/C................................................... 46
18. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kerajinan Sepatu ............................... 50
19. Peluang dan Ancaman Usaha Kerajinan Sepatu .................................... 53
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 23
2. Diagram Analisis SWOT ....................................................................... 29
3. Mekanisme Sub-kontrak Komersial UKM Sepatu ................................. 37
4. Matriks Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu Berdasarkan
SWOT ................................................................................................... 54
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuisioner Penelitian ............................................................................ 61
2. Asset yang Berputar ............................................................................ 66
3. Data Produksi CV. Anugerah Jaya Tahun 2008 ................................... 67
4. Rincian Biaya Tetap Produksi per Kodi ............................................... 68
5. Data Perhitungan Kinerja Tahun 2008 ................................................. 69
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia telah memaparkan pada
publik bahwa upaya pembangunan ekonomi yang hanya ditumpukan kepada
sektor usaha besar dan konglomerasi ternyata tidak melahirkan suatu pondasi
yang kokoh bagi perekonomian. Sebaliknya sektor Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) yang sebelumnya dipandang sebelah mata, ternyata telah menunjukkan
dirinya sebagai sektor usaha yang dapat bertahan bahkan dapat memulihkan
perekonomian nasional. Hal ini dapat dibuktikan dengan kontribusi yang
diberikan oleh sektor UKM dimana pasca krisis tahun 1997 jumlah UKM tetap
memiliki proporsi yang terbesar terhadap lapangan usaha di Indonesia setiap
tahunnya.
Tabel 1. Jumlah Usaha Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 1999-2006 di
Indonesia (Unit)
Tahun Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar
1999 37.859.509
(99,85) 52.214 (0,13)
1.885 (0,00)
2000
39.705.204
(99,78)
78.832
(0,19)
5.675
(0,01)
2001 39.883.111
(99,78) 80.969 (0,20)
5.915 (0,02)
2002
41.859.444
(99,78)
85.050
(0,20)
6.132
(0,02)
2003 43.372.885
(99,78) 87.357 (0,20)
6.514 (0,02)
2004
44.684.351
(99,78)
93.036
(0,20)
6.686
(0,02)
2005 47.006.889
(99,78) 95.855 (0,20)
6.811 (0,02)
2006
48.822.925
(99,77)
106.711
(0,21)
7.204
(0,02)
Sumber : Departemen Koperasi, 2007
Keterangan : dalam kurung ( ) menyatakan persentase (%)
Berdasarkan Tabel 1. sektor ekonomi UKM di Indonesia secara kuantitas
memiliki proporsi unit terbesar terhadap lapangan usaha. Pada tahun 1999 UKM
memiliki proporsi 99,85 persen terhadap lapangan usaha dan pada tahun 2005
proporsi UKM terhadap lapangan usaha di Indonesia tetap signifikan yakni
sebesar 99,78 persen sedangkan pada data terakhir yakni pada tahun 2006
proporsi UKM terhadap lapangan usaha di Indonesia sebesar 99,77 persen.
Tabel 2. Jumlah dan Proporsi Unit Usaha, Tenaga Kerja UKM dan Usaha
Besar Tahun 2005-2006 di Indonesia
Uraian
Tahun 2005 Tahun 2006
Jumlah Unit
Usaha (Unit)
Tenaga Kerja
(Orang)
Jumlah Unit
Usaha (Unit)
Tenaga Kerja
(orang)
UKM
47.102.744
(99,9)
83.233.793
(96,28)
48.929.636
(99,9)
85.416.493
(96,18)
Usaha
Besar
6.811
(0,1)
3.212.033
(3,72)
7.204
(0,1)
3.388.462
(3,82)
Jumlah
47.109.555
(100)
86.445.826
(100)
48.936.840
(100)
88.804.955
(100) Sumber : BPS, 2007 (diolah)
Keterangan : dalam kurung ( ) menyatakan persentase (%)
Pada Tabel 2. dapat dilihat adanya peningkatan jumlah unit usaha sektor
UKM yang jauh lebih besar dari pada sektor usaha besar. Pada tahun 2005 jumlah
unit usaha sektor UKM sebesar 47,1 juta unit usaha sedangkan pada tahun 2006
jumlah unit usaha UKM meningkat menjadi 48,9 juta unit. Hal ini jauh berbeda
dibandingkan dengan sektor usaha besar yang hanya berjumlah 6,8 ribu unit usaha
pada tahun 2005 dan hanya berjumlah 7,2 ribu pada tahun 2006.
Kondisi ini dikarenakan: (1) sebagian besar UKM memproduksi barang
konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang
rendah, (2) sebagian besar UKM menggunakan modal sendiri dan tidak
mendapatkan modal dari bank sehingga implikasinya pada masa krisis,
keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga tidak berpengaruh
terhadap UKM, dan (3) dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan
menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerjanya sehingga para
penganggur tersebut memasuki sektor informal yang pada umumnya berskala
kecil dengan melakukan kegiatan usaha yang berskala kecil, akibatnya jumlah
UKM meningkat (Partomo dan Soejdono, 2004). Dengan bertambahnya jumlah
unit UKM tiap tahunnya, maka hal ini membuka kesempatan kerja yang lebih
besar, sehingga sektor ini pun memungkinkan untuk menjadi salah satu alternatif
bagi pengurangan angka pengangguran di Indonesia.
Selain itu, Tabel 2. juga menyajikan informasi penyerapan tenaga kerja
sektor UKM dan usaha besar. Pada tahun 2005 UKM menyerap tenaga kerja
sebanyak 83,2 juta jiwa. Hal tersebut menunjukan bahwa sebanyak 96,28 persen
tenaga kerja diserap oleh UKM. Sedangkan pada tahun 2006, sektor UKM
menyerap jumlah tenaga kerja sebanyak 85,4 juta jiwa atau 96,18 persen terhadap
seluruh tenaga kerja di Indonesia. Posisi tersebut menunjukan bahwa UKM
berpotensi menjadi wadah pemberdayaan masyarakat dan penggerak dinamika
perekonomian.
Hal terakhir yang menunjukkan sektor UKM sebagai sektor yang dapat
bertahan di masa krisis bahkan dapat memulihkan perekonomian nasional dapat
dilihat dari kontribusi UKM terhadap PDB. Pada Tabel 3. terlihat peningkatan
PDB sektor UKM tiap tahunnya. Pada akhir tahun 2006 total PDB yang
disumbangkan UKM meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yakni sebesar
1.778.745,7 milyar atau sebesar 54,2 persen dari total PDB tahun 2006 yang
mencapai Rp.3.338,2 triliun. Berdasarkan lapangan usaha PDB terbesar setiap
tahunnya disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan pada
tahun 2006 menyumbang sebesar 478.535,1 milyar rupiah. Kemudian kedua
terbesar disumbang oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
sebesar 412.044,9 milyar rupiah. Secara keseluruhan meningkatnya PDB ini tidak
hanya disumbangkan oleh sektor UKM, tetapi juga disebabkan oleh peningkatan
kontribusi dari sektor lainnya.
Tabel 3. Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Kecil Menengah Menurut
Sektor Ekonomi Tahun 2003-2006 (Milyar Rupiah)
Sektor 2003 2004 2005 2006
1. Pertanian,
Peternakan,
Kehutanan dan
Perikanan
293.533,1 313.723,4 348.974,7 412.044,9
(25,66) (24,71) (22,98) (23,16)
2. Pertambangan
dan Penggalian
21.205,0 24.064,7 30.917,2 40.418,5
(1,85) (1,89) (2,03) (2,27)
3. Industri
Pengolahan
150.253,9 164.523,4 186.896,9 222.129,0
( 13,13) (12,95) (12,31) (12,48)
4. Listrik, Gas dan
Air Bersih
1.707,8 1.890,6 2.173,7 2.459,1
(0,14) (0,14) (0,14) (0,13)
5. Bangunan
83. 211,3
(7,27)
99.445,3
(7,83)
129.368,7
(8,52)
164.369,5
(9,24)
6. Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
322.223,7 354.247,6 441.365,1 478.535,1
( 28,16%) (27,90) (29,07) (26,90)
7. Pengangkutan
dan Komunikasi
67.724,8 76.096,4 95.485,0 123.122,9
(5,92) (5,99) (6,28) (6,92)
8. Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
111.242,3 124.868,3 147.459,5 172.620,2
(9,72) (9,83) (9,71) (9,70)
9. Jasa-jasa
92.825,9
(8,11)
110.620,9
(8,71)
135.420,9
(8,92)
163.046,5
(9,16)
PDB
1.143.927,8
(100)
1.269.480,6
(100)
1.518.061,7
(100)
1.778.745,7
(100)
PDB TANPA MIGAS 1.142.229,3 1.269.572,3 1.488.095,2 1.775.614,7 Sumber : Departemen Koperasi, 2007
Besarnya peran sektor UKM sebagai elemen strategis dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat kecil menuntut berbagai kalangan
termasuk pemerintah daerah untuk ikut berperan serta dalam memajukan UKM.
Terutama dalam era otonomi daerah, masing-masing daerah berusaha untuk
mengembangkan potensi daerahnya dan salah satunya adalah dengan
mengembangkan sektor industri.
Dalam konstelasi inilah, perhatian untuk menumbuhkembangkan kinerja
ekonomi usaha industri kecil perlu ditingkatkan. Karena perkembangan pada
industri kecil dan rumah tangga menyerap banyak tenaga kerja, umumnya
menjadikan usaha industri kecil lebih intensif menggunakan sumber daya lokal,
sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga
kerja, pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan
dan pembangunan ekonomi di daerahnya. Dari sisi kebijakan pemerintah, industri
kecil perlu mendapat perhatian karena tidak hanya memberikan penghasilan bagi
sebagian angkatan kerja namun juga merupakan ujung tombak dalam upaya
pengentasan kemiskinan, memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga juga
berfungsi sebagai strategi mempertahankan hidup (survival strategy) di tengah
krisis ekonomi.
1.2. Perumusan Masalah
Kontribusi yang diberikan oleh UKM terhadap negara adalah turut
memulihkan ekonomi nasional diantaranya karena jumlah usahanya yang
tersebar disetiap daerah dan jumlahnya terbesar dari seluruh unit usaha di
Indonesia. Jumlah UKM yang cukup banyak dan berkembang pesat salah
satunya terdapat di Kabupaten Bogor. Hal ini terlihat dari jumlah produsen yang
selalu meningkat setiap tahunnya dan salah satu industri yang paling
berkembang adalah industri kulit yang salah satu produknya berupa sepatu.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang cukup banyak memiliki
industri kecil. Jumlah industri kecil di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 adalah
sebanyak 867 (Disperindag, 2008). Jenis industri barang yang terbuat dari kulit
memiliki jumlah sebanyak 145 usaha dan merupakan jumlah terbesar ketiga
setelah sektor tekstil dan industri logam (Disperindag, 2008). Data mengenai
perkembangan industri dan jumlah industri tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Perkembangan Industri Kecil Kabupaten Bogor (2005-2007)
Jenis Industri Kecil Jumlah Unit Usaha
2005 2006 2007
1. Industri Logam 141 149 156
2. Industri Mesin 61 65 68
3. Industri Alat Angkut 23 26 33
4. Industri Elektronika 4 5 6
5. Ind. Tekstil & P. T 333 339 347
6. Industri Aneka 5 7 9
7. Industri Barang Dari Kulit 137 137 145
8. Ind. Kimia & Barang Kimia 44 50 56
9. Ind. Plastik & Barang Plastik 18 18 47
Total 766 796 867 Sumber : Disperindag Kabupaten Bogor, 2008
Berdasarkan Tabel 3. nilai investasi yang dihasilkan pada industri yang
terbuat dari kulit pada tahun 2007 mencapai Rp. 5,8 milyar yang merupakan
terbesar kedua setelah industri tekstil dan produk tekstil yang mencapai
Rp. 13,9 milyar. Nilai investasi yang dihasilkan tersebut mengindikasikan bahwa
usaha ini cukup menjanjikan sehingga jika dikembangkan memiliki prospek yang
cukup baik. Data mengenai perkembangan dan jumlah investasi tersebut dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data Perkembangan Investasi Industri Kecil Kabupaten Bogor
(2005-2007)
Jenis Industri Kecil Nilai Investasi (Rp)
2005 2006 2007
1. Industri Logam 3.977.580.000 4.330.957.000 4.828.330.000
2. Industri Mesin 2.972.660.000 3.360.460.000 3.676.660.000
3. Industri Alat Angkut 1.338.940.000 1.439.615.000 1.863.046.000
4. Industri Elektronika 268.340.000 317.760.000 367.260.000
5. Ind. Tekstil & P. T 13.158.900.000 13.442.588.000 13.954.597.000
6. Industri Aneka 230.650.000 781.137.500 850.437.500
7. Industri Barang Dari
Kulit 5.464.710.000 5.464.710.000 5.808.483.000
8. Ind. Kimia & Barang Kimia 1.076.897.533 1.265.295.180 1.611.919.180
9. Ind. Plastik & Barang
Plastik 1.076.897.533 1.265.295.180 917.309.390
Sumber : Disperindag Kabupaten Bogor, 2008
Sepatu merupakan salah satu barang yang terbuat dari kulit. Pengrajin
sepatu di Kabupaten Bogor tersebar di lima kecamatan, diantaranya Taman Sari,
Ciomas, Dramaga, Ciawi dan Parung. Tercatat Usaha Kecil Menengah (UKM)
jenis ini mencapai 5076 unit yang mempekerjakan 23.293 orang dengan nilai
investasi mencapai Rp. 27,87 miliar (Radar Bogor, 2008).
Walaupun prospek usaha sepatu cukup baik, namun pada kenyataannya
masih banyak pengrajin sepatu yang harus berhenti berproduksi karena belum
memperhitungkan keuntungan dan biaya secara jelas dari awal menjalankan
usaha, tak terkecuali pada pengrajin sepatu di Kabupaten Bogor. Jumlah pengrajin
sepatu yang masih bertahan dalam jangka panjang hanya sebagian kecil saja.
Bahkan produsen tersebut hanya akan berproduksi pada saat permintaan pasar
tinggi misalnya pada saat menjelang hari-hari besar, seperti lebaran, natal, tahun
baru, serta tahun ajaran baru sekolah. Disamping itu, tidak adanya organisasi
asosiasi (paguyuban) pengrajin sepatu menyebabkan pengrajin sepatu tidak
memiliki daya tawar dalam menentukan harga, baik bahan baku maupun harga
jual outputnya. Dalam hal bahan baku, pengrajin tidak mempunyai sumber
informasi yang akurat mengenai perkembangan harga bahan baku yang berlaku di
pasaran sehingga toko bahan baku dapat berlaku sewenang-wenang dalam
menentukan harga jual bahan baku tersebut. Sedangkan dalam hal output,
pengrajin tidak dapat menentukan harga jual yang layak karena pada umumnya
harga telah dipatok oleh grosir sepatu.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana karakteristik usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor ?
2. Bagaimana kinerja usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor?
3. Apa yang menjadi permasalahan pada usaha kerajinan sepatu di
Kabupaten Bogor dan bagaimana strategi pengembangannya?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari
penelitian ini, yaitu:
1. Menganalisis karakteristik usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis kinerja usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis strategi pengembangan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten
Bogor.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Memberikan informasi tentang usaha kerajinan sepatu sehingga dapat
bermanfaat sebagai bahan rujukan bagi pengambilan kebijakan
pengembangan usaha di sektor usaha kecil, khususnya usaha kerajinan
sepatu di Kabupaten Bogor.
2. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan wawasan dan
pengetahuan bagi penulis dalam bidang keilmuwan yang dipelajari.
3. Penelitian ini juga diharapkan menjadi tambahan informasi untuk
penelitian-penelitian lanjutan.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Fokus penelitian ini adalah menganalisis kinerja usaha dan strategi
pengembangan kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor dengan mengambil
studi kasus pada CV. Anugerah Jaya yang berlokasi di Desa Suka
Makmur, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.
2. Karakteristik usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor dalam penelitian
ini diuraikan dengan metode deskriptif.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Menurut Undang-undang (UU) No. 9 tahun 1995, Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha atau yang memliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 milyar dan
milik warga negara Indonesia. Usaha kecil menengah (UKM) terbagi ke dalam
dua kriteria:
1. Sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 5 milyar, dan
2. Sektor non industri memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 600 juta
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp. 3 milyar
Menurut Inpres No. 10 tahun 1999, usaha menengah adalah usaha yang
memiliki kriteria–kriteria berikut: memiliki kekayaan bersih lebih besar dari 200
juta sampai dengan paling banyak 10 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha, milik warga Negara Indonesia. Berdiri sendiri dan bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. Berbentuk
usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum dan badan
usaha yang berbadan hukum.
Definisi UKM sangat berlainan antara satu Negara dengan Negara lainnya,
namun dalam definisi tersebut setidaknya mencakup aspek penyerapan tenaga
kerja dan aspek pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang
diserap dalam kelompok perusahaan tersebut (range of the member of employes),
misalnya usaha kecil di United Kingdom adalah suatu usaha bila jumlah
karyawannya antara 1-200 orang; di Jepang antara 1-300 orang; di USA antara 1-
500 orang.
Departemen Perindustrian RI (1991) mendefinisikan industri kecil dan
kerajinan adalah kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan
jumlah nilai aset kurang dari Rp. 600 juta diluar nilai tanah dan bangunan yang
digunakannya. Sedangkan Bank Indonesia menentukan batas tertinggi dari
Investasi, diluar tanah dan bangunan, sebesar Rp. 600 juta bagi Industri kecil.
Mengacu pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil
dilihat dari segi keuntungan dan modal yang dimilikinya adalah:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha), atau
2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1 miliar/tahun
Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1997) kriteria
industri kecil adalah industri dengan nilai investasi parusahaan seluruhnya sampai
200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan pemiliknya
adalah warga Negara Indonesia. Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan 1999, nilai investasi perusahaan industri yang seluruhnya sampai
dengan satu miliar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
kewenangan pembinaannya berada pada direktorat Jenderal Industeri kecil dan
Dagang Kecil (Depperindag, 2000)
Industri kecil Indonesia menurut klasifikasi Badan Pusat Statistik (BPS)
dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Industri yang berskala besar dengan jumlah pekerja paling sedikit 50 orang.
2. Industri yang berskala sedang dengan jumlah pekerja 20 sampai 49 orang.
3. Industri yang berskala kecil dengan jumlah pekerja 5 sampai 19 orang.
Tabel 6. Pengelompokkan Kegiatan Usaha Ditinjau dari Jumlah Pekerja
Usaha Kecil Kecil I-kecil
Kecil II-kecil
1-9 orang
10-19 orang
Usaha Menengah Besar-kecil
Kecil-menengah
Menengah-menengah
Besar-menengah
100-199 orang
201-499 orang
500-999 orang
1000-1999 orang
Usaha Besar …………………………. >2000 pekerja Sumber : Partomo dan Soedjono, 2002
2.2. Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Usaha
Pengukuran kinerja usaha menurut Legowo (1996) dapat diukur dengan
analisis pendapatan usaha, Indicator Return on Investment (ROI), dan rasio R/C.
Perusahaan yang memiliki kinerja usaha yang baik akan mampu meningkatkan
volume penjualan yang ditandai dengan semakin rendahnya biaya yang dicapai
industri dalam proses produksi, dengan demikian keuntungan yang diperoleh
industri semakin besar.
Kinerja menurut Legowo (1996) memiliki elemen, yaitu:
1. Efisiensi dalam produksi yaitu kemampuan berproduksi dengan efisien.
2. Efisiensi dalam penyaluran yaitu kemampuan mendistribusikan hasil produksi
dengan biaya rendah.
3. Dapat mengalokasikan sumber daya sehingga harga yang dikenakan kepada
konsumen rendah sesuai dengan biaya produksi termasuk keuntungan yang
normal bagi produsen.
4. Kinerja berupa mutu, harga, dan jumlah (variasi produksi) yang sesuai dan
bisa memuaskan konsumen.
Hasibuan (1993) memberikan pengertian efisiensi usaha adalah
menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah
input tertentu, baik secara kuantitas fisik maupun nilai ekonomis. Atau secara
singkat tidak ada sumber daya yang tidak digunakan dan terbuang, serta berusaha
menggunakan input seminimum mungkin. Efisiensi dikategorikan menjadi dua
golongan. Pertama, efisiensi internal dapat diperoleh melalui pengelolaan yang
baik dalam perusahaan. Para pengusaha melakukan berbagai macam cara untuk
memacu para pekerja, menekan biaya produksi dan mengawasi segala kegiatan
produksi. Kedua, alokasi efisien yang menentukan kondisi ekulibrium,
menunjukkan hubungan antara biaya dan output, artinya sumber daya yang
dialokasikan sedemikian rupa sehingga baik jumlah dan jenis barang yang
diproduksi tepat dan selaras dengan keinginan konsumen.
2.2.1. Pendapatan Usaha Industri Kecil
Menurut Tjakrawiralaksana (1987) pendapatan suatu usaha dapat
didefinisikan dengan pendekatan menurut ilmu ekonomi yaitu nilai maksimum
yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan
keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula, definisi tersebut
menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu
periode. Dengan kata lain, pendapatan merupakan jumlah harta kekayaan awal
periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan
hanya dikonsumsi. Secara garis besar pendapatan diartikan sebagai jumlah harta
kekayaan awal periode ditambah perubahan nilai yang bukan diakibatkan
perubahan modal dan hutang.
Pendapatan merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dengan
biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa
atas tenaga kerja, modal keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan
anggota keluarga. Analisis kinerja usaha industri umumnya digunakan untuk
mengevaluasi kegiatan usaha dalam satu tahun (Tjakrawiralaksana, 1987).
Soekartawi, et al. (1986), mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan
dengan pendapatan dan keuntungan, yaitu:
1. Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk
2. Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang
dan jasa bagi industri.
3. Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran
tunai.
4. Penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik
yang dijual maupun yang tidak dijual.
5. Pengeluaran total usaha, yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai atau
dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.
6. Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan
pengeluaran total usaha.
Menurut Sucipto (2003), pendapatan merupakan tujuan utama dari setiap
kegiatan usaha baik usaha dagang, industri dan jasa sehingga mereka bersaing
untuk meningkatkan pendapatan karena dengan meningkatnya pendapatan maka
laba (keuntungan) yang diperoleh juga akan meningkat. Pendapatan disebabkan
oleh kegiatan industri dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk
mempertahankan diri dan pertumbuhan ekonomi. Pendapatan diperoleh dari hasil
penjualan barang atau jasa yang berhubungan dengan kegiatan utama industri.
Tujuan dari analisa kinerja yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari
suatu kegiatan, dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan
atau tindakan yang akan dilakukan.
Penerimaan usaha adalah nilai produk total usaha dalam jangka waktu
tertentu baik dijual maupun dikonsumsi sendiri (Soekartawi, et al., 1986).
Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk dengan tingkat harga
yang sedang berlaku. Produk yag diperhitungkan bukan hanya produk yang dijual
tetapi juga produk yang dikonsumsi sendiri dengan mengendalikannya terhadap
harga yang berlaku dipasar. Penerimaan usaha tidak mencakup pinjaman untuk
keperluan usaha. Bila produk yang dihasilkan lebih dari satu komoditi, maka:
TR = P x Q .................................................................................................... (2.1)
dimana:
TR = Penerimaan Total
P = Harga
Q = Jumlah produk dijual maupun dipakai sendiri
Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang
semula fisik, kemudian diberi nilai rupiah. Biaya adalah pengorbanan yang diduga
sebelumnya dan dapat dihitung secara kuantitatif, secara ekonomis tidak dapat
dihindarkan dan berhubungan dengan proses produksi tertentu. Biaya usaha dapat
dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan perilakunya terhadap volume
produksi, yaitu biaya yang berperilaku tetap dan berperilaku variabel.
Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan
jumlah barang yang diproduksi, pengusaha harus tetap membiayainya berapapun
jumlah komoditi yang dihasilkan usahanya. Biaya yang tetap adalah lahan, mesin,
pajak, gaji pekerja dan pemeliharaan peralatan serta pajak. Tiap tambahan
investasi hanya dapat dibenarkan apabila pengusaha mampu membelinya dan
dalam jangka panjang dapat memberikan arus keuntungan. Keuntungan ini terjadi
karena berkurangnya biaya tidak tetap (variabel cost) atau meningkatnya produksi
pada saat waktu yang bersamaan, atau berkurangnya biaya tetap untuk setiap
satuan komoditi yang dihasilkan.
Biaya tidak tetap (variabel cost) adalah biaya yang berubah apabila skala
usaha berubah. Biaya ini ada apabila ada komoditas yang diproduksi. Biaya yang
tidak tetap adalah biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain yang mendukung
produksi seperti listrik dan biaya air. Penentuan apakah suatu biaya tergolong
biaya tetap atau variabel tergantung sebagian kepada sifat dan waktu pengambilan
keputusan itu dipertimbangkan dalam jangka panjang. Sebagian besar biaya
adalah biaya variabel.
Garrison dalam Ivana (2004) mengungkapkan bahwa biaya berkaitan
dengan semua tipe organisasi non bisnis, manufaktur, eceran dan jasa. Sebagian
besar perusahaan manufaktur membagi biaya ke dalam dua kategori yaitu biaya
produksi dan biaya non produksi.
a. Biaya Produksi
Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam
tiga kategori antara lain:
1. Bahan Langsung
Bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi disebut bahan
mentah (raw material). Bahan langsung adalah bahan yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari produk jadi dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke
produk tersebut.
2. Tenaga Kerja Langsung
Istilah tenaga kerja langsung digunakan untuk biaya tenaga kerja yang
dapat ditelusuri dengan mudah ke produk. Jadi, tenaga kerja langsung biasanya
disebut juga touch labor karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan
atas produk pada saat produksi
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead merupakan elemen ketiga biaya manufaktur termasuk
seluruh biaya manufaktur yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga
kerja langsung. Biaya overhead pabrik meliputi bahan tidak langsung, tenaga
kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik,
penerangan, pajak properti, penyusutan, dan asuransi fasilitas-fasilitas produksi.
b. Biaya Non Produksi
Pada umumnya biaya non produksi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Biaya Penjualan dan Pemasaran
Biaya penjualan dan pemasaran adalah biaya yang diperlukan untuk
memenuhi pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk
disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut meliputi pengiklanan,
pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, biaya gudang
produk jadi.
2. Biaya Administrasi
Biaya administrasi terkait dengan biaya-biaya manajemen umum
organisasi seperti kompensasi eksekutif, akuntansi umum, sekretariat, public
relation, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi
secara keseluruhan.
2.2.2. Analisa Return on Investment (ROI)
Menurut Kasmir (2006) analisa Return on Iinvestment (ROI) dalam analisa
keuangan merupakan salah satu teknik analisa yang bersifat menyeluruh. Analisa
ROI sudah merupakan teknik analisa lazim yang digunakan oleh perusahaan
untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. ROI sendiri
adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan
perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang
digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan
demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi suatu
industri dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan tersebut. Nilai ROI akan ditentukan oleh dua faktor yaitu marjin laba
bersih (net profit margin) dan tingkat perputaran aktiva total (total asset
turnover). Perubahan dari marjin laba bersih dan tingkat perputaran aktiva, baik
masing-masing atau kedua-duanya akan menentukan nilai ROI.
Menurut Kasmir (2006), analisis ROI memiliki beberapa kelebihan antara
lain:
1. Sebagai salah satu kelebihannya yang prinsipil yaitu sifatnya yang
menyeluruh. Perusahaan yang sudah menjalankan praktek akuntansi yang
baik, maka dengan menggunakan analisis ROI, manajemen dapat mengukur
efisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi
bagian penjualan.
2. Bila perusahaan memiliki data rasio, maka dengan analisis ROI dapat
diperbandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaannya dengan
perusahaan yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan berada
dibawah, sama atau sama-sama diatas rata-rataperusahaan yang sejenis.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menghitung ROI adalah:
1. Menghitung net profit margin (marjin laba bersih) Perusahaan.
Marjin laba bersih merupakan rasio antara laba bersih yang diperoleh
perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai dalam periode yang sama.
Marjin laba bersih merupakan hasil pembagian antara laba bersih dengan
tingkat penjualan industri. Rasio ini menggambarkan laba bersih yang
diperoleh industri untuk setiap rupiah penjualan.
2. Menghitung total asset turnover (tingkat perputaran aktiva total) Industri
Tingkat perputaran aktiva total merupakan rasio antara jumlah aktiva yang
digunakan dalam operasi terhadap penjualan yang dicapai industri dalam
periode yang sama. Tingkat perputaran aktiva total merupakan hasil
pembagian antara penjualan dengan total aktiva industri. Rasio ini mengukur
seberapa sering aktiva dipergunakan dalam kegiatan industri.
3. Menghitung ROI
Imbalan terhadap investasi digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian
yang akan diperoleh atas penghasilan yang didapat dari total aktiva. Dalam
penghitungan ROI diperhitungkan imbalan tenaga kerja pada suatu industri
kecil yaitu imbalan tenaga kerja keluarga dan bukan keluarga.
2.2.3. R/C
Analisis Revenue-Cost ratio dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
nilai rupiah biaya yang digunakan dalam usaha dapat memberikan sejumlah nilai
penerimaan sebagai manfaatnya (Djamin, 1984).
2.3. Analisis Deskriptif
Menurut Wahyuni dan Muljono (2007) analisis deskriptif bertujuan
menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau
kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala
atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lainnya.
Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesa-hipotesa atau mungkin belum,
tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang
bersangkutan.
2.4. Analisis Strength, Weakness, Oppurtunity, and Threat (SWOT)
Menurut Rangkuti (2006) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan
peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu
berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan.
Dengan demikian perencana strategi (strategi planner) harus menganalisis faktor-
faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam
kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang
paling populer dengan analisis situasi adalah analisis SWOT.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang industri kerajinan sepatu wanita yang dilakukan Faizal
(2007) mengkaji tentang tingkat kelayakan usaha sepatu di Kabupaten Bogor.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil uji kelayakan pada tingkat diskonto
12 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 75.767.151,6 IRR sebesar 23 persen,
nilai Net B/C yang dihasilkan sebesar 1,56, PBP UKM sepatu Raffy Shoes adalah
3,42 tahun, ROI diperoleh sebesar 22 persen. Nilai BEP yang diperoleh sebesar
Rp. 137.696.000,- dan BEP produksinya sebanyak 306 kodi. Berdasarkan hasil
switching value usaha kerajinan sepatu Raffy Shoes tetap akan mencapai
keuntungan apabila peningkatan harga bahan baku yang terjadi tidak lebih dari 5,6
persen, peningkatan upah tenaga kerja tidak lebih dari 10 persen, dan penurunan
harga jual tidak lebih dari 10 persen.
Penelitian tentang analisis tingkat keuntungan dan penyerapan tenaga kerja
pada industri kecil sandal di Kabupaten Bogor yang dilakukan oleh Laswati
(2009) menyimpulkan tingkat keuntungan industri kecil tersebut hamper
mendekati nol (titik impas) sehingga industri dalam keadaan kritis. Berdasarkan
hasil analisis SWOT, hal yang menjadi faktor kekuatan industri kecil sandal itu
adalah potensi pekerja yang cukup baik karena keterampilan dan pengalaman,
ketepatan waktu dalam menyelesaikan pesanan, hubungan baik dengan grosir atau
pedagang dan kualitas yang cukup baik. Faktor kelemahan industri kecil sandal
adalah kapasitas produksi yang terbatas, faktor pekerja yang tidak selalu bersedia
bekerja secara optimal, saluran pemasaran yang tergantung pada agen (grosir) dan
modal yang kecil. Faktor peluang yang dapat membuat industri kecil sandal
berkembang adalah pasar yang selalu tersedia, lokasi strategi yang strategis karena
berada di dekat pasar bogor yang merupakan pusat grosir sandal dan sepatu, dan
adanya perdagangan bebas antar Negara. Sedangkan faktor ancaman industri kecil
sandal adalah krisis global yang membuat daya beli menurun, kebijakan
pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar, sehingga membuat harga bahan
baku naik, dan peraturan pemerintah yang kurang mendukung industri kecil
sandal.
Penelitian tentang industri emping melinjo yang dilakukan Chodijah
(1997). Penelitian ini mengkaji tentang keragaan ekonomi, kesempatan kerja dan
distribusi pendapatan pada industri kecil emping melinjo di Kabupaten Cirebon.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari keragaan ekonomi industri kecil
emping melinjo aspek pengadaan bahan baku, permodalan, dan penawaran masih
merupakan kendala utama. Tingkat pengembalian (R/C) industri pada saat bahan
baku melimpah sebesar 1,20 dan pada saat bahan baku jarang tingkat
pengembalian pendapatannya sebesar 1,30 dan 1,08.
Dalam hal kesempatan kerja industri ini mampu menyerap tenaga kerja
dari dalam keluarga per unit satu orang. Jika dilihat dari curahan waktu tenaga
kerjanya maka kecenderungan industri ini telah menggunakan jam kerja normal
menurut kriteria BPS. Tingkat pendapatan masing-masing pemilik faktor produksi
terbesar diperoleh pemilik bahan baku biji melinjo, yaitu petani melinjo.
Sedangkan distribusi pendapatan diantara pengusaha dan pemilik modal dan pihak
pekerja belum tercapai pembagian yang merata.
2.6. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
----------- : Hal yang di analisis
:Alur kerangka konsep penelitian
Krisis Ekonomi
Industri besar dan sedang
mengalami stagnasi
Pengangguran
meningkat
Potensi industri kerajinan Sepatu:
Menciptakan lapangan kerja baru
Penggunaan teknologi sederhana
Menggunakan sumberdaya lokal
Tenaga kerja non pendidikan
Pentingnya analisis kinerja usaha kerajinan sepatu :
Karakteristik
Pendapatan
ROI
Rasio R/C
SWOT
Strategi pengembangan usaha
kerajinan sepatu
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat usaha kerajinan sepatu yang menjadi objek penelitian adalah CV.
Anugerah Jaya yang berlokasi di Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan objek penelitian dilakukan
secara sengaja dengan pertimbangan bahwa usaha kerajinan sepatu tersebut
memiliki usaha representatif atau mewakili usaha sejenis yang pada umumnya ada
di Kabupaten Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 hingga Februari 2009
meliputi kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, hingga penulisan laporan
dalam skripsi.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer berkaitan dengan data yang dikumpulkan untuk memenuhi
kebutuhan penelitian dan diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan
pemilik usaha objek penelitian. Data sekunder merupakan data pelengkap yang
diperoleh dari pengumpulan data-data dari literatur atau bahan bacaan dan dari
instansi-instansi pemerintahan, seperti Badan Pusat Statistika, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, dan sebagainya.
3.3. Metode Pengambilan Data
Metode penelitian adalah metode wawancara, yaitu studi kasus pada CV.
Anugerah Jaya di Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.
Responden dalam penelitian ini adalah pengusaha atau pemilik usaha kerajinan
sepatu tersebut yang diteliti untuk melihat kinerja usaha dari sisi pendapatan
usaha, ROI, dan rasio R/C serta strategi pengembangan yang dilakukannya.
3.4. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif, analisis pendapatan usaha, analisis Return on Investment (ROI), dan
rasio R/C, serta analisis SWOT untuk menjelaskan faktor internal dan faktor
eksternal yang berpengaruh dalam pengembangan usaha industri kerajinan sepatu.
3.4.1. Analisis Deskriptif
Menurut Wahyuni dan Muljono (2007) analisis deskriptif bertujuan
menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau
kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala
atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lainnya.
Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesa-hipotesa atau mungkin belum,
tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang
bersangkutan.
3.4.2. Analisis Pendapatan Usaha
Penerimaan usaha adalah nilai produk total usaha dalam jangka waktu
tertentu baik dijual maupun dikonsumsi sendiri (Soekartawi, et al., 1986).
Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk dengan tingkat harga
yang sedang berlaku. Digunakan rumus :
TR = P x Q ………………………………………………………………... (3.1)
Dimana :
TR = Penerimaan Total
P = Harga
Q = Jumlah produk dijual maupun dipakai sendiri
Pendapatan yang diukur adalah pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari
penerimaan total dikurangi dengan biaya tunai ditambah dengan biaya yang
benar-benar dikeluarkan baik biaya variabel maupun biaya tetap dan merupakan
ukuran kemampuan usaha untuk menghasilkan uang tunai. Termasuk biaya tunai
adalah tenaga kerja keluarga maupun upahan, biaya bahan baku dan fasilitas atau
peralatan. Sedangkan biaya total adalah biaya tunai ditambah dengan biaya yang
diperhitungkan.
Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dari total
penerimaan dikurangi dengan biaya tunai termasuk biaya-biaya yang
diperhitungkan adalah penggunaan tenaga kerja keluarga, biaya imbangan atas
sewa lahan milik sendiri. Ukuran pendapatan mencakup nilai transakasi barang
dan perubahan nilai inventaris atau kekayaan usaha (Soekartawi, et al,. 1986).
Digunakan rumus:
π = TR – TC .................................................................................................... (3.2)
dimana:
π = Pendapatan atau keuntungan
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
3.4.3. Analisis Return on Investment (ROI)
Pengembalian atas investasi (ROI) adalah perbandingan antara pemasukan
(income) per tahun terhadap dana investasi yang memberikan indikasi probabilitas
suatu investasi. Semakin besar nilai ROI, maka akan semakin disukai industri
tersebut oleh investor. Digunakan rumus :
ROI = NB / TA x100% ..................................................................................... (3.3)
dimana :
ROI = Tingkat pengembalian atas invetasi/total aktiva (%)
NB = Pendapatan bersih setelah pajak (Rp/thn)
TA = Total aktiva / aktiva lancar dan aktiva tetap (Rp/thn)
3.4.4. Analisis Rasio R/C
Analisis R/C adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya.
Revenue Cost Ratio digunakan untuk mengukur efisiensi usaha terhadap
penggunaan setiap input. Analisis imbangan penerimaan dan biaya digunakan
untuk mengetahui realatif kinerja usaha berdasarkan perhitungan finansial.
R / C = TR / TC ................................................................................................ (3.4)
dimana :
TR = Total Penerimaan
TC = Total Pengeluaran
Kriteria:
R/C > 1, usaha menguntungkan
R/C = 1, usaha tidak untung dan tidak rugi
R/C< 1, usaha tidak menguntungkan atau rugi
Apabila R/C bernilai lebih dari satu, berarti penerimaan yang diperoleh
lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk menerima penerimaan
tersebut. Apabila nilai R/C tersebut kurang dari satu maka tiap unit biaya yang
dikeluarkan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.
3.4.5. Analisis SWOT
Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).
Dilakukan untuk menjawab tujuan dan maksud penelitian tentang strategi
pengembangan yang perlu diterapkan untuk meningkatkan kinerja usaha kerajinan
sepatu. Analisis SWOT merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk
menyusun strategi pengembangan usaha berdasarkan kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman yang dimiliki oleh suatu perusahaan.
Menurut Rangkuti (2006) Kekuatan dan kelemahan merupakan faktor
internal, yakni hal-hal yang berasal dari dalam diri sendiri. Sedangkan peluang
dan ancaman merupakan faktor eksternal, yakni faktor luar yang banyak
mempengaruhi kinerja usaha kerajinan sepatu.
Gambar 2. Diagram Analisis SWOT
Penjelasan:
Kuadran 1 : ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan
tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan
dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan
yang agresif.
Kuadran 2 : meskipun menghadapai berbagai ancaman, perusahaan masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
BERBAGAI PELUANG
KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN INTERNAL
BERBAGAI ANCAMAN
1. Mendukung
strategi
agresif
2. Mendukung
strategi
diversifikasi
3. Mendukung
strategi turn-
around
4. Mendukung
strategi
defensif
peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi
(produk/pasar).
Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi
dilain pihak, perusahaan menghadapi beberapa kendala atau
kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan adalah
meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga
dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4 : merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,
perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan
kelemahan internal.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Geografi dan Pemerintahan
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung
dengan Ibu Kota RI dan secara geografis mempunyai luas sekitar 2.301,95 Km2
terletak antara 6.19°-6.47° lintang selatan dan 106°1’-107°103’ bujur timur.
Wilayah ini berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kota Depok
Sebelah Barat : Kabupaten Lebak
Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tanggerang
Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta
Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi
Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur
Berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Kesejahteraan Sosial, pada tahun 2006 Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan,
427 desa/kelurahan, 3.516 RW dan 13.603 RT. Dari jumlah desa tersebut
mayoritas memiliki ketinggian diatas 500 m terhadap permukaan laut, yakni 234
desa, sedangkan diantara 500-700 meter ada 144 desa dan sisanya 49 desa sekitar
lebih dari 500 meter dari permukaan laut. Hampir sebagian besar desa pada
Kabupaten Bogor sudah terklasifikasi sebagai Swakarya yakni 350 desa, lainnya
77 desa merupakan desa Swasembada, dan tidak ada desa Swadaya. Berdasarkan
klasifikasi daerah, yang dilihat dari aspek potensi lapangan usaha, kepadatan
penduduk dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak 96 desa dan desa
pedesaan sebanyak 331 desa.
4.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan
Salah satu aset pembangunan yang paling dominan yang dimiliki banyak
negara berkembang pada umumnya jumlah penduduk dan angkatan kerja yang
demikian besar jumlahnya. Hasil sementara Sensus Daerah Tahun 2006 tercatat
bahwa penduduk Kabupaten Bogor yaitu 4.215.436 jiwa dan jumlah ini
merupakan yang terbesar diantara Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Berdasarkan
jumlah tersebut penduduk laki-lakinya berjumlah 2.163.853 jiwa dan perempuan
2.051.583 jiwa dengan ratio jenis kelamin 105. Sedangkan dari segi struktur
penduduk, Kabupaten Bogor mempunyai struktur penduduk umur muda, hal ini
akan membawa akibat semakin besarnya jumlah angkatan kerja.
Partisipasi Angkatan Kerja merupakan perbandingan antara Jumlah
Angkatan Kerja dengan Penduduk berumur 10 tahun lebih. Tahun 2005 Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bogor untuk laki-laki 74,60
persen, perempuan 33,96 persen, dan secara total 54,85 persen. Adapun jumlah
penduduk yang bekerja sebanyak 176.879 laki-laki dan 135.242 perempuan dari
312.121 untuk total Kabupaten Bogor.
4.3. Keadaan Umum Industri Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor
Usaha kecil dan menengah (UKM) sepatu di daerah Bogor muncul sekitar
tahun 1920-an di daerah Ciomas. Sampai dengan tahun 1950-an pembuatan
sepatu masih merupakan pekerjaan yang dilakukan individu atau usaha rumah
tangga, yang memproduksi sepatu kulit berkualitas tinggi. Jumlah unit usaha pada
waktu itu baru berjumlah 20 unit usaha. Para pengusaha sepatu Ciomas pertama
kali mempelajari keahlian membuat sepatu dengan bekerja sebagai buruh di
bengkel-bengkel sepatu di Jakarta. Setelah memiliki keahlian, mereka pulang
untuk mendirikan bengkel sepatu sendiri dan menjual produknya ke berbagai toko
di Jakarta atau kota-kota lain di Jawa Barat.
Awal tahun 1950-an, industri sepatu Ciomas berkembang pesat dengan
semakin bertambahnya jumlah usaha rumah tangga yang bergerak di bidang
sepatu. Perkembangan industri ini ditandai dengan berdirinya sebuah bentuk
usaha bersama dalam wadah Persebo (Perusahaan Sepatu Bogor). Koperasi ini
beranggotakan para pengrajin sepatu yang melayani order untuk memenuhi
kebutuhan sepatu militer, dan juga untuk membantu pemasaran produk-produk
bengkel disekitarnya. Persebo berperan penting dalam pertumbuhan pengrajin
sepatu di desa-desa sekitar Ciomas, sampai ketika terjadi resesi ekonomi pada
tahun 1960-an yang mengakibatkan perubahan-perubahan penting dalam struktur
internal dan eksternal pada industri ini.Setelah akhir 1960-an struktur internal
bisnis ini mengalami proses diferensiasi, yaitu dengan dilaksanakannya program
stabilisasi ekonomi. Sejumlah pengrajin skala usaha rumah tangga
mengembangkan bengkel mereka dengan mempekerjakan buruh.
Pada tahun 1970-an, pemilik modal besar mulai melibatkan diri dan
memperkenalkan sistem pembayaran dengan menggunakan ”bon”. Kemudian
pada tahun 1991 terbentuk kembali Koperasi Sepatu Perkasa Mas dan Koperasi
Warga Sepatu Ciomas. Namun koperasi ini tidak berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Dari hasil wawancara dengan pemilik usaha, ketidakberhasilan
koperasi sepatu tersebut disebabkan oleh faktor sumberdaya manusia yang terlibat
dalam koperasi itu sendiri, baik pengurus maupun anggotanya. Menurut data dari
Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor (2002), Kecamatan
Ciomas merupakan sentra terbesar industri kecil dan menengah (UKM) sepatu di
kota Bogor. Data tahun 2002 menunjukkan ada 763 unit usaha industri sepatu di
Kecamatan Ciomas dan tersebar di desa-desa di Kecamatan tersebut. Proporsi unit
usaha UKM sepatu di Kecamatan Ciomas dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan
Tabel 7. terlihat bahwa Desa Parakan merupakan Desa yang paling banyak
terdapat UKM sepatu, diikuti oleh Desa Pasir Eurih dan Desa Mekarjaya. Selain
UKM sepatu, di Kecamatan Ciomas juga terdapat Industri besar yang bergerak di
bidang sepatu yang juga sekaligus memberikan order pada UKM sepatu di sekitar
Ciomas.
Tabel 7. Jumlah dan Proporsi Industri Kecil dan Menengah (UKM) Sepatu
menurut Desa di Kecamatan Ciomas Tahun 2002
Desa Jumlah Unit Usaha Persentase (%)
1. Sukaluyu
2. Sukaresmi
3. Taman Sari
4. Pasir Eurih
5. Sukamantri
6. Sirnagalih
7. Kota Batu
8. Parakan
9. Mekarjaya
10. Ciomas
11. Pagelaran
12. Ciomas Rahayu
13. Ciapus
14. Padasuka
15
30
11
122
21
76
75
181
83
42
32
26
25
24
1,97
3,93
1,44
15,99
2,75
9,96
9,83
23,72
10,88
5,50
4,19
3,41
3,28
3,15
Total 763 100,00
Sumber : Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, 2002
Sistem Permodalan yang berlaku pada UKM sepatu di daerah Ciomas
sebagian besar adalah sistem bon putih, yaitu sistem kerjasama Produksi antara
pihak pengusaha sepatu sebagai produsen dan pihak pemberi order (Grosir)
sebagai konsumen. Sistem bon putih ini mampu memenuhi kekurangan pengusaha
industri kecil sepatu di daerah Ciomas dalam hal permodalan dan bahan baku.
Industri UKM sepatu pada umumnya menghasilkan sepatu dari bahan
imitasi. Sebelumnya industri UKM sepatu ini menghasilkan sepatu kulit, tetapi
karena tingginya permintaan terhadap bahan imitasi yang lebih lunak, maka
industri UKM sepatu di Kecamatan Ciomas lebih banyak menggunakan bahan
imitasi.
Sepatu yang dihasilkan industri ini bermacam-macam ukurannya, mulai
dari yang kecil sampai yang besar untuk pria dan wanita. Sejak enam tahun
terakhir ini sepatu dan sandal wanita merupakan produk yang paling banyak
diminati dan paling banyak permintaannya, karena sesuai dengan perkembangan
mode.
Pada saat musim ramai, menjelang Lebaran dan Natal seluruh bengkel sibuk
menerima pesanan sepatu dari konsumen (Grosir), dan biasanya pekerjaan dapat
berlangsung dari pagi sampai larut malam, sedangkan bila tidak sedang ramai
pekerjaan berlangsung dari pukul 08.00–16.00 petang. Dimusim-musim sepi,
industri sepatu mengurangi tenaga kerjanya dan buruh-buruh mencari pekerjaan
lain di sekitar daerah ciomas.
Sistem upah yang berlaku didasarkan pada sistem borongan, dimana buruh
dibayar berdasarkan jumlah sepatu yang dihasilkan (per kodi sepatu). Upah buruh
bervariasi berdasarkan tingkat kesulitan pembuatan sepatu. Para pengusaha UKM
sepatu di daerah Ciomas sebagian besar tidak memiliki sistem pencatatan dan
pembukuan yang jelas, sehingga mereka tidak tahu secara pasti apakah mereka
memperoleh untung atau mengalami kerugian.
Industri kerajinan sepatu di Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor
umumnya menghasilkan sepatu dan sandal dengan semua ukuran baik untuk pria
maupun untuk wanita. Bahan baku yang digunakan untuk membuat sepatu dan
sandal adalah kulit imitasi serta bahan lain yang digunakan yaitu lapis (AC),
lateks, sol, tamsin, spon, hak, lem, tekson, dus, pengeras, pur Ce, benang, dll.
Bahan-bahan ini diperoleh dari toko bahan di kota Bogor. Bagi pengusaha yang
memiliki modal cukup, maka bahan baku dapat mereka peroleh sesuai dengan
harga pasar, sedangkan pengusaha yang lemah dalam hal permodalan, maka
bahan baku mereka peroleh dengan modal kepercayaan dan kesepakatan dengan
pihak Grosir, dengan sistem hubungan sub kontrak komersial atau sering disebut
”bon putih”. Selain sistem bon putih pembelian bahan baku juga biasa diberikan
dengan sitem giro dengan tempo waktu satu bulan sampai dengan dua bulan,
namun dengan menggunakan kedua sistem ini pengusaha sepatu akan sangat
banyak memperoleh (charge) dan harga yang berlaku pun bukan lagi harga pasar,
sehingga mereka akan sangat dirugikan.
Dengan kedua sistem ini pengusaha diminta untuk memproduksi sepatu
sesuai dengan model atau tipe yang ditentukan oleh pihak Grosir. Modal awal
untuk mendapatkan bahan baku diberikan oleh pihak Grosir berupa selembar bon
putih atau selembar giro dengan cap/identitas Grosir untuk dibelanjakan pada toko
bahan yang telah ditentukan, dengan jumlah pesanan untuk satu minggu.
Pemberian bon putih atau giro ini dihitung sebagai uang muka dari total
pembayaran, yaitu sekitar 50 sampai 60 persen. Selanjutnya pengusaha akan
memproduksi di bengkel miliknya dengan melibatkan tenaga kerja. Pada saat
pengiriman barang, pihak grosir akan memberikan sejumlah uang untuk
membayar tenaga kerja, dengan memperhitungkan modal awal yang telah diambil
melalui bon putih atau giro, sisanya dibayar dengan menggunakan giro berjangka
waktu satu atau dua bulan yang dapat ditukarkan dengan uang tetapi dengan
potongan tertentu. Jika dilihat dari sistem hubungan subkontrak (sistem bon
putih/giro) dapat dilihat pada gambar 2, pengusaha hanya dapat memproduksi
sepatu jika ada pesanan dari pihak grosir. Dengan demikian pengrajin/tenaga kerja
juga akan bergantung pada jumlah pesanan yang diterima dari pihak grosir.
Gambar 3. Mekanisme Hubungan Sub-kontrak Komersial UKM sepatu
Sumber: Faizal (2007)
GROSIR
PRODUKSI
Pengrajin Sepatu
Arus
Pembayaran
(bon/giro)
BAHAN
BAKU
TENAGA KERJA
Pembayaran
upah
Pesanan
Pesanan Pemasaran
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Deskriptif
Analisis bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu,
keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau
untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala, atau frekuensi adanya
hubungan tertentu antar suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat.
5.1.1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini yakni pemilik CV. Anugrah Jaya yang
memproduksi sepatu dan berlokasi di Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas,
Kabupaten Bogor. Adapun identitas responden sebagai berikut:
Tabel 8. Identitas Responden
No. Identitas Keterangan
1 Nama Aang Askolani
2 No. Telepon 085782785853/08780116280
3 Alamat RT 04/04 Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas
4 Jenis Kelamin Laki-laki
5 Usia 28 tahun
6 Status Lajang
7 Pekerjaan Pemilik CV. Anugerah Jaya (pengrajin sepatu)
8 Lama usaha 1,5 tahun
9 Lokasi usaha Lingkungan masyarakat di kawasan Desa Suka
Makmur
Sumber: data primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 8. lokasi usaha CV. Anugerah Jaya berada di lokasi
pemukiman atau lingkungan masyarakat, hal tersebut dilakukan untuk menghemat
pengeluaran jika dibandingkan menyewa tempat di kios, pasar atau kawasan
industri.
Tabel 9. Produksi Sepatu CV. Anugerah Jaya
No Jenis Sepatu Total Produksi/Minggu Harga(Rp)/kodi
1 Sandal Teplek 80 kodi 300.000
2 Sepatu pantofel Tak tentu 500.000
Sumber: data primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 9. CV. Anugerah Jaya mampu memproduksi rata-rata
80 kodi per minggunya atau setara dengan 1.600 pasang sepatu sandal teplek dan
terkadang memproduksi juga sepatu jenis pantofel, namun tidak tentu pesanannya,
sehingga sulit untuk memastikan kapasitas produksi sepatu jenis pantofel tersebut.
5.1.2. Karakteristik Pekerja Usaha Kerajinan Sepatu
Saat ini, CV. Anugerah Jaya memiliki pekerja sebanyak 20 orang yang
semuanya berjenis kelamin laki-laki. CV. Anugerah Jaya memiliki bengkel
produksi sebanyak empat lokasi yang tersebar di sekitar kawasan pemukiman
Desa Suka Makmur.
5.1.2.1. Usia Pekerja
Pekerja pada usaha kerajinan sepatu berdasarkan hasil wawancara pada
umunya berusia produktif, sehingga usaha kerajinan sepatu dapat menyerap
tenaga kerja produktif yang banyak di Indonesia.
Tabel 10. Frekuensi Pekerja Berdasarkan Usia di CV. Anugerah Jaya
No Strata Usia Jumlah Persentase (%)
1 12-17 tahun 0 0
2 18-25 tahun 17 85
3 26-55 tahun 3 15
4 55> tahun 0 0
Total 20 100
Sumber: data primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 10. dapat dilihat usia pekerja pada usaha kerajinan
sepatu sebagain besar pada usia produktif, yakni pada rentang usia 18-55 tahun
sebesar 85 persen.
5.1.2.2. Pendidikan Pekerja
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang
suatu pekerjaan, akan tetapi pendidikan formal tidak begitu diutamakan untuk
bekerja sebagai pengrajin sepatu. Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan,
tidak terdapat perbedaan berarti bagi mereka yang berpendidikan Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum
(SMU/SMK) untuk bekerja sebagai pekerja di usaha kerajinan sepatu.
Berdasarkan Tabel 11. dapat dilihat bahwa pada umumnya pekerja pada usaha
kerajinan sepatu hanya berpendidikan Sekolah Dasar
Tabel 11. Frekuensi Pekerja Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 SD tidak tamat 0 0
2 SD tamat 18 90
3 SMP tidak tamat 2 10
4 SMP tamat 0 0
Total 20 100
Sumber: data primer (diolah)
5.1.2.3. Pengalaman Kerja
Para pekerja umumnya telah menekuni pekerjaan ini berkisar antara 1
tahun sampai 30 tahun seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 12. Frekuensi Pengalaman Kerja Pekerja
No. Pengalaman Kerja (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 1-5 tahun 4 20
2 6-10 tahun 16 80
Total 20 100
Sumber: data primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 12. Pengalaman kerja sebagian besar pada usaha
kerajinan sepatu berkisar 6-10 tahun, hal ini karena CV. Anugerah Jaya lebih
mengutamakan menjaga kualitas produk.
5.1.2.4. Jenis Pekerjaan
Pada CV. Anugerah Jaya terdapat dua jenis pekerjaan, yaitu: tukang
bawah dan tukang atas. Berdasarkan Tabel 13. Dapat dilihat jumlah proporsi dari
masing-masing jenis pekerjaan, yaitu: tukang atas 6 orang dan tukang bawh 14
orang.
Tabel 13. Jenis Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Tukang Atas 6 30
2 Tukan Bawah 14 70
Total 20 100 Sumber : Data Primer
Adapun tugas dari masing-masing tukang adalah sebagai berikut:
1. Tukang bawah, pada jenis pekerjaan ini tugas tukang bawah adalah
melakukan pekerjaan, seperti: membuat permukaan sandal, menggunting,
pemberian lem pada bagian sol (bawah sandal), dan memasang pola pada
cetakan, serta memanaskan sandal di kompor agar lem merekat kuat dan
cepat kering.
2. Tukang atas, sedangkan pada jenis pekerjaan ini tugas tukang atas adalah
menyelesaikan bagian finishing, seperti: menjahit pola dan menyusun
sandal dari ukuran terkecil hingga terbesar setelah sandal selesai disusun,
barulah dilakukan pengepakan. Sandal tersebut dimasukkan ke dalam
kotak kardus.
5.1.3. Karakteristik Usaha
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, karakteristik usaha
kerajinan sepatu khususnya di CV. Anugerah Jaya. Berikut disajikan karakteristik
usaha industri kerajinan sepatu mengenai biaya investasi dan sumber pasokan.
5.1.3.1. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan sebelum kegiatan
usaha dimulai (Tahun ke-0 atau bulan pertama) yaitu sejumlah dana yang dipakai
untuk menjalankan usaha.
Pada CV. Anugerah Jaya kepemilikan modal agar usaha tetap berjalan
sebesar Rp. 61.700.000 kegunaan modal dapat diuraikan pada Tabel 13.
Sedangkan, biaya untuk modal kerja seperti membeli bahan baku rutin
menggunakan sitem bon putih.
Tabel 14. Biaya Investasi Awal CV. Anugerah Jaya
Jenis Banyaknya Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
Bangunan (unit) 1 Rp. 50.000.000 Rp. 50.000.000
Lahan (m2) 120 Rp. 60.000 Rp. 7.200.000
Mesin Jahit (unit) 7 Rp. 250.000 Rp. 1.750.000
Mesin Gurinda (unit) 5 Rp. 150.000 Rp. 750.000
Kayu Pola (kodi) 2 Rp. 500.000 Rp. 1.000.000
Perlengkapan (set) 1 Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000
Total Rp. 61.700.000
Sumber : Data Primer
5.1.3.2. Pemasaran Produk
Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa pemasaran dari CV.
Anugerah Jaya adalah pada satu grosir tetap yang selama ini menjadi mitra
pengrajin yaitu grosir sepatu Bonaf
5.1.3.3. Sumber Pasokan
Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa pasokan barang
pengrajin sepatu berasal dari toko grosir yang berlokasi di sekitar bengkel-bengkel
sepatu tempat pengrajin memproduksi sepatu. Dimana pengrajin yang
menggunakan sistem bon putih belanja bahan baku ditoko bahan yang sudah
bekerjasama dengan pihak Grosir sepatu yaitu toko bahan Hepi.
5.2 Analisis Kinerja Usaha
Kinerja usaha yang diteliti dalam penelitian ini adalah kinerja usaha CV.
Anugerah Jaya di Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.
Analisa kinerja industri kerajinan sepatu dapat dilihat dari indikator yaitu
pendapatan atau tingkat keuntungan, Return on Investment (ROI), dan Rasio
imbangan penerimaan R/C. Hasil analisis secara keseluruhan dapat dilihat pada
lampiran 2.
5.2.1 Pendapatan Usaha
Dalam kegiatan perusahaan, keuntungan ditentukan dengan cara
mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang
diperoleh. Biaya yang dikeluarkan meliputi pengeluaran bahan baku (input),
pembayaran upah, pembayaran bunga bon putih, biaya penyusutan, biaya
transportasi, biaya listrik dan biaya konsumsi. Apabila hasil penjualan yang
diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya tersebut nilainya positif maka diperoleh
keuntungan atau pendapatan yang dapat dinikmati oleh para pengrajin atau
pengusaha sepatu. Mendirikan dan menjalankan kegiatan perusahaan adalah
kegiatan ekonomi yang dipenuhi oleh berbagai risiko. Tidak terdapat jaminan
bahwa sesuatu usaha akan pasti berhasil. Setiap bulan banyak perusahaan baru
muncul, tetapi banyak pula perusahaan sepatu yang gulung tikar dan pemiliknya
mengalami kerugian dalam bentuk uang maupun tenaga yang dikeluarkan. Hal ini
karena usaha kerajinan sepatu merupakan usaha yang bersifat musiman seperti
jamur dimusim hujan.
Dalam perekonomian rakyat biasanya terdapat banyak UKM yang
menghasilkan barang yang sejenis seperti sepatu, sehingga UKM tersebut harus
saling bersaingan untuk mendapatkan pasaran, dan melakukan kegiatan produksi
yang biaya rata-rata dibawah harga pasar. Sampai dimana keuntungan yang
diperoleh, atau kerugian yang dialami sangat tergantung kepada usaha-usaha
perusahaan/industri untuk meluaskan pasaran dan meminumkan biaya.
Dari hasil analisis keuntungan usaha industri kerajinan sepatu maka
keuntungan yang diperoleh pemilik CV. Anugerah Jaya selama 1 tahun yaitu pada
Tabel 14.
Tabel 15. Kinerja Usaha berdasarkan Pendapatan
Uraian Jumlah
Kontribusi
Pengeluaran (%)
Total Penerimaan Rp. 873.750.000
Pengeluaran:
Biaya Bahan Baku Rp. 520.231.500 68,75
Biaya Bunga Bon Putih Rp. 15.606.945 2,06
Biaya Tenaga Kerja Rp. 189.622.500 25,06
Biaya Transportasi Rp. 18.817.500 2,48
Biaya Penyusutan Bangunan Rp. 5.000.000 0,66
Biaya Penyusutan Perlengkapan Rp. 900.000 0,11
Biaya Konsumsi Rp. 4.800.000 0,63
Biaya Listrik Rp. 1.680.000 0,22
Total Pengeluaran Rp. 756.658.445
Pendapatan Bersih Rp. 117.091.555
Sumber : (olah data)
Berdasarkan Tabel 15. Pendapatan bersih yang diperoleh CV. Anugerah
Jaya yaitu Rp. 117.091.555 per tahun mengindikasikan tingkat keuntungan yang
diperoleh oleh perusahaan tersebut cukup tinggi.
5.2.2 Return on Investment (ROI)
Pengembalian atas investasi (ROI) memberikan indikasi probabilitas suatu
investasi. Dengan dilakukan analisis ini akan dapat diketahui industri kerajinan
sepatu yang disukai dan tidak disukai investor. Dan berapa besar tingkat
pengembalian modal industri kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor.
Berdasarkan Tabel 16. nilai tingkat pengembalian atas investasi (ROI)
cukup tinggi yaitu sebesar 19,71 persen hal ini menunjukkan sebetulnya tingkat
pengembalian modal dari usaha kerajinan sepatu cukup tinggi, namun pada
kenyataannya dilapangan pemilik CV. Anugerah Jaya tidak menggunakan
modalnya sendiri melainkan dengan sistem bon putih yang diberikan oleh grosir
sepatu karena pemilik memiliki kelemahan dalam memasarkan produknya sendiri,
sehingga pengrajin tidak mau terlalu jauh dalam mengambil risiko.
Tabel 16. Kinerja Usaha Berdasarkan ROI
Kriteria / Uraian Nilai
Total Asset yang Berputar Rp. 593.231.500
Pendapatan Bersih (per tahun) Rp. 117.091.555
ROI (%/Thn) 19,71
Sumber : (olah data)
Nilai ROI sebesar 19,71 persen mengindikasikan rata-rata tingkat
pengembalian modal sebesar 19,71 persen per tahun. Misalnya ada suatu
pengusaha kerajinan sepatu yang untuk membiayai produki perbulan dibutuhkan
modal sebesar Rp. 25.000.000,- sehingga untuk membiayai biaya produksi selama
satu tahun dibutuhkan modal sebesar Rp. 300.000.000,-. Maka tingkat
pengembalian modal per tahun sebesar kurang lebih Rp. 57.000.000,-. Sehingga
dalalam kondisi normal investasi akan kembali setelah lima tahun dua bulan.
5.2.3 Rasio R/C
Analisis penerimaan atas biaya menunjukkan industri kerajinan sepatu
menguntungkan atau tidak. Usaha yang dikatakan menguntungkan jika nilai R/C
yang didapat lebih dari satu dan tidak menguntungkan jika nilai R/C yang didapat
adalah kurang dari satu.
Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. R/C
yang dihitung adalah R/C atas biaya tunai dan tidak tunai total. Berdasarkan Tabel
17. Menunjukkan nilai rasio R/C yang diperoleh R/C sebesar 1.15, artinya untuk
setiap rupiah biaya yang dikeluarkan akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 1.15
menunjukkan bahwa usaha kerajinan sepatu CV. Anugerah Jaya akan
menguntungkan jika dikembangkan. Selain itu dapat dilihat juga rata-rata
imbangan penerimaan atas biaya pada Tabel 16.
Tabel 17. Kinerja Usaha Berdasarkan Rasio R/C
Kriteria/Uraian Nilai
Total Revenue (TR) Rp. 873.750.000
Total Cost (TC) Rp. 756.658.445
Rasio R/C per tahun 1,15
Sumber : (Olah Data)
Rata-rata R/C industri kerajinan sepatu sebesar 1,15 per tahun
mengindikasikan rata-rata imbangan penerimaan untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor sebesar 1,15 per tahun
5.3. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana
strategi (strategi planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan
(kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.
5.3.1. Faktor Kekuatan
Faktor kekuatan merupakan faktor internal atau faktor yang berasal dari
dalam perusahaan yang mampu mendukung perkembangan perusahaan secara
optimal jika potensi yang ada dimaksimalisasikan. Adapun faktor kekuatan yang
terdapat di CV. Anugerah Jaya dalam memproduksi sepatu adalah:
1. Produk yang dihasilkan berkualitas.
Dalam pembuatan sepatu, pekerja di CV. Anugerah Jaya sudah sangat
berpengalaman sehingga produk yang mereka hasilkan cukup berkualitas, hal
tersebut dapat dilihat dari komplain pedagang yang menjual produk CV.
Anugerah Jaya atau konsumen yang menggunakan selama ini belum pernah
terjadi.
2. Harga yang ditawarkan bersaing.
Harga merupakan suatu hal yang sangat sensitif bagi konsumen, apalagi
dalam dunia bisnis yang semakin banyak persaingan. Harga sepatu produksi CV.
Anugerah Jaya hingga saat ini masih terjangkau konsumen sehingga hingga saat
ini perusahaan masih mampu beroperasi karena penjualan yang cukup tinggi.
3. Sepatu yang dihasilkan unik dan kreatif.
Pada dasarnya, kunci utama dari produk sepatu yang berkualitas itu sangat
ditentukan oleh model yang unik. Pada umumya usaha kerajinan sepatu di Ciomas
cukup kreatif dalam membuat mode terbaru, termasuk hasil produksi CV.
Anugerah Jaya. Selain itu, perusahaan aktif mencari trend terbaru dari mode
sepatu yang sedang diminati dipasaran melalui media internet, majalah dan lain-
lain.
5.3.2. Faktor Kelemahan
Faktor kelemahan yang ada dalam internal CV. Anugerah Jaya adalah:
1. Manajemen keuangan belum teratur.
Sistem pencatatan keuangan pada CV. Anugerah Jaya belum tertata rapi,
CV. Anugerah Jaya tidak memiliki sistem pencatatan keuangan yang baik
sehingga mereka tidak mengetahui secara pasti berapa rupiah keuntungan yang
mereka peroleh selama menjalankan usaha. Selain itu tidak ada pemisahan yang
jelas antara pengeluaran pribadi dengan pengeluaran usaha yang menyebabkan
usaha sulit berkembang.
2. Manajemen persediaan bahan baku belum teratur.
Persediaan bahan baku memegang peranan penting dalam kelancaran
proses produksi, pada CV. Anugerah Jaya bahan baku dibeli pada saat dibutuhkan
dan tidak sesuai dengan perhitungan yang matang hanya berdasarkan perkiraan
saja, tidak adanya perhitungan yang jelas mengenai berapa jumlah bahan baku
yang sebetulnya dibutuhkan menyebabkan seringkali terjadi kelebihan baku
maupun kekurangan bahan baku pada saat produksi sedang berlangsung, sehingga
menganggu proses produksi, bahkan dapat membuat terlambat produksi pesanan.
3. Kurangnya pengawasan proses produksi dan kualitas.
Kontrol terhadap kualitas hanya dilakukan pada saat di awal pembuatan
sampel saja. Selanjutnya pengerjaan diserahkan sepenuhnya kepada para pekerja.
Kurangnya kontrol dalam proses produksi menyebabkan hasil produksi tidak
sesuai yang diharapkan dan tidak sama kualitasnya.
4. Lahan kerja kurang luas dan kurang nyaman
Lahan yang digunakan untuk tempat produksi merupakan rumah tempat
sehari-hari pemilik CV. Anugerah Jaya tinggal, sehingga luas tempat produksi
sangat terbatas sekali dan menyebabkan suasana bekerja menjadi kurang nyaman.
5. Teknologi minimal
Teknologi yang digunakan untuk proses produksi sangat minimalis proses
produksi sepatu di CV. Anugerah Jaya hanya menggunakan mesin-mesin
sederhana, yaitu: mesin jahit standar dan mesin gerinda yang berasal dari rakitan
mesin pompa air.
6. Perhitungan harga pokok produksi kurang akurat
CV. Anugerah Jaya hanya mengandalkan perhitungan kasar atau tidak
menggunakan perhitungan usaha yang baik dalam berproduksi, sehingga tidak
jarang biaya operasional yang dikeluarkan selama proses produksi tidak terhitung.
Tabel 18. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kerajinan Sepatu
No Kekuatan (S) No Kelemahan (W)
1 Produk yang dihasilkan
berkualitas. 1 Manajemen keuangan belum
teratur.
2 Harga yang ditawarkan bersaing.
2 Manajemen persediaan bahan
baku belum teratur.
3 Sepatu yang dihasilkan unik dan
kreatif.
3 Kurangnya pengawasan proses
produksi dan kualitas.
4 4 Lahan kerja kurang luas dan
kurang nyaman
5 5 Teknologi minimal
6 6 Perhitungan harga pokok
produksi kurang akurat
Sumber : (ola data)
5.3.3. Faktor Peluang
Faktor peluang merupakan faktor eksternal atau berasal dari luar
perusahaan yang menjadi kesempatan bagi perusahaan untuk berkembang secara
optimal jika mampu memanfaatkannya secara maksimal. Adapun faktor peluang
bagi CV. Anugerah Jaya adalah:
1. Produk sudah dikenal masyarakat.
Keunggulan produk yang dihasilkan oleh industri kerajinan sepatu di
Ciomas adalah sudah dikenal oleh masyarakat luas. Hal tersebut berimbas pada
hail produksi sepatu CV. Anugerah Jaya yang berlokasi di Ciomas, sehingga tak
jarang banyak pembeli yang datang dari luar kota Bogor yaitu Jabodetabek,
Surabaya dan Bali.
2. Ketersedian sumberdaya manusia
Pekerja pada umumnya berasal dari warga sekitar tempat usaha sehingga
pekerja bagi CV. Anugerah Jaya mudah didapat dan pada umumnya mereka sudah
terlatih sehingga tidak sulit untuk memberikan pengarahan kepada para
pekerjanya.
3. Lokasi dekat dengan pemasok.
Kedekatan lokasi dengan pemasok mempengaruhi pada tingkat persediaan
bahan baku. Semakin dekat lokasi dengan pemasok akan semakin mudah dalam
hal persediaan bahan baku. Lokasi pemasok bahan baku (toko bahan) adalah
sekitar tempat produksi CV. Anugerah Jaya.
4. Memiliki sistem pemasaran terpusat
Industri kerajinan sepatu di Kecamatan Ciomas, termasuk CV. Anugerah
Jaya sudah memiliki sentra penjualan (grosir) sepatu yaitu didekat stasiun Bogor.
Sehingga memudahkan untuk melakukan transaksi dagang dengan pedagang dan
pelanggan.
5. Tempat penjualan strategis
Tempat penjualan sangat penting dalam memasarkan suatu produk. Jika
tempat penjualan semakin strategis, maka akan mudah memasuki pasar. Tempat
yang dijadikan sebagai sentra penjualan kerajinan sepatu produksi CV. Anugerah
Jaya berlokasi di dekat Stasiun Bogor, sehingga mempermudah konsumen yang
ingin membeli sepatu.
6. Memiliki banyak relasi
Grosir sepatu telah memiliki relasi yang cukup luas, sehingga dapat
membantu pengrajin sepatu termasuk CV. Anugerah Jaya dalam memasarkan
produknya. Rata-rata para pembeli berasal dari Jabodetabek, Surabaya dan Bali.
5.3.4. Faktor Ancaman
Adapun faktor ancaman yang bersifat eksternal bagi perkembangan CV.
Anugerah Jaya adalah:
1. Sarana transportasi terbatas
Akses jalan dari tempat produksi ke tempat grosir masih kurang
mendukung. Apalagi bengkel atau tempat produksi CV. Anugerah Jaya berlokasi
di pemukiman pedesaan, sehingga alat transportasi yang diandalkan untuk
mengirim barang adalah sepeda motor atau ojek motor.
2. Pesaing dari dalam Negeri
Pesaing pengrajin sepatu di Kecamatan Ciomas terdapat di beberapa
tempat di Indonesia seperti para pengrajin sepatu di Bandung yang terkenal
dengan sepatu Cibaduyutnya dan di daerah Sukabumi.
3. Pesaing dari luar Negeri
Pesaing utama pengrajin sepatu di Ciomas termasuk CV. Anugerah Jaya
adalah produk-produk sepatu dari luar negeri yang sudah menggunakan teknologi
yang canggih sehingga dapat menghasilkan kualitas yang baik dan harga yang
murah, seperti produk sepatu dari China yang harganya dapat lebih murah dengan
kualitas yang cukup baik
4. Musim.
Pesanan usaha sepatu biasanya ramai hanya pada waktu-waktu tertentu.
Misalnya saat Lebaran, Natal, dan menjelang perayaan tahun baru sedangkan pada
bulan-bulan biasa pesanan sepatu sangat minim sekali.
5. Inflasi
Faktor kenaikan setiap harga barang akan mempengaruhi daya beli
masyarakat dan pengeluaran untuk pembelian bahan baku. Jika terjadi kenaikan
sedikit saja pada harga barang maka akan berpengaruh pada biaya produksi.
6. Kekuatan daya tawar menawar grosir (pemasok bahan)
Pemasok bahan baku memiliki kekuatan tawar menawar yang tinggi
karena mereka menguasai pasar dan memiliki modal yang banyak, sehingga
pengusaha sepatu seperti CV. Anugerah Jaya yang memiliki keterbatasan modal
harus mengikuti harga yang ditetapkan oleh pemasok bahan baku.
Tabel 19. Peluang dan Ancaman Usaha Kerajinan Sepatu
No Peluang (O) No Ancaman (T)
1 Produk sudah dikenal masyarakat 1 Sarana transportasi terbatas
2 Ketersedian sumberdaya manusia
2 Pesaing dari dalam Negeri
3 Lokasi dekat dengan pemasok.
3 Pesaing dari luar Negeri
4 Memiliki sistem pemasaran
terpusat
4 Musim.
5 Tempat penjualan strategis 5 Inflasi
6 Memiliki banyak relasi
6 Kekuatan daya tawar menawar
grosir (pemasok bahan)
Sumber: (olah data)
5.4. Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu Berdasarkan Analisis
SWOT
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam rangka
mengembangkan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor berdasarkan studi
kasus pada CV. Anugerah Jaya di Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas
dengan melihat faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
KEKUATAN
1. Produk yang
dihasilkan berkualitas
2. Harga yang ditawarkan
bersaing.
3. Sepatu yang dihasilkan
unik dan kreatif.
KELEMAHAN
1. Manajemen keuangan
belum teratur
2. Manajemen persediaan
bahan baku belum
teratur.
3. Kurangnya
pengawasan proses
produksi dan kualitas.
4. Lahan kerja kurang
luas dan kurang
nyaman
5. Teknologi minimal
6. Perhitungan harga
pokok produksi kurang
akurat
PELUANG
1. Produk sudah dikenal
masyarakat
2. Ketersedian
sumberdaya manusia
3. Lokasi dekat dengan
pemasok.
4. Memiliki sistem
pemasaran terpusat
5. Tempat penjualan
strategis
6. Memiliki banyak
relasi
STRATEGI SO
1. Pemerintah dapat
membantu usaha
kerajinan sepatu
dengan memberikan
fasilitas-fasilitas agar
tercipta jalur distribusi
yang baru.
2. Pelaku usaha kecil
tersebut lebih kreatif
dalam memproduksi
sepatu.
3. Bekerjasama dengan
pihak-pihak lain yang
dapat membantu dalam
pemasaran
STRATEGI WO
1. Pemerintah
memberikan pelatihan
tentang manajemen
keuangan, manajemen
perusahaan dan
lainnya.
2. Pelaku usaha lebih
fokus pada pemupukan
kapital untuk meng-
upgrade teknologi
yang dimiliki.
ANCAMAN
1. Kekuatan daya tawar
menawar grosir
(pemasok bahan)
2. Inflasi
3. Musim.
4. Pesaing dari luar
Negeri
5. Pesaing dari dalam
Negeri
6. Sarana transportasi
terbatas
STRATEGI ST
1. Perlu dibentuknya
koperasi pengrajin atau
paguyuban yang dapat
menjual bahan baku
kebutuhan pengrajin
dan penyediaan modal
kerja
2. Pemerintah membatasi
impor sepatu.
STRATEGI WT
1. Pemerintah lebih
mendukung usaha
kerajinan sepatu
dengan mengeluarkan
regulasi yang
memudahkan pengrajin
untuk berkembang.
Gambar 4. Matriks strategi pengembangan usaha kerajinan sepatu berdasarkan SWOT
Faktor
Internal
Faktor
Eksternal
Berdasarkan analisis dengan menggunakan matriks SWOT yang dapat dilihat
pada Gambar 3. dapat disarankan beberapa strategi pengembangan usaha
kerajinan sepatu, diantaranya:
1. Pemerintah membantu usaha kerajinan sepatu dengan regulasi yang
mendukung perkembangan usaha tersebut. Misalnya: pemberian kredit lunak
tanpa agunan.
2. Strategi pembentukan koperasi atau paguyuban yang memfasilitasi kebutuhan
modal dan ketersediaan bahan baku yang relatif lebih murah.
3. Strategi pengembangan sumberdaya manusia dengan peningkatan softskill
pelaku usaha.
4. Kerjasama dengan pihak-pihak yang membantu dalam melancarkan
pemasaran.
VI. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis kinerja dan strategi
pengembangan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor, maka dapat
disimpulkan :
1. Hasil kinerja usaha industri kerajinan sepatu cukup bagus ditunjukkan oleh
tingkat keuntungan sebesar Rp. 117.091.555 per tahun, Return of Investment
(ROI) sebesar 19,71 persen, dan Rasio R/C sebesar 1,15 per tahun
mengindikasikan rata-rata imbangan penerimaan untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor sebesar 1,15 per
tahun.
2. Keuntungan yang diperoleh pengrajin sepatu sangat dipengaruhi oleh volume
produksi yang ditentukkan oleh Grosir Sepatu. Oleh karena itu pengrajin perlu
sekreatif mungkin dalam menciptakan model-model terbaru dari sepatu yang
mereka produksi.
3. Besarnya upah didasarkan atas jumlah barang yang diproduksi dan jenis
pekerjaannya, tidak dikaitkan dengan prestasi kerja. Curahan kerja pekerja
akan meningkat apabila terjadi peningkatan jumlah pemintaan sepatu yang
dipesan oleh grosir. Hal ini akan meningkatkan volume penjualan produksi
sepatu.
4. Dari segi faktor internal yang menjadi kekuatan adalah produk sudah dikenal
masyarakat luas, produk yang dihasilkan berkualitas, harga yang ditawarkan
bersaing, ketersedian sumberdaya manusia, lokasi dekat dengan pemasok, dan
pimpinan kreatif. Sedangkan yang menjadi kelemahannya adalah manajemen
keuangan belum teratur, manajemen persediaan bahan baku belum teratur,
kurangnya pengawasan proses produksi dan kualitas, lahan kerja kurang luas
dan kurang nyaman, teknologi minimal, tidak adanya perhitungan harga
pokok produksi secara akurat, dan sarana transportasi terbatas.
5. Dari segi faktor eksternal yang menjadi kekuatan adalah memiliki sistem
pemasaran terpusat dan tempat penjualan (Grosir) strategis, serta memiliki
banyak relasi, sedangkan yang menjadi kelemahannya adalah adanya pesaing
dari dalam negeri, adanya pesaing dari luar negeri, faktor musim, inflasi,
kekuatan tawar menawar grosir (pemasok bahan)
6. Berdasarkan analisis SWOT maka strategi yang dapat dijalankan dalam
rangka mengembangkan usaha kerajinan sepatu adalah Pemerintah membantu
usaha kerajinan sepatu dengan regulasi yang mendukung perkembangan usaha
tersebut, misalnya: pemberian kredit lunak tanpa agunan dan mendirikan
koperasi atau paguyuban yang memfasilitasi kebutuhan modal dan
ketersediaan bahan baku yang relatif lebih murah
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan sebagai bahan pertimbangan menunjang
keberasilan pengembangan usaha pada industri kerajinan sepatu di Kabupaten
Bogor adalah :
1. Karena kontribusi tenaga kerja terhadap usaha kerajinan sepatu cukup banyak,
maka pemerintah harus lebih perhatian terhadap sektor UKM khususnya
Industri kerajinan sepatu yaitu dengan melakukan pembinaan secara intensif
terhadap para pengusaha kerajinan sepatu, baik dari segi permodalan maupun
peningkatan skill para pengusaha kerajinan sepatu itu sendiri.
2. Perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, perlu
meningkatkan efisiensi dan meningkat kualitas produk yang menarik minat
konsumen.
3. Melihat kontribusi pengeluaran bahan baku yang sangat besar dalam usaha
kerajinan sepatu, maka ntuk efisiensi biaya bahan baku, perlu dibentuknya
koperasi atau paguyuban yang bisa menyediakan bahan baku dengan harga
yang lebih murah. Sehingga keuntungan yang diperoleh pengrajin sepatu
dapat lebih besar.
4. Untuk mempermudah memperoleh mendapatkan bantuan kredit dari
pemerintah dan perbankan, pengusaha kerajinan sepatu perlu membuat
pembukuan terhadap transaksi bisnisnya dan mengurus surat-surat yang
berkaitan dengan perizinan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2007. BPS
Kabupaten Bogor. Bogor
---------------------------. 1997-2007. Statistik Indonesia. BPS, Jakarta.
Chodijah, Ida. 1997. Keragaan Ekonomi, Kesempatan Kerja, dan Distribusi
Pendapatan pada Indistri Kecil Emping Melinjo [Skripsi]. Jurusan Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi Pertanian: Fakultas Pertanian IPB, Bogor
Departemen Koperasi. 2007. PDB, Investasi, Tenaga Kerja, Nilai Ekspor, UKM
di Indonesia. Depkop, Jakarta.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor. 2008. Potensi dan
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor.
Djamin, Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. LPFE UI, Jakarta.
Dumairy, MS. 2000. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
Faizal, R. 2008. Analisis Pengembangan Usaha Industri Kerajinan Sepatu Wanita
di Kabupaten Bogor [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli, dan
Regulasi. LP3S, Jakarta.
Ivana, R. 2004. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah
Kerajinan dengan Pendekatan Penelitian Aksi Partisipatif [Skripsi].
Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. Edisis Kedua. BPFE, Yogyakarta.
Kasmir.2006. Kewirausahaan. Rajawali Pers, Jakarta.
Laswati. 2009. Analisis Tingkat Keuntungan dan Penyerapan Tenaga Kerja pada
Industri Kecil Sandal di Desa Sirna Galih, Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Legowo. 1996. Persaingan Usaha dan Pengambilan Keputusan Manajerial.
UI-Press, Jakarta.
Meliani, C. 2008. Analisis Kinerja dan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Mochi
di Kota Sukabumi. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Nicholson, W. 1995. Teori Mikroekonomi : Prinsip dan Dasar
Pengembangannya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Partomo, T. dan A. Soejono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi.
Ghalia, Jakarta.
Pearce dan Robinson. 1997. Manajemen Strategik. Terjemahan. Bina Rupa
Aksara, Jakarta.
Radar Bogor. 26 Mei 2008. “Usaha Kecil Sepatu makin Menggeliat di Bogor”.
Radar Bogor: 5
Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Simanjuntak, P. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. LPFE UI,
Jakarta.
Soekartawi, A. Soeharjo, John L. Dillon, dan J Brian Hardaker. 1984. Ilmu
Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press,
Jakarta.
Sucipto. 2003. Analisis PSAK No. 23 Tentang Pendapatan. Fakultas Ekonomi,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tjakrawiraklaksana, A. 1983. Usaha Tani. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta.
Wahyuni, E.S dan Muljono, P. 2007. Metode Penelitian Sosial. Penerbit Andi,
Jakarta
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS KINERJA DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN USAHA KERAJINAN SEPATU
DI KABUPATEN BOGOR
Kuisioner ini digunakan dalam rangka penyusunan bahan penelitian untuk skripsi oleh Agung
Wibowo, mahasiswa Program Sarjana Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Mohon Bapak/Ibu
berkenan mengisi kuisioner dengan jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yang sebenarnya,
karena hal ini sangat membatu keberhasilan penelitian ini. Terimakasih
I. IDENTITAS RESPONDEN:
1. Nama :………………………………………………….
2. Alamat Rumah :.............................................................................
3. Alamat Tempat Usaha:.............................................................................
II. KARAKTERIDTIK RESPONDEN
1. Jenis Kelamin : (1) laki-laki (2) perempuan
2. Umur : ...................................................................................................
3. Status : (1) Bujangan (2) menikah (3) janda/duda
4. Jumlah anggota keluarga :.......................................................................
5. Pekerjaan utama :..........................................................................................
III. INFORMASI UMUM USAHA
1. Nama UKM .................................................................................................
2. Nama Pemilik/ Pimpinan UKM ....................................................................
3. Jenis Usaha :...................................................................................................
4. Lama usaha :..................................................................................................
5. Tahun Pendirian Usaha :................................................................................
6. Lokasi usaha : (1) lingkungan masyarakat (2) pasar tradisional (3) kaki lima (4) keliling
dan mengapa anda memilih tempat tersebut?.......................................................................
7. Konsumen produk sepatu : (1) pria (2) wanita (3) anak-anak dan jelaskan pilihan mana
yang mendominasi?...................................................................
8. Usaha kerajinan sepatu merupakan pekerjaan utama atau sambilan?............
9. Bagaimana prospek usaha sepatu (1) menguntungkan (2) rugi (3).......................................
10. Adakah manfaat sosialnya ? ......................................................................
11. Apakah usaha sepatu Anda telah memiliki surat izin pendirian usaha dan berbagai aspek
legalitas lainnya ?
12. Adakah pesaing ? (1) dalam wilayah kabupaten Bogor (2) luar kabupaten Sukabumi
13. Bagaimana kondisi pesaing tersebut dari dua aspek yaitu :
Keunggulan............................................................................................................................
Kelemahan.............................................................................................................................
14. Apa kelebihan produk sepatu anda?..........................................................
15. Jelaskan kemudahan dan kesulitan dalam mengembangkan usaha sepatu Anda ?
.....................................................................................................................
IV. PERMODALAN
1. Bagaimana perolehan modal usaha? (1) sendiri (2) keluarga (3) pinjaman berapa
besar Rp..............................................................
2. Berapa modal yang dibutuhkan dalam usaha ini?..........................
3. Berapa nilai aset yang dimiliki saat ini?..........................................
4. Apakah UKM sepatu Anda pernah mendapat bantuan permodalan dari pemerintah
kabupaten bogor?.................................................
5. Apakah UKM sepatu Anda pernah mengajukan pinjaman kepada lembaga
keuangan/ Bank?.........................................................................................................
V. KETENAGAKERJAAN
1. Berapa jumlah tenaga kerja dalam UKM sepatu Anda?.................
2. Berapa rataan jam kerja perhari karyawan UKM sepatu Anda? (bedakan antara
pria, wanita dewasa dan anak-anak)....................
3. Bearapa besarnya upah yang diberikan kepada karyawan UKM sepatu
Anda?......................................................................................
4. Bagaimana cara/ sistem pembayaran upah dalam UKM sepatu Anda? Sebutkan
jika lebih dari satu cara dan adakah bonus/premi?..............
5. Darimana tenaga kerja berasal?...........................................................
6. Bagaimana sistem perekrutan tenaga kerja?.........................................
7. Apakah terdapat pelatihan yang diberikan pada para pekerja?.............
8. Apa masalah yang terdapat pada tenaga kerja?.....................................
9. Bagaimana cara mengatasinya selama ini?.........................................
10. Adakah perlindungan tenaga kerja? Dan bagaimana bentuknya?.......
VI. PEROLEHAN INPUT
1. Darimana bahan baku diperoleh?..........................................................
2. Siapa yang menjadi pemasok bahan baku?...........................................
3. Apakah pemasok tetap atau terdapat banyak pemasok?.......................
4. Bagaimana sistem manajemen persediaan bahan baku?.......................
5. Berapa rataan pengeluaran bahan baku setiap bulannya?.....................
6. Bagaimana harga yang ditawarkan pemasok bahan baku?...................
7. Dari mana memperoleh informasi harga bahan baku?..........................
8. Bagaimana sistem penyimpana bahan baku?........................................
9. Berapa jumlah dan harga bahan baku yang dibutuhkan, terperinci dibawah ini?
BAHAN BAKU PRODUKSI Satuan Jumlah Harga
satuan Total
1 Bahan Sepatu M
2 AC (Lapis) M
3 Tamsin Dus
4 Texon Lbr
5 Sol Kodi
6 Benang Lusin
7 Spon Lbr
8 Tatak (Alas Sepatu) M
9 Paku Kg
10 Lem Kuning Klng
11 Lem PU Klng
12 Dus Kodi
13 Tinta Btl
14 Tali Roll
15 pulpen Putih Lsn
16 Pulpen Biru Lsn
17 Latex Ltr
TOTAL BIAYA BAHAN BAKU
VII. PRODUKSI
1. Apa saja bahan baku utama dari produk sepatu yang dihasilkan?......
2. Apa saja bahan baku penunjang dari produk yang dihasilkan?.........
3. Berapa kapasitas produksi yang dihasilkan?.....................................
4. Bagaimana perkembangan jumlah produk?..................................
5. Berapa nilai produksi tertinggi dan nilai produksi terendah?..........
6. Bagaimana sistem produksi yang dijalankan (persediaan barang atau berdasarkan
pesanan)?.....................................................................
7. Berapa jam kerja UKM per hari, hari kerja dalam satu bulan?........
8. Apa saja peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan barang?.......................
9. Bagaimana tahap-tahap proses produksi dalam menghasilkan produk ( diagram
alur produksi)? Berapa orang tenaga kerja yang diperlukan untuk mengerjakan
setiap bagian produksi dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan
setiap fungsi produksi?...............................................................................................
10. Masalah apa yang menjasi kendala dalam proses produksi ( bahan baku, tenaga
kerja, modal, dan peralatan)?....................................
11. Bagaimana cara perolehan bahan baku?.......................................
12. Bagaimana manajemen bahan baku yang dilakukan?......................
VIII. PEMASARAN OUTPUT
1. Jenis sepatu apa saja yang dihasilkan oleh UKM sepatu Anda?.....
2. Bagaimana sistem distribusi yang dijalankan UKM sepatu Anda untuk
memasarkan produknya?...................................................
3. Baerapa harga jual yang diterapkan oleh UKM sepatu Anda? Apakah harga jual
tersebut sama untuk semua jenis konsumen atau ada perbedaan? Jika ada berapa
kisarannya?................................
4. Bagaimana sistem penyerahan barang kepada konsumen?..............
5. Bagaimana cara pemesanan dan pembayaran yang dilakukan oleh konsumen?.........
6. Apakah penjualan output hanya kepada orang tertentu/langganan atau berubah-
ubah menurut harga?
7. Dimanakah penyerahan barang dilakukan?
8. Bagaimana fluktuasi harga output?
Berapa harga tertinggi dan kapal hal ini terjadi?
Berapa harga terendah dan kapan hal ini terjadi?
Berapa harga rataan?
9. Siapa dan bagaimana yang menentukan harga output?
10. Bagaimana cara pembayaran yang dilakukan pembeli?
11. Jika barang/ouput disimpan? Dimana disimpannya? Berapa lama disimpan?
Berapa biaya penyimpanannya?
12. Adakah permasalahan/kesulitan dalam memasarkan output, jelaskan?
13. Apakah terdapat hubungan antara pengusaha dengan pabrik, atau pedagang
perantara (misalnya, ikatan utang dan kontrak?) dan bagaimana aturan mainnya?
IX. ANALISIS PENDAPATAN USAHA
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Pendapatan Usaha Industri Sepatu
1. Penerimaan rata-rata
Per hari?.............................................................................................
Per minggu?.......................................................................................
Per bulan?..........................................................................................
2. Pengeluaran Usaha
Jenis Pengeluaran Perhari/minggu Perbulan Pertahun
Bahan baku/pelengkap
Upah tenaga kerja
Listrik, Air, Telepon
Biaya transportasi pembelian
bahan baku
Pajak, retribusi
Tabungan
Gaji lembur
Biaya pemeliharaan peralatan
Biaya lainnya
Total pengeluaran
Lampiran 2. Asset yang berputar
Investasi Awal (A)
No
Nama
Investasi Satuan
Harga Satuan Jumlah
1 Bangunan 1 Rp 50.000.000 Rp 50.000.000
2 Lahan 120 Rp 60.000 Rp 7.200.000
3 Mesin Jahit 7 Rp 250.000 Rp 1.750.000
4 Mesin Gurinda 5 Rp 150.000 Rp 750.000
5 Kayu Pola 2 Rp 500.000 Rp 1.000.000
6 Perlengkapan 1 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
Total Rp 61.700.000
Asset Bergerak(B)
No Nama Asset Satuan Harga Satuan Jumlah
1 Motor 1 Rp 12.000.000 Rp 12.000.000
2 Bahan Baku 2895 Rp 179.700 Rp 520.231.500
Total Rp 532.231.500
Total Asset Yg Berputar (A+B) Rp 593.931.500
Lampiran 3. Data Produksi CV. Anugerah Jaya Tahun 2008
Bulan
Jumlah
(Kodi) Harga / Kodi Penerimaan
Januari 300 Rp 315.000 Rp 94.500.000
Februari 25 Rp 315.000 Rp 7.875.000
Maret 25 Rp 315.000 Rp 7.875.000
April 25 Rp 300.000 Rp 7.500.000
Mei 280 Rp 300.000 Rp 84.000.000
Juni 320 Rp 300.000 Rp 96.000.000
Juli 320 Rp 300.000 Rp 96.000.000
Agustus 320 Rp 300.000 Rp 96.000.000
September 320 Rp 300.000 Rp 96.000.000
Oktober 320 Rp 300.000 Rp 96.000.000
November 320 Rp 300.000 Rp 96.000.000
Desember 320 Rp 300.000 Rp 96.000.000
Total Penerimaan Rp 873.750.000
Lampiran 4. Rincian Biaya Tetap Produksi per Kodi
No Biaya Produksi Satuan Jumlah Harga Satuan Total
1 Bahan Baku :
Bahan Sepatu / AC (Lapis) M 1,5 Rp 30.000 Rp 45.000
Tamsin Dus 1 Rp 5.000 Rp 5.000
Texon/Karton Lbr 1 Rp 12.000 Rp 12.000
Sol Kodi 1 Rp 35.000 Rp 35.000
Benang Lusin 1 Rp 4.000 Rp 4.000
Spon 2 mm (lapisan texon) Lbr 1 Rp 4.000 Rp 4.000
Lem Kuning Klng 1 Rp 7.500 Rp 7.500
Lem PU Klng 1 Rp 7.500 Rp 7.500
Dus Kodi 1 Rp 10.000 Rp 10.000
Tali Roll 1 Rp 1.200 Rp 1.200
Pulpen putih Bh 1 Rp 2.000 Rp 2.000
Pulpen biru Bh 1 Rp 2.000 Rp 2.000
Latex Ltr 1 Rp 5.000 Rp 15.000
Spon 8 mm Lbr 1 Rp 9.500 Rp 9.500
Sol Tambahan Lbr 1 Rp 9.500 Rp 9.500
Minyak Tanah Ltr 1 Rp 8.000 Rp 8.000
Lem PC Klng 1 Rp 2.500 Rp 2.500
Total Biaya Bahan Baku Rp 179.700
2 Biaya Tenaga Kerja : Satuan Jumlah Harga Satuan Total
Tukang Atas Kodi 1 Rp 18.000 Rp 18.000
Tukang Bawah Kodi 1 Rp 47.500 Rp 47.500
Total Biaya Tenaga Kerja Rp 65.500
Total Biaya Tetap Produksi per Kodi Rp. 245.200
Lampiran 5. Data Perhitungan Kinerja Tahun 2008
Total Penerimaan
(TR) Rp 873.750.000
Pengeluaran Biaya Banyaknya Jumlah
Biaya Bahan Baku Rp 179.700 2895 Kodi Rp 520.231.500
Biaya Bunga Bon
Putih Rp 5.391 2895 Kodi Rp 15.606.945
Biaya Tenaga Kerja Rp 65.500 2895 Kodi Rp 189.622.500
Biaya Transportasi Rp 6.500 2895 Kodi Rp 18.817.500
Biaya Listrik Rp 140.000 12 Bulan Rp 1.680.000
Biaya Konsumsi Rp 400.000 12 Bulan Rp 4.800.000
Biaya Penyusutan
Bangunan Rp5.000.000 1 Tahun Rp 5.000.000
Biaya Penyusutan
Peralatan R 900.000 1 Tahun Rp 900.000
Total Pengeluaran (TC) Rp 756.658.445
Pendapatan Rp 117.091.555
ROI 19,71465649
R/C 1,15474823